Di Susun Oleh :
VIVID RAHARJANTI
P07125116027
(Kiri-Kanan) Wakil Direktur Rumah Sakit Grha Kedoya Hiskia Satrio Cahyadi,
Pengacara Hotman Paris Hutapea, korban dugaan malpraktik Selfy, serta
rekannya Julez saat konferensi pers di RS Grha Kedoya, Jakarta Barat, Selasa,
10 Juli 2018. Tempo/Adam Prireza.
Menurut Hotman, Hadi diduga mengangkat dua indung telur kliennya, Selfy, 28
tahun, dalam operasi penyakit kista tanpa persetujuan terlebih dahulu.
"Kami akan menempuh gugatan perdata terhadap rumah sakit dan tim dokter
untuk mencari keadilan," kata Hotman Paris Hutapea di RS Grha Kedoya pada
Selasa 10 Juli 2018.
Kasus tersebut berawal pada 20 April 2015. Saat itu, Selfy yang habis berlatih
Muaythai mendatangi RS Grha Kedoya sekitar pukul 14.00 WIB karena merasa
gangguan di bagian perutnya.
Tim dokter spesialis penyakit dalam atau internis pun melakukan pemeriksaan
dengan alat ultrasonography (USG) dan menyatakan ada indikasi Selfy mengidap
penyakit kista di bagian rahimnya. Ia pun dirujuk ke dokter spesialis kandungan.
Saat hendak check out dari RS, tepatnya tanggal 24 April 2018, Selfy mengatakan
dirinya dipanggil ke ruangan Hadi. Saat itu baru ia diberi tahu kalau dua indung
telurnya telah diangkat dan ia tidak bisa memiliki keturunan.
"Waktu saya operasi anda, saya dilema karena seperti ada kanker. Jadi saya ambil
kedua indung telur anda. Kamu tidak bisa punya anak dan tidak bisa muay thai
lagi karena fisiknya keras. Paling hanya bisa yoga," ujar Selfy menirukan
perkataan Hadi saat itu.
"Dia (Selfy) tidak menandatangani apapun, tadi tiba-tiba ada surat persetujuan
entah siapa yang tanda tangan tetapi jelas kalau kista jelas dia setuju. Tapi kalau
disebutkan dia setuju indung telornya diambil itu kebohongan terbesar," ujar
Hotman.
Sumber: https://metro.tempo.co/read/1105651/dugaan-malpraktik-rs-grha-
kedoya-ini-kronologi-versi-pasien/full&view=ok
Analisa :
Dasar-dasar hukum yang dipakai oleh pasien untuk menuntut dokter atau
sarana kesehatan dapat didasarkan atas pasal-pasal sebagai berikut:
Keempat, Pasal 360 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Ayat (2) menentukan bahwa barangsiapa karena kesalahannya
(kelalaiannya) menyebabkan orang mendapat luka-luka berat, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun; dan ayat (2) menentukan bahwa barangsiapa
karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka berat
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit halangan, menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah.