Anda di halaman 1dari 23

Konsep Gratifikasi

Kelompok 6
Moh. Dhika Ramadhan
Destafitri Egamalia
Rindi Handika
Gratifikasi,
Uang Pelicin,
Pemerasan
Dan Suap
Pengertian
Gratifikasi Uang Pelicin Pemerasan Suap
Menurut UU No. 20 tahun Uang pelicin atau Menurut Pasal 12E Undang Penyuapan adalah
2001, penjelasan pasal facilitation payment Undang Tipikor: Pemerasan bentuk pemberian yang
12b ayat (1), Gratifikasi secara umum adalah Pegawai negeri atau dilakukan oleh korporasi
adalah pemberian dalam didefinisikan sebagai penyelenggara negara yang atau pihak swasta
arti luas, yakni meliputi sejumlah pemberian dengan maksud berupa pemberian
pemberian uang, barang (biasanya dalam bentuk menguntungkan diri sendiri barang, uang, janji dan
rabat (diskon), komisi, uang) untuk memulai, atau orang lain secara bentuk lainnya yang
pinjaman tanpa bunga, mengamankan, melawan hukum, atau dengan bertujuan untuk
tiket perjalanan, fasilitas mempercepat akses pada menyalahgunakan mempengaruhi
penginapan, perjalanan terjadinya suatu layanan kekuasaannya memaksa pengambilan keputusan
wisata, pengobatan cuma- (Transparancy seseorang memberikan sesuati, dari pihak penerima
cuma, dan fasilitas Internaional Indonesia, membayar, atau menerima suap
lainnya 2014). pembayaran dengan potongan,  
  atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya
 
Pelaksana/Penerima
Gratifikasi Uang Pelicin Pemerasan Suap
Diterima di dalam negri maupun Penerima uang pelicin Dilakukan oleh Pegawai Dilakukan oleh
luar negri yang dilakukan dengan biasanya pejabat publik atau negri dan penyelenggara korporasi atau pihak
menggunakan sarana elektronik pegawai level rendah di negara (berperan aktif) swasta baik didalam
atau tanpa sarana elektronik (Pasal
sebuah organisasi dan melakukan pemerasan negri maupun diluar
12B UU Pembesaran Tipikor) biasanya mempu mengatur kepada orang atau negri
hal-hal prosedural, tapi tidak korporasi tertentu yang
Tidak semua pemberian kepada memiliki kekuatan untuk memerlukan pelayanan
pegawai negri atau penyelenggara mempengaruhi pengembalian
negara adalah ilegal. setiap keputusan.
pemberian akan dianalisa sejauh
mana pemberian tersebut Jumlah pembayaran yang
berhubungan dengan jabatan diberkan adalah bernilai kecil
penerima dan kaitan dengan dalam waktu yang tetap dan
kewajiban tugasnya transaksi dilakukan secara
rahasia
 
Tujuan
Gratifikasi Uang Pelicin Pemerasan Suap
Untuk Uang pelicin tersebut diberikan Menguntungkan Untuk mempengaruhi
Pemberian dengan berbagai tujuan. Sebagian diri sendiri pengambilan keputusan
Hadiah besar diberikan sebagai jalan pintas
untuk mendapatkan layanan publik,
sementara yang lain ditujukan untuk
memberikan semacam hadiah atau
ucapan terimakasih dan sebagian
lain menyebutkan sebagai satu-
satunya cara untuk mendapatkan
pelayanan
 
Sanksi
Gratifikasi Uang Pelicin Pemerasan Suap
Sanksi Pidana penjara Pemberian uang pelicin Pemerasan sering Pidana penjara paling singkat 1
seumur hidup atau merupakan salah satu bentuk dijadikan alasan bagi (satu) tahun dan paling lama 5
pidana penjara paling tindakan suap. Kaitannya pihak pemberi sebagai (lima) tahun dan atau pidana
singkat 4 (empat) tahun dengan uang suap, terdapat dalih pemberian. Namun denda dengan paling sedikit Rp
paling lama 20 (dua beberapa perbedaan. Uang demikian unsu 50.000.000.00 (lima puluh juta
puluh) tahun, dan pidana pelicin merupakan suap skala "memaksa" menjadi rupiah) dan paling banyak Rp
denda paling sedikit Rp keci yang dalam praktiknya, sangat penting untuk 250.000.000 (dua ratus lima
200.000.000,00 (dua uang pelicin umumnya dalam dibuktikan pada puluh juta rupiah) Tindak pidana
ratus juta rupiah) dan nominal yang tergolong kecil pengenaan pasal ini suap walaupun dilakukan dengan
paling banyak Rp bila dibandingkan dengan cara sembunyi-sembunyi lewat
1.000.000.000.00 (satu pemberian uang suap, meski perantara ataupun diluar jam
miliar rupiah) tidak tertutup pula kerja tetap dapat diberikan sanksi
  kemungkinan dilakukan dalam pidana. (Pasall 11 UU
nominal besar Pemberantasan Tipikor)
   
Pengendalian
Gratifikasi
Pengertian
Pengendalian gratifikasi adalah bagian dari upaya pembangunan
suatu sistem pencegahan korupsi. Sistem ini bertujuan untuk
mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel
melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif badan
pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat untuk membentuk
lingkungan pengendalian gratifikasi.
Tahapan dalam pengendalian gratifikasi

● Komitmen dari pimpinan instansi


● Penyusunan aturan pengendalian gratifikasi
● Pembentukan untuk pengendalian gratifikasi
(UPG)
● Monitoring dan evaluasi pengendalian
gratifikasi
Sejarah
Gratifikasi
Dalam transaksi
perdagangan, sriwijaya
pedagang dari Champa –saat
menggunakan emas dan
ini Vietnam dan Kambojadan
perak (belum berbentuk
Tiongkok datang dan
uang, hanya gumpalan kecil)
berusaha membuka
Champa dan China
perdagangan dengan
menggunakan emas, perak
kerajaan Sriwijaya di
dan tembaga dalam bentuk
Palembang
koin serta cetakan keong

para pedagang Champa Pedagang tersebut memberikan koinkoin


dan China hanya perak kepada para prajurit penjaga pada saat
menguasai bahasa Cina akan bertemu dengan pihak Kerabat Kerajaan
dan Sansekerta berdasar Sriwijaya yang menangani masalah
kitab Budha, hal ini perdagangan. Adapun pemberian tersebut
mengakibatkan terjadinya diduga bertujuan untuk mempermudah
permasalahan komunikasi komunikasi. dan pemberian tersebut menjadi
kebiasaan tersendiri. Namun, ketika
kebiasaan memberi hadiah terus terjadi,
pemegang kekuasaan dengan sadar
mengubahnya menjadi bentuk pemerasan
Disebutkan pula bahwa pedagang Arab yang
memasuki wilayah Indonesia setelah sebelumnya
mempelajari adat istiadat wilayah Indonesia dari
pedagang lain, seringkali memberikan uang tidak
resmi agar mereka diizinkan bersandar di
pelabuhan-pelabuhan Indonesia pada saat itu.
Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan
Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,

ti fi ka s i yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi

G r a pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,


pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas lainnya.

Definisi di atas menunjukkan bahwa gratifikasi


sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat
netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang
dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan
bertentangan dengan kewajiban atau tugas
penerima.
Dasar Hukum

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun


2001,tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
b. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda
paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kultur dan Gratifikasi
Seperti disinggung bahwa dalam soal memberi, masyarakat
Indonesia tak beda dengan Amerika Serikat dimana di dunia swasta,
pemberian tip sebagai upah jasa adalah sesuatu yang lumrah. Sebaliknya
di dunia pemerintahan, Amerika Serikat amat stricht karena gratifikasi
apapun tidak diperkenankan.
Sementara di Indonesia salah satu kebiasaan yang berlaku umum di
masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah
diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal
ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat
mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari.
Perlu disadari bahwa korupsi dan gratifikasi bukanlah budaya. Budaya
dapat diartikan sebagai cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi serta
terbentuk dari berbagai unsur seperti adat istiadat, bahasa, agama, hingga
lokasi.
Kalau dulu mungkin memandang wajar seorang Penyelenggara Negara
saat punya hajatan, semuanya dicukupi oleh rekanan. Tapi kini, Penyelenggara
Negara yang masih menerapkan praktek itu akan dengan cepat terkena
tuduhan gratifikasi. Sebuah tuduhan serius karena itu adalah akar dari
penyuapan dan dekat dengan praktek korupsi.
Jadi artinya, gratifikasi dan korupsi bukanlah budaya, tetapi pencegahan
korupsi dan gratifikasi-lah yang harus menjadi budaya. Di berbagai tempat,
entah itu di pemerintah daerah, departemen, BUMN/BUMD, upaya pencegahan
korupsi mesti digelorakan terus menerus.
Etika Perilaku
terkait Gratifikasi
Secara hukum maupun etika, praktek gratifikasi
seharusnya tidak memperoleh tempat. Ketika ada
gratifikasi, maka kode etik sebagai Pegawai Negeri Sipil
telah dilanggar terutama soal akuntabilitas atau
trasparansi ketika menjalankan tugasnya. Dengan
akuntabilitas yang tinggi, Penyelenggara Negara
semestinya tidak akan mentolerir semua hal yang
berhubungan dengan gratifikasi
Etika dalam bermasyarakat meliputi :
1. Mewujudkan pola hidup sederhana;
2. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat, dan
santun tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;
3. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka,
dan adil serta tidak diskriminatif;
4. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
5. Berorientasi kepada peningkatan kesejahtera
masyarakat dalam melaksanakan tugas.
Peran Serta Masyarakat Dan Korporasi
Korporasi yang dimaksud mengacu kepada definisi Korporasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun
1999, yaitu “kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Korporasi mencakup: (1) Perseroan
Terbatas sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 40 Tahun 2007,
(2) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 16 Tahun 2001
dan perubahan-perubahannya, (3) Organisasi Masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 17 Tahun 2013, (4) Partai
Politik sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 dan
perubahan-perubahannya, dan (5) bentuk-bentuk korporasi lainnya
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Peran serta masyarakat dan korporasi sangat
penting dalam proses pembangunan dan
pengembangan Sistem Pengendalian Gratifikasi.
Seperti yang sudah di jelaskan di slide awal
bahwa nantinya korporasi itu akan membentuk
UPG dimana UPG tersebut dapat membantu
pengendalian terjadi nya gratifikasi dalam
lingkup korporasi atau pada instansi: seperti
menyusun standar etika untuk internal &
sectoral.
Perlindungan Pelapor Gratifikasi
Menurut Pasal 15 UU KPK, KPK wajib memberikan
perlindungan terhadap Saksi atau Pelapor yang telah
menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai
terjadinya tindak pidana korupsi. Selain itu, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) mempunyai
tanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan
kepada saksi dan korban. Dalam konteks ini, pelapor gratifikasi
dapat akan dibutuhkan keterangannya sebagai saksi tentang
adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Pelapor gratifikasi yang menghadapi
potensi ancaman, baik yang bersifat fisik
ataupun psikis, termasuk ancaman terhadap
karir pelapor dapat mengajukan permintaan
perlindungan kepada KPK atau LPSK.
Instansi/Lembaga Pemerintah disarankan
untuk menyediakan mekanisme perlindungan
khususnya ancaman terhadap karir atau
aspek administrasi kepegawaian lain.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai