Anda di halaman 1dari 26

ANTROPOLOGI KESEHATAN

IMPLIKASI TRANSKULTURAL DALAM EVALUASI


KEPERAWATAN

Dosen Pembimbing :
Sefrizon, S.Kep.,MPH

Disusun oleh :
Kelompok V
I.A

Nama anggota :
Yuliza Feryani
Wirna Marta Fela
Ulva Urwatul Wusqo
Wulan Getra Puspita
Weni Astuti
Sri Mutiara
Sintia Permata Dewi

POLTEKKES KEMENKES PADANG


PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK
2016/2017

Antropologi Kesehatan Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ilmu
Antropologi Kesehatan tentang Implikasi Transkultural Dalam Evaluasi Keperawatan.
Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang materi
Antropologi Kesehatan.
Kami menyadari dalam penulisan Makalah ini masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna memperbaiki kesalahan dimasa yang akan datang.

Solok, April 2017

Penulis

Antropologi Kesehatan Page 2


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................
1.2. Tujuan Penelitian......................................................................................................
1.3. Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.4. Metode Penelitian.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................

2.1. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan.............................................................


2.2. Perawatan Menjelang Dan Saat Kematian.................................................................
2.3. Perawatan Setelah Kematian......................................................................................
2.4. Pembahasan Kasus......................................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................

3.1. Kesimpulan..............................................................................................................
3.2. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

Antropologi Kesehatan Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh
perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan,
perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi
perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk
menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak
terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah
yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di
lingkungan yang tepat.

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat
adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977) orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus.

Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga,
seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya,
perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi
perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian
klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia,
menjelang kematian, dan saat kematian.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan


globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien
menjelang dan saat kematian.

Antropologi Kesehatan Page 4


2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan


berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan.
b. Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural.
c. Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat
kematian.
d. Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila
dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk
membantupasien.
e. Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan
standart keperawatan.

1.3. Rumusan masalah

Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:

Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat kematian
dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut dilihat dari proses
transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan.

1.4. Metode penulisan

Metode penulisan dalam makalah ini adalah:

BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah,


dan metode penulisan makalah

BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural


dalam Keperawatan, Asuhan keperawatan klien terminal (sakaratul maut)

BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai kasus yang dibahas serta jawaban
kasus.

BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai masalah
gangguan pada systemendokrin.

Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku buku
dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.

Antropologi Kesehatan Page 5


BAB II
PEMBAHASAN

1. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan


1.1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan

Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986)

Wujud-wujud kebudayaan antara lain :

Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan


Kompleks aktivitas atau tindakan
Benda-benda hasil karya manusia

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat


dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari
keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat.

Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai


dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat,
akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada
suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.

Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan
pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan
keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.

Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti


dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring,
caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia.
Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi
diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

Antropologi Kesehatan Page 6


1.2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Konsep dalam transcultural nursing adalah :

a. Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi
serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
b. Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan
yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan
c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan
d. Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki
individu menganggap budayanya adalah yang terbaik
e. Etnis
Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim
f. Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal
manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.
g. Etnografi: Ilmu budaya
Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat
untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap
individu.
h. Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku
pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan
kualitas kehidupan manusia
i. Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
j. Culture care
Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi
digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu,
keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang
bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai
k. Cultural imposition
Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek
dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari
kelompok lain. Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985), adalah cara

Antropologi Kesehatan Page 7


pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang
sesuai latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :

Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-
nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan
danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and
Boyle, 1995).
Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah
lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam
lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

1.3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya

Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan
yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.

Antropologi Kesehatan Page 8


Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan
yaitu:

Cara I : Mempertahankan budaya


Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle,
1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian adalah proses
mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar
belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).

Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada Sunrise Model yaitu:

1. Faktor teknologi (technological factors)


Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan
kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang
harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang

Antropologi Kesehatan Page 9


klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan,
umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji
pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and
Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji
oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang
dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari
kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya
sehingga tidak terulang kembali.

Prinsip-prinsip pengkajian budaya:

a. Jangan menggunakan asumsi.


b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa
halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai perbedaan individual.
e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.

Antropologi Kesehatan Page 10


1.4. Instrumen Pengkajian Budaya

Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh


beberapa ahli, diantaranya:

a. Sunrise model (Leininger)


Yang terdiri dari komponen:

1) Faktor teknbologi (Technological Factors)

Persepsi sehat-sakit
Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
Alasan memilih pengobatan alternative
Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan

2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)

Agama yang dianut


Status pernikahan
Cara pandang terhadap penyebab penyakit
Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan

3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)

Nama lengkap & nama panggilan


Umur & tempat lahir,jenis kelamin
Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga
Pengambilan keputusan dalam keluarga

4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)

Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas


Bahasa yang digunakan
Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan
Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari

5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)

Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya,meliputi:

Peraturan dan kebijakan jam berkunjung


Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
Cara pembayaran
Antropologi Kesehatan Page 11
6) Faktor ekonomi (Economical Factors)

Pekerjaan
Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
Sumber biaya pengobatan
Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi, dll.
Patungan antar anggota keluarga

7) Faktor Pendidikan (Educational Factors)

Tingkat pendidikan klien


Jenis pendidikan
Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif
Pengetahuan tentang sehat-sakit

b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar

Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:

1) Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan, intonasi dan kualitas suara, pengucapan (pronounciation),
penggunaan bahasa non verbal, penggunaan diam.
2) Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang
gerak dan pergerakan tubuh.
3) Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu
luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4) Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan menjalin
hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang.
5) Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-
sakit.
6) Variasi biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim
dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan terhadap
penyakit tertentu,kecenderungan pola makan dan karakteristikpsikologis,koping dan
dukungan social.

Antropologi Kesehatan Page 12


c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle

Komponen-komponenya meliputi:

a) Identitas budaya
b) Ethnohistory
c) Nilai-nilai budaya
d) Hubungan kekeluargaan
e) Kepercayaan agama dan spiritual
f) Kode etik dan moral
g) Pendidikan
h) Politik
i) Status ekonomi dan social
j) Kebiasaan dan gaya hidup
k) Faktor/sifat-sifat bawaan
l) Kecenderungan individu
m) Profesi dan organisasi budaya

Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada
klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media:
verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan
dan kesejahteraan klien.

1.5. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar,
1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu :

a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur


b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

1.6. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses


keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).

Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu :

Antropologi Kesehatan Page 13


mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a. Cultural care preservation/maintenance

Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat


Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation

Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien


Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

c. Cultual care repartening/reconstruction

Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
Gunakan pihak ketiga bila perlu
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka
akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

1.7. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang


mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Antropologi Kesehatan Page 14


2. PERAWATAN MENJELANG DAN SAAT KEMATIAN

Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga
dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan
mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas hidup. Menjelang
ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian berjalan
melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu.

Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:

a. Peningkatan kenyamanan

Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distres (oncology
society and the American Nurses Association,1974)

Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan

a. Kontrol nyeri
Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengatasi rasa
nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat
tidur,nafsu makan,mobilitas dan fungsi psikologis.
b. Ketakutan
Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengurangi rasa
ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri umum yang selalu datang setiap
saat yang dapat membuat sagala aktifitas terganggu.
c. Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit
Pemberian terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti
rasa nyeri dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi
dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit.
d. Higiene personal
Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang harus dipenuhi agar klien
merasa segar dan nyaman.

b. Pemeliharaan Kemandirian

Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat
perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian besar klien
menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri. Dalam pemeliharaan
kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah sakit,ada juga perawatan dirumah
atau perawatan hospice.

1. Pemeliharaan kemandirian di rumah sakit

Antropologi Kesehatan Page 15


Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit diberikan
kebebasan sesuai kemampuan. Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah
sakit :

Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan


Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien
Perawat tidak boleh memaksakan bantuan
Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan
klien membuat keputusan.

2. Pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)


Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien
sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal
mungkin sepanjang proses menjelang ajal.

Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut :

Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah


administrasi rumah sakit
Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ).
Pelayanan yang diarahkan dokter
Perawtan interdisiplin ilmu
Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu
Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
Tindak lanjut kehilangan karena kematian
Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan
ketimbang pada kemampuan untuk membayar.

c. Pencegahan Kesepian dan isolasi

Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas


lingkungan. Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi

a. Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak perlu
ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak sadar.
b. Libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien merasa
diperhatikan.
c. Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus yang
bermakna.
d. Memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat dari anggota
keluarga.
Antropologi Kesehatan Page 16
e. Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian
f. Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani klien.

d. Peningkatan ketenangan spiritual

Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung
rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi
kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisa
nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat
membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang
nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan
menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien.

e. Dukungan untuk keluarga yang berduka

Dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam situasi duka
berkepanjangan. Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan :

1. perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu
mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
2. mengembangkan hubungan suportif.
3. menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga
4. menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.

2.1. Perawatan Menjelang serta Saat Kematian

Proses keperawatan menjelang kematian merupakan proses penting dalam melakukan


perawatan terhadap klien. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk :

a. menghilangkan atau megurangi rasa kesendirian, takut, dan depresi,


b. mempertahankan rasa aman, harkat, dan rasa berguna, dan
c. membantu kenyamanan fisik klien. Pada saat kondisi terminal, perawat dan keluarga
sangat berperan penting dalam proses kegiatan ini. Klien dalam kondisi terminal
membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan
lagi merupakan hal yang penting dilakukan.

2.2. Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian

Menurut KublerRoss (1969) dalam buku On Death and Dying tahapan respon klien
terhadap proses kematian adalah:

a. Penolakan (denial)

Antropologi Kesehatan Page 17


Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
sedang terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar sesuatu
yang tidak diharapkan.
b. Marah (anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa marah
ini terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-hal yang
secara normal tidak menimbulkan kemarahan, sering terjadi karena merasa tidak berdaya.
c. Tawar Menawar (bargaining)
Secara psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa
masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawar-menawar dengan tuhan dengan cara
diam atau dinyatakan secara terbuka.
d. Kesedihan Mendalam (depression)
Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan
abadi dengan siapapun dan apapun.
e. Menerima (acceptable)
Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan
kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan
panjang.

2.3 Asuhan Keperawatan

Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat memberikan asuhan psikologis:

a. Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan memberikan dukungan pada
klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi, budaya yang terjadi di Indonesia pada kondisi
terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi. Sehingga yang terjadi bukanlah
perawat memberikan dukungan, tetapi keluarga klien membacakan doa-doa kepada klien.
b. Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon normal. Sekarang ini, perawat
lebih memberikan arahan tersebut kepada keluarga klien agar keluarga klien pun tidak
cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut.
c. Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya. Perawat tidak lagi sendiri
dalam menghadapi klien dalam kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak pihak keluarga
yang datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada klien. Perawat lebih
berfungsi untuk memberikan arahan kepada keluarga klien apa yang harus dilakukannya
ketika klien menghadapi respon respon tersebut.
d. Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang dilakukan perawat
hanyalah mengutarakan empatinya terhadap keluarga klien dan ikut serta membantu
memotivasi keluarga klien.

Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut.
Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan
spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Biasanya apabila
keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka akan lebih

Antropologi Kesehatan Page 18


memilih untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang
kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien
langsung dibawa pulang ketika keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal.

Gejala-gelala pada saat kondisi terminal:

a. Nafsu makan berkurang


b. Lesu
c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke seluruh tubuh
secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah menjadi biru
d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi bernafas klien
makin lama makin berkurang
e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya lagi
f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang diberikan.

Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
medis kepada klien dengan cara :

mengontrol nyeri dan gejala lain,


memelihara nutrisi klien,
mengatur dosis regular,
membebaskan jalan nafas, dan
menyediakan obat-obatan esensial.

Seperti itulah proses keperawatan pada pasien terminal, perawat dan pihak keluarga
pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam menuju perjalan yang sangat
panjang. Proses proses perawatan pun akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada
aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien. Selama tidak
membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa mengikuti adat budaya keluarga
tersebut.

3. PERAWATAN SETELAH KEMATIAN

Perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian
karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan
demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan
sensitivitas.

Peran perawat :

a. perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan


senyaman mungkin
b. perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien
c. perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien
Antropologi Kesehatan Page 19
d. perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga
yang berduka.

