Anda di halaman 1dari 18

NAMA : NUR AFNI SILVIATAMA

KELAS : 1A
MATAKULIAH : FARMAKOLOGI

HIPNOTIK SEDATIF

PENGERTIAN
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan
aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga
menenangkan.
Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan
keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung pada dosis, mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang
atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu
hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi
obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. (H. Sarjono, Santoso dan
Hadi R D., 1995)
Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat
utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya antikolinergika. Belum
jelas apakah kerja anticemas yang terlihat secara klinis ekuivalen atau berbeda
dari efek sedasi. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan
dan menenangkan penggunaanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping
dari banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan SSP, misal
antikolinergika. (Gunawan, 1995)
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan sistem saraf pusat bila digunakan dalam
dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan
efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan
pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan
kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini
lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan. Hipnotika atau obat tidur
adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik diperuntukkan untuk mempermudah
atau menyebabkan tidur. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur,
dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur
alamiah. Secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan
harinya. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan
pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka
dinamakan sedatif. (Tjay dkk, 2002: 384)
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi,
hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedatif dengan peningkatan dosis.
Depresi sistem saraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan
karakteristik dari sedatif-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan
untuk hipnotik dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis
yang tinggi, obat sedatif-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan
vasomotor di medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian. (Katzung,
1997)
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik
berikut:
a. Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,
b. Pengaruhnya pada kegiatan esok hari,
c. Kecepatan mulai bekerjanya,
d. Bahaya timbulnya ketergantungan,
e. Efek “rebound” insomnia,
f. Pengaruhnya terhadap kualitas tidur,
g. Interaksi dengan otot-otot lain,
h. Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan. (Tjay, 2002)

Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obat yang


berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti nyeri akut dan kronik, tindakan
anestesi, kejang serta insomnia.
PENGGOLONGAN OBAT HIPNOTIK SEDATIF
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.
Hipnotika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni senyawa barbiturat dan
benzodiadepin, obat-obat lainnya. (Tjay dkk, 2002: 389)
a. Barbiturat
Turunan barbiturat merupakan sedatif yang banyak digunakan sebelum
diketemukannya turunan benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja sebagai
penekan pada aksis serebrospinal dan menekan aktivitas saraf, otot rangka,
otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan derajat
depresi yang berbeda yaitu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada
struktur senyawa, dosis dan cara pemberian. (Siswandono dan Soekardjo,
2002)
Mekanisme kerja turunan barbiturat yaitu bekerja menekan transmisi sinaptik
pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas
membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan
menyebabkan deaktivasi korteks serebal. (Siswandono dan Soekardjo, 2002)
Selama beberapa waktu barbiturat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik-sedatif. Namun sekarang selain untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, golongan obat ini telah digantikan oleh benzodiazepin yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih
sama banyak digunakan. Berdasarkan masa kerjanya, turunan barbiturate
dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)
Contohnya : barbiturat, metarbital, fenobarbital.
2. Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam)
Contoh : alobarbital, amobarbital, aprobarbital, dan butabarbital, berguna
untuk mempertahankan tidur dalam jangka waktu yang panjang.
3. Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam)
Contoh : sekobarbital, dan pentobarbital, yang digunakan untuk
menimbulkan tidur untuk orang yang sulit jatuh tidur.
4. Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam)
Contoh : tiopental yang digunakan untuk anestesi umum. Barbiturat harus
dibatasi penggunaannya hanya untuk jangka waktu pendek (2 minggu atau
kurang) karena memiliki efek samping.
Mekanisme kerja barbiturat pada SSP adalah sebagai berikut :
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian
efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan
inhibisi transmisi sinaptik, kapasitas barbiturat membantu kerja GABA
sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih
tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi
barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat. (Tjay dkk, 2002:389)
Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus
halus ke dalam darah. Secara IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status
epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate
didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein
plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak
dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun
dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan
fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum
diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal
tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin
dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai
akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan
pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat
golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit
hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh
diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
NAMA OBAT, BENTUK SEDIAAN & DOSIS BEBERAPA OBAT
BARBITURAT

Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Dewasa (mg)


Amobarbital Kapsul, tablet, injeksi, bubuk 30-50; 3x
Aprobarbital Eliksir 40; 3x
Butabarbital Kapsul, tablet, eliksir 15-30 ; 3-4x
Pentobarbital Kapsul, eliksir, injeksi, supositoria 20 ; 3-4x
Sekobarbital Kapsul, tablet, injeksi 30-50 ; 3-4x
Fenobarbital Kapsul, tablet, eliksir, injeksi 15-40 ; 3x

b. Benzodiazepin
Obat ini pada umumnya kini dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama
karena toksisitas dan efek sampingnya yang relatif paling ringan. Obat ini
juga menimbulkan lebih sedikit interaksi dengan obat lain, lebih ringan
menekan pernapasan dan kecenderungan penyalahgunaan yang lebih sedikit
dosis aman yang lebar rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim
mikrosom dihati. Golongan benzodiazepin diantaranya temazepam,
nitrazepam, flurazepam, flunitrazepam, diazepam dan midazolam. (Tjay dkk,
2002: 389-390)
Pengertian dan Sejarah
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan
psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan
amnesia retrograde.
Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an dengan
derivat pertama kali yang dipasarkan adalah klordiazepoksid (semula
dinamakan methaminodiazepokside) pada tahun 1960, kemudian dilakukan
biotransformasi menjadi diazepam (1963), nitrazepam (1965), oksazepam
(1966), medazepam (1971), lorazepam (1972), klorazepat (1973), flurazepam
(1974), temazepam (1977), triazolam dan clobazam (1979), ketazolam
(1980), lormetazepam (1981), flunirazepam, bromazepam, prazepam (1982),
dan alprazolam (1983).
Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat
yang mulai ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu
rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah,
margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di
hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat
sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng
anestesi.
Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok
yaitu short acting, long acting, ultra short acting.
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi
metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian
dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi
glukoronida tak aktif.
2) Short acting.
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga
waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan
efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3) Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5
jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini.
Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja,
afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang
terjadi saat penggunaan
Mekanisme kerja benzodiazepin pada SSP sebagai berikut :
Kerja benzodiazepin terutama merupakan interaksinya dengan reseptor
penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat
(GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan
dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor
GABAB. Reseptor ionotropik GABAA terdiri dari 5 atau lebih sub unit,
reseptor GABAA berperan pada sebagian besar neurotransmitter di SSP.
Sebaliknya reseptor GABAB yang terdiri dari peptide tunggal dengan 7
daerah transmembran, digabungkan dengan mekanisme signal transduksinya
oleh protein G.
Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric
acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak dan blokade dari
pelepasan muatan listrik. GABA adalah salah satu neurotransmitter-inhibisi
otak, yang juga berperan pada timbulnya serangan epilepsi. Benzodiazepin
tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan
reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida
terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post
sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. (Tjay dkk, 2002: 390-395)
BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-unit, tetapi
meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke peningkatan
konduktansi ion klorida dan penghambatan potensial aksi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada
SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang
merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner
(setelah pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv),
dan blokade neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak :
air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali,
bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa
benzodiazepine. 
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat;
obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-
desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna.
Setelah pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai
dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui
suntikan IM tidak tratur. 
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu
paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan.
Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu
paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat
mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh
yang pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan
yaitu peningkatan penyalahgunaan dan dan berat gejala putus obat setelah
penggunaannya secara kronik.  Sebagai ansietas, benzodiazepine harus
memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko
neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.
Contoh obat
1) Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur
cincin yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Selain itu
afinitas terhadapreseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam.
Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga
pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan
yang terjadi selama beberapa jam.
2) Diazepam
Diazepam merupakan salah satu obat hipnotika-sedativa dari golongan
benzodiazepin. Golongan benzodiazepin obat ini pada umumnya kini
dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama karena toksisitas dan efek
sampingnya yang relatif paling ringan. Obat ini juga menimbulkan lebih
sedikit interaksi dengan obat lain, lebih ringan menekan pernapasan dan
kecenderungan penyalahgunaan yang lebih sedikit. (Tjay dkk, 2007: 389)
Diazepam merupakan benzodiazepin yang sangat larut lemak dan
memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena
tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.
Diazepam dapat diberikan secara oral, intravena (harus diencerkan, karena
menyakitkan dan merusak pembuluh darah), intramuskular atau sebagai
supositoria. Ketika diazepam yang diberikan secara oral, itu diserap
dengan cepat dan memiliki onset cepat tindakan. Onset tindakan adalah 1-
5 menit untukadministrasi IV dan 15-30 menit untuk administrasi IM.
Durasi puncak efek farmakologis diazepam adalah 15 menit sampai 1 jam
untuk kedua rute administrasi. Ketersediaan hayati setelah administrasi
oral adalah 100 persen, dan 90 persen setelah pemberian dubur. kadar
plasma puncak terjadi antara 30 menit dan 90 menit setelah pemberian oral
dan antara 30 menit dan 60 menit setelah pemberian intramuskular setelah
kadar puncak plasma administrasi dubur terjadi setelah 10 menit untuk 45
menit. Diazepam sangat terikat dengan protein 96-99 persen diserap obat
yang terikat protein. Separuh distribusi kehidupan diazepam adalah 2
menit sampai 13 menit. Farmakokinetik diazepam cepat diserap melalui
saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada
anak-anak). (Samik, 2000)
Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepin berhubungan dengan tingginya kelarutan
lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan
dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan
konsentrasi protein plasma yang rendah. Metabolisme diazepam
mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati menjadi
desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam.
Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta
dimetabolisme melebih lambat dibanding oxazepam sehingga
menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian.
(Samik, 2000)
Dosis pengggunaan
Dosis yang digunakan obat diazepam ini pada orang dewasa diberikan
secara oral 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat
sekali sehari jika secara intravena atau intramuskular 2-10 mg dapat
diulang 3-4 jam bila perlu, untuk anak-anak diatas 6 bulan diberikan 1-2,5
mg 3-4 kali sehari. Jika diberikan secara rektal pada orang dewasa 0,15-
0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis), untuk anak-anak 0,2-0,5 mg/kg.
Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi, Sedasi 5-15 mg IV
perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg, Status epileptikus : 2 mg,
diulang setiap menit sampai kejang berhenti. Dosis maksimal 20 mg.
Diazepam ini terutama digunakan pada ketegangan jiwa dan mempunyai
efek menidurkan dosis yang biasa digunakan peroral yaitu 3x sehari 2 mg,
dalam keadaan tertentu dapat dipertinggi sampai 60 mg perharinya.
(Samik, 2000)
3) Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam
lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam
sedangkan efek sampingnya sama.
4) Flurazepam
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil
dari uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam
menguarangi secara bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama
terbangun selama tidur, maupun lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-
rata 17 menit setelah pemberian obat secara oral dan berakhir hingga 8
jam.
Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh
metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat
Fluarazepam cocok untuk pengobatan insomia jangka panjang dan
insomnia jangka pendek yang disertai gejala ansietas di siang hari.
5) Nitrazepam
Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja
pada reseptor di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan
senyawa kimia GABA (gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu
senyawa kimia penghambat utama di otak yang menyebabkan rasa kantuk
dan mengontrol kecemasan.
Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga
mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa
kantuk, menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi.
Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam
mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari,
juga meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada
dalam tubuh beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian. 
6) Estazolam
Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur
dan tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet
digunakan secara oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam
biasanya digunakan sebelum tidur bila diperlukan. Penggunaannya harus
sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter anda. 
Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis
yang diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada
petunjuk resep. Toleransi bisa terjad pada pemakaian jangka panjang dan
berlebihan.
Jangan digunakan lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannnya
tanpa konsultasi dengan dokter. Dokter akan mengurangi dosis secara
bertahap. Pengguna akan mengalami sulit tidur satu atau dua hari setelah
berhenti menggunakan obat ini.
7) Zolpidem Tartrate
Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi
merupakan turunan dari Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet 10 mg. Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek
(biasanya dua minggu) untuk mengobati insomnia. Pengurangan waktu
jaga dan peningkatan waktu tidur hingga 5 minggu telah dilakukan melalui
uji klinik yang terkontrol. Insomnia yang bertahan setelah 7 hingga 10 hari
pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa atau penyakit. Insomnia
bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak normal secara
tiba-tiba merupakan konsekwensi pada penderita dengan gangguan
kejiwaan yang tidak diketahui atau gangguan fisik.
NAMA OBAT, CARA PEMBERIAN & DOSIS BEBERAPA
BENZODIAZEPIN
Nama Obat
Cara Pemberian Dosis
(Nama Dagang)
Alprazolam (XANAX) Oral -
Klordiazepoksid Oral, intramuscular, 5,0 – 100,0 ; 1-3x/hari
(LIBRIUM, DLL) intravena
Klonazepam Oral -
(KLONOPIN)
Korazepat (TRANXENE, Oral 3,75 – 20,00 ; 2-4x/hari
dll)
Diazepam Oral, intramuscular, 5 – 10 ; 3-4x/hari
(VALIUM, dll) intravena, rectal
Estazoyam (PROZOM) Oral 1,0 – 2,0
Flurazepam (DALMANE) Oral 15,0 – 30,0
Halazepam (PAXIPAM) Oral -
Lorazepam (ATIVAN) Oral, intramuscular, 2,0 – 4,0
intravena,
Midazolam (VERSED) intramuscular,            
intravena
Oksazepam (SERAX) oral 15,0 – 30,0 ; 3- 4x/hari
Quazepam (DORAL) Oral 7,5 – 15,0
Temazepam (RESTORIL) Oral 0,75 – 30,0
Triazolam (HALCION) Oral 0,125 – 0,25

