Anda di halaman 1dari 13

I.

TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui dan menguasai pembuatan sediaan suspensi.

II. DASAR TEORI


II.1 Pengertian Suspensi
1. Menurut Dirjen POM (2014), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
2. Menurut Bambang (2007), suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi
dalam cairan pembawa.

II.2 Jenis-Jenis Suspensi


Jenis-jenis suspensi menurut Syamsuni (2006), yaitu :
1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai yang ditujukan untuk pemakaian oral.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada mata.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya
(syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam
larutan spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai.
II.3 Keuntungan dan Kerugian Suspensi
Keuntungan suspensi menurut Syamsuni (2006) dan Anief (1987), yaitu:
1. Ukuran partikel lebih kecil sehingga lebih mudah diabsorbsi.
2. Suspensi injeksi mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik.
3. Dapat menutupi bau dan rasa dari obat karena menggunakan sirup simplex.

Kekurangan suspensi menurut Syamsuni (2006), yaitu:


1. Masalah dalam proses pembuatan suspensi (cara memperlambat
penimbunan partikel serta menjaga homogenitasnya).
2. Terjadinya agregasi yang membuatnya tidak terdistribusi merata.

II.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suspensi


Menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara
ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke
atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin
besar luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin
besar luas penampang partikel, daya tekan ke atas cairan akan semakin besar,
akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap. Sehingga,
untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel.
2. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran cairan
tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun
atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan memengaruhi
pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian,
dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel
yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
3. Jumlah partikel (Konsentrasi)
Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka
partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan
antara partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya
endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel,
makin besar kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang
singkat.
4. Sifat atau muatan partikel
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan yang
sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, kita tidak dapat memengaruhinya.

II.5 Metode Pembuatan Suspensi


Menurut Bambang (2007), terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan
sediaan suspensi, yaitu:
1. Metode flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat
yang bebas dalam ikatan lemah. Sistem ini peristiwa sedimentasi cepat
terjadi dan partikel mengandap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen
terbentuk dalam keadaan “terbungkus” dan bebas, tidak membentuk “cake”
yang keras dan padat serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula.
Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi cepat terjadi dan terbentuk
lapisan yang jernih dan nyata di atasnya.
2. Metode deflokulasi
Dalam metode deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap perlahan
dan akhirnya membentuk “cake” yang keras dan sukar terdispersi kembali.
Pada metode ini partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang
lain, dan masing-masing partikel mengendap secara terpisah. Jika kecepatan
pengendapan dapat ditahan dalam jangka waktu yang lama, metode ini lebih
disukai karena tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk
endapan secara perlahan.
3. Metode kombinasi
Kecepatan (laju) sedimentasi harus sekecil mungkin sehingga partikel
tetap dalam bentuk dispersi merata dan apabila terbentuk endapan (cake)
maka dengan mudah terdispersi kembali dengan penggojokan ringan,
sehingga stabilitas suspensi menjadi optimal. Kondisi ideal ini dapat dicapai
dengan penggabungan kedua metode di atas.

II.6 Bahan Pensuspensi (Suspending agent)


Suspending agent adalah bahan pengental untuk menaikkan viskositas dari
suspensi, umumnya bersifat mudah mengembang di dalam air (hidrokoloid)
(Syamsuni, 2006).
Menurut Syamsuni (2006), bahan pensuspensi atau suspending agent dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Bahan pensuspensi dari alam
Bahan alam dari jenis gom sering disebut “gom atau hidrokoloid”. Gom
dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran
tersebut membentuk musilago atau lendir. Bahan pensuspensi ini terbagi
menjadi dua, yaitu :
a. Gom arab meliputi akasia, chondrus, tragakan, dan algin.
b. Bahan pensuspensi alam bukan gom adalah tanah liat.
2. Bahan pensuspensi sintesis
Bahan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Derivat selulosa, contohnya metil selulosa (methosol, tylose),
karboksimetilselulosa (CMC), dan hidroksimetil selulosa.
b. Golongan organik polimer, contohnya adalah carbophol 934.

II.7 Syarat-Syarat Suspensi


Menurut FI edisi III yaitu :
a) Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b) Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
c) Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
d) Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
sedia dituang
e) Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.

Menurut FI edisi IV yaitu :


a) Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal
b) Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba
c) Suspensi harus dikocok sebalum digunakan.

II.8 Komponen Suspensi


1. Zat aktif
2. Bahan tambahan :
a. Bahan pensuspensi / suspending agent, fungsinya adalah untuk
memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah
penggumpalan resin, dan bahan berlemak. Contoh untuk golongan
polisakarida yaitu seperti gom akasia, tragakan, alginat starc. Sedangkan
pada golongan selulosa larut air yaitu seperti metil selulosa, hidroksi
etilselulosa, avicel, dan na-cmc.untuk golongan tanah liat misalnya seperti
bentonit, aluminium magnesium silikat, hectocrite, veegum. Sementara itu
untuk golongan sintetik seperti carbomer, carboxypolymethylene, colloidal
silicon dioxide.
b. Bahan pembasah (wetting agent) / humektan, fungsinya adalah untuk
menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan
meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Misalnya gliserin,
propilenglikol, polietilenglikol, dan lain-lain.
c. Pemanis, fungsinya untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Misalnya
sorbitol dan sukrosa.
d. Pewarna dan pewangi, dimana zat tambahan ini harus serasi. Misalnya
vanili, buah-buahan berry, citrus, walnut, dan lain-lain.
e. Pengawet, sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung
bahan alam, atau bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan
tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan juga bila sediaan
dipergunakan untuk pemakaian berulang. Pengawet yang sering digunakan
adalah metil atau propil paraben, asam benzoat, chlorbutanol, dan senyawa
ammonium.
f. Antioksidan, jarang digunakan pada sediaan suspensi kecuali untuk zat
aktif yang mudah terurai karena teroksidasi.misalnya hidrokuinon, asam
galat, kasein, sisteina hidroklorida, dan juga timol.
g. Pendapar, fungsinya untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,
meningkatkan kelarutan. Misalnya dapar sitrat, dapar fosfat, dapar asetat,
dan juga dapar karbonat.
h. Acidifier, fungsinya untuk mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspensi,
memperbesar potensial pengawet, dan meningkatkan kelarutan. Misalnya
asam sitrat.
i. Flocculating agent, merupakan bahan yang dapat menyebabkan suatu
partikel berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc.
Misalnya polisorbat 80 (untuk surfaktan), tragakan (polimer hidrofilik),
bentonit (untuk clay), dan juga NaCl (untuk elektrolit).
(Lachman et al., 1989)

III. ALAT DAN BAHAN


III.1 Alat
1. Cawan porselen
2. Sudip
3. Mortir dan stamper
4. Gelas ukur
5. Beaker glass
6. Batang pengaduk

III.2 Bahan
1. Paracetamol
2. Etanol
3. Propilen glikol
4. Sirup simpleks
5. Asam benzoate
6. CMC
7. Pewarna
8. Essence

Formulasi

R/ Parasetamol 120 mg/5 ml


Etanol 5 ml
PG 5,5 ml
Sirup simplex 40%
As. Benzoate 0.1%
CMC 1%
Pewarna 0.1%
IV. PEMERIAN BAHAN qs
Essence
1. Paracetamol
Aqua ad 60 ml
a. Pemerian : hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
b. Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
Propilen glikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida.
c. Penyimpanan : wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
d. Khasiat : analgetikum dan antipiretikum
(FI ed III, 1979)
2. Etanol

a. Pemerian : cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah


bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala
biru yang tidak berasap.
b. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam
eter P
c. Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api
d. Khasiat : zat tambahan
(FI ed III, 1979)
3. Propilen Glikol

a. Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak
manis, higroskopis
b. Kelarutan : dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter
minyak tanah P dan dengan minyak lemak.
c. Penyimpanan : wadah tertutup baik
d. Khasiat : zat tambahan, pelarut
(FI ed III, 1979)
4. Sirup Simplex

a. Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna


b. Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih ; sukar larut
dalam etanol : tidak larut dalam kloroform dan eter.
c. Penyimpanan : tertutup rapat
d. Khasiat : zat tambahan
(FI ed III, 1979)
5. Asam Benzoate

a. Pemerian : hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau


b. Kelarutan : larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3
bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter
P
c. Penyimpanan : wadah tertutup baik
d. Khasia t: antiseptikum ekstern, antijamur
(FI ed III, 1979)
6. CMC Na

a. Pemerian : Serbuk berwarna putih, tidak berasa, bergranul.


b. Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal; tidak
larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organic lain.
c. Penyimanan : wadah tertutup rapat
d. Khasiat : Emulsifying agent, bahan pengental, suspending agent, bahan
penolong tablet, peningkat viskositas.
(FI ed III, 1979)

V. CARA KERJA

Botol dikalibrasi 60 ml

Timbang pct masukkan kedalam beaker glass + etanol aduk ad larut


+ PG + As. Benzoate + aduk ad larut

Taburkan CMC di atas air biarkan sampai mengembang aduk.

No. 2 + No. 3 + pewarna aduk ad homogeny.

Tambahkan air ad tanda kalibrasi + essense.


VI. UJI KUALITAS

1. Uji Organoleptis
Sifat organoleptis dari suatu suspense dapat dievaluasi dari keseragaman
bau, warna, kontaminasi oleh benda asing (seperti rambut, tetesan minyak,
dan kotoran), serta penampilan dievaluasi secara visual.
2. Uji Endapan
3. Uji Flokulasi
4. Uji Viskositas
Dilakukan dengan viscometer brokfield.
5. Uji pH
Menggunakan pH meter.

VI. PERHITUNGAN BAHAN


R/ Paracetamol 120mg/5ml
Etanol 5ml
PG 5,5ml
Sirup Simplex 40%
Asam benzoate 0,1%
CMC 1%
Pewarna 0,1%
Essense qs
Aqua ad 60ml

1. Paracetamol :

2. Etanol : 5 ml
3. PG : 5,5 ml

4. Sirup simplex :
5. AsamBenzoat :

6. CMC :

7. Pewarna :

8. Essense : qs
9. Aqua ad : 60 ml
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat. Jakarta: UI Press.

Anief, M. A. 1987. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Bambang, P. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Ke-V. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI..

Lachman, L., Schwartz, J.B., and Lieberman H.A., 1989, Pharmaceutical Dosage
Forms., Tablets, 2nd Ed, 492, Marcell Dekker Inc., New York.

Syamsuni, Drs. H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Voigt, R. 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai