Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MALPRAKTEK DALAM KESEHATAN

Disusun Oleh :
RIA OKTARIANA
142012013032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PRODI S1 KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya
makalah yang berjudul Makalah Hubungan Perawat Dengan Pasien Dalam
Konteks Etis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Pringsewu, April 2014

Kelompok

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kasus Malapraktik..............................................................................3
B. Pengertian Malapraktik.......................................................................7
C. Bentuk-Bentuk Malapraktik...............................................................8
D. Penanganan Kasus Malapraktik..........................................................9
E. Pencegahan Kasus Malapraktik.........................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................14
B. Saran...................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan
malpraktek medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam
pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek belum tentu
disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Dewasa ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju kepada perkembangan keperawatan
sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu proses berubah yang sangat
mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan/asuhan keperawatan, aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta kehidupan keprofesian
dalam keperawatan. Perkembangan keperawatan menuju perkembangan
keperawatan sebagai profesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat
sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh perkembangan
keperawatan profesional termasuk tekanan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tehnologi keperawatan yang pada hakekatnya harus diimplementasikan
pada perkembangan keperawatan profesional di Indonesia (Marifin Husin,
2002).
Perkembangan keperawatan dapat mengacu terjadinya malapraktik,
sehingga terdapat berbagai hokum yang mengatur dan cara penanganan
malapraktik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan di bahas mengenai
kasus malapraktik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Contoh Kasus Malapraktik ?
1

2.
3.
4.
5.

Apa Pengertian Malapraktik ?


Apa Saja Bentuk-Bentuk Malapraktik ?
Bagaimana Penanganan Kasus Malapraktik ?
Bagaimana Pencegahan Kasus Malapraktik ?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk Mengetahui Contoh Kasus Malapraktik ?
2. Untuk Mengetahui Pengertian Malapraktik ?
3. Untuk Mengetahui Bentuk-Bentuk Malapraktik ?
4. Untuk Mengetahui Penanganan Kasus Malapraktik ?
5. Untuk Mengetahui Pencegahan Kasus Malapraktik ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus Malapraktik
Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun.Dulunya adalah anak
yang mengemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat.Namun makin hari

tubuhnya makin kurus.Dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara


normal.Tragedi ini terjadi ketika Maulana mendapat imunisasi dari petugas
kesehatan.Diduga korban kuat Maulana adalah korban mal praktek.Maulana,
kini berusia 18 tahun. Namun ia hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur.
Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan.Ia juga tidak bisa berbicara. Berat
badannya hanya enam koma delapan kilogram, seperti anak berusia lima
tahun. Bungsu dari empat bersaudara, anak pasangan Lina dan Adul ini
mengalami kegagalan multi organ.
Tragedi ini bermula saat usianya empat puluh lima hari. Seperti balita
pada umumnya, Maulana mendapatkan imunisasi dari petugas Dinas
Kesehatan.Petugas memberikan tiga imunisasi sekaligus, yaitu imunisasi
BCG, imunisasi DPT dan imunisasi Polio.
Namun setelah dua jam menerima imunisasi, Maulana mengalami
kejang-kejang, dan suhu tubuhnya naik tajam. Sehingga orang tuanya panik
dan langsung membawanya ke rumah sakit.Namun kondisinya justru makin
menburuk. Setelah lima hari dirawat, Maulana malah tidak sadarkan diri,
selama tiga minggu. Sejak itu, tubuh Maulana selalu sakit sakitan dan hampir
seluruh organ tubuhku tidak berfungsi normal.
Dokter mendiagnosa Maulana mengalami radang otak.Namun setelah
itu, satu persatu penyakit akut menggerogoti kesehatannya.Semakin hari
badannya semakin kecil, dan mengerut.Maulana sering mengalami sesak
nafas, dan kejang kejang.
Lina yakin, Maulana menjadi korban malpraktek.Karena beberapa
dokter yang perawat Maulana menyatakan, anaknya mengalami kesalahan
imunisasi.
Kini Lina, hanya bisa pasrah. Ia merawat Maulana, seperti merawat
bayi. Saat makan Maulana tetap harus disuapi, demikian juga ketika buang air
besar dan kencing.Orangtuanya selalu memakaikan popok.
Sebelum tragedi itu datang, Maulana adalah

bayi

yang

menggemaskan.Tubuhnya montok, dan sangat sehat.Bahkan Maulana sempat


dinobatkan sebagai pemenang bayi sehat. Karena lahir dengan bobot tiga
koma delapan kilogram dan panjang lima puluh satu cintimeter.Orang tua
Maulana sudah berusaha untuk membawa ke rumah sakit di kawasan Kota

Siantan, Pontianak.Namun Maulana tidak juga kunjung sembuh.Orang tuanya


pun menyerah.
Yang lebih menyedihkan, Linapun kemudian diceraikan suaminya, di
saat harus menanggung beban berat merawat Maulana.Ayah Maulana kesal
dan marah dengan Lina, karena mengijinkan petugas kesehatan memberikan
imunisasi kepada Maulana.
Kini tubuh Maulana makin lemah, dan tidak berdaya.Ia hanya bisa
berbaring ditempat tidur. Jika ingin menghirup udara segar, linapun
membawanya ke luar rumah. Lina sudah tidak berpikir lagi untuk membawa
Maulana ke rumah sakit, karena tidak memiliki biaya.Sejak anaknya
menderita sakit, Lina telah mengeluarkan uang jutaan rupiah.Bahkan
rumahnya dijual untuk biaya pengobatan.
Lina juga beberapa kali berusaha meminta pertanggungjawaban kepada
pemerintah

Kalimantan

Barat,

dengan

mengajukan

tuntutan

di

pengadilan.Lina kemudian menemui sejumlah instansi pemerintah daerah,


termasuk menemui Walikota Pontianak, dan Gubernur Kalimantan Barat,
untuk menuntut keadilan.
Namun para pejabat tersebut tidak menanggapi pengaduan Lina.Lina
tidak menyerah.Ia kemudian membawa Maulana ke Jakarta, untuk menemui
Menteri Kesehatan.Namun lagi lagi usahanya kembali menemui jalan buntu.
Lina kemudian memilih prosedur hukum.Ia melaporkan pemerintah
Kalimantan

Barat

secara

pidana,

dan

juga

menggugatnya

secara

perdata.Namun di pengadilan, hakim meminta Lina dan perwakilan


pemerintah sebagai tergugat, untuk berdamai.Hasilnya cukup menjanjikan.
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, berjanji akan menanggung penuh obat
dan kebutuhan perawatan maulana di rumah sakit seumur hidup.
Janji Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, sungguh melegakan.
Karena upayanya mencari keadilan, kini menemui titik terang.Namun
harapan lina kembali pupus.Ternyata kesanggupan Pemerintah Daerah
Kalimantan Barat hanya janji janji kosong.Setelah berjalan lebih sepuluh
tahun, Pemerintah Daerah Kalimantan Barat tidak memenuhi janjinya.
Kini Lina hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit.Lina dan
Maulana bersama ketiga anaknya yang lain, tinggal di rumah sangat
sederhana, di Komplek Perumahan Kopri, di kawasan Pinggiran Sungai Raya

Dalam Kabupaten Kubu Raya.Untuk hidup sehari hari, Linapun membuka


warung kecil-kecilan di teras rumahnya.
Lina sebenarnya masih punya keinginan untuk kembali menggugat
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat. Namun ia mengaku tidak lagi memiliki
dana. Yang membuat Lina pasrah, adalah tidak ada dokter yang bersedia
menjadi saksi ahli dalam kasus ini.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, meminta pihak
pemerintah bertanggungjawab atas kasus yang menimpa Maulana. Menurut
Direktur LBH Kesehatan, Iskandar Sitorus, kasus dugaan mal praktik yang
menimpa Maulana, mencerminkan lemahnya tanggung jawab pemerintah,
dalam hal ini Departemen Kesehatan.
Aturan atau kebijakan yang diterapkan sudah kadaluarsa. Sementara
hingga saat ini publik sendiri masih menunggu kapan akan disosialisasikan
rancangan undang undang tentang pasien. Jika UU Pasien sudah ada,
diharapkan tidak akan ada lagi Maulana Maulana lainnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris menyatakan,
profesi dokter, diikat oleh sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis
Kode Etik Kedokteran atau MKEK.Seorang dokter dapat dikatakan
melakukan pelanggaran saat praktek, jika sudah dibuktikan dalam suatu
sidang majelis kode etik.
Hukuman yang dijatuhkan majelis kode etik biasanya berkisar pada
skorsing praktek, disuruh kembali sekolah untuk memperdalam ilmunya
hingga dicabut ijin praktek kedokterannya.
Kasus dugaan mal praktek seperti kasus Maulana memang tak sedikit
jumlahnya.Beberapa kasus yang sempat terangkat ke masyarakat umumnya
terjadi setelah pasca imunisasi, operasi bahkan tak jarang setelah si pasien
berobat ke ahli kesehatan karena sebelumnya diindikasikan menderita suatu
penyakit.
Seperti halnya kasus kasus sejenis, kasus Maulana pun membutuhkan
waktu berbulan bulan bahkan bertahun tahun duduk dikursi persidangan
untuk memperoleh keadilan.
Dan ironisnya perdebatan sengit menyoal kasus dugaan mal praktik di
pengadilan hampir dipastikan berakhir dengan bertambahnya sakit hati bagi
sang korban. Sakit hati karena kasusnya tak bisa diteruskan, atau bahkan
ditolak majelis hakim karena kurang lengkapnya data pendukung.

LBH Kesehatan, sebagai wadah bantuan hukum bagi mereka yang


merasa abaikan haknya oleh oknum aparat kesehatan memiliki data yang
tidak sedikit. Saat ini saja LBH Kesehatan membantu menangani 58 kasus
dugaam mal praktik di sejumlah wilayah Indonesia.Sementara kasus yang
telah dilaporkan di sejumlah aparat penegak hukum mencapai 130
kasus.Namun ironisnya, hanya sedikit kasus dugaan mal praktek yang maju
ke meja hijau yang menang dalam persidangan.
Upaya hukum untuk mencari keadilan bagi korban dugan mal praktik
kerap berlangsung di sejumlah ruang pengadilan.Dari upaya hukum pidana,
perdata bahkan hingga tun atau tata usaha negara.Dari catatan LBH
Kesehatan, dari beberapa bentuk tata peradilan tersebut, bisa dibilang
peradilan perdatalah yang paling memungkinkan seorang korban dugaan mal
praktik memperoleh haknya. Sementara tata peradilan lainnya umumnya jauh
panggang dari api.
Pertanyaannya sekarang, mengapa sejumlah kasus dugaan mal praktik
yang bertarung dipengadilan pidana, menjadikan korban seolah tak mampu
untuk mendapatkan keadilan ?Padahal mereka jelas jelas menjadi korban.
Kasus Maulana membuktikan, sudah bertahun tahun Maulana tak punya
kuasa saat berusaha mencari keadilan di pengadilan pidana. Bertahun tahun
pula Maulana hanya terbentur masalah tidak adanya saksi ahli yang mau hadir
dalam persidangannya tersebut.(Sup/Ijs)
B. Pengertian Malapraktik
Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktik
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik berarti
pelaksanaan atau tindakan yang salah. Definisi malpraktik profesi
kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society
de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical
Associations) adalah Involves the physicians failure to conform to the
standard of care for treatment of the patients condition, or a lack of skill, or
negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an
6

injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar


pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan
perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya
cedera pada pasien).
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994)
mendefinisikan Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat
untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien
yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka
di lingkungan wilayah yang sama(Malpractice is the neglect of a physician or
nuse to apply that degree of skil and learning on treating and nursing a patient
which is customarily applied in treating and caring for the sick or wounded
similiarly in the same community).
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah
melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna
melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang
tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy
dan Kizilay, 1998).
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik
dan terksait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional
(misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang
berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan
(Vestal,K.W, 1995).Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa
malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari kelalaian.Ini ditujukan pada
kelalaian yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau
seseorang yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya.Oleh
karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelaliaian
oleh perawat dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga keperawatan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
tenaga kesehatan.

b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan


kewajibannya (negligence)
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
C. Bentuk-Bentuk Malapraktik
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi
bisa digolongkan sebagai berikut:
1. Malpractice
Kelalaian karena tindakan kurang hati-hati seseorang yangdianggap
profesional.
2. Maltreatment
Cara perlakuan perawatan yang tidak tepat atau tidak terampil dalam
bertindak.
3. Non feasance
Kegagalan dalam bertindak dimana disitu terdapat suatutindakan yang
harus dilakukan.
4. Misfeasance
Melakukan tindakan yang tidak tepat yang seharusnyadilakukan dengan
tepat.
5. Malfeasance
Melakukan hal yang bertentangan dengan hukum atautindakan yang dapat
dikategorikan tidak tepat.
6. Criminal negligence
Melakukan tindakan dengan mengabaikan keselamatan orang lain
walaupun sebenarnya mengetahui bahwatindakannya dapat mencelakakan
orang lain.
D. Penanganan Kasus Malapraktik
Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah
hukum substantive, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum
administrasi tidak mengenal bangunan hukum malpraktek.Sebagai profesi,
sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan
pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat mungkin
untuk menghindari pelanggaran etika kedokteran.Keterkaitan antara pelbagai
kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan bibidang hukum baru
dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara khusus. Padahal
8

hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif yang
berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada
dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang
berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam
arti yang lebih luas dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.Istilah hukum
kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health Law yang
digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health Law
diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran
kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula
disebut hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.Sejak World
Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan berkembang pesat
di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal
1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia
dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical Law di
Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul dalam
bentuk modifikasi tersendiri.Setiap ada persoalan yang menyangkut medical
law penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia
yang berupa Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab UndangUndang Hukum Perdata.Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia,
malpraktek merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian
malpraktek yang diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan
hukum berasal dari alam pemikiran barat.Untuk itu masih perlu ada
pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan pengertian dan
batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia (bila memang
diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa Indonesia dengan
berlandaskan budaya bangsa yang kemudian dapat diterima sebagai budaya
hukum (legal culture) yang sesuai dengan system kesehatan nasional.
Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan
malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi
(peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).Untuk penanganan buktibukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam
melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis
yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah
9

ini berkait dengan masalah kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh
orang pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai penanggung
jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh
karena menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode
pendekatan yang digunakan dalam mencari jalan keluar bagi masalah ini
adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik melalui hukum.
Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia
(SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut
dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses
melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di
dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini
akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah
pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang
kesehatan yang menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya kesalahan
atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54
ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat
3).
Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No.
56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam
menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom,
mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana
Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili organisasi profesi dibidang
kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan
dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan
lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang
terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak
sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien
tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan
dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.

10

E. Pencegahan Kasus Malapraktik


1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga
medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed
consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau
dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hokum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan
sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka
tenaga kesehatan dapatmelakukan:
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat
mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan
bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana
disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

11

b. Formal/legal

defence,

yakni

melakukan

pembelaan

dengan

mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni


dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan
diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
c. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan
jasa penasehat hukum, sehinggayang sifatnya teknis pembelaan
diserahkan kepadanya.
d. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat
digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah
mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam lain pasien atau
pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa
tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice
tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat
berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan
adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan
adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan
adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus
membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal
inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

BAB III

12

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menjabarkan pembahasan dari masalah makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa malapraktik adalah kelalaian seseorang dalam merawat
atau mengobati. Dalam malapraktik ada dua istilah yaitu kelalaian dan
malapraktik sendiri, tetapi keduannya tidak sama karena malapraktik sifatnya
lebih spesifik.
Dalam menangani

kasus

mala

praktik,

hukum

di

Indonesia

menggunakan hukum substantive yaitu hokum pidana, hokum perdata dan


hokum administrasi dalam kasus maulana dalah salah satu koban
malapraktik.Dia seorang bayi sehat yang mendapat imunisasi tiga
sekaligus.Setelah imunisasi maulana mengalami penurunan kesehatan yang
akhirnya membuat maulana lumpuh.Orang tua maulana mengguagat tetapi
gagal.Dari kasus ini belum ada penyelesaian ataupun ganti rugi dari pihak
kesehatan.
B. Saran
Adapun saran penulis adalah sebagai berikut :
1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan.
2. Sebaiknya lakukanlah layanan kesehatan secara hati-hati dan professional.
3. Sebagai pengguan jasa layanan kesehatan (masyarakat) sebaiknya lebih
teliti dalam mengurusi masalah kesehatan.

13

DAFTAR PUSTAKA
Age,Julianus.2002.Malpraktik Dalam Keperawatan.Jakarta.EGC
http://bidankita.com/?p=210
http://chans-ums.blogspot.com/2009/07/malpraktek.html
http://everythingaboutortho.wordpress.com/2008/06/28/malpraktik-sejauh-manakita-sebagai-seorang-dokter-memahaminya/
http://rob13y.wordpress.com/2010/06/28/salah-operasi-mata-bayi-6-bulan-copot/
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/MALPRAKTEK%20
MEDIK.pdf
http://www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/uu-ri-no-29-tahun-2004tentang-praktik-kedokteran-t93.htm

Anda mungkin juga menyukai