Anda di halaman 1dari 6

Avian Influenza

Pendahuluan

Influenza burung, atau avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza
tipe A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam famili
orthomyxoviruses yang terdiri dari 3 tipe yaitu A, B, dan C. Virus influenza tipe B dan C dapar
menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak
terlalu menjadi masalah. Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan
pertanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus
influenza A yaitu protein hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuraminidase
dilambangkan dengan N. ada 15 macam protein H, H1 hingga H15, sedangkan N terdiri dari 9
macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian
subtype dari virus influenza tipe A.

Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas yang merupakan
pejamu alaminya, sehingga virus influenza tipe A disebut juga sebagai avian influenza. Di lain
pihak, tidak semua subtipe virus influenza tipe A menyerang manusia. Subtipe yang lazim
dijumpai pada manusia adalah dari kelompok H1, H2, H3, serta N1 dan N2 dan disebut sebagai
human influenza. Penyebab kehebohan avian influenza atau flu burung ini adalah virus influenza
A subtipe H5N1 yang secara ringkas disebut virus (H5N1). Virus avian influenza ini
digolongkan dalam Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI).

Sifat – Sifat Virus Influenza

Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari
pada suhu 22oC dan lebih dari 30 hari pada suhu 0oC. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh
unggas sakit dapat hidup lama, tetapi mati pada pemanasan 60oC selama 30 menit atau 56oC
selama 3 jam dan pemanasan 80oC selama 1 menit. Virus akan mati dengan deterjen, disinfektan
misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin dan alkohol 70%.

Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk mengubah
antigen permukaannya ( H dan N ) baik secara cepat / mendadak maupun lambat ( bertahun –
tahun ). Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan yang terjadi secara
singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit,
disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza A sedangkan antigenic
drift terjadi pada virus influenza B, sedangkan virus influenza C relatif stabil. Teori yang
mendasari terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari gen – gen pada H
dan N diantara human dan avian influenza viruses melalui perantara host ketiga. Satu hal yang
perlu diperhatikanbahwa adanya proses antigenic shift akan memungkinkan terbentuknya virus
baru yang lebih ganas, sehingga keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang
berat karena sistem imun host baik seluler maupun humoral belum sempat terbentuk.
Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift adalah adanya
penduduk yang bermukim di dekat daerah peternakan unggas dan babi. Karena babi bersifat
rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human virus maka hewan tersebut dapat
berperan sebagai lahan pencampur (mixing vessel) untuk penyusunan kembali gen – gen yang
berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan terbentuknya subtipe virus yang baru.
Akhir – akhir ini diketahui adanya kemungkinan mekanisme sekunder untuk terjadinya
perubahan ini. Bukti – bukti yang ada menunjukkan bahwa setidak tidaknya ada beberapa dari 15
subtipe virus influenza yang terdapat pada populasi burung di mana manusia dapat berfungsi
sebagai lahan pencampur. Bukti yang nyata akan peristiwa ini adalah terjadinya pandemi pada
tahun 1957 oleh subtipe virus H2N2, dan tahun 1968 oleh pandemi virus H3N2.

Patogenesis

Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara ( droplet infection ) di mana
virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung
memasuki alveoli ( tergantung dari ukuran droplet ). Virus yang tertanam pada membran mukosa
akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor
spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus
berasal. Virus avian influenza manusia dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida
yang berasal dari membran sel di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan
dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dnegan membran
sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada
reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak
dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung
reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat
dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase pada permukaannya dapat
memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas
untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4 – 6 jam
sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel – sel didekatnya. Masa inkubasi virus
18 jam sampai 4 hari, lokasi urama dari infeksi yaitu pada sel – sel kolumnar yang bersilia. Sel –
sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis.
Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan
inklusi.

Manifestasi Klinis Avian Influenza

Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan rentang 2 – 4 hari.
Mnifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di sistem respiratorik mulai dari
yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis avian influenza secara umum sama dengan gejala
ILI ( Influenza Like Illness), yaiu batuk, pilek, dan demam. Demam biasanya cukup tinggi yaitu
>38oC. gejala klinis lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise.
Adapun keluhan gastro-intestinal berupa diare dan kluhan lain berupa konjungtivitis.
Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat,
pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrome ).
Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga
sebelum sempat terfikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal mortilitas penyakit ini
hingga laporan terakhir sekitar 50 %.

Kelainan laboratorium rutin yang hampir selalu dijumpai adalah leukopenia, limfopenia,
dan trombositopenia. Cukup banyak kasus yang mengalami gangguan ginjal berupa peningkatan
nilai ureum dan kreatinin. Kelainan gambaran radiologis toraks berlangsung sangat progresif dan
sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto toraks
bisa berupa infiltrat bilateral luas infiltrat difus, multilokal, atau tersebar ( patchy ); atau dapat
berupa kolaps lobar.

Pemeriksaan penunjang diagnostik

Diagnostik

Uji Konfirmasi :

 Kultur dan identifikasi virus H5N1


 Uji Real Time Nested PCR( Polymerase Chain Reaction ) untuk H5
 Uji Serologi
- Imunofluorescene (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan
menggunakan antibodi monoklonal influenza A H5N1
- Uji netralisasi : Didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/
H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi
- Uji Penapisan : a). Rapid Test untuk mendeteksi Influenza A, b). HI Test
dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1, c). Enzyme Imunoassay
(ELISA) untuk mendeteksi H5N1

Pemeriksaan lain

Hematologi :Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit.


Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni, atau limfositosis relatif dan
trombositopeni.

Kimia : Albumin / Globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, kreatin kinase, Analisa


Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT,
peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase, analisa gas darah dapat
normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan
komplikasi yang ditemukan.
Pemeriksaan Radiologik : Pemeriksaan foto toraks, PA, dan Lateral ( bila diperlukan ).
Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah
pneumonia.

DEFINISI KASUS

Departemen Kesehatan RI membuat kriteria diagnosis flu burung sebagai berikut :

Pasien dalam Obsevasi

Seseorang yang menderita demam/ panas > 38oC C disertai satu atau lebih gejala dibawah
ini: a). batuk, b). sakit tenggorokan, c). pilek, d). napas pendek/sesak napas (pneumonia)
di mana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang
belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya.

Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis, dan pemeriksaan


laboratorium.

Kasus Suspek AI H5N1 ( Under investigation atau dalam pengawasan )

Seseorang yang menderita demam / panas ± 38oC disertai satu atau lebih gejala dibawah
ini : a). batuk, b). sakit tenggorokan, c). pilek, d). napas pendek/sesak napas, e). pneumonia dan
diikuti satu atau lebih keadaan di bawah ini: 1). Pernah kontak dengan unggas ( ayam, itik,
burung ) sakit / mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya
dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas; 2). Pernah tinggal di daerah yang terdapat
kematian unggas yang tidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas; 3).
Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di
atas; 4). Pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir; 5). Ditemukan
leukopeni ≤ 3000/µl dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau tes ELISA
untuk influenza A tanpa subtipe.

Atau

Kematian akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan 1 atau lebih keadaan
dibawah ini :

 Leukopenia atau limfopenia ( Relatif/Diff. Count ) dengan atau tanpa trombositopenia


( trombosit < 150.000 )
 Foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang
makin meluas pada serial.

Kasus Probabel AI H5N1


Kriteria kasus suspek ditambah dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini:
 Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4kali terhadap H5 dengan
pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA Test
 Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 ( dideteksi antibodi spesifik H5
dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes.(Dikirim ke
referensi laboratorium).
 Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat / gagal napas/ meninggal dan
terbukti tidak ada penyebab lain.

Kasus Konfirmasi Influenza A/ H5N1

Kasus suspek atau probabel dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini :

 Kultur virus positif Influenza A


 PCR Positif H5N1
 Pada IFA test ditemukan antigen positif dengan menggunkan antibodi
monoklonal Influensa A / H5N1
 Kenaikan titer antibodi spesifik Influensa A/ H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired
serum dengan uji netralisasi.

Kelompok Resiko Tinggi

Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah:

 Pekerja peternakan/ pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan / insinyur


peternakan )
 Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien / unggas terjangkit.
 Pengunjung peternakan / pemrosesan unggas ( 1 minggu terakhir )
 Pernah kontak dengan unggas ( ayam, itik, burung) sakit / mati mendadak yang
belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari
terakhir.
 Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

Kriteria Rawat

 Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1). Sesal napas dengan
frekuensi napas ≥ 30 kali / menit,2). Nadi ≥ 100 kali/ menit. Ada gangguan
kesadaran. 3). Kondisi umum lemah.
 Suspek dengan leukopeni
 Suspek dengan gambaran radiologi pneumonia
 Kasus Probable dan Confirm

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan AI adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan
antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.

Mengenai Antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48
jam pertama. Adapun pilihan obat :

1. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu –madine). Dengan


dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.
2. Penghambatan neuraminidase (WHO) : a. Zanamivir ( relenza ), b. Oseltamivir (tami-
flu). Dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu.

Departeman Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :

 Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari,


simptomatik dan anttibiotik jika ada indikasi.
 Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari,
antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika
perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS, Respiratory Care di ICU sesuai
indikasi.

Sebagai profilaksis, bagi mereka yang berisiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan
dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).

( Sudoyo,dkk., 2007 )

Daftar Pustaka :

Sudoyo, A. W., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi ke 4. EGC . Jakarta

Anda mungkin juga menyukai