SKRIPSI
Oleh :
Pande Made Desy Ratna Sari
NIM : 118114080
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii
SKRIPSI
Oleh :
Pande Made Desy Ratna Sari
NIM : 118114080
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iv
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI v
Kupersembahkan buat :
Orang tuaku beserta keluargaku yang selalu menemani dalam suka dan duka
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI viii
PRAKATA
Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa
skripsi yang berjudul “Studi Literatur Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien Diabetes
Yogyakarta Periode Desember Tahun 2013” sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini juga atas bimbingan dan bantuan berbagai pihak,
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingan dan arahan
Dharma.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt sebagai dosen pembimbing utama yang telah
3. Ibu Witri Susila Astuti, S.Si., Apt sebagai dosen pembimbing pendamping yang
telah dengan sabar dalam memberikan arahan, semangat dan dukungan serta doa
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix
5. Ibu Maria Wisnu Donowati M.Si., Apt yang telah memberi dukungan, semangat
6. Ibu Dita Maria Virginia M.Si., Apt yang telah memberi dukungan, semangat dan
7. Kedua orang tuaku I Made Adi Palguna dan Pande Ketut Alit Rusmiyanti yang
selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan semangat baik moral maupun
8. I Putu Yuda Pratama yang selalu mendampingi dengan sabar, memberi semangat
dan dukungan dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
9. Kakak ku tersayang Pande Putu Indah Purnamayanti, Pande Putu Adhyka Sri
Dharma Sakti, Pande Made Satrya Dharma Pathni, Putu Padmaningsih dan I
Gede Wiwid Santika yang selalu memberi semangat dan dukungan dari mulai
10. Niedia Happy, I Gusti Kade Permata Sari, Reby, Mitha, Risa Indriani Pardede
Bangkit, Uchi, Karina dan Teguh sebagai sahabat yang selalu mendampingi
dengan sabar, memberi semangat dan dukungan dari awal sampai akhir.
11. Sahabat Real friends yang kompak dan cetar yang selalu mendukung dan kompak
12. Rekan-rekan skripsi (Jono, Mochi, Chelsy) yang selalu mendukung dan kompak
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI x
ix
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xi
DAFTAR ISI
1. Permasalahan ............................................................................................. 4
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xii
9. Insulin ...................................................................................................... 22
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiii
1. Biguanid .................................................................................................... 30
2. Sulfonilurea ............................................................................................... 31
3. Meglitinid .................................................................................................. 36
4. Thiazolidinedion ...................................................................................... 37
8. Analog amilin............................................................................................ 44
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiv
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xv
hipoglikemik dan antara obat hipoglikemik dengan obat lain ................ 105
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvi
DAFTAR TABEL
Tabel IV. Distribusi jumlah obat hipoglikemik tiap lembar resep ........................ 88
Tabel VI. Distribusi golongan obat hipoglikemik tiap lembar resep .................... 94
Tabel VII. Distribusi jenis obat hipoglikemik tiap lembar resep ......................... 97
Tabel VIII. Distribusi kombinasi obat hipoglikemik tiap lembar resep ............. 100
Tabel IX. Distribusi jumlah kategori signifikansi klinis interaksi obat .............. 110
Tabel X. Mekanisme dan efek interaksi obat antara obat hipoglikemik dengan
Tabel XI. Mekanisme dan efek interaksi obat antara obat hipoglikemik dengan
Tabel XII. Ringkasan kajian literatur interaksi obat yang menimbulkan efek
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Bagan algoritma penggunaan insulin pada diabetes melitus tipe II .... 28
Gambar 3. Bagan algoritma penggunaan insulin pada diabetes melitus tipe II .... 29
Gambar 10. Diagram persentase interaksi obat pasien diabetes melitus tipe II
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xix
INTISARI
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xx
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is one of the main health problems in the world
including in Indonesia. There is 90-95% of Type 2 DM (T2DM). The T2DM patients
with complications or comorbidities commonly receive more than one type of
medicines either hypoglycemic or other medicine. Therefore, it is a possibility of
undesired drug interactions.
This study is aimed to investigate the characteristics of the patient, the
description of prescription patterns, the number and categories of the clinical
significance level of drug interactions on patients with T2DM prescription in
Outpatient of Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Hospital on December
2013.This type of research is non-experimental with descriptive research design and
the data are retrospective. Data were collected from medical records of patients in
Outpatient on December 2013 and were evaluated theoretically based on drug
interaction literature.
There are 102 cases of T2DM. The most cases are adult (60,8%) and female
(62,8%). Sulfonylureas (44.8%) is the most frequent of hypoglycemic class found in
this study. The most type of hypoglycemic agent commonly prescribed is metformin
(36.0%) and mostly they are administered orally (96.8%). There are 76 drug
interaction cases of T2DM prescriptions (74.5%) and 43 out of them are categorized
as clinically significant.
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
yang dapat terjadi pada semua kelompok umur dan tingkat sosial ekonomi (Abebe,
kadar glukosa di dalam tubuh melebihi batas normal (Migdalis, 2014). Penyakit ini
memerlukan terapi dalam jangka waktu yang panjang dan seumur hidup, karena tidak
dapat sembuh secara total namun hanya dapat dikontrol (Sutedjo, 2010). Diabetes
melitus menyebabkan 4,6 juta kematian pada tahun 2011 (Abdulfatai, 2012).
tahun 2011 terdapat 366 juta orang, tahun 2013 terdapat 382 juta orang di seluruh
dunia yang mengidap diabetes melitus dan akan meningkat pada tahun 2030 menjadi
552 juta orang dan pada tahun 2035 menjadi 592 juta orang (IDF, 2013). Perkiraan
penduduk indonesia yang mengidap diabetes melitus pada tahun 2007 adalah sebesar
2,9 juta orang, tahun 2013 sebesar 8,5 juta orang dan pada tahun 2035 terdapat 14,1
diabetes melitus tipe I. Lima hingga sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I
sedangkan 90-95% penderita diabetik adalah tipe II (Klivert, 2010). Diabetes melitus
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
tipe 2 menduduki urutan kelima dalam sepuluh besar penyakit tidak menular yang
diabetes melitus tipe 2 menempati urutan kedua dalam sepuluh besar kejadian
penyakit tidak menular pada semua golongan umur pada tahun 2009, dengan jumlah
kasus 6.384 (10,3%) dan setiap tahunnya mengalami peningkatan (Dinkes Bantul,
2010).
dan disfungsi sel beta pankreas yang menyebabkan glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel-sel tubuh sehingga kadar glukosa di dalam darah akan mengalami
melitus tipe 2 dilakukan dengan cara pengaturan pola hidup sehat, terapi dengan
2013).
yang digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah, pasien juga menerima obat
penyerta. Obat hipoglikemik oral dan insulin apabila diberikan bersamaan dengan
obat lain dapat menimbulkan interaksi obat (Tjay dan Rahardja, 2007). Interaksi obat
merupakan kerja atau efek suatu obat yang mengalami perubahan akibat dari obat lain
yang diberikan secara bersamaan atau pada awalnya, sehingga keefektifan suatu obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
dapat berubah atau dapat menimbulkan suatu efek toksik. Efek yang ditimbulkan dari
(2004), bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi atau beberapa
penyakit penyerta menerima obat lebih dari satu jenis baik obat hipoglikemik maupun
obat lain. Kemungkinan interaksi obat dapat terjadi apabila pengobatan pada diabetes
melitus tipe 2 diberikan dalam dua jenis obat atau lebih sehingga terdapat
kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lainnya (Syamsudin,
peningkatkan kualitas hidup pasien dapat tercapai (Sexton, 2006). Farmasis memilki
Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 karena belum terdapat data kajian mengenai
interaksi obat pada pasien diabetes melitus tipe 2. Kebutuhan mengenai evaluasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
berkaitan dengan peresepan yang diperoleh pasien diabetes melitus tipe 2, sehingga
tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut dapat mengetahui apakah terdapat interaksi
obat pada peresepan diabetes melitus tipe 2 yang diberikan kepada pasien.
Hasil dari evaluasi yang diperoleh peneliti, nantinya akan dipergunakan oleh
melakukan suatu upaya pencegahan, apabila terjadi interaksi obat yang dapat
menimbulkan efek toksik dan merugikan bagi pasien. Berdasarkan hal-hal diatas
maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Studi Literatur Interaksi Obat Pada
1. Perumusan masalah
b. Seperti apa gambaran umum pola peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di
periode Desember 2013 yang meliputi golongan obat hipoglikemik, jenis obat
hipoglikemik ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
c. Berapa persentase interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2
d. Seperti apa kategori signifikansi klinis interaksi obat yang teridentifikasi pada
2. Keaslian Penelitian
sejauh penelusuran penulis antara lain seperti yang dituliskan di bawah ini.
a. Studi interaksi obat yang potensial terjadi pada peresepan pasien diabetes
b. Pola peresepan obat hipoglikemi dan studi literatur interaksi obat pada pasien
c. Kajian pemilihan obat hipoglikemik oral pada terapi pasien diabetes melitus
tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada
d. Studi literatur efek samping dan interaksi obat pada penderita diabetes melitus
tidak tergantung insulin dengan satu penyakit penyerta di Instalasi Rawat Inap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
e. Evaluasi Drug Therapy Problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus tipe 2
non komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
adalah terletak pada subyek penelitian yaitu spesifik pada pasien diabetes melitus tipe
Senopati Bantul Yogyakarta. Periode pengambilan data penelitian yaitu pada bulan
Desember tahun 2013. Kajian pada penelitian ini yang terfokus pada interaksi obat
Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada fokus kajian yaitu
Literatur Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien Diabetes melitus tipe 2 Di Instalasi
3. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
a. Secara praktis.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
periode Desember 2013 yang meliputi golongan obat hipoglikemik, jenis obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
hipoglikemik.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
karbohidrat, lemak dan protein karena terjadinya penurunan sekresi insulin, autoimun
dan berkurangnya sensitivitas insulin pada jaringan perifer (Amod et al., 2012).
medis secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang untuk mengontrol
dari 170 juta orang di seluruh dunia dan salah satu penyebab utama kematian dan
kecacatan. Pada tahun 2010 terdapat 285 juta orang dewasa dengan usia antara 20-79
tahun yang mengidap diabetes melitus di seluruh dunia dan akan meningkat menjadi
438 juta pada tahun 2030 (Qiao, 2012). Menurut International Diabetes Federation
edisi keenam pada tahun 2013 terdapat 382 juta orang di seluruh dunia yang
mengidap diabetes melitus dan akan meningkat pada tahun 2035 menjadi 592 juta
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
komplikasi jangka panjang yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu komplikasi
makrovaskuler (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer dan stroke) dan
penyakit. Klasifikasi diabetes melitus terdiri dari diabetes melitus tipe I, diabetes
melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional dan diabetes melitus tipe lain (American
penyakit diabetes melitus tipe I sel beta pankreas yang menghasilkan insulin
mensekresi insulin atau jika dapat mensekresi insulin hanya dalam jumlah
yang disebabkan oleh limfosit T yang bereaksi terhadap antigen sel beta dan
Penyakit ini dapat menyerang segala usia, tetapi umumnya terjadi pada
anak-anak atau orang dewasa pada umur lebih dari 30 tahun. Gejala dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
penyakit diabetes melitus tipe I meliputi sering merasa haus (polidipsi), sering
buang air kecil (poliuri), sering merasa lapar (polifagia), mulut kering, sering
2013). Pasien yang mengidap diabetes melitus tipe I dapat menjalani hidup
normal dan sehat melalui kombinasi terapi harian insulin, pemantauan kadar
glukosa darah secara ketat, pengaturan pola hidup sehat dan berolahraga
ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi atau hiperglikemia. Penyakit
ini disebabkan karena tubuh tidak mampu memenuhi kebutuhan insulin atau
sel tidak dapat merespon insulin yang diproduksi (Padberg et al., 2014).
diabetes melitus tipe 2 adalah orang dewasa yang menderita obesitas diatas
istilah yang digunakan untuk wanita yang menderita diabetes melitus selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
obesitas, usia lebih dari 25 tahun dan terdapat riwayat diabetes melitus dalam
pada konsistensi janin selama dalam kandungan, hal ini disebabkan oleh
d. Diabetes tipe spesifik lain. Diabetes tipe spesifik lain merupakan diabetes
mutasi, abnormalitas, kerusakan genetik pada sel beta pankreas dan kerja
insulin (Scobie, 2007). Terdapat suatu penyakit yang terjadi pada pankreas,
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit diabetes tipe spesifik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
biasanya terjadi pada usia kurang dari 25 tahun (Porth and Matfin, 2009).
pada insulin atau non insulin dependent diabetes mellitus/NIDDM (Rosenthal, 2009).
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik kronis yang ditandai
dengan adanya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas atau gabungan dari
keduanya. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa dan
seluruh dunia (Shishikura, 2013). Hal ini terkait dengan adanya perubahan pola gaya
hidup (obesitas), faktor genetik dan aktivitas fisik yang berkurang atau jarang
berolahraga (Kumar, 2007). Kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 sembilan kali
lebih banyak terjadi daripada diabetes melitus tipe I yaitu sebesar 90-95% (Gonzalez,
2009).
Etiologi diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh multi faktor yang belum
dominan dari penyakit diabetes, ditandai dengan resistensi insulin dan disfungsi sel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
beta pankreas (Reinehr, 2013). Resistensi insulin merupakan resistensi terhadap efek
asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa di hati dan penurunan pengambilan
pankreas dalam beradaptasi terhadap kebutuhan jangka panjang insulin pada jaringan
perifer (otot, hati dan lemak) (D’adamo and Caprio, 2011). Sel-sel beta pankreas
yang berada di dalamnya. Demikian pula halnya dengan glukosa di dalam tubuh yang
jumlahnya sangat terkontrol. Pada keadaan normal glukosa di dalam darah diatur oleh
hormon insulin yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas, sehingga kadar glukosa di
dalam darah selalu berada dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun tidak.
Kadar glukosa darah normal di dalam tubuh berkisar antara 70-120 mg/dL (Ganong,
2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
permukaan sel beta pankreas. Glukosa akan mengalami metabolisme di dalam sel
yang nantinya diubah menjadi energi untuk beraktivitas. Produksi dan sekresi insulin
di dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah glukosa di dalam darah. Apabila jumlah
glukosa telah mencapai kadar tertentu, insulin akan disekresikan dan membuka sel-sel
hati, otot dan lemak sehingga memungkinkan glukosa masuk ke dalam sel-sel
tersebut dan nantinya akan diubah menjadi energi untuk beraktivitas. Dengan
demikian jumlah glukosa di dalam darah tidak menumpuk dan kadar glukosa darah di
insulin dan disfungsi sel beta pankreas yang menyebabkan penurunan sekresi insulin
berlebihan. Hal tersebut dapat berakibat terhadap respon dari sel beta pankreas yang
Cance, 2008).
Konsentrasi dari insulin yang melebihi jumlah normal di dalam tubuh tersebut
intraseluler, yang nantinya glukosa akan digunakan sebagai substrat energi atau
insulin bersifat kompleks dan menimbulkan kelainan kualitatif dan kuantitatif pada
fosforilasi dan aktivitas tirosin kinase reseptor insulin, gangguan translokasi dan fusi
vesikel yang mengandung GLUT-4 ke membran plasma (Feinglos and Bethel, 2008).
berperan dalam resistensi insulin (Feinglos and Bethel, 2008). Kadar trigliserida
intrasel meningkat pada jaringan hati dan otot pada orang yang mengalami obesitas.
inhibitor kuat dalam pembentukan sinyal insulin dan menyebabkan resistensi insulin.
Lemak dapat berikatan dengan reseptor insulin sehingga dapat menghasilkan asam
lemak dan radikal bebas, radikal bebas yang dihasilkan dapat merusak reseptor
insulin. Efek lipotoksik asam lemak bebas dapat menyebabkan penurunan aktivitas
secara kolektif disebut sebagai adipokin atau sitokin adiposa. Peran adipokin dalam
resistensi insulin yaitu jaringan lemak di dalam tubuh berfungsi sebagai organ
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
resistin baik meningkat ataupun menurun secara abnormal merupakan salah satu
mekanisme yang berkaitan dengan resistensi insulin dan obesitas (Tripathy, 2012).
dalam beradaptasi pada kebutuhan jangka panjang terhadap resistensi insulin dan
peningkatan sekresi insulin. Hal yang mendasari terjadinya disfungsi sel beta
pankreas adalah efek samping dari kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam darah
kualitatif dan kuantitatif. Disfungsi sel beta pankreas secara kualitatif pada awalnya
muncul samar, lalu pada fase pertama sekresi insulin terjadinya peningkatan glukosa
plasma. Seiring dengan terjadinya gangguan pada fase sekresi insulin, meskipun pada
diabetes melitus tipe 2 tetap terjadi sekresi insulin namun kurang memadai untuk
Pada disfungsi sel beta secara kuantitatif terjadi penurunan massa sel beta
pankreas, degenarasi islet dan pengendapan amiloid di islet. Protein amiloid islet atau
amilin menyebabkan penurunan massa sel beta pankreas dan banyak ditemukan pada
pasien diabetes melitus tipe 2 (Robbins and Cotran, 2009). Pada kasus disfungsi sel
beta pankreas, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel sehingga konsentrasi
glukosa di luar sel dan di dalam darah tidak dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
energi yang diperlukan oleh sel-sel. Glukosa yang menumpuk di dalam darah akan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
ekskresi melalui ginjal ke dalam urin sehingga terjadi glikosuria (glukosa dalam urin
(ADA) 2013 adalah glukosa darah sewaktu (casual plasma glucose) ≥ 200 mg/dL,
kadar gula darah puasa (fasting plasma glucose) ≥ 126 mg/dL. Pada tes toleransi
glukosa oral (oral glucose toleransi test) kadar glukosa darah 2 jam post prandial
setelah pemberian 75 gram glukosa ≥ 200 mg/dL dan HbA1c ≥ 6,5% (American
dikatalisis oleh enzim, namun melalui reaksi kimia yang tergantung pada paparan sel
darah merah terhadap glukosa yang beredar di dalam darah (Gough, 2010).
Pengukuran HbA1c dapat mengukur kadar glukosa darah selama dua hingga tiga
bulan terakhir. Nilai normal HbA1c adalah 3,5-5,5%. Persentase hemoglobin yang
terikat pada glukosa memberikan perkiraan kadar glukosa darah rata-rata selama
Manifestasi klinis dari diabetes melitus tipe 2 tidak spesifik, biasanya terjadi
pada individu yang memiliki berat badan yang tinggi atau obesitas dan mengalami
hiperlipidemia (Huether and McCance, 2008). Diabetes melitus tipe 2 memiliki onset
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
yang lambat dan susah untuk dideteksi sehingga terjadi kesulitan dalam mendiagnosis
Gejala dan tanda diabetes melitus yaitu poliuria (sering buang air kecil),
polidipsi (sering merasa haus), polifagia (sering merasa lapar), sering merasa lemas
dan kesemutan, berat badan turun tanpa penyebab yang jelas, infeksi yang sulit
sembuh dan penglihatan kabur (Linn, 2009). Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh
kelebihan asupan kalori, obesitas, faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat dan
Faktor risiko diabetes melitus dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi meliputi obesitas, aktivitas fisik yang berkurang, merokok,
mengkonsumsi alkohol, pola makan, diet yang rendah serat dan kadar lemak jenuh
yang tinggi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin
Pola makan yang tidak baik seperti makan secara berlebihan dan melebihi
jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes
melitus tipe 2. Hal ini disebabkan oleh jumlah atau kadar insulin pada sel beta
mengkonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin
dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar glukosa dalam darah
Seseorang dikatakan memiliki kelebihan berat badan apabila memiliki body mass
indeks (BMI) lebih dari 25 kg/m2, sedangkan seseorang dikatakan obesitas apabila
BMI lebih dari 30 kg/m2. Seseorang yang memiliki berat badan melebihi 90 kg
mempunyai kecendrungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus (Qiao,
2012). Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi pada penderita obesitas karena adanya
reseptor insulin pada otot, hati dan permukaan sel lemak yang dapat memperparah
Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun
biasanya menyerang orang dewasa yang menderita obesitas diatas umur 40 tahun
(Rosenthal, 2009). Jenis kelamin perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi
dibandingkan laki-laki untuk terkena diabetes melitus tipe 2 karena secara fisik
perempuan mempunyai peluang dalam peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
pasca menopause yang dapat mengakibatkan distribusi lemak di dalam tubuh menjadi
lebih mudah untuk terakumulasi akibat dari proses hormonal tersebut (Trisnawati dan
Setyorogo, 2013).
Faktor genetik merupakan salah satu penyebab terjadinya diabetes melitus tipe
2. Gen penyebab diabetes melitus tipe 2 dapat diturunkan dari orang tua kepada
hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin
sehingga menimbulkan peradangan pada pankreas. Hal ini dapat menyebabkan sel
beta pada pankreas tidak dapat bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.
meningkatkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 (Goldstein and Wieland, 2008).
sehingga insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel tubuh dan dosis
pengobatannya juga dapat diturunkan. Olahraga dapat digunakan sebagai usaha untuk
membakar lemak di dalam tubuh sehingga dapat mengurangi berat badan bagi orang
melitus tipe 2. Hal ini disebabkan pada penderita hipertensi terjadi nekrosis pada sel-
sel beta pankreas yang diakibatkan karena terjadinya peningkatan tekanan darah
dalam waktu yang lama. Apabila hal ini terjadi secara terus-menerus maka sel-sel
beta pankreas akan mengalami kerusakan sehingga tidak mampu dalam menghasilkan
Pankreas normal di dalam tubuh manusia terdiri dari satu juta sel mikroskopik
yang disebut sebagai sel islet atau pulau-pulau Langerhans yang tersebar di seluruh
pankreas endokrin (Ganong, 2006). Berat sel islet pada orang dewasa yaitu 1 sampai
1,5 gram. Ukuran sel islet sebesar 100 hingga 200 mm dan terdiri dari empat tipe sel
mayor dan dua tipe sel minor. Empat tipe sel mayor terdiri dari sel β (beta), sel α
(alfa), sel D (δ) dan polipeptida pankreatik (PP atau sel F) (Robbins and Cotran,
2009).
Sel beta (β) memiliki fungsi untuk memproduksi insulin. Sel alfa (α)
melalui efek glikogenolisis pada sel hati. Sel D (δ) berfungsi untuk menghasilkan
pelepasan insulin dan glukagon. Sel polipeptida pankreatik (PP) mengandung suatu
polipeptida pankreatik yang memiliki efek pada saluran pencernaan yaitu stimulasi
sekresi enzim usus dan lambung serta penghambatan motilitas usus (Ganong, 2006).
Terdapat dua tipe sel minor yang terdiri dari sel D1 dan enterokromafin. Sel
D1 berfungsi untuk menghasilkan polipeptida usus vasoaktif yaitu suatu hormon yang
Cotran, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
9. Insulin
asam amino yang terdiri dari dua rantai yaitu rantai A dan B yang
dihubungkan oleh jembatan disulfida dan memiliki berat molekul 5808 g/mol
Manusia memiliki kadar insulin basal (saat tidur, puasa dan sebelum makan)
yaitu 5-15 µU/mL (30-90 pmol/L) dengan kadar puncak sebesar 60-90
oleh jaringan. Terdapat dua hormon yaitu insulin dan glukagon yang berperan
dalam proses homeostatis glukosa. Kedua hormon ini memiliki kerja yang
(Ganong, 2006).
2011).
c. Mekanisme kerja insulin. Insulin memiliki dua fungsi yaitu fungsi metabolik
yang terikat secara kovalen, terdiri dari dua subunit beta (β) yang terdiri dari
tironin kinase dan dua subunit alfa (α) pada permukaan luar sel. Terikatnya
Terdapat dua jalur sinyal yaitu sinyal mitogenik dan sinyal metabolik.
berperan dalam memperantarai efek insulin pada sel yaitu translokasi vesikel
hidup dan proliferasi sel serta menghambat proses lipolisis (Katzung, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
1. Tujuan terapi
Tujuan terapi diabetes melitus dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan terapi jangka pendek diabetes
pasien seperti sering merasa haus, sering merasa lapar, sering berkemih, lelah dan
kualitas hidup dan mengurangi angka kematian pasien (Tjay and Rahardja, 2007).
2. Sasaran terapi
dikembalikan menjadi senormal mungkin agar penderita merasa nyaman dan sehat.
Menjaga keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen, menjaga agar tidak terjadi
komplikasi, menjaga agar kadar glukosa darah terkontrol dengan baik dan pengaturan
3. Strategi terapi
adalah dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non
menghindari minuman beralkohol dan merokok, menjaga berat badan dan melakukan
Target Pemberian terapi awal adalah terapi non Pilihan monoterapi awal :
farmakologi disertai dengan penggunaan Metformin, sulfonilurea, insulin atau thiazolidinedion
HBA1C ≤ 6,5% monoterapi yaitu metformin. Pilihan monoterapi lain:
Monitoring glukosa darah puasa ≤ 110 mg/dL Nateglinid, repaglinid, akarbose atau miglitol
Pemantauan glukosa darah 2 jam postprandial ≤ Terapi non farmakologi yaitu pemberian
140–180 mg/dL edukasi diabetes, pengaturan pola hidup Pilihan terapi kombinasi 2 obat :
(diet sehat) dan berolahraga. Metformin dapat dikombinasikan dengan sulfonilurea, insulin,
thiazolidinedion, agonis reseptor GLP-1, DPP-4 inhibitor, pramlintid,
nateglinid, repaglinid atau inhibitor α-glukosidase
Target terpenuhi
Gambar 1. Bagan algoritma terapi farmakologi diabetes melitus tipe II (Triplitt, 2008) dan (Inzucchi et al., 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Target Terapi dengan gejala : Kegagalan terapi menggunakan agen Kegagalan terapi menggunakan agen
Glukosa darah puasa ≥ 260 mg/dL pada hipoglikemik oral, A1C diatas target namun hipoglikemik oral dengan ≥ A1C 8,5%
HBA1C ≤ 6.5% orang dewasa ≤ 8,5%
Monitoring glukosa darah puasa A1C ≤ 10%, mengalami ketoasidosis dan
≤ 110 mg/dL penurunan berat badan pada anak-anak
Pemantauan glukosa darah 2 jam
post prandial ≤ 140–180 mg/dL
Pilihan pemberian terapi : Pilihan pemberian terapi :
Pilihan pemberian terapi : 1. Pemberian insulin satu kali sehari 1. Pemberian insulin satu kali sehari
1. Pemberian insulin satu kali sehari 2. Pemberian insulin lebih dari satu kali 2. Pemberian insulin lebih dari satu kali
2. Pemberian insulin lebih dari satu kali sehari sehari
sehari 3. Pemberian insulin secara intensif 3. Pemberian insulin secara intensif
1.
3. Pemberian insulin secara intensif 2.
3. P
e
Pemberian insulin satu kali sehari Pemberian insulin lebih dari satu kali sehari Manajemen diabetes intensif penghantaran m
Sebelum tidur : NPH(pen/vial)/hari atau 2 suntikan : fisiologi insulin : b
insulin long-acting (pen/vial)/hari Membagi campuran NPH + short-acting Rasio pemberian insulin secara bolus : basal (1:1) e
Sebelum makan malam : kombinasi NPH Target insulin (vial) dengan rasio 2:1 atau 1:1 atau Target secara subkutan r
i
dengan short-acting insulin dengan rasio 2:1 glukosa darah premix 70/30; 75/25 or 50/50 (pen/vial) glukosa darah Basal : NPH sebelum makan pagi atau sebelum a
(vial) atau premix 70/30 or 75/25 pen/vial) tidak tercapai 3 suntikan : tidak tercapai tidur atau long-acting nsulin/ hari (pen/vial) n
Dosis : 0.1-0.25 units/kg, atau 6-10 unit selama 6-12 Apabila hipoglikemia terjadi pada malam selama 3-6 Bolus: short-acting insulin pada saat makan
Tingkatkan dosis setiap 2-3 hari untuk minggu hari : diberikan short-acting insulin sebelum bulan (Lispro/Aspart) (pen/vial) i
mencapai kadar glukosa darah puasa makan pagi dan sebelum makan malam n
Dilakukan titrasi apabila kadar glukosa darah Dosis insulin sebelum makan : s
puasa : NPH: diberikan sebelum makan pagi dan 1. Insulin untuk pencernaan karbohidrat u
> 180 mg / dL + 6 unit l
sebelum tidur (pen/vial) atau long-acting 2. Penambahan insulin untuk mengkoreksi
141-180 mg / dL + 4 unit i
insulin = glargine (pen/vial). Dosis : 0,3-0,5 monitoring kadar glukosa dengan menggunakan n
121-140 mg / dL + 2 unit unit/kg/ hari untuk mencapai target glikemik short-acting insulin pada saat makan
100-120 mg / dL + 1 unit (Lispro/Aspart) (pen/vial) l
<80 mg / dL - 2 unit (1 unit 1500/ total penggunaan insulin 1 hari atau e
insulin regular, 1800/ total penggunaan insulin 1 b
hari i
h
Dosis awal : 0.3–0.5 units/kg/hari
d
Monitoring A1c setiap 3-6 bulan dan sesuaikan dosis untuk a
Pramlintid digunakan sebagai terapi tambahan
menjaga target glukosa darah r
terhadap insulin pada pasien yang tidak dapat
i
menstabilkan glukosa darah setelah makan.
s
a
t
Gambar 2. Bagan algoritma penggunaan insulin pada diabetes melitus tipe II (Triplitt et al, 2008). u
k
(Triplitt, 2008). a
l
i
s
e
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Dimulai dengan pemberian insulin yang bekerja sedang (intermediate acting) sebelum tidur atau pemberian insulin
yang bekerja lama (long acting) sebelum tidur atau pagi hari (dosis 10 unit atau 0,2 unit/kg)
Mengecek kadar glukosa puasa menggunakan finger stick setiap hari dan tingkatkan dosis sebanyak
2 unit setiap 3 hari sampai kadar glukosa puasa mencapai target yaitu 3,9-7,2 mmol/L atau 70-130
mg/dL. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 4 unit setiap 3 hari apabila kadar glukosa puasa lebih
besar dari 10 mmol/L atau 180 mg/dL
Lanjutkan regimen
Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah sebelum Kadar glukosa darah
terapi dan selalu
sebelum makan siang makan malam tidak mencapai sebelum tidur tidak
mengecek kadar
tidak mencapai target, target, maka ditambahkan mencapai target maka
AIC setiap 3 bulan
maka ditambahkan insulin insulin NPH pada saat makan ditambahkan insulin
yang bekerja cepat pada pagi atau insulin yang bekerja yang bekerja cepat pada
saat makan pagi cepat pada saat makan siang saat makan malam
No
AIC ≥ 6,5% setelah 3 bulan
Yes
Mengecek kembali kadar glukosa sebelum makan dan jika tidak mencapai
target maka memerlukan penambahan injeksi insulin lainnya. Jika AIC
secara kontinu tidak mencapai target maka dilakukan pengecekan pada
kadar glukosa darah dua jam setelah makan dan penambahan insulin
yang bekerja cepat sebelum makan
Gambar 3. Bagan algoritma penggunaan insulin pada diabetes melitus tipe II (Nathan et al., 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
hipoglikemik oral yang digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu
inhibitor α-glukosidase, DPP-4 inhibitor, GLP-1 reseptor agonis, analog amilin dan
sekuestran pengikat asam empedu (Inzucchi et al., 2012) dan (Katzung, 2012).
(Triplitt, 2008).
1. Biguanida
terapi lini pertama pada pengobatan diabetes melitus tipe 2. Selain metformin
jangka waktu yang panjang belum terbukti (Boussageon et al., 2012). Mekanisme
absorbsi glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan konversi glukosa menjadi
bersihan glukosa dari darah dan penurunan kadar glukagon plasma (Kandarakis,
2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
paruh metformin adalah 1,5 hingga 3 jam, dosis metformin yaitu 500 mg/hari,
maksimum 2,26 g/hari dan pemberian obat setelah makan (Irons and Minze, 2014).
Metformin digunakan sebagai pilihan terapi utama pada pasien diabetes melitus tipe
2 yang tidak dapat dikontrol dengan pengaturan pola gaya hidup dan diet sehat.
Metformin dapat dikombinasikan dengan obat hipoglikemik oral lainnya dan insulin
gangguan ginjal (Irons and Minze, 2014). Efek samping yang jarang terjadi di
saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, rasa tidak nyaman di abdomen dan
gangguan fungsi ginjal, hati, gangguan jantung kongestif dan wanita hamil
2. Sulfonilurea
pertama kali diperkenalkan dalam praktik klinis. Obat ini merupakan pilihan
pola diet sehat dan memiliki kelenjar pankreas yang mampu memghasilkan
dari sel-sel beta pankreas (Inzucchi et al., 2012). Mekanisme kerja dari
berhubungan dengan kanal kalium yang sensitif terhadap ATP pada bagian
diabetes melitus tipe 2 adalah untuk mengurangi kadar glukagon serum yang
afinitas pengikatan yang bervariasi diantara golongan obat dan kurang kuat
memiliki durasi kerja yang lebih singkat yaitu kurang dari 12 jam
baik diberikan dalam dosis yang tinggi, dimetabolisme di hati, kerja dari obat
ini pendek dan aman digunakan pada penderita diabetes lansia. Obat-obatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
ginjal dan pasien lansia. Tolazamid memiliki kerja yang lebih pendek
(Katzung, 2012).
yang lebih jarang terjadi dan kurang berinteraksi dengan obat lain.
pada sel beta pankreas sebagai respon terhadap kadar glukosa serum (Mittal
and Juyal, 2012). Glimepirid juga meningkatkan ambilan glukosa dalam otot
glukosa dalam membran plasma otot perifer dan jaringan adiposa. Selain itu
melitus tipe 2 yang tidak dapat dikontrol dengan diet dan modifikasi gaya
Glimepirid harus digunakan hati-hati pada pasien lansia, penyakit ginjal dan
hati (Basit, 2012). Dosis awal yang diberikan adalah 1 mg/hari dan dosis
maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg/hari. Obat ini bekerja dalam waktu
diberikan adalah 2,5 mg/hari. Dosis pemeliharan yang diberikan yaitu 5-10
mg/hari diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Gliburid memilki
pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal (Pantalone et al., 2010).
dimetabolisme di hati dan memiliki waktu paruh 2-4 jam. Glipizid harus
awal yang diberikan adalah 5 mg/hari secara dosis tunggal. Dosis maksimum
terapi yang diberikan pada pasien adalah 40-80 mg/hari dalam dosis tunggal
pada saat makan pagi dan dosis maksimal gliklazid yaitu 320 mg/hari (BNF,
2011). Gliklazid dan gliquidon memiliki efek hipoglikemik yang sedang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan
(Depkes, 2005).
hipoglikemia, efek yang jarang timbul seperti gangguan pada lambung dan
usus seperti mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, rasa tidak nyaman
dimulut dan gangguan kulit. Toleransi dapat terjadi pada 5-10% pasien yang
3. Meglitinid
nateglinid. Obat ini merupakan obat hipoglikemik oral generasi baru yang cara
dan mulai digunakan sejak tahun 1997. Repaglinid dimetabolisme oleh hati dan
dieliminasi terutama oleh empedu (Rojas, 2011). Obat ini merangsang pelepasan
insulin melalui penutupan kanal ion kalium dari sel beta pankreas dengan cara
mengatur efluks kalium sehingga terjadi depolarisasi yang dapat membuka kanal ion
Repaglinid memilki onset kerja yang cepat, lama kerjnyaa 5 hingga 8 jam,
waktu paruh eliminasi 1 jam dan dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 di hati (Papa,
2006). Repaglinid dikonsumsi sesaat sebelum makan dengan dosis 0,25-4 mg/hari,
dalam mengkonsumsi makanan. Obat ini dapat dikombinasi dengan metformin dan
ginjal. Repaglinid digunakan oleh pasien diabetes tipe II yang alergi terhadap
Nateglinid adalah turunan fenilalanin yang memiliki cara kerja mirip dengan
repaglinid. Pemberian obat ini dapat dikombinasi dengan metformin. Efek samping
urtikaria, keluhan pada infeksi saluran pernapasan atas dan reaksi hipersensitivitas.
Dosis yang dianjurkan adalah 60 mg diberikan tiga kali sehari, 30 menit sebelum
4. Thiazolidinedion
bekerja dengan cara membuat tubuh menjadi lebih peka terhadap insulin atau
obat ini adalah mengaktivasi reseptor PPAR-γ yang merupakan bagian dari
superfamili steroid dan tiroid pada reseptor inti. Aktivasi reseptor PPAR-γ dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
resistensi insulin pada jaringan. PPAR-γ terdapat pada jaringan adiposa, otot dan
adipokin yaitu resistin dan adiponektin dari sel adiposit atau sel lemak. Reseptor ini
adalah pada jaringan adiposa. Obat ini meningkatkan pemakaian glukosa dan
memodulasi sintesis hormon lipid atau sitokin dan protein lainnya yang terlibat
penggunaan klinis oleh FDA pada tahun 1997, namun ditarik dari pasaran karena
memiliki risiko hepatotoksik (Kung and Henry 2012). Terdapat dua thiazolidinedion
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
yang beredar dipasaran dan telah disetujui oleh FDA pada tahun 1999 yaitu
Pioglitazon memilki aktivitas PPAR-α dan PPAR-y. Obat ini diserap dalam
waktu 2 jam setelah dikonsumsi. Obat ini dimetabolisme oleh enzim CYP2C8 dan
dengan metformin dan sulfonilurea (Martina, 2009). Pemberian dosis terapi dimulai
dari 15-30 mg/hari diberikan dalam dosis tunggal setelah makan dan dosis maksimal
45 mg/hari (BNF, 2011). Efek samping yang dapat ditimbulkan dengan pemakaian
pioglitazon adalah edema perifer, peningkatan berat badan dan sakit kepala.
Penggunaan obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat gagal jantung,
Pada tahun 2010 di Eropa rosiglitazon ditarik dari pasaran karena memililki
Henry, 2012). Rosiglitazon cepat diserap dan terikat erat pada protein dan obat ini
dikombinasikan dengan sulfonilurea, biguanid dan insulin (Mane et al., 2012). Efek
samping rosiglitazon yaitu dapat menimbulkan gagal jantung, edema, anemia, dan
5. DPP-4 inhibitor
selektivitas, bioavailabilitas oral, waktu paruh, tinggi atau rendah mengikat protein
plasma, metabolisme, adanya metabolit aktif atau tidak aktif, rute ekskresi,
penyesuaian dosis untuk ginjal dan insufisiensi hati serta potensi interaksi obat
(Capuano, 2013).
menguraikan inkreatin dan molekul lain yang mirip dengan GLP-1 (Katzung, 2012).
monoterapi dan dosis yang dianjurkan adalah 100 mg/hari. Pada bulan April 2007
FDA menyetujui produk kombinasi sitagliptin dan metformin. Dosis obat ini harus
hipoglikemik jarang terjadi dan waktu paruh selama 8-14 jam (Dinesh and Kaur,
2014).
konsentrasi maksimum (Cmax) sekitar 1,5 jam, bioavailabilitas sekitar 87%, waktu
paruh 12 jam dan diekskresikan melalui urin (Triplitt, 2008). Efek samping
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
sakit kepala dan diare (Dinesh and Kaur, 2014). Dosis yang dianjurkan adalah 100
mg/hari diberikan dalam dosis tunggal setelah makan, sedangkan dosis yang
diberikan pada penggunaan vildagliptin adalah 50 mg dua kali sehari setelah makan
(BNF, 2011).
6. Inihibitor α-glukosidase
peningkatan kadar plasma glukosa dan insulin postprandial (Fujita et al., 2012).
Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase pada
dinding usus halus. Terdapat enzim sukrase, maltase, isomaltase dan glukomaltase
Terjadinya proses inhibisi enzim yang dapat mengurangi pencernaan dan absorbsi
diabetes melitus tipe 2 dan menghemat kerja insulin (Triplitt, 2008) dan (Katzung,
2012).
Miglitol dan akarbose telah disetujui oleh FDA sebagai pengobatan diabetes
melitus tipe 2 secara monoterapi dan kombinasi dengan sulfonilurea yang bersifat
aditif. Dosis miglitol dan akarbose yang dianjurkan adalah sebesar 25-100 mg/hari
yang diberikan sesaaat sebelum menelan suapan pertama makan. Pemberian dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
harus dimulai dari yang terendah kemudian ditingkatkan secara perlahan (Katzung,
2012).
Efek samping yang ditimbulkan adalah pada gastrointestinal yaitu diare dan
nyeri abdomen. Hal ini timbul akibat keberadaan karbohidrat yang tidak dapat
pendek yang menimbulkan pelepasan gas (Triplitt, 2008). Penggunaan akarbose dan
tersebut dapat diatasi dengan pemberian glukosa (dekstrosa) dan bukan sukrosa yang
pasien dengan kerusakan hati, ginjal, gastrointestinal, diabetes melitus tipe I, hernia,
GLP merupakan glucagon like peptide atau polipeptida yang mirip dengan
glukagon. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 pelepasan polipeptida yang mirip
dengan glukagon setelah makan mengalami penurunan, hal ini akan menyebabkan
glukosa oleh hati. Terdapat dua analog polipeptida yang mirip dengan glukagon
yaitu eksenatid dan liraglutid. Golongan obat ini memiliki efek farmakologi yaitu
(Katzung, 2012).
glukagon yang pertama kali digunakan pada pengobatan diabetes melitus tipe 2.
Obat ini memiliki kesamaan 53% dengan GLP-1, namun terdapat substitusi asam
amino glisin yang bertujuan untuk mengurangi penguraian oleh enzim dipeptidil
terapi tambahan pada pasien yang menggunakan terapi metformin atau metformin
sebesar 0,2 sampai 1,2% Dosis yang dianjurkan adalah 5 mcg dua kali sehari dengan
dosis maksimal 10 mcg dua kali sehari, diberikan melalui subkutan. Efek samping
yang lama dan waktu paruh eliminasi yang panjang yaitu 13 jam sehingga diberikan
sekali sehari. Obat ini digunakan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak
dapat mengontrol kadar glukosa darahnya melalui diet, olahraga dan sedang
Pemberian obat ini dapat menurunkan HBA1c sebesar 0,8 sampai 1,5% dan dosis
yang dianjurkan adalah 0,6 mg/hari melalui subkutan. Efek samping yang
ditimbulkan adalah mual, sakit kepala, diare dan pembentukan antibodi di dalam
8. Analog amilin
aktivitas anorektik melalui efek pada susunan saraf pusat. Obat ini diberikan sebagai
terapi tambahan pada penderita diabetes melitus tipe I dan II yang menggunakan
pengobatan insulin namun belum mampu mencapai target kadar glukosa darah
setelah makan. Dosis yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus tipe I adalah
15 sampai 60 mcg dan pada penderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 60 sampai 120
mcg melalui subkutan. Efek samping yang ditimbulkan karena pemberian obat ini
adalah terjadinya efek hipoglikemia, mual, muntah dan anoreksia (Katzung, 2012).
penurunan kolesterol yang telah disetujui sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2
karena tidak dapat dikendalikan melalui diet, olahraga dan terapi obat hipoglikemik
lainnya. Mekanisme kerja dari obat ini adalah dapat menganggu penyerapan
farnesoid X (FXR) yang merupakan reseptor nukleus yang memiliki efek pada
metabolisme kolesterol, asam empedu dan glukosa. Asam empedu merupakan ligan
alami dari reseptor FXR. Dosis yang dianjurkan adalah 1875 mg dua kali sehari atau
3750 mg sehari sekali dalam bentuk sediaan pil atau suspensi oral. Kolesevelam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
hidroklorida dapat menurunkan kadar kolesterol LDL sebesar 15% dan HBA1c
sebesar 0,5%. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini adalah konstipasi
(Katzung, 2012).
10. Insulin
a. Golongan insulin. Terdapat lima golongan insulin yaitu insulin yang bekerja
cepat (rapid action), insulin yang bekerja secara singkat (short action),
insulin yang bekerja sedang (intermediate acting), insulin yang bekerja lama
yaitu insulin aspart, insulin lispro, insulin glulisin dan insulin inhalasi
(Triplitt, 2008). Insulin ini bekerja dengan cepat dan memiliki onset yang
cepat. Lama kerja insulin tersebut antara 3 hingga 5 jam sehingga dapat
2010). Analog dari insulin manusia yang memiliki onset lebih cepat
rekombinan. Onset dari insulin ini adalah 30 menit dan mencapai kadar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
(Khalil, 2009). Terdapat empat macam insulin short acting yaitu regular
2012).
dua macam insulin intermediate acting yaitu insulin NPH humulin N dan
dan protamin dalam jumlah yang sesuai sehingga kedua zat tersebut
onset 2-5 jam (BMJ Group and the Royal Pharmaceutical Society of
utama dan beberapa senyawa minor yang diisolasi dari sperma rainbow
Insulin ini memiliki masa kerja yang lama yang terdiri dari
insulin glargin dan detemir (Silvio and Inzucchi, 2011). Insulin glargin
memiliki onset 1 hingga 1,5 jam dan mencapai efek maksimum 4 hingga
sekali sehari dan insulin detemir diberikan sekali atau dua kali sehari
2011).
insulin yang memiliki masa kerja sedang dengan insulin yang memiliki
masa kerja cepat. Insulin aspart, lispro dan glulisin yang merupakan
insulin yang memiliki masa kerja cepat dapat dicampur dengan insulin
Namun sediaan dalam bentuk kombinasi ini tidak stabil sehingga untuk
memiliki masa kerja sedang yang terdiri dari kompleks isofan protamin
telah menyetujui penggunaan insulin ini dan terbukti aman dan efektif
pada beberapa uji klinis (Katzung, 2012). Contoh dari insulin kombinasi
ini adalah analog insulin premixed yang terdiri dari humalog mix 75/25
(75% neutral protamine lispro, 25% lispro), novolog mix 70/30 (70%
neutral protamine lispro/ 50% lispro) dan kombinasi NPH yang terdiri
dari humulin 70/30, novolin 70/30 dan humulin 50/50 (Triplitt, 2008).
E. Interaksi Obat
Pada zaman globalisasi saat ini obat-obat modern berkembang pesat di dunia
industri farmasi. Obat-obat modern ini memiliki kerja yang lebih spesifik, lebih
kuat, mekanisme kerja yang lebih kompleks dan efek yang beragam dibandingkan
munculnya berbagai macam penyakit yang diderita oleh pasien dapat menimbulkan
Interaksi obat merupakan kerja atau efek suatu obat yang mengalami
perubahan akibat dari obat lain yang diberikan secara bersamaan sehingga
keefektifan suatu obat dapat berubah atau dapat menimbulkan suatu efek toksik.
menghasilkan efek baru atau dapat menimbulkan efek toksik (Huang, 2012).
Interaksi obat juga terjadi ketika efek dari suatu obat berubah karena
maupun efek yang merugikan. Efek yang merugikan menyebabkan efek samping
dan toksisitas obat karena dapat meningkatnya kadar obat di dalam plasma atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
sebaliknya menurunkan kadar obat di dalam plasma yang dapat menyebabkan hasil
2012). Interaksi obat dianggap penting secara klinik karena dapat meningkatkan
toksisitas atau menurunkan efektivitas pada obat yang berinteraksi terutama pada
dengan meningkatnya pemberian obat kepada pasien dan sebagian karena terjadinya
interaksi obat (Nah, 2007). Sekitar 6-30% efek samping pemberian obat di rumah
sakit disebabkan oleh interaksi obat. Prevalensi interaksi obat secara keseluruhan
(Soherwardi, 2012).
masih menjadi masalah. Lebih dari 50% penggunaan polifarmasi atau banyak obat
dapat menyebabkan seorang pasien rata-rata mendapatkan tiga hingga lima jenis
obat untuk setiap lembar resep pada pengobatan. Waktu konsultasi pasien dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
dokter yang relative singkat yaitu rata-rata berkisar tiga menit serta kurangnya
kepatuhan pasien dalam penggunaan obat merupakan pola umum yang terjadi pada
maka potensi interaksi obat yang terjadi akan semakin meningkat (Soherwardi,
2012). Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh
risiko yang signifikan terhadap kesehatan pasien dan meyebabkan beban ekonomi
tahunnya dirawat inap atau lebih lama dari waktu yang dibutuhkan dan juga
menyebabkan kematian pada sejumlah pasien. Penggunaan banyak obat yaitu rata-
rata tiga hingga delapan jenis obat pada pasien rawat inap lazim dilakukan dalam
proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi salah satu obat atau
lebih di dalam tubuh (Hacker, 2009). Interaksi dapat diukur pada perubahan
obat di dalam tubuh persatuan waktu (AUC), waktu paruh eliminasi dan total
seseorang menggunakan dua obat atau lebih pada waktu yang bersamaan,
maka laju absorpsi dari salah satu atau kedua obat dapat mengalami
meningkatkan laju absorpsi obat yang lain. Hal ini dapat terjadi dengan
(Syamsudin, 2011).
obat yang satu dapat berinteraksi dengan cara mengubah tingkat dan
dapat bermakna secara klinis jika efek terapi yang diinginkan cepat. Dua
obat atau lebih berinteraksi dan tingkat absorpsi salah satu obat
sebesar 25%, maka kadar stabil obat b akan turun. Hal ini dapat
2012), (Armenti and Boullata, 2010), (Greibe, 2013), (Lehne, 2013) dan
inaktivasi penyerapan vitamin B12 pada usus halus (Iftikhar, 2013) dan
(Marar, 2011).
absorpsi yang sangat luas, daya serap obat yang lebih tinggi dan jumlah
aliran darah melalui kapiler usus lebih besar sehingga obat yang diserap
atau terjadi penurunan maka obat akan terabsorpsi cepat atau lambat.
perubahan pada ikatan protein obat dan induksi atau inhibisi dari protein
transporter obat (Baxter, 2010). Obat yang dapat berikatan kuat dengan
kerja obat. Obat yang tidak berikatan dengan protein adalah obat bebas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
bersamaan, maka dosis salah satu atau kedua obat tersebut harus
ke dalam tubuh menjadi lebih polar agar dapat dieksresikan oleh ginjal
yaitu fase pertama meliputi reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Fase
kedua meliputi reaksi konjugasi metabolit atau obat dari reaksi fase
(Syamsudin, 2011).
hipoglikemia (Galani and Vyas, 2010), (Li et al., 2007), (Keating, 2011),
(Sharifi, 2013), (Zhou and Meibohm, 2013) dan (Zambon and Cusi,
(Albert, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
sekresi aktif obat-obatan elektrolit lemah atau yang bersifat asam lemah
(Syamsudin, 2011).
secara pasif terjadi pada tubulus distal (Syamsudin, 2011). Interaksi obat
a) Perubahan pH urin
absorpsi obat pada usus tergantung pada kelarutan obat baik dalam
terionisasi, tergantung pada pKa dan pH urin obat. Pada suasana basa
atau nilai pH tinggi, obat asam lemah yang memiliki nilai pKa 3-7
sebagian besar berada dalam bentuk terion dan tidak larut dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
lemak, sehingga obat tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus ginjal
dan akan tetap berada dalam urin kemudin akan dikeluarkan dari
dalam tubuh. Sebaliknya pada obat yang bersifat basa lemah dengan
nilai pKa 7,5-10,5 pada suasana basa maka akan berada dalam bentuk
(Syamsudin, 2011).
c. Reabsorpsi tubulus
Apabila urin yang bersifat asam, maka obat yang bersifat asam lemah
akan direabsorpsi oleh tubulus distal begitu juga sebaliknya pada urin
yang bersifat basa, maka obat yang bersifat basa lemah akan
bersifat asam lemah atau basa lemah. Obat yang tidak direabsorpsi
2012).
ginjal pada obat lithium dan kadar plasma obat di dalam tubuh akan
antara dua obat atau lebih yang dapat menyebabkan efek dari suatu obat
mengalami perubahan oleh kehadiran obat lain di tempat kerja atau aksi obat
2011).
Interaksi yang terjadi apabila dua atau lebih obat yang memiliki
dari efek kedua obat yang digabungkan secara tersendiri sesuai dengan
efek aditif (Baxter, 2010), (Radhika, 2012) dan (Woo, and Wynne,
(Syamsudin, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Interaksi yang terjadi apabila dua obat atau lebih yang memiliki
efek farmakologi yang sama atau tidak, diberikan secara bersamaan dapat
memperkuat atau mempunyai efek sinergis terhadap obat lain dan dapat
menimbulkan efek yang lebih besar. Salah satu contoh dari efek obat
yang tidak diinginkan adalah jika alkohol dan obat hipnotik sedatif
Interaksi yang terjadi apabila dua atau lebih obat yang memiliki
efek farmakologi yang berlawanan atau efek antagonis, maka efek obat-
obat tersebut akan bekerja saling meniadakan atau kerja dari kedua obat
itu akan hilang. Contoh dari efek antagonis adalah bila perangsang
terjadi interaksi obat yang saling meniadakan dan tidak satupun dari obat
terjadi perubahan pada ambilan glukosa dari hati ke sel-sel lainnya (Goli
and Kumar, 2014) (Clayton and Willihnganz, 2012), (Woo and Wynne,
terjadi karena pencampuran obat secara langsung baik fisik atau kimiawi.
Insulin dan obat hipoglikemik oral dapat dipengaruhi efeknya oleh obat lain
menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pasien. Berdasarkan efek yang ditimbulkan,
obat yang dapat menimbulkan interaksi obat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
(Akbar, 2012).
2010)
kerja sulfonilurea dalam darah (Kumar, 2011), (Brophy, 2010) dan (Lacy,
pankreas (Ellison and Loffing, 2009), (Mandal and Hiebert, 2012), (Raut,
dan farmakodinamik obat, faktor diet, faktor fisiologi dari masing-masing individu
seperti usia, berat badan, faktor genetik dan adanya penyakit penyerta yang dialami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
pasien seperti penyakit hati, ginjal, hipertensi dan diabetes melitus (Rafieil, 2012).
Pasien dengan umur lebih dari 65 tahun atau pasien lansia memiliki kemungkinan
dalam mengalami interaksi obat, hal ini disebabkan karena penurunan fungsi organ
dan obat yang digunakan lebih dari satu jenis obat. Penyebab terjadinya interaksi
obat adalah karena administrasi dari dua atau lebih obat yang bekerja secara
simultan, pemberian obat dalam waktu yang bersamaan, obat yang diresepkan untuk
pasien berasal dari beberapa dokter yang berbeda, pasien mengkonsumsi produk
obat herbal, obat yang dijual bebas dipasaran (over the counter non prescription
Interaksi dari beberapa obat dapat menimbulkan suatu dampak klinis yang
menjadi 5 menurut Tatro (2007) berdasarkan atas onset, tingkat keparahan interaksi
dan dokumentasi. Onset merupakan seberapa cepat efek klinis dari interaksi obat
Terdapat 2 level atau tingkat onset yang terdiri dari onset yang cepat dan
onset yang lambat. Onset yang sifatnya cepat ditandai dengan efek dari interaksi
obat yang akan terlihat dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemberian obat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
diperlukan suatu penanganan medis untuk mencegah efek dari interaksi yang
ditimbulkan. Onset yang sifatnya lambat ditandai dengan efek dari interaksi obat
akan terlihat dalam waktu lebih dari 24 jam dan tidak diperlukan suatu penanganan
medis untuk mencegah efek dari interaksi yang ditimbulkan (Tatro, 2007).
digunakan dalam menilai risiko dan manfaat dari terapi yang diberikan. Dilakukan
penyesuaian dosis yang tepat atau modifikasi waktu dan jalur administrasi
pemberian obat agar efek negatif dari interaksi obat dapat dihindari (Tatro, 2007).
moderat dan minor. Tingkat keparahan major dari interaksi obat dapat berpotensi
diperlukan terapi tambahan untuk pasien dalam menangani interaksi obat yang
terjadi. Tingkat keparahan minor dapat menghasilkan efek yang biasanya ringan dan
evaluasi terhadap kualitas dan relevansi klinis dari literatur utama yang mendukung
terjadinya interaksi obat. Terdapat lima tingkat dokumentasi interaksi obat yaitu
obat sangat mantap terjadi, kejadian secara klinis telah terbukti berdasarkan
interaksi obat dapat terjadi, namun belum terbukti secara klinis. Interaksi
dokumentasi interaksi obat yaitu suspected merupakan interaksi obat diduga terjadi,
terdapat beberapa data penelitian yang baik dan perlu studi lebih lanjut untuk
memastikan interaksi obat yang terjadi. Tingkat dokumentasi interaksi obat yaitu
possible merupakan interaksi obat yang belum pasti terjadi, tersedia data penelitian
yang mendukung namun sangat terbatas. Tingkat dokumentasi interaksi obat yaitu
unlikely merupakan interaksi obat kemungkinan tidak terjadi. Tidak terdapat bukti
interaksi obat menurut Tatro (2007), dibedakan menjadi 5 kategori yang mencakup
tingkat keparahan dan dokumentasi yang dapat dilihat pada Tabel I di bawah ini.
suspected. Tingkat keparahan minor menimbulkan efek interaksi obat ringan dan
major atau moderat menimbulkan efek yang dapat berbahaya karena dapat
menimbulkan efek yang ringan dan respon klinik yang dialami pasien dapat
dan terdapat tingkat dokumentasi dari interaksi obat yang terjadi. Terdapat tiga
kategori signifikansi klinis yaitu kategori pertama yaitu, pemberian kombinasi obat
harus dihindari karena efek yang ditimbulkan pada pasien akibat interaksi obat lebih
sebaiknya dihindari, kecuali apabila manfaat dari kombinasi obat lebih besar
obat lain yang sejenis dan memiliki risiko yang lebih kecil. Diperlukan adanya
modifikasi dosis, rute pemberian obat dan waktu pemberian obat apabila ingin
yang kecil, memiliki manfaat yang lebih banyak daripada risiko yang ditimbulkan
Hansten and Horn (2002), selain terdapat kategori signifikansi klinis terdapat
penjelasan singkat dari hasil potensi interaksi obat dan signifikansi klinis, faktor
risiko dari interaksi obat yang terjadi, penjelasan mengenai obat yang berinteraksi
al., (2014) yaitu signifikansi klinis interaksi obat yang serius, signifikan dan minor
atau tidak signifikan. Pada kategori signifikansi klinis interaksi obat serius,
kombinasi obat tidak dapat digunakan atau harus dihindari karena dapat
yang tidak membahayakan bagi kondisi pasien (Chelmow et al., 2014) dan
(Kapadia, 2013).
monitoring secara ketat terhadap kombinasi obat yang diberikan kepada pasien,
diperlukan adanya penyesuaian dosis antara kedua obat dan modifikasi jalur serta
waktu pemberian obat. Pada kategori signifikansi klinis interaksi obat minor atau
tidak signifikan kombinasi obat dapat diberikan kepada pasien karena tidak
menimbulkan efek yang membahayakan bagi pasien, namun harus tetap dilakukan
monitoring pada kondisi pasien (Chelmow et al., 2014) dan (Kapadia, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
bahwa pasien mengetahui risiko efek samping obat dan tindakan yang harus mereka
lakukan dalam penggunaan obat. Dengan pengetahuan yang rinci mengenai obat,
pasien dengan kemungkinan efek yang merugikan dari terapi obat tersebut. Farmasis
E. Keterangan Empiris
yang terjadi pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
manipulasi (Munif dan Imron, 2010). Penelitian ini disebut deskriptif karena
medis pasien pada periode waktu lampu yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
1. Pasien diabetes melitus tipe 2 adalah pasien yang mengalami penyakit diabetes
penyerta yang diketahui berdasarkan data rekam medis pasien di Instalasi Rawat
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
2. Karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 meliputi umur dan jenis kelamin.
Umur dapat dibagi menjadi dua kelompok meliputi adult dan geriatri. Adult
memiliki rentang umur 15 hingga 59 tahun dan geriatri memiliki rentang umur
lebih besar dari atau sama dengan 60 tahun. Dalam penelitian ini kelompok umur
yang digunakan adalah kelompok umur adult dan geriatri karena pasien diabetes
melitus tipe 2 umumnya menyerang umur 40 tahun ke atas. Jenis kelamin terdiri
sekuestran pengikat asam empedu. Jenis obat hipoglikemik adalah nama generik
obat yang diberikan kepada pasien diabetes melitus tipe 2, misalnya metformin
merupakan banyaknya obat yang diterima pasien diabetes melitus tipe 2 saat
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi antara dua obat atau lebih
satu obat atau lebih. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi
antara dua obat atau lebih yang dapat menimbulkan efek obat yang aditif,
sinergisme, atau antagonisme. Interaksi obat yang terjadi pada peresepan pasien
berdasarkan studi literatur yang mengacu pada Tatro (2007), Baxter (2010),
klinis interaksi obat yang terjadi pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di
Desember tahun 2013 dikaji secara teoritis berdasarkan studi literatur yang
mengacu pada Tatro (2007), Chelmow et al., (2014) dan Hansten and Horn
(2002).
Kriteria inklusi dari subyek penelitian adalah pasien diabetes melitus tipe 2 di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul yang menerima resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
pengobatan diabetes melitus tipe 2 baik dengan komplikasi atau tidak atau
dengan penyakit penyerta. Kriteria eksklusi dari subyek penelitian adalah rekam
2. Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medis (medical record) dari
komplikasi atau tidak atau dengan penyakit penyerta di Instalasi Rawat Jalan
RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Desember 2013 yang ditulis oleh
Alat atau instrumen penelitian berupa lembar kerja yang bertujuan untuk
pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati
pengobatan, nomor RM, umur, jenis kelamin, kadar glukosa darah, diagnosis medis,
jenis obat hipoglikemik dan non hipoglikemik, jumlah obat hipoglikemik dan non
mengenai rumah sakit yang akan dipilih sebagai lokasi penelitian, untuk mengetahui
prevalensi penyakit yang terjadi di rumah sakit tersebut, untuk mengetahui adanya
kebutuhan mengenai evaluasi peresepan pasien pada penyakit tertentu serta tata cara
Pada tahap ini peneliti mencari informasi mengenai jumlah pasien terkait
dengan cara pengambilan data subyek penelitian. Tata cara pengambilan data
N = jumlah populasi
Pada penelitian ini jumlah populasi pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi
2013 adalah sebanyak 553 pasien, dengan menggunakan rumus tersebut maka
diperoleh jumlah sampel yaitu 85 pasien. Untuk mengantisipasi adanya data rekam
medis pasien yang tidak lengkap maka peneliti menambah 10-20% dari jumlah
sampel yaitu 85 pasien, sehingga jumlah sampel adalah 102 pasien. Jumlah lembar
resep pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan pada periode Desember
tahun 2013 sebanyak 102 lembar resep yang terdiri dari 102 pasien. Teknik
simple random sampling yaitu menggunakan teknik undian dengan cara mengundi
lembar kerja dari rekam medis pasien. Data yang diambil meliputi tanggal
pengobatan, nomor RM, umur, jenis kelamin, kadar glukosa darah, diagnosis medis,
jenis obat hipoglikemik dan non hipoglikemik, jumlah obat hipoglikemik dan non
Berdasarkan hasil dari pengumpulan data rekam medis pasien, data yang
persentasenya.
diabetes melitus tipe 2 yang meliputi umur dan jenis kelamin dihitung
dengan cara jumlah umur dan jenis kelamin dibagi dengan jumlah
umum pola peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dihitung dengan cara
2013, dikaji secara teoritis berdasarkan studi literatur yang mengacu pada
Tatro (2007), Baxter (2010), Chelmow et al., (2014) dan Hansten and Horn
berdasarkan studi literatur yang mengacu pada Tatro (2007), Baxter (2010),
Chelmow et al., (2014) dan Hansten and Horn (2002)., selanjutnya dihitung
dengan cara kategori signifikansi klinis interaksi obat dibagi dengan jumlah
Data yang diperoleh dari rekam medis pasien akan disajikan dalam bentuk
tabel dan diagram. Hasil analisis data mencakup karakteristik pasien diabetes
melitus tipe 2, gambaran umum pola peresepan pasien diabetes melitus tipe 2,
persentase interaksi obat dan kategori signifikansi klinis interaksi obat pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
G. Keterbatasan Penelitian
maka tidak dapat mencegah terjadinya interaksi obat secara langsung. Pembahasan
pada penelitian ini hanya sebatas kemungkinan terjadinya interaksi antara obat
dengan obat lain. Analisis data mengenai interaksi obat hanya sebatas berdasarkan
data-data pada peresepan saja dan literatur yang digunakan oleh peneliti tanpa
adanya konfirmasi lebih lanjut terkait aturan pakai, cara pemberian, dosis dan kadar
BAB IV
Yogyakarta periode Desember tahun 2013 disajikan dalam tiga bagian. Bagian
mengenai gambaran pola peresepan pasien diabetes melitus tipe 2. Bagian ketiga
mengenai studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2.
Panembahan Senopati Bantul periode Desember 2013 pada penelitian ini meliputi
melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul periode
Desember 2013 dapat dibagi menjadi dua kelompok umur yaitu adult dan geriatri.
Adult memiliki rentang umur 15 tahun hingga 59 tahun dan geriatri memiliki rentang
umur lebih besar dari atau sama dengan 60 tahun (Ahmad, 2001) dan (Madhu and
Sreedevi, 2013).
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Pada Tabel II dapat terlihat bahwa dari 102 pasien yang terdiri dari 102
lembar resep persentase umur yang paling banyak mengidap diabetes melitus tipe 2
terdapat pada kelompok umur adult yaitu sebesar 60,8% kemudian diikuti dengan
kelompok geriatri sebesar 39,2%. Kelompok umur adult yang paling banyak
mengidap diabetes melitus tipe 2 adalah pada umur 55 hingga 59 tahun (27,5%).
Pada penelitian tidak terdapat kelompok umur adult yaitu antara 15 hingga 34 tahun
dan Pattiwael (2004) yang juga meneliti pasien diabetes melitus tipe 2 pada semua
kelompok umur (pediatri, adult dan geriatri). Persentase umur yang paling banyak
mengidap diabetes melitus tipe 2 terdapat pada kelompok umur adult. Seiring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
dengan bertambahnya umur risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 akan semakin
meningkat, kebanyakan menyerang pasien dengan umur lebih dari 40 tahun baik
yang disebabkan karena faktor genetik, gaya hidup, obesitas, kurang berolahraga dan
Pada umur lebih dari 40 tahun mulai terjadi proses penuaan yang dapat
gangguan pada fungsi pankreas dan kerja insulin serta berkurangnya kemampuan sel
beta pankreas dalam memproduksi dan mensekresi insulin. Selain itu terjadi
peningkatan kadar lemak di otot yang dapat memicu terjadinya resistensi insulin
37,2%
Perempuan
62,8%
Laki-laki
Dilihat dari Gambar 5 di atas pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 lebih
(37,3%). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Indriani (2005)
dan Pattiwael (2004), diperoleh hasil bahwa proporsi jenis kelamin perempuan lebih
Jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor risiko penyebab terjadinya
diabetes melitus tipe 2 yang tidak dapat dimodifikasi (Goldstein and Wieland, 2008).
Perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk terkena
diabetes melitus tipe 2, karena secara fisik perempuan mempunyai peluang yang
lebih besar dalam peningkatan indeks masa tubuh. Perempuan mengalami sindroma
terakumulasi akibat dari proses hormonal tersebut (Huether and McCance, 2008)
Gambaran pola peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 terdiri dari enam
bagian. Bagian pertama mengenai proporsi penggunaan obat hipoglikemik dan obat
lain. Bagian kedua mengenai jumlah obat tiap lembar resep. Bagian ketiga mengenai
cara pemberian obat. Bagian keempat mengenai golongan obat hipoglikemik tiap
lembar resep. Bagian kelima mengenai jenis obat hipoglikemik tiap lembar resep
dan bagian keenam mengenai kombinasi obat hipoglikemik tiap lembar resep.
2013 terdiri dari obat hipoglikemik dan obat lain. Jumlah obat lain yaitu sebanyak
326 obat dan obat hipoglikemik sebanyak 172 obat, sehingga total jumlah obat
dalam 102 lembar resep yang terdiri 102 pasien adalah sebanyak 498 obat. Hal
34, 5% (172)
(34,5%). Pasien yang mengalami diabetes melitus tipe 2 tidak hanya mendapatkan
obat hipoglikemik dalam mengontrol kadar glukosa darah di dalam tubuh namun
penyerta. Jumlah obat lain yang digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2
pasien, obat lain juga digunakan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang dapat
2. Jumlah obat tiap lembar resep pada peresepan pasien diabetes melitus tipe
2.
Pada bagian kedua ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama mengenai
jumlah obat tiap lembar resep. Bagian kedua mengenai jumlah obat hipoglikemik
tiap lembar resep dan bagian ketiga mengenai jumlah obat lain tiap lembar resep.
a. Jumlah obat tiap lembar resep pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2.
Pada pengobatan diabetes melitus tipe 2, pasien mendapatkan lebih dari satu
jenis obat, baik obat hipoglikemik maupun obat lain. Berikut jumlah obat
pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD
lembar resep.
sampai empat jenis memiliki persentase yang paling besar (44,1%). Pasien
dan tidak terdapat pasien yang menggunakan obat berjumlah satu sampai dua
jenis dan lebih besar dari atau sama dengan sepuluh jenis.
jumlah yang paling banyak kemudian dikuti oleh obat yang berjumlah lima
sampai enam jenis. Pasien yang menggunakan obat berjumlah lebih dari atau
obat lebih dari satu jenis. Sebagian besar jumlah obat yang dikonsumsi oleh
pasien diabetes melitus tipe 2 adalah lebih dari satu jenis obat yaitu antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
tiga sampai empat jenis obat (American Diabetes Association, 2013) dan
(Syamsudin, 2011).
b. Jumlah obat hipoglikemik tiap lembar resep pada peresepan pasien diabetes
bawah ini.
Tabel IV. Distribusi jumlah obat hipoglikemik tiap lembar resep pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember
2013
No Jumlah obat ∑ Lembar Persentase (%)
hipoglikemik tiap resep N= 102
lembar resep
1 1 41 40,2
2 2 53 51,9
3 3 7 6,9
4 4 1 1,0
Total lembar resep 102 100
jumlah obat hipoglikemik sebanyak satu jenis (40,2%), diikuti dengan pasien
yang menerima jumlah obat hipoglikemik sebanyak tiga jenis (6,9%). Pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Hasil ini sesuai dengan penelitian Pattiwael (2004), yaitu pasien yang
sebanyak satu jenis dan tiga jenis. Pasien yang menerima jumlah obat
pengobatan diabetes melitus tipe 2 baik antara obat hipoglikemik oral dengan
obat hipoglikemik oral maupun antara obat hipoglikemik oral dengan insulin
mengontrol kadar glukosa darah dengan baik, dapat memperbaiki fungsi dari
sel beta pankreas dan tidak merusak ginjal. Kombinasi dua obat
c. Jumlah obat lain tiap lembar resep pada peresepan pasien diabetes melitus
tipe 2. Jumlah obat lain yang digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Desember 2013 yang menerima jumlah obat lain sebanyak dua jenis
lain sebanyak tiga jenis (31,4%), diikuti dengan pasien yang menerima
jumlah obat lain sebanyak empat jenis (14,7%), lima jenis (11,8%) enam
jenis (3,9%) dan satu jenis (2,9%). Pasien yang menerima jumlah obat lain
penyakit penyerta menggunakan obat lain lebih dari satu jenis. Sebagian
besar jumlah obat yang dikonsumsi oleh pasien diabetes melitus tipe 2 adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
lebih dari satu jenis obat lain yaitu antara dua sampai tiga jenis obat
Pada bagian ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama mengenai cara
pemberian hipoglikemik tiap lembar resep. Bagian kedua mengenai cara pemberian
a. Cara pemberian obat hipoglikemik tiap lembar resep. Cara pemberian obat
hipoglikemik yang terdiri dari obat hipoglikemik oral dan insulin yang
9,3%
Per oral
Subkutan
90,7%
yang digunakan secara per oral memiliki persentase lebih besar (90,7%)
kutan (9,3%) sebanyak 16 obat. Hal ini sesuai dengan penelitian Pattiwael
pemberian per oral. Penggunaan insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2
diberikan pada terapi lini kedua dengan pemberian secara subkutan. Pada
terapi lini kedua pada pengobatan diabetes melitus tipe 2 insulin dapat
darah pasien (Inzucchi et al., 2012). Pemberian insulin secara sub kutan
b. Cara pemberian obat lain tiap lembar resep. Cara pemberian obat lain pada
0.9%
Per oral
Topikal
99.1%
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dapat dibedakan menjadi dua yaitu
secara per oral dan topikal. Persentase tertinggi adalah pemberian obat secara
per oral (99,1%) sebanyak 323 obat diikuti dengan pemberian obat secara
secara per oral. Penggunaan obat secara per oral dapat dilakukan oleh semua
kelompok umur, mudah untuk dibawa apabila bepergian dan memiliki harga
2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
hipoglikemik oral dan insulin. Terdapat delapan golongan obat hipoglikemik oral
Insulin dapat digolongkan menjadi lima golongan yaitu insulin yang bekerja
cepat (rapid action), insulin yang bekerja secara singkat (short action), insulin yang
bekerja sedang (intermediate acting), insulin yang bekerja lama (long acting) dan
pre-mixed insulins atau insulin kombinasi (Triplitt, 2008) dan (Inzucchi et al.,
2012).
Tabel VI. Distribusi golongan obat hipoglikemik tiap lembar resep pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Golongan obat hipoglikemik Jumlah Persentase
(%)
N= 102
1 Sulfonilurea 77 44,8
2 Biguanid 63 36,6
3 Inhibitor α-glukosidase 15 8,7
4 Thiazolidinedion 1 0,6
5 Insulin kombinasi atau pre-mixed 14 8,1
insulins
6 Insulin yang bekerja lama (long acting) 2 1,2
Total jumlah golongan obat hipoglikemik 172 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
dan insulin yang digunakan pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di
banyak digunakan pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat
insulins atau insulin kombinasi (8,1%). Golongan insulin yang bekerja lama (long
digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2 adalah sulfonilurea, lalu golongan
hipoglikemik oral tertua dan telah lama digunakan untuk mengobati penyakit
diabetes melitus tipe 2. Terdapat dua generasi sulfonilurea yaitu generasi pertama
dan generasi kedua. Sulfonilurea generasi kedua lebih banyak digunakan daripada
sulfonilurea generasi pertama karena terkait efek samping dan interaksi obat
(Katzung, 2012).
melitus tipe 2 setelah golongan obat biguanid atau dapat dikombinasikan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
mengendalikan kondisi hiperglikemia yang tidak dapat dikendalikan dengan diet dan
Pada Tabel VII dapat dilihat jenis obat hipoglikemik yang digunakan pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
glipizid dan gliklazid merupakan jenis obat hipoglikemik oral dari golongan
sulfonilurea.
insulin long acting atau yang bekerja lama. Kombinasi insulin aspart dan protamin
serta kombinasi insulin lispro dan protamin merupakan jenis obat hipoglikemik dari
Tabel VII. Distribusi jenis obat hipoglikemik tiap lembar resep pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Jenis obat hipoglikemik ∑ Lembar Persentase (%)
resep N= 102
Golongan Biguanid
1. Metformin 63 36,6
Golongan Sulfonilurea
1. Glimepirid 47 27,3
2. Gliquidon 19 11,1
3. Glibenklamid 7 4,0
4. Glipizid 2 1,2
5. Gliklazid 2 1,2
Golongan α–Glukosidase Inhibitor
1. Acarbose 15 8,7
Golongan Pre-mixed insulins atau Insulin kombinasi
1. Insulin aspart dan insulin 12 6,9
protamin
2. Insulin lispro dan insulin 2 1,2
protamin
Golongan Insulin yang bekerja lama (long acting)
1. Insulin detemir 2 1,2
Golongan Thiazolidinedion
1. Pioglitazon 1 0,6
Total jenis obat hipoglikemik 172 100
Berdasarkan Tabel VII di atas jenis obat hipoglikemik yang paling banyak
digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD
gliklazid, gabungan insulin lispro dan protamin, insulin detemir (1,2%) dan
jenis obat hipoglikemik yang paling banyak digunakan oleh pasien diabetes melitus
yang digunakan sebagai pilihan terapi utama pada pengobatan diabetes melitus tipe
2 baik digunakan dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk kombinasi dengan
insulin atau dengan obat hipoglikemik oral lainnya (Inzucchi et al., 2012).
