Anda di halaman 1dari 4

LO 5: OBAT YANG AMAN PADA MASA KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS

Faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta dan efek obat
pada janin:

• Sifat fisika-kimia obat (kelarutan, berat molekul, pH)


• Kecepatan obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai janin (transporter
plasenta, ikatan protein)
• Lama paparan terhadap obat
• Karakteristik distribusi pada berbagai jaringan janin
• Stadium perkembangan plasenta dan janin pada waktu paparan obat
• Efek obat-obat yang diberikan bersamaan

Perpindahan obat lewat plasenta.


Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana
sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan
perpindahan obat lewat plasenta. Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat
lewat Plasenta dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.

• Kelarutan dalam lemak


Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk
ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat
menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan.

• Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang
terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang
juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan
sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang
memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat
ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi dapat cepat melewati
plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil
salisilat yang tidak terion. Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut
tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati
plasenta dalam jumlah besar.

• Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori
membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan
berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat
molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah heparin,
mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt
menembus plasenta sehingga merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada
kehamilan.

• Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati
membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan mempengaruhi
kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan
protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang
kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada aliran
darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di lemak dan terionisasi maka perpindahaan nya
lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein.
Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid,
barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai
contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat
molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain
cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.

Suatu obat dikatakan bersifat teratogen jika:

• Paparan terjadi pada masa kritis perkembangan manusia seperti embriopati, fetopati
• Menimbulkan malformasi berdasarkan studi epidemiologi
• Agen harus dapat melewati plasenta
• Menunjukkan insiden terkait dosis (dose-dependent)
• Teratogenisitas terbukti pada hewan secara eksperimental
FDA menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat pada kehamilan dalam 5 kategori
yaitu :
1. Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap
janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester
selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh :
Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan golongan obat yang masuk dalam
kategori ini adalah golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa antibiotik yang
masuk dalam Ketegori A ini.

2. Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan


adanya resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah
dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya
efek samping obat (selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi
terkontrol pada wanita hamil trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada
trimester berikutnya). Contoh : acarbose, acyclovir, amiloride, amoxicillin, ampicillin,
azithromycine, bisacodyl, buspirone, caffeine, cefaclor, cefadroxil, cefepime, cefixime,
cefotaxime, ceftriaxone, cetirizine, clavulanic acid, clindamycine, clopidogrel,
clotrimazole, cyproheptadine, dexchlorpheniramine oral, dicloxaciline, dobutamin,
erythromycin, famotidin, fondaparinux sodium, fosfomycin, glibenclamide + metformin
oral, glucagon, ibuprofen oral, insulin, kaolin, ketamine, lansoprazole, lincomycin,
loratadine, meropenem, metformin, methyldopa, metronidazole, mupirocin,
pantoprazole, paracetamol oral, ranitidine, sucralfat, terbutalin, tetracycline topical,
tranexamic acid, ursodeoxycholic acid, vancomycin oral.

3. Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada
janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi
terkontrol pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat
dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi besarnya
resiko yang mungkin timbul pada janin. Contoh : acetazolamide, albendazole, albumin,
allopurinol, aminophylin, amitriptyline, aspirin, astemizol, atropine, bacitracin,
beclometasone, betacaroten, bupivacaine, calcitriol, calcium lactate, chloramphenicol,
ciprofloxacin, clidinium bromide, clobetasol topical, clonidine, cotrimoxazole, codein +
paracetamol, desoximetasone topical, dextromethorphan, digoxin, donepezil, dopamine,
enalapril, ephedrine, fluconazole, fluocinonide topical, gabapentin, gemfibrozil,
gentamycin (parenteral D), griseofulvin, guaifenesin, haloperidol, heparin,
hydrocortisone, INH, isosorbid dinitrate, ketoconazole, lactulosa, levofloxacine,
miconazole, nalidixic acid, nicotine oral, nimodipine, nystatin (vaginal A), ofloxacin,
omeprazole, perphenazine, prazosin, prednisolone, promethazine, pseudoephedrine,
pyrantel, pyrazinamide, rifampicin, risperidone, salbutamol, scopolamine, simethicon,
spiramycin, spironolactone, streptokinase, sulfacetamide opth & topical, theophyline,
thiopental sodium, timolol, tramadol, triamcinolone, trifluoperazine, trihexyphenidil.

4. Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya


manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau
penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan).
Contoh: alprazolam, amikacin, amiodarone, atenolol, bleomycin, carbamazepine,
chlordiazepoxide, cisplatin, clonazepam, cyclosphosphamide, diazepam, kanamycin,
minocycline,phenytoin, povidon iodine topical, propylthiouracil, streptomycin inj,
tamoxifen, tetracycline oral dan ophthalmic, valproic acid.

5. Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
abnormalitas janin dan besarrya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi
manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita usia subur. Contoh
: alkohol dalam jumlah banyak dan pemakaian jangka panjang, amlodipin +
atorvastatin, atorvastatin, caffeine + ergotamine, chenodeoxycholic, clomifene,
coumarin, danazol, desogestrel + ethinyl estradiol, dihydroergotamine, ergometrine,
estradiol, (+ norethisterone), fluorouracil, flurazepam, misoprostol, oxytocin,
simvastatin, warfarin.

Untuk lebih mudhna dapat kita artikan sebagai berikut:


 A= Tidak berisiko
 B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian
 C= Mungkin berisiko
 D= Ada bukti positif dari risiko
 X= Kontraindikasi

Anda mungkin juga menyukai