4. PEMBAHASAN KASUS

1. KEPERCAYAAN KUNO DAN PRAKTEK PENGOBATAN


Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat
sederhana, pengetahuan tradisional. Dalam Masyarakat tradisional sistem pengobatan
tradasional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti
mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli(tradisional) adalah
rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat.
Beberapa hal yang berhubungan kesehatan (sehat-sakit) menurut budaya-budaya yang
ada di indonesia diantaranya adalah :
A. Budaya Jawa
Menurut orang jawa, sehat adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan
batin. bahkan, semua itu berakar pada batin.Jika batin karep ragu nututi artinya
berkehendak, raga atau badan akan mengikuti.Sehat dalam kontek raga berarti waras.apabila
seseorang tetap mampu menjalakan peranan sosial sehari-hari.Untuk menentukan sebab-
sebab suatu penyakit ada 2 konsep yaitu,konsep Personalistik dan Konsep Naluralistik.
Dalam konsep personalistik,penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural (makhluk
ghaib, dewa), Mkhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat) dan manusia
(tukang sihir ,tukang tenun). Penyakit ini disebut ora lumbrah atau ora sabaeine (tidak wajar /
tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara ghaib atau
supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi personalistik jenis
penyakit ini terdiri dari kesiku,kewalat.Penyembuhannya dapat melalui seorang dukun.
Ada beberapa katagori dukun pada masyarakat jawa yang mempunyai nama dan
fungsi masing-masing.
a. Dukun Bayi, menangani terhadap penyakit yang berhubungan dengan kesehatan
bayi
b. Dukun pijat,menangani sakit terkilir,patah tulang.
c. Dukun mantra,manangani orang yang kemasukan roh halus

B. Budaya Sunda
Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja,tetapi juga bersifat sosial
budaya.istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat jawa barat(orang sunda)adalah
muriang untuk demam,nyerisirah sakit kepala.

1. Pengertian Sehat sakit


Menurut orang sunda,orang sehat adalah mereka yang makan terasa enak walaupun
dengan lauk seadanya,dapat tidur nyenyak dan tidak ada yang dikeluhkan,sedangkan sakit
adalah apabila badan terasa sakit,panas atau makan terasa pahit.Dalam bahasa sunda orang
sehat disebut cageur,sedangkan orang sakit disebut gering.

Antropologi Kesehatan Page 20


Ada beberapa perbedaan antara sakit ringan dan sakit berat.Orang disebut sakit ringan
apabila masih dapat berjalan kaki,masih dapat bekerja,masih dapat makan dan minum dan
dapat sembuh dengan minum obat atau obat tradisional yang dibeli diwarung. Orang disebut
sakit berat, apabila badan terasa lemas, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sulit
tidur, harus berobat kedokter/puskesmas, apabila menjalani rawat inap memerlukan biaya
mahal.Konsep sakit ringan dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan fisik penderita
melakukan kegiatan sehari-hari, dan sumber pengobatan yang digunakan.Berikut contoh sakit
dengan penyebab,pencegahan dan pengobatan sendiri.

Sakit Demam
Keluhan demam(bahasa sunda-meriang atau panas tiris)ditandai dengan badan terasa
pegal-pegal,menggigil,kadang-kadang bibir biru.Penyebab demam adalah udara kotor
,menghisap debu kotor,pergantian cuaca,kondisi badan lemah,kehujanan,kepanasan cukup
lama,dan keletihan.Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang
dihisap,makan teratur,olahraga cukup,tidur cukup,minum cukup,kalau badan masih
panas/berkeringat jangan langsung mandi,jangan kehujanan dan banyak makan sayuran atau
buah.Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan obat tradisional,yaitu kompres
badan dengan tumbukan daun melinjo,daun cabe atau daun sin gkong,atau dapat juga dengan
obat warung yaitu paramek atau puyer bintang tujuh nomor 16.

Adapun yang dipercayai oleh masyarakat antara lain:


Budaya
Budaya adalah belajar,berbagi dan dipancarkan nilai-nilai, keyakinan, norma dan
cara praktek hidup dari kelompok tertentu yang memandu pemikiran, keputusan, dan
tindakan dengan cara yang bermotif.
Agama
Agama adalah seperangkat kepercayaan dalam ilahi atau kekuatan manusia super
(atau kekuasaan) untuk ditaati dan disembah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta?
nilai-nilai etis dan sistem agama kepercayaan dan praktek, perbedaan dalam budaya dan
seluruh budaya yang ditemukan
Etnis
mengacu kepada sekelompok orang yang berbagi budaya umum dan khas dan yang
merupakan anggota dari sebuah kelompok tertentu.
Akulturasi
individu yang telah diambil pada, biasanya diamati, fitur dari budaya lain. Orang-
orang dari kelompok minoritas cenderung menganggap sikap, nilai, kepercayaan,
menemukan praktek-praktek masyarakat yang dominan sehingga menghasilkan pola budaya
campuran.

2. TRADISIONAL KONSEP KESEHATAN DAN PENYAKIT


Bila dilihat di berbagai kelompok multikultural, penjelasan untuk kesehatan dan
penyakit yang ditandai, kepercayaan tradisional banyak tentang penyebab penyakit,
pengobatan, dan praktek kesehatan umum dapat dilihat sebagai sangat kompleks, dinamis,
Antropologi Kesehatan Page 21
dan interaktif. Penjelasan ini sering melibatkan keluarga, masyarakat, dan / atau agen
supernatural dalam sebab dan akibat, placation, dan ritual pengobatan untuk mencegah,
mengendalikan, atau menyembuhkan penyakit. Kegagalan untuk memahami dan menghargai
"perbedaan" yang dapat memiliki implikasi serius bagi keberhasilan setiap Promosi
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit (HPDP) usaha.
Perlu diketahui bahwa di banyak budaya Timur dan budaya lain di dunia berkembang,
lokus kontrol untuk kausalitas penyakit yang sering berpusat di luar individu, sedangkan
dalam budaya Barat, lokus kontrol cenderung lebih berorientasi internal (Dim-out,
1995).Mengakui bahwa pasien banyak individu dan praktisi kesehatan memiliki pemahaman
spesifik tentang kausalitas kesehatan dan penyakit dan pengobatan yang disebut model
penjelasan. Model ini umumnya merupakan konglomerasi dari pelatihan budaya dan sosial
masing-masing, keyakinan, dan nilai-nilai, agama / kepercayaan, nilai, dan perilaku-, dan
pemahaman konsep biomedis bahwa setiap kelompok memegang (manusia Klein, 1980).

3. KONSEP TRADISIONAL KUALITAS PENYAKIT


Perlu diketahui bahwa penyakit rakyat umumnya belajar sindrom yang individu dari
kelompok budaya tertentu mengklaim telah dan dari mana budaya mereka mendefinisikan
etiologi, perilaku, prosedur diagnostik, metode pencegahan, dan pengobatan tradisional atau
praktik menyembuhkan.kebanyakan kasus penyakit awam memiliki beberapa sebab-akibat
dan mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda untuk diagnosis, perawatan, dan
menyembuhkan termasuk rakyat dan intervensi medis Barat

4. KONSEP BUDAYA
Budaya dipelajari oleh setiap generasi baik melalui pengalaman hidup formal dan
informal. Bahasa utama melalui sarana transmisi budaya. Praktek-praktek budaya tertentu
sering timbul karena lingkungan kelompok sosial dan fisik. Praktek budaya dan kepercayaan
yang diadaptasi dari waktu ke waktu tetapi mereka terutama tetap konstan selama mereka
memenuhi kebutuhan.

5. BUDAYA KONGRUEN PERAWATAN


Perawatan yang sesuai pola menghargai orang-orang hidup dan set-makna yang
dihasilkan dari masyarakat itu sendiri, bukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Menemukan nilai-nilai budaya perawatan klien, makna, kepercayaan dan praktek-praktek
yang berkaitan dengan asuhan keperawatan dan kesehatan membutuhkan perawat untuk
mengasumsikan peran peserta didik budaya klien dan copartners dengan klien dan keluarga
dalam mendefinisikan karakteristik perawatan bermakna dan bermanfaat. (Leininger, 2002).
Budaya kompeten adalah kemampuan praktisi untuk menjembatani kesenjangan
budaya dalam merawat, bekerja dengan perbedaan budaya dan memungkinkan klien dan
keluarga untuk mencapai dan mendukung kepedulian bermakna. Budaya kompeten
memerlukan pengetahuan khusus, keterampilan, dan sikap dalam penyampaian perawatan
kongruen budaya dan kesadaran.

Antropologi Kesehatan Page 22


6. TUJUAN MENGETAHUI PASIEN YANG BUDAYA DAN AGAMA UNTUK
TENAGA KESEHATAN
Budaya latar belakang mempengaruhi kesehatan seseorang dalam semua dimensi,
sehingga perawat harus mempertimbangkan latar belakang budaya klien ketika
merencanakan perawatan. Meskipun kebutuhan dasar manusia adalah sama bagi semua
orang, cara seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dipengaruhi oleh
budaya.Untuk meningkatkan kesadaran cara di mana sistem iman mereka sendiri.
Menyediakan sumber daya untuk pertemuan dengan penyakit, penderitaan dan kematian.
Untuk mendorong pemahaman, penghormatan dan penghargaan atas individualitas
dan keragaman keyakinan pasien, nilai-nilai, spiritualitas dan budaya tentang penyakit,
artinya, penyebab, pengobatan, dan hasil.
Untuk memperkuat komitmen mereka untuk hubungan-obat berpusat yang
menekankan mengurus orang yang menderita bukan hanya perhatian lebih pada patofisiologi
penyakit, dan mengakui dokter sebagai komponen dinamis dari hubungan itu. Untuk
memudahkan dalam mengenali peran pendeta pendeta rumah sakit dan pasien sebagai mitra
dalam tim perawatan kesehatan dalam memberikan perawatan bagi pasien.
Untuk mendorong dalam mengembangkan dan mempertahankan program fisik,
emosional dan spiritual terapi perawatan memperkenalkan diri dari Timur, seperti ayurveda
dan pancha karmaLeininger (1991,2002) telah mendefinisikan keperawatan transkultural
sebagai studi perbandingan budaya untuk memahami kesamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya-tertentu) di seluruh kelompok manusia.

7. PENYEBAB SAKIT DAN PENCEGAHAN BERHUBUNGAN DENGAN


MAKANAN
Beberapa faktor yang menyebabkan penyakit. Sebuah ketidakseimbangan panas-
dingin, misalnya, terutama disebabkan oleh diet yang tidak tepat. Makanan zat
diklasifikasikan sebagai panas atau dingin dengan dan tanpa memandang suhu mereka yang
sebenarnya. Klasifikasi ini dapat bervariasi dari orang ke orang, tapi pada dasarnya, makanan
tertentu yang dikenal sebagai panas, dan lain-lain yang dikenal sebagai dingin. Contoh
makanan dingin, madu, alpukat, pisang, dan kacang lima. Contoh makanan panas-adalah
coklat, kopi, makan com, bawang putih, ginjal kacang, bawang, dan kacang polong. Penyakit
dapat terjadi jika makanan ini dimakan di kombinasi yang tidak tepat atau jumlah.

Adapun kelebihan Teori transkultural dalam aplikasinya antara lain :

a. Data yang didapatkan lebih lengkap dan mengena karena lebih mendekatkan pada
pengkajian transkultural atau budaya yang merupakan bagian dari latar belakang keluarga
b. Pengkajian pada askep keluarga lebih spesifik dan lebih jelas karena diarahkan ke
spesifikasi teori tertentu
c. Adanya sumber data memperkuat dan memperlengkap pemahaman tentang asuhan
keperawatan keluarga.
d. Memfasilitasi keluarga mengenali lebih jauh kesehatan keluarga dan penanganannya

Antropologi Kesehatan Page 23


Adapun keluarga Kekurangan Teori transkultural antara lain :
a. Perlu waktu yang lebih lama karena perlu menggali data dari beberapa sumber
b. Jika hanya berdasarkan tinjauan teoritis, data perkembangan kultur atau budaya tidak
terkaji dan tidak dapat mendapatkan dapat yang mendekati latar belakang keluarga
c. Pada keluarga dengan kultur yang kuat dan keluarga berusaha untuk mempertahankan
budayanya dimana kultur tersebut bertentangan dengan kesehatan maka intervensi
perawat akan menemukan kesulitan untuk bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.

Antropologi Kesehatan Page 24


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada
perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang
budaya.
2. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan
pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang
spesifik dan universal.
3. Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan Transkultural akan mendapatkan data
yang lebih lengkap dan mengena karena lebih mendekatkan pada pengkajian budaya yang
merupakan bagian dari latar belakang keluarga.
4. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
5. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
6. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu
saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya
klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
7. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan
pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.

B. Saran

1. Perlu penambahan data pengkajian budaya /transkultural pada pengkajian asuhan


keperawatan keluarga.
2. Perlu modifikasi bentuk format terutama untuk keluarga dengan latar belakang budaya
yang kental yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keperawatan.

Antropologi Kesehatan Page 25


DAFTAR PUSTAKA

Askep Diabetik Ketoacidosis.www.blogger-blogspot-com (diakses pada tanggal 21Mei 2011


pukul 18.39 WIB).

Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.EGC: Jakarta

Doengoes, E. Marilynn.1989. Nursing Care Plans, Second Edition. FA Davis: Philadelphia

Fisher,JN., Shahshahani,MN., Kitabchi,AE., Diabetic ketoacidosis: low-dose insulin therapy


by various routes. www.content.nejm.org (diakses pada tanggal 21 mei 2010 pukul
19.34 WIB).

Antropologi Kesehatan Page 26

Anda mungkin juga menyukai