Anda di halaman 1dari 3

Nama : Adies Wandia

NIM : 1810104224
Kelas :D
Mata Kuliah : Embriologi dan Genetika

Isue Etik Yang Berkaitan Dengan Embriologi dan Genetika


(Kloning Pada Manusia)

A. Kasus
Sejak “Dolly” dihasilkan pada tahun 1997, para ilmuwan mulai mengarahkan diri
kembali pada rekayasa genetika manusia, karena mereka berpendapat bahwa paling tidak
kemajuan ini dapat memberikan sumbangsih dalam perkembangan dan kemajuan manusia di
masa depan. Saat diumumkannya keberhasilan proses kloning domba ‘Dolly’, reaksi dan
kritikan timbul di mana-mana. Saat ini reaksi dan kritikan itu semakin besar, karen kloning
kali ini berhubungan dengan manusia. Vorilhon menyatakan bayi kloning pertama telah lahir
dari seorang wanita Amerika tanggal 26 Desember 2003. Bayi yang diindentifikasi bernama
"Eve" dan ibunya sejauh ini masih dirahasiakan keberadaannya sehubungan dengan sejumlah
alasan pribadi dan hukum. Legalitas kloning manusia sejauh ini memang masih diperdebatkan
sehubungan dengan masih adanya pro dan kontra. Vorilhon adalah mantan jurnalis Perancis
yang percaya bahwa manusia merupakan hasil kloning makhluk luar angkasa sekitar 25 ribu
tahun lalu. Dia menyatakan, kloning menciptakan copy (duplikat) dari sebuah kehidupan,
namun duplikasi itu sendiri tidak sepenuhnya sama karena perkembangannya menuju
kematangan memerlukan waktu bertahun-tahun.

B. Analisa Kasus
Di dalam ilmu biologi kloning adalah proses untuk menghasilkan populasi individu yang
identik secara genetik, yang terjadi di dalam alam ketika organisme seperti bakteri, insekta,
atau tumbuhan bereproduksi secara aseksual. Secara lebih rinci Bioteknologi menjelaskan
kloning sebagai proses untuk menghasilkan salinan fragmen DNA (kloning molekular), sel
(kloning sel), atau organisme (kloning organisme). Walaupun kloning merupakan lahan
penelitian yang melibatkan berbagai disiplin ilmu yang bernaung di bawah biomolekular dan
bioteknologi, masih terdapat banyak tantangan, ketidak sesuaian paham, ataupun oposisi dari
berbagai pihak, terlebih lagi bila berkaitan dengan etik, kepercayaan/agama, dan hukum.
Berbagai masalah dalam bidang pertanian seperti pemanfaatan tanaman transgenik untuk
dikonsumsi oleh manusia; dalam bidang peternakan yang menghasilkan klon hewan yang
dibesarkan tanpa induk, apakah kelak dapat berperan secara alamiah; kloning spesies yang
telah punah untuk mempertahankan atau memulihkan ekosistem apakah memang dibutuhkan,
dan dapat menggantikan peran spesies tersebut pada saat sekarang; kloning hewan tertentu
seperti babi untuk aplikasi xeno transplantation; kloning sel atau organ manusia untuk
kepentingan terapeutik, dan lain sebagainya masih memerlukan banyak pemahaman yang
meyakinkan dan persesuaian pendapat, baik secara etik, moral, dan hukum. Metode yang
digunakan dalam proses kloning ini ada dua macam, melalui proses fertilization in vitro
(pembuahan luar tubuh) yang menggunakan sperma dan fertilization invitro dengan sel
somatik sebagai sumber gen. Pada metode pertama, langkah awal yang dilakukan adalah
fertilization in vitro, setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai empat sampai
delapan sel, kemudian dilakukan spiliting (pemotongan dengan cara mikro manipulasi)
menjadi dua atau empat bagian. Bagian embrio ini dapat ditumbuhkan dalam inkubator
hingga tumbuh menjadi embrio yang normal dan memiliki genetik yang sama. Setelah
mencapai fase blastosis embrio tersebut ditransfer kembali kedalam rahim ibu sampai umur
sembilan bulan. Sedang pada metode kedua, fertilization tidak dilakukan dengan
menggunakan sperma, melainkan hanya sebuah sel telur yang terfertilisasi semu yang
dilakukan pronukleusnya, kemudian diambilkan inti sel somatic dan dikembangkan melalui
kejutan listrik atau cairan kimia. Mula-mula nukleus (inti) sel telur yang mengandung DNA
diambil dari sel telur wanita, sehingga sel telur tersebut dalam keadaan kosong tanpa nucleus.
Kemudian sel telur yang kosong tersebut ditanami inti sel somatik dari orang yang akan
diklon. Inti sel somatik difusikan (digabungkan) dengan sel telur wanita yang telah
dihilangkan intinya dengan cara memberikan kejutan listrik lemah, sehingga sel donor yang
ditanam itulah satu-satunya penyedia gen yang ada. Kejutan listrik tersebut selain
menghasilkan fusi juga merangsang inti sel untuk membelah jadi dua, empat dan seterusnya.
Embrio peleburan tersebut ditanam dalam rahim wanita pengganti (surrogate mother). Dalam
tubuh wanita tersebut embrio akan terus berkembang dan pada saatnya nanti akan lahir anak
baru melalui proses alami yang sepenuhnya merupakan duplikat orang yang mendonorkan sel.
Keistimewaan dalam proses kloning ini ialah bahwa setiap sel dalam sel tubuh manusia
(sel apapun yang ada dalam tubuh manusia, justru bukan dari sel kelamin/seks) berpotensi
untuk berkembang menjadi organisme baru yang komplit. Sel kulit, sel punting, misalnya,
atau sel dari organ tubuh lain. Sesungguhnya mengandung sel atau struktur kromosom yang
lengkap apabila kondisi memungkinkan akan dapat tumbuh berkembang menjadi organism
atau makhluk hidup yang baru dan utuh. Dengan intervensi manusia, yakni dengan cara
ditiadakannya sel untuk mendapatkan nutrisi dan protein, sel menjadi tertidur.
Perkembangannya menjadi aktif kembali manakala sel ditanam dalam sel telur dan
memperoleh nutrisi yang memungkinkan perkembangannya ke arah wujud, yang mula-mula
berbentuk embrionik dan seterusnya berubah menjadi makhluk baru yang utuh.

C. Kloning Dalam Hukum Islam


Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:
“ Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes
mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan
dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu
yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun
yang dahulunya telah diketahuinya (QS. Al-Hajj/22: 5)”.
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat
tersebut menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptaan manusia mencegah tindakan-
tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya
adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai
perbuatan yang melampaui batas.

Daftar Pustaka

Beddington R. Cloning. NIMR: Mill Hill Essays, 1997.


Dito, Anurogo.(2012). Tinjauan Agama, Etik, dan Medis Tentang Kloning. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Musbikin, Imam. (2010). Manusia Kloning yang Pertama Telah Lahir, Yogyakarta :Diva Press.
Sunny Wangko, Erwin Kristanto. (2010). Kloning Manfaat Versus Masalah. Jurnal Biomedik.
Volume 2, Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai