NAMA :
Muhammad Al-Azhari
Mujiburrahman Fuadi
Rangga Ryoza
PENERAPAN BIOTEKNOLOGI DALAM PROSES KLONING
dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai
susunan gen yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan
mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi.
Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium
perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel
epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal. Keberhasilan
ini tentu memicu penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan teknologi
kloning ini pada hewan lain dan manusia. Hingga akhirnya pada tanggal 13
Oktober 1993, dua peneliti Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari
Universitas George Washington mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning
manusia dengan menggunakan metode embryo splitting (pemisahan embrio ketika
berada dalam tahap totipotent) atas embrio yang dibuat secara in vitro fertilization
(IVF). Dari proses embryo splitting tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48
embrio baru yang secara genetis sama persis. 18 Penelitian terhadap kloning ini
pun tetap berlanjut. Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak tahun
1900, tetapi hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut
seorang ilmuwan skotlandia pada tahun 1997, dan untuk pertama kali
membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa.
Metode kloning yang digunakan untuk mengklon biri-biri tersebut adalah metode
somatic cell nuclear transfer (SCNT). Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti
sel epitel ambing domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, kemudian
ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang
akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly.
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.
Dolly direproduksi tanpa bantuan domba jantan, melainkan diciptakan dari sebuah
sel kelenjar susu yang di ambil dari seekor domba betina. Dalam proses ini Dr. Ian
Willmut menggunkan sel kelenjar susu domba finndorset sebagai donor inti sel
dan sel telur domba blackface sebagi resepien. Sel telur domba blackface
dihilangkan intinya dengan cara mengisap nukleusnya keluar dari selnya
menggunakan pipet mikro. Kemudian, sel kelenjar susu domba finndorset
difusikan (digabungkan) dengan sel telur domba blackface yang tanpa nukleus.
Proses penggabungan ini dibantu oleh kejutan/sengatan listrik, sehingga terbentuk
fusi antara sel telur domba blackface tanpa nucleus dengan sel kelenjar susu
dompa finndorsat. Hasil fusi ini kemudian berkembang menjadi embrio dalam
tabung percobaan dan kemudian dipindahkan ke rahim domba blackface.
Kemudian embrio berkembang dan lahir dengan ciri-ciri sama dengan domba
finndorset.
Sejak Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor
nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa
pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat bahwa
pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat.
2.2 Jenis Jenis Kloning
Kloning adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan tanpa
fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen)
yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotip yang sama. Berdasarkan
pengertian diatas, terdapat beberapa jenis kloning yang dikenal, antara lain :
1.
bakteri. DNA yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan
diturunkan pada sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap
melakukan fungsi seperti sel asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri.
Pembentukan DNA rekombinan ini disebut juga rekayasa genetika. Perekayasaan
genetika terhadap satu sel dapat dilakukan dengan hanya menghilangkan,
menyisipkan atau menularkan satu atau beberapa pasang basa nukleotida
penyusun molekul DNA tersebut. Untuk kloning ini diperlukan plasmid dan
enzim untuk memotong DNA, serta enzim untuk menyambungkan gen yang
disisipkan itu ke plasmid.
Beberapa jenis bakteri mempunyai sejumlah molekul DNA melingkar yang
ukurannya kecil sekali, hanya mengandung beberapa ribu pasang basa, selain
mempunyai kromosom utama dengan 4 juta pasang basa. Kromosom mini ini
dinamakan juga plasmid. Plasmid dapat bereplikasi secara otonom. Plasmid ini
merupakan elemen genetis yang tidak berhubungan dengan kromosom utama dan
mengandung gen-gen yang resisten terhadap antibiotik, antara lain yaitu antibiotik
tetrasiklin dan ampisilin). Keresistenan terhadap antibiotik memerlukan sejumlah
enzim yang secara kimiawi dapat menetralisir antibiotik tersebut.
Dengan menempatkan gen pada plasmid, masing-masing gen ada dalam
salinan (copy) sejumlah plasmid tertentu yang dinamakan episom. Plasmid ini
mampu bergerak mendekati dan menjauhi elemen kromosom utama. Hal ini
menunjukkan bahwa plasmid memiliki elemen-elemen genetis yang bergerak,
yang dilakukan melalui fusi secara bebas dari dua unit DNA replikasi (replikon).
Plasmid dapat diintegrasikan (dimasukkan) ke dalam kromosom bakteri dan dapat
dipindahkan dari satu sel bakteri ke bakteri yang lain melalui transformasi, jika
kromosom sel-sel tersebut merupakan pasangannya.
Transformasi adalah pemindahan satu sifat mikroba melalui bagian DNA
tertentu dari mikroba. Oleh karena DNA plasmid sangat kecil daripada fragmen
DNA kromosom, maka dapat dengan mudah dipisahkan dan dimurnikan. Di
dalam laboratorium, jika plasmid dicampurkan dengan bakteri, dengan adanya ion
Ca++, DNA plasmid tersedot ke dalam sel bakteri, sehingga bakteri mengandung
plasmid yang tersedot tersebut. Sel bakteri mempunyai satu bentuk plasmid.
Kenyataannya bahwa enzim Eco Ri menghasilkan potongan ujung khusus yang
kohesif yang selanjutnya merupakan metode praktis untuk kloning fragmen DNA.
Cara yang penting adalah memasukkan suatu fragmen DNA yang telah dipotong
dengan enzim restriksi Eco Ri ke dalam plasmid hibrid yang dapat digunakan
untuk mempengaruhi bakteri. Masing-masing sel bakteri memperoleh satu sel
plasmid rekombinan yang mengandung fragmen DNA asing yang dimasukkan.
Penggunaan antibiotik secara ekstensif dan penyalahgunaan antibiotik
dalam pengobatan manusia dan hewan ternak menyebabkan strain bakteri alami
menjadi resisten terhadap kebanyakan antibiotik yang bersifat umum. Biasanya
keresistenan ini tergantung pada respon (tanggapan) plasmid bakteri yang
mempunyai enzim khusus yang dapat menguraikan antibiotik. Jika digunakan
plasmid yang resisten antibiotik bersama-sama dengan sel bakteri yang
plasmidnya sensitive terhadap antibiotik, dengan memasukkan plasmid resisten
dan
penggabungan
harus
dipantau
dengan
menggunakan
antara
fragmen
ujung-ujung
yang
terpotong
tadi.
Proses
6. Plasmid yang telah disisipi gen pengkode yang diinginkan itu dimasukkan ke
dalam sel bakteri coli dengan cara tranformasi. Transformasi dilakukan dengan
memasukkan bakteri E. coli ke dalam larutan CaCl2 sehingga terbentuk lubanglubang sementara, sehingga plasmid dapat masuk ke dalam sel bakteri.
Diharapkan bakteri yang telah disisipi gen tersebut mewarisi sifat gen baru,
sehingga bakteri yang telah disisipi dengan gen pengkode insulin dapatm
memproduksi insulin.
7. Langkah selanjutnya adalah mengembangbiakkan bakteri hasil rekayasa dalam
tabung fermentasi yang berisi medium untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri E. coli untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak. Insulin
yang terbentuk kemudian dipisahkan dari senyawa yang lain.
Langkah pembuatan insulin dengan menggunakan plasmid bakteri yang
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
2. Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning)
Kloning terapeutik bagian dari terapi sel punca yang bertujuan untuk
menghindari adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien pada saat
dilakukan terapi. Kloning terapeutik dilakukan dengan sel induk, dimaksudkan
untuk tujuan terapeutik (penyembuhan) dan riset medis, bukan untuk menciptakan
manusia baru. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi SCNT (Somatic
Cell Nuclear Transfer). Sel punca memiliki potensi yang sangat menjanjikan
untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru untuk
mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi
dengan penggunaan sel punca, di antaranya adalah:
1. Penyakit autoimun,
2. Penyakit degeneratif, contoh stroke, Parkinson, Alzhimer.
3. Penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi
berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast,
dan sebagainya. Oleh karena itu, sel punca embrionik dapat digunakan untuk
transplantasi jaringan yang rusak. Selain itu, sel punca embrionik memiliki tingkat
imunogenisitas yang rendah selama belum mengalami diferensiasi. Salah satu cara
untuk menghindari terjadinya graft versus host disease (GVHD) adalah dengan
menggunakan sel punca embrionik dengan sel somatik yang bersumber dari
pasien itu sendiri sehingga tidak akan ada penolakan lagi terhadap sistem
imunnya. Dengan menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik yang
dihasilkan akan identik dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri).
Hal itu mengakibatkan tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun
pasien apabila dilakukan transplantasi.
Secara teoritis, teknik SCNT memiliki potensi besar dalam dunia
kesehatan karena dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan
jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan untuk melakukan kloning
terapeutik pada manusia (Gambar 2) Pertama mengambil biopsi sel somatik dari
tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut ditransfer ke dalam sel telur donor
yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized enucleated oocyte). Sel telur hasil
manipulasi dikultur sampai ke tahapan tertentu dan setelah mengalami berbagai
proses akan didapatkan sel punca embrionik. Sel punca embrionik ini diarahkan
perkembangannya menjadi suatu jaringan atau organ tertentu yang akan dapat
digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan tidak akan mengalami
rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri (immunologically compatible
transplant). Dengan menggunakan bantuan mikroskop, pergerakan sel telur
ditahan dengan holding pipette. Kemudian, DNA dari sel somatik pasien (yang
berada di dalam injection pipette) diintroduksikan ke dalam sel telur enucleated.
Sel telur hasil manipulasi dikultur secara in vitro menjadi blastosit selama 5-6
hari. Lalu, inner cell mass diisolasi dan dikultur di cawan petri sehingga akan
berkembang menjadi sel punca embrionik yang memiliki profil imunologi yang
sama dengan pasien.
3. Kloning Reproduksi (Reproductive Cloning)
Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris,
John Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para
peneliti dengan antusias melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan
tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin
Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil menciptakan biri-biri yang diberi nama
Dolly, akan tetapi penelitian ini dikatakan belum berhasil karena Dolly yang
seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6
tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini,
menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru kronis.
Kloning reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan
untuk menghasilkan individu baru atau teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan hewan yang sama dengan menggunakan teknik SCNT. Genetika
individu klon tidak seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang induk, persamaan
genetika individu klon dengan induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang
berada di kromosom. Individu klon juga memiliki material genetik lainnya yang
berasal dari DNA mitokondria di sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun
hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini
sangatlah rendah seperti pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh
kloning reproduktif yang satu-satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan
276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini sel donor yang berupa sel somatik (2n)
diintroduksikan ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio
konstruksi secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses
pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian, embrio dimplantasikan ke
dalam rahim untuk dilahirkan secara normal. Berbeda pada kloning kesehatan
yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro
untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik atau
kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup
banyak, di antaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit.
Sementara itu, tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing,
ayam, kuda, dan primata. Masalah yang kerap kali timbul dalam kloning
reproduktif adalah biaya dan efisiensinya. Penelitian dalam kloning reproduktif
adalah
adanya
kesalahan
saat
pemrograman
material
genetik
(reprogramming) dari sel donor. Kesalahan pengkopian DNA dari sel donor atau
yang lebih dikenal dengan sebutan genomic imprinting akan mengakibatkan
terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai contoh abnormalitas
yang
terjadi
pada
klon
mencit
adalah
obesitas,
pembesaran
plasenta
dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen
yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan
yang lebih unggul.
3. Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit
genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak
mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan
terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon
blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor,
maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum
dikembangkan menjadi blastosit.
Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ
atau jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak. Mengingat
fakta bahwa sel dapat dimanipulasi untuk meniru jenis sel lain, ini dapat
memberikan cara baru untuk mengobati penyakit seperti kanker dan Alzheimer.
Kloning
juga menawarkan
harapan
kepada
orang
yang
membutuhkan
menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik
dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan yang
mengandung gen dari suami atau istrinya.
5. Melemstarikan Spesies Langka
Meskipun upaya terbaik dari konservasionis di seluruh dunia, beberapa spesies
yang hampir punah. Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam
melindungi satwa langka. Contoh lainnya adalah hasil cloning yang melahirkan
Noah, hewan gaur (spesies dari Asia Tenggara yang mirip bison), yang
merepresentasikan percobaan pertama yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk
mengkloning hewan yang terancam punah. Para ilmuwan di Amerika berharap
bisa mengambil langkah besar dalam upaya melindungi spesies yang terancam
punah dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah peternakan di Iowa.
6. Meningkatkan pasokan makanan
Kloning dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat dan lebih
tahan terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang sama bisa
terjadi pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit kaki dan ulut bisa
menjadi eradicated. Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan masalah
pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin kelaparan.
memiliki sifat-sifat identik dengan induknya maka kloning pada tanaman akan
menghasilkan individu baru yang sama dengan sifat induknya. Hal ini hal ini akan
menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Tentu hal ini akan
menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Akibatnya,
keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya alam hayati pun akan
semakin menurun. Demikian juga kloning pada hewan, akan menurunkan
keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat
penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies, karena ketika lingkungan
suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat
bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman
genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel
yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cendering
memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies,
reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan keturunannya akan menghadapi
permasalahan yang ditemui
Tujuan kloning ini adalah untuk menciptakan mahluk baru, sehingga banyak
yang berpendapat ini adalah upaya playing GODyang tidak dapat dibenarkan.
Hal ini memicu kontroversi tentang kloning di berbagai belahan dunia. Berbagai
kalangan mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini diterapkan pada
manusia, maka teknologi kloning sungguh tidak dapat dibenarkan secara moral.
Teknologi kloning pada manusia akan menimbulkan begitu banyak persoalan etis
dan moral yang amat serius. Salah satu contoh pelarangan teknologi kloning pada
manusia muncul dari National Bioethics Advisory Commision (Amerika Serikat)
yang menyatakan bahwa: Untuk saat ini, secara moral tidak dapat diterima bila
seseorang mencoba untuk menciptakan anak dengan mempergunakan teknik
somatic cell nuclear transfer kloning, baik secara pribadi maupun secara umum,
baik dalam lingkup riset maupun dalam lingkup klinis. Hal yang sama juga
terjadi di Parlemen Uni Eropa yang melarang setiap negara anggotanya
melakukan kloning terhadap manusia. Meski demikian, perdebatan mengenai
kloning pada manusia masih terus berlanjut.
Hingga waktu ini sikap para ilmuwan, organisasi profesi dokter dan
masyarakat umumnya adalah bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan untuk
tujuan reproduksi (reproductive kloning) dengan menghasilkan manusia duplikat,
kembaran identik, manusia fotokopi yang berasal dari sel induk dengan cara
implantasi inti sel tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic
kloning) dianggap etis.
Etika tentang klonasi/ kloning dalam adeddum Buku Kedokteran Indonesia
disebutkan bahwa menolak dilakukan kloning terhadap manusia karena upaya itu
mencerminkan penurunan derajat serta martabat manusia sampai setingkat bakteri.
Sehingga para ilmuwan dihimbau untuk tidak melakukan klonasi dalam kaitan
dengan
reproduksi
manusia.
Tetapi
mendorong
ilmuwan
untuk
tetap
3.
4.
makanan. Namun ada juga beberapa efek negative dari kloning ini.
Bioetika kloning menyangkut pendapat pendapat mengenai kloning ini. Ada
yang pro dengan dilakukan kloning dan ada yang kontra.