Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

Dewasa ini, perkembangan penyakit amat pesat. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian
sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah satunya adalah mikroba. Mikroba
patogen dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh manusia. Salah satu caranya yaitu
dengan merusak sel dan organelnya. Kemudian respon sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi,
hiperplasia, dan metaplasia. Jika respon berlebihan akan terjadi jejas (cedera sel) dan berlanjut
pada kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). Kematian sel bermula dari jejas (cedera)
yang terjadi pada sel. Jejas tersebut dapat kembali normal apabila keadaan lingkungan
mendukung. Namun, ketika lingkungan tetap buruk, cedera akan semakin parah yang mana sel
tidak akan kembali normal (irreversible) dan selanjutnya akan mati. Kematian sel memiliki dua
macam  pola, yaitu nekrosis dan apoptosis. Berikut perbedaannya (Kumar; Cotran & Robbins,
2007): Tabel 1. Perbedaan apoptosis dan nekrosis

2 Gambar 1: Perbedaan apoptosis dan nekrosis

Tinjauan Pustaka

 Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah
hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan  pembengkakan sel, denaturasi protein
dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007).  Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.
Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu
baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis jaringan nekrotik akan
tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara
mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna
hematoksilin, sering pucat (Pringgoutomo, 2002). Gambaran morfologik nekrosis merupakan
hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti
enzimatik oleh enzim

3 hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang
penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). Pada nekrosis, perubahan terutama
terletak pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari, 2011):

1.Piknosis Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan


eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.

2.Karioreksis Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.

3.Kariolisis Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAse.

Macam-macam nekrosis:

1. Nekrosis koagulatif

Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja
sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi
penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih
dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003). Terjadi pada nekrosis iskemik akibat
putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah
yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa
inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai  beberapa minggu
rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002). Contoh utama pada nekrosis koagulatif
adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap
sampai  beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

Anda mungkin juga menyukai