Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat Antianxietas


Antiansietas adalah obat yang digunkan untuk mengatasi kecemasan dan
juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic. Obat
antansietas dibagi menjadi 2 golongan , yaitu:
1. Golongan benzodiazepin
2. Golongan non-benzodiazepin
Anti anxietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat
yang mendepresi sistem saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuksedasisiang
hari pada pengobatan ansietas, namun penggunaannya saat ini telah ditinggalkan.
Alasannya ialah antara lain golongan barbiturate dan meprobamat, lebih toksik
pada takarlajak (overdosis).
Dari golongan benzodiazepine, yang dianjurkan untuk antiansietas adalah
klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepam, lorazepam, prazepam,
aprazolam, dan halozepam. Sedangkan klorazepam lebih dianjurkan untuk panic
disorder.

2.1.1. Indikasi penggunaan


Gejala sasaran (target syndrome): sindrom ansietas
Butir-butir diagnostik sindrom ansietas:
Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau
lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan
individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax).
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari bermanifestasi dalam gejala:
penurunan kemampuan kerja, hubungan sosial danmelakukan kegiatan rutin.
Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut ini:
Ketergantungan motorik:
1. Kedutan otot atau rasa gemetar
2. Otot tegang/ kaku/pegal linu.
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah.

1
Hiperaktivitas otonomik:

5. Nafas pendek atau terasa berat


6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah dingin
8. Mulut kering
9. Kepala terasa pusing/ rasa melayang
10. Mual, mencret, tidak enak diperut
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Sukar menelan atau ras tersumbat

Kewaspadaan yang berlebihan:


14. Perasaan menjadi pek/ mudah ngilu

Penangkapan berkurang
15. Mudah terkejut atau kaget
16. Sulit konsentrasi pikiran
17. sukar tidur
18. mudah tersinggung.

2.1.2. Golongan Obat Anti Anxietas

Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi gejala-gejala anxietas secara garis


besar di golongkan menjadi :

a. Anti anxietas kompleks receptor GABA


b. Anti anxietas sistem simpatis (anrenergeik)
c. Anti anxietas sistem serotoninergik

A) Anti anxietas yang bekerja pada kompleks receptor GABA


Contoh :
Diazepam 5mg 2x1 sehari
Chlordiozepoxide 10-20mg 2-3x sehari
Lorazepam 1-2mg 1-2x sehari
Cobazepam 20-30mg dosis terbagi
Alprazolam 0,25-0,5mg 2-3x sehari
Estazolam 0,5-2mg
Triazolam :0,125-0,5mg

Cara Kerja Obat

2
Teori bahwa aliran CL yang masuk ke dalam kanal CL kurang cukup diberi
benzodiazepine CL tersebut (yang terletak) di kompleks receptor menjadi cukup
menyebabkan aliran CL meningkat (pada sistem GABA adrenergik) menghambat
tonus simpatis cemas dapat diataasi.

Benzodiazepine dapat pula mengatasi


- Sulit tidur (insomnia)
- Sedasi sebelum prosedur medis dan pembedahan
- Epilepsi
- Keadaan putus alkohol dan sedative hipnotik lainnya
- Relaksan otot
- Untuk pengobatan psikiatrik lainnya
Kesetaraan dosis (mengacu pada diaxepam) :
- Diazepam 5mg
- Alprazolam 0,25mg
- Lorazepam 1mg
- Chlordiozepoxide 10mg
- Triazolam 0,1-0,3 mg
- Estazolam 0,33mg

Efek Merugikan Benzodiazepine :


- Susunan saraf pusat mengantuk, ataxia, slured speech, gangguan
konsentrasi dan memori, depresi pernafasan.
- Penyalahgunaan obat benzodiazepine
- Kehamilan walaupun umumnya aman, tapi dapat menyebabkan kelainan
palatum.
- Penghentian obat, dapat terjadi sindrom putus obat, dengan gejala-gejala
cemas, mudah tersinggung, insomnia, kelelahan, nyeri kepala, nyeri otot,
tremor, berkeringat, dizzines, gangguan konsentrasi, mual, hilang nafsu
makan, depresi, depersonalisasi, gangguan persepsi.

B) Anti anxietas yang bekerja pada sistem simpatis (adrenergik)

Cara Kerja Obat :

3
Bekerja langsung pada neuron adrenergikk tonus neuron adrenergik dapat di
hambat.

Contoh : clonidine, propanolol.

Obat-obatan ini digunakan jika gangguan cemas disertai gangguan-gangguan


otonom seperti:

- Tremor
- Berkeringat
- Takikardi
- Dilatasi pupil
- Misalnya pada fobia sosial

Propanolol

- Dosis 3x10 mg atau 2x20mg peroral.


- Bekerjaa sebagai reseptor antagonis adregenik.
- Efek merugikan yang mungkin terjadi adalah hipotensi, bradikardi,
asma, eksaserbasi diabetes militus, disfungsi sexual, kelelahan, mudah
tersinggung, mual dan diare.

Clonidine

- Dosis 0,1 mg 2x1 sehari


- Agonis pada reseptor (presinaps) 2 adrenergik menurunkan tonus
simpatis.
- Efek merugikan yang dapat terjadi adalah hipotensi, sedasi,
memperburuk aritmia, disfungsi sexual, cemas, insomnia, depresi,
mimpi buruk dan halusinasi.

C) Anti anxietas yang bekerja pada sistme serotoninergik


Biasanya digunakan pada gangguan cemas menyeluruh.
Cara kerja obat:
Parsial agonis reseptor scrotonergik tipe 1A (5HT1 A), teori gangguan cemas
menyeluruh hiperfungsi sistem scrotonergik, dimana reseptor 5HT1 A bersifat
menghambat sinergik mengurangi tonus otot serotonergik.
Contoh :
Buspiron dosis 10-15mg dalam dosis terbagi (hati-hati kalau pada penderita
gagal ginjal dan disfungsi hepar.

4
Jenis :
- Diazepam (valium) 2 mg/tab, 5 mg/injeksi
- Chlordiazepoxide (etabrium) 5,10 mg/tab
- Frisium (clubazam) 10 mg
- Xanac (alphazolam) 0,25mg & 0,5 mg/tab
- Sulfiride (dogmasil) 50 mg/tab
- Buspiron (buspar) 10 mg/tab

Hypotesa :
Anxietas disebabkan hiperaktivitas neurotransmitter pada sistem limbik di
otak.
Neurotransmitter :
Dopamin, scrotonin, non adrenaline

Kerja :
Obat tersebut menekan kerja atau hiperaktivitas neurotransmitter ini

Efek samping :

- Sedasi ( kantuk )
- Glaukoma
- Myastenia gravis
- Chronic pulmonary insufisiensi
- Cronic renal
- Hepatic disease
- Kehamilan

2.2. Golongan non benzodiazepin


2.2.1. Sulpiride

Sulpiride terutama menghambat reseptor D2 dan praktis tanpa afinitas bagi


reseptor lain. pada dosis yang lebih rendah (dibawah 600 mg/ hari) terutama
bekerja antagonistis terhdapa reseptor presinaptis, dan pada dosis yang lebih
tinggi (diatas 800mg/hari) juga terhadap reseptor D2 postsinapsis. Pada dosis
yang lebih rendah berguna sebagai psikosis dengan gejala negatif. Dosis 2-3 kali
50-100mg/ hari, nama dagang yang tersedia di indonesia adalah dogmatil.

2.2.2. Buspirone

5
Buspiron diindikasikan untuk terapi gangguan ansietas, tidak seperti
benzodiazepin dan barbiturat, buspirone tidak memiliki efek sedatif, hipnotik,
relaksasi otot, atau antikonvulsan. Buspiron mempunyai potensi yang rendah
untuk disalahgunakan dan tidak disertai fenomena putus zat atau hendaya kognitif.

1. Farmakokinetik

Buspirone diabsopsi dengan baik dari saluran gastrointestinal dan tidak


dipengaruhi oleh asupan makanan.obat ini mencapai kadar puncak plasma dalam
60-90 menit setelah pemberian oral. waktu paruh yang pendek (2-11 jam)
memerlukan 3 dosis sehari.

2. Farmakodinamik

Berlawanan dengan benzodiazepine dan barbiturat yang bekerja pada


saluran ion klorida terkait-aminobutryric acid (GABA), buspirone tidak memiliki
efek pada mekanisme reseptor ini. Buspirone lebih bekerja sebagai agonis atau
agonis parsial pada reseptor serotonin 5HTIA. Buspirone juga memiliki aktivitas
pada reseptor 5 HT2 dan reseptor dopamin tipe 2 (D2), meskipun makna efek
pada reseptor ini tidak diketahui. Pada reseptor D2, obat ini memiliki sifat agonis
dan antagonis. fakta bahwa buspirone memerlukan 2-3 minggu untuk
menghasilkan efek terapi mengesankan bahwa apapun efek awalnya, efek terapi
bustirone dapat meliputi modulsi beberapa neurotransmitter dan mekanisme
interneural.

3. Efek Samping

Efek samping buspirone yang paling lazim adalah sakit kepala, mual,
pusing dan insomnia (jarang). Buspirone tidak disertai sedasi. Beberapa orang
dapat melaporkan adanya perasaan gelisah ringan, meskipun gejala ini dapat
mencerminkan gangguan ansietas yang tidak diterapi secara utuh. tidak ada
kematian dilporkan akibat overdosis buspirone, dan dosis letal median (LD50)

6
diperkirakan 160-550 kali dengan dosis harian yang dianjurkan. Buspirone harus
digunakan dengan hati-hati pada orang dengan gangguan hati dan ginjal,
perempuan hamil dan menyusui. Obat ini dapat digunakan aman oleh lansia.

4. Interaksi Obat
Pemberian buspirone dan haloperidol bersamaan mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi haloreridol di dalam darah. Buspirone sebaiknya tidak
digunakan dengan monoamine oksidase inhibitor (MAO) untuk menghindari
epidode hipertensif, dan diantara penghentianpenggunaan MAOI dengan
dimulainya terapi buspirone harus terdapat periode pemberian selama 2 minggu.
Eritromisin, itrakonazol, nefazodone,dan jus anggur dapat meningkatkan
konsentrasi buspirone didalam plasma.

2.2.3. Hydroxizine
Hydroxizine adalah antihistamin tua, awalnya disetujui untuk
penggunaanklinis oleh FDA pada tahun1956. Obat ini memiliki sifat anxiolitic
disamping sifat antihistamin dan juga berlisensi untuk pengobatan kecemasan dan
ketegangan. Obat ini juga digunakan sebagai obat penenang sebelum anestesi atau
untuk menginduksi sedasi setelah anestesi. Obat ini telah terbukti sama efektifnya
dengan benzodiazepine dalam pengobatan gangguan kecemasan umum,
sedangkan memiliki sedikit efek samping.

1. Farmakodinamik
Hydroxizine merupakan salah satu antihistamin pertama dengan berbagai
macam khasiat, antara lain: sedatif dan anksiolitis, spasmolitis, anti-emetisserta
antikolinergis

2. Mekanisme Kerja
Hidroksizin bersaing dengan histamin untuk mengikat pada tempat
reseptor H1 padapermukaan sel efektor, sehingga penekanan edema histaminic,
rasa panas, danpruritus. sifat obat dari obt hidroksizin terjadi pada tingkat
subkortikal dar SSP. sekunder untuk efek antikolinergik sentral, hidroksizine
mungkin efektif sebagai antiemetik.

7
3. Efek samping
Depresi ssp, stimulasi SSP paradoks, mulut kering, sekresi pernapasan
menebal, sembelit, takikardi,gangguan GI, sakit kepala, hipotensi,tinitus.

Sediaan Obat Antiansietas Golongan Non Benzodiazepine

No Nama Nama Dagang Sediaan Dosis


Generik Anjuran
1 Sulpride Dogmatil Cap 50mg 2-3x 50-
100mg/hari
2 Buspinore Buspar tran-Qxiety Cap 10mg 2-3
x10mg/hari
3 Hidroxizine Iterex Cp 25mg 3x25mg

8
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Sulistia G. 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia.

Maslin R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication) Edisi Ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Adma Jaya Jakarta.

Katzung, B Bertram,2010. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 10. Penerbit EGC :
Jakarta

Neal, J Micheal. 2006. At A Glance Farmakologi Medis Edisi 5. Penerbit:


Erlangga , Jakarta

Anda mungkin juga menyukai