Metformin sering diresepkan oleh dokter dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2
karena aman digunakan pada semua kelompok umur (Triplitt, 2008). Metformin
digunakan sebagai pilihan terapi kedua setelah metformin baik digunakan secara
yang paling banyak digunakan adalah glimepirid, hal ini disebabkan karena
glimepirid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan dosis tunggal harian
terendah yaitu 1 mg. Glimepirid memiliki masa kerja yang lama dengan waktu paruh
lima jam sehingga dosis dapat diberikan sekali sehari (Katzung, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
2.
menggunakan pengobatan kombinasi baik antara obat hipoglikemik oral dengan obat
hipoglikemik oral maupun antara obat hipoglikemik oral dengan insulin. Tujuan dari
kombinasi tersebut adalah untuk mengendalikan kadar glukosa darah pasien secara
optimal (Tjay and Rahardja, 2007) dan (Triplitt, 2008). Pada Tabel VIII di bawah ini
dapat dilihat kombinasi obat hipoglikemik yang digunakan pada peresepan pasien
banyak digunakan pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat
Tabel VIII. Distribusi kombinasi obat hipoglikemik tiap lembar resep pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Kombinasi obat hipoglikemik ∑ Persentase
Lembar (%)
resep N= 102
1. Sulfonilurea + Biguanid 34 61,8
2. Sulfonilurea + Inhibitor α-Glukosidase 5 9,1
3. Biguanid + Insulin 5 9,1
4. Biguanid + Inhibitor α-Glukosidase 1 1,8
5. Biguanid + Thiazolidinedion 1 1,8
6. Inhibitor α-Glukosidase + Insulin 1 1,8
7. Sulfonilurea + Biguanid + Inhibitor α- 3 5,5
Glukosidase
8. Sulfonilurea + Biguanid + Inhibitor α- 3 5,5
Glukosidase
9. Sulfonilurea + Inhibitor α-Glukosidase + 1 1,8
Insulin
10. Biguanid+ Inhibitor α-Glukosidase + Insulin 1 1,8
Total kombinasi obat hipoglikemik 55 100
paling banyak digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2 adalah kombinasi obat
acarbose. Pilihan terapi utama pada penggunaan kombinasi obat hipoglikemik oral
adalah biguanid dengan sulfonilurea generasi kedua, setelah itu dapat digunakan
terhadap jaringan perifer dan disfungsi sel beta pankreas. Terapi kombinasi antara
biguanid yaitu metformin dengan sulfonilurea yaitu glimepirid lebih efektif dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
mengontrol kadar glukosa darah, karena kedua obat tersebut memiliki mekanisme
kerja yang saling melengkapi, menurunkan HBA1c pasien sebesar 1,4% dan dapat
glukosa darah setelah makan dan metformin dapat mengontrol kadar glukosa darah
darah dengan cara merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas. Biguanid
hati sehingga terjadi penurunan resistensi insulin (Pravinkumar and Gokul, 2011).
tidak menyebabkan kenaikan berat badan dan menurunkan kadar lipid di dalam
and Gokul, 2011). Sufonilurea generasi kedua banyak digunakan sebagai terapi
kombinasi dengan metformin karena memiliki efek samping dan interaksi obat yang
Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati periode Desember 2013 terdiri
dari enam bagian. Bagian pertama mengenai persentase interaksi obat pada
interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap seluruh
dengan obat hipoglikemik dan antara obat hipoglikemik dengan obat lain pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2. Bagian keempat mengenai jenis interaksi
obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2. Bagian kelima mengenai
persentase kategori signifikansi klinis interaksi obat pada peresepan pasien diabetes
melitus tipe 2. Bagian keenam mengenai mekanisme dan efek interaksi obat pada
Desember 2013 adalah sebanyak 139 interaksi obat. Jumlah pasien diabetes melitus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan pada periode Desember tahun 2013 sebanyak 102
25,5% (26)
Terdapat interaksi obat
74,5% (76)
Tidak Terdapat interaksi
obat
pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati
diabetes melitus tipe 2 yang mengalami interaksi obat dan sebanyak 26 pasien
Pada pengobatan diabetes melitus tipe 2 pasien menerima lebih dari satu
macam jenis obat baik untuk mengontrol kadar glukosa darah dan untuk mengobati
obat (Syamsudin, 2011) dan (Triplitt, 2006). Obat antidiabetik berpotensi dalam
Jumlah seluruh pasien rawat jalan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta pada periode Desember 2013 adalah sebanyak 16.892
pasien. Bedasarkan pada Gambar 10 di bawah ini persentase interaksi obat pada
pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap seluruh pasien di Instalasi Rawat Jalan
sebanyak 0,4 %.
0,4%
terdapat interaksi obat dengan jumlah yang relatif kecil. Bagi kepentingan pasien
adanya interaksi obat walaupun dengan jumlah yang relatif kecil, harus tetap
pasien. Interaksi obat yang terjadi dapat menimbulkan efek yang menguntungkan
seharusnya hal ini perlu lebih dicermati, dilakukan monitoring dan kombinasi obat
interaksi obat yang menguntungkan, agar tujuan pengobatan dapat tercapai dan
mengurangi terjadinya efek samping obat, tidak perlu dihindari namun harus tetap
dan antara obat hipoglikemik dengan obat lain pada peresepan pasien
Interaksi obat antara obat hipoglikemik dengan obat hipoglikemik dan antara
obat hipoglikemik dengan obat lain di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
Senopati Bantul Yogyakarta pada bulan Desember 2013 disajikan pada Gambar 11
di bawah ini.
3,6%
antara obat hipoglikemik dengan obat lain memiliki persentase yang lebih tinggi
(96,4%) yaitu sebanyak 134 interaksi obat dibandingkan dengan interaksi obat
interaksi obat. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanti (2004) dan Suryawanti
dengan obat lain memiliki persentase yang lebih tinggi yaitu sebanyak 58,9%
yaitu sebanyak 41,1%. Pada penelitian Suryawanti (2004), interaksi antara obat
hipoglikemik dengan obat lain memiliki persentase yang lebih tinggi yaitu sebanyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
obat lain dibandingkan dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat hipoglikemik oral
dan insulin dapat dipengaruhi efeknya dengan cara berinteraksi dengan obat-obat
lain (Tjay dan Rahardja, 2007). Dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2 selain
menggunakan obat hipoglikemik oral atau insulin, pasien juga menggunakan obat
Pasien diabetes melitus tipe 2 menerima obat lain untuk mengatasi penyakit
obat lain lebih tinggi dibandingkan interaksi antar obat hipoglikemik dengan obat
maupun penyakit penyerta pasien memiliki mekanisme yang berbeda dengan obat
mengurangi keefektifan obat lain, meningkatkan toksisitas obat dan terjadi efek yang
4. Proporsi jenis interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2
dan interaksi farmakokinetik. Jenis interaksi obat pada peresepan pasien diabetes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
pada periode Desember 2013 dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.
pasien diabetes melitus tipe 2 yang paling besar adalah jenis interaksi obat
penelitian Pattiwael (2004) dan Suryawanti (2004). Pada penelitian Pattiwael (2004),
jenis interaksi obat farmakodinamik memiliki persentase yang lebih tinggi yaitu
19,2%.
41%
Interaksi
farmakodinamik
59%
Interaksi
farmakokinetik
memiliki persentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 72,9% dibandingkan interaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Desai dan Dikshit (2013), jenis interaksi obat farmakodinamik memiliki jumlah
yang lebih besar yaitu 57,1% dibandingkan dengan jenis interaksi obat
farmakokinetik yaitu 42,9%. Interaksi antar obat hipoglikemik dan dengan obat lain
(2007), Baxter (2010), Chelmow et al., (2014) dan Hansten and Horn (2002) dapat
interaksi obat yang paling besar adalah kategori signifikansi klinis signifikan (43
interaksi obat), kemudian diikuti oleh kategori signifikansi klinis minor (42 interaksi
obat) serta tidak terdapat kategori signifikansi klinis serius berdasarkan Chelmow et
al., (2014). Menurut Chelmow et al., (2014) pada kategori signifikansi klinis
interaksi obat serius, kombinasi obat tidak dapat digunakan atau harus dihindari
pemilihan obat lain yang tidak membahayakan kondisi pasien. (Chelmow et al.,
monitoring secara ketat terhadap kombinasi obat yang diberikan kepada pasien,
diperlukan adanya penyesuaian dosis antara kedua obat dan modifikasi waktu
pemberian obat. Pada kategori signifikansi klinis interaksi obat minor atau tidak
signifikan kombinasi obat dapat diberikan kepada pasien karena tidak menimbulkan
efek yang membahayakan bagi pasien, namun harus tetap dilakukan monitoring
Menurut Tatro (2007), pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 terdapat
sebanyak 4 interaksi obat. Tidak terdapat kategori signifikansi klinis 1 dan 3 pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
penurunan dari status klinik pasien sehingga dibutuhkan terapi tambahan atau
established (interaksi obat sangat mantap terjadi), probable (interaksi dapat terjadi)
moderat, efek yang ditimbulkan dapat berbahaya karena dapat dapat mengubah
mengenai interaksi obat adalah possible atau interaksi obat belum pasti terjadi.
ditimbulkan ringan, respon klinik pasien dapat mengalami perubahan atau tidak dan
dokumentasi mengenai interaksi obat adalah possible atau interaksi obat belum pasti
terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Menurut literatur Hansten and Horn (2002), pada peresepan pasien diabetes
melitus tipe 2 terdapat kategori signifikansi klinis ketiga sebesar 12 interaksi obat.
Tidak terdapat kategori signifikansi klinis pertama dan kedua pada peresepan pasien
diabetes melitus tipe 2. Kategori signifikansi klinis ketiga menurut literatur Hansten
and Horn (2002), kombinasi obat memberikan risiko yang kecil, memiliki manfaat
yang lebih banyak daripada risiko yang ditimbulkan. Pasien harus dimonitoring
insulin kombinasi atau pre-mixed insulins dengan allopurinol. Interaksi obat yang
6. Mekanisme dan efek interaksi obat antara obat hipoglikemik dengan obat
mekanisme terjadinya interaksi dan efek yang ditimbulkan akibat adanya interaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
antara obat hipoglikemik dengan obat lain dan antara obat hipoglikemik dengan obat
hipoglikemik mengacu pada literatur Tatro (2007), Baxter (2010), Chelmow et al.,
Tabel X. Mekanisme dan efek interaksi obat antar obat hipoglikemik dengan obat lain pada peresepan pasien diabetes melitus tipe
2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 berdasarkan kajian
literatur (N=102)
No Obat Obat lain Mekanisme dan efek interaksi Jenis interaksi Kategori Jumlah Managemen interaksi
hipoglike obat obat signifikansi interaksi obat
mia klinis obat
1. Glimepirid Amlodipin Amlodipin menurunkan efek Interaksi - 18 Monitoring kadar glukosa
glimepirid sehingga farmakodinamik darah pasien dan waktu
menimbulkan efek hiperglikemia yaitu pemberian kedua obat tidak
(Owolabi and Omogbai, 2011) antagonisme diberikan secara
dan (Prajapat, 2013). (Murthy and bersamaan.
Mayuren, 2008).
2. Glimepirid Simvastati Simvastatin meningkatkan efek Interaksi Kategori 11 Monitoring kadar glukosa
n glimepirid sehingga dapat farmakokinetik signifikansi darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses klinis 5 dosis glimepirid dan
(Tatro, 2007). metabolisme (Tatro, simvastatin (Tatro, 2007).
(Tatro, 2007). 2007).
3. Glimepirid Captopril Captopril meningkatkan efek Interaksi Signifikan 10 Monitoring kadar glukosa
glimepirid, sehingga dapat farmakodinamik (Chelmow et darah pasien dan
menimbulkan risiko terjadinya yaitu sinergisme al., 2014). penyesuaian dosis obat
hipoglikemia (Chelmow et al., (Chelmow et al., kedua obat.
2014) dan (Hasnuddin, 2012). 2014).
4. Glimepirid Meloxica Meloxicam meningkatkan efek Interaksi Signifikan 9 Monitoring kadar glukosa
m glimepirid sehingga farmakokinetik (Chelmow et darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses al., 2014). dosis kedua obat (Lacy,
(Chelmow et al., 2014). metabolisme 2012) dan (Chelmow et al.,
(Chelmow et al., 2014)
2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
Lanjutan Tabel X
5. Glimepirid KCL Kalium klorida meningkatkan Interaksi Minor atau 6 Monitoring kadar glukosa
efek glimepirid, sehingga dapatfarmakodinamik tidak darah dan penyesuaian
menimbulkan risiko terjadinya yaitu sinergisme signifikan dosis obat kedua obat.
hipoglikemia (Chelmow et al., (Chelmow et al., (Chelmow et
2014) 2014). al., 2014).
6. Glimepirid Fenofibrat Fenofibrat meningkatkan efek Interaksi Signifikan 4 Monitoring kadar glukosa
glimepirid sehingga dapat farmakokinetik (Chelmow et dan penyesuaian dosis
menimbulkan efek hipoglikemia pada proses al., 2014). kedua obat. (Lacy, 2012).
(Chelmow et al., 2014). distribusi dan
ekskresi (Baxter,
2011) dan
(Chelmow et al.,
2014).
7. Glimepirid Asetosal Asetosal meningkatkan efek Interaksi Kategori 3 Monitoring kadar glukosa
glimepirid sehingga dapat farmakokinetik signifikansi darah dan apabila terjadi
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses klinis 2 efek hipoglikemia maka
(Chelmow et al., 2014) dan distribusi (Tatro, dosis glimepirid diturunkan
(Tatro, 2007). (Chelmow et al., 2007). (Tatro, 2007).
2014) dan
(Tatro, 2007).
8. Glimepirid HCT Hidroklorotiazid mengurangi Interaksi Minor atau 2 Modifikasi waktu
efek glimepirid sehingga dapat farmakodinamik tidak pemberian kedua obat dan
menimbulkan efek hiperglikemia yaitu signifikan monitoring kadar glukosa
(Chelmow et al., 2014) dan antagonisme (Chelmow et darah (Syamsudin, 2011).
(Lacy, 2012). (Chelmow et al., al., 2014).
2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
Lanjutan Tabel X
Lanjutan Tabel X
12. Glimepirid Flukonazo Flukonazol meningkatkan efek Interaksi Signifikan 1 Monitoring kadar glukosa
l glimepirid sehingga farmakokinetik (Chelmow et darah, jika terjadi
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu al., 2014). hipoglikemia maka
(Chelmow et al., 2014). metabolisme dilakukan penghentian
(Chelmow et al., pemberian flukonazol dan
2014). penyesuaian dosis
glimepirid (Lacy, 2012)
dan (Chelmow et al.,
2014).
13. Glibenklam Captopril Captopril meningkatkan efek Interaksi Signifikan 3 Monitoring kadar glukosa
id glibenklamid sehingga farmakodinamik (Chelmow et darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme al., 2014). dosis kedua obat (Baxter,
(Baxter, 2010), (Chelmow et al., (Chelmow et al., Menurut 2010).
2014) dan (Hansten and Horn, 2014). Hansten and
2002). Horn (2002),
termasuk
signifikansi
klinis
kategori
ketiga.
14. Glibenklam Amlodipin Amlodipin menurunkan efek Interaksi - 2 Monitoring kadar glukosa
id glibenklamid sehingga farmakodinamik darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hiperglikemia yaitu dosis kedua obat (Lacy,
(Owolabi and Omogbai, 2011) antagonisme 2012), (Swamy, 2010) dan
dan (Prajapat, 2013). (Murthy and (Tatro, 2007).
Mayuren, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
Lanjutan Tabel X
15. Glibenklam Omeprazo Omeprazol meningkatkan efek Interaksi Kategori 1 Modifikasi waktu
id l glibenklamid sehingga farmakokinetik signifikansi pemberian kedua obat dan
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses klinis 4 monitoring kadar glukosa
(Chelmow et al., 2014) dan absorbsi dan (Tatrro, darah (Syamsudin, 2011).
(Tatro, 2007). metabolisme 2007).
(Chelmow et al.,
2014).
16. Glibenklam Simvastati Simvastatin meningkatkan efek Interaksi Kategori 1 Penurunan dosis
id n glibenklamid sehingga farmakokinetik signifikansi glibenklamid dan
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses klinis 5 monitoring terhadap kadar
(Tatro, 2007). metabolisme (Tatro, glukosa darah (Tatro,
(Chelmow et al., 2007). 2007).
2014).
17. Glibenklam Meloxica Meloxicam meningkatkan efek Interaksi Signifikan 1 Monitoring terhadap kadar
id m glibenklamid sehingga farmakokinetik (Chelmow et glukosa darah pasien dan
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses al., 2014). penyesuaian dosis kedua
(Chelmow et al., 2014). metabolisme obat (Lacy, 2012).
(Chelmow et al.,
2014).
18. Glibenklam Lanzopraz Lanzoprazol meningkatkan efek Interaksi Kategori 1 Monitoring kadar glukosa
id ol glibenklamid sehingga farmakokinetik signifikansi darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu klinis 4 dosis kedua obat
(Chelmow et al., 2014) dan metabolisme (Tatro, (Chelmow et al., 2014) dan
(Tatro, 2007). (Chelmow et al., 2007). (Zhou and Meibohm,
2014). 2013).
19. Glibenklam Furosemid Furosemid menurunkan efek Interaksi Kategori 1 Waktu pemberian kedua
id metformin sehingga dapat farmakodinamik signifikansi obat tidak diberikan secara
menimbulkan efek hiperglikemia yaitu klinis 5 bersamaan dan monitoring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
Lanjutan Tabel X
(Tatro, 2007). antagonisme (Tatro, kadar glukosa darah
(Chelmow et al., 2007). (Lacobelis, 2006) dan
2014). (Syamsudin, 2011).
20. Gliquidon KCl Kalium klorida meningkatkan Interaksi Minor atau 1 Monitoring kadar glukosa
efek gliquidon sehingga farmakodinamik tidak darah dan modifikasi dosis
menyebabkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme signifikan obat kedua obat (Chelmow
(Chelmow et al., 2014). (Chelmow et al., (Chelmow et et al., 2014).
2014). al., 2014).
21. Gliquidon Captopril Captopril meningkatkan efek Interaksi Signifikan 4 Monitoring kadar glukosa
gliquidon sehingga farmakodinamik (Chelmow et darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme al., 2014). dosis kedua obat (Baxter,
(Chelmow et al., 2014) dan (Chelmow et al., 2010).
(Hasnuddin, 2012). 2014).
22. Gliquidon HCT Hidroklorotiazid mengurangi Interaksi Minor atau 2 Monitoring kadar glukosa
efek gliquidon sehingga farmakodinamik tidak darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hiperglikemia yaitu signifikan dosis kedua obat (Lacy,
(Chelmow et al., 2014) dan antagonisme (Chelmow et 2012).
(Lacy, 2012). (Chelmow et al., al., 2014).
2014).
23. Gliquidon Meloxica Meloxicam meningkatkan efek Interaksi Signifikan 1 Monitoring kadar glukosa
m gliquidon sehingga farmakokinetik (Chelmow et darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses al., 2014). dosis kedua obat (Lacy,
(Chelmow et al., 2014). metabolism 2012).
(Chelmow et al.,
2014).
24. Glipizid KCl Kalium klorida meningkatkan Interaksi Minor atau 1 Monitoring kadar glukosa
efek glipizid sehingga farmakodinamik tidak darah dan pengaturan dosis
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme signifikan kedua obat (Chelmow et
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
Lanjutan Tabel X
Lanjutan Tabel X
2014) dan (Zillich, 2006).
(Stuart, 2008).
30. Metformin Ciprofloxa Ciprofloxacin meningkatkan Interaksi Signifikan 2 Monitoring kadar glukosa
cin efek metformin sehingga farmakodinamik (Chelmow et darah dan penyesuaian
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme al., 2014). dosis kedua obat
(Chelmow et al., 2014). (Chelmow et al., (Chelmow et al., 2014).
2014).
31. Metformin Kotrimoks Kotrimoksazol meningkatkan Interaksi Minor atau 1 Monitoring kadar glukosa
azol efek metformin sehingga farmakokinetik tidak darah dan pengaturan dosis
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses signifikan kedua obat (Chelmow et
(Chelmow et al., 2014). ekskresi (Chelmow et al., 2014), (Grun, 2013),
(Chelmow et al., al., 2014). (Kido, 2011) dan (Nies,
2014). 2011).
32. Novomix KCl Kalium klorida meningkatkan Interaksi Minor atau 2 Monitoring kadar glukosa
(pre-mixed efek novomix sehingga farmakodinamik tidak darah pasien dan dilakukan
insulins menimbulkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme signifikan penyesuaian dosis kedua
atau insulin (Chelmow et al., 2014). (Chelmow et al., (Chelmow et obat (Chelmow et al.,
kombinasi) 2014). al., 2014). 2014).
33. Novomix Allopurin Allopurinol berpengaruh pada Interaksi - 2 Monitoring kadar glukosa
(pre-mixed ol kontrol glikemik pasien diabetes farmakodinamik darah dan pengaturan dosis
insulins melitus tipe 2 yang menerima (Baxter, 2010). kedua obat (Chelmow et
atau insulin insulin, mengakibatkan al., 2014) dan (Zhou and
kombinasi) penurunan toleransi glukosa, Meibohm, 2013).
tetapi meningkatkan respon
insulin sehingga terjadi
peningkatan resistensi insulin
(Baxter, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
Lanjutan Tabel X
34. Metformin Dexameta Dexametason menurunkan efek Interaksi Minor atau 1 Monitoring kadar glukosa
son metformin sehingga dapat farmakodinamik tidak dan waktu pemberian
menimbulkan efek hiperglikemia yaitu signifikan kedua obat tidak diberikan
(Chelmow et al., 2014). antagonisme (Chelmow et secara bersamaan
(Chelmow et al., al., 2014). (Chelmow et al., 2014).
2014).
35. Metformin Nifedipin Nifedipin menurunkan efek Interaksi Minor atau 1 Monitoring kadar glukosa
metformin sehingga dapat farmakokinetik tidak darah dan apabila terjadi
menimbulkan efek hiperglikemi yaitu pada proses signifikan efek samping yaitu mual,
(Chelmow et al., 2014) dan absorbsi (Chelmow et muntah, diare serta waktu
(Marquito, 2013). (Chelmow et al., al., 2014). pemberian kedua obat tidak
2014). diberikan secara bersamaan
(Chelmow et al., 2014),
(Marquito, 2013) dan
(Woo and Wynne, 2011).
36. Metformin Ranitidin Ranitidin meningkatkan efek Interaksi Minor atau 1 Monitoring terhadap kadar
metformin sehingga farmakokinetik tidak glukosa darah dan
menimbulkan efek hipoglikemia yaitu pada proses signifikan dilakukan penyesuaian
(Chelmow et al., 2014). ekskresi (Chelmow et dosis kedua obat (Baxter,
(Chelmow et al., al., 2014). 2010) dan (Dinesh, 2007).
2014).
37. Novomix HCT Hidroklorotiazid mengurangi Interaksi Minor atau 1 Waktu pemberian kedua
(pre-mixed efek dari novomix sehingga farmakodinamik tidak obat tidak diberikan secara
insulins menyebabkan efek hiperglikemia yaitu signifikan bersamaan dan monitoring
atau insulin (Brophy, 2010), (Chelmow et antagonisme (Chelmow et kadar glukosa darah dan
kombinasi) al., 2014) dan (Stuart, 2008). (Chelmow et al., al., 2014). (Syamsudin, 2011).
2014), (Stuart,
2008) dan
(Kumar, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
Lanjutan Tabel X
38. Novomix Asetosal Interaksi antara asetosal dan Interaksi Kategori 1 Monitoring glukosa darah
(pre-mixed insulin berpotensi menurunkan farmakodinamik signifikansi diperlukan saat memulai
insulins kadar serum glukosa. Terjadi yaitu aditif klinis 2 pemberian, penghentian
atau insulin peningkatan konsentrasi insulin (Baxter, 2010). (Tatro, dan penggantian dosis
kombinasi) basal (Tatro, 2007). 2007). bersamaan dengan
penggunaan captopril
(Hansten and Horn, 2002)
dan (Baxter, 2010).
39. Novomix Captopril Captopril meningkatkan efek Interaksi Signifikan 1 Monitoring kadar glukosa
(pre-mixed novomix, sehingga farmakodinamik (Chelmow et darah dan modifikasi
insulins menimbulkan efek hipoglikemia yaitu sinergisme al., 2014). waktu pemberian kedua
atau insulin (Baxter, 2010) dan (Chelmow et (Chelmow et al., Menurut obat.
kombinasi) al., 2014). 2014). Hansten and
Horn (2002),
termasuk
signifikansi
klinis
kategori
ketiga.
40. Novomix Gemfibroz Gemfibrozil meningkatkan efek Interaksi Signifikan 1 Penyesuaian dosis kedua
(pre-mixed il novomix, sehingga farmakokinetik (Chelmow et obat dan monitoring kadar
insulins menimbulkan efek hipoglikemia pada proses al., 2014). glukosa darah pasien
atau insulin (Chelmow et al., 2014). distribusi dan (Dinesh, 2007), (Rojas,
kombinasi) ekskresi (Baxter, 2013), (Lacobelis, 2006)
2011) dan dan (Bista, 2006).
(Chelmow et al.,
2014).
41. Humalog Gemfibroz Gemfibrozil meningkatkan efek Interaksi Signifikan 1 Monitoring kadar glukosa
mix cart il humalog mix sehingga farmakokinetik (Chelmow et darah dan penyesuaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
Lanjutan Tabel X
(pre-mixed menimbulkan efek hipoglikemia pada proses al., 2014). dosis kedua obat
insulins (Chelmow et al., 2014). distribusi dan (Chelmow et al., 2014) dan
atau insulin ekskresi (Baxter, (Zhou and Meibohm,
kombinasi) 2011) dan 2013).
(Chelmow et al.,
2014).
Total 134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
Tabel XI. Mekanisme dan efek interaksi obat antar obat hipoglikemik dengan obat hipoglikemik pada peresepan pasien diabetes
melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 berdasarkan
kajian literatur (N=102)
No Obat Obat Mekanisme Jenis interaksi Kategori Jumlah Managemen
hipoglikemik hipoglikemik obat signifikansi interaksi
obat
1 Metformin Pioglitazon Interaksi antara Interaksi - 1 Penyesuaian dosis kedua obat
metformin dan farmakodinamik dan monitoring kadar glukosa
thiazolidinedion yaitu aditif darah (Baxter, 2010),
meningkatkan (Baxter, 2010). (Radhika, 2012) dan (Woo,
sekresi insulin and Wynne, 2011).
(Baxter, 2010).
2 Metformin Acarbose Kombinasi obat ini Interaksi Kategori 4 Mengurangi dosis acarbose
dapat mengurangi farmakokinetik signifikansi dan monitoring kadar glukosa
konsentrasi glukosa yaitu pada proses klinis 5 darah pasien. Apabila pasien
postprandial selama absorbsi (Baxter, (Tatro, mengalami hipoglikemia,
3 jam (Baxter, 2010) 2010). 2007). maka harus ditangani
menggunakan glukosa
(dekstrosa) bukan sukrosa,
karena inhibitor α-glukosidase
dapat menunda pencernaan dan
penyerapan disakarida seperti
sukrosa (Baxter, 2010).
Total 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
Berdasarkan pada Tabel X dan XI di atas mekanisme dan efek dari interaksi
1. Interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat
2013 dengan jumlah kasus terbesar adalah interaksi antara obat hipoglikemik
pelepasan insulin dari sel-sel beta pankreas (Inzucchi et al., 2012). Mekanisme
pelepasan insulin dari sel beta pankreas yaitu glimepirid berikatan dengan
kalium yang sensitif terhadap ATP pada bagian dalam sel beta pankreas.
Channel Blocker yang bekerja dengan cara mengurangi kardiak output dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
sekresi insulin dan terjadi perubahan pada ambilan glukosa dari hati ke sel-sel
pasien dan waktu pemberian kedua obat tidak diberikan secara bersamaan.
2. Interaksi obat antara metformin dengan sohobion (vitamin B1, B6 dan B12)
(12 interaksi obat). Interaksi antara metformin dengan vitamin B12 termasuk
konsentrasi serum vitamin B12 dalam tubuh kurang dari atau sama dengan
148 pmol/L (Reinstatler, 2012). Vitamin B12 di dalam tubuh terlibat dalam
proses metabolisme yaitu pada produksi sel darah merah, sintesis DNA, fungsi
sistem saraf dan perbaikan sel. Gejala klinis yang ditimbulkan dari defisiensi
vitamin B12 adalah anemia, neuropati perifer, depresi, dan gangguan kognitif
(Lehne, 2013). Faktor risiko terjadinya defisiensi vitamin B12 adalah karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
vitamin B12 pada usus halus. Penyerapan vitamin B12 di usus halus
waktu pemberian kedua obat tidak diberikan secara bersamaan dan monitoring
4. Interaksi obat antara glimepirid dan captopril (10 interaksi obat). Interaksi
dosis 50-100 mg/hari atau 25-50 mg dua kali sehari dapat meningkatkan efek
aliran darah ke otot rangka dan jaringan sekitarnya atau dengan menghambat
mekanisme penghambatan kanal ion kalium pada sel beta pankreas (Li et al.,
darah pasien dan penyesuaian dosis kedua obat (Lacy, 2012) dan (Chelmow et
al., 2014).
Interaksi antara metformin dan captopril termasuk dalam jenis interaksi obat
and Horn (2002), interaksi antara metformin dan captopril termasuk dalam
kategori signifikansi klinis kategori ketiga yang berarti kombinasi obat dapat
memberikan risiko atau tingkat keparahan yang bersifat minor atau kecil.
LDL, penurunan trigliserida dan peningkatan HDL. Hal ini berakibat pada
tubuh, sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah dan menimbulkan efek
glukosa di dalam tubuh oleh captopril adalah dengan cara meningkatkan aliran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
yang dilakukan kepada pasien adalah monitoring kadar glukosa darah dan
dapat dikurangi dengan cara penyesuaian dosis obat baik captopril maupun
metformin dan monitoring kadar glukosa darah (Hansten and Horn, 2002) dan
(Baxter, 2010).
minor atau tidak signifikan. Interaksi obat antara metformin dan furosemid
bersamaan dan monitoring kadar glukosa darah pasien (Lacobelis, 2006) dan
(Syamsudin, 2011).
glukosa darah dan penyesuaian dosis obat baik glimepirid maupun KCL
kompetisi pada sekresi tubulus ginjal dan persaingan pengikatan pada protein
yang tidak berikatan dengan protein adalah obat bebas, aktif dan dapat
LDL, penurunan trigliserida dan peningkatan HDL. Hal ini berakibat pada
dalam tubuh, sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah (Keating, 2011)
dan (Zambon and Cusi, 2007). Managemen yang dilakukan adalah monitoring
kadar glukosa pasien dan melakukan penyesuaian dosis pada kedua obat
(Lacy, 2012).
10. Interaksi obat antara gliquidon dengan captopril sebanyak (4 interaksi obat).
HDL. Hal ini berakibat pada peningkatan sensitivitas insulin dan peningakatan
aliran darah ke otot rangka dan jaringan sekitarnya atau dengan menghambat
darah dan mengenali gejala awal munculnya efek hipoglikemia. Risiko yang
11. Interaksi obat antara metformin dengan acarbose (4 interaksi obat). Menurut
Interaksi antara metformin dan acarbose memiliki onset yang cepat, tingkat
keparahan interaksi minor dan dokumentasi interaksi obat belum pasti terjadi
(possible).
adalah mengurangi dosis acarbose dan monitoring kadar glukosa darah pasien.
2010).
klinis minor atau tidak signifikan (Chelmow et al., 2014) dan (Stuart, 2008).
menyebabkan efek hiperglikemia dan efek toksik pada pankreas (Ellison and
Loffing, 2009), (Mandal and Hiebert, 2012), (Raut, 2013), (Zillich, 2006) dan
2010). Sebesar 30% pasien hipertensi yang menggunakan obat ini mengalami
(Syamsudin, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140
peningkatan produksi glukosa oleh hati dan efek inhibitor langsung terhadap
pemberian kedua obat tidak diberikan secara bersamaan dan monitoring kadar
13. Interaksi obat antara glimepirid dengan asetosal (3 interaksi obat). Interaksi
minor atau tidak signifikan (Chelmow et al., 2014). Menurut Tatro (2007),
Obat yang tidak berikatan dengan protein adalah obat bebas, aktif dan
glukosa plasma basal (kadar glukosa darah saat puasa, sebelum makan dan
saat tidur) dan meningkatkan sekresi insulin (Chelmow et al., 2014) dan
(Tatro, 2007).
mekanisme penghambatan kanal ion kalium pada sel beta pankreas, sehingga
glukosa darah pasien dan apabila terjadi efek hipoglikemia maka dosis
klinis kategori ketiga yang berarti kombinasi obat memberikan risiko atau
tingkat keparahan yang bersifat minor atau kecil. Manfaat yang ditimbulkan
lebih banyak daripada kerugian yang ditimbulkan dari interaksi obat antara
captopril tidak perlu dihindari karena pada pasien diabetes melitus tipe 2
peningkatan HDL. Hal ini berakibat pada peningkatan sensitivitas insulin dan
glukosa di dalam tubuh oleh captopril adalah dengan cara meningkatkan aliran
yang dilakukan pada pasien adalah monitoring kadar glukosa darah dan
dapat dikurangi dengan cara penyesuaian dosis obat baik captopril maupun
15. Interaksi obat antara novomix (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi)
dengan kalium klorida (2 interaksi obat). Interaksi yang terjadi antara insulin
mekanisme penghambatan kanal ion kalium pada sel beta pankreas, sehingga
(Haerian, 2008), (Kelesidis and Canseco, 2010) dan (Raut, 2013). Managemen
yang dilakukan adalah monitoring kadar glukosa darah pasien dan dilakukan
memiliki onset yang cepat, tingkat keparahan yang moderat dan tingkat
and Canseco, 2010) dan (Raut, 2013). Managemen yang dilakukan adalah
signifikansi klinis yaitu minor atau tidak signifikan (Chelmow et al., 2014)
2009), (Mandal and Hiebert, 2012) dan (Stuart, 2008). Dosis hidroklorotiazid
peningkatan kadar asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa oleh hati
tingkat keparahan yang moderat dan tingkat dokumentasi belum pasti terjadi
kompetisi pada sekresi tubulus ginjal dan persaingan pengikatan pada protein
dalam tubuh. Obat yang tidak berikatan dengan protein adalah obat bebas,
aktif dan dapat menimbulkan efek farmakologi (Baxter, 2011) dan (Chelmow
et al., 2014).
berkaitan erat dengan obesitas. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147
dilakukan kepada pasien yaitu adalah monitoring kadar glukosa darah pasien
dan pengaturan dosis kedua obat (Chelmow et al., 2014) dan (Zhou and
Meibohm, 2013).
2009).
pelepasan sekresi insulin atau merangsang pelepasan insulin dari sel-sel beta
pankreas (Inzucchi et al., 2012). Mekanisme pelepasan insulin dari sel beta
tinggi yang berhubungan dengan kanal kalium yang sensitif terhadap ATP
pada bagian dalam sel beta pankreas. Pengikatan glimepirid pada reseptornya
yang dapat membuka kanal ion kalsium dan menimbulkan influks kalsium.
(Verma, 2010).
sekresi glukagon dan terjadi perubahan pada ambilan glukosa dari hati ke sel-
(Stuart, 2008) dan (Lacy, 2012). Dosis hidroklorotiazid lebih dari 50 mg/hari
dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan menurunkan efek dari gliquidon
peningkatan produksi glukosa oleh hati dan efek inhibitor langsung terhadap
22. Interaksi obat antara novomix (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi)
23. Interaksi obat antara novomix (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi)
yang berarti kombinasi obat memberikan risiko atau tingkat keparahan yang
Pada pasien diabetes melitus tipe 2 cenderung akan mengalami gangguan pada
peningkatan HDL. Hal ini berakibat pada peningkatan sensitivitas insulin dan
24. Interaksi obat antara metformin dengan ranitidin (1 interaksi obat). Interaksi
minor atau tidak signifikan dan termasuk jenis interaksi obat farmakokinetik
kedua obat dan monitoring kadar glukosa darah pasien (Dinesh, 2007), (Rojas,
25. Interaksi obat antara novomix (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi)
trigliserida dan HDL tidak mengalami perubahan. Hal ini berakibat pada
peningkatan produksi glukosa oleh hati dan efek inhibitor langsung terhadap
modifikasi waktu pemberian kedua obat dan monitoring kadar glukosa darah
26. Interaksi obat antara novomix (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi)
asetosal termasuk kategori signifikansi klinis minor atau tidak signifikan dan
peningkatan konsentrasi insulin basal (saat tidur, sebelum makan dan puasa)
darah pasien dan dilakukan penyesuaian dosis kedua obat (Baxter, 2010) dan
(Dinesh, 2007).
27. Interaksi antara novomix (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi) dengan
termasuk dalam jenis interaksi obat farmakokinetik pada proses distribusi dan
tubuh. Obat yang tidak berikatan dengan protein adalah obat bebas, aktif dan
2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154
kompetisi pada sekresi tubulus ginjal dan persaingan pengikatan pada protein
berkaitan erat dengan obesitas. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang
dosis kedua obat (Chelmow et al., 2014) dan (Zhou and Meibohm, 2013).
29. Interaksi obat antara glibenklamid dan meloxicam (1 interaksi obat). Interaksi
golongan obat NSAID yang dapat meningkatkan efek glimepirid dengan cara
terhadap kadar glukosa darah pasien dan penyesuaian dosis kedua obat (Lacy,
2012).
lanzoprazol memiliki onset yang lambat, tingkat keparahan yang moderat dan
pasien dan penyesuaian dosis kedua obat (Lacy, 2012), (Swamy, 2010) dan
(Tatro, 2007).
31. Interaksi obat antara gliquidon dengan meloxicam (1 interaksi obat). Interaksi
signifikan dan termasuk jenis interaksi obat farmakokinetik yaitu pada proses
terhadap kadar glukosa darah pasien dan penyesuaian dosis kedua obat (Lacy,
2012).
32. Interaksi obat antara acarbose dan kalium klorida (1 interaksi obat). Interaksi
klinis minor atau tidak signifikan. Kalium klorida meningkatkan efek acarbose
tubuh dimetabolisme oleh enzim CYP2C9 (Aronson, 2009), (Lacy, 2012) dan
(Tirkkonen, 2010).
memiliki onset yang lambat, tingkat keparahan interaksi obat moderat dan
2014).
2014).
36. Interaksi antara metformin dengan nifedipin (1 interaksi obat). Interaksi antara
yaitu antagonisme dan termasuk dalam kategori signifikansi klinis minor atau
perubahan pada ambilan glukosa dari hati ke sel-sel lainnya (Goli and Kumar,
dan apabila terjadi efek samping yaitu mual, muntah, diare serta waktu
penyesuaian dosis pada kedua obat dan monitoring kadar glukosa darah
38. Interaksi antara humalog mix cart (pre-mixed insulins atau insulin kombinasi)
proses distribusi dan ekskresi serta termasuk kategori signifikansi klinis yaitu
adalah gemfibrozil dapat meningkatkan efek humalog mix cart sehingga dapat
pengikatan protein humalog mix cart, sehingga lebih banyak obat bebas yang
di dalam tubuh. Obat yang tidak berikatan dengan protein adalah obat bebas,
aktif dan dapat menimbulkan efek farmakologi (Baxter, 2011) dan (Chelmow
et al., 2014).
pada protein plasma. Gemfibrozil akan menghambat sekresi humalog mix cart
perlu dihindari karena pada pasien diabetes melitus tipe 2 cenderung akan
berkaitan erat dengan obesitas. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang
dosis kedua obat (Chelmow et al., 2014) dan (Zhou and Meibohm, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163
glibenklamid dari luar sel masuk ke dalam sel untuk dimetabolisme oleh hati
furosemid memiliki onset yang lambat, tingkat keparahan interaksi minor dan
(Tatro, 2007).
bersamaan dan monitoring kadar glukosa darah pasien (Lacobelis, 2006) dan
(Syamsudin, 2011).
41. Interaksi obat antara gliquidon dengan kalium klorida (1 interaksi obat).
Interaksi antara gliquidon dengan kalium klorida termasuk jenis interaksi obat
pada pasien adalah monitoring kadar glukosa darah pasien dan pengaturan
42. Interaksi obat antara glipizid dengan kalium klorida (1 interaksi obat).
kepada pasien adalah monitoring kadar glukosa darah pasien dan pengaturan
signifikansi klinis minor atau tidak signifikan dan termasuk dalam jenis
(Kido, 2011).
memiliki fungsi sebagai pembawa obat metformin pada fase awal sekresi di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166
adalah monitoring kadar glukosa darah pasien dan pengaturan dosis kedua
obat (Chelmow et al., 2014), (Grun, 2013), (Kido, 2011) dan (Nies, 2011).
D. Ringkasan Pembahasan
melitus tipe 2 yang kebanyakan menyerang usia lebih dari 40 tahun. Persentase
jenis kelamin perempuan lebih banyak mengidap diabetes melitus tipe 2 (62,8%)
Pada gambaran pola peresepan, proporsi penggunaan obat lain lebih besar
dengan obat hipoglikemik. Pasien yang menggunakan obat berjumlah tiga sampai
empat jenis memiliki persentase terbesar (44,1%). Pasien diabetes melitus tipe 2
maupun penyerta menggunakan obat lebih dari satu jenis dan sebagian besar
persentase tertinggi (51,9%) dan pasien yang menerima obat lain sebanyak dua
secara per oral lebih banyak digunakan (90,7%) dibandingkan secara sub kutan
(9,3%). Persentase tertinggi pada cara pemberian obat lain secara per oral yaitu
(99,1%) diikuti secara topikal (0,6%). Golongan obat hipoglikemik yang paling
jenis obat hipoglikemik yang paling banyak digunakan adalah metformin (36,0%)
adalah (74,5%). Terdapat 76 pasien yang mengalami interaksi dan 26 pasien yang
tidak mengalami interaksi obat. Proporsi interaksi obat dari seluruh peresepan
pasien pada periode Desember 2013 adalah sebanyak 0,4 %. Proporsi interaksi
obat antara obat hipoglikemik dengan obat lain memiliki persentase yang lebih
interaksi obat), selanjutnya minor (42 interaksi obat) berdasarkan Chelmow et al.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168
2014. Menurut Tatro (2007), terdapat kategori signifikansi klinis 5 (17 interaksi
klinis 2 (4 interaksi obat). Menurut Hansten and Horn (2002), terdapat kategori
signifikansi klinis ketiga (12 interaksi obat) dan terdapat interaksi obat yang
Kasus interaksi obat terbesar (18 interaksi obat), yaitu interaksi antara glimepirid
dan interaksi antara obat hipoglikemik dengan obat lain dapat menimbulkan efek
hipoglikemia dan hiperglikemia yang disajikan pada tabel XII di bawah ini.
Tabel XII. Ringkasan kajian literatur interaksi obat yang menimbulkan efek
hipoglikemia dan hiperglikemia
No Efek yang ditimbulkan dari interaksi obat
1. Hiperglikemia
Metformin dengan vitamin B12 (12 interaksi obat); metformin dengan
furosemid (7 interaksi obat); metformin (3 interaksi obat), glimepirid (2
interaksi obat), gliquidon (2 interaksi obat) dan insulin kombinasi (1
interaksi obat) dengan hidroklorotiazid.
2. Hipoglikemia
Interaksi antara glimepirid (11 interaksi obat) dan glibenklamid (1 interaksi
obat) dengan simvastatin; glimepirid (10 interaksi obat), metformin (8
interaksi obat), gliquidon (4 interaksi obat) glibenklamid (3 interaksi obat)
dan novomix (1 interaksi obat) dengan captopril; glimepirid (9 interaksi
obat) dan glibenklamid (1 interaksi obat) dengan meloxicam; glimepirid (4
interaksi obat), gliquidon (2 interaksi obat), glipizid, acarbose dan novomix
(1 interaksi obat), dengan KCL; glimepirid (3 interaksi obat), humalog (1
interaksi obat), dan novomix (1 interaksi obat), dengan gemfibrozil;
glimepirid (3 interaksi obat), dan novomix (1 interaksi obat), dengan
asetosal; metformin dan acarbose (4 interaksi obat); glimepirid dan
metformin (2 interaksi obat) dengan ciprofloxacin; glibenklamid dan
amlodipin (2 interaksi obat); metformin dengan ranitidin (1 interaksi obat);
insulin kombinasi dengan allopurinol (2 interaksi obat); glibenklamid
dengan omeprazol (1 interaksi obat); glimepirid dengan flukonazol dan
ketokenazol (1 interaksi obat); metformin dengan dexametason dan
nifedipin (1 interaksi obat) dan metformin dengan pioglitazon (1 interaksi
obat).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169
BAB V
A. Kesimpulan
yang paling banyak digunakan adalah sulfonilurea (44,8%) dengan jenis obat
cara pemberian obat hipoglikemik terbanyak adalah secara per oral (90,7%).
3. Persentase interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 periode
4. Kategori signifikansi klinis interaksi obat yang paling banyak adalah kategori
klinis minor (42 interaksi obat) berdasarkan literatur Chelmow et al., (2014).
interaksi obat.
169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut ini.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi literatur interaksi obat
secara prospektif pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 atau pada
2. Pihak Rumah Sakit dalam pemberian obat kepada pasien yang memungkinkan
DAFTAR PUSTAKA
Abdulfatai, B., Olusegun, A., Obateru and Olokoba, L.B., 2012, Type 2 Diabetes
Mellitus: A Review of Current Trends, Oman Medical Journal, 269-
273.
Abdullah, A.Z., ABD, B.H., Hakim and Hanis, M., 2009, Analisis Faktor Risiko
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong, Sidenreng
Rappang 2007, Medika, 228-235.
Abebe, S.M., Berhane, Y., Worku, A. and Assefa, A., 2014, Diabetes Mellitus in
North West Ethiopia : A Community Based Study, BMC Public
Health, 1, 2.
Ahmad, O.B., Pinto, C.B., Lopez, A.D., Murray, C.J., Lozano, R. and Inoue, M.,
2001, Age Standardization Of Rates: A New Who Standard, World
Health Organization, 8-14.
Akbar, D.H., Hagras, M.M., Amin, H.A. and Khorshid, O.A., 2012, Comparison
Between The Effect of Glibenclamide and Captopril on
Experimentally Induced Diabetic Nephropathy In Rats, Journal of the
Renin Angiotensin Aldosterone System, 103.
Albert, P., 2008, Drug-Drug Interaction in Pharmaceutical Development, John
Wiley and Sons, USA, pp.1-5.
American Diabetes Association, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
2013, Journal Diabetes Care, 1,6.
American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes,
Diabetes Care Journal, 1, 2.
Amod, A., Evans, B.H., Berg, G.I., Blom, D.J., Brown, S.L., Carrihill, M.M.,
2012, The 2012 SEMDSA Guideline for the Management of Type 2
Diabetes, Volume 17, Number 2, Journal of Endocrinology,
Metabolism and Diabetes of South Africa, 1-4.
Armenti, V.T. and Boullata, J.I., 2010, Handbook of Drug Nutrient Interaction,
Second Edition, Humana Press, USA, pp. 643.
Aronson, J.K., 2009, Meyler’s Side Effects of Endocrine and Metabolic Drugs,
Elsevier, USA, pp. 452, 539.
Aspinall, S.L., Good, C.B., Jiang, R., McCarren, M., Dong, D. and Cunningham,
F.E., 2009, Severe Dysglycemia with the Fluoroquinolones: A Class
Effect, Clinical Infectious Diseases, 405-407.
Balaji, V., 2013, Efficacy And Safety Of Pioglitazone In Type 2 Diabetes In The
Indian Patients: Results of An Observational Study, Indian Journal of
Endocrinology and Metabolism, 710.
Basit, A., Riaz, M. and Fawwad, R., 2012, Glimepiride: evidence-based facts,
trends, and observations, Dovepress, 463-470.
Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions, Ninth edition, Pharmaceutical
Press, China, pp. 533-591.
BMJ Group and the Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 2011, British
National Formulary, Pharmaceutical Press, Germany, pp. 422-426.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172
Boussageon, R., Supper, I., Angoulvant, T.B., Kellou, N., Cucherat, M., Boissel,
J.P. et al, 2012, Reappraisal of Metformin Efficacy in the Treatment of
Type 2 Diabetes: A Meta-Analysis of Randomised Controlled Trials,
Plos Medicine, 2.
Brophy, K.M., Ferguson, H.S., Webber, K.S., Abrams, A.C.and Lammon, C.B.,
2010, Clinical Drug Therapy for Canadian Practice, Lippincott
Williams and Wilkins, USA, 433-434.
Capuano, A., Sportiello, L., Maiorino, M.I., Rossi, F., Giugliano, D. and Esposito,
K., 2013, Dipeptidyl Peptidase-4 Inhibitors In Type 2 Diabetes
Therapy Focus On Alogliptin, Volume 7, Dove Press Journal : Drug
Design, Development and Therapy, 989-991.
Chelmow, D., Geibel, J., Grimm, L., Harris, J.E., Maron, D.J., Meyers, A.D., et
al., Drug Interaction Checker, Medscape,
http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, diakses
tanggal 26 mei 2014.
Clayton, B.D. and Willihnganz, M., 2012, Basic Pharmacology for Nurses16:
Basic Pharmacology for Nurses, Elsevier Health Sciences, USA, pp.
560.
D’adamo, E. and Caprio, S., 2011, Type 2 Diabetes in Youth: Epidemiology and
Pathophysiology, Journals Diabetes Care, 1-5.
Defronzo, R.A., Eldor, R. and Ghani, M.A., 2013, PathophysiologicApproach to
Therapy in PatientsWith Newly Diagnosed Type 2 Diabetes, Journal
Diabetes Care, 1-10.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes,
Direktorat Bina Farmasi, Komunitas dan Klinik Direktorat jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta, pp. 35-45.
Deve, A.S., Kumar, T.S., Kumaresan, K. and Rapheal, V.S., 2014, Extraction
process optimization of polyphenols from Indian Citrus sinensis – as
novel antiglycative agents in the management of diabetes mellitus,
Journal of Diabetes & Metabolic Disorders, 3, 4.
Dhamija, P., Bansal, D., Srinivasan, A., Bhalla, A., Hota, D. and Chakrabarti, A..
2013, Patterns Of Prescription Drug Use And Incidence Of Drug-Drug
Interactions In Patients Reporting To Medical Emergency, Fundam
Clin Pharmacol, 1-2.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2010, Rencana Strategis Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantul Tahun 2011-2015, Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantul, Yogyakarta.
Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 2012, Profil Kesehatan
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012, Dinas Kesehatan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), Yogyakarta.
Dinesh, K.U., Subish, P., Pranaya, M., Shankar, P.R., Anil, S.K. and Durga,
B., 2007, Pattern of Potential Drug-Drug Interactions in Diabetic Out-
patients in a Tertiary Care Teaching Hospital in Nepal, Med J
Malaysia, 296-297.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173
Ellison, D.H. and Loffing, J., 2009, Thiazide Effects and Adverse Effects: Insights
From Molecular Genetics, Journal of The American Heart Association,
196-200.
Feinglos, M.N. and Bethel, M.A., 2008, Type 2 Diabetes Melitus An Evidence
Based Approach to Practical Management, Humana Press, USA, pp.
1-2, 37, 58.
Fujita, Y., Tamada, D., Kozawa, J., Kobayashi, Y., Sasaki, S., Kitamura, T., et al.,
2012, Successful Treatment of Reactive Hypoglycemia Secondary to
Late Dumping Syndrome Using Miglitol, Internal Medicine, 2581-
2582.
Galani, V.J. and Vyas, M., 2010, In vivo and In vitro Drug Interactions Study of
Glimepride with Atorvastatin and Rosuvastatin, J Young Pharm, 196-
200.
Ganda, P., Dokken, B.B., Kruger, D.F., Largay, J. and Sadler, C.E., 2010, Type 2
Diabetes Current and Evolving Treatment Options, Journal of The
American Academy of Physician Assistants, 5.
Ganong, W.F. and McPhee, S.J., 2006, Pathophysiology of Disease : An
Introduction To Clinical Medicine, 5th Edition, diterjemahkan oleh
Pendit, B.U., 2007, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal : 566-
576
Goldenberg, R. and Punthakee, Z., 2013, Definition, Classification and Diagnosis
of Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome, Canadian Journal
of Diabetes, 24, 25.
Goldstein, B.J. and Wieland, D.M., 2008, Type 2 Diabetes Principles and
Practice, Informa Health Care, USA, pp. 7,8.
Goli, S. and Kumar, K.E., 2014, Pharmacodynamic Drug Interactions Of
Metformin And Lacidipine In Animal Models, Journal of Global
Trends in Pharmaceutical Sciences, 1-6.
Gonzalez, E.L., Johansson, S., Wallander, M.A. and Rodriguez, L.A., 2009,
Trends In The Prevalence And Incidence Of Diabetes In The UK, J.
Epidemiol. Community Health, 332-336.
Gough, S., Manley, S. and Stratton, I., 2010, HbA1c in Diabetes, John Wiley &
Sons, Singapore, pp. 2,3.
Greibe, E., Trolle, B., Bor, M.V., Lauszus, F.F. and Nexo, N.E., 2013, Metformin
Lowers Serum Cobalamin without Changing Other Markers of
Cobalamin Status: A Study on Women with Polycystic Ovary
Syndrome, Journal Nutrients , 2476- 2478.
Grun, B., Kiessling, M.K., Burhenne, J., Riedel, K.D., Weiss, J., Rauch, G. et al.,
2013, Trimethoprim Metformin Interaction and Its Genetic Modulation
by OCT2 And MATE1 Transporters, British Journal of Clinical
Pharmacology, 76-80.
Hacker, M., Bachmann, K. and Messer, W., 2009, Pharmacology Principles and
Practice, Elsevier Inc, USA, pp. 304,305.
Haerian, H., Mchugh, P., Brown, R., Somes, G. and Solomon S., 2008,
Gatifloxacin Produces Both Hypoglycemia and Hyperglycemia: A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174
Kandarakis, E.D., Christakou, C.D., Kandaraki, E., and Economou, F.N., 2010,
Metformin: An Old Medication Of New Fashion: Evolving New
Molecular Mechanisms And Clinical Implications In Polycystic Ovary
Syndrome, European Journal of Endocrinology, 193–212.
Kapadia, J., Thakor, D., Desai, C. and Dikshit, R. K., 2013, A Study of Potential
Drug-Drug Interactions in Indoor Patients of Medicine Department at a
Tertiary Care Hospital, Journal of Applied Pharmaceutical Science
Vol. 3, 1-8.
Katzung, B.G., 2012, Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition,
diterjemahkan oleh Nugroho, A.W., Rendy, L. and Dwijayanthi, L.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 715-717.
Keating, G.M., 2011, Fenofibrate: a review of its lipid-modifying effects in
dyslipidemia and its vascular effects in type 2 diabetes melitus, Am J
Cardiovasc Drugs, 1-4.
Kelesidis, T. and Canseco, E., 2010, Quinolone-induced Hypoglycemia: A Life-
threatening but Potentially Reversible Side Effect, The American
Journal of Medicine, 1-2.
Khalil, C., 2009, Australian Pharmaceutical Formulary and Handbook, 21st
Edition, Pharmaceutical Society of Australia, Canberra, 353.
Kido,Y., Matsson, P. and Giacomini, K.M., 2011, Profiling of A Prescription
Drug Library For Potential Renal Drug Drug Interactions Mediated by
The Organic Cation Transporter 2, J Med Chem, 4548–4558.
Klatt, S., Fromm, M.F and Konig, J., 2011, Transporter-Mediated Drug–Drug
Interactions with Oral Antidiabetic Drugs, Journal Pharmaceutical,
684,689,690.
Klivert, A. and Fox, C., 2010, Bersahabat dengan Diabetes melitus tipe 2,
diterjemahkan oleh Suranto, J., hal. 7-9, Penebar Plus+, Jakarta.
Kronenberg, H.M., Melmed, S., Polonsky, K.S. and Larsen, P.R., 2012, Williams
Textbook of Endocrinology, Elsevier, Phiadelphia, Canada, 1364-1369.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. and Mitchell, R.N., 2007, Robbins Basic
Pathology, Eighth Edition, Elsevier, China, pp. 778-780.
Kumar, A.M., Nizar, A., Shailaja, K., Jayasutha, J. and Ramasamy, A., 2011, A
Study On Prescribing Pattern And Potential Drug-Drug Interactions In
Type 2 Diabetes Melitus (Inpatients) In A Tertiary Care Teaching
Hospital, Scholars Research Library, 1-7, 13-19.
Kumthekar, A.A., Gidwani, H.V. and Kumthekar, A.B., 2012, Metformin
Associated B12 Deficiency, JAPI, 58-59.
Kung,J. and Henry, R.R., 2012, Thiazolidinedione Safety, Expert Opin Drug Saf,
11, 565–579.
Lacobellis, G., 2006, Drug-Dug Interaction in the Metabolic Syndrome, Nova
Science Publishers, New York, pp. 1-10.
Lacy, C.F, Amstrong, L.L., Goldman, M.P. and Lance, L.L, 2012, Drug
Information Handbook, American Pharmacist Assosiation, Lexicomp,
pp. 805-806.
Lehne, R.A., 2013, Pharmacology for Nursing Care, 8th Edition, Elsevier Health
Sciences, USA, pp. 721.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176
Li, J., Zhang, N., Ye, B., Ju, W., Orser, B., Fox, J.E.M. et al., 2007, Non-steroidal
anti-inflammatory drugs increase insulin release from beta cells by
inhibiting ATP-sensitive potassium channels, British Journal of
Pharmacology, 483–493.
Linn, W.D., Wofford, M.R., O’Keefe, M.E. and Posey, L.M., 2009,
Pharmacotherapy in Primary Care, The McGraw-Hill Companies,
USA, pp. 280-288.
Madhu, T. and Sreedevi, A., 2013, A Studi of Socio Demographic Profile of
Geriatric Population is the Field Practice Area of Kurnool Medical
Cholage, Int J Res Dev Health, pp. 69-71.
Mahendra, B., Tobing, A., Krisnatuti, D. And Alting, B. Z. A., 2010, Care Your
Self Diabetes Melitus, Penebar Plus+, Jakarta, hal: 26-29.
Mahmood, I.H. and Rawi, N.S., 2013, Effects Of Captopril Vs Amlodipine On
Blood Pressure, Serum Glucose and Lipid Profile In Overweight And
Obese Hypertensive Patients, Rawal Medical Journal, 104-107.
Mandal, A.K. and Hiebert, L.M., 2012, Is Diuretic-Induced Hyperglycemia
Reversible and Inconsequential, Journal of Diabetes Research &
Clinical Metabolisme , 1-5.
Mane, P.B., Antre R. V. and Oswal, R. J., 2012, Antidiabetic Drugs: An
Overview, International Journal Of Pharmaceutical And Chemical
Sciences, 301-306.
Marquito, A.B., Maria, N., Fernandes, S., Colugnati, F.A.B. and Paula, R.B.,
2013, Identifying potential drug interactions in chronic kidney disease
patients, Dissertation, Campinas State University (UNICAMP), 30.
Martina, D., 2009, Pioglitazone, Thiazolidinedione yang Efektif dan Aaman bagi
Terapi DM Tipe 2, Medika, 340-342.
McGibbon, A., Richardson, C., Hernandez, C. and Dornan, J., 2013,
Pharmacotherapy in Type 1 Diabetes, Canadian Journal Diabetes, 1-3.
Migdalis, I., Leslie, D., Papanas, N., Valensi, P. and Vlassara, H., 2014, Diabetes
Melitus, International Journal of Endocrinology, 1-7.
Mittal, P. and Juyal, V., 2012, Drug-dietary interaction potential of garlic on
glimepiride treated type 2 diabetic Wistar rats, Journal of Diabetology,
1-2.
Mozayani, A. and Raymon, L., 2012, Handbook of Drug Interaction, Second
Edition, Humana Press, USA, pp.35-40.
Munif, A. dan Imron, M., 2010, Metodelogi Penelitian Bidang Kesehatan, Sagung
Seto, Jakarta, hal : 107, 108, 158.
Murthy, G.K. and Mayuren, C., 2008, Influence of Calcium Channel Antagonist
on The Pharmacodynamics of A Second-Generation Sulfonylurea In
Rats and Rabbits, Asian Journal of Pharmaceutic, 163-166.
Nah, Y.K., 2007, Interaksi Obat yang Penting Dalam Klinik, Meditek, 24.
National Institute for Health and Clinical Excellence, 2008, The Management Of
Type 2 Diabetes, National Collaborating Centre for Chronic
Conditions, England, pp. 9-11.
Nathan, D.M., Buse, J.B., Davidson, M.B., Heine, R.J., Holman, R.R., Sherwin,
R. et al., 2009, Management of Hyperglycemia in Type 2 Diabetes: A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177
Peter, E.H., Schwarz, Gallein, G., Ebermann, D., Muller, A. and Lindner, A.,
Global Diabetes Survey An Annual Report on Quality of Diabetes
Care 2013, International Diabetes Federation, 1-3.
Porth, C.M. and Matfin, G., 2009, Pathophysiology, Eighth Edition, Lippincott
Williams and Wilkins, China, pp. 1047-1050, 1069.
Prajapat, R., Jain, I.P., Singh, S. P. Singh, S. and Agarwal, P., 2013, The Effect of
Amlodipine on Blood Glucose Level and Its Interaction With Oral
Hypoglycemic Drugs In Albino Rabbits, International Journal of
Basic & Clinical Pharmacology, 768-771.
Pravinkumar, I. and Gokul, T., 2012, Adverse Effects of Metformin In
Combination With Glimepiride And Glibenclamide In Patients With
Type 2 Diabetes Melitus, Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research, 108-110.
Qiao, Q., 2012, Epidemiology of Type 2 Diabetes, Bentham Ebooks, USA, pp. 20-
24.
Radhika, B., Vijayakumar, S. and Dhanpal, R., 2012, A Pharmacokinetic
Interaction of Pioglitazone and Its Clinical Applications, International
Journal of Pharmaceutical Sciences Letters, 1-9.
Rafiei, H., Abdar, M.E., Amiri, M. and Ahmadinejad, M., 2013, The study of
harmful and beneficial drug interactions in intensive care, Kerman,
Iran, Journal Intensive Care Society, 1-3.
Ramachandran , S., Bhanu keerthi, A.V. and Raju, D., 2014, Diabetes Melitus,
The Pharma Innovation Journal, 27-35.
Rani, M., Yadav, S., Choudhary, S., Sharma, S., Pandey, S.M., 2013, Effect of
glimepiride compared with glibenclamide on post prandial blood sugar
in type II diabetes melitus patients, International Journal of Basic &
Clinical Pharmacology, 67.
Ransom, T., Goldenberg, R., Mikalachki, A., Prebtani, A. and Punthakee, Z.,
2013, Reducing the Risk of Developing Diabetes, Canadian Journal of
Diabetes, 1-3.
Raut, A., Pawar, A., Diwan, A., Naruka, G. and Sonar, C., 2013, Clinically
Significant Drug-Drug Interactions And Their Association With
Polypharmacy In Elderly Patients, 2013, Journal of Advanced
Scientific Research, 6-10.
Reinehr, T., Type 2 diabetes mellitus in children and adolescents, 2013, World
Journal of Diabetes, 270-273.
Reinstatler, L., Qi, Y.P., Rebecca, S., Williamson, Garn, J.V., Godfrey, P. and
Oakley, J., 2012, Association of Biochemical B12 Deficiency With
Metformin Therapy and Vitamin B12 Supplements, Journal Diabetes
Care, 1-5.
Richard, J.W.and Raskin, P., 2011, Updated Review: Improved Glycemic Control
with Repaglinide-Metformin in Fixed Combination for Patients with
Type 2 Diabetes, Clinical Medicine Insights: Endocrinology and
Diabetes, 30,31.
Richardson, S.J., Morgan, N.G. and Foulis, A.K., Pancreatic Pathology in Type 1
Diabetes Mellitus, 2014, Endocrine Pathology, 1-3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179
Robbins, S.L. and Cotran, R.S., 2009, Pathologic Basic of Disease, Seventh
Edition, diterjemahkan oleh Pendit, B.U., Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, hal : 1217-1220.
Rojas, P., Sanchez, L., Santos, A., Gomez, M.P., Blanco, H. and Laguna, J.J.,
2011, Hypersensitivity to Repaglinide, J Investig Allergol Clin
Immunol, 245-247.
Rosak, C. and Mertes, G., 2012, Critical Evaluation of The Role of Acarbose In The
Treatment Of Diabetes: Patient Considerations, Dovepress, 358.
Rosenthal, M.S., 2009, The Canadian Type 2 Diabetes Sourcebook, John Wiley
and Sons, Canada, pp. 2,9.
Schwanstecher, M., 2011, Diabetes Perspectives in Drug Therapy, Springer,
Germany, pp. 359-369.
Scobie, I.N., 2007, Atlas of Diabetes Melitus, Third Edition, Informa Healthcare,
USA, pp. 11-12.
Sengupta, S., 2012, Prospective Observational Study Of Drug-Drug Interactions
Of Indoor Non-Icu Patients Of A Tertiary Care Hospital In Kolkata,
Thesis, Department Of Pharmaceutical Technology Jadavpur
University Kolkata, 19.
Sexton, J., Nickless, G. and Green, C., 2006, Pharmaceutical Care Made Easy,
Pharmaceutical Press, London, pp.2-3.
Sharifi, F., Hojeghani, N., Mazloomzadeh, S. and Shajari, S., 2013, The efficacy
of Ezetimibe added to ongoing Fibrate-Statin therapy on postprandial
lipid profile in the patients with type 2 Diabetes melitus, Journal of
Diabetes & Metabolic Disorders, 1-8.
Sheeja, V.S., Reddy, M.H., Joseph, J. and Reddy, D.N., 2010, Insulin Therapy In
Diabetes Management, International Journal of Pharmaceutical
Sciences Review and Research, 98-103.
Shekar, H.S., Chandrashekhar, H.R., Alirezasahebdel and Bhagawan B.C., 2014,
Study of Identification and Assessment of Drug-Drug Interactions,
Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences, 1373-1378.
Shimpi, R. D., Patil, P. H., Kuchake, V. G., Ingle, P.V., Surana, S. J. and Dighore,
P. N., 2009, Comparison of Effect of Metformin In Combination With
Glimepiride and Glibenclamide on Glycaemic Control In Patient with
Type 2 Diabetes Melitus, International Journal of Pharm Tech
Research, 50-61.
Shishikura, K., Tanimoto, K., Sakai, S., Tanimoto, Y., Terasaki, J., Hanafusa, T.,
Association between skeletal muscle mass and insulin secretion in
patients with type 2 diabetes melitus, The Japan Endocrine Society,
2013, 1-3.
Silvio, E. and Inzucchi, 2011, Diabetes Facts and Guidelines, Yale Diabetes
Center Hospital Glycemic Management, USA, 58-60.
Soherwardi, S., Chogtu, B. and Faizal P., 2012, Surveilance of the Potential Drug-
Drug Interactions in the Medicine Department of a Tertiary Care
Hospital, Journal of Clinical and Diagnostic Research, 1258-1260.
Soumya, D. and Srilatha, B., 2011, Late Stage Complications of Diabetes and
Insulin Resistance, Journal Diabetes and Metabolism, 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180
Srilatha, R., Aparna, C., Srinivas, P., and Sadanandam, M., Formulation, Evaluation And
Characterization Of Glipizide Nanoemulsion, 2013, Asian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research, 66-68.
Stein, S.A., Lamos, E.M., and Davis, S.N., 2013, A Review Of The Efficacy And
Safety Of Oral Antidiabetic Drugs, NIH Public Access Author
Manuscript, 8-10.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P. and
Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, Penerbit PT. ISFI, Jakarta, hal :
26,27.
Suryawanti, M.R., 2004, Pola peresepan obat hipoglikemi dan studi literatur
interaksi obat pada pasien diabetes melitus Rawat Inap rumah sakit
Bethesda Yogyakarta periode Januari-April 2002, Skripsi, 1-5,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Susanti, L.D., 2004, Studi literatur efek samping dan interaksi obat pada penderita
diabetes mellitus tidak tergantung insulin dengan satu penyakit
penyerta di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta
pada periode Januari-Oktober 2002, Skripsi, 35-40, 60-70, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta
Sutedjo, A. Y., 2010, 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta, hal: 3-4.
Suzuki, M.K. and Frye, R.F., 2013, Current clinical evidence on pioglitazone
pharmacogenomics, Frontiers in Pharmacology, 6-8.
Stuart, M.C., Kouimtzi, M. and Hill, S.R., 2008, WHO Model Formulary 2008,
Geneva 27, Switzerland, pp. 535, 540, 541.
Swamy, V.K.M., Setty, R.S., Shankaraiah, M.M., Jyothi, T.M. and Rajendra,
S.V., 2010, A Study on Drug-Drug Interaction of Esomeprazole and
Anti-Diabetic Drugs, Journal of Young Pharmacists, 424-427.
Swarjana, I.K., 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan Tuntunan Praktis
Pembuatan Proposal Penelitian, Penerbit ANDI, Yogyakarta, hal : 53-
55.
Syamsudin, 2011, Interaksi Obat Konsep Dasar dan Klinis, Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Pres), Jakarta, hal : 1-12, 36-65, 69-77.
Szablewski, L., 2011, Glucose Homeostasis and Insulin Resistance, Bentham
Science Publishers, USA, pp. 47-50.
Tatro, D.S., 2007, Drug Interaction Facts, Wolters Kluwer Health, United States
of America, pp. 1-14, 1405-1425.
Thompson, D., Berger, H., Feig, D., Gagnon, R., Kader, T., Keely, E., Kozak, S.,
Ryan, E., Sermer, M. and Vinokuroff, C., 2013. Diabetes and
Pregnancy, 1-4.
Thorp, C.M., 2008, Pharmacology for the Health Care Professions, John Wiley &
Sons, pp. 110.
Tieu, J., McPhee, A.J., Crowther, C.A. and Middleton, P., Screening and
subsequent management for gestational diabetes for improving
maternal and infant health, 2014, Cochrane Database Syst Rev, 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181
Tjay, H.T. and Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan Dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta, hal : 50-51.
Tirkkonen, T., Heikkila, P., Huupponen, R. and Laine, K., 2010, Potential
CYP2C9 Mediated Drug–Drug Interactions In Hospitalized Type 2
Diabetes Melitus Patients Treated With The Sulphonylureas
Glibenclamide, Glimepiride Or Glipizide, Journal of Internal
Medicine, 1-8.
Tripathy, B.B., Chandalia, B.B., Das, A.K., Rao, P.V., Madhu, S.V. and Mohan,
V., 2012, RSSDI Textbook Of Diabetes Melitus, Second Edition,
Jaypee Brothers Medical Publishers, India, pp. 228-230.
Triplitt, C.L., Reasner, C.A. and Isley, W.L., 2005, Diabetes Melitus, dalam
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, diedit
oleh Triplitt, J.T., McGraw-Hill Companies, USA, pp. 1333-1363.
Triplitt, C., Drug Interactions of Medications Commonly Used in Diabetes, 2006,
Diabetes Spectrum Journals, 202-208.
Triplitt, C.L., Reasner, C.A. and Isley, W.L., 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Dalam: Dipiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. and Posey, L.M.,
McGraw-Hill Companies, USA, pp. 1230-1235, 1248-1249.
Trisnawati, S.K. and Setyorogo, S., 2013, Faktor Risiko Kejadian Diabetes
melitus tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
Tahun 2012, Jurnal Ilmiah Kesehatan,1-5.
Verma, N., Singh, A.P., Amresh, G. and Sahu, P. K., 2010, Different Approaches
For Treatment Of Type 2 Diabetes Melitus With Special Reference To
Traditional Medicines: A Review , The Pharma Research A Journal,
29.
Wijoyo, F.H., 2004, Kajian pemilihan obat hipoglikemik oral pada terapi pasien
diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Inap rumah sakit Panti Rapih
Yogyakarta pada periode November-Desember 2002, Skripsi, 1-3,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Williams, K., Thomson, D., Seto, I., Despina G., Ioannidis, J.P.A., Triplitt, S. et
al., 2012, Pediatrics, Official Journal of The American Academy of
Pediatrics, 1-10.
Woo, T.M. and Wynne, A.L., 2011, Pharmacotherapeutics for Nurse Practitioner
Prescribers, F.A. Davis Company, USA, pp. 607, 608.
World Health Organization, 2011, Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) in the
Diagnosis of Diabetes Melitus, Abbreviated Report of a WHO
Consultation, 6-8.
Wynn, G.H., Oesterheld, J.R., Cozza, K.L. and Armstrong, S.C., 2009, Clinical
Manual of Drug Interaction Principles for Medical Practice, Wilson
Boulevard, USA, pp. 4, 5.
Yau,H., Rivera, K., Lomonaco, R. and Cusi, K., 2013, The Future Of
Thiazolidinedione Therapy In The Management of Type 2 Diabetes
Melitus. Curr.Diab.Rep. 13, 329–341.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184
Lampiran 1. Alat atau instrumen pengambilan data penelitian pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi
Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Tgl No RM Pasien Diagnosis Kadar Terapi obat yang diberikan Jumlah obat Keterangan
pengo glukosa data klinis atau
batan darah data
laboratorium
Umur L/P Obat hipoglikemik Obat non hipoglikemik Obat Obat
hipogli non
Jenis obat Regimen Jenis obat Regimen kemik hipogli
dosis dosis kemik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185
BIOGRAFI PENULIS