Anda di halaman 1dari 21

BLOK ETIKA, MORAL DAN PROFESIONALISME

SKENARIO 2
Euthanasia Pilihan Terakhir

KELOMPOK A-11
Ketua
Sekretaris
Anggota

: Alisha Nurdya Irzanti


: Afifah Faizah Dinillah
: Afifah Hanum Rozana
Ahmad Rafi Faiq
Akbar Fitrianto
Akbar Rabbani Mugayat
Alika Rizki Pratami
Amalia Maulida
Amina Nada

1102015018
1102015009
1102015010
1102015012
1102015013
1102015014
1102015017
1102015019
1102015020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.424457

DAFTAR ISI
SKENARIO.............................................................................................................2
KATA SULIT...........................................................................................................3
PERTANYAAN DAN JAWABAN..........................................................................4
HIPOTESIS..............................................................................................................5
SASARAN BELAJAR............................................................................................6
LI. 1. Memahami dan menjelaskan Etika Kedokteran.........................................7
LO 1.1 Definisi Etika Kedokteran...................................................................7
LO 1.2. Tujuan Etika Kedokteran....................................................................7
LI. 2 Memahami dan menjelaskan Euthanasia....................................................7
LO 2.1 Definisi Euthanasia..............................................................................7
LO 2.2 Jenis-jenis Euthanasia..........................................................................7
LO 2.3 Syarat Pelaksanaan Euthanasia............................................................8
LO 2.4 Dampak Positif dan Negatif Euthanasia............................................10
LI. 3. Memahami hukum-hukum Euthanasia.....................................................11
LO 3.1 Hukum Pidana mengenai Euthanasia................................................11
LO 3.2 Hukum Islam mengenai Euthanasia..................................................12
LO 3.3 Hukum dari KODEKI mengenai Euthanasia.....................................15
LI. 4. Memahami Kaidah Dasar Bioetika..........................................................16
LO 4.1 Definisi Bioetika................................................................................16
LO 4.2 Prinsip-prinsip Bioetika.....................................................................18
LO 4.3 Contoh Prinsip Dasar Bioetika..........................................................18
DAFTAR PUSTAKA . 20

SKENARIO
Euthanasia Pilihan Terakhir
Ny. ZA 78 tahun menderita tumor otak yang dinyatakan tim dokter yang
merawatnya sebagai penyakit dengan tidak ada harapan sembuh kembali. Ny, ZA
sudah beberapa kali mealukan usaha bunuh diri atau tentamen suicide karena
nyeri kepala yang luar biasa. Tapi anak-anak laki Ny, ZA adalah dokter bedah
digestif yang sangat sayang dan prihatin terhadap keadaan ibunya. Ny, ZA
berulang kali merengek pada anaknya agar diberi suntikan yang mematikan
karena dia tidak tahan terhadap penyakitnya itu. Awalnya anaknya menolak
mengabulkan permintaan ibunya, tetapi melihat penderitaan ibunya yang terus
menangis kesakitan dan usaha bunuh diri terus menerus dengan membenturbenturkan kepalanya, akhirnya anaknya mengabulkan permintaan ibunya dengan
memberikan suntikan pengurang rasa sakit dengan dosis berlebihan agar ibunya
tidak merasakan sakit kepala yang hebat itu lagi. Setelah memberikan suntikan
yang mematikan itu sang dokter bedah melaporkan dirinya ke polisi. Tetapi di
pengadilan hakim dijatuhkan hukuman yang tidak sesuai dengan pasal
pembunuhan, karena sang dokter bedah tersebut menyuntikan suntikan yang
mematikan tersebut dengan rasa sayang yang dalam kepada ibunya karena
penderitaan berkepanjangan dan tidak ada harapan untuk sembuh.

KATA SULIT
1. Tumor Otak
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

: Pertumubuhan sel-sel abnormal di dalam atau


sekitar otak secara tidak wajar.
Dokter Bedah Digestif : Dokter bedah di dalam bidang pencernaan.
Nyeri
: Rasa sakit pada bagian tubuh.
Dosis
: Takaran atau ukuran yang diberikan jangka waktu
tertentu.
Pasal Pembunuhan
: Suatu aturan atau hukum yang mengatur tentang
tindak pembunuhan.
Suntikan
: Memasukan cairan obat ke dalam badan dengan
jarum atau injeksi.
Euthanasia
: Pengakhiran hidup dengan sengaja dan
memberikan
treatment
atau
obat
untuk
mempercepat kematian.
Pengurang Rasa Sakit/Analgesik : Obat untuk meringankan rasa sakit atau
nyeri tanpa pasien tersebut kehilangan
kesadaran.
Penyakit
: Gangguan pada system tubuh bisa disebabkan oleh
substansi asing atau bisa karena kesalahan suatu
jaringan atau organ tubuh tersebut.

PERTANYAAN DAN JAWABAN


Pertanyaan:
1. Apa contoh obat pengurang rasa sakit yang digunakan untuk Euthanasia?
2. Apa syarat-syarat agar dilakukan Euthanasia?
3. Apa saja pasal-pasal atau dasar hukum tentang Euthanasia?
4. Negara manakah yang melegalkan Euthanasia?
5. Bagaimanakah pandangan Islam terhadap Euthanasia?
6. Apa saja dampak-dampak dari legalisasi Euthanasia?
7. Bagaimana cara kerja obat dalam kasus Euthanasia?
8. Bagaimana kasus Euthanasia dianggap sebagai kasus pembunuhan?
9. Apa saja jenis-jenis Euthanasia?
Jawaban:
1. Morphine.
2. Harus ada persetujuan, Penyakit sudah terlalu parah, tidak ada harapan
untuk sembuh.
3. Pasal 388, 344 KUHP, Kodeki
4. Belanda, Belgia, Australia
5. Tidak boleh atau haram karena mencabut hak hidup seseorang karena
Allah SWT yang berhak atas nyawa seseorang
6. Positif : mengurangi beban Negara, pengurangan populasi penduduk,
membantu pasien menghilangkan rasa sakitnya
Negatif : tidak ada tantangan untuk dokter meneilit kasuspenyakit yang
sulit disembuhkan
7. Cara kerja obat dalam kasus Euthanasia yaitu melumpuhkan atau merusak
fungsi organ-organ tubuh manusia
8. Dalam Pasal
9. Jenis-jenis Euthanasia menurut cara pelaksanaannya yaitu, euthanasia
aktif, euthanasia pasif, auto euthanasia. Euthanasia aktif adalah tindakan
dengan sengaja oleh dokter dengan memberikan intervensi obat atau
sesuatu yang bertujuan untuk mengakhiri hidup pasien. Euthanasia pasif
adalah tindakan dengan sengaja oleh dokter dengan mencabut alat-alat
penunjang kehidupan pasien. Auto Euthanasia adalah apabila seseorang
pasien meminta untuk diberhentikan dalam proses pengobatan atau suatu
therapi.

HIPOTESIS
Euthanasia yaitu pengakhiran hidup dengan sengaja oleh pertolongan
dokter atau tidak. Jenis-jenis euthanasia dibagi dengan cara pelaksanannya.
Syarat-syarat euthanasia juga diperlukan untuk melakukannya, serta memiliki
dampak positif dan negatifnya dan terdapat hukum yang mengatur baik dari segi
pidana maupun agama.

SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan menjelaskan Etika Kedokteran
1.1 Definisi Etika Kedokteran
1.2 Tujuan Etika Kedokteran
LI. 2. Memahami dan menjelaskan Euthanasia
2.1 Definisi Euthanasia
2.2 Jenis Euthanasia
2.3 Syarat Pelaksanaan Euthanasia
2.4 Dampak Positif dan Negatif Euthanasia
LI. 3. Memahami Hukum-Hukum Euthanasia
3.1 Hukum Pidana mengenai Euthanasia
3.2 Hukum Islam mengenai Euthanasia
3.3 Hukum dari KODEKI mengenai Euthanasia
3.4 Hubungan Etik dan Hukum Kedokteran
LI. 4. Memahami Kaidah Dasar Bioetika
4.1 Definisi Bioetika
4.2 Prinsip-prinsip Bioetika
4.3 Contoh Prinsip Dasar Bioetika

LI. 1. Memahami dan menjelaskan Etika Kedokteran


LO 1.1 Definisi Etika Kedokteran
Etika Kedokteran adalah kajian-kajian yang muncul dalam praktik
pengobatan secara sistemik, hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan
perilaku. Etika Kedokteran juga bisa disebut sebagai penerapan dan penalaran
moral pada masalah yang dihadapi dokter dalam berprofesi.
LO 1.2 Tujuan Etika Kedokteran
a. Dalam pendidikan kedokteran, untuk menjadikan calon dokter lebih
manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional
b. Dalam menjalani profesi kedokteran, untuk mengantisipasi atau mencegah
terjadinya perkembangan yang burukterhadap profesi kedokteran dan
mencegah agar dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap
professional dan memiliki enam sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan,
kemurniaan niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja,
integritas ilmiah dan sosial. Agar dalam hubungan tersebut ke enam sifat
dasar dapat tetap terjaga, disusun Kode Etik Kedokteran (KODEKI) yang
merupakan kesepakatan dokter Indonesia bagi pedoman pelaksanaan
profesi.
LI. 2 Memahami dan menjelaskan Euthanasia
LO 2.1 Definisi Euthanasia
Menurut kamus hukum, Euthanasia adalah menghilangkan nyawa tanpa
rasa sakit untuk meringankan sakaratul maut seorang penderita yang tak ada
kemungkinan sembuh lagi. Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland,
euthanasia mengandung dua pengertian, pertama, suatu kematian yang mudah
atau tanpa rasa sakit, kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran
kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan
sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.
Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya
tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis.
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai kematian yang
lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh
penderitaan dan tak tersembuhkan. Istilah yang sangat populer untuk menyebut
jenis pembunuhan ini adalah mercy killing.
LO 2.2 Jenis-jenis Euthanasia
Menurut tipenya, euthanasia dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Euthanasia Aktif
Yakni
Euthanasia
yang
secara
sengaja
melakukan
tindakan/langkah/perbuatan mengakhiri atau memperpendek hidup
penderita

2. Euthanasia Pasif
Yakni secara sengaja tidak (lagi) memberikan perawatan atau bantuan
medik yang dapat memperpanjang hidup penderita
3. Auto-Euthanasia
Yakni penolakan secara tegas oleh pasien untuk memperoleh bantuan atau
perawatan medik terhadap dirinya, dan ia tahu pasti bahwa hal itu akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan ini harus disertai
pernyataan tertulis tangan atau codicil.
Menurut jenisnya, euthanasia dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Euthanasia Aktif Voluntir
Dokter menyuntikkan zat yang mematikan atas persetujuan pasien.
2. Euthanasia Aktif Involuntir
Dokter menyuntikkan zat yang mematikan atas persetujuan keluarga pasien,
karena kondisi pasien sudah sangat sakit dan tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi.
3. Euthanasia Pasif Voluntir
Dokter secara sengaja mencabut alat bantu kehidupan pasien atas persetujuan
pasien, karena pengobatannya tidak menghasilkan kemajuan.
4. Euthanasia Pasif Involuntir
Dokter secara sengaja mencabut alat bantu kehidupan pasien atas persetujuan
pasien karena kondisi pasien sudah dalam kondisi terminal ill, yang berarti
kemungkinan hidupnya kecil dan hanya menunggu kematian.
Dalam kongres hukum kedokteran sedunia di Gent (Belgia) tahun 1979, Professor
Separovic menyampaikan beberapa kategori, yaitu:
1. No Assistance In The Proccess of Death Without Intention to Shorten Life
Contoh : Kematian secara alamiah
2. Assisstance In The Proccess of Death Without Intention to Shorten Life
Contoh : Kematian karena suatu kelalaian
3. No Assistance In The Proccess of Death With Intention to Shorten Life
Contoh : Euthanasia Pasif
4. Assistance In The Proccess of Death With Intention to Shorten Life
Contoh : Euthanasia Aktif
LO 2.3 Syarat Pelaksanaan Euthanasia
Syarat pelaksanaan euthanasia berbeda-beda di setiap Negara.
Berikut adalah syarat pelaksanaan dari beberapa Negara yang melegalkan
euthanasia:
i.
Jepang
Euthanasia di Jepang dapat dilihat dari yurisprudensi sebuah pengadilan
tinggi di Nagoya yang mengajukan 6 syarat untuk melakukan euthanasia:
1. pasien atau calon korban harus masih dapat membuat putusan dan
mengajukan permintaan tersebut dengan serius.
2. Pasien harus menderita suatu penyakit yang tidak terobati pada
stadium terakhir atau dekat dengan kematiannya
3. Tujuannya adalah sekedar untuk melepaskan diri dari rasa nyeri
4. Pasien harus menderita rasa nyeri yang tak tertahankan

5. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas petunjuknya


6. Kematian harus melalui cara kedokteran dan secara manusiawi
ii.

iii.

Syarat dilakukannya euthanasia berdasarkan Major Conditions in the


Northern Territorys Rights of the Terminally Ill Act 1995 di Australia:
1. The patient is at least 18 years
2. The patient is suffering from an illness that will result in death
3. There is no medical measure acceptable to the patient that can be
reasonally widertaken in the hope of effecting a cure
4. Any medical treatment reasonally available to the patient is confined to the
relief of pain and / or suffering with the object of allowing the patient to
die in a comfortable death
5. The patient is not suffering from a treatable clinical depression
6. The illness is causing the patient severe pain or suffering
7. The medical practitioner has informed the patient about the nature of
illness and all forms of treatment
8. The patient has considered the implications of his/her decision on family
9. The patient is of sound mind
10. The patient has made the decision freely, voluntarily and after due
consideration
11. No earlier than 7 days after requesting AVE, the patient signs the
certificate of request
12. Two of the medical practitioners have examined the patient and confirmed
the above
13. The first medical practitioners witnesses the patients signature on the
certificate of request
14. A second medical practitioners signs this certificate in the presence of the
patients and the first doctor
15. There will be no financial or other advantage to the doctors involved or to
a close relative or associate of either of them, as a result of the death of
patient
16. No less than 48 hours elapses after the signing of the certificate of request
17. The medical practitioner provides the assistance and / or the medical
practitioner remains present while the assistance is given and until the
death of the patient
Belanda
Dalam melaksanakan euthanasia, dokter dan pasien harus mengikuti
prosedur yang berlaku. Terdapat prosedur pelaksanaan yang harus
dilakukan dokter untuk melakukan euthanasia, prosedur tersebut adalah
mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang
spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.

Peraturan baru membuat hukum untuk mengakhiri hidup pasien, tunduk pada
kriteria sebagai berikut: pasien harus menderita tak tertahankan dan tak hentihentinya merasa sakit, dengan prospek tidak ada perbaikan. Pasien harus
9

membuat, berkelanjutan informasi, dan permintaan sukarela untuk bantuan untuk


mati. Semua pilihan medis lainnya harus sebelumnya telah habis. Pendapat medis
kedua harus berusaha untuk mengkonfirmasi diagnosis dan prognosis.
Dokter wajib melaporkan kematian ke kota patolog, menentukan apakah
penyebab kematian adalah euthanasia atau bunuh diri yang dibantu. Diantara
banyak persyaratan , prosedur haruslah berlangsung sukarela dan pasien harus
telah diberitahu dan menolak segala kemingkinan adanya pengobatan alternatif
medis.
LO 2.4 Dampak Positif dan Negatif Euthanasia
Dampak positif :
Unbearable Suffering, yaitu dimana kondisi pasien yang sangat kesakitan
dan menderita sehingga ini adalah salah satu alasan yang paling sering digunakan
dalam pelaksanaan euthanasia untuk menjustifikasi legalisasi euthanasia.
Dampak negatif :
1. Current training for medical students
Jika euthanasia dilegalkan maka akan wajib bahwa kurikulum sarjana
kedokteran ditambahkan dengan pengajaran tentang euthanasia, selain itu
kurikulum sarjana kedokteran sudah sangat penuh dan banyak dan adalah
mungkin bahwa aspek pengajaran perawatan paliatif akan dikorbankan.
2. Trust
Melegalkan euthanasia dapat mempengaruhi kepercayaan antara pasien
dengan dokter atau dokter muda. Hukum yang sekarang berlaku berkata
bahwa seorang dokter tidak boleh dengan sengaja mengakhiri nyawa pasien,
namun jika euthanasia dilegalkan maka euthanasia harus dijadikan salah satu
pilihan untuk semua pasien yang sekarat. Tindakan ini akan dapat
meningkatkan rasa takut pasien bahwa dokter ingin dengan sengaja
mempercepat kematian pasien.
3. Value of life
Melegalkan euthanasia dapat menimbulkan asumsi bahwa nilai kehidupan
manusia hanya berdasarkan mental dan fisik, bukan menjadi dirinya sendiri
yang berharga. Orang akan berasumsi jika mereka cacat atau mengidap
penyakit kronis maka akan lebih baik bagi mereka untuk melakukan
euthanasia daripada merepotkan orang lain.
4. Responding to a request of euthanasia
Di saat ini pada saat pasien berkata hidup sudah tidak ada gunanya maka
dokter atau siswa kedokteran diajarkan untuk mencari penyebab pasien ini
stress dan membuat usaha untuk menemukan penyebabnya serta
menyembuhkannya, hal ini akan menunjukkan kepada pasien bahwa hidupnya
berguna. Namun jika euthanasia dilegalkan maka pendekatan alternatif dapat
digunakan dimana dokter akan setuju dengan ketidakbergunaan kehidupan
pasien dan ingin mempercepat kematiannya.
5. Wider Impact

10

Melegalkan euthanasia akan mengubah cara pandang masyarakat


mengenai yang sakit, cacat dan sekarat. Dapat menyebabkan bahaya dimana
pasien merasa tidak nyaman untuk menunjukkan dirinya. Mereka dapat
merasa sebagai beban di keluarga dan sekitarnya. Bukannya memotivasi
pasien akan nilai berharga dari dirinya, melegalkan euthanasia akan
mendorong sikap dimana orang yang membutuhkan segala bantuan dari orang
lain menurunkan nilai kehidupannya.
LI. 3. Memahami hukum-hukum Euthanasia
LO 3.1 Hukum Pidana mengenai Euthanasia
Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan : Barang siapa merampas
nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan
atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan
demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap
sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif
di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang
sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi
sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi
siapa yang melanggar larangan tersebut.
Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan, Barang siapa sengaja
merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP dinyatakan: Barang siapa dengan sengaja dan dengan
rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan
berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap Penganiayaan yang
dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan
untuk dimakan atau diminum.
Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan, Barang siapa dengan sengaja
menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling
banyak tiga ratus rupiah.
Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, Jika mengakibatkan kematian,
perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal sembilan tahun. Dua
ketentuan terakhir tersebut di atas memberikan penegasan, bahwa dalam konteks
hukum positif di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga

11

dikualifikasi sebagai tindak pidana. Dua pasal terakhir ini juga bermakna
melarang terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di Indonesia
Jadi baik dari sisi kedokteran ataupun hukum, tidak ada yang
membenarkan euthanasia
LO 3.2 Hukum Islam mengenai Euthanasia
Kelahiran dan kematian merupakan hak prerogatif Allah SWT dan bukan
hak manusia, sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak
untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.
Pada dasarnya, agama melarang euthanasia baik aktif maupun pasif seperti
dalam ajaran agama islam yang sudah dijelaskan. Dokter dikategorikan
melakukan dosa besar dan melawan kehendak Allah SWT yaitu memperpendek
umur. Orang yang menghendaki euthanasia walaupun dengan penuh penderitaan
bahkan kadang dalam keadaaan sekarat dapat dikategorikan sebagai putus asa,
dan putus asa tidak berkenan dihadapan Allah SWT. Firman Allah:
1. Al-Isra ayat 33

Artinya : Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah


(membunuhnya), melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secara dzalim, maka sesungguhnya kamu telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya dan janganlah ahli waris itu
melampau batas dalam membunuh. Susungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.

2. Al-Anaam ayat 151

12

Artinya : Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas


kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu
bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan
kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatanperbuatan yang keji, baik yang Nampak diantaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu
supaya kamu memahami(nya).
3. An-Nisaa ayat 29

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

4. An-Nisaa ayat 92

13

Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kamu
yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh)
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh)
dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah
ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cafa tobat
kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
5. Az-Zumar ayat 53

Artinya : Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri


mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

14

6. Al-Mulk ayat 2

Artinya : (Dia) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menuji, siapa
diantara kamu yang lebih baik amalnya dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.
7. HR. Ahmad dan Muslim
Dalam hadits Nabi SAW disebutkan betapapun beratnya penyakit itu, tetap ada
obatnya.
LO 3.3 Hukum dari KODEKI mengenai Euthanasia
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi tertinggi Jadi jelas bahwa seorang dokter dalam
melakukan kegiatan kedokterannya sebagai sarana profesi dokter harus sesuai
dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
setiap makhluk insani. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan
untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan setiap manusia. Jadi dalam
menjalankan profesinya, seorang dokter tidak boleh melakukan aborsi dan
euthanasia.
LO 3.4 Hubungan Etik dan Hukum Kedokteran
Etika dengan hukum terjalin dengan erat karena lapangan pembahasan
keduanya sama-sama berkisar pada masalah perbuatan manusia. Tujuannya pun
sama yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian,
keselarasan, dan kebahagiaan.
Dalam proses penegakkan hukum, peran ilmu dan bantuan dokter sangat
diperlukan oleh jajaran penegak hukum yang dikenal dengan Ilmu Kedokteran
Forensik. Sebaliknya, dalam upaya pemeliharaan dan pelayanna kesehatan,
diperlukan pula aturan hukum, dannkemudian hadir cabang ilmu Hukum
Kesehatan.
Etika Kedokteran:
1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi.
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi
15

3. Sanksi terhadap pelanggaran etik umumnya berupa tuntunan


4. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Majelis Kehormatan
Disiplin Etik Kedokteran Indonesia/MKDKI (KKI) dan kalau perlu diteruskan
kepada Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), yang
dibentuk oleh Departemen Kesehatan (DepKes).
Hukum:
1.
2.
3.
4.

Hukum berlaku untuk umum.


Hukum dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat.
Sanksi terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan
Pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan atau di luar
pengadilan (Alternatif Penyelesaian Sengketa).

Hukum dalam Pelayanan Kesehatan Kaidah Hukum Melengkapi Etika Kesehatan


yang Ada Karena 9 alasan [Van der Mijn] :
1.Adanya kebutuhan pada keahlian keilmuan medis;
2.Kualitas pelayanan kesehatan yang baik;
3.Hasil guna/tepat guna;
4.Pengendalian biaya;
5.Ketertiban masyarakat;
6.Perlindungan hukum terhadap pasien;
7.Perlindungan hukum pengemban profesi kesehatan;
8.Perlindungan hukum pihak ketiga;
9.Perlindungan hukum kepentingan umum.
LI. 4. Memahami Kaidah Dasar Bioetika
LO 4.1 Definisi Bioetika
A. Definisi Bioetika
Mengacu pada kajian sistematis, plural dan interdisiplin dan penyelesaian
masalah etika yang timbul dari ilmu hayati, dan sosial, sebagaimana yang
diterapkan pada manusia danhubungannya dengan biosfera, termasuk masalah
yang terkait dengan ketersediaan dan keterjangkauan perkembangan keilmuan dan
keteknologian dan penerapannya. (Preliminary Draft Declaration on Universal
Norms on Bioethics, UNESCO, 2005)
Etika adalah bagian cabang dari filsafat terapan yang mencari perangkat
perilaku apa yang benar apa yang salah, yang baik dan yang jelek di dalam suatu
keadaan tertentu; dan Bioetika ialah semacam ilmu pengetahuan yang
16

menawarkan pemecahan masalah bagi konflik moral yang timbul dalam tindakan
ilmu hayati dan praktek kedokteran
Bioetika terkait dengan kegiatan yang mencari jawab dan menawarkan
pemecahan masalah dari konflik moral
Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari
kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran, yang diikuti oleh
penerapan teknologi yang terkait dengannya
Dalam pada itu bioetika dapat pula dilihat sebagai cabang ilmu
pengetahuan tersendiri yang berkenaan dengan konflik tersebut.
1. Bioetika ialah suatu disiplin baru yang menggabungkan pengetahuan
biologi dengan pengetahuan mengenai sistem nilai manusia, yang akan menjadi
jembatan antara ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, membantu menyelamatkan
kemanusian, dan mempertahankan dan memperbaiki dunia beradab. (Van Potter,
1970s)
2.Bioetika ialah kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari teknikteknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. (Honderich Oxford,
1995)
3.Bioetika bukanlah suatu disiplin. Bioetika telah menjadi tempat
bertemunya sejumlah disiplin, diskursus , dan organisasi yang terlibat dan peduli
pada persoalan etika, hukum, dan sosial yang ditimbulkan oleh kemajuan dalam
kedokteran, ilmu pengetahuan, dan bioteknologi. (Onara ONeill, 2002)
4.Bioetika mengacu pada kajian sistematis, plural dan interdisiplin dan
penyelesaian masalah etika yang timbul dari ilmu-ilmu kedokteran, hayati, dan
sosial, sebagaimana yang diterapkan pada manusia danhubungannya dengan
biosfera, termasuk masalah yang terkait dengan ketersediaan dan keterjangkauan
perkembangan keilmuan dan keteknologian dan penerapannya. (Preliminary Draft
Declaration on Universal Norms on Bioethics, UNESCO, 2005)
1. Bioetika terkait dengan kegiatan yang mencari jawab dan menawarkan
pemecahan masalah dari konflik moral
2. Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari
kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran, yang diikuti oleh
penerapan teknologi yang terkait dengannya
3. Dalam pada itu bioetika dapat pula dilihat sebagai cabang ilmu
pengetahuan tersendiri yang berkenaan dengan konflik tersebut.
B. Ciri Bioetika
1. Interdisiplinerilitas = melibatkan ilmu biomedis, hukum, ilmu sosial, teologi,
dll.
2. Internasionalisasi = problem-problem etis yang ditimbulkan dalam
perkembangan ilmu-ilmu hayati bersifat internasional
3. Plularisme
= banyak golongan dan pandangan diikutsertakan
LO 4.2 Prinsip-prinsip Bioetika
i.

Prinsip Beneficence

17

Mengacu pada keyakinan bahwa individu harus mencoba untuk melakukan


yang terbaik dan untuk mencari keuntungan bagi orang lain. Beneficence
meliputi gagasan tentang kegunaan, bertugas untuk bertindak dengan cara
memberikan konsekuensi positif terbesar dan sangat sedikit konsekuensi
negatifnya.
ii.
Prinsip Non-Maleficience
Aturan Primum Non No Cene (First, Do No Harm) dalam etika kedokteran,
membahayakan diidentifikasikan secara luas, termasuk membunuh,
menyebabkan penderitaan fisik atau emosional, atau merampas hal lain yang
bermanfaat.
iii.
Prinsip Autonomy
Yang berarti Self Role menunjukan prinsip moral berdasarkan pentingnya
menghormati hak orang lain untuk menjadikan keputusannya. Seorang
individu harus bebas dari pengaruh koesif (kekerasan), dan mampu membuat
keputusan dan tindakan independen.
iv. Prinsip Respect For Others
Konsep yang luas mencakup autonomy, ditambah hal yang mendalam untuk
nilai dan martabat semua umat.
v. Prinsip Justice
Prinsip moral yang berhubungan dengan memberlakukan orang secara adil
dalam masyarakat modern. Pembagian keadilan mengacu pada pemerataan
manfaat dan beban diantara anggota masyarakat
vi.
Prinsip Veracity
Mengacu pada kejujuran atau kebenaran. Menjunjung tinggi moral
kejujuran melibatkan tugas etika positif. Sebagai seseorang serta tugas etika
negatif, tidak berbohong dan menghindari kekeliruan (seperti menyesatkan
orang lain dengan menahan kebenaran)
vii.
Prinsip Fidelity
Tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung
jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan perhatian
atau kepedulian
viii.
Prinsip Futility
Berarti sia-sia (bahasa latin, Futilis) kata-kata ini digunakan untuk
menggambarkan ketidakbergunaan atau tidak adanya efek, khususnya tidak
adanya efek yang diinginkan.
LO 4.3 Contoh Prinsip Dasar Bioetika
1. Beneficence
a. Dokter bersedia bangun tengah malam dika pasien butuh pertolongan
b. Memberikan terapi diuretika hanya pada pagi hari
c. Berusaha mencari waktu yang optimal untuk kasus labiopolatoschisis
d. Hanya melakukan pemeriksaan penunjang sesuai diagnosis
e. Memberi informasi yang tuntas dan menjawab semua pertanyaan pasien
f. Hadir dalam seminar-seminar dan rajin membaca jurnal
g. Menambah obat antasid pada obat yang mengiritasi lambung
h. Bersedia memberi penjelasan tentang penyakit pasien kepada pasangannya
apabila diminta pasien untuk menunjang proses penyembuhan

18

2. Non-maleficence
a. Mendahulukan menolong pasien dalam keadaan gawat darurat
b. Dokter bersedia datang ke rumah pasien yang sedang dalam kondisi gawat
c. Tidak mencaci maki atau menghina pasien
d. Dokter tidak melakukan pemeriksaan canggih pada kasus yang masih dapat
ditegakkan dengan sederhana
e. Menerangkan efek samping pada pengobatan yang diberkan
f. Menerangkan penyakit sesuai bahasa yang dimengerti pasien
g. Memberikan semangat hidup pada pasien terminal
h. Tidak melaksanakan kerjasama dengan perusahaan obat untuk mendapatkan
komisi
i. Bekerja hati-hati sesuai SOP
j. Dokter memberikan obat penurun demam setelah pasien anak mendapat
imunisasi DPT
3. Justice
a. Menolong semua kalangan
b. Tidak melakukan penyalahgunaan
c. Lebih baik mendirikan 9 puskesmas daripada membeli CT Scan (Bijak
dalam makro alokasi)
d. Meminta partisipasi pasien sesuai kemauannya
e. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban,
sanksi)
f. Pemikiran untuk dokter sendiri diurutkan paling akhir
g. Menghargai hak hukum pasien pada kasus child abuse dan KDRT
h. Menjaga kelompok rentan dengan UU karantina
i. Fasilitas kesehatan sesuai kelas perawatan
j. Menjaga barang pasien ketik pasien tidak sadar dan mengembalikkannya
setelah pasien sadar
4. Autonomy
a. Dokter tidak menakut-nakuti pasien dalam mengambil keputusan
b. Cek dan recek atas keputusan medis yang diberikan ke tangan dokter
c. Bekerja secara professional
d. Berterus terang
e. Membiarkan pasien memilih metode pengobatannya sendiri
f. Menghormati hak-hak pasien
g. Pada operasi prostatetokmi, dokter memberikan waktu yang cukup bagi
pasien untuk berfikir
h. Sabar menunggu keputusan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Aristya S. 2012. MENGENAL ETIKA DAN HUKUM DALAM ETIKA
PROFESI KESEHATAN: Hukum, Etika dan Regulasi Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: KMPK-IKM FK UGM

19

Bajang T. 2008. Perdebatan Etis atas Euthanasia (Perspektif Filsafat


Moral).Yogyakarta: Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm.
4)
Dorland W. A. N. 2008. Dorlands Illustrated Medical Dictionary 32 nd Edition.
USA: Elsevier Saunders. pp. 1103.
Dorland W. A. N. 2008. Dorlands Illustrated Medical Dictionary 32 nd Edition.
USA: Elsevier Saunders. pp. 1819.
Hanafiah M.J., Amir, A. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
EGC. Hal 48-56.
Hanafiah M.J., Amir, A. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
EGC. Hal 65-71.
Hanafiah M.J., Amir, A. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
EGC. Hal 80-81.
Hanafiah M.J., Amir, A. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
EGC. Hal 89-94.
Muchtadi RT. 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Surabaya : Komisi
Bioetika Nasional, Deputi Bidang Pengembangan Sistem Iptek Nasional
Paulus PK. 2013. KAJIAN EUTHANASIA MENURUT HAM (STUDI
BANDING HUKUM NASIONAL BELANDA).21:3
Rusli A, Asri R, Enizar, et al. 2006. Manual Rekam Medis. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
SyafeI, Rachmat. 2011. Al-Quran & Terjemah Dilengkapi dengan Kajian Usul
Fiqih. Syamil Quran
http://quran.com (diakses pada 6 Oktober 2015, pukul 00.38)

20

Anda mungkin juga menyukai