Anda di halaman 1dari 6

PERCOBAAN II

ANALGETIKA
I. Tujuan
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan metode uji daya analgetik
pada hewan percobaan dan obat analgetik.
II. Dasar Teori
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan
sensor dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman)
kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi
dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi
dan ambang toleransi nyeri yang berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri
untuk suhu adalah konstan (Priyanto, 2008).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang
adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang
otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat
mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri
di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di
salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat
banyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah.
Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana
impuls dirasakan sebagai nyeri (Priyanto, 2008).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid (AINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar efek
sampingnya

berdasarkan

atas

penghambatan

biosintesis

prostaglandin.

Prostaglandin hanya berperan pada rasa nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin

menyebabkan sentisisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.


Prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi
seperti bradikinin dan histamin merrangsangnya dan menimbulkan nyeri yang
nyata (Ganiswara, 2005).
Nyeri akut berfungsi sebagai fungsi biologi penting karena memberikan
peringatan tentang tingkat cedera atau potensi untuk memburuk. Ini adalah respon
cepat terhadap rangsangan berbahaya yang tidak menghasilkan durasi jangka
panjang. Di sisi lain, dapat memiliki efek psikologis dan emosional yang
merugikan. Oleh karena itu, perhatian sedang difokuskan pada pencegahan agresif
dan pengobatan nyeri akut untuk mengurangivkomplikasi dan perkembangan ke
negara nyeri kronis (Ganiswara, 2005)
Nyeri akut adalah nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak
berlangsung lama. Jika nyerinya hebat, bisa menyebabkan denyut jantung yang
cepat, laju pernafasan meningkat, tekanan darah meninggi, berkeringat dan pupil
melebar. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu
atau bulan, istilah ini biasanya digunakan jika:
1. Nyeri menetap selama lebih dari 1 bulan
2. Nyeri sering kambuhan dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahuntahun
3. Nyeri berhubungan dengan penyakit menahun (misalnya kanker)
Nyeri kronis biasanya tidak mempengaruhi denyut jantung, laju pernafasan,
tekanan darah maupun pupil, tetapi bisa menyebabkan gangguan tidur,
mengurangi nafsu makan dan menyebabkan sembelit, penurunan berat badan.
Analgetika adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Ganiswara,
2008).
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok
besar yaitu:
1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Dapat disebut juga sebagai
analgetika yang berkhasiat lemah sampai sedang kebanyakan mempunyai
sifat anti inflamasi dan antireumatik.
2. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri
hebat, seperti pada fractura dan kanker. Dapat disebut juga analgetika
yang berkhasiat kuat, bekerja pada saraf pusat
(Ganiswara, 2008).

Kebanyakan obat-obat analgetik bersifat asam, sehingga efek samping yang


paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung yang kadang-kadang disertai
anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. Efek samping lainnya adalah
gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan sehingga
mengakibatkan perpanjangan waktu pendarahan. Akibat penghambatan biosintesis
prostaglandin di ginjal terutama PGE2 menyebabkan gangguan homeostasis ginjal
(Ganiswara, 2005)
Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu mengurangi
nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok:
1. Analgetik opioid (narkotik)
Analgetik opioid secara kimia analgetik opioid berhubungan dengan
morfin. Morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium,
walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian lainnya
dibuat di laboratorium. Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi
rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama
pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu
sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi
secara bertahap, untuk mengurangi gejala-gejala putus obat.
2. Analgetik non-opioid
Semua analgetik non opioid (kecuali asetaminofen) merupakan obat
anti peradangan non-steroid (nsad, nonsteroid anti-inflammatory drug).
Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:
a. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya rasa nyeri.
b. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali
terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.
3. Analgetik adjuvan
Analgetik adjuvan adalah obat-obatan yang biasanya diberikan
bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri.
Contohnya, beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non spesifik
dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk
nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obatobat anti-kejang (misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral
(misalnya meksiletin) digunakan untuk mengobati nyeri neuropatik.
(Ganiswara, 2005).

Reseptor nyeri (Nosiseptor). Rangsangan nyeri diterima oleh reseptor


nyeri khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga
dapat menerima rangsang sensasi lain, maka kesefikasian fungsional mungkin
berkaitan dengan diferensiasi pada tahap molekul, yang tidak dapat diketahui
dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik (Ganiswara, 2008).

III. Cara Percobaan


III.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Baskom, hot plate, gelas beker, jarum suntik 1ml, labu ukur, neraca
analitik, sonde oral modifikasi, dan stopwatch.
b. Bahan
Aquades, antalgin, asam asetat 3%, asam mefenamat, ibuprofen, larutan
Na-CMC 0,5%, dan parasetamol.
c. Hewan Uji
Mencit
III.2 Cara Kerja
a. Metode Jansen & Jaqeneau

Siapkan dan timbang


hewan uji, bagi menjadi
5 kelompok, masingmasing kelompok
sebanyak 1 ekor

Buat larutan stok NaCMC 0,5% (kontrol


negatif), ibuprofen,
parasetamol, asam
mefenamat, dan
antalgin.

Berikan larutan stok ke


hewan uji secara intra
peritorial, diamkan selama
15 menit.

Masukkan hewan uji ke gelas


beker pada hot plate, amati
setiap 15 detik selama 5 x 15
detik (yang diamati: grooming
& meloncat)
b. Metode Witkin et al

Siapkan dan timbang


hewan uji, bagi
menjadi 5 kelompok,
masing-masing
kelompok sebanyak 1
ekor

Buat larutan stok NaCMC 0,5% (kontrol


negatif), ibuprofen,
parasetamol, asam
mefenamat, dan
antalgin

Berikan larutan stok


ke hewan uji secara
intra peritorial,
diamkan selama 5
menit

Hewan uji di induksi


dengan larutan asam
asetat 3% secara
intra muskular

Amati jumlah geliat


yang timbul selama
20 menit dan
tentukan onset of
action dari obat

DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Balai Penerbit Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Ganiswara, S. G. (Ed). 2008. Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5. Balai
Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Leskonfi: Depok

Anda mungkin juga menyukai