Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TREND DAN ISSU KEPERAWATAN EUTHANASIA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Konsep Dasar Keperawatan yang diampu oleh
Tri Anonim, SST, M.Kes

Disusun Oleh :
1. Alvin Hendri Firmansah (P1337420317013)
2. Dewi Izza Apriliana (P1337420317014)
3. Atma Suryani Wongso (P1337420317018)
4. Nur Afiah Widya Ningrum (P1337420317022)
5. Dyah Sifa Urohmi (P1337420317026)
6. Gustiar Aji Prayoga (P1337420317030)
7. Labibatus Sikha (P1337420317034)
8. Galih Cakra Kusuma R W (P1337420317036)
9. Defi Astriani (P1337420317043)
10. Ari Lestari Wijayanti (P1337420317045)
11. Lina Iftiani (P1337420317048)
12. Sekar Ayuningtyas (P1337420317049)
13. Nungky Army Lia Wati (P1337420317052)

1 Reguler A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bantuan baik materi maupun
pikiran.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca agar kedepannya lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami menyadari masih
adanya kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………1
C. Tujuan………………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Euthanasia………………………………………………………..2
B. Jenis-Jenis Euthanasia………………………………………………………..2
C. Tinjauan Etis Terhadap Manusia……………………………………………..3
D. Tinjauan Yurisidis Terhadap Manusia……………………………………….4
E. Tinjauan Kedokteran Terhadap Manusia…………………………………….5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………..6
B. Saran…………………………………………………………………………6
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..7
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Euthanasia merupakan masalah yang terjadi sejak kalangan kesehatan
menghadapi penyakit yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan
merana dan sekarat. Dalam situasi demikian tidak jarang pasien memohon agar
dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau di lain
keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga orang sakit yang tidak tega
melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya dan minta kepada dokter
untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang
mempercepat kematian. Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu melepas
kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan atau mati secara baik.
Masalah makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena
semakin banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat terutama
setelah ditemukannya tindakan didalam dunia pengobatan dengan mempergunakan
tegnologi canggih dalam menghadapi keadaan-keadaan gawat dan mengancam
kelangsungan hidup. Banyak kasus-kasus di pusat pelayanan kesehatanterurtama di
bagian gawat darurat dan di bagian unit perawatan intensif yang pada masa lalu sudah
merupakn kasus yang sudah tidak dapat dibantu lagi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari euthanasia?
2. Apa saja jenis-jenis euthanasia?
3. Bagaimana tinjauan etis terhadap euthanasia?
4. Bagaimana tinjauan yuridis terhadap euthanasia?
5. Bagaiman tinjauan kedokteran terhadap euthanasia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari euthanasia
2. Untuk mengetahui jenis-jenis euthanasia
3. Untuk mengetahui tinjauan etis tehadap euthanasia
4. Untuk mengetahui tinjauan yuridis terhadap euthanasia
5. Untuk mengetahui tinjauan kedokteran terhadap euthanasia
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EUTHANASIA
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu
berarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati. Dengan demikian euthanasia
dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada yang menerjemahkan mati
cepat tanpa derita.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka
dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan
kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang
menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah
bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan
memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan.
Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang
bersangkutan menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih
menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut
pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang
sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan. Inilah
konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang menjadi kematian atas
dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari
euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari kematian itu
sendiri telah menjadi kabur.
B. JENIS-JENIS EUTHANASIA
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya, dari
mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain. Secara garis besar
euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia
pasif. Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia :
1. Euthanasia Aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk
mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya
dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.
Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan
medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya
dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan
b. Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis yang
dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa
risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut
oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
2. Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan
atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien
diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.
3. Euthanasia volunter
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat
kematian atas permintaan sendiri.
4. Euthanasia involunter
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam
keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya.
Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian
bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga mempunyai
macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh, diantaranya Frans magnis
suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo Karyadi, mereka menambahkan macam-
macam euthanasia selain euthanasia secara garis besarnya, yaitu:
1) Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa
memperpendek kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan
agar yang bersangkutan dapat mati dengan "baik".
2) Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan
efek samping, bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke
dalamnya termasuk pemberian segala macam obat narkotik, hipnotik dan
analgetika yang mungkin "de fakto" dapat memperpendek kehidupan walaupun
hal itu tidak disengaja
3) Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau
permintaan pasien. Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan
pernyataan tertulis dari pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.
4) Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan keinginan
pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga),
atau atas keputusan pemerintah.
C. TINJAUAN ETIS TERHADAP EUTHANASIA
Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan pandangan
otonomi dan kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai dirinya sendiri
secara penuh sehingga dapat menentukan sendiri kapan dan bagaimana ia akan mati
(hak untuk mati). Perdebatan mengenai euthanasia dapat diringkas sebagai berikut: atas
nama penghormatan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol
secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk
mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak
berguna.
Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted suicide. Salah satu
argumentasinya menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika kita mengizinkan
pengecualian atas larangan membunuh, sebentar lagi cara ini bisa dipakai juga terhadap
orang cacat, orang berusia lanjut, atau orang lain yang dianggap tidak berguna lagi. Ada
suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu kita harus menghormati kehidupan
manusia. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan tertentu.
Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of life). Kehidupan
manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut dan karena itu dimana-mana harus
dihormati.
Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada secara
intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama dengan
berakhirnya manusia). Keberadaan martabat manusia ini terlepas dari pengakuan orang,
artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh orang lain. Masing-masing orang harus
mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh karena itu masing-
masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak pernah boleh
dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan tertentu oleh orang
lain.
Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia. Argumentasi
yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die. Menurut mereka, jika
pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera
diakhiri. Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh
diri dengan bantuan hanya sekedar mempercepat kematiannya, sekaligus
memungkinkan “kematian yang baik”, tanpa penderitaan yang tidak perlu.
D. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EUTHANASIA
Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada
pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang
euthanasia. Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut soal
keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal
yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu. Maka satu-
satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang terdapat di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau
dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena
kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan
euthanasia aktif tedapat padapasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP:
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-
lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa
alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau
memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah
ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:
Pasal 338 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar
mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman
mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua
puluh tahun.
Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan
kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia, yaitu :

Pasal 345 KUHP:


Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri,
dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap nyawa manusia
dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti betapa sebenarnya pembentuk
undang-undang pada saat itu (zaman Hindia Belanda) telah menganggap bahwa nyawa
manusia sebagai miliknya yang paling berharga. Oleh sebab itu setiap
perbuatan apapun motif dan macamnya sepanjang perbuatan tersebut mengancam
keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka hal ini dianggap sebagai suatu
kejahatan yang besar oleh negara.
Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan agama, ras, warna
kulit dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan nyawa manusia Indonesia
dijamin oleh undang-undang. Demikian halnya terhadap masalah euthanasia ini.
E. TINJAUAN KEDOKTERAN TERHADAP EUTHANASIA
Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi
kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis
adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah
Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan memberikan racun yang
mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang
memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh dokter di dunia,
termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang
membuatnya.
Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban
dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik
kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun
menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien
sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama
sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih
berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang
berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu
dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus
pula dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang
diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup
pasien. Sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang
euthanasia. Pasal-pasal KUHP justru menegaskan bahwa euthanasia aktif maupun pasif
tanpa permintaan dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan.
Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan penderitaan.
Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.
Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan
perawatan medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai
penganiayaan. Ini berkaitan dengan batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang
dokter. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran tersebut dapat dikatakan di luar
kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Apabila suatu tindakan
dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter tidak lagi berkompeten melakukan
perawatan medis.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
 Euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan,
maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai
pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan
dan penderitaan.
 Euthanasia dapat dikelompokkan menjadi euthanasia aktif, euthanasia pasif,
euthanasia volunter, dan euthanasia involunter.
 Menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup
seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan
sembuh lagi.
 Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada
pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang
euthanasia. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah
apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
B. SARAN
Dalam makalah ini penulis memberikan saran kepada kepeda para pemberi
layanan kesehatan khususnya para dokter untuk tidak melakukan euthanasia, karena
jika dilihat dari segi hak asasi manusia setiap orang berhak untuk hidup. Dan jika dilihat
dari segi agama, yang mempunyai kuasa atas hidup manusia adalah Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA

 Hanafiah Jusuf: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta, 2005


 http://Hukum-Kesehatan.web.id/AspekHukumdalamPelaksanaanEuthanasiadi
Indonesia«HukumKesehatan.htm
 http:// Johnkoplo’sWeblog.com/Euthanasia Tinjauan dari Segi Medis, Etis, dan Moral

Anda mungkin juga menyukai