c. LAIN – LAIN
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara
intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta
mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg
phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik
yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5
mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital
1,5 mg/kg BB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan
turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan
sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain
yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran,
propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada
tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh
darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan
tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan
lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya
tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap
memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya dengan reseptor
GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP.
Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran
meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps
dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk
barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor
GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride
channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi
hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih
banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism
asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-
hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan
sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol
yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat
diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan
sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti
propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan
analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya
menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain
termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik,
kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol
dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi
inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang
dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin
mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan
aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan
efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja
singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang
tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak
ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5
menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat
dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan
misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di
plasma.
3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang
paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat
ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi
tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak
menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP
memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala
penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia,
somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan
suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP
dan asetaminofen.
4) Paraldelhyd
ParaldehYd merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid
diabsorbsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15
menit setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan
rectal. Nama dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien
yang dirawat di rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%)
dan lewat pernafasan (25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan
nefrosis.
5) Kloralhidrat
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol
terutama dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam
uroklorat) di ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara pemberiannya
oral, rectal. Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di
hati. Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus
obatnya berat. Efek samping dan intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit
dan mukosa membrane. Efek iritasi ini menimbulkan rasa tidak enak, nyeri
epigantrik, mual, dan kadang-kadang muntah. Efek samping pada SSP
meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hang over juga dapat
terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian
mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan
bangkitan, yang sering fatal.
6) Etklorvinol
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia.
Secara oral, diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar
puncak dalam darah dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secra
meluas. Waktu paruh eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di
hati. Etklorfvinol dapat memacu metabolism hati obat – obat seperti
antikoagulan oral. Efek samping yang paling umum adalah aftertaste sperti
mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah
muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan ringan hingga
sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria.
Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.
7) Meprobamat
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini
juga dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia
usia lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai
benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat
ini secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan
depresi nafas yang berat hingga fatal, hipetensi, syok, dan gagal jantung.
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri
tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi
peroral baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit
terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama
secra hidroksilasi, kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis.
Waktu paro miprobamat dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis,
sebagian kecil obat diekskreikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek
samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar,
sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan
memperlambat waktu reaksi. Miprobamat meningkatkan efek depresi
depresan SSP lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara
lain : hipotensi, alergi pada kulit, purpura nontrombositopenik akut,
angioedema, dan bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya
secara klinik telah menurun. Carisoprodol (SOMA), suatu perelaksasi otot
yang menghasilkan meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak
disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan secara
mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang
timbul meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan
sering kali timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira-kira
10 % kasus.

DAFTAR PUSTAKA

repository.unisba.ac.id
Gunawan, Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi FK UI. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta.
Tjay, T. H. dan Rahardja.K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan
Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai