Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM 4

LAKSANSIA

I. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh beberapa sediaan obat laksansia
2. Mengamati mekanisme perubahan yang terjadi dari efek obat
3. Melakukan uji obat laksansia

II. PRINSIP
Obat pencahar (laksansia) adalah zat-zat yang dapat mempercepat paristaltik
didalam usus sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap dinding usus yang
menyebabkan defekasi. Zat-zat ini mempengaruhi atau merangsang susunan syaraf
otonom parasimpatik untuk melakukan gerak peristaltik diusus dan mendorong isinya
keluar.
III. TEORI DASAR
Makanan yang masuk kedalam tubuh akan dimetabolisme menjadi energi. Sisa
makanan yang tidak diserap akan diekskresikan dalam bentuk fases, ekskresi ini
sering mengalami gangguan berupa kesulitan dalam defekasiyang dikenal dengna
konstipasi. Gangguan defekasi terjadi arena keadaan fisiologis maupun patogis.
Obat yang digunakan untuk mengantisipasi konstipasi adalah obat pencahar atau
laksansia atau purgative, laksansia hanya digunakan untuk mengobati konstipasi
fungsional dan tidak dapat mengobati konstipasi yang disebabkan oleh patologis.
Laksansia/pencahar dapat digolongkan sebagai pencahar pembentuk massa, pencahar
heprosmotik, pencahar pelumas, pencahar perangsang, pencahar emolien dan
penurun tegangan permukaan.
Laksansia atau obat pencahar adalah zat-zat yang mempengaruhi atau merangsang
susunan syaraf otonom parasimpatis untuk menstimulasi gerakan peristaltik usus
sebagai reflex dari rangsangan langsung terhadap dinding sehingga menyebabkan
defekasi dan mengatasi konstipasi. Laksansia merupakan obat yang digunakan untuk
membantu keluarnya feses dalam keadaan fisiologis, tidak dalam kondisi konstipasi
patologis.

Makanan masuk kedalam tubuh akan diserap oleh usus dan dimetabolisme
menjadi energi. Sisa makanan yang tidak terserap akan diekskresikan dalam bentuk
feses. Konstipasi disebabkan oleh lambatnya makanan melewati usus karena
kurangnya makanan berserat, perubahan dinding usus (tumor), gangguan endokrin,
dan gangguan organik, serta fungsional sistem saraf (stress) .

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat: 4.2 Bahan :
- Paraset bedah minor - Tikus
- Papan bedah (sterofoam) - Benang
- Spuit 1 ml (5 pcs) - Kapas
- Penggaris - Obat anaesthesi (eter)
- Gunting - Aquadest
- Jarum pentul - NaCl 0,9 %
- Toples kaca - NaCl 3%
- Toples plastik - MgSO4 4,7%
- Timbangan Analitik - MgSO4 27%

V. PROSEDUR KERJA
a. Timbang berat badan tikus
b. Lakukan anaesthesi perinhalasi pad tikus tersebut
c. Setelah teranaesthesi, letakkan tikus pada posisi ventrodorsal dan kaki-kakinya
diikat pada sisi-sisi papan tersebut.
d. Dengan paraset bedah minor, lakukan pembedahan pada bagian abdomen,
kemudian usus dipreparir sepanjang 25cm dari daerah pylorus yang diikat dengan
benang
e. Bagi usus halus menjadi 5 segmen dengan cara mengikat usus dengan benang,
dengan interval sepanjang 5cm.
f. Dengan menggunakan syringe, segmen ke-1 diinjeksi dengan aquadest, segmen
ke-2 diinjeksi dengan NaCl 0,9%, segmen ke-3 diinjeksi dengan NaCl 3%,
segmen ke-4 diinjeksi dengan MgSO4 4,7% dan segmen ke-5 diinjeksi dengan
MgSO4 27%, yang masing –masing sebanyak 0,25ml.
g. Setelah semua segmen terinjeksi maka ruang abdomen yang terbuka tersebuka
tersebut tutup dengan kapas yang dibasahi dengan NaCl 0,9%
h. Lalu diamkan hingga 45 menit
i. Setelah 45 menit dari penyuntikan, dilakukan aspirasi cairan dari tiap segmen
menggunakan syringe yang sama saat penyuntikan. Volume cairan yang diaspirasi
dari tiap-tiap segmen dihitung kemudian dicatat hasilnya

VI. DATA PENGAMATAN


Dari percobaan yang telah dilakukan didapat data sebagai berikut:

Larutan Volume awal (ml) Volume akhir (ml)


Aquadest 0,25 ml 0,12 ml
NaCl 0,9%, 0,25 ml 0,08 ml
NaCl 3% 0,25 ml 0,12 ml
MgSO4 4,7% 0,25 ml 0,07 ml
MgSO4 27% 0,25 ml 0,06 ml

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan uji coba obat laksansia pada hewan coba
serta efek dari obat laksansia dan pengujian obat laksansia. Laksansia adalah oabt
yang digunakan untuk mengantisipasi konstipasi fungsional. Laksansia dapat
digolongkan menjadi pencahar pembentuk massa, pencahar hoiperosmotik, pencahar
pelumas, pencahar perangsang, pencahar emolien dan zat penurun tegangan
permukaan. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa
sediaan obat laksansia, mengamati mekanisme perubahan yang terjadi dari efek obat,
serta melakukan uji obat laksansia.
Alat yang yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu paraset bedah minor,
papan bedah (sterofoarm), spuit 1 ml sebanyak 5 buah, toples plastik dan toples kaca,
gunting serta penggaris. Sedangkan bahan atau obat laksansia yang digunakan yaitu
tikus, benang, kapas, Aquadest, obat anaesthesi perinhalasi, NaCl 0,9 %, NaCl 3%,
MgSO4 4,7%, dan MgSO4 27% .

Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu menyiapkan alat
dan bahan, lalu menimbang hewan coba (tikus) dengan timbangan analitik. Setelah
ditimbang masukkan kapas kedalam toples kaca lalu teteskan anaesthesi perinhalasi
yaitu eter sebanyak 15 tetes (eter dapat ditambah bila hewan masih agresif),
kemudian masukkan hewan coba ke dalam toples kaca dan tutup rapat, dan tunggu
hingga hewan tak sadarkan diri.
Setelah hewan coba tak sadarkan diri barulah letakkan hewan pada posisi
ventrodorsal di atas papan bedah, yang masing-masing kakinya diikat dengan benang
pada sisi papan yang telah ditancapkan jarum pentul agar hewan lebih mudah untuk
dibedah. Setelah pada posisi untuk dibedah bagian yang akan dibedah diolesi oleh
kapas yang telah ditetesi NaCl 0,9%.
Lakukan pembedahan pada bagian abdomen dengan menggunakan alat pada
paraset bedah minor. Pertama tarik kulit hewan coba dengan pinset kemudian gunting
perlahan-lahan kearah atas dan menyamping agar bagian usus halus mudah
dikeluarkan, setelah bagian terbuka keluarkan usus halus sepanjang 25 cm diukur
menggunakan benang wol yang sebelumnya telah diukur dengan penggaris, tandai
daerah pylorus dengan diikat menggunakan benang lalu beri 5 segmen diikat dengan
benang wol.
Pada tiap segmen yang telah diikat dan ditandai, beri masing-masing segmen obat
yang telah ditentukan yaitu pada segmen ke-1 diinjeksi dengan aquadest, segmen ke-2
diinjeksi dengan NaCl 0,9%, segmen ke-3 diinjeksi dengan NaCl 3%, segmen ke-4
diinjeksi dengan MgSO4 4,7% dan segmen ke-5 diinjeksi dengan MgSO 4 27%
masing-masing sebanyak 0,25 ml.
Aquadest yang di berikan ke dalam usus melalui syringe termasuk larutan
hipotonis. Hipotonis merupakan keadaan dimana konsentrasi dalam larutan rendah.
Ketika larutan hipotonis di masukkan ke dalam lumen usus, maka aquadest tersebut
akan di absorpsi ke luar usus hingga tercapai suatu keseimbangan konsentrasi di
dalam maupun di luar usus.
Natrium klorida (NaCl) 0,9% dan magnesium sulfat (MgSO4) 4,7% termasuk
larutan isotonis. Isotonis merupakan keadaan dimana konsentrasi larutan dan air
dalam keadaan seimbang. Sedangkan MgSO4 27% dan NaCl 3% merupakan larutan
hipertonis, apabila larutan hipertonis berada pada lumen usus dalam jumlah tertentu
maka cairan akan bergerak dari epitel usus ke lumen usus.
Setelah setiap segmen sudah diberi obat masukkan kembali usus kedalam perut
hewan coba dan ditutupi oleh kapas yang telah dibasahi NaCl 0,9%, dan biarkan
hingga 45 menit. Setelah 45 menit lakukan aspirasi cairan pada setiap segemen
dengan menggunakan spuit yang sama saat diinjeksi untuk pengambilan volume akhir
cairan, dan volume akhir itulah yang akan dicatat dan diamati.

 Volume Akhir tiap segmen

Larutan Volume Akhir (ml)


Aquadest 0,12 ml
NaCl 0,9% 0,08 ml
NaCl 3% 0,12 ml
MgSO4 4,7% 0,07 ml
MgSO4 27% 0,06 ml
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan dapat disimpulakn bahwa:
1. Aquadest yang di berikan ke dalam usus merupakan larutan hipotonis, sedangkan
NaCl 0,9% dan MgSO4 4,7% merupakan larutuan isotonis, adapun NaCl 3% dan
MgSO4 27% merupakan larutan hipertonis.
2. Volume akhir yang didapat dari tiap segmen yaitu
- Pada aquadest sebanyak 0,12 ml
- Pada NaCl 0,9% sebanyak 0,08 ml
- Pada NaCl 3 % sebanyak 0,12 ml
- Pada MgSO4 4,7% sebanyak 0,07 ml
- Pada MgSO4 27% sebanyak 0,06 ml

Anda mungkin juga menyukai