Anda di halaman 1dari 5

KLONING BERDASARKAN SUDUT PANDANG LIMA AGAMA

Kloning berasal dari kata "Klon" dalam bahasa Yunani yang berarti ranting yang dapat
mereplikasi sendiri dan akhirnya tumbuh menjadi pohon. Kloning terjadi secara alami dalam
banyak jenis tanaman yaitu dengan cara vegetatif. Kloning adalah cara bereproduksi secara
aseksual atau untuk membuat salinan atau satu set salinan organisme mengikuti fusi atau
memasukan inti diploid kedalam oosit (Seidel ,GE Jr., 2000 dalam Tong, W F., 2002). American
Medical Association mendefinisikan kloning sebagai produksi dari organisme identik secara
genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan
untuk memasukkan produksi jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel
(Tong, W F., 2002).
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan populasi serupa genetik individu
identik yang terjadi di alam saat organisme seperti bakteri, serangga atau tanaman bereproduksi
secara aseksual . Secara definisi, klon adalah sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan
melalui proses reproduksi aseksual yang berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota klon
tersebut memiliki jumlah dan susunan gen yang sama sehingga kemungkinan besar fenotifnya
juga sama (Rusda, M, 2003). Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula
dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat
tumbuh menjadi tanaman lengkap.
Setelah sukses dengan teknologi kloning hewan menyusui (misalnya lahirnya domba
bernama ”Dolly”), sekarang hanya tinggal menunggu waktu, timbulnya kabar yang melaporkan
lahirnya manusia hasil kloning. Contohnya saja pada ”Eve”, yang dikabarkan adalah bayi
perempuan pertama hasil kloning, namun kebenaran beritanya masih belum bisa dipastikan. Ada
lagi berita mengenai hasil kloning permintaan dari pasangan homoseksual dari Belanda. Namun,
bukti-bukti konkrit mengenai manusia hasil kloningannya sama sekali tidak ada.Beberapa
sumber menyebutkan, para peneliti tersebut beralasan bahwa hal ini menyangkut pribadi
sekaligus melanggar privasi dari pendonor gen jika diberitakan secara luas. Mungkin saja,
penyembunyian berita-berita seperti ini dilakukan, karena masih banyaknya kontroversi serta pro
dan kontra yang terjadi di masyarakat mengenai pengkloningan manusia yang dianggap
melanggar kodrat alam dan tidak sesuai dengan etika yang dianut dari agama. Proses kloning
pada manusia, sebenarnya tidak memiliki banyak perbedaan dengan bayi tabung atau in vitro
fertilization. Dalam proses ini, sperma sang suami dicampur ke dalam telur sang istri dengan
proses in vitro di dalam tabung kaca.
Setelah sperma tumbuh menjadi embrio, embrio tersebut ditanamkan kembali ke dalam
tubuh si ibu, atau perempuan lain yang menjadi ’ibu tumpang’. Bayi yang lahir secara biologis
merupakan anak suami-istri tadi, walaupun dilahirkan dari rahim perempuan lain.
Proses kloning manusia dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut :
1. Mempersiapkan sel stem : suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai sel tubuh.
Sel ini diambil dari manusia yang hendak dikloning.
2. Sel stem diambil inti sel yang mengandung informasi genetic kemudian dipisahkan dari
sel.
3. Mempersiapkan sel telur : suatu sel yang diambil dari sukarelawan perempuan kemudian
intinya dipisahkan.
4. Inti sel dari sel stem diimplantasikan ke sel telur
5. Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah membelah (hari
kedua) menjadi sel embrio.
6. Sel embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan diri (hari ke lima)
dan siap diimplantasikan ke dalam rahim.
7. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis sama dengan sel
stem donor.
Produksi domba identik oleh Willadson (1986) mencetuskan berbagai perbaikan dalam
teknik-teknik kloning pada berbagai spesies hewan. Hewan-hewan kloning yang dihasilkan dari
transplantasi inti sel somatik telah dilaporkan pada mencit, sapi, kambing, domba, dan babi
(Hine, 2004). Penelitian-penelitian yang melibatkan spesies-spesies lain terus dilakukan, lewat
transplantasi inti. Walaupun hewan kloning yang dihasilkan lewat transplantasi inti sangat tidak
efisien, akan tetapi fakta bahwa perkembangan kloning akan besar sekali dampaknya terhadap
kehidupan manusia menyebabkan percobaan-percobaan terkait kloning masih dilakukan.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap proses kloning, pada dasarnya kloning tetap memiliki
beberapa manfaat yang dapat diperoleh manusia, misalnya dalam melestarikan keanekaragaman
hayati yang terancam punah. Untuk itu, perkembangan pengetahuan tentang kloning seperti
proses kloning, teknik kloning, serta manfaat kloning harus dipahami secara benar.
Rusda, M., 2003, menyatakan bahwa hingga waktu ini sikap para ilmuwan, organisasi
profesi dokter dan masyarakat umumnya adalah bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan
untuk tujuan reproduksi (reproductive cloning) dengan menghasilkan manusia duplikat,
kembaran identik, yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak dibenarkan,
tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic cloning) dianggap etis.
KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA HINDU
Ajaran agama Hindu memandang bahwa setiap orang hendaknya dapat meningkatkan dirinya
dengan memperdalam ilmu pengetahuan. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dapat
menganalisa dengan tajam segala sesuatu yang dihadapi melalui kekuatan intelektual yang
dimilikinya. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan ketajaman intelektual dan
kecerdasan diamanatkan dalam Kitab Suci Weda. Demikian pula mengasah ketajaman
intelektual bagaikan memiliki mata yang ketiga. Atas dasar sabda Tuhan Yang Maha Esa inilah
merupakan kewajiban bagi umat manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
kecerdasan untuk kesejahteraan dan kebahagaiaan umat manusia.
Pada ajaran Hindu dikenal adanya Dewi Saraswati, sebagai perwujudan Hyang Widhi (Tuhan
Yang Maha Esa), yang melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, yang memberikan
kebahagiaan dan kesejahteraan material dan spiritual. Oleh karena itu pengembangan ilmu
pengetahuan hendaknya tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, moral, etika dan spiritual.
Ini berarti bahwa menurut ajaran Agama Hindu, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, harus
memperhatikan nilai-nilai moralitas dan etika. Ilmu pengetahuan akan mempunyai makna bila
senantiasa berlandaskan nilai moral, etika serta spiritual. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
boleh dilepaskan dari frame ajaran moral, etika, dan spiritual (Badan Pembinaan Hukum
Nasional, 2012).
Munculnya teknologi kloning hendaknya juga diarahkan untuk tujuan mensucikan dan
meningkatkan moral, etika dan spiritual umat manusia. Cerita-cerita mitos keagamaan pada masa
lalu meenggambarkan proses kloning dan rekayasa genetika. Di dalam cerita Mahabarata
digambarkan kelahiran Kurawa yang dapat diinterpretasikan sebagai kloning. Kurawa yang
berjumlah seratus orang berasal dari gumpalan darah yang dieram kemudian berubah menjadi
manusia dengan sifat-sifat raksasa yang buas.
Dalam Kitab Puruna ditemukan cerita-cerita keagamaan kuno yang menggambarkan lahirnya
monster-monster hasil rekayasa genetika. Dalam kekawain Bhomantaka diceriterakan tentang
raksasa (monster) bernama Bhoma yang dilahrkan karena perkawinan Visnu dengan Pertiwi.
Akibat perkawinan ini lahirlah monster raksasa yang sangat menakutkan yang kemudian
menghancurkan bumi dan surga. Monster ini kemudian berhasil dimisnahkan oleh Kresna.
Secara normal pengembangan jenis atau keturunan, masingmasing organisme oleh Tuhan telah
ditetapkan suatu rancangan pembiakan melalui rahim (jiwaja) melalui bertelur (andaja) melalui
biji (udbija) dan dengan panas (swedaja). Selengkapnya diuraikan sebagai berikut: (Pudja &
Sudharta, Tanpa tahun).
Pacawacca mrgacaiwa
Wyataccobbayatodatah
Raksamsi ca picacacca
Manusyacca jarayujah
(Manu Smerti: I, 43)
“Binatang ternak, kijang, binatang pemakan daging yang bergigi dua baris, raksasa dan manusia
lahir dari kandungan”.
Armajah pakasinah sarpa
Nakramatsyacca kaccapah
Yani caiwam prakarani
Sthalajonyadakani ca
(Manu Smerti: I.44)
“Dari telur lahirlah burung-burung, ular, buaya, ikan, kura-kura, dan binatang lain yang hidup di
darat dan yang hidup di air”.
Swedajam damcamacakam
Yukamaksikamatkunam
Usmanaccopajayante
Yaccanyatkimciditrcam
(Manu Smerti: I.45)
“Demikian pula insek berlendir panas, insek penyengat dan penggigit, kutu-kutu busuk dan
semua jenis insek lahir karena panas”.
Udbhijjah sthawarah sarwe
Bijakandaprarohinah
Osadhyah phalapkanta
Bahu puspa phalopagah
(Manu Smerti: I. 46)
“Semua jenis tanaman, baik yang tumbuh dari biji atau dari tepung sari, yang tumbuh dari putik,
demikian pula tumbuh tumbuhan musiman yang berbunga dan berbuah banyak mati setelah
lewat musim berbuah”.
Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan sebagai lelaki dan perempuan untuk dapat
mengembangakan keturunan. Untuk menjadi ibu, wanita itulah yang diciptakan dan untuk
menjadi ayah laki-laki itulah yang diciptakan, karena itu upacara agama ditetapkan dalam Wedda
untuk dilaksanakan oleh suami bersama istri (manu Smerti: IX.96)
Dari kutipan sloka-sloka itu terkandung isyarat dan prasyarat yang harus diperhatikan dalam
usaha mengembangkan keturunan, yaitu: Pertama, kelahiran manusia sebagai lelaki atau
perempuan adalah kodrat. Hidup yang baik adalah hidup yang sesuai dengan kodrat itu sendiri
yang sifatnya niscaya. Hidup yang sesuai dengan kodrat adalah hidup yang baik karena dapat
ikut ambil bagian dalam rencana Tuhan. Kedua, untuk membentuk keluarga dengan maksud
supaya ada keturunan, wajib menempuh samsara wiwaha yang telah ditetapkan dalam Weda.
Diluar itu dianggap tidak sah. Ketiga, kodrat manusia untuk mengembangbiakkan keturunan
melalui proses kehamilan (rahim).
Kloning tidak lepas dari proses seleksi, hal ini berarti akan mengorbankan fetus hasil kloning
yang tidak mempunyai kualitas yang baik. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
sejak terjadi pertemuan antara sonita dan sukra maka sejak itulah telah ada kehidupan. Kegiatan
seleksi dengan meniadakan fetus-fetus tersebut berarti melakukan pembunuhan. Hal ini sangat
bertentangan dengan ajaran agama Hindu. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh para
ilmuwan yang bermaksud melakukan kloning manusia adalah untuk menolong pasangan suami
istri yang mengalami kesulitan mendapatkan keturunan secara alami maupun secara in vitro.
Tidak dapat disangkal keberadaan anak di dalam suatu keluarga merupakan suatu hal yang
penting. Kitab Weda pun juga menjelaskan betapa pentingnya keberadaan anak di dalam suatu
keluarga. Beberapa sloka menunjukkan hal tersebut, yaitu antara lain:
Yad apipesa mataram
Putrah pramudito dhayan
Etat tad agne amrno bhawami
(Yayurweda XIX.11)
“Sang Hyang Agni, Kami bebas dari hutang setelah seorang putra lahir pada kami yang
menghisap payudara ibunya dengan riang gembira dan menginjak-injak tubuh ibunya itu”.
Acchmam tantum anu sam tarema
(Atharweda VI.122.1)
“Kita dapat menyeberangi lautan kehidupan dengan memelihara garis keturunan/melahirkan
putra saputra”.
Namun demikian hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi kegiatan kloning
manusia. Karena pada hakekatnya mempunyai keturunan bukan satu-satunya tujuan perkawinan.
Menurut ajaran agama Hindu tujuan perkawinan adalah meliputi dahrmasampatti (bersama
suami istri mewujudkan pelaksanaan dharma), praja (melahirkan keturunan) dan rati (menikmati
kehidupan seksual dan kepuasan indria lainnya). Jadi tujuan utama dalam perkawinan adalah
melaksanakan dharma (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012).

Anda mungkin juga menyukai