Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sedasi merupakan penekan sistem saraf pusat, dimana dalam dosis rendah dapat
menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Menurut
Hayes dan Kee (2000), sedasi adalah suatu usaha untuk menimbulkan keadaan tenang
dengan pemberian obat. sedatif pertama kali diresepkan untuk mengurangi ketegangan serta
anxietas (kecemasan). Pada penggunaan obat sedasi, kesadaran seseorang mulai menurun
akan tetapi masih dapat mengendalikan jalan nafas dan merespon perintah.
Zat hipnotik merupakan obat yang dapat menginduksi tidur. Obat hipnotik diinduksi
untuk menghilangkan kesadaran pada saat dilakukan anestesi umum. Obat-obat ditujukan
untuk sedatif dan hipnotik bekerja menekan sistem saraf pusat dengan menghambat aktivitas
GABA dalam berikatan dengan reseptor GABA sehingga dihasilkan efek sedatif dengan
adanya penurunan lekomotor (gerak normal tubuh). (Hidayati, 2013).
Obat-obat sedatif-hipnotik seringkali merupakan obat yang sama, akan tetapi yang
lebih sering dipakai adalah untuk efek hipnotiknya. Sedatif-hipnotik terbagi menjadi 3
golongan obat barbiturat, benzodiazepine dan golongan lain. (Hayes dan Kee, 2000).
Penggunaan klinis golongan obat-obatan sedatif-hipnotik telah digunakan secara luas
seperti untuk tata laksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penata laksanaan
kejang, serta insomnia. Pentingnya penggunaan obat-obatan ini dalam tindakan anestesi
memerlukan pemahaman mengenai farmakologi obat-obatan kedua obat. Hal tersebut yang
mendasari penulisan mengenai farmakologi obat-obatan hipnotik sedatif.

B. TUJUAN
1. Mampu melakukan cara penetapan aktivitas spontan hewan uji dengan alat rotarod dan
Hole board test sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf pusat dan
tranquilizer.
2. Mampu mengevaluasi perbedaan efek obat golongan Benzodiazepine dengan golongan
Barbiturat pada perubahan aktivitas spontan tikus
3. Untuk mengetahui respon dari masing-masing obat.

1
C. MANFAAT
1. Mahasiswa mampu melakukan cara penetapan aktivitas spontan hewan uji dengan alat
rotarod dan Hole board test sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf
pusat dan tranquilizer.
2. Mahasiswa mampu mengevaluasi perbedaan efek obat golongan Benzodiazepine dengan
golongan Barbiturat pada perubahan aktivitas spontan tikus
3. Mahasiswa dapat mengetahui respon dari masing-masing obat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HIPNOTIK SEDATIF


Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan
untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas
mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan.
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang
atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia,
koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons
terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak
termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan
SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis
yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.

B. PENGGOLONGAN OBAT HIPNOTIK SEDATIF


1. Benzodiazepin: diazepam, midazolam, lorazepam, flurazepam, nitrazepam.
2. Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, thiopental.
3. Lain-lain: Propofol, Ketamin.

3
1. BENZODIAZEPIN

Gambar 1 Struktur Benzodiazepin

a. Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu
short acting, long acting, ultra short acting.
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi
metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak
kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2) Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu
kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena
tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3) Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek
abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit
aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga
sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan
b. Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan
kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal
klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post
sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang
mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran

4
yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan potensial
aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
c. Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada
SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang
merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah
pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade
neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
d. Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air
yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung
kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali
klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi
N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah
pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu
0,5-8 jam. Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak
teratur.
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu
paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin
yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang,
dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat mengatasi status epilepsi
secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai
hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan dan
berat gejala putus obat setelah penggunaannya secara kronik. Sebagai ansietas,
benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko
neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.
e. Contoh obat
1) Diazepam

5
Gambar 2 Struktur Diazepam

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan


memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak
larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.
a) Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya
dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi
menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan
terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam
sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya
kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki
ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan
konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosishepatis, akan
meningkatkan efek samping dari diazepam.
b) Metabolisme
Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati
menjadi desmethyl diazepam danoxazepam serta sebagian kecil temazepam.
Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta di metabolisme
lebih lambat dibanding oxazepam sehingga menimbulkan keadaan
mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini mengalami
resirkulasi enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi.
Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan
dikonjugasikan dengan asam glukoronat.
c) Waktu Paruh
Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin
panjang pada pasien tua, obesitas dan gangguan fungsi hepar serta digunakan
bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam,
6
diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun durasi kerjanya
lebih pendek karena ikatan dengan reseptor GABA lebih cepat terpisah.
Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan lama
diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam jaringan dan dibutuhkan
waktu lebih dari seminggu untuk mengeliminasi metabolit dari plasma.
d) Efek pada Sistem Organ
Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada
penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napa.
Diazepam pada dosis 0,5-1 mg / kg IV yang diberikan sebagai induksi
anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan
resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile Ns setelah
induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan pada kerja jantung.
Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg / kg IV yang diikuti dengan
injeksi fentanyl 50 μg / kg IV akan menyebabkan penurunan resistensi
vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik. Pada otot skeletal, diazepam
menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan menurunkan impuls dari
saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila konsentrasi
plasmanya > 1000ng/ml.
e) Penggunaan Klinis
Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh
midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi
kejang. Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat neuritransmitter
GABA. Dibanding barbiturat yang mencegah kejang dengan depresi non
selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat aktivitas di system
limbik, terutama di hipokampus.
2) Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Selain itu afinitas
terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia
pada obat ini ebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat
terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama
beberapa jam.
3) Lorazepam

7
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih
kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan
efek sampingnya sama.
4) Flurazepam
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari
uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara
bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur , maupun
lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat
secara oral dan berakhir hingga 8 jam.
Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh
metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam
cocok untuk pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek
yang disertai gejala ansietas di siang hari.
5) Nitrazepam
Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja
pada reseptor di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa
kimia GABA (gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu senyawa kimia
penghambat utama di otak yang menyebabkan rasa kantuk dan mengontrol
kecemasan.
Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga
mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk,
menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi.
Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam
mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga
meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh
beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian.

2. BARBITURAT

Gambar 3 Struktur Barbiturat

8
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik
dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik,
barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman,
pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak
digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum
dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat
dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur
fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan
oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek
antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil
misalnya fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan
sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20%
ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak
dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa
nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi
(kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat
penghambatan.

a. Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus
halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status
epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate
didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma
sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot.
Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat.
Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
9
dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.
Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah
tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat
dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat
yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
b. Kontraindikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati
atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada
penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam
hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

NAMA OBAT, BENTUK SEDIAAN & DOSIS BEBERAPA OBAT


BARBITURAT
Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Dewasa (mg)
Amobarbital Kapsul,tablet,injeksi,bubuk 30-50; 3x
Aprobarbital Eliksir 40; 3x
Butabarbital Kapsul,tablet,eliksir 15-30 ; 3-4x
Pentobarbital Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria 20 ; 3-4x
Sekobarbital Kapsul,tablet,injeksi 30-50 ; 3-4x
Fenobarbital Kapsul,tablet, eliksir,injeksi 15-40 ; 3x

c. Contoh Obat
1) Fenobarbital

Gambar 4 Struktur Fenobarbital

10
Fenobarbital merupakan golongan barbiturat yang mempunyai efek anti
kunvulsan dengan menekan pelepasan eksitasi postsinaptik dan meningkatkan
nilai ambang konvulsif terhadap stimulasi elektrik dan zat kimia.
a) Indikasi
Penggunaan oral dan parental
 Sedatif hipnotik (treatmen jangka pendek insomnia. aktifitasnya
cenderung hilang setelah 2 minggu penggunaan)
 Antikonvulsan
 Mengontrol kejang akut yang bersifat emergensi (yang berhubungan
dengan status epileptikus, eklamsia, tetanus, reaksi toksis terhadap
striknin atau anesterik lokal)
 Penggunaan parental untuk agen preanesterik
b) Farmakokinetik
Onset dan durasi :
 Oral :
Onset hypnosis : 20-60 Menit
Durasi : 6-10 jam
 Intra vena (IV)
Onset : dalam 5 menit
Efek puncak : dalam 30 menit
Durasi 4-10 jam
c) Absorbsi dan distribusi :
 Oral : 70%-90%
Ikatan protein : 20-45%, ikatan protein akan lebih rendah, pada neonatus
Waktu untuk mencapai kadar puncak dalam darah pada pemakaian oral 1-
6 jam.
d) Metabolisme dan ekskresi :
Metabolisme dihati melalui hidroksilasi dan konjugasi glukoronida.
Waktu paro eliminasi :
 neonatus : 45-500 jam
 bayi : 20-133 jam
 anak-anak : 37-73 jam
 dewasa : 53-140jam

11
e) Eliminasi : 20-50% diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urine

3. LAIN-LAIN
a. Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena
sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak
kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur
kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya.
Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg
BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik)
menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan
sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang
disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol
memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini
dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih
besar dan penggunaan lidokain 1%.
b. Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem
limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate,
ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik.
Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.

C. PENGGUNAAN ALAT
1. Rotarod

Gambar 5 Rotarod

12
Rotarod merupakan alat yang digunakan untuk pengujian sedatif-hipnotik. Alat ini
digunakan untuk menentukan waktu ketahanan mencit terhadap perputaran roda dengan
kecepatan tertentu. Efek sedatif-hipnotik diperlihatkan dengan semakin cepatnya mencit
terjatuh dari rotarod.

2. Hole Board

Gambar 6 Hole Board

Alat berupa platform berukuran 60 cm x 30 cm dengan 16 lubang yang berjarak.


Setelah pemberian obat – obat sedatif-hipnotik, hewan coba dibiarkan bergerak bebas
pada platform dan jumlah kepala yang masuk ke dalam lubang dihitung selama 5 menit.
(Moniruzzaman dkk, 2015)

13
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. ALAT
1. Rotarod
2. Hole board
3. Alat suntik
4. Kapas
5. Timbangan

B. BAHAN
1. 2 ekor tikus dan 1 ekor mencit
2. Fenobarbital (injeksi)
3. Diazepam (injeksi)

C. CARA KERJA
1. Pengaruh Obat Sedatif dan Tranquilizer Terhadap Aktivitas Spontan Tikus
a. Menimbang 2 ekor tikus.
b. Mengukur pupil, mengamati reflek kornea dan reflek balik badan tikus.
c. Mengadaptasikan tikus tersebut pada rotarod dengan meletakkan pada roda berputar
rotarod kemudian catat selama 1 menit berap kali tikus jatuh dari rotarod.
d. Menyuntikan injeksi Diazepam dosis 20 mg/kg BB pada tikus pertama dan injeksi
Fenobarbital dosis 20 mg/kg BB pada tikus kedua masing – masing secara
intramuscular.
e. Mengamati dan mencatat ukuran pupil, reflek kornea, dan berjalan di rotarod pada
menit ke 20 dan 40 setelah pemberian obat.
2. Metode Hole Board
a. Menimbang mencit kemudia mencatat dan menghitung volume pemberian obat
Diazepam.
b. Membersihkan Hole Board dengan alkohol.
c. Mengadaptasikan mencit pada Hole Board selama 5 menit dengan meletakkan dalam
alat, kemudian mencatat selama 5 menit total Head-dip mencit.
d. Menyuntikan injeksi Diazepam dosis 1,25 mg/kg BB secara intramuscular.
e. Setelah 15 menit, mencit dimasukkan ke dalam Hole Board pada posisi tengah alat.
f. Mengamati total head-dip selama 5 menit
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1. Pemberian Diazepam Injeksi
Perlakuan Reaksi kornea Reaksi balik Dilatasi pupil Rotarod (dalam
badan 1 menit)
Sebelum Mengedip cepat Cepat merespon 0,4 cm 2x jatuh
balik
20 menit Mengedip Lambat 0,6 cm 18x jatuh
lambat merespon balik
40 menit Tidak mengedip Sangat lambat 0,4 cm 10x jatuh
merespon balik

2. Pemberian Fenobarbital Injeksi


Perlakuan Reaksi kornea Reaksi balik Dilatasi pupil Rotarod (dalam
badan 1 menit)
Sebelum Mengedip cepat Merespon balik 0,2 cm 1x jatuh
20 menit Mengedip Merespon balik 0,2 cm Tidak jatuh
40 menit Mengedip Merespon balik 0,3 cm Tidak jatuh

3. Metode Hole Board


Mencit Berat Badan Dosis (VAO) Total Head dip
(kg) Sebelum 15’ setelah
pemberian obat pemberian obat
1 0,030 0,06 ml 32 x 0

B. PEMBAHASAN
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui efek obat yang kerjanya
menekan fungsi susunan saraf pusat tikus dengan alat rotarod dan mencit dengan hole board
test sehingga pada perubahan aktivitas spontan hewan coba.

15
Pada praktikum kali ini, kami menggunakan obat Diazepam dan Fenobarbital.
Diazepam adalah golongan obat Benzodiazepin dan Fenobarbital adalah obat golongan
Barbiturat.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Rotarod dan Hole board test.
Rotarod merupakan alat yang digunakan untuk menentukan waktu ketahanan tikus terhadap
perputaran roda dengan kecepatan tertentu. Prinsip rotarod yaitu berputar di bawah
kumparan berdasarkan waktu ketahanan. Sedangkan hole board test merupakan alat berupa
platform berukuran 60 cm x 30 cm dengan 16 lubang berjarak. Prinsip hole board test yaitu
berdasarkan siar infra red (infra merah). (Moniruzzaman dkk, 2015).
Sebelum diberikan obat, tikus dan mencit ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui berat badan sehingga dapat menentukan dosis yang diberikan. Adapun berat
tikus yang diperoleh yaitu tikus I adalah 0,257 kg dan tikus II adalah 0,258 kg, sedangkan
mencit adalah 0,030 kg. Kemudian dihitung VAO, disesuaikan dengan berat badan masing –
masing hewan coba tersebut. Hasil yang diperoleh dari VAO pada tikus I yaitu 1,028 ml dan
tikus II yaitu 0,05 ml sedangkan mencit yaitu 0,06 ml.
Sebelum diberikan obat, pada tikus dilakukan pengamatan terhadap reaksi kornea,
reaksi balik badan, dilatasi pupil dan menggunakan alat rotarod selama 1 menit. Hasil yang
diperoleh yaitu pada reaksi kornea cepat mengedip, reaksi balik badan tikus dengan cepat
merespon balik badan, dan pupil sebesar 0,4 cm pada tikus I dan 0,2 cm pada tikus II (tidak
dilatasi), serta dengan menggunakan alat rotarod tikus I mengalami 2x jatuh sedangkan tikus
II mengalami 1x jatuh. Hasil yang diperoleh ini masih dalam keadaan normal karena belum
diberikan obat apapun.
Cara kerja yang dilakukan adalah pemberian obat pada hewan uji yaitu melalui
intramuscular (pemberian obat melalui obat paha) agar absorpsi berlangsung dengan cepat.
Untuk metode rotarod, tikus I diinjeksikan Diazepam dengan dosis 20 mg/kg BB dengan
konsentrasi 5 mg/ml, tikus II diinjeksikan Fenobarbital dengan dosis 20 mg/kg BB dengan
konsentrasi 100 mg/ml. Untuk metode hole board mencit diinjeksikan Diazepam dengan
dosis 1,25 mg/kg BB dengan konsentrasi 5 mg/ml.
Pengamatan efek hipnotik sedatif dari Diazepam dan Fenobarbital dilakukan dengan
menghitung jatuhnya mencit pada rotarod selama 1 menit. Perhitungan pertama dilakukan
setelah 20 menit pemberian obat, dan terakhir 40 menit. Peningkatan jarak istirahat tikus
bertujuan agar tikus tidak capek, sehingga jatuhnya tikus benar – benar disebabkan efek
hipnotik sedatifnya Diazepam dan Fenobarbital.
Pada pengujian dengan menggunakan alat rotarod didapatkan hasil pemberian
Diazepam pada tikus I setelah 20 menit, reaksi kornea memberikan respon mengedip tetapi
16
responnya lambat, pada reaksi balik badan tikus dengan lambat merespon balik badan, pupil
sebesar 0,6 cm atau tidak dilatasi yaitu pupil tidak mengecil. Pengujian dengan alat rotarod
tikus I mengalami 18x jatuh. Setelah pemberian 40 menit, tikus sudah tidak mengedip,
reaksi balik badan tikus sangat lambat dan pupil sebesar 0,4 cm atau menjadi dilatasi
(mengecil). Pengujian dengan alat rotarod tikus I mengalami 10x jatuh. Hasil tersebut dapat
dikatakan obat telah memberikan efek pada tikus. Namun pada pengujian dengan alat
rotarod didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan teoritis karena kesalahan praktikan dalam
menggunakan stopwatch. Menurut teori, tikus yang diberi obat semakin lama waktunya
maka semakin banyak jumlah terjatuh karena tikus dalam keadaan tenang selama tidak
melewati durasi obat tersebut.
Pada pemberian obat Fenobarbital pada tikus II setelah 20 menit dan 40 menit, reaksi
kornea memberikan respon mengedip, pada reaksi balik badan masih memberikan respon
balik badan, pada menit 20 pupil sebesar 0,2 cm sedangkan pada menit 40 sebesar 0,3 cm
atau tidak dilatasi (pupil tidak mengecil). Pengujian dengan alat rotarod tikus II tidak
terjatuh. Hasil tersebut dapat dikatakan obat tidak memberikan efek pada tikus.
Berdasarkan hasil praktikum, obat Diazepam lebih kuat memberikan efek daripada
obat Fenobarbital. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, dimana seharusnya Fenobarbital
yang merupakan golongan barbiturat yang memberikan efek kuat sampai pada kematian,
karena Barbiturat kurang selektif karena tidak hanya neurotransmitter GABA yang
dipengaruhi tetapi juga beberpa neurotransmitter lain termasuk histamin dan asetilkolin.
Pada pengujian dengan Hole Board, total terhadap sebelum pemberian obat adalah
sebanyak 32x. Headdip merupakan kegiatan dimana mencit mencelupkan kepala umumnya
didefinisikan sebagai ketika hewan meletakkan kepalanya ke dalam lubang sampai
telinganya sejajar dengan lantai atau dalam perangkat modern saat memecah sinar
inframerah. Setelah 15 menit pemberian obat, mencit tidak lagi melakukan headdip karena
sudah tidak lagi memberikan respon artinya obat tersebut telah memberikan efek. Hasil yang
diperoleh sesuai dengan literatur yaitu penurunan jumlah headdip pada Hole Board karena
efek hipnotik sedatif yang diberikan oleh praktikan.

17
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Diazepam merupakan obat hipnotik sedatif golongan Benzodiazepin, dan Fenobarbital
merupakan obat hipnotik sedatif golongan Barbiturat.
2. Secara teori, efek hipnotik sedatif yang bekerja maksimal menekan SSP yaitu pada obat
Fenobarbital yang ditandai oleh jumlah jatuh mencit pada rotarod yang paling banyak
daripada obat Diazepam.
3. Hasil praktikum yang diperoleh tidak dapat dilihat perbedaan obat Barbiturat dan
Benzodiazepin dikarenakan obat Fenobarbital yang tidak berefek pada tikus karena
kesalahan dalam praktikum.
4. Diazepam dan Fenobarbital merupakan obat depresansia yang menimbulkan efek
hipnotik sedatif.
5. Obat hipnotik sedatif ini dapat membuat hewan coba menjadi hilang kesadaran atau
lebih tenang/tidur.
6. Pada metode Hole Board, pemberian dosis Diazepam dapat menyebabkan penurunan
keaktifan dari hewan coba dan memberikan efek hipnotik dan sedatif pada hewan coba.

B. SARAN
Karena daya kerjanya, obat-obatan hipnotik sedatif sangatlah keras, sehingga
penggunaannya pun harus melalui resep dokter dan harus dalam pengawasan dokter. Obat-
obatan yang dimaksud tersebut jika disalahgunakan akan berpengaruh dan merusak psikis
maupun fisik dari si pemakai dan mengakibatkan ketergantungan, jadi hindari
penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif karena termasuk obat-obatan narkotik
atau psikotropik.

18

Anda mungkin juga menyukai