Anda di halaman 1dari 7

BAB II

ANALISIS SOAP
2.1

DESKRIPSI KASUS
Seorang pasien wanita usia 38 tahun didiagnosis Rheumatoid artritis kronis.

Gejala yang dirasakan: Bengkak pada lutut kiri dan kanan, kesulitan menggerakkan
tangan, sulit berjalan, dan mengalami morning stiffness setiap hari. Terapi obat yang
diterima adalah sebagai berikut : Prednisone 5 mg 1 x 1 tab per oral dan Methotrexate 10
mg per oral/minggu. Pasien menyampaikan bahwa nyeri dan kekakuan yang dirasakan
banyak berkurang setelah mengkonsumsi obat. Namun pasien mengeluh kadang masih
merasa sulit bergerak, mual dan nyeri pada lambung.
2.2

SUBJEKTIF
Pasien mengalami gejala bengkak pada lutut kiri dan kanan, kesulitan

menggerakkan tangan, sulit berjalan, dan mengalami morning stiffness setiap hari. Serta
keluhan tambahan berupa kadang masih merasa sulit bergerak, mual dan nyeri pada
lambung setelah mengkonsumsi obat.
2.3

OBJEKTIF
Pasien didiagnosis Rheumatoid artritis kronis dan diberi terapi pengobatan berupa

Prednisone 5 mg 1 x 1 tab per oral dan Methotrexate 10 mg per oral/minggu.


2.4

ASSESMENT
Berdasarkan deskripsi kasus, dikatakan bahwa seorang pasien wanita usia 38

tahun didiagnosis rheumatoid artritis kronis. Rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah
satu penyakit yang disebabkan oleh autoimun yang dapat menyebabkan pasien
mengalami peradangan yang simetris pada sendi kanan dan kiri secara bersamaan,
misalnya pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, sendi bahu, sendi lutut, panggul.
Selain itu terdapat pula keluhan sistem muskuloskeletal yaitu nyeri, kekakuan, dan
spasme otot serta adanya tanda utama yaitu, kelemahan otot, dan gangguan gerak (Wells
et al., 2006). Gejala klinis yang dialami pasien telah sesuai dengan manifestasi klinis dari
penyakit rheumatoid arthritis. Pasien ini telah menerima terapi obat sebagai berikut:
Prednisone 5 mg 1 x 1 tab per oral dan Methotrexate 10 mg per oral/minggu. Adapun
penilaian dari kasus tersebut adalah sebagai berikut;

2.4.1 Methotrexate
a. Mekanisme Kerja
Methotrexate bekerja menghambat enzim dihidrofolat reduktase.
Dihidrofolat reduktase adalah enzim yang mengkatalisis dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat pada sintesis asam folat. Asam folat dibutuhkan sebagai bahan
dasar sintesis DNA. Antagonis folat khususnya bekerja pada sintesis DNA dan
RNA, terutama pada sel-sel yang membelah dengan cepat, misalnya pada
keganasan dan sel-sel myeloid/sumsum tulang. Dengan demikian, pemakaian
Methotrexate sebagai terapi dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada
proses hematopoesis di sumsum tulang. Sehingga menyebabkan penurunan
jumlah leukosit di sirkulasi darah tepi (Nafrialdi et al., 2003).
b. Dosis
Berdasarkan literatur, dosis methotrexate untuk pasien dewasa dengan
Rhematuroid Arthritis adalah 7,5 s.d. 25 mg per oral/minggu apabila diberikan
secara single dose (PRI, 2014). Sehingga dosis terapi yang diberikan telah
sesuai dengan yang dipersyaratkan.
c. Kontra Indikasi
Pemberian methotreksat dikontraindikasikan pada pasien dalam keadaan
hamil karena menimbulkan kecatatan lahir dan komplikasi kehamilan, pasien
yang sedang menyusui, disfungsi ginjal dan hati, pasien rhemathoid arthritis
dengan imunodefisiensi sindrom dan anemia (Spesialist in Arthritis Care and
Research, 2012; Anderson et al., 2002).
d. Efek Samping Obat
Efek samping yang terjadi pada pemberian methortexate adalah
gangguan gastrointestinal seperti stomatitis, diare, mual, dan muntah. Dapat
juga terjadi hematologis (trombositopeni, leukopeni), pulmonal (fibrosis,
pneumotitis), dan hepatik (peningkatan enzim, sirosis) (Dipiro et al., 2009).
e. Kesimpulan Penilaian Penggunaan Methotrexate
Mual dan nyeri lambung pada pasien disebabkan oleh adanya efek
samping dari Methotrexate. Hal ini disebabkan methotrexate menginhibisi
enzim Dihydrofolate Reductase (DHFR) yang menyebabkan penurunan jumlah
tetrahidrofolat pada jaringan yang aktif membelah salah satunya mukosa
pencernaan. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan menyebabkan adanya
kematian sel pada mukosa saluran pencernaan yang akan menyebabkan

turunnya proteksi terhadap saluran cerna sehingga terjadinya iritasi serta radang
pada permukaan saluran cerna yang membuat pasien mual dan nyeri lambung.
Pemberian methotrexate pada pasien Rhematoid arthritis sudah sesuai indikasi
dan diberikan sesuai dengan dosis terapi (10 mg per oral/minggu) yang
dipersyaratkan.
2.4.2 Prednison
a. Mekanisme Kerja
Prednison adalah glukokortikoid sintetik yang diperoleh dengan
dehidrogenasi kortison secara biologis inert di posisi 1 dan 2. Secara klinis
obat ini memiliki mekanisme sebagai anti inflamasi dam immunosupresan
(Anderson, et al, 2002). Dalam pengobatan rhematoid arthritis mekanisme
Prednison yang berperan adalah sebagai anti inflamasi. Glukokortikoid dan
reseptor glukokortikoid berada di puncak jalur yang memblok mekanisme
inflamasi sehingga glukokortikoid dapat menghambat produksi prostaglandin
melalui tiga mekanisme independen yaitu induksi dan aktivasi annexin I
(lipocotin), induksi MAPK fosfatase 1, dan represi transkripsi siklooksigenase
(Rhen dan John, 2005).
Prednison

merupakan

golongan

kortikosteroid

yang

memiliki

mekanisme aksi menghambat fosfolipase sehingga selain menekan produksi


prostaglandin, juga dapat menghambat produksi tromboxan dan prostasiklin.
Prostasiklin (PgI2) memiliki efek protektif terhadap mukosa lambung. Dengan
berkurangnya produksi prostasiklin,

maka proteksi lambung

menurun,

sehingga dapat terjadi tukak pada lambung yang selanjutnya ditandai dengan
gejala mual dan nyeri pada lambung (Tjay dan Rahardja, 2008).
b. Dosis
Dalam penggunaan Prednison, pemberian dosis rendah < 5 mg/hari
dalam jangka panjang layak dan efektif untuk terapi pada sebagian pasien
rheumatoid arthritis. Pada beberapa pasien dosis lebih tinggi diperlukan untuk
inflamasi rheumatoid arthritis. Dosis Prednison untuk rhematoid arthritis
adalah 5 s.d. 7,5 mg/hari diberikan per oral (Anderson, 2002).
c.

Kontra Indikasi
Pemberian Prednison dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami

infeksi jamur sistemik (kecuali sebagai terapi pemeliharaan pada insufisiensi


adrenal) dan pasien yang menerima vaksin virus hidup pada pasien yang

menerima dosis imunosupresif dari kortikosteroid serta hipersensitivitas


terhadap prednison (Anderson, 2002).
d. Efek Samping Obat
Adapun efek samping obat Prednison adalah sebagai berikut:
Efek samping secara keseluruhan: leukositosis, hipersensitif termasuk
anafilaksis,
Tromboemboli, kelelahan, malaise.
Kardiovaskular: gagal jantung kongestif pada pasien yang rentan,
hipertensi
Gastro-intestinal: dispepsia, mual, ulkus peptikum dengan perforasi dan
perdarahan, distensi abdomen, nyeri perut, nafsu makan meningkat yang
mungkin menghasilkan pertambahan berat badan, diare, ulserasi esofagus,
kandidiasis esofagus, pankreatitis akut
Muskuloskeletal: proksimal miopati, osteoporosis, patah tulang belakang
dan tulang panjang, osteonekrosis avascular, tendon pecah, mialgia
Kulit: gangguan penyembuhan, hirsutisme, atrofi kulit, memar, striae,
telangiectasia, jerawat, meningkat berkeringat, dapat menekan reaksi tes
kulit, pruritis, ruam, urtikaria
Endokrin: penindasan hipotalamus-hipofisis adrenal terutama di kali stres
seperti dalam operasi trauma atau penyakit, penekanan pertumbuhan pada
masa bayi, masa kanak-kanak dan remaja, ketidakteraturan menstruasi dan
amenorea. Facies cushing, berat badan, gangguan toleransi karbohidrat
dengan peningkatan kebutuhan untuk terapi antidiabetes, manifestasi dari
diabetes mellitus laten, peningkatan nafsu makan.
Gangguan mata: peningkatan intra-okular tekanan, glaukoma, edema papil,
posterior katarak subkapsular, exophthalmos, kornea atau scleral menipis,
eksaserbasi penyakit virus atau jamur pada mata
(Doughlas Pharmaceutical, 2011)

e. Kesimpulan Penilaian Penggunaan Prednison


Pemakaian prednison dalam pengobatan rheumatoid arthritis telah sesuai
indikasi dan tepat dosis. Namun dikarenakan Prednison merupakan kortikosteroid,
dapat mengakibatkan adanya efek samping berupa mual dan nyeri lambung
(kortikosteroid menghambat prostasiklin yang memproduksi mukosa pencernaan).
Sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk pemilihan obat anti-inflamasi non
steroid untuk meminimalisir efek samping.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, P. O., J. E. Knoben dan W. G. Troutman. 2002. Handbook of Clinical Drug
Data 10th Edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.
Dipiro, T.J., Wells, G.B., Schwinghammer, L.T. dan Dipiro, V.C. 2009.
Pharmacotherapy Handbook Seven Edition, The McGraw-Hill Companies,
United States of America.
Doughlas Pharmaceutical. 2011. Data Sheet Prednisone. Aukland: Doughlas
Pharmaceutical Ltd.
Nafrialdi, G. S., D. Tirza, T. Handoko. 2003. Antikanker dan Imunosupresan. In:
Setiabudi R, Suyatma FD, Purwantyastuti, editors. Farmakologi dan terapi.
Jakarta: Gaya Baru: 686-713.
PRI (Perhimpunan Reumatologi Indonesia). 2014. Diagnosis dan Pengolahan Atritis
Ruatoid. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Rhen, T. dan J. A. Cidlowski. 2005. Antiinflamatory Action of Glucocorticoids- New
Mechanisms of Old Drugs. The New England Journal of Medicine Vol. 353.
Page 1711-1723.
Spesialist in Arthritis Care & Research. 2012. Methotraxate. Atlanta: American College
of Rheumatology.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efekefek Sampingnnya, Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo
Kelompok Kompas Gramedia.
Wells, B. G., J. DiPiro, T. Schwinghammer, dan C. Hamilton.
Pharmacotherapy Handbook. Edisi Ke-6. New York: McGraw-Hill.

2006.

Anda mungkin juga menyukai