Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir yang sangat bermanfaat untuk
memultiplikasi genotop hewan yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi hewan
yang hampir punah. Walaupun keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel
sotomatis telah dicapai pada berbagai spesias, seperti sapi, domba,mencit, kambing
babi,kucing, dan kelinci, efesiensinya sampai sekarang sangat rendah yakni kurang dari 1%,
dengan sekitar 10% yang lahir hidup ( Han et el., 2003 dalam hine , T,M 2004). Transfer ini
melibatkan suatu serih prosedur yang kompkeks termasuk kuitur sel donor, matuirasi oosit in
vitro, unukleasi, injeksi sel,atau fusi, aktivasi kultur in vitro reconstructed embrio, dan
transfer embrio. Jika salah satu dari tahap-tahap kurang optimal, produksi embrio atau
hewan kloning dapat terpenganruh.
Sejarah kloning hewan telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan
kloning baru dapat dihasiskan lewat penelitian wilmut et al. (2004). Kloning domba
sebenarnya sudah di temukan sejak 26 tahun yang lalu oleh wiladson (1996) mencetuskan
berbagai perbaikan teknik-teknik kloning pada berbagai spesias hewan. Hewan-hewan
kloning yang dihasilkan daritransplantasi inti sel somatic telah dilaporkan pada mencit, sapi,
kambing, domba, dan babi (hine T,M, 2004). Penelitian-penlitian yang melibatkan spesias-
spesias laintrus dilakukan,dan dari informasi yang dihimpun menunjukan bahwa berbagai
spesias hewan dapat di kloning lewat transpantasi inti.
Walaupun hewan yang dihasilkan transplantasi ini tidak efesien, akan tetapi fakta
bahwa perkembangan kloning akan sangat besar sekali dampaknya terhadap kehidupan
manusia menyebabkan percobaan-percobaan terkait kloning masih dilakukan. Terlepas dari
pro dan kontra terhadap proses klonimg, pada dasarnya kloning tetap memiliki beberapa
mamfaat yang dapat diperoleh manusia misalnya dalam melestarikan keanekaragaman
hayati yang terancam punah. Untuk itu perkembangan pengetahuan tentang kloning seperti
proses kloning, teknik kloning, sertah mamfaat kloning harus di dipahami secara benar.

1
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumjuskan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimankah defenisi kloning
2. Bagaimanakah teknik-teknik klonig yang pernah dilakukan.
3. Bagaimankah manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik kloning.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai
berikut.
1. Menjelaskan definisi kloning.
2. Menjelaskan teknik kloning yang pernah dilakukang.
3. Menjelaskan manfaat atau keuntungan yang pernah diperoleh dari penerapan koning.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kloning
Kloning berasal dari kata bahasa inggris”cloning” yang berarti suatu usaha untuk
menciptakan duplikan suatu organisme melalui proses aseksual atau dengan arti lain,membuat
fotocopy atau pengadaan dari suatu makluk hidup dengan cara aseksual.
Kata kloning sebagai kata kerja merupakan istilah baru yang dalam kosa kata dalam
bahasa inggris tahun 1970-an belum ada. Mereka hanya mengenal kata clone yang berasal
bahasa yunani kuno”clon” yang berarti terumbus. Clon merupakan suatu populasi sel atau
organisme yang berbentuk dari pembelahan yang berulang dari suatu sel atau organisme.
Klon juga mempunyai arti menggandakan atau memperbanyak. Istilah clone asal mulanya
muncul dengan arti memperbanyak DNA pada bakteri. Para ilmuan memperluas pengertian
tersebut menjadi setiap individu yang darinya dapat dihasilkan individu baru tanpa melalui
perkawinan meski satu saja disebut dengan menklon.pada prinsipnya menklon individu baru
ialah mengganti inti telur dengan inti sel defenitif, lalu merangsang telur itu agra tumbuh, inti
telur tersebut mengandung separu kromosom sel defenitif yang disebut haploid. Sel haploid
tidak dapat tumbuh menjadi embrio dengan sendirinya sehingga inti sel telur harus di ganti
dengan inti sel yang beasal dari embrio yang sudah mengalami pembuahan yang kromosonnya
lengkap.
2.2. Sejarah kloning
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah banyak ditemukan penemuan
baru oleh para ilmuan kususnya dalam rekayasa genetika yang merupakan tunggak lahirnya
teknik kloning. Perkembangan bioteknologi melanda dunia ilmu pengetahuan, tepatbya dengan
keberhasilan Watson dan Crick dalam bidang biokimia pada tahun 1953 yang berhasil
mengungkap strutur kimia molekul DNA, yaitu suatu materi genetika yang bertanggung jawab
terhadap pemindahan sifat dari pada induknya. Dengan mengetahui struktur kimia DNA atau
gen.

3
2.3. Teknik Teknik Kloning
Pada tahun 1928. Hans speman, melakukan eksperimen dengan embrio salamander dengan
melakukan percoban dengan teknik transfer inti sel embrio salamander ke sel tanpa inti atau
nucleus. Transfer nuklus pada dasarnya membutukan dua sel, yaitu suatu sel donor dan sel oosit
atau sel telur.telur matur sebelumnya dibuahi dibuang initnya atau nukelusnya. Proses
pembentukan nukleus tadi dinamakan proses enuklesi. Hal ini dilakukan untuk menghilakan
informasih genetisnya. Didalam telur yang telah di enuklesasi tadi kemudian dimasukan nuklus
(donor) dari sel somatic. Penelitian membuktikan bahwa sel akan mempermudah penerimaan
nukleus donor seperti dirnya sendiri. Didalam telur, inti sel itu sendiri akan bertindak sebagai
inti sel zigot dan membela dan berkembang menjadi blastosit. Blastosit selanjutnya akan
ditransfer ke uterus induk mengganti (surrogate mother). Jika semua proses tadi berjalan baik,
suatu replica dari suatu doron akan lahir. Jadi sebenarnya setelah membentuk blastosit in vitro,
proses selanjutnya akan sama dengan bayi tabung yang teknologinya telah dikuasai oleh para
ahli obstetric ginokologi.
2.4. Teknik Roslin
Teknik domba dolly merupakan peristiwah penting dalam sejarah kloning. Dengan kegiatan
kloning yang dilakukan pada kambing tidak hanya membangkitkan antusias terhadap kloing,
melainkan kegiatan kloning tersebut membuktikan bahwa kloning binatang dewasa dapat
disempurnakan. Sebelumnya, tidak diketahui bahwa suatu nukleus dewasa ternyata mampu
memproduksi suatu hewan yang lengkap atau komplit.
Ian wilmut dan keith cembell memperkenalkan tentang suatu metode yang mampu
melakukan singkronisasi siklus sel dari kedua sel, yakni sel donor dan sel telur. Tanpa
singkronisasi siklus sel,maka inti tidak akan berada pada suatu keadaan yang optimum untuk
dapat diterimah oleh embrio. Bagaimanapun juga sel donor harus diupayakan untuk dapat
masuk ke gap zero, atau stadium sel GO, atau stadium sel dorman.
Tahapan yang dilakukan oleh lan wilmut dan keiti kambel adalah sebagai
berikut(Rusdah,.M,.2003). Pertamah suatu sel yang dijadikan sebagai sel donor diseleksi dari
sel kelenjer darri mamae domba betina berbuluh putih. Untuk menyediakan informasi genetis
bagi pengklonan. Untuk studih ini, peneliti membirakan sel membelah dan membentuk jaringan
in vitro atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasikan duplikat yang banhyak dari suatu
inti suatu inti yang sama. Satu sampai 8 jam pengambilan sel telur, kejutan listrik digunakan

4
untuk menggabungkan kedua sel tadi, pada saat yang sama pertembuhan dari suatu embrio
mulai diaktifkan. Teknik ini tidaklah sepenunya sama seperti aktifitas yang dilakuan oleh
sperma,karena hanya beberapa sel yang mampu bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu
embrio setelah diaktifkan oleh kejutan listrik(Rusda, M,.2003)
Jika embrio ini dapat bertahan selama 6 hari, diinkubasi didalam oviduk domba. Apabila
ternyata sel yang diletakan didalam oviduk lebih awal, didalam pertumbuahn akan lebih mampu
bertahan dibandingkan dengan embrio yang diinkubasi kedalam laboratorium. Pada tahap
terakhir, embrio tersebut akan diletakan ke dalam uterus betina penerima. Induk betina tersebut
selanjutnya akan mengandung hasil kloning tadi hingga hewan hasil kloning siap untuk
dilahirkan. Bila tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam uterus domba, maka suatu dupikat
persis yang sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua krateristik yang dengan domba yang lahir
secara alami. Dan telah diamti jika ada efek merugikan,seperti resiko yang tinggi terhadat
kanker atau penyakit genetis yang lainnya yang terjadi terhadap DNA. Percobaan kloning
domba dolly, yang merupakan mamalia pertama yang kloning dari DNA sel dewasa, telah
dibunuh dengan suntikan mematikan, sebelum kematiannya. Dolly menderita kangker paru-
paru dan arthritis melumpukan, padahal sebagian domba finn dorsed hidup sampai 11 sampai
12 tahun. Setelah diperiksa, kambing dolly tanpaknya menunjukan bahwa, selain kangker dan
arthritis, ia tampaknya cukup normal.
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kloning.
Sampai saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak,
diantaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu, tingkat
keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata (Setiawan,
2008). Walaupun keberhasilan produksi hewan kloning dengan menggunakan teknik SCNT
telah berhasil pada beberapa spesies, namun produksi hewan kloning masih sangat rendah
dengan tingkat efisiensi kurang dari 1% (Hine, 2004). Menurut Setiawan (2008), parameter
yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel
telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan jugakemampuan sitoplasma untuk mencegah
terjadiya perubahan secara epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian
yang telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil rekonstruksi
yang berkembang menjadi individu muda yang sehat dan umumnya laju keberhasilan kurang

5
dari 4%. Domba Dolly merupakan satusatunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276
kali percobaan. Demikian halnya dengan tikus kloning yang diproduksi oleh Teruhiko
Wakayama dan Yanagimachi yaitu hanya 3 kloning dari sekitar 100 kali percobaan. Edwars, et.
all. (2003) mengemukakan bahwa sedikitnya ada lima periode kegagalan kloning hewan, yaitu:
(1) masa praimplantasi yang ditandai dengan 16 > 65% dari sel embrio gagal
berkembang menjadi morula atau blastokista;
(2) usia fetus 30 – 60 hari dapat terjadi kematian 50-100% embrio yang ditandai
dengan tidak adanya detak jantung embrio, plasenta hypoplastik, dan sebagian
berkembang dengan kotiledon rudimenter;
(3) keguguran spontan pada trisemester kedua kehamilan yang disebabkan oleh janin
abnormal dan membran janin menebal dan mengalami edema;
(4) trisemester ketiga (usia janin 200-265 hari) yang ditandai dengan kematian janin
hydrallantois, dan pada beberapa kasus terjadi edema parah;
(5) tingkat keberlangsungan hidup yang rendah setelah kelahiran akibat komplikasi.
Embrio yang dihasilkan setelah kelahiran seringkali mengalami kelainan, seperti
obesitas dan kematian pada usia dini.
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kloning diantaranya adalah spesies,
tipe sel donor inti, modifikasi genetik, ovum resipien, perlakuan terhadap sel donor sebelum transfer
inti, dan teknik transfer inti. Menurut Setiawan (2008), penyebab timbulnya berbagai masalah dalam
kloning hewan adalah adanya kesalahan saat pemrograman material genetik (reprogramming) dari
sel donor. Sedangkan menurut HangBao (2004) faktor penyebab ketidakefisiensian kloning, yaitu
tahapan siklus sel donor, ketidaklengkapan pemprograman ulang nukleus, dan tipe sel donor yang
digunakan. Banyak tipe sel yang telah digunakan untuk transfer inti, diantaranya adalah sel-sel
cumulus dan mural granulose. Walaupun demikian, ada suatu indikasi bahwa tipe sel dan stadium
siklus sel saat transfer inti dapat mempengaruhi efisiensi kloning. Stadium G0/G1 (gambar 2)
menjadi stadium terbaik (Hine, 2004). Selain itu, apabila salah satu tahap kloning kurang optimal,
maka akan berpengaruh pada produksi embrio atau transfer embrio.
Edwars, et. all. (2003) mengemukakan bahwa prosedur kloning juga memberikan kontribusi
terhadap kematian embrio dan janin. Hal ini disebabkan karena enukleasi oosit mengurangi 5-
15% atau lebih ooplasma; penggunaan sinar ultraviolet dalam prosedur mengakibatkan
perubahan integritas membran, meningkatkan serapan metionin, mengubah aktivitas sintesis

6
protein dan aktivitas mitokondria; penggunaan listrik untuk menginjeksi sel telur
mengakibatkan perubahan integritas membran sel telur; dan penggunaan bahan kimia untuk
pengaktifan embrio. Hal lain yang mungkin menjadi penyebab kegagalan kloning adalah
adanya penolakan immunologis uterus induk terhadap janin transfer dan perubahan halus dalam
struktur kromatin dan/atau ekspresi gen.

7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kloning merupakan langkah penggandaan (pembuatan tiruan yang sama persis) dari
suatu makhluk hidup dengan menggunakan kode DNA makhluk tersebut. Kloning hewan
telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan
lewat penelitian Wilmut et al pada tahun 1996. Kloning pada hewan dimulai ketika para
pakar biologi reproduksi Amerika, Briggs. Eka Pratiwi Tenriawaru (2013)60 dan King,
pada tahun 1952 berhasil membuat klon katak melalui teknik Transplanting Genetic Material
dari suatu sel embrional katak ke dalam sel telur katak yang telah diambil intinya. Hewan
hewan klon yang dihasilkan dari teknik transplantasi inti sel somatik antara lain adalah sapi,
tikus, kambing, domba, babi, kucing, dan anjing.
Kloning hewan dapat dilakukan dengan teknik embryo splitting, blastomere
dispersal, dan somatic cell nuclear transfer (SCNT). Teknik SCNT merupakan teknik yang
paling umum digunakan dalam kloning hewan. Keberhasilan teknik SCNT dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya spesies, tipe sel donor inti, modifikasi genetik, ovum resipien,
teknik transfer inti, dan stadium siklus sel saat transfer inti. Stadium G0/G1 merupakan
stadium terbaik untuk transfer inti.
3.2. Saran
Hendaknya ilmu kloning dapat dimanfaatkan untuk kepentinan,terlepas dari pro dan
kontra terhadap kloning akan tetapi pengawasan terhadap kegiatan kloning juga perlu
diawasi oleh pihak pihak yang berwenang,yakni dengan membuat peraturan yang jelas
mengenai teknologi kloning. Sehinggah tidak terjadi penyalah gunaan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.

8
Daftar Pustaka
Edwars, J. L., Schrick, F. N., McCracken, M. D., Van Amstel, S. R., Hopkins, F. M.,
Welborn, M. G., Davies, C. J. 2003. Cloning Adult Farm Animals: A Review of the
Possibilities and Problems Associated with Somatic Cell Nuclear Transfer. American
Journal of Reproductive Immunology, Volume 50 tahun 2003: 113-123.
Hine, T. M. 2004. Kloning untuk Menghasilkan Hewan dengan Genotip yang Diinginkan.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Rusda, M. 2004. Kloning. Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Setiawan, M., Sardjono, CT., Sandra, F. 2008. Menuju Kloning Terapeutik dengan Teknik
SCNT. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, 161/ Vol. 35 No. 2 Maret-April 2008: 72-76.

Anda mungkin juga menyukai