Anda di halaman 1dari 69

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis tidak

ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

berkembang lama salah satu penyakit tidak menular yaitu Arthritis Pirai atau

masyarakat biasa mengenalnya dengan penyakit Gout Arthritis (Asam Urat). Gout

Arthritis (Asam Urat) hasil metabolisme purin didalam tubuh yang kadar tidak

boleh berlebih. Faktor pemicu adalah makanan dan senyawa lain yang banyak

mengandung protein. Penatalaksanaan diet untuk Gout Arthritis (Asam Urat)

masalah diet rendah purin (Kowalak, 2011)

Gout Arthritis (Asam Urat) diperkirakan terjadi pada 840 orang dari

setiap 100.000 orang. Prevalensi penyakit Gout Arthritis (Asam Urat) di Indonesia

terjadi pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di atas 34 tahun sebesar 68

% (Jaliana, Suhadi, La Ode Muh. Sety, 2018)

Berdasarkan data WHO (2015) di dunia prevalensi penyakit asam urat

mengalami kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990-

2010. Badan kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) mengemukakan

sejak enam tahun lalu memperkirakan bahwa beberapa ratus juta orang telah

menderita penyakit sendi (asam urat), dan angka tersebut diperkirakan akan

meningkat tajam pada tahun 2012 (Achmad, 2008). Badan kesehatan dunia WHO
2

menyatakan penderita asam urat pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 230 juta.

Prevalensi asam urat di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi

menunjukkan peningkatan kejadian asam urat, terutama di negara negara maju,

karena di negara maju mereka mengonsumsi makanan yang berlemak dan

mengandung kadar purin tinggi (Achmad, 2008).

Asam urat sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan menjadi salah

satu penyakit tertua yang dikenal manusia. Berdasarkan data Asam urat di dunia

sebanyak 47.150 jiwa orang di dunia menderita asam urat dan kejadian asam urat

terus meningkat pada tahun 2005. Jumlah penderita asam urat bertambah banyak

dari tahun 2004 dan menyerang pada usia pertengahan 40-59 tahun (WHO, 2004)

WHO Mengemukakan Hiperurisemia terjadi pada 5-30% populasi umum dan

prevalensi dapat lebih tinggi pada beberapa kelompok etnik tertentu. Prevalensi

Gout belakangan ini menunjukkan peningkatan di seluruh dunia, diduga karena

peningkatan prevalensi dan penggunaan obat-obatan. Kejadian Gout bervariasi

antara 0,16-1,36%, sedangkan menurut data yang ditemukan oleh Johnstone

(2005) prevalensi Gout bervariasi dari 0,2% di Eropa dan Amerika Serikat sampai

10% pada laki laki dewasa pada populasi Mario di Selandia Baru.

Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) Kemenkes menunjukkan bahwa

penyakit sendi di Indonesia yang diagnosis dokter sebesar 13.3%, berdasarkan

diagnosis dokter pada penduduk umur ≥15 Tahun didapatkan hasil bahwa pada

kelompok jenis kelamin laki laki sebesar 6.1% dan jenis kelamin perempuan
3

sebesar 8.5%. sedangkan berdasarkan daerah diagnosis dokter di Nusa Tenggara

Timur 4.2%, diikuti Jawa barat 5.2% Bali 9.5% dan Nusa Tenggara Barat 4.8%.

Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan

hasil data Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah didapatkan data penderita

sendi pada tahun 2018 yakni laki laki sebanyak 1.078 penderita dan perempuan

sebanyak 1.298 penderita. Dan khususnya diwilayah kerja Puskesmas Pengadang

Kecamatan Praya Tengah ditemukan penderita Gout Arthritis (Asam Urat) yang

datang melakukan pemeriksaan ke Puskesmas pada tahun 2016 sebanyak 71

penderita, pada tahun 2017 sebanyak 90 penderita, dan pada tahun 2018 sebanyak

118 penderita.

Penyakit Gout Arthritis (Asam Urat) masih menjadi masalah utama dalam

dunia kesehatan, dibuktikan dari berbagai kasus komplikasi dari penyakit asam

urat ini seperti gagal ginjal, batu ginjal dan lain-lain masih cukup tinggi. Hal ini

dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat yang kurang memperhatikan

kesehatannya seperti masih banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi makanan

tanpa memperhatikan kandungan dari makanan tersebut. Faktor aktivitas yang

berlebihan juga dapat memperburuk dan mendukung adanya komplikasi penyakit

asam urat tersebut (Damayanti, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) sebesar 81% penderita Gout

Arthritis (Asam Urat) di Indonesia hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan

71% cenderung langsung mengkonsumsi obat obatan Pereda nyeri yang dijual

bebas.
4

Dalam menangani penyakit Gout Arthritis (Asam Urat) di Kabupaten

Lombok Tengah, Dinas Kesehatan Lombok Tengah dan Puskesmas Pengadang

sudah berupaya memberikan pelayanan kesehatan yaitu penyuluhan secara

individu, pengobatan medis dan pemeriksaan laboratorium. Namun hal itu tidak

cukup untuk menurunkan angka kejadian penyakit asam urat di masyarakat.

Dalam menangani penyakit asam urat di masyarakat itu sendiri juga dibutuhkan

informasi akurat dari penderita yaitu pengetahuan keterampilan dan sikap

penderita dalam menyikapi penyakit tersebut. Jika penderita melakukan

pengobatan secara rutin tetapi pengetahuan, keterampilan dan sikapnya kurang

baik selama pengobatan dirumah hal itu sama saja dapat mempengaruhi

penyakitnya.

Penanganan penderita Gout Arthritis (Asam Urat) difokuskan pada cara

mengontrol rasa sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan atau

mempertahankan fungsi dan kualitas hidup. Penanganan untuk Gout Arthritis

(Asam Urat) meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Tindakan non

farmakologis untuk penderita gout arthritis diantaranya adalah kompres/rendam,

baik itu kompres hangat dan kompres dingin. Hal itu merupakan tindakan mandiri

perawat dalam upaya menurunkan suhu tubuh (Potter & Perry, 2005).

Terapi air hangat atau hidroterapi yaitu pemberian rasa hangat pada tubuh

untuk mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini adalah terapi

sederhana yang dapat secara efektif mengurangi rasa nyeri, inflamasi dan spasme
5

otot. Terapi air hangat (hidroterapi) ini juga membantu meningkatkan sirkulasi

darah dengan memperlebar pembuluh darah sehingga lebih banyak oksigen

dipasok ke jaringan yang mengalami pembengkakan. Perbaikan sirkulasi darah

juga memperlancar sirkulasi getah bening sehingga membersihkan tubuh dari

racun. Berbagai jenis hidroterapi, metode yang umum digunakan dalam

hidroterapi yaitu mandi rendam, sitzbath, pijat air, membungkus dengan kain

basah, kompres, merendam kaki (Wulandari, Arifianto, & Sekarningrum, 2016).

Dari beberapa kasus asam urat dan hasil wawancara kepada beberapa

pasien di Kecamatan praya tengah wilayah kerja puskesmas pengadang serta

penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian di Puskesmas Pengadang Praya Tengah tentang “Pengaruh

rendam kaki air hangat terhadap penurunan intensitas nyeri pada penderita Gout

Arthritis (Asam Urat)”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

rendam kaki terhadap penurunan intensitas nyeri pada penderita Gout Arthritis

(Asam Urat) di Puskesmas Pengadang Praya Tengah tahun 2020.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
6

Mengetahui pengaruh rendam kaki terhadap penurunan intensitas nyeri

pada penderita Gout Arthritis (Asam Urat) di Puskesmas Pengadang Praya

Tengah tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi intensitas nyeri penderita Gout Arthritis (Asam Urat)

sebelum dilakukan rendam kaki.

b. Mengidentifikasi intensitas nyeri penderita Gout Arthritis (Asam Urat)

sesudah dilakukan rendam kaki

c. Menganalisis pengaruh rendam kaki terhadap penurunan intensitas nyeri

pada penderita Gout Arthritis (Asam Urat).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmiah sebagai

bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian khususnya dalam

bidang keperawatan keluarga.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan dan keterampilan terutama pada penderita Gout

Arthritis (Asam Urat) untuk mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan.

b. Bagi Perawat Pelaksana


7

Memberikan masukan pada perawat dalam pengembangan atau intervensi

keperawatan menurunkan intensitas nyeri pada penderita Gout Arthritis

(Asam Urat)

c. Bagi Peneliti

Sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat dalam program studi ilmu

keperawatan yang berkaitan dengan menurunkan intensitas nyeri penderita

Gout Arthritis (Asam Urat).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Gout Artritis (Asam Urat)

a. Definisi

Asam urat merupakan penyakit yang timbul akibat kadar asam

urat darah yang berlebihan. Yang menyebabkan kadar asam urat darah

berlebihan adalah produksi asam urat didalam tubuh lebih banyak

pembuangannya (Kertia, 2009). Tubuh menyediakan 85 persen senyawa

purin setiap hari, hal ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan

hanya sekitar 15 persen (Jaliana & Suhadi (2018). Karena setiap

metabolisme normal akan dihasilkan asam urat sedangkan pemicunya

adalah faktor makanan dan senyawa lain yang banyak mengandung

purin. Purin ditemukan pada semua makanan yang mengandung protein

(Damayanti, 2012). Penyakit Gout adalah penyakit akibat gangguan

metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan

sinovitis akut berulang-ulang. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan

kristal urat monohidrat monosodium dan pada tahap yang lebih lanjut

terjadi degenerasi tulang rawan sendi, insiden penyakit Gout sebesar 1-

2%, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun dan 20 kali lebih sering pada

pria daripada wanita (Muttaqin, 2008)

8
9

b. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya penyakit Gout Arthritis (Asam Urat)

digolongkan menjadi yaitu:

1) Penyakit Gout primer

Penyebabnya kebanyakan belum diketahui. Hal ini diduga berkaitan

dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang

menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan

meningkatnya produksi asam urat. Atau bisa juga diakibatkan karena

berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.

2) Penyakit gout sekunder

Penyebab penyakit gout sekunder:

a) Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan

yang tidak terkontrol, yaitu dengan mengonsumsi makanan yang

berkadar purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa

organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan

termasuk dalam kelompok asam amino, yang merupakan unsur

pembentuk protein.

b) Produksi asam urat juga dapat meningkat karena penyakit pada

darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia, anemia hemolitik),

obat-obatan (alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12, diuretika,

dosis rendah asam, salisilat).

c) Obesitas (kegemukan)

d) Intoksikasi (keracunan timbal)


10

e) Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan

baik. Dimana akan ditemukan mengandung benda-benda (hasil

buangan metabolisme lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar

benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan kadar asam

urat juga akan meninggi.

c. Manifestasi klinis

Biasanya, serangan Gout pertama banyak menyerang satu sendi

dan berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang

secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala

hingga terjadi serangan berikutnya. Namun, Gout cenderung akan

semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung

lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil sendi

yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen. Lazimnya serangan

Gout terjadi dikaki (monoarthritis). Namun 3-14 % serangan juga bisa

terjadi dibanyak sendi (poliarthrittis). Biasanya, urutan sendi yang

terkena serangan gout (poliarthritis) berulang adalah ibu jari (padogra),

sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan

tangan, lutut, dan bursa olekranon pada siku (Novianti, 2015).

Selain di atas, organ yang bisa terserang asam urat adalah sendi,

otot, jaringan disekitar sendi, telinga, kelopak mata, jantung dan lain-lain.

Jika kadar asam urat didalam darah melebihi normal maka asam urat ini

akan masuk ke organ-organ tersebut sehingga menimbulkan penyakit


11

pada organ tersebut. Penyakit pada organ tersebut bisa disebabkan oleh

asam urat secara langsung merusak organ tersebut (contohnya penyakit

nefropati urat). Bisa akibat peradangan sebab adanya kristal atrium urat

(contonya penyakit gout akut), bisa akibat natrium urat menjadi batu

(contonya penyakit batu urat). Penyakit asam urat bisa menimbulkan

pegal- pegal akibat kristal natrium urat sering menumpuk disendi dan

jaringan disekitar sendi (kertia, 2009).

Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita Gout pada satu atau

beberapa sendi. Umumnya, serangan terjadi pada malam hari. Biasanya,

hari sebelum serangan Gout terjadi, penderita tampak sehat bugar tanpa

gejala atau keluhan, tepatnya pada tengah malam menjelang pagi,

penderita terbangun karena merasakan sakit yang sangat hebat disertai

nyeri yang semakin memburuk dan sangat tidak tertahankan. Sendi yang

terserang gout akan membengkak dan kulit diatasnya akan berwarna

merah atau keunguan, kencang dan licin, serta terasa hangat dan nyeri

jika digerakkan, dan muncul benjolan pada sendi yang disebut (tofus).

Jika sudah agak lama (hari ke 5), kulit diatasnya akan berwarna merah,

kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainnya adalah muncul tofus

dihelix telinga atau pinggir sendi atau tendon. Menyentuh kulit diatas

sendi yang terserang Gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa rasa

nyeri ini akan berlangsung selama beberapa hari hinggi sekitar 1

minggu,lalu menghilang. Kristal dapat membentuk disendi-sendi perifer

karena persendian tersebut lebih dingin dibandingkan persendian ditubuh


12

lainnya, karena asam urat cenderung membeku pada suhu dingin (Junadi,

2012).

d. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada

pria dewasa kurang dari 7 mg/dl dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl.

Dan apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7,0

mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat.

Serangan Gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau

penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal

asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respons inflamasi dan

diteruskan dengan terjadinya serangan Gout. Dengan adanya serangan

yang berulang-ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang

dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari

kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan asam urat yang terjadi

secara sekunder dapat menimbulkan Nefrolitiasis urat (batu ginjal)

dengan disertai penyakit ginjal kronis.

e. Faktor resiko terjadinya gout artritis (asam urat)

Tidak semua orang dengan peningkatan asam urat dalam darah

akan menderita penyakit asam urat. Namun ada beberapa kondisi yang

dapat menyebabkan seseorang menderita penyakit asam urat,

diantaranya:
13

1) Pola makan yang tidak terkontrol. Asupan makanan yang masuk

kedalam tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah.

Makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah

menjadi asam urat.

2) Seseorang dengan berat badan berlebih (obesitas)

3) Premium alkohol. Alkohol dapat menyebabkan pembuangan asam

urat lewat urine ikut berkurang, sehingga asam urat tetap bertahan

dalam tubuh.

4) Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asam urat.

5) Sesorang kurang mengkonsumsi air putih

6) Seseorang dengan gangguan ginjal dan hipertensi

7) Seseorang yang menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama

8) Seseorang yang mempunyai penyakit diabetes melitus.

f. Tahap perkembangan penyakit gout arthritis (asam urat)

Proses menumpuknya kristal asam urat di persendian yang

menyebabkan penyakit asam urat terjadi dalam rentang waktu yang

cukup lama. Bahkan, proses tersebut bisa terjadi selama bertahun tahun

ini artinya, penyakit asam urat tidak terjadi seketika. Potensi serangan

asam urat menjadi lebih besar ketika kadar asam urat yang tinggi didalam

darah menetap untuk waktu yang lama. Inilah yang perlu diwaspadai.

Secara umum, perkembangan penyakit gout memiliki 4 tahapan,

yaitu tahap asimtomatik, tahap akut, tahap interkritikal, dan tahap kronis.
14

Tahap tahapan ini menjelaskan tingkat keparahan serangan penyakit

asam urat

Berikut ini adalah tahap-tahap perkembangan asam urat (gout):

1) Tahap asimtomatik

Tahap asimtomatik adalah tahap awal terjadinya peningkatan kadar

asam urat yang tinggi didalam darah (Hiperurisemia) tanpa adanya

nyeri atau keluhan lain. Penderita dengan kadar asam urat tinggi bisa

tidak merasakan apa-apa selama bertahun-bertahun hingga serangan

pertama asam urat datang. Karena tidak menimbulkan gejala yang

jelas, orang biasanya mengetahui bahwa dirinya mengalami

hiperurisemia setelah ia melakukan tes darah untuk mengukur kadar

asam urat ditubuhnya. Ibaratnya, tahap asimtomatik (hiperurisemia)

merupakan alarm tanda peringatan untuk potensi serangan asam urat.

Pada tahap ini, seseorang tidak memerlukan pengobatan atau

perawatan khusus. Hanya saja, yang perlu dilakukan pada tahap ini

adalah berusaha untuk mengurangi kadar asam urat dalam tubuhnya.

2) Tahap akut

Tahap akut adalah tahapan kedua penyakit gout. Pada tahap ini,

kondisi hiperurisemia atau kondisi kadar asam urat yang tinggi

menyebabkan penumpukan kristal asam urat di persendian. Kristal


15

asam urat ini kemudian merangsang pelepasan berbagai mediator

inflamasi yang menimbulkan serangan akut.

Pada tahap akut ini, serangan penyakit gout datang mendadak. Saat

serangan terjadi pada malam hari, biasanya penderita akan terbangun

karena terbangun karena rasa sakit akibat meradangnya sendi yang

terserang. Serangan akut bersifat monoartikular (menyerang satu sendi

saja) dengan gejala pembengkakan, kemerahan, nyeri hebat, panas,

dan gangguan gerak dari sendi yang terserang mendadak (akut) yang

mencapai puncaknya kurang dari 24 jam.

Lokasi yang paling sering menjadi tempat serangan pertama adalah

sendi pangkal jempol kaki. Kebanyakan kasus, siang hari sampai

menjelang tidur seseorang tidak memiliki keluhan apa-apa, tetapi pada

tengah malam penderita mendadak terbangun karena rasa sakit yang

amat sangat.

Disisi lain, tingkat keparahan serangan mendadak asam urat cukup

bervariasi. Ada yang hanya terasa seperti pegal biasa hingga nyeri

yang sangat hebat pada sendi. Bahkan, ada yang merasa sakit saat

disentuh tangan atau tersenggol selimut sekalipun. Gejala sistemik

seperti demam, menggigil, dan malaise, juga mungkin terjadi. Ini

merupakan hasil dari beberapa mediator inflamasi yang bocor ke

sirkulasi vena.

Rasa sakit disendi cenderung akan mereda dalam hitungan hari (3-10

hari) meskipun tidak diobati. Yang perlu dicermati pada tahap ini,
16

adanya kemiripan antara serangan asam urat dengan nyeri sendi

lainnya. Oleh karena itu, saat nyeri menyerang secara mendadak, ada

baiknya anda pergi memeriksakan diri kedokter untuk mendapat

kepastian, khususnya untuk memeriksakan kadar asam urat dalam

darah.

3) Tahap interkritikal

Tahap interkritikal adalah tahap aman diantara dua serangan akut.

Pada taahap ini,penderita tidak mengalami serangan asam urat sama

sekali. Tahap interkritikal dalah tahap jeda, bebas gejala.

Tahap ini bisa berlangsung dari 6 bulan hingga 2 tahun setelah

serangan pertama terjadi. Bahkan, pada kasus lain, tahap interkritikal

bisa berlangsung 5 sampai 10 tahun.

Pada tahap ini, sangat dianjurkan bagi penderita untuk mencari solusi

dalam menangani asam urat yang dideritanya karena pada masa ini

adalah waktu ideal untuk mencegah serangan asam urat selanjutnya.

Kebanyakan orang terkecoh, menganggap penyakit asam urat yang

dideritanya sudah sembuh. Padahal, pada masa ini penyakit Gout

masih aktif dan terus berkembang.

Apabila perkembangan asam urat tidak dikelola dengan baik maka

bisa berakibat fatal. Pengendalian kadar asam urat dalam tubuh mutlak

diperlukan karena semakin tinggi kadar asam urat didalam tubuh yang

menetap lama, semakin besar potensi serangan berikutnya terjadi lebih

cepat.
17

4) Tahap kronik (tofus)

Tahap kronik adalah tahap terakhir dari serangan penyakit

Gout. Artinya tahap ini merupakan tahap paling puncak dari

keparahan serangan. Selain itu, gejala dan efek yang timbul bersifat

menetap. Sendi yang sakit akan membengkak dan membentuk seperti

tonjolan/benjolan. Benjolan tersebut disebut tofus, yaitu massa kristal

urat yang tertimbun dalam jaringan lunak dan persendian sangat

banyak.

Umumnya, pada tahap ini penderita akan mengalami nyeri sendi terus-

menerus, luka dengan nanah putih didaerah yang terkena, nyeri sendi

simultan pada berbagai bagian tubuh, dan fungsi ginjal memburuk.

Apabila kadar asam urat darah tidak terkontrol keadaan tersebut bisa

menyebabkan kerusakan sendi koreng. Koreng yang muncul bisa

mengeluarkan cairan kental seperti kapur yang mengandung kristal

MSU (Monosodium Urat Monohidrat). Keadaan tersebut yang bisa

menyebabkan timbulnya luka disertai nanah putih di area yang terkena

karena terjadi proses infeksi. Persendian juga menjadi sangal sulit

digerakkan dan kristal asam urat tersebut berpotensi untuk membuat

tulang disekitar daerah persendian menjadi rusak secara permanen dan

cacat. Tofus paling sering berkembang disiku, lutut, jari kaki, dan

tendon achilles. Tahap kronik ini umumnya terjadi setelah 10 tahun

atau lebih dari waktu terjadinya serangan pertama. Terjadinya tahap


18

kronik ini sangat mungkin dikarenakan penderita mengabaikan

serangan asam urat yang dialaminya atau tidak mendapatkan

pengobatan

yang baik, sehingga lama kelamaan menjadi kronik.

g. Komplikasi Asam Urat

Menurut Noviyanti, 2015 ada banyak penyakit persendian yang

menyerang manusia. Diantara ratusan jenis penyakit persendian, penyakit

asam urat adalah satu satunya penyakit persendian yang disebabkan oleh

kondisi hiperurisemia. Beberapa komplikasi asam urat antara lain :

1) Komplikasi pada ginjal

Komplikasi asam urat yang paling umum adalah gangguan gangguan

pada ginjal. Hal ini terjadi pada penderita asam urat akut yang

terlambat menangani penyakitnya. Secara garis besar, gangguan-

gangguan pada ginjal yang disebabkan oleh asam urat mencakup dua

hal,yaitu terjadinya batu ginjal (batu asam urat) dan resiko kerusakan

ginjal. Batu asam urat terjadi pada penderita yang memiliki asam

urat lebih tinggi dari 13 mg/dl. Seperti telah diketahui, urine diproses

diginjal. Oleh sebab itu, jika kadar didalam darah selalu tinggi maka

asam urat yang berlebihan akan membentuk kristal didalam darah.

Apabila jumlahnya sangat banyak akan mengakibatkan penumpukan

dan pembentukan batu ginjal.


19

2) Komplikasi pada Jantung

Jantung adalah salah satu organ penting yang ada di dalam

tubuh manusia. Fungsi jantung sangat vital dalam tubuh. Jantung

bekerja memompa darah keseluruh tubuh, ia adalah organ yang

bertanggung jawab terhadap pasokan darah yang ada diseluruh tubuh.

Oleh karena itu, jika jantung bermasalah, akibatnya akan sangat fatal.

Penyakit jantung pun pada akhirnya menjadi salah satu penyakit yang

sangat ditakuti. Salah satu bahaya besar akan tingginya asam urat

dalam tubuh adalah adanya risiko menuju penyakit ini. Kelebihan

asam urat dalam tubuh (hiperurisemia) membuat seseorang berpotensi

terkena serangan jantung. Pada orang yang menderita hiperurisemia

terdapat peningkatan risiko 3-5 kali munculnya penyakit jantung

koroner dan stroke. Diduga, hubungan antara asam urat dengan

penyakit jantung adalah adanya kristal asam urat yang dapat merusak

endotel/pembuluh darah koroner. Hiperuresemia juga berhubungan

dengan sindroma metabolik atau resistensi insulin, yaitu kumpulan

kelainan-kelainan dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah,

hipertensi, dan kadar trigliserida darah yang meningkat. Semua itu

sering mengakibatkan jantung koroner.

3) Komplikasi pada hipertensi

Dari berbagai penelitian yang banyak dilakukan, banyak ahli

di dunia kesehatan yang menyimpulkan adanya hubungan antara asam


20

urat dengan penyakit hipertensi. Namun, sepertinya kesimpulan ini

belum final karena masih terdapat pra dan kontra. Pada sebuah

penelitian dengan menggunakan tikus yang diberi inhibitor urikase,

hipertensi sistemik terjadi pada tikus yang hiperurisemia setelah

beberapa minggu. pada percobaan ini, tekanan darah berkolerasi

langsung dengan nilai asam urat, tekanan darah menurun setelah asam

urat diturunkan dengan obat yang menghambat xantin oksidase atau

obat urikosurik. Hipertensi terjadi karena asam urat menyebabakan

renal vasokonstriksi melalui penurunan enzim nitrit oksidase diendotel

kapiler, sehingga terjadi aktivasi sistem reninangiotensin. Konsisten

dengan penelitian ini, peningkatan asam urat pada manusia juga

berhubungan dengan disfungsi endotel dan aktivitas renin.

4) Komplikasi pada diabetes mellitus

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan

tingginya kadar gula darah yang disebabkan oleh gangguan pada

sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau keduanya. Faktor

resiko untuk DM diantaranya genetik, lingkungan, usia tua, obesitas,

kurangnya aktivitas fisik, riwayat DM gestasional, dan ras atau etnis

tertentu. Selain faktor risiko di atas, ternyata orang dengan asam urat

tinggi bisa beresiko terkena diabetes. Artinya, tingginya kadar asam

urat bisa menyebabkan orang terkena diabetes. Hal ini berdasarkan

hasil studi baru oleh Eswar Krishnan seperti dilansir detik.com pada

2011 lalu. Eswar Krishnan adalah asisten Profesor Rheumatology di


21

Stanford University. Hasil penelitian tersebut telah dipresentasikan di

pertemuan tahunan merican College of Rheumatology. Dalam

penelitian tersebut, didapati kesimpulan bahwa kadar asam urat yang

tinggi dalam darah berkaitan dengan risiko peningkatan diabetes

hampir 20% dan risiko peningkatan kondisi yang mengarah pada

perkembangan penyakit ginjal lebih dari 40%. Para peneliti meninjau

catatan dari sekitar 2.000 orang dengan gout dalam database Veterans

Administration. Pada awal penelitian, semua peserta penelitian tidak

menderita diabetes ataau penyakit ginjal. Selama periode tiga tahun,

9% dari laki-laki dengan gout yang memiliki kadar asam urat tidak

terkontrol berada pada kondisi yang mengarah pada perkembangan

diabetes dibandingkan dengan 6% dari mereka dengan kadar asam

urat yang terkontrol. Pada penderita diabetes ditemukan 19% lebih

tinggi dengan kadar asam urat yang tidak terkontrol. Kadar asam urat

dalam darah yang lebih tinggi dari angka 7 dianggap tidak terkontrol.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 3 tahun

dengan periode gout pada pria yang memiliki kadar asam urat yang

tidak terkontrol memiliki risiko 40% lebih tinggi untuk penyakit ginjal

dibandingkan dengan pria dengan kadar asam urat terkontrol.

h. Pencegahan Gout Artritis (Asam Urat)


22

Selain dengan cara mengobati, salah satu cara mengatasi

penyakit asam urat adalah dengan mengatur makanan yang boleh

dimakan (diet), dengan sayarat diet sebagai berikut ini:

1) Mengurangi konsumsi karbohidrat (zat gula)

2) Menghindari mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi,

seperti:

a) Jerohan: hati, limpa, babat, usus, paru otak, jantung

b) Sari laut: udang, kerang, kepiting

c) Makanan kaleng: ikan sarden

d) Ekstrak daging: kaldu

e) Unggas: bebek, angsa, burung dara, ayam

f) Buah-buahan: durian, alpokat, nanas, melinjo, dan emping

3) Menghindari alkohol: bir, wiski, anggur, tape, brem

4) Membatasi konsumsi lemak jenuh dan tidak jenuh (santan, daging

berlemak, mentega, dan msakanan yang menggunakan minyak)

5) Olah raga rutin minimal 3 kali dalam 1 minggu

6) Minum air putih minimal 8 gelas sehari atau 2 liter air mineral

i. Pemeriksaan penunjang

Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh tumpukan asam atau

kristal urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi. Gout

berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu

peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisenia), yaitu jika kadar
23

asam urat dalam darah lebih dari 7,5mg/dl. Catatan kadar normal asam

urat dalam darah untuk pria adalah <7mg/dl sedangkan wanita adalah <6

mg/dl. (Junadi, 2012).

j. Penatalaksanaan

Bagi penderita asam urat bisa mengonsumsi obat alporinol

karena alporinol bekerja menurunkan produksi asam urat dengan cara

penghambatan kerja enzim yang memproduksinya,yaitu enzim xantin

oksidase. Selain bermanfaat menekan produksi asam urat, aloporinol juga

memiliki efek positif dalam melawan kolesterol jahat dalam tubuh.

Selain tersebut langkah pertama untuk mengurangi rasa nyeri adalah

dengan cara mengendalikan peradangan, baik dengan obat-obatan

maupun dengan mengistirahatkan sendi yang sedang meradang (Junadi,

2012).

2. Konsep Dasar Hidroterapi

a. Definisi Hidroterapi

Hidroterapi yang sebelumnya dikenal sebagai hidropati, adalah

metode pengobatan menggunakan air untuk mengobati atau meringankan

kondisi yang menyakitkan dan merupakan metode terapi dengan

pendekatan “lowtech” yang mengandalkan pada respon-respon tubuh

terhadap air. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari terapi air antara

lain; untuk mencegah flu/demam, memperbaiki fertilitas, menyembuhkan


24

kelelahan, meningkatkan fungsi imunitas, meningkatkan energi tubuh,

dan membantu kelancaran sirkulasi darah.

b. Cara Kerja Hidroterapi

Cara kerja hirdoterapi ketika tubuh sedang stress atau sakit,

perubahan yang terjadi mengakibatkan denyut nadi dan tekanan darah

meningkat. Telah diamati bahwa hidroterapi mampu merinangankan

kondisi tersebut dengan mengurangi tingkat setress dan memperbaiki

pembengkakan sendi. Hidroterapi mengurangi rasa sakit dengan

merangsang produksi endorphine, yang merupakan zat kimia saraf yang

memiliki sifat analgesik. Terapi ini juga membantu meningkatkan

sirkulasi darah dengan memperlebar pembuluh darah sehingga lebih

banyak oksigen dipasok ke jaringan yang mengalami pembengkakan.

Perbaikan sirkulasi darah juga memperlancar sirkulasi getah bening

sehingga membersihkan tubuh dari racun.

c. Jenis-jenis Hidroterapi

Menurut Chaiton (2002), terdapat berbagai jebis hidroterapi,

metode yang umum digunakan dalam hidroterapi mandi rendam,

sitzbath, pijat air, membungkus dengan kain basah, kompres, merendam

kaki.

1) Mandi rendam
25

Mandi rendam (underwater massage), adalah terapi air

dengan cara berendam dalam sebuah bak mandi (bath tub) yang

dirancang dengan berbagai jet atau nozzle dengan tekanan dan suhu

yang bisa diatur.

2) Sitzbath

Sitzbath atau hip bath merupakan terapi dengan cara

berendam dalam air namun hanya sampai sebatas pinggul. Terapi ini

dilakukan dalam waktu 20 menit.

3) Pijat air

Pijat air adalah pijatan pada bagian tubuh tertentu

menggunakan air yang memiliki tekanan tinggi. Pijat air bertahap

mulai dari kaki, pinggang, tangan sampai bagian punggung.

4) Membungkus dengan kain basah (Balut)

Balut adalh terapi menggunakan handuk yang sudah dibasahi

air hangat atau dingin yang dililitkan ke sekujur tubuh, kemudian

tubuh dibalut lagi dengan handuk kering dan selimut. Perawatan ini

bertujuan untuk mengeluarkan keringat tubuh. Keringat akan

membawa serta toksin atau racun-racun dari dalam tubuh. Terapi ini

cocok bagi penderita demam, flu, sakit punggung, dan kelainan pada

kulit.

5) Kompres
26

Kompres adalah terapi yang menggunakan handuk yang

direndam dalam air panas atau air dingin. Setelah diperas lalu

dibalutkan pada bagian tubuh yang dituju. Kompres panas berfungsi

meningkatkan aliran darah, sedangkan kompres dingin bermanfaat

untuk mengurangi pembengkakan.

6) Rendam kaki

Rendam kaki adalah terapi dengan cara merendam kaki

hingga batas 10-15 cm diatas mata kaki menggunakan air hangat.

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan aliran darah pada bagian

kaki.

d. Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi

tubuh. Pertama berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air

membuat sirkulasi darah menjadi lancar, yang kedua adalah faktor

pembebanan di dalam air yang akan menguatkan otot-otot dan ligament

yang mempengaruhi sendi tubuh (Lalage, 2015). Hidroterapi rendam air

hangat sangat mudah dilakukan oleh semua orang, tidak membutuhkan

biaya yang mahal, dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya

(Potter & Perry, 2006).


27

Prinsip kerja dari terapi ini yaitu dengan menggunakan air

hangat yang bersuhu 37,7-40,5 oC selama 10-15 menit secara konduksi

dimana terjadi perpindahan panas dari air hangat ke tubuh sehingga akan

menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan dapat menurunkan

ketegangan otot. Tujuan dari terapi ini adalah untuk meningkatkan

sirkulasi darah, mengurangi edema, meningkakan relaksasi otot,

menyehatkan jantung, mengendorkan otot-otot, menghilangkan setress,

meringankan rasa sakit, meningkatkan permeabilitas kapiler,

memberikan kehangatan pada tubuh

e. Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap penderita

gout arthritis (asam urat)

Terapi rendam kaki air hangat (hidroterapi kaki) membantu

meningkatkan sirkulasi darah dengan memperlebar pembuluh darah

sehingga lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan yang mengalami

pembengkakan. Perbaikan sirkulasi darah juga memperlancar sirkulasi

getah bening sehingga membersihkan tubuh dari racun. Orang-orang

yang menderita berbagai penyakit seperti radang sendi, linu panggul,

sakit punggung, insomnia, kelelahan, stress, sirkulasi darah yang buruk

(hipertensi), nyeri otot, kram, kaku, terapi air (hidroterapi) bisa

digunakan untuk meringankan masalah tersebut. Secara ilmiah, air

hangat memiliki dampak fisiologis bagi tubuh seperti mengurangi beban


28

sendi-sendi penopang berat badan. Terapi rendam air hangat memiliki

berbagai efek, pertama pada pembuluh darah dimana hangatnya air

membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Kedua, faktor pembebanan di

dalam air akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi

sendi tubuh (Lalage, 2015).

Stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-

beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi

nyeri melalui serabut C delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap

menutup transmisi impuls nyeri. Kompres panas akan meningkatkan

aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk

inflamasi, seperti bradikinin, histamin dan prostaglandin yang

menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang

menutup gerbang sehingga transmisi nyeri ke medulla spinalis dan ke

otak dihambat. Hal tersebut disebabkan karena setelah 30 menit

pemberian terapi panas pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke

hipotalamus melalui sumsum tulang belakang (Trianipurna, 2017).

Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus

dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai

berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah

diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tungkai otak, di

bawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi

vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke

setiap jaringan khususnya yang mengalami radang dan nyeri bertambah


29

sehingga mengalami penurunan skala nyeri pada jaringan yang meradang

(Trianipurna, 2017).

Terapi rendam kaki air hangat akan memberikan respon lokal

terhadap panas melalui stimulasi ini akan mengirimkan impuls dari

perifer ke hipotalamus. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di

hipothalamus diransang, sistem effektor mengeluarkan signal yang mulai

berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah

diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak,

dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi

vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke

setiap jaringan bertambah, khususnya yang mengalami radang dan nyeri,

sehingga terjadi penurunan nyeri sendi pada jaringan yang meradang

(Tamsuri, 2007).

3) Konsep Nyeri

a. Pengertian

Nyeri adalah keadaan yang subjektif, yaitu seseorang

memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal ataupun non verbal atau

keduanya. Nyeri bersifat sangat subjektif. Nyeri dirasakan pada setiap

orang berbeda beda dalam hal skala ataupun tingkahnya, dan hanya orang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengidentifikasikan rasa nyeri

yang dialaminya (Azis, 2009)


30

The international association for the study of pain

mendefinisikan nyeri sebagai “suatu ketidaknyamanan, bersifat subjektif,

sensori dan pengalaman emosional yang dihubungkan dengan actual dan

potensial untuk merusak jaringan atau digambarkan sebagai sesuatu yang

merugikan secara umum, baik ringan maupun berat (solehati dan kokasih

2015).

Solehati & Kokashi 2015, (dalam Rasubala 2017), Nyeri

merupakan pengalaman sensasi dan emosi yang tidak menyenangkan,

keadaan yang memperlihatkan ketidak nyamanan secara subjektif atau

indivual, menyakitkan tubuh dan kapan pun individu mengatakannya

adalah nyata. Reseptor nyeri terletak pada semua saraf bebas yang

terletak pada kulit, tulang, persendian, dinding arteri, membrane yang

mengelilingi otak dan usus.

Potter & Perry 2006, (dalam Rosida 2014), Nyeri adalah suatu

yang sering membuat pasien merasa tidak nyaman. Nyeri sering

dijelaskan oleh penderita dengan berbagai macam istilah, misalnya rasa

tusuk, rasa tikam, rasa terobek, rasa tersengat, rasa bakar, rasa sayat, rasa

berdenyut. Pernyataan tersebut menunjukkan lamanya waktu terasa nyeri

dan menyamakannya dengan hal-hal yang menyebabkan rasa tersebut

pada waktu lampau yang pernah dialaminya. Muttaqin & Sari 2008,

(dalam Mariyani 2016), Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang


31

bersifat subjektif. Keluhan sensori yang dinyatakan seperti pegal, linu,

ngilu, dam seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas.

Judha et al. 2012, (dalam Mariyani 2016), Menyatakan nyeri

biasanya terjadi karena adanya rangsangan mekanik atau kimia pada

daerah kulit diujung-ujung syaraf bebas yang disebut nosireseptor. Pada

kehidupan nyeri dapat bersifat lama dan ada yang singkat, berdasarkan

lama waktu terjadinya inilah maka nyeri dibagi menjadi dua.

1) Nyeri akut

Nyeri akut sebagian terbesar, diakibatkan oleh penyakit,

radang, atau injuri jaringan. Nyeri jenis ini biasanya awitanya datang

tiba-tiba, sebagai contoh, setelah trauma atau pembedahan dan

mungkin menyertai kecemasan atau distress emosional. Nyeri akut

mengindiksikan bahwa kerusakan atau cedera sudah terjadi. Nyeri

akut biasnya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan.

Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 (enam) bulan, penyebab

nyeri yang paling sering adalah tindakan diagnosa dan pengobatan.

Dalam beberapa kejadian jarang menjadi kronis.

2) Nyeri kronis
32

Nyeri kronik, secara luas dipercaya menggambarkan

penyakitnya. Nyeri ini konstan dan intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronis sulit untuk menentukan

awitanya. Nyeri ini dapat menjadi lebih berat yang dipengaruhi oleh

lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri kronik berlangsung lebih lama

(lebih dari enam bulan) dibandingkan dengan nyeri akut dan resisten

terhadap pengobatan. Nyeri ini dapat dan sering menyebabkan

masalah yang berat bagi pasien.

b. Fisiologi

Menurut Corwin. (2009) fisiologi nyeri dapat dijelaskan sebagai

berikut :

Tiga jenis sel saraf dalamproses pengantaran nyeri yaitu sek

saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan

sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel sel saraf ini mempunyai reseptor

pada ujungnya yangmenyebabkanimpuls nyeri dihantarkan ke sum sum

tulang belakang dan otak. Reseptor ini sangat khusus dan memulai

impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.

Reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut

nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor

melepaskan zat zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamine,


33

bradykinin, leukotriene, subsantsi p, dan enzim proteolitik. Zat zat kimia

ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak.

Medulla spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses

sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut saraf traktus sensori

asenden berawal disini. Terdapat interkoneksi antara system neural

desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada

otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls impulse dipancarkan

kekorteks serebri, agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada

system asenden harus diaktifkan. Aktivitas terjadi sebagai akibat input

dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal.

Interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan,

menghambat atau yang mengstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Sering

kali area ini disebut “gerbang”

Kecenderungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua

input yang menyakitkan dan perifer untuk mengaktifkan jaras asenden

dan mengaktifkan nyeri. Stimulasi dari neuron inhibitor system asenden

menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi

nyeri. Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi

interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulus serabut yang

mengirim sensasi tidak nyeri memblok transmisi impulse nyeri melalui

sirkuit gerbang penghambat. Sel sel inhibitor dalam kornu dorsalis

medulla spinalis mengandung ekufalin yang menghambat transimis

nyeri.
34

c. Jenis Sensori

Jenis Nyeri Price & Wilson 2006, Karakter nyeri dapat

bervariasi sesuai lokasi atau sumber, misalnya apakah nyeri melibatkan

struktur somatik superfisial (kulit), struktur somatik dalam, visera, atau

kerusakan pada SSP atau system saraf tepi (SST)

1) Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan

jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di

kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.

Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai

penyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar, tetapi apabila

pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi

berdenyut.

2) Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari

otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Struktur – struktur

ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit

dan cenderung menyebar kedaerah sekitarnya.

3) Nyeri Visera
35

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari

organorgan tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan

dengan reseptor somatic dan terletak di dinding otot polos organorgan

berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adala

perengangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,iskemia

dan peradangan.

4) Nyeri Alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah

satu daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak didaerah lain. Nyeri

visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi

oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri

tersebut berasal dari masa mudigah, tidak hanya di tempat organ

tersebut berada pada masa dewasa.

5) Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan-

rangsangan yang merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem

saraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan

demikian, lesi di SST atau SSP dapat menyebabkan gangguan atau

hilangnya sensasi nyeri yang masing-masing disebut hipalgesia dan

analgesia. Secara paradox, kerusakan atau disfungsi SSP atau saraf

perifer dapat menyebabkan nyeri. Jenis nyeri ini disebut nyeri

neuropatik, atau deaferentasi (deafferentation).


36

d. Pengkajian Nyeri

Individu yang mengalami nyeri adalah sumber informasi terbaik

untuk menggambarkan nyeri yang dialami (Mohamad, sudarti, & fauziah,

2010). Beberapa hal yang dikaji untuk menggambarkan nyeri seseorang

antara lain :

1) Riwayat Nyeri

Pengingat PQRST

a) P : Provokasi (penyebab terjadinya nyeri)

Tenaga kesehatan harus mengkaji faktor penyebab terjadinya

nyeri pada klien, bagian tubuh mana yang terasa nyeri

termasuk menghubungkan antara nyeri dan faktor psikologis.

Karena terkadang nyeri itu bisa muncul tidak karena luka

tetapi karena faktor psikologisnya.

b) Q : Quality

Kualitas nyeri yaitu ungkapan subyektif yang diungkapkan

oleh klien dan mendeskripsikan nyeri dengan kalimat seperti

ditusuk, disayat, ditekan, sakit nyeri atau superfisial atau

bahkan digencet.

c) R : Region

Untuk mengkaji lokasi nyerinya, tenaga kesehatan meminta

klien untuk menyebutkan bagian mana saja yang dirasakan


37

tidak nyaman. Untuk mengetahui lokasi yang spesifik tenaga

kesehatan meminta klien untuk menunjukkan nyeri yang

paling hebat.

d) S : Severe

Untuk mengetahui dimana tingkat keparahan nyeri, hal ini

yang paling subyektif dirasakan oleh penderita, karena akan

diminta bagaimana kualitas nyeri, kualitas nyeri ini bisa

digambarkan melalui skala nyeri.

e) T : Time

Yang harus dilakukan dalam pengkajian waktu adalah awitan,

durasi, dan rangkaian nyeri yang dialami. Perlu ditanyakan

kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama nyeri itu

muncul dan seberapa sering untuk kambuh.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Potter & Perry 2005, Faktor-faktor yang

mempengaruhi nyeri antara lain :

1) Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri

khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang

ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.


38

2) jenis kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna

dalam berespon terhadap nyeri (Gil, 1990). Diragukan apakah hanya

jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian

nyeri.

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nlai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana

bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991).

4) Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri

mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi

terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar

belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan

nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan

ancaman, suatu kehilangan, hukuman , dan tantangan.

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (Gil, 1990).


39

6) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.

7) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap

individu yang menderita penyakit dalam jangka panjang.

8) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman

nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan

menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan dating.

9) Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang

membuat anda merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di

keadaan perawatan kesehatan, seperti dirumah sakit, klien merasa

tidak berdaya dengan rasa sepi itu.

10) Dukungan keluarga dan social


40

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah

kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka

terhadap klien. Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda

memiliki harapan yang berbeda tentang orang tempat mereka

menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri (Meinhart dan

McCaffery, 1983)

f. Skala atau Pengukuran Nyeri

Brunner dan Suddart 2001 (dalam Oktavia 2017), Skala

pengukuran nyeri menurut Agency for Health Care Policy dan Research

(AHCPR ) terdiri dari :

1) Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating Scale

Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak yang

berusia kurang dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar

wajah yang sesuai dengan nyerinya. Pilihan ini kemudian diberi skor

angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun wajah yang

menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis.

Dan pada tiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5.


41

Gambar 1. Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating

Scale

2) Skala Analog Visual / Visual Analogue Scale (VAS)

Potter & Perry 2006, (dalam Oktavia 2017), Skala analog

visual tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus yang

mewakili skala nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada

setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih

satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus dirancang sehingga skala

tersebut mudah digunakan dan tidak menghabiskan banyak waktu saat

klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami

skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif

bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri,

tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat

menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk

atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan.


42

Gambar 2. Skala Analog Visual / Visual Analogue

Scale (VAS)

3) Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale

Black & Hawks 2009, (dalam Oktavia 2017), Skala ini

menggunalan angka 0 sampai dengan 10 untuk menggambarkan

tinglat nyeri.

Gambar 3. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale

Keterangan:

0 : Tidak ada keluhan nyeri

1-3 : Ada rasa nyeri, mulai terasa, tetapi masih dapat ditahan
43

4-6 : Ada rasa nyeri, terasa mengganggu, dan dengan

melakukan usaha yang kuat untuk menahannya

7-9 : Ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan,

sehingga harus meringis, menjerit, bahkan berteriak masih

bisa dikontrol

10 : Nyeri berat tidak terkontrol

g. Penatalaksanaan Nyeri

Menurut Potter & Perry 2006, (dalam Mariyani 2016), Ada dua

metode umum untuk terapi nyeri antara lain :

1) Pendektan farmakologis

Merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dengan

dokter,yang menekankan pada pemberian obat yang mampu

menghilangkan sensasi nyeri. Analgesik merupakan metode umum

untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan

nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak

melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi

obat yang tidak benar dan adanya kekhawatiran klien akan mengalami

ketagihan obat ( Potter & Perry, 2006 ). Ada tiga jenis obat analgesik

yang dipakai, yaitu non narkotik dan Non Steroid Anti Inflamation

Drug (NSAID), narkotik atau opiate, dan obat tambahan/ koanalgesik.

Pada nyeri ringan sampai sedang digunakan NSAID. Karena NSAID

diyakini dapat menghambat prostaglandin dan menghambat seluler


44

selama inflamasi serta bekerja pada reseptor saraf perifer untuk

mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri ( Potter dan Perry,

2006 ).

Beberapa agen farmakologi seperti analgesik digunakan

untuk mengatasi nyeri ( Peterson& Bredow, 2004). Non Steroid Anti

Inflammation Drugs (NSAID) non narkotik umumnya menghilangkan

nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri terkait artritis rematoid,

prosedur pengobatan gigi dan proses bedah minor, episiotomy, dan

masalah pada punggung bawah (Potter & Perry, 2006). Ketorolak

merupakan agen analgesic NSAID pertama yang dapat diinjeksikan

yang kemajuannya dapat dibandingkan dengan morfin untuk nyeri

berat (McKenry & Salerno, 1995; dalam Potter & Perry, 2006).

Ketorolak adalah obat NSAID yang umumnya diberikan pada pasie

post operasi laparatomi yang umumnya diberikan di RSUD Dr. H.

Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Ketorolak merupakan jenis analgetik non narkotik yang kuat,

yang bekerja di parifer dan tidak ada efek opioid reseptor. Ketorolak

juga efektif sebagai antiinflamasi dan antipiretik. Efek ini

memperlambat sintesa prostaglandin. Pemberian ketorolak 30 mg

intravena mempunyai efek yang sama dengan morfin 10 mg dalam

mengurangi nyeri sedang sampai dengan berat (Suryana, 2010).

Ketorolak tersedia dalam sediaan ampul, dan bisa diberikan

baik intramuskular maupun intravena dan diindikasikan untuk nyeri


45

sedang sampai dengan berat. Dosis yang dianjurkan adalah 90

mg/hari. Dosis umum sekali pemberian adalah 30 mg, dan dapat

diulangi selama tidak melebihi dosis yang ditetapkan. Waktu plasma

ketorolak memiliki konsentrasi 54 menit setelah pemeberian oral, 38

menit setelah pemberian intramuskular, dan 30 menit setelah

pemeberian intravena. Waktu paruh ketorolak adalah 4-6 jam

(Suryana, 2010). Ketorolak sebagian besar metabolisme di hati,

terhidroksilasi dan terkonjungsi sisa metabolisme nya tidak berubah,

lalu diekresikan melalui urine (rata-rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata

61,1%) dieksresikan melalui feses (Suryana, 2010).

Katzung (2007) mengatakan bahwa morfin maupun ketorolak

memiliki efek samping yang hampir sama, yaitu; pruritus, mual dan

muntah, retensi urin, sedasi, sampai depresi pernapasan. Efek samping

ketorolak yang lainnya berupa pusing, berkeringat, euphoria,mulut

kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,

palpitasi, disforia, sinkope dan sedasi. Obstipasi dan retensi urin tidak

begitu sering timbul seperti pada morfin tetapi efek sedasinya

sebanding morfin. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium,

halusinasi selintas dan urtikaria hemoragik.

Ketergantungan pada ketorolak lebih lambat dari pada

ketergantungan terhadap morfin. Timbulnya ketergantungan fisik

setelah pemberian secara kronik dapat dibuktikan dengan cara

menghentikan obat, dimana pasien cenderung meminta dosis yang


46

lebih besar (Neal, 2002). Meskipun kemungkinan timbulnya bahaya

adiksi ketorolak lebih kecil dari pada bahaya adiksi morfin. Yang

patut diwaspadai adalah ketorolak menginhibisi agregesi platelet yang

ditimbulkan oleh asam arachdonat dan kolagen, tetapi tidak oleh

Adenosine Difosfat (ADP), hal ini berdampak pada pemanjangan

waktu perdarahan jika ketorolak diberikan pada dosis berlebihan dan

dalam jangka panjang. Bahaya lainnya pada pemeberian ketorolak

jaka panjang adalah berkurangnya ventilasi pulmonal sampai depresi

nafas, efek kardiovaskuler, hambatan pembentukan prostaglandin

jangka panjang bisa menyebabkan gangguan homeostasis karena

prostaglandin berperan di ginjal, keaddaan yang sangat berat bisa

menyebabkan koma (Neal, 2002; Katzung,2007).

Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangani

nyeri, semua agen tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan

perawat, dalam menggunakan obat-obatan dan penatalaksaan klien

yang menerima terapi farmakologis, membantu dalam upaya

memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan.

2) Terapi farmakologi

Muttaqin & Sari 2008, (dalam Mariyani 2016), Jenisjenis

obat farmakologis antara lain :

a) Analgesik

Analgesic merupakan metode yang paling umum untuk

mengatasi nyeri. Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri


47

dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak

melakukan upaya analgesic dalam upaya analgesic dengan

penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, adanya

kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan

melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesic narkotik, dan

pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Perawat harus

mengetahui obatobatan yang tersedia untuk menghilangkan nyeri

dan efek-efek farmakologis obat-obatan tersebut.

3) Pendekatan Non-Farmakologi

Judha et al. 2012, (dalam Mariyani 2016), Menjelaskan

manajemen nyeri non-farmakologi merupakan tindakan menurunkan

respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Manajemen nyeri

non-farmakologi sangat beragam, yaitu :

a) Imaginery

Metode ini menggunakan memori tentang peristiwa-

peristiwa yang menyenangkan bagi anda atau mengembangkan

pemikiran-pemikiran anda untuk mengurangi nyeri.

b) Teknik Relaksasi

Ketegangan otot, kecemasan, nyeri adalah perasaan yang

tidak nyaman. Masing-masing perasaan secara individu dapat

memperhebat perasaan yang lain dan menciptakan suatu siklus


48

hebat. Teknik relaksasi dapat membantu memutuskan siklus ini.

Teknik ini meliputi meditasi, yoga, music, dan ritual keagamaan.

c) Distraksi

Metode ini berfokus pada perhatian seseorang atas sesuatu

selain dari nyeri. Teknik ini paling efektif untuk nyeri yang

dirasakan sesaat saja, sebagai contoh, injeksi dan pengambilan

darah.

d) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Alat ini bekerja seperti menggunakan tempelan dikulit.

Tempelan ini memancarkan impuls yang akan memblok nyeri pada

nervesnya. Metode penghilang rasa sakit menggunakan mesin

TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) dipilih jika

rasa sakit ingin hilang tanpa menggunakan obat

Penggunaan terapi nonfarmakologi yang menjadi pilihan

menurut Perry dan Potter (2006) adalah yang pendekatannya

noninvasive, risikonya rendah, tidak mengeluarkan biaya yang

banyak, mudah dilakukan, berada pada lingkup keperawatan,

intervensi yang diberikan memberikan kenyamanan, meningkatkan

mobilitas, mengubah respon psikis, mengurangi rasa takut, dan

memberikan klien kekuatan untuk mengontrol nyeri (Black &

Hawsk, 2009).
49

4. Hubungan antara nyeri Gout Artritis (asam urat) dengan rendam kaki

air hangat

Pada jurnal Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan

Nyeri Pada Penderita Penyakit Artritis Gout oleh Chilyatiz Zahroh dan

Kartika Faiza dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya

pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri pada penderita penyakit

artritis gout. Hal tersebut senada dengan penelitian Rezky, 2013 dan Rizka,

2014 yang menyatakan kompres hangat dapat menurunkan nyeri penderita

gout artritis. Kompres hangat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme

otot, merangsang nyeri, menyebabkan vasodalatasi dan peningkatan aliran

darah. Pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran

darah dalam jaringan tersebut. Manfaatnya dapat memfokuskan perhatian

pada sesuatu selain nyeri, atau dapat tindakan pengalihan seseorang tidak

terfokus pada nyeri lagi, dan dapat relaksasi.

Menurut Steven (2014), dengan pemberian kompres hangat,

pembuluh-pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran

darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan

bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang

dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel meningkat akan mengurangi rasa

nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan.

Pada jurnal yang kedua Pengaruh Kompres Hangat Terhadap

Nyeri Artritis Gout Pada Lanjut Usia Di Kampung Tegalgendu Kecamatan


50

Kota Gede Yogyakarta dimana didapatkan Hasil uji Wilcoxon pada

responden nilai asymp.Sig = 0,000. Dikatakan ada pengaruh apabila Asymp

Sig < 0,05 , hasil ini menunjukkan nilai 0,000 lebih kecil dari 0,05 sehingga

ada perbedaan yang signifikan antara pre dan post test pada tingkat nyeri

asam urat. Maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada

perbedaan tingkat nyeri asam urat pada lansia sebelum dan sesudah

dilakukan kompres hangat. Hal ini dapat diartikan ada pengaruh kompres

hangat terhadap tingkat nyeri asam urat pada lansia di Kampung

Tegalgendu Kecamatan Kotagede Yogyakarta.

Nyeri yang dirasakan setiap orang adalah indikator yang paling

dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang

berhubungan dengan ketidaknyamanan (Potter & Perry, 2005). Jika

berbentuk kristal-kristal dari monosodium asam urat monohidrat pada

sendi-sendi dan jaringan sekitarnya, maka akan terjadi peradangan dengan

rasa nyeri pada persendian. (Damayanti, 2012) Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa responden yang paling banyak mengalami nyeri asam urat

adalah usia 66-75 (43,3%). Hal ini sesuai dengan pendapat Bandiyah (2009)

yang menyatakan bahwa lansia pada umur 65 tahun ke atas rentan terhadap

penyakir arthritis gout. Berdasarkan jenis kelamin, responden yang paling

banyak mengalami nyeri asam urat adalah perempuan sebanyak 18 (60,0%).

Hal ini dikarenakan saat wanita mengalami menopause hormone

estrogennya menurun, sehingga tidak dapat mengontrol pembuangan asam

urat. (Soeroso, 2011)


51

Asam urat yang berlebihan dalam tubuh cenderung mengumpul

pada sendi dan berubah bentuk menjadi kristal-kristal asam urat berbentuk

jarum. Serangan gout muncul akibat reaksi inflamasi karena adanya sel-sel

darah putih yang menganggap kristal ini adalah benda asing. Bagian sendi

yang terkena akan terasa sakit karena adanya kristal dan kulit yang menjadi

sangat sensitive dan akan menimbulkan nyeri. (Damayanti, 2012) Melihat

ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari nyeri asam urat maka banyak cara

yang dikembangkan untuk mengatasinya. Beberapa metode penanganan

nyeri yang tidak menimbulkan efek samping yaitu metode non

farmakologis. Metode non farmakologis salah satunya adalah dengan

menggunakan kompres hangat. Kompres hangat sangat efektif digunakan

untuk menangani nyeri. Dalam penelitian ini, efek yang dirasakan

responden setelah pemberian kompres hangat terbukti berpengaruh

menurunkan tingkat nyeri asam urat. Responden menyatakan nyeri asam

uratnya menurun. Ditunjukkan dari hasil penelitian, nilai 0,00 lebih kecil

dari 0,05 sehingga ada perbedaan yang signifikan antara pre dan post test

pada tingkat nyeri asam urat. Maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada

perbedaan tingkat nyeri asam urat pada lansia sebelum dan sesudah

dilakukan kompres hangat pada lansia di Kampung Tegalgendu Kecamatan

Kotagede Yogyakarta. Pemberian kompres hangat merupakan mekanisme

penghambat reseptor nyeri pada serabut saraf besar dimana akan

mengakibatkan terjadinya perubahan mekanisme yaitu gerbang yang

akhirnya dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang


52

sebelum sampai ke korteks serebri menimbulkan persepsi nyeri dan reseptor

otot sehingga nyeri dapat berkurang.

(Potter & Perry, 2005) Dalam teori Gate Control bahwa

stimulasi kulit akan mengaktifkan serabut saraf sensori A-beta-yang lebih

besar dan lebih cepat sehingga dengan pemberian stimulasi kulit akan

menurunkan transmisi nyeri yaitu melalui serabut C delta A berdiameter

kecil. Pemberian kompres hangat merupakan mekanisme pintu gerbang

yang akhirnya dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang

sebelum sampai ke korteks serebri menimbulkan persepsi nyeri dan reseptor

otot sehingga nyeri dapat berkurang. (Potter Perry, 2005)

B. kerangka konsep

Pengaruh rendam kaki terhadap penurunan intensitas nyeri pada

penderita gout arthritis (asam urat) di puskesmas pengadang praya tengah.

Terapi non farmakologi Penurunan


nyeri sendi
Penderita gout A. Hidroterapi : berdasarkan
artritis (asam urat)
skala VAS
1. Rendam kaki
1. Tidak
Nyeri
2. Nyeri
Ringan
53

2. Mandi rendam
3. Sitzbath
4. Pijat air
5. Membungkus
dengankain
basah (Balut)
6. Kompres

Keterangan :

= Tidak diteliti

= Diteliti

Gambar 4. Kerangka konsep pengaruh rendam kaki terhadap penurunan

intensitas nyeri pada penderita gout arthritis (asam urat)

C. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh rendam kaki terhadap penurunan intensitas nyeri pada

penderita gout arthritis (asam urat) di puskesmas pengadang praya tengah.


54
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti pengaruh rendam kaki

terhadap penurunan intensitas nyeri pada penderita gout atritis (asam urat) di

Puskesmas Pengadang Praya Tengah.

1. Tempat penelitian

Tempat yang akan digunakan peneliti sebagai objek atau lokasi

penelitian yaitu diseluruh desa wilayah kerja Puskesmas Pengadang Praya

Tengah. Adapun alasan peneliti dalam pemilihan lokasi penelitian adalah :

a. Berdasarkan dari data registrasi harian angka kejadian penyakit gout

artritis mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

b. Didapatkan melalui observasi di Puskesmas Pengadang Praya Tengah

pada bulan desember 2019 terdapat banyak penderita Asam Urat yang

datang melakukan pemeriksaan

c. Penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti lain.

2. Waktu penelitian

a. Penyusunan proposal ini di mulai bulan oktober s/d januari 2020

b. Penelitian akan dilaksanakan 2 minggu pada minggu ke 3 dan ke 4

dibulan Februari 2020

55
56

B. Rancangan penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimental.

Desain penelitian praeksperimental dengan bentuk rancangan pra-pascates dalam

satu kelompok (one group pre-post test design) (Nursalam, 2015), atau rancangan

one group pretest posttest (Notoatmojo, 2012). Dalam rancangan ini suatu

kelompok sebelum dikenai perlakuan diberi pra test, kemudian setelah perlakuan,

dilakukan pengukuran lagi untuk mengetahui akibat dari perlakuan (Nursalam,

2015) bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut :

Pre-test Perlakuan Post-test

01 X 02

Gambar 5. Bentuk rancangan one group pretest-posttest pada desain


penelitian pra eksperimen (notoatmodjo, 2012)
Keterangan :

01 : nilai nyeri sebelum diberikanrendam kaki air hangat

X : perlakuan/intervensi rendam kaki air hangat

02 : nilai nyeri setelah diberikanrendam kaki air hangat


57

C. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua masyarakat yang mencakup

wilayah kerja puskesmas Pengadang Praya Tengah yang pernah datang

melakukan pemeriksaan penyakit Gout Atritis (Asam Urat) pada tahun 2019.

Jumlah penderita penyakit Gout Artritis (asam urat) di Puskesmas Pengadang

Praya tengah pada tahun 2018 adalah 118 penderita.

2. Sampel

Menurut Nursalam (2015) sampel adalah sebagian dari subyek dalam

populasi yang mampu mewakili populasi tersebut. Bersifat representative yaitu

menggambarkan karakteristik populasi.

Sampel untuk penelitian ini adalah masyarakat yang mencakup

wilayah kerja puskesmas pengadang praya tengah yang mengalami nyeri sendi

akibat menderita penyakit Gout Atritis (asam urat).

a. Besar sampel

Semakin banyak sampel, maka hasil penelitian mungkin akan lebih

representative. Meskipun keseluruhan lapisan populasi telah terwakili, kalau

jumlahnya kurang memenuhi, maka kesimpulan hasil penelitian kurang atau

bahkan tidak bisa memberikan gambaran tentang populasi yang

sesungguhnya (Nursalam, 2015). Besar sampel dalam penelitian ini adalah

36 sampel dihitung dengan rumus Frank Lynch :


58

NZ 2 x P(1−P)
n=
N . d 2 +Z 2 (1−P)

Keterangan :

n = Sampel

N = Jumlah Populasi

Z =Nilai variable normal (1.96) yang mengacu pada derajat

kepercayaan 95%.

P = Proporsi terbesar yang mungkin (0,50)

d = Sampling error dalam penelitian ini ditentukan 0,10

NZ 2 x P(1−P)
n=
N . d 2 +Z 2 (1−P)

118(1,96)2 x 0,50(1−0,50)
n=
118 (0,10)2 +(196)2 (1−0,50)

118 x 3,8416 x 0,25


n=
118 x 0,01+3,8416(0,50)

113,3272
n=
1,18+1,9208

113,3272
n=
3,1008

n=36 sampel

Berdasarkan rumus diatas, sampel yang akan digunakan adalah 36


sampel.
59

b. Sampling (Teknik pengambilan sampel)

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

“Simple Random Sampling”.

D. Variable Penelitian

1. Variabel independen

Adapun yang menjadi variable bebas dalam penelitian ini adalah

rendam kaki air hangat

2. Variable dependen

Adapun yang menjadi variable dependen dalam penelitian ini adalah

penurunan nilai nyeri Gout Atritis (Asam Urat).

E. Data yang dikumpulkan

1. Data primer

Adapun data primer dalam penelitian ini adalah:

a. Data tentang karakteristik responden yang meliputi : usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan.

b. Data tentang nyeri sebelum intervensi rendam kaki air hangat diperoleh

dengan observasi menggunakan kuesioner


60

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang

tempat penelitian yaitu puskesmas pengadang praya tengah

F. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data (Sugiyono, 2010) meliputi :

a. Data karakteristik penduduk

Data karakteristik responden meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan diperoleh dengan kuesioner yang dibagikan kepada responden.

b. Data sebelum dilakukan intervensi dengan cara mengukur nyeri sendi pada

penduduk yang mengalami gout artritis (asam urat) sebelum dilakukan

rendam kaki air hangat. Data sebelum dilakukan intervensi diperoleh dengan

cara mengkaji nyeri dengan alat bantu kuesioner skala VAS

c. Data setelah dilakuakn intervensi dengan cara mengukur nyeri sendi pada

penduduk yang mengalami gout artritis (asam urat) setelah dilakukan

rendam kaki air hangat. Data sebelum dilakukan intervensi diperoleh dengan

cara mengkaji nyeri dengan alat bantu kuesioner skala VAS


61

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang

Puskesmas Pengadang Praya Tengah.

G. Pengolahan Data

Adapaun cara pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer

a. Data karakteristik responden

Adapun data tentang karakteristik responden diolah secara deskriptif dan

dapat disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Data yang

dikumpulkan meliputi :

1) Usia

2) Jenis kelamin

3) Pendidikan

4) Pekerjaan

b. Data sebelum dilakukan intervensi dengan cara mengukur nyeri pada

masyarakat yang mengalami gout artritis (asam urat) sebelum dilakukan

rendam kaki air hangat

c. Data setelah dilakukan intervensi dengan cara mengukur nyeri pada

masyarakat yang mengalami gout artritis (asam urat) setelah dilakukan

rendam kaki air hangat


62

2. Data sekunder

Data tentang gambaran umum Puskesmas Pengadang Praya Tengah

dalam bentuk deskriptif

H. Prosedur Penelitian

1. Meminta izin kepada Direktur Poltekkes Mataram

2. Meminta izin kepada Kepala Puskesmas Pengadang Praya Tengah

3. Meminta persetujuan dan menjalin kesepakatan pada masyarakat penderita

Gout Arthritis (Asam Urat) wilayah kerja Puskesmas Pengadang Praya

Tengah untuk bersedia menjadi responden penelitian dengan ketentuan

yang sudah ditetapkan.

4. Rendam kaki air hangat dilakukan sesuai dengan waktu kontrak dan

membutuhkan waktu selama 15 menit setiap rendam.

5. Peneliti membagikan lembar skala nyeri analog visual (VAS) dan

menjelaskan cara pengisian lembar skala nyeri VAS kepada responden.

Penilaian nyeri dilakukan sebelum intervensi rendam kaki air hangat

dengan menggunakan kuesioner nyeri skala analog visual (VAS) (pre test).

Kemudian setelah dilakukan intervensi rendam kaki air hangat, peneliti

langsung melakukan kembali penilaian nyeri dengan menggunakan

kuesioner nyeri skala analog visual (VAS) (post test).


63

6. Prosedur penelitian

a. Alat dan bahan

1) Termometer air

2) Gelas ukur

3) Handuk

4) Air hangat

5) Stopwatch

6) Basin atau baskom

7. Prosedur pelaksanaan

a. Membawa peralatan mendekati responden.

b. Posisikan klien dalam posisi duduk di kursi.

c. Masukan air hangat ke dalam baskom sebanyak 2100cc dengan suhu

400C.

d. Jika kaki tampak kotor cuci terlebbih dahulu lalu keringkan.

e. Celupkan dan rendam kaki sampai mata kaki biarkan selama 15 menit.

f. Tutup baskom dengan handuk untuk menjaga suhu.

g. Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit, jika suhu turun tambahkan air

hangat sampai suhu sesuai kembali.

h. Setelah selesai (15 menit), angkat kaki lalu keringkan dengan handuk.

i. Rapikan peralatan.
64

I. Analisis data

Tekhnik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon.

Menurut Sugiyono (2015), statistik nonparametrik digunakan untuk menganalisis

data nominal dan ordinal dari populasi yang bebas distribusi. Sedangkan Uji

Wilcoxon digunakan untuk menguji signifikasi hipotesis komparatif dua sample yang

berkolerasi bila datanya berbentuk ordinal.

Data nyeri pada penderita gout artritis sebelum dan setelah intervensi

rendam kaki dengan bantuan SPSS dengan taraf signifikan (95%) (α 0,05). Bila

signifikasi <0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh rendam kaki

terhadap penurunan intensitas nyeri penderita gout artritis (asam urat)


65

J. Kerangka Kerja

Populasi

Sample random
sampling

Intervensi rendam kaki

Pengukuran nyeri Pengukuran nyeri


sendi pretest Sampel
sendi posttest

Pengumpulan data

Pengelompokkan data

Pengolahan data

Analisa data

Gambar 6. Kerangka kerja pengaruh rendam kaki terhadap penurunan


intensitas nyeri pada penderita gout arthritis (asam urat)
66

K. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena.

Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam

peneliti (Nursalam, 2015)

Tabel 1 : Definisi Operasional Pengaruh rendam kaki terhadap penurunan

Intensitas Nyeri Pada Penderita Gout Artritis (Asam Urat)

No Variabel Definisi Parameter Alat Skala Hasil

. operasional ukur data ukur


1 2 3 4 5 6 7
1. Variabel Rendam Langkah langkah - - -
independ kaki air rendam kaki air
en hangat hangat :
rendam adalah 1. Penilaian nyeri
kaki air terapi dilakukan
hangat dengan cara sebelum
merendam intervensi
kaki hingga rendam kaki
batas 10-15 air hangat
cm diatas dengan
mata kaki menggunakan
menggunaka kuesioner skala
n air hangat. analog visual
Terapi ini
bertujuan
untuk
meningkatk
an aliran
darah pada
1 2 3 4 5 6 7
67

bagian kaki.
Secara 2. Siapkan air
ilmiah air hangat
hangat 3. Siapkan
mempunyai baskom
dampak 4. Siapkan
fisiologis
handuk
bagi tubuh.
pengering
Pertama
berdampak 5. Rendam kaki
pada responden
pembuluh setelah
darah melakukan
dimana pengisian
hangatnya kuesioner
air membuat 6. Setelah
sirkulasi dilakukan
darah intervensi
menjadi rendam kaki
lancar, yang air hangat,
kedua
peneliti
adalah
faktor langsung
pembebanan melakukan
di dalam air kembali
yang akan penilaian nyeri
menguatkan dengan
otot-otot menggunakan
dan kuesioner
ligament visual analog
yang scale (VAS)
mempengar (post test)
uhi sendi
tubuh
(Hembing,
2000).
1 2 3 4 5 6 7
68

2. Variabel Perasaan Skala nyeri VAS kues Ordinal (1)


dependen tidak (visual analog scale) ione Tidak
: nyaman dan r Nyeri
penuruna nyeri pada
n sendi yang (2)
intensitas diekspresika Nyeri
nyeri n secara Ringan
verbal
(3)
Nyeri
Sedang

(4)
Nyeri
Berat

DAFTAR PUSTAKA
69

Zahroh, C., & Faiza, K. (2018). Pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri
pada penderita penyakit Artritis Gout. Jurnal Ners dan Kebidanan (Journal of
Ners and Midwifery), 5(3), 182-187.

Jaliana, J., & Suhadi, S. (2018). faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
asam urat pada usia 20-44 tahun di RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 3(2).

Rahayuningrum, D. C., & Lesmana, I. (2019). Pengaruh pemberian rebusan daun


orthosiphoh aristatus terhadap kadar asam urat pada penderita gout atritis
reaction of orthosiphon aristatus to acid contents blood-vessel patient of gout
atritis. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 1(2), 33-43.

Widyanto, F. W. (2017). Artritis Gout dan Perkembangannya. Saintika Medika:


Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 10(2), 145-152.

KEMENKES, R. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Kementrian Kesehatan


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik.

Liszayanti, F., & Rejeki, S. (2019). Pengaruh Terapi Rendam Kaki Dengan Air
Hangat dan Serai Terhadap Tekanan Darah Ibu Hamil Penderita Pre Eklamsi.
In Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus (Vol. 2).

Anda mungkin juga menyukai