Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena

penimbunan kristal monosodium urat didalam tubuh. Asam urat merupakan

hasil metabolis akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang

terdapat dalam inti sel tubuh. Penyebab penumpukan kristal di daerah

persendian diakibatkan kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar asam

urat dalam darah antara 0,5 –0,75 g/ml purin yang dikonsumsi (Jaliana, 2017).

Berdasarkan data Worid Health Organization (WHO, 2018), Prevalensi

gout didunia mengalami kenaikan dengan jumlah 1370 juta jiwa (33,3%).

Prevalensi gout juga meningkat pada kalangan orang dewasa di Inggris

sebesar 3,2% dan Amerika Serikat sebesar 3,9%. Di Korea prevalensi asam

urat meningkat dari 3,49% per 100 orang pada Tahun 2007 menjadi 7,58% per

100 orang pada Tahun 2015. Prevalensi gout di Indonesia mengalami

penurunan. Pada tahun 2013 kejadian Gout Artritis di Indonesia sebesar

11,9% (Riskesdas, 2013) sedangkan pada tahun 2018 prevalensi kejadian

Gout Artritis di Indonesia sebesar 7,3% (Riskesdas, 2018). Hasil data

Riskesdas tahun 2018 mengatakan bahwa prevalensi penyakit sendi pada

lansia di Sulawesi Tengah sebanyak 7,72%. Menurut hasil data Rikesdas tahun

2018 prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara yang di diagnosis

dokter meningkat seiring dengan bertambah nya umur, demikian juga yang

didiagnosis dokter atau gejala. Prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (33%

dan 54,8%). Prevalensi yang didiagnosis tenaga kesehatan lebih tinggi pada
perempuan (13,4%) di banding laki-laki (10,3%) namun jika dibandingkan

dengan hasil rikesdas pada tahun 2013 justru pernyakit sendi cenderung

menurun dibeberapa kota besar di Indonesia.

Penyakit gout arthritis dapat menimbulkan banyak komplikasi yang

dapat mempengaruhi penderitanya. Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari

gout arthritis meliputi severe degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu

ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, Kemokin, protease, dan oksidan yang

berperan pada proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi

kronis sehingga dapat menyebabkan sinovitalis kronis, dekstruksi kartilago

dan erosi tulang. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan

pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di daerah persendian dan sering

disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Penyebab

penumpukan kristal di daerah tersebut diakibatkan tingginya kadar asam urat

dalam darah. Gout Arthritis biasanya paling banyak terdapat pada sendi

jempol jari kaki, sendi pergelangan, sendi kaki, sendi lutut dan sendi siku yang

dapat menyebabkan nyeri yang sedang meradang karena adanya penumpukan

zat purin yang dapat membentuk kristal-kristal yang mengakibatkan nyeri, jika

nyeri yang dialami tidak segera ditangani akan mengakibatkan gangguan

terhadap aktivitas fisik sehari-hari seperti menurunnya aktivitas fisik

(Nahariani, L & Wibowo, 2015).

Dampak nyeri gout artritis yang dapat ditimbulkan berupa menurunnya

kualitas hidup penderitanya karena nyeri yang sangat mengganggu aktivitas

sehari-hari. Muncul keluhan pada sendi dimulai dengan rasa kaku atau pegal
pada pagi hari kemudiaan timbul rasa nyeri pada sendi dimalam hari nyeri

tersebut terjadi secara terus menerus sehingga sangat mengganggu

penderitanya (Purnamasari, 2015).

Adapun cara-cara untuk menurunkan nyeri sendi yaitu dengan cara

terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi yaitu tindakan

pemberian obat sebagai penurun nyeri, tindakan non farmakologi yang dapat

digunakan untuk menurunkan nyeri sendi antara lain bimbingan antisipasi

distraksi dan kompres (Potter dan Perry, 2016).

Kompres hangat rebusan jahe merupakan tindakan yang sering kali

digunakan sebagai penurun nyeri sendi karena kandungan gingerol dan rasa

hangat yang ditimbulkannya membuat pembuluh darah terbuka dan

memperlancar sirkulasi darah, sehingga suplai makanan dan oksigen lebih

baik dan nyeri sendi berkurang (Utami P, 2015).

Secara alamiah kompres hangat rebusan jahe mempunyai dampak

fisiologis. Kompres hangat rebusan jahe adalah yang berhubungan dengan

komposisi terkandung dalam jahe senyawa-senyawa gingerol, shogaol,

zingeroled diary (heptanoid dan derivatnya) terutama paradol diketahui dapat

menghambat siklooksigenase sehingga terjadi penurunan pembentukan atau

biosintesis dari prostaglandin yang menyebabkan berkurangnya rasa nyeri

(Heriana, A 2016).

Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang studi literatur Kompres Hangat Rebusan Jahe

Pada Pasien Gout Arthritis.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mencoba melakukan studi

literatur pada beberapa jurnal penelitian untuk mengetahui lebih mendalam

yang berhubungan dengan Kompres Hangat Rebusan Jahe Menurunkan Nyeri

Pada Pasien Gout Arthritis.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Dapat mengidentifikasi studi literatur yang berhubungan dengan

masalah penelitian, dapat mengidentifikasi Kompres Hangat Rebusan Jahe

Menurunkan Nyeri Pada Pasien Gout Arthritis

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi

Hasil ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi adik-adik

mahasiswa dan menambah keluasan ilmu dalam bidang keperawatan

2. Bagi Peneliti

Hasil ini diharapakan dapat meningkatkan pengalaman pengetahuan

tentang penyakit Gout Arthritis dan bagaimana Penerapan Kompres

Hangat Rebusan Jahe Menurunkan Nyeri untuk memperoleh pengalaman

dalam mengimplementasikan perawatan Nyeri pada Pasien Gout Arthritis

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media informasi kepada

perawat tentang manfaat intervensi keperawatan yang mudah untuk

dilakukan, murah, sederhana dan tidak membahayakan pasien dan sudah


dibuktikan oleh peneliti-peneliti terkait intervensi keperawatan khususnya

kompres hangat rebusan jahe


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Gout Arthritis

1. Definisi

Gout athritis menurut Brunner & Suddarth [2015] adalah sekumpulan

kondisi inflamasi kronis yang berhubungan dengan efek metabolisme

purin secara ginetik dan menyebabkan hiperurisemia. Gout arthritis adalah

penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak, berulang dan disertai

dengan rasa nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat atau

asam urat yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya

kadar asam urat di dalam darah hiperurisemia Junaidi.I 2016).

2. Etiologi

Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit

/penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering

terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan

Kelainan metabolic dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat

yang kurang dari ginjal.

Beberapa factor lain yang mendukung :

a. Pembentukan asam urat berlebihan (gout metabolik):

1) Gout arthritis primer metabolik: terjadi karena sintesa atau

pembentukan asam urat yang berlebihan.

2) Gout arthritis metabolik: terjadi karena pembentukan asam urat

berlebihan karena penyakit lain, seperti leukemia, terutama yang


diobati dengan sitostatika, psoriasis, polisitemia vera, dan

mielobrosis.

b. Pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal):

1) Gout renal primer: terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di

tubulidistal ginjal yang sehat.

2) Gout renal sekunder: disebabkan oleh ginjal yang rusak, misalnya

pada glomerulonephritis kronik, kerusakan ginjal kronis (chornic

renal failure).

c. Perombakan dalam usus yang berkurang. Serangan gout (arthritis gout

akut) secara mendadak, dapat dipicu oleh:

1) Luka ringan

2) Pembedahan

3) Konsumsi alkohol dalam jumlah besar atau makanan yang kaya

akan protein purin

4) Kelelahan

5) Stres secara emosional

6) Penyakit dan sejumlah obat yang menghambat sekresi asam urat,

seperti salisilat dosis kecil, hidroklorotiazid (diuretik), furosemid,

asam-asam keton hasil pemecahan lemak sebagai akibat dari

terlalu banyak mengkonsumsi lemak.

7) Kedinginan [Iskandar Junaidi, 2016]


3. Manifestasi Klinis

Manisfestasi sindrom gout mencakup artiritis gout yang akut (serangan

rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat), tofus (endapan

kristal yang menumpuk dalam jaringan aritukuler, jaringan oseus,jaringan

lunak, serta kartilago), nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan

asam urat dalam traktus urinarius. Ada empat stadium penyakit gout yang

di kenali :

a. Hiperutisemia asimtomatik

b. Artiritis gout yang kronis

c. Gout interkritikal

d. Gout tofaseus yang kronik

Biasanya, serangan gout pertama hanya menyerang satu sendi dan

berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang

secara bertahap, di mana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala

hingga terjadi serangan berikutnya. Namun, gout arthritis cenderung akan

semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung

lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil sendi

yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen.

Lazimnya, serangan gout arthritis terjadi di kaki (monoarthritis).

Namun. 3-14% serangan juga bisa terjadi di banyak sendi (poliarthritis).

Biasanya, urutan sendi yang terkena serangan gout arthritis (poliarthritis)

berulang adalah ibu jari kaki, sendi kaki belakang, pergelangan tanggan,

lutut, dan bursa olekranon pada siku.


Sendi yang terserang gout arthritis akan membengkak dan kulit di

atasnya akan berwarnah merah atau keunguan, kencang dan licin, serta

terasa hangat dan nyeri jika digerakan, dan muncul benjolan pada sendi

(yang disebut tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit diatasnya

akan berwarnah merah kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya

adalah muncul tofus di helix telinga/pinggiran sendi/ tendon.

Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus berlanjut dan

menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi. Benjolan

kristal dari kristal urat (tofi) diedapkan dibawah kulit disekitar sendi. Tofi

juga bisa berbentuk di dalam ginjal dan organ tubuh lainya, di bawah kulit

telinga atau di sekitar siku. Jika tidak di obati, tofi pada tangan dan kaki

bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai kapur

Junaidi.I (2016).

4. Patofisiologi

Penyakit Gout Arthitis merupakan gangguan metabolisme asam urat

yang memuncak dengan terjadinya endapan garam monosodium urat

dalam sendi dan akhirnya dalam jaringan subkutan. Biasanya Gout

Arthitis di tandai dengan inflamasi sendi yang sangat nyeri dan endapan

urat di sekitar sendi, sering di sertai dengan kadar asam urat yang sangat

tinggi di dalam darah. Senyawa urat berasal dari purin dalam makanan dan

hasil daur ulang penguraian atau perbaikan jaringan.

Pada hiperurisemia, peningkatan pada kadar urat ada dalam cairan

ekstraselular lain, termaksut cairan synovial, dan juga pada plasma. Akan
tetapi cairan synovial merupakan pelarut yang buruk untuk urat dari pada

plasma. Kristal monosodium urat dapat terbentuk dalam cairan synovial

atau dalam membran synovial, kartilago, atau jaringan ikat sendi

lainnya.Kristal cenderung terbentuk pada jaringan perifer tubuh, sementara

itu suhu yang lebih rendah mengurangi kelarutan asam urat. Kristal juga

terbentuk di jaringan ikat dan ginjal. Kristal ini menstimulus dan

melanjutkan proses inflamasi, selama neutrophil berespon dengan ingesti

kristal. Neutrophil melepaskan fagolisosom, menyebabkan kerusakan

jaringan yang menyebabkan terjadinya inflamasi terus menerus dan pada

akhirnya proses inflamasi merusak kartilago sendi dan tulang yang

menyertai.(Lemone Priscilla, Dkk. 2015)


5. Pathway
Asam urat dalam
Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan
serum
sel

Metabolisme purin Tdk di sekresi melalui


Asam urat dlm sel keluar
urin

Penyakit ginjal
Asam uarat dalam Kemampuan sekresi (glomerulonetritis
serum meningkat asam urat dan gagal ginjal)
( hiperurisemia ) terganggu/menurun

Hipersaturasi asam Peningkatan asam


urat dlm plasma laktat sebagai Konsumsi alcohol
dan garam urat di produk sampingan
cairan tubuh metabolisme

Terbentuk kristal Di bungkus oleh


monosodium urat berbagai protein Merangsang
(MSU) (termaksud IgG) ( leukosit PMN)

Di ginjal Di jaringan lunak dan Terjadi fagositosis


persendian kristal oleh leukosit

Penumpukan
dan Penumpukan dan
Terbentuk
pengendapan pengendapan MSU
fagolisosom
MSU

Pembentukan
Pembentukan topus Merusak selaput
batu ginjal protein kristal
asam urat
Respon inflamasi
meningkat
Proteinuria,hiperte
nsi ringan,urin Terjadi ikatan hydrogen
asam,pekat antara permukaan
kristal dgn memberan
lisosom
Resiko
ketidakseimbangan
volume cairan Membran lisosom
robek, terjadi pelepasan
enzym dan oksida
radikal ke sitoplasma
Sumber :Nurarif Huda Amin, & Kusuma Hardhi. 2015

6. Komplikasi

Gout Arthritis dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit ginjal. Tiga

komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal

akut dan kronis akibat gout arthritis. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25%

pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada

suasana pH urin yang basa.

Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan

mengendap dan terbentuk batu. Gout dapat merusak ginjal sehingga

pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout

biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas
saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat

pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat

menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal

pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik (Kowalak

dkk,2012).

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kowalak, dkk (2012), penegakan diagnosis gout arthritis

antara lain :

a. Kristal monosodium urat yang mirip jarum dalam cairan sinovial (yang

terlihat melalui aspirasi jarum suntik)

b. Hiperurisemia (kadar asam urat yang lebih dari 420 mmol kreatinin)

c. Kenaikan kadar asam urat dalam ureni 24 jam (biasanya lebih tinggi

pada gout sekunder dibandingkan pada gout primer)

d. Foto rontgen pada awalnya tampak normal, pada penyakit gou arthritis

yang kronis, foto rontgen memperlihatkan kerusakan pada kartilago

sendi dan tulang subkondrium. Pergeseran keluar bagian tepi yang

bergantung dari kontur tulang merupakan ciri khas penyakit gout

arthritis

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis

1) Kolkisin (oral parenteal), NSAID seperti indomerasin, atau

kortikosteroid diresepkan untuk meredakan serangan gout arthritis

akut.
2) Hiperurisemia, tofi, penghancuran sendi, dan masalah ginjal

diterapi setelah proses inflamasi akut redah.

3) Agnes urikosurik, seperti probenesid, memperbaiki hiperurisemia

dan melarutkan deposit urat.

4) Allopurinol efektif ketika beresiko terjadi insufisiensi ginjal atau

batu ginjal.

5) Kortikosteroid dapat digunakan pada pasien yang tidak berespon

terhadap terapi lain.

6) Terapi profilaksis dipertimbangkan jika pasien mengalami

beberapa episode akut atau terjadi pembentukan tofi.

b. Penatalaksanaan keperawatan

Dorong pasien untuk membatasi konsumsi makanan tinggi purin,

terutama daging organ (jeroan), dan membatasi asupan alkohol.

Dorong pasien untuk mempertahankan berat tubuh normal. Upaya ini

dapat membantu mencegah episode gout arthritis yang nyeri.

Pada episode gout arthritis akut, penatalaksanaan nyeri sangat

penting. Tinjaumedikasi bersama pasien dan keluarga. Tekankan

pentingnya men medikasi untuk mempertahankan efektivitas.

B. Tinjauan Tentang Konsep Evidence Based Nursing (EBN)

1. Tinjauan Tentang Kompres Hangat Rebusan Jahe

Pemberian Kompres hangat merupakan mekanisme penghambat

reseptor nyeri pada serabut saraf besar dimana akan mengakibatkan

terjadinya perubahan mekanisme yaitu gerbang yang akhirnya dapat


memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum sampai ke

kortes serebri menimbulkan persepsi nyeri dan reseptor otot sehingga nyeri

dapat berkurang (Potter & Perry,2016). Jahe memiliki efek antiradang

sehingga dapat digunakan untuk mengatasi peradangan dan mengurangi

rasa nyeri akibat asam urat. Efek aktif jahe terdiri dari

gingerol,gingerdione dan zingeron yang berfungsi menghambat

leukotriene dan prostaglandin yang merupakan mediator radang

(Herliana,2013).

Junaidi (2016) mengungkapkan manfaat kompres hangat jahe pada

asam urat dapat melancarkan peredaran darah, memberikan perasaan

nyaman, segar dan kehangatan pada tubuh, melemaskan otot dan

melenturkan jaringan ikat, mengurangi penekanan atau kompresi dan nyeri

pada sendi. Kompres dilakukan pada penderita asam urat karena dapat

mengurangi nyeri, menambah kelenturan sendi, mengurangi penekanan

atau kompresi dan nyeri pada sendi, melemaskan otot dan melenturkan

jaringan ikat. Selain itu menurut Rusnonto (2015), kompres hangat jahe

juga dapat digunakan pada perut kembung.

Tabel 2.1.
SOP (Standar Operasional Prosedur) Kompres Hangat Rebusan Jahe
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
KOMPRES HANGAT REBUSAN JAHE
Pengertian Terapi panas dan dingin merupakan terapi non
farmakologi yang menggunakan suhu untuk
meredahkan nyeri dengan menghambat reseptor nyeri
seperti nosiseptor dalam menghantarkan rasa ambang
nyeri.
Tujuan 1. Untuk menurunkan intensitas nyeri yang
dirasakan.
2. Sebagai terapi alternative selain terapi
farmakologis.
Alat dan bahan 1. Washlap/ handuk
2. Wadah atau mangkok
3. Air 1 liter (1000 cc)
4. Jahe 3-5 rimpang (±100 gram)
5. Air hangat rebusan jahe dengan suhu 37oC-40oC
Persiapan Klien Responden diberi penjelasan dari inform consent
Prosedur 1. Cuci bersih 5 rimpang jahe (±100 gram)
2. Lalu iris tipis-tipis jahe yang sudah di cuci bersih
3. Setelah itu masukkan irisan jahe kedalam 1 liter
air (1000 cc)
4. Rebus irisan jahe sampai air mendidih
5. Tuang rebusan jahe kedalam wadah/ mangkok
6. Kemudian tunggu hingga suhu rebusan jahe
menjadi hangat tanpa campuran air dingin (400
cc)
7. Masukkan washlap atau handuk kecil kedalam
wadah/ mangkok rebusan jahe hangat
8. Peras washlap/ handuk kecil sampai lembab dan
kemudian tempelkan pada area yang nyeri hingga
ke hangatan washlap/ handuk kecil terasa
berkurang
9. Ulangi langkah tersebut ± 15-20 menit.

2. Tinjauan Tentang Nyeri

a. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman pribadi, subyektif, yang dipengaruhi oleh

budaya, persepsi seseorang, perhatian dan variabel-variabel psikologis

lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap

orang untuk menghentikan rasa tersebut (Judha, 2010 dalam

Andarmoyo, 2013).

Nyeri sendi pada penderita Artitis Gout terjadi karena adanya

endapan kristal monosodium urat yang terkumpul di dalam sendi

sebagai akibat dari tingginya kadar Artitis Gout didalam darah

(Tjokroprawiro, A, et all, 2015).


b. Penyebab nyeri

Menurut Asmadi (2008) penyebab rasa nyeri dapat digolongkan

menjadi dua bagian, yaitu yang berhubungan dengan fisik,Nyeri yang

disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut

saraf reseptor nyeri. Penyebab nyeri secara fisik yaitu akibat trauma

(trauma mekanik, kimiawi, maupun elektrik ).

c. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri

adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap

stimulus kuat yang potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga

nocireseptor, secara anatomis reseptor nyeri (nociseptor) ada yang

bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari syaraf perifer

(Tamsuri, A, 2007)

Berdasarkan letaknya, nocireseptor dapat dikelompokkan dalam

beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatic dalam

(deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya yang

berbeda-beda inilah, maka nyeri yang ditimbulkan juga memiliki

sensasi yang berbeda (Tamsuri, A, 2007).

d. Klasifikasi Nyeri

Manurut Andarmoyo, 2013 sebagai berikut :

1) Nyeri berdasarkan durasi

a) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cidera akut,

penyakit atau intervesi bedah yang memiliki awitan yang cepat,

dengan intensitas yang bervariasi (dari ringan sampai berat)

dan berlangsung untuk waktu singkat.

b) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermitten yang

menetap sepanjang suatu bperiode tertentu.

c) Nyeri berdasarkan asal

1. Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) adalah nyeri yang

diakibatkan oleh aktivitas atau sensitisasi nosiseptor perifer

yang merupakan reseptor khusus yang menghantarkan

stimulus noxious.

2. Nyeri Neouropatik

Nyeri neuropatik adalah hasil suatu cedera atau

abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer

maupun sentral.

d) Nyeri berdasarkan lokasi

1. Superfisial atau kutaneus

Superfisial atau kutaneus adalah nyeri yang disebabkan

stimulus kulit.

2. Visceral dalam
Visceral dalam adalah nyeri yang terjadi akibat stimulus

organ-organ internal.

3. Nyeri alih

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri

visceral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.

4. Radiasi

Radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari

tempat awal cidera kebagian tubuh yang lain.

e. Penilaian Respon Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa

parah nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat

subyektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang

sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri,

2007). Intensitas nyeri seseorang dapat diukur dengan menggunakan

skala nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002). Skala nyeri tersebut adalah :

1) Skala Wong Baker/Faces Pain Score

Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang bertingkat dari

wjah yang tersenyum untuk ‘tidak ada nyeri’ sampai wajah yang

berlinang air mata untuk ‘nyeri paling buruk’. Kelebihan dari skala

wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri yang

dialaminya sesuia dengan gambar yang telah ada dan membuat

usaha mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana.

Gambar 1.1 Skala Wong Baker


2) NuNumerac Ratting Scale (NRS)

Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa

nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala

numeral dari 0-10. Angka 0 berarti ‘no pain’ dan 10 berarti ‘severe

pain’ (nyeri hebat).Numeric Ratting Scale lebih digunakan sebagai

alat pendeskripsi kata.

Gambar 2.2 Numeral Ratting Scale

Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Ketika menggunakan


Numeric Ratting Scale, skala 0-3 mengindikasikan nyeri ringan, 4-6

nyeri sedang, dan 7-10 nyeri hebat.

Ket : 0 : Tidak ada nyeri

1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan

2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul

3 : Nyeri seperti perih

4 : Nyeri seperti kram atau kaku

5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak

6 : Nyeri seperti terbakar atau tertusuk-tusuk

7, 8, 9 : Sangat nyeri, tetapi masih dapat di kontrol oleh klien

10 : Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol


BAB III
METODE PENULISAN
A. Metode Penelusuran

Penelusuran studi literatur ini dilakukan melalu website google scholar

dengan menggunakan kata kunci Kompres Hangat Rebusan Jahe

B. Alasan Pemilihan Jurnal

Jurnal ini dipilih karena intervensi yang digunakan dalam penelitian

memuat tentang intervensi keperawatan mandiri dalam memenuhi masalah

keperawatan pada pasien Gout Arthritis. Selain itu, jurnal ini merupakan

jurnal publikasi terbaru (2015-2020) untuk jenis intervensi yang di lakukan

adalah non-farmakologi.

C. Subjek Studi

1. Jurnal Gout Arthritis

a. Enny Virda Yuniarti, Emyk Windartik, Amar Akbar (2017) Effect Of

Red Ginger Compress To Decrease Scale Of Pain Gout Arthiris

Patients

b. Khoiroh Umah & Ursula Fitria Anggreini (2018) Kompres Hangat

Rebusan Jahe Berpengaruh Pada Nyeri Sendi Lansia Penderita Asam

Urat

c. Sunarti & Alhuda (2018) “ Pengaruh Kompres Hangat Jahe Merah

(Zingiber Officinale Roscoe) Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis

Reumatoid Pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan

Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.


d. Lexy Oktora Wilda & Bentar Panorama (2020) “Kompres Hangat Jahe

Terhadap Perubahan Nyeri Pada Lansia Dengan Artritis Gout”.

e. Rita Merliana, Novita Elisabeth Daeli & Morlina Sitanggang (2019)

Perbedaan Kompres Air Hangat Dan Jahe Merah Terhadap Tingkat

Nyeri Gout Lansia.

f. Selawati, Lestari Eko Darwati & Santoso Tri Nugraha (2016) Kompres

Hangat Jahe Atau tanpa jahe Menurunkan Nyeri Sendi Lutut Lansia.

D. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian studi lieratur ini yaitu mengidentifikasi hasil

penelitian tentang Kompres Hangat Rebusan Jahe Menurunkan Nyeri pada

pasien Gout Arthritis.

E. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memahami prinsip – prinsip

etika dalam penelitian karena penelitian yang akan dilakukan menggunakan

subyek manusia, dimana setiap manusia mempunyai hak masing-masing yang

tidak bias dipaksa. Beberapa etika dalam melakukan penelitian diantaranya

adalah :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Informed Consent adalah suatu persetujuan atau sumber izin, yang

diberikan setelah mendapatkan informasi atau pernyataan pasien/keluarga

yang berisi persetujuan atas rencana tindakan medis yang diajukan setelah

menerima informasi yang cukup untuk dapat penolakan atau persetujuan.


2. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity adalah kiasan yang menggambarkan seseorang tanpa nama

atau tanpa identitas pribadi. Dalam pendokumentasian asuhan keperawatan

istilah Anonimity dipakai untuk menyembunyikan identitas pasien. Contoh

: nama klien tn. kamarudin, dapat pendokumentasian asuhan keperawatan

nama klien di tulis dalam inisial yaitu Tn. K.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality atau kerahasiaan adalah pencegahan bagi mereka yang

tidak berkepentingan dapat mencapai informasi, berhubungan data yang

diberikan ke pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya diperbolehkan

untuk keperluan tertentu.

4. Prinsip Autonomi

Prinsip autonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu

berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Tidak ada paksaan

ataupun ancaman. kesediaan berasal dari keputusan klien setelah di

jelaskan prosedur dan tujuan dari pemberian tindakan keperawatan yang

akan dilakukan.

5. Prinsip Beneficience

Beneficience berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan

juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan

kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang

lain. Dalam penelitian ini diharapkan tindakan keperawatan yang diberikan

kepada klien untuk mencegah nyeri pada kasus Gout Arthritis.


6. Non Maleficience

Non malafiesien adalah Prinsip yang berarti segala tindakan

keperawatan yang dilakukan pada pasien Gout Arthritis menimbulkan

bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

7. Prinsip Justice

Nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat

bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan

keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

tidak memilih pasien berdasarkan status sosial, RAS, suku dan agama

dalam memberikan tindakan keperawatan.


BAB IV
ANALISIS & PEMBAHASAN
A. Analisis

Berdasarkan hasil penelusuran jurnal yang dilakukan, maka akan dibuat analisis jurnal dalam bentuk tabel yang terdiri dari :

Peneliti (tahun dan judul), Tujuan Penelitian, Desain Penelitian, Responden, Pengumpulan Data dan Hasil Penelitian

Tabel 4.1.
Analisis Dari 6 Jurnal
No Peneliti (Tahun& Tujuan Desain Responden Pengumpulan Data Hasil Penelitian
Judul) Penelitian Penelitian
1 Enny Virda Penelitian ini Pendekatan Pengambilan Data Demografi: Hasil penelitian
Yuniarti, Emyk bertujuan quasi sampel 1. Usia menunjukkan skala nyeri
Windartik, Amar untuk eksperimen menggunakan 2. Seks responden pada kelompok
Akbar (2017) mengetahui dengan desain total sampling perlakuan sebelum
Effect Of Red pengaruh pretest- untuk Skala Nyeri diberikan intervensi
Ginger Compress kompres jahe posttest non mendapatkan kompres jahe merah berada
To Decrease merah random ized 24 responden pada skala nyeri 4-6
Scale Of Pain terhadap control group. lansia yang sebanyak 6 responden dan
Gout Arthiris penurunan menderita 7-9 sebanyak 6 responden,
Patients skala nyeri asam urat di dan setelah diberikan
asam urat rumah sakit intervensi kompres jahe
pasien. Lansia merah berada pada skala
Mojopahit nyeri 1-3 sebanyak 2
Mojokerto. responden dan 4-6 sebanyak
10 responden, sedangkan
kelompok kontrol sebelum
diberikan intervensi skala
nyeri 1-3 sebanyak 5
responden, skala nyeri 4-6
sebanyak 5 responden dan
7-9 sebanyak 2 responden
dan setelah diberikan
intervensi kompres jahe
merah kelompok kontrol
memiliki presentase skala
nyeri yang sama. Hasil uji
statistik 2 sampel
independen uji t diperoleh
nilai p 0,029 (p <0,05). Jadi
H0 ditolak, yang berarti ada
efek kompres jahe merah
untuk menurunkan skala
nyeri pasien gout arthritis.
2 Khoiroh Umah & Untuk Pra Responden 1. Skala Nyeri Sendi Sebelum dilakukan
Ursula Fitria mengetahui Eksperimental pada penelitian Sebelum Intervensi intervensi kompres hangat
Anggreini (2018) kompres dalam satu ini berjumlah 2. Skala Nyeri Sendi rebusan jahe nilai rata-rata
Kompres Hangat hangat rebusan kelompok (One 16 responden Sesudah Intervensi nyeri sendi 5,19 dan sesudah
Rebusan Jahe jahe Group Pre dengan teknik dilakukan intervensi
Berpengaruh Pada berpengaruh test-Post test purposive kompres hangat rebusan
Nyeri Sendi pada nyeri Design. sampling jahe nilai rata-rata nyeri
Lansia Penderita sendi lansia Kelompok sendi 2,44 nilai signifikan
Asam Urat penderita asam subyek (2-tailed) = 0,00 yang
urat diobservasi berarti bahwa (α hitung) ≤
sebelum 0,05 maka Ha diterima dan
dilakukan Ho ditolak artinya ada
intervensi pengaruh kompres hangat
kompres rebusan jahe terhadap
hangat rebusan penurunan nyeri sendi
jahe,kemudian lansia penderita asam urat.
diobservasi
lagi setelah di
intervensi
kompres
hangat rebusan
jahe. Peneltian
dilakukan
selama 14 hari
dengan
frekuensi 1
kali sehari.
3 Sunarti & Alhuda Untuk Pre- Teknik 1. Skala nyeri pre- Skala nyeri setelah
(2018) “ mengetahui eksperiment pengambilan test dilakukan pemberian
Pengaruh Pengaruh dengan sampel dalam 2. Skala nyeri post- kompres hangat jahe merah
Kompres Hangat Kompres menggunakan penelitian ini test dapat dilihat bahwa dari 20
Jahe Merah Hangat Jahe rancangan adalah Teknik orang responden mengalami
(Zingiber Merah one-group purposive penurunan skala nyeri dari
Officinale Terhadap pre–post tes sampling skala nyeri sangat berat
Roscoe) Terhadap Penurunan design. dengan jumlah menjadi nyeri berat 20% (4
Penurunan Skala Skala Nyeri Kelompok sampel 20 orang), nyeri berat menjadi
Nyeri Artritis Artritis subyek responden,. nyeri sedang 30% (6 orang),
Reumatoid Pada diobservasi nyeri sedang ke nyeri ringan
Lansia di UPT. sebelum 40% (8 orang), dan nyeri
Pelayanan Sosial dilakukan ringan 10% (2 orang) ke
Lanjut Usia dan intervensi tidak ada nyeri. Hasil
Anak Balita kompres analisis statistik
Wilayah Binjai hangat jahe menunjukan nilai (p=0,000)
dan Medan. merah, <0,05 sehingga keputusan
kemudian hipotesis maka H0 ditolak.
diobservasi Disimpulkan bahwa ada
lagi setelah di pengaruh yang signifikan
intervensi antara kompres hangat jahe
kompres merah terhadap penurunan
hangat jahe skala nyeri arthritis
merah reumotoid pada lansia di
peneltian UPT. Pelayanan Sosial
dilakukan Lanjut Usia dan Anak Balita
selama 20 Wilayah Binjai dan Medan
menit. Tahun 2015.

4 Lexy Oktora Untuk Pre Sampel 1. Nyeri Pretest Hasil penelitian ini
Wilda & Bentar mengetahui eksperiment diambil 2. Nyeri Protest menunjukkan bahwa dari 15
Panorama (2020) pengaruh dengan dengan teknik orang sebelum diberi
“Kompres Hangat kompres pendekatan Total kompres hangat jahe, yaitu
Jahe Terhadap hangat jahe One Group Sampling memiliki nyeri 5 dan setelah
Perubahan Nyeri terhadap PrePost Test sehingga diberikan kompres hangat
Pada Lansia perubahan Design. diperoleh jahe mengalami perubahan
Dengan Artritis nyeri pada Kelompok jumlah sampel nyeri menjadi 2. Hasil uji
Gout” lansia dengan subyek sebanyak 15 Paired Sample T-Test p-
artritis gout di diobservasi responden. value = 0,000 ≤ α (0,05),
Prolanis sebelum sehingga Ha diterima yang
Ngetos dilakukan berarti ada pengaruh
Wilayah Kerja intervensi kompres hangat jahe
Puskesmas kompres terhadap perubahan nyeri
Ngetos hangat jahe, pada lansia dengan artritis
Kabupaten kemudian gout di Prolanis Ngetos
Nganjuk. diobservasi Wilayah Kerja Puskesmas
lagi setelah di Ngetos Kabupaten Nganjuk.
intervensi
kompres
hangat jahe.
Peneltian
dilakukan
selama 7hari
dengan durasi
15 menit
perhari.
5 Rita Merliana, Untuk Eksperimen Teknik Data Demografi : Hasil penelitian ini
Novita Elisabeth mengetahui semu (quasi pengambilan 1. Usia menunjukkan bahwa pada
Daeli & Morlina Perbedaan exsperiment sampel dengan 2. Jenis kelamin kelompok terapi kompres air
Sitanggang Kompres Air design) dengan Total sampling hangat saat pretest
(2019) Perbedaan Hangat Dan rancangan time jumal sampel Kadar Asam Urat didapatkan 13 responden
Kompres Air Jahe Merah series design. sebanyak 42 Tingkat Nyeri dengan tingkat nyeri berat
Hangat Dan Jahe Terhadap responden (Pretest) terkontrol dan 8 responden
Merah Terhadap Tingkat Nyeri Tingkat Nyeri dengan tingkat nyeri sedang,
Tingkat Nyeri Gout Lansia (Posttest) hasil posttest tingkat nyeri
Gout Lansia. ringan berjumlah 15
responden dan tidak nyeri
berjumlah 6 responden
sedangkan terapi kompres
jahe merah didapatkan 12
responden dengan tingkat
nyeri berat terkontrol dan 9
responden dengan tingkat
nyeri sedang, saat posttest
didapatkan tingkat nyeri
ringan berjumlah 13
responden dan tidak nyeri
berjumlah 8 responden.
Hasil uji Mann-Whitney
didapatkan nilai uji Z (-
0,647) dan nilai p = 0,518
yang artinya tidak ada
perbedaan kompres air
hangat dan kompres jahe
merah terhadap penurunan
tingkat nyeri gout pada
lansia di Panti Werdha
Palembang.
6 Selawati, Lestari Untuk Quasi Sampel Data Demografi Hasil penelitian
Eko Darwati & mengetahui Experiment penelitian 1. Umur menunjukkan bahwa tingkat
Santoso Tri perbedaan dengan menggunakan 2. Jenis kelamin nyeri responden sebelum
Nugraha (2016) efektivitas rancangan total populasi diberikan intervensi
Kompres Hangat kompres pretest postest berdasarkan Tingkat Nyeri kompres hangat tanpa
Jahe Atau tanpa hangat tanpa (Pretest- kriteria inklusi tambahan bahan didapatkan
jahe Menurunkan tambahan Postest). dan kriteria bahwa mayoritas responden
Nyeri Sendi Lutut bahan dengan Dilakukan eksklusi yaitu berada pada tingkat nyeri 4
Lansia kompres observasi skala sejumlah 40 hingga 7 dengan jumlah 16
hangat rebusan nyeri sebelum responden responden (80%) setelah
jahe dalam intervensi dengan 20 diberikan intervensi
menurunkan kompres responden kompres hangat tanpa
nyeri sendi hangat tanpa mendapatkan tambahan bahan didapatkan
lutut pada tambahan perlakuan bahwa mayoritas responden
lansia. bahan dengan kompres berada pada tingkat nyeri 3
kompres hangat tanpa dengan jumlah 9 responden
hangat rebusan tambahan (45%) sedangkan tingkat
jahe kemudian bahan dan 20 nyeri responden sebelum
diobservasi responden diberikan intervensi
lagi skala nyeri lainnya kompres hangat rebusan
setalah mendapatkan jahe didapatkan bahwa
diberikan perlakuan mayoritas responden berada
intervensi kompres pada tingkat nyeri 4 hingga
kompres hangat dengan 6 dengan jumlah 15
hangat tanpa rebusan jahe. responden (75%) setelah
tambahan diberikan intervensi
bahan dan kompres hangat rebusan
kompres jahe didaptkan bahwa
hangat rebusan mayoritas responden berada
jahe pada tingkat nyeri 3 dengan
jumlah 7 responden (35%).
Hasil uji Mann-Whitney
menunjukan tingkat nyeri
sebelum dan setelah
diberikan intervensi
kompres hangat tanpa
tambahan bahan dan
kompres hangat rebusan
jahe didapatkan hasil nilai p
value 0,710 > 0,05.
Berdasarkan hasil tersebut
dapat diambil kesimpuan
bahwa H0 ditolak yang berarti
tidak ada beda kompres hangat
tanpa tambahan bahan dan
kompres hangat rebusan jahe
terhadap penurunan tingkat
nyeri sendi lutut pada lansia di
Desa Bulugede Kecamatan
Patebon Kabupaten Kendal.
Sehingga tidak ada perbedaan
pada kedua perlakuan tersebut.
Tetapi, keduanya sama-sama
bisa menurunkan nyeri sendi
lutut pada lansia.
B. Pembahasan

Peningkatan kadar asam urat dalam darah sering di sebut dengan

Hiperurisemia yang mengakibatkan terjadinya endapan kristal monosodium

urat dan terjadi penumpukan di dalam sendi yang menyebabkan terjadinya

gout (Noor, 2016). Peningkatan asam urat dalam darah merupakan salah satu

manifestasi klinik dari penyakit gout. Gout dapat menyerang siapa saja

walaupun dalam keadaan normal sekalipun, wanita lebih sering mengalami

gout pada masa menopouse (Mumpuni Y, 2016). Menurut Black dan Hawks

(2015), manifestasi klinis gout dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal

hingga terjadinya kecacatan, peradangan, pembengkakan, kemerahan, dan

rasa nyeri.

Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang di manifestasikan sebagai

penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan

fantasi luka mengacu kepada teori dari asosiasi nyeri internasional,

pemahaman tentang nyeri lebih menitik beratkan bahwa nyeri adalah kejadian

fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan nyeri menitik beratkan pada

manipulasi fisik. Nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional

yang penatalaksanaannya tidak hanya pengelolaan fisik semata, namun

penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk

mengatasi nyeri (Tamsuri, 2014).

Menurut Mumpuni (2016), penanganan asam urat secara farmakologi

adalah dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) seperti ibuprofen,

naproxen dan allopurinol. Upaya penunjang lain untuk mengatasi nyeri asam
urat adalah dengan pengobatan non farmakologis, yaitu dengan

memanfaatkan bahan-bahan herbal yang dikenal turun temurun oleh

masyarakat dapat berkhasiat menurunkan nyeri, salah satunya adalah jahe.

Secara alamiah kompres hangat rebusan jahe mempunyai dampak

fisiologis. Kompres hangat rebusan jahe bisa mengurangi nyeri karena jahe

memiliki kandungan senyawa gingerol dan shogoal yakni senyawa panas dan

pedas jahe yang memiliki sifat anti inflamasi non steroid dimana dapat

menekan sintesis prostaglandin dan siklooksigenase, rasa pedas dan hangat

dari kompres hangat rebusan jahe akan mengurangi peradangan, meredakan

nyeri, kaku dan spasme otot (Savitri A, 2016).

Upaya kompres hangat rebusan jahe ini dirasakan lebih unggul

dibandingkan tindakan nonfarmakologis lainnya dikarenakan tindakan ini

lebih efektif dan efisien serta di dapat hasil yang optimum dibandingkan

dengan teknik lainnya, selain itu juga pasien dapat mengerjakannya sendiri

tanpa bantuan oleh orang lain, selain obat-obatan dan terapi untuk pertolongan

pertama.Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan kompres hangat rebusan

jahe untuk menurunkan nyeri sendi pada lansia yang menderita asam urat.

(Savitri A, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian Umah & Anggreini (2018) menunjukan

bahwa sebelum diintervensi kompres hangat rebusan jahe didapatkan hasil

sebagian besar responden mengalami nyeri sedang sebanyak 10 responden

(62,5%) dan sebagian kecil mengalami nyeri ringan dan nyeri berat terkontrol

sebanyak 3 responden (18,75%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa


semua responden berusia 64-67 tahun, umumnya para lansia menganggap

nyeri sebagai komponen alamiah dari proses dan dapat diabaikan atau tidak

ditangani oleh petugas kesehatan. Sesudah diberikan kompres hangat rebusan

jahe selama 14 hari mengalami penurunan nyeri sendi sebagian besar

mengalami nyeri ringan sebanyak 13 responden (81,25%). Perubahan skala

nyeri sendi sesudah dilakukan kompres hangat rebusan jahe dapat

menurunkan nyeri gout arthritis (Santoso, 2013). Hasil penelitian

menunjukkan terdapat responden sesudah diberikan intervensi kompres

hangat rebusan jahe mengalami penurunan tingkat nyeri ringan dengan

diberikan kompres hangat rebusan jahe dapat menurunkan nyeri sendi pada

lansia penderita asam urat karena efek analgesik kompres hangat jahe

berhubungan dengan unsur-unsur yang terkandung dalam jahe. Senyawa-

senyawa gingerol, shogaol, zhingerole, diary (heptanoids dan derivatnya)

terutama paradol diketahui dapat menghambat sikooksigenase sehingga

terjadi penurunan pembentukan atau biosintesis dari prostaglandin yang

menyebabkan berkurangnya rasa nyeri (Hernani dan Winarti, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Sunarti & Alhuda (2018) menyatakan

bahwa pengaruh pemberian kompres hangat jahe merah terhadap penurunan

skala nyeri artritis reumatoid, dengan jumlah responden 20 orang responden

di peroleh rata-rata 3,60 dengan standar deviasi 940 sebelum dilakukan

kompres hangat jahe merah (pre-test) dan terjadi penurunan skala nyeri

setelah kompres hangat jahe merah yaitu 2,60 dengan standar deviasi 940. Hal

ini sesuai dengan salah satu intervensi non farmakologi yang dapat dilakukan
perawat secara mandiri dalam menurunkan skala nyeri stimulasi kutaneus.

yaitu dengan melakukan kompres hangat jahe merah pada lansia yang

menderita artritis reumatoid untuk menurunkan skala nyeri yang di alami oleh

responden. Kompres hangat jahe merah dapat menurunkan nyeri artritis

rheumatoid karena kandungan air dan minyak yang tidak menguap pada jahe

berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin

menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi

perifer, oleoresin pada jahe memiliki potensi antiinflamasi dan antioksidan

yang kuat (Masyhurrosyidi, 2014).

Sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan Wilda & Panorama

(2020) menunjukkan bahwa dari 15 responden lansia sebagian kecil memiliki

nyeri prestest level 5 dengan nilai rata-rata sebesar 7,4 kemudian setelah

diterpakannya kompres hangat rebusan jahe pada 15 responden mengalami

perubahan nyeri posttest sebagian kecil menjadi level 2 dengan nilai rata-rata

2,2. Ditunjukkan pula sebagian kecil responden memiliki nyeri prestest 7

kemudian mengalami perubahan nyeri posttest menjadi 2 yaitu sebanyak 3

responden (20,0%). Menurut Padila (2013) kompres hangat yang digunakan

berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah,

mengurangi kekakuan, dan menghilangkan sensasi rasa sakit. Untuk

mendapatkan hasil yang terbaik, terapi kompres hangat dilakukan selama 20

menit dengan 1 kali pemberian dan pengukuran intensitas nyeri dilakukan dari

menit ke 15-20 selama tindakan. Sedangkan menurut Samsudin (2016),

pemanfaatan jahe dengan teknik kompres panas basah selama 15-20 menit
cukup efektif untuk mengatasi nyeri. Jahe mengandung Olerasin atau Zingerol

yang dapat menghambat sintesis prostaglandin, sehingga nyeri reda atau

radang berkurang. Prostaglandin itu sendiri adalah suatu senyawa dalam tubuh

yang merupakan mediator nyeri dari radang atau inflamasi. Hal ini didukung

oleh hasil penelitian Prihandhani (2016) yang menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan dari kompres hangat dengan rebusan air jahe

terhadap penurunan nyeri pada kasus osteoartritis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Merliana, Daeli &

Sitanggang (2019) menunjukan bahwa tingkat nyeri sebelum diberikan

intervensi kompres air hangat yakni (4 - 6) atau nyeri sedang berjumlah 8

(38,1%) dan (7 - 9) atau nyeri berat terkontrol berjumlah 13 responden

(61,9%). Sebelum diberikan kompres jahe merah didapatkan hasil bahwa (4 -

6) atau nyeri sedang berjumlah 9 (42,9%) dan (7 - 9) atau nyeri berat

terkontrol berjumlah 12 responden (57,1%). Tingkat nyeri sesudah diberikan

intervensi kompres air hangat yakni (1 - 3) atau nyeri ringan berjumlah 15

responden (71,4%) dan (0) atau tidak nyeri berjumlah 6 responden (28,6%).

Setelah diberikan kompres jahe merah didapatkan hasil sebanyak (1 - 3) atau

nyeri ringan berjumlah 13 responden (61,9%) dan (0) atau tidak nyeri

berjumlah 8 responden (38,1%). Penelitian Selawati (2016) dengan judul

kompres hangat jahe atau tanpa jahe menurunkan nyeri sendi lanjut usia.

Peneliti mendapatkan hasil bahwa kompres hangat tanpa tambahan jahe

dievaluasi dan tingkat nyeri yang dihasilkan mengalami penurunan, sebelum

dilakukan tindakan tingkat nyeri (4-7) setelah diberikan tindakan menurun


pada tingkat (3) sehingga menunjukan penurunan tingkat nyeri gout setelah

dilakukan tindakan kompres hangat tanpa jahe. Menurut teori Koizier (2009)

bahwa kompres merupakan salah satu upaya dalam mengatasi fisik dengan

cara membokir rasa sakit, kompres air hangat dianjurkan karena dapat

meredakan nyeri.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Selawati, Darwati &

Nugraha (2016) menunjukan bahwa pemberian kompres hangat tanpa

tambahan bahan dapat menurunkan nyeri sendi lutut pada lansia, karena pada

proses pemberian kompres air hangat pada lutut atau bagian kaki dapat

mempercepat proses vasodilasi pada aliran darah sehingga rasa nyeri atau

kram pada bagian tubuh khususnya pada kaki (lutut) akan berkurang. Untