Anda di halaman 1dari 13

STUNTING DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

Oleh Home Group 3 :

Rewynda Eka Frestira (1906364086)

Hamna Hanafi Rustam (1906392184)

Yane Andini (1906390531)

Aninda Savira Sofandy (1906367882)

Dhityana Ayu Bestania (1906367592)

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

Depok

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan lancar.Makalah
dibuat untuk menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah MPKT-B sebagai salah satu dari
proses pembelajaran di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Pada makalah ini kami akan membahas tentang kasus stunting yang cukup tinggi di
Indonesia, akan dipaparkan terkait penyebab, upaya penanganan, serta pengaruh dari stunting
pada anak.

Makalah ini tidak akan terbentuk dengan baik tanpa adanya bimbingan dari dosen
kami yaitu Dr. Yohanes Sumaryanto Dip.Lib., M.Hum.. Serta dukungan dari teman-teman
sekalian. Sebelumnya kami meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat
yang kurang berkenan. Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan yang
membangun dari Anda demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Depok, 17 Mei 2020


ABSTRAK

Stunting adalah salah satu masalah kesehatan yang telah menjadi masalah krusial di
Indonesia. Stunting merupakan kondisi kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam jangka waktu 1000 hari pertama sejak di dalam kandungan hingga berusia
2 tahun. Kejadian stunting selain dipengaruhi berbagai sektor, stunting dapat pula
mempengaruhi berbagai sektor yang berkaitan dengan kemajuan suatu negara.

Makalah ini menganalisis dampak stunting terhadap kemajuan negara dengan


menganalisis permasalahan akibat stunting yang dapat mempengaruhi indikator-indikator
Indeks Pembangunan Manusia yang disingkat dengan IPM. Indikator-indikator IPM adalah
kesehatan, pendidikan, dan perekonomian sebuah negara.

Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan masalah


kompleks yang tidak dapat hanya dicegah hanya dengan perbaikan nutrisi, melainkan aspek
seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur menjadi hal yang dapat berdampak
pula pada stunting.
DAFTAR ISI

H ALAMAN JUDUL
K ATA
PENGANTAR A
BSTRAK
D AFTAR ISI
P ENDAHULUAN
Latar Belakang
P EMBAHASAN
Upaya Penanganan Stunting
Dampak Stunting
Stunting di Indonesia
K ESIMPULAN
D AFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Stunting adalah salah satu masalah kesehatan yang menggambarkan terhambatnya


pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting merupakan masalah kesehatan
khususnya pada anak balita yang mengalami gagal dalam pertumbuhan disebabkan beberapa
faktor yaitu kurangnya asupan gizi serta kebersihan lingkungan yang buruk yang dapat
menyebabkan anak sering terkena infeksi penyakit. Anak yang mengidap kondisi stunting
dapat dilihat ketika anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya, atau dengan
kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar. Standar yang dipakai sebagai acuan
adalah kurva pertumbuhan yang dibuat oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Penyebab
utama stunting adalah kurangnya asupan gizi pada 1000 hari pertama sejak di dalam
kandungan hingga berusia 2 tahun. Kurangnya asupan gizi pada anak juga merupakan salah
satu penyebab dari kurangnya pemahaman orang tua mengenai gizi yang baik.

Stunting menjadi salah satu permasalahan krusial yang melanda Indonesia. Di


wilayah Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan angka
stunting terbanyak. Karena angka stunting di dunia khususnya di Indonesia masih dinilai
tinggi, perlu adanya upaya penanganan dan pencegahan agar prevalensi stunting semakin
menurun. Upaya lembaga, pemerintah, dan masyarakat berpengaruh besar dalam mengatasi
kasus stunting.
PEMBAHASAN

Upaya Penanganan Stunting

Menurut WHO, stunting merupakan masalah kompleks yang tidak dapat hanya
dicegah hanya dengan perbaikan nutrisi. Sektor-sektor lain juga dapat mempengaruhi
terjadinya stunting. Sektor-sektor tersebut adalah :

1. Kebijakan Ekonomi

Kebijakan-kebijakan pemerintah dapat berdampak pada terpenuhinya


nutrisi setiap anak, terutama kebijakan ekonomi, Kebijakan ekonomi dianggap
dapat mempengaruhi tingkat pengerdilan (stunting) di suatu negara karena
kebijakan ekonomi berkaitan dengan biaya (harga) dari bahan pangan serta
mempengaruhi pendapatan yang mempengaruhi tingkat kemampuan orang tua
untuk memberikan makanan yang bernutrisi bagi anaknya.

Pendapatan keluarga atau orang tua anak memiliki pengaruh terhadap


stunting pada anak dikarenakan bila tercukupinya kebutuhan ekonomi suatu
keluarga, dapat pula memperoleh pelayanan kesehatan keluarga yang lebih
memadai dan kebutuhan gizi yang tercukupi. Anak pada keluarga dengan tingkat
ekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting karena
kemampuan pemenuhan gizi yang rendah, meningkatkan risiko terjadinya
malnutrisi.

2. Edukasi

Sebagai orang yang teredukasi masalah stunting, dokter, perawat dan orang
yang bekerja di bidang kesehatan bertanggung jawab dalam pemantauan dan
mengidentifikasi anak yang beresiko tidak cukup nutrisi dalam tumbuh dan
berkembangnya. Instansi kesehatan harus menjadi sarana yang memberikan
pengetahuan mengenai proporsi nutrisi yang cukup untuk anak yang masih ASI
sampai umur 2 tahun.

Pengetahuan orang tua mengenai kesehatan anak dan asupan nutrisinya adalah
hal yang penting. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan menyebabkan stunting pada anak. Ibu yang berpendidikan
tinggi lebih cenderung membuat keputusan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan
pada anak seperti ASI yang memadai dan imunisasi pada anak. Pendidikan yang lebih
tinggi dapat menambah pengetahuan dan kemampuan orang tua untuk mengerti dan
mengubah kebiasaan makan anak sehingga nutrisi anak lebih terjamin.
3. Lingkungan sosial dan budaya

Kepercayaan adat juga dapat mempengaruhi pilihan asupan dan kebiasaan


makan anak. Ketika anak diberi berbagai makanan, ini akan membuat food preference
mereka lebih luas. Jika kebiasaan makan anak tidak diberikan makanan yang
beragam, maka akan berpengaruh pada terpenuhi atau tidaknya nutrisi anak.

4. Agrikultur dan sistem makanan

Sumber daya yang tersebar di setiap daerah tidak begitu beragam sehingga
keberagaman dalam mengkonsumsi makanan yang bernutrisi juga terbatas. Nutrisi
yang diperoleh sangat mempengaruhi pertumbuhan sejak bayi lahir, termasuk risiko
terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi
salah satu faktor terjadinya stunting. Sedangkan, perlu memperhatikan kuantitas,
kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan untuk makanan pendamping ASI (MP
ASI). Asupan zat gizi pada balita sangat penting dalam mendukung pertumbuhan
sesuai dengan grafik pertumbuhannya agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth
faltering) yang dapat menyebabkan stunting.

5. Air, sanitasi dan lingkungan

Kondisi lingkungan, baik itu polusi udara, air bersih dapat pula mempengaruhi
stunting. Akses terhadap sanitasi dan air bersih yang mudah dapat menghindarkan
anak pada risiko ancaman penyakit. Untuk itu, pentingnya membersihkan badan
terutama tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar
sembarangan.

Air yang terkontaminasi, kurangnya sanitasi dapat mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan yang sehat diperlukan untuk
perkembangan anak dalam mengenal lingkungannya seperti dengan merangkak,
berjalan dan memasukan benda ke mulutnya. Ketentuan toilet dan perbaikan pada
kualitas air merupakan hal yang penting dalam mencegah terjadinya berbagai macam
penyakit.

UNICEF memiliki target di Asia Tenggara yaitu pada 2021 terdapat


penurunan jumlah anak-anak dengan pertumbuhan dan perkembangan terhambat
sebanyak 10 juta anak. Sedangkan target globalnya adalah pengurangan jumlah
stunting anak hingga 40 persen pada tahun 2025. Antara tahun 2000 sampai 2017,
angka stunting pada anak di Asia Selatan berkurang sebanyak 30 juta (dari 89.2 juta
menjadi 59.4 juta). Tetapi pada 20014-2017 hanya terjadi pengurangan jumlah
berkisar 7-8 juta anak.

Program yang UNICEF tekankan untuk mengurangi Stunting di Asia Selatan


yaitu dengan pemberian makanan untuk anak, nutrisi wanita, dan sanitasi rumah
tangga. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan itu South Asia Regional Action Framework
yang diadopsi oleh South Asian for Regional Cooperation (SARC) pada 2014
mendorong delapan negara anggotanya untuk menerapkan empat pilar berikut: 1)
Komitmen politik tingkat tinggi untuk meningkatkan tata kelola dan program gizi; 2)
Intervensi berbasis bukti, spesifik gizi dan sensitif nutrisi disampaikan dalam skala
besar; 3) Kapasitas kelembagaan dan manusia yang lebih kuat untuk mengelola
program nutrisi; 4) Kerangka kerja pemantauan yang koheren dan sistem manajemen
pengetahuan.

Dampak Stunting Terhadap Kemajuan Negara

Dalam menganalisis dampak Stunting terhadap kemajuan negara, Indeks


Pembangunan Manusia dapat digunakan sebagai tolak ukur dengan menganalisis
permasalahan akibat Stunting yang dapat mempengaruhi indikator-indikator IPM.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia atau


yang disingkat dengan IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Kegunaan diantara adalah untuk mengukur keberhasilan negara dalam upaya membangun
kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk), menentukan peringkat atau level
pembangunan suatu wilayah/negara, dan bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis
karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu
alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU). Berdasarkan kegunaan IPM tersebut,
indikator-indikator IPM adalah kesehatan, pendidikan, dan perekonomian sebuah negara.

Berikut adalah dampak permasalahan Stunting berdasarkan indikator-indikator IPM:

1) Indikator kesehatan

Stunting dapat mengganggu kualitas kesehatan SDM baik secara fisik, mental, dan
kognitif. Dalam artikel kompas.com 'Dampak Stunting Terhadap Kecerdasan
Generasi Bangsa', dinyatakan bahwa penderita Stunting biasanya mengalami daya
kualitas kognitif yang rendah akibat lambatnya perkembangan otak sehingga dapat
mempengaruhi kualitas SDM. Buruknya fasilitas kesehatan dalam penanganan
stunting dapat berujung pada meningkatnya angka kematian.

2) Indikator Pendidikan
Kondisi kognitif yang terganggu sebagai dampak dari Stunting dapat menurunkan
kualitas SDM. Ketika kualitas SDM rendah, akan sulit untuk menjalani jenjang
pendidikan yang lebih tinggi sehingga banyak SDM yang kurang berpendidikan dan
berdampak pada rendahnya produktivitas SDM.

3) Indikator Ekonomi

Dampak stunting yang mempengaruhi kesehatan dan pendidikan tersebut selanjutnya


akan berdampak pada tingkat pendapatan suatu negara.

Menurut BMC Public Health bahwa stunting dapat berdampak negatif tidak hanya di
masa anak sekolah namun dapat berdampak hingga mencapai usia bekerja atau
dewasa. Maka dari itu stunting dapat memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.

Tingkat pendapatan suatu negara seringkali diukur berdasarkan pendapatan per


kapitanya, atau jumlah pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara dalam jangka
waktu satu tahun. Namun, tidak sedikit negara dengan pendapatan per kapita yang
rendah karena salah satunya diakibatkan Pendidikan masyarakat yang rendah dan
tidak banyak tenaga ahli karena produktivitas SDM yang rendah.

Mengutip dari blog.ruangguru.com, dinyatakan bahwa Indeks pembangunan


manusia ini berkaitan dengan bonus demografi yang akan diterima Indonesia. Ketika
bonus demografi sudah sampai pada puncaknya dan tidak diimbangi dengan
pembangunan manusia yang baik, maka kemungkinan seperti yang disampaikan oleh
PwC (PricewaterhouseCoopers), bahwa pada tahun 2050 Indonesia menjadi raja ekonomi
ke 4 di dunia itu tidak akan terjadi karena tidak adanya perbaikan ekonomi dan
pembangunan negara yang baik sehingga kemajuan bangsa dan negara kita dapat
terhambat.

Stunting di Indonesia

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke


dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East
Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4%.

Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, masalah
stunting memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti
gizi kurang, kurus, dan gemuk. Dari tahun 2007-2017, prevalensi stunting di Indonesia
mengalami grafik yang naik turun. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
tahun 2007 prevalensi stunting sebesar 36,8%. Pada tahun 2010 mengalami penurunan
sebesar 1,2%. Tahun 2013 kembali naik 1,6% dari tahun 2010 menjadi 37,2%. Sampai di
tahun 2019, angka stunting turun menjadi 27,67% yang berarti hampir 10%
penurunannya. Tetapi angka ini belum mencapai angka yang ditetapkan oleh WHO, yaitu
dibawah 20%

Untuk menurunkan prevalensi di Indonesia, pemerintah mencanangkan program


intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan
lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi
prioritas penurunan stunting. Pada tahun 2020 percepatan penanganan stunting akan
diperluas ke 260 kabupaten/kota dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada 2019.
Dengan adanya program ini, diharapkan angka stunting di Indonesia terus menurun tiap
tahunnya.

Upaya pemerintah Indonesia sendiri dalam menangani stunting terbagi menjadi dua
yaitu langkah Kesehatan dan langkah Pendidikan. Sehingga upaya penanganan stunting
tidak hanya berfokus pada kontribusi dari kementerian Kesehatan, namun upaya
kementerian lain seperti kementrian Pendidikan dan budaya, pemerintah setempat, dan
juga dukungan dari masyarakat Indonesia. Upaya penanganan di ranah Kesehatan dapat
diartikan sebagai segala bantuan dari pemerintah berupa pemenuhan sarana Kesehatan
agar terhindar dari stunting seperti, Suplementasi gizi, Imunisasi, Pemberian obat cacing,
Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi, Standarisasi makanan melalui BPOM, dan
bantuan pangan pemenuh gizi seperti protein. Selanjutnya, upaya penanganan di ranah
Pendidikan dapat diartikan sebagai segala upaya pemerintah dengan melakukan
penanaman pola pikir yang sehat kepada masyarakat agar terhindar dari stunting seperti,
Pendidikan sebelum masa pernikahan, Pendidikan Bina Keluarga Balita, parenting,
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Sosialisasi GERMAS (Gerakan Masyarakat
Indonesia).
KESIMPULAN

Stunting merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada anak mengenai perbedaan
pertumbuhan pada anak yang normal disebabkan beberapa faktor salah satunya kurangnya
asupan gizi yang menghambat pertumbuhan suatu anak. Bila terjadi banyaknya kasus
stunting mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan anak sebagai penerus bangsa dan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bagi masa depan suatu negara termasuk
Indonesia. Namun, stunting merupakan masalah kompleks yang tidak dapat hanya dicegah
hanya dengan perbaikan nutrisi. Berbagai aspek seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur menjadi hal yang dapat berdampak pula pada stunting. Pencegahan dan
penanggulangan stunting berarti pemerintah Indonesia harus membenahi aspek-aspek
tersebut.
Stunting bukan masalah yang dapat diatasi dengan mudah dan dengan waktu yang
singkat. Dibutuhkan waktu yang lama dan pembenahan di berbagai bidang dalam
mewujudkan dunia bebas stunting. Oleh sebab itu, pemerintah bersama masyarakat haruslah
saling bekerjasama dalam pencegahan Stunting tersebut agar terwujudnya keselarasan dalam
penanganan Stunting sehingga masalah ini menjadi lebih mudah untuk diatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia. Diakses pada 12 Mei 2020,
dari https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html#subjekViewTab6

Investor.id. (2019, 28 Agustus). Stunting Sebagai Isu Pembangunan. Diakses pada 12 Mei
2020, dari https://investor.id/opinion/stunting-sebagai-isu-pembangunan

Kompas.com. (2019, 28 Desember). Dampak Stunting Terhadap Kecerdasan Para Generasi


Bangsa. Diakses pada 16 Mei 2020, dari
https://www.kompasiana.com/ditiyanovani/5e0753c8d541df0faa1a20a3/dampak-stunting-ter
hadap-kecerdasan-para-generasi-bangsa

M.radarbangsa.com. (2020, 20 Januari). Produktivitas Indonesia Rendah Karena Kualitas


Tenaga Kerja. Diakses pada 16 Mei 2020, dari
https://m.radarbangsa.com/ekobis/22223/produktivitas-indonesia-rendah-karena-kualitas-tena
ga-kerja

Nasional.sindonews.com. (2020, 3 Februari). Polemik Stunting dan Pembangunan. Diakses


pada 12 Mei 2020, dari https://investor.id/opinion/stunting-sebagai-isu-pembangunan

Blog.ruangguru.com. (2018, 22 Oktober). Geografi Kelas 11: Hal-Hal Penting Dalam Indeks
Pembangunan Manusia. Diakses pada 12 Mei 2020, dari
https://blog.ruangguru.com/hal-hal-penting-dalam-indeks-pembangunan-manusia

Bmcpublichealth.biomedcentral.com. (2016, 29 Juli). Determinants of stunting in Indonesian


children. Diakses pada 17 Mei 2020, dari
https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-016-3339-8

Alodokter.com (2019, 10 April). Memahami Stunting pada Anak. Diakses pada 17 Mei 2020,
dari https://www.alodokter.com/memahami-stunting-pada-anak

Youtube: WHO (2014, 14 Oktober). Stunted growth - Chapter 4: Many Sectors Acting
Jointly Can Reduce Stunting. Diakses pada 12 Mei 2020.
https://www.youtube.com/watch?v=pkjG8Ahh8Tc&feature=emb_title

Unicef. Stop Stunting. Diakses pada 12 Mei 2020.


http://www.unicefrosa-progressreport.org/stopstunting.html

Nasional.sindonews.com. (2018, 29 Oktober). Upaya Pemerintah Atasi Stunting. Diakses


pada 17 Mei 2020, dari
https://nasional.sindonews.com/berita/1349997/15/upaya-pemerintah-atasi-stunting
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat dan Sekretaris Percepatan Perbaikan
Gizi-Bappenas. 2018.. Pencegahan Stunting dan Pembangunan Sumber Daya Manusia.
Buletin Jendela: Data dan Informasi Kesehatan, Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Diakses pada 17 Mei 2020
www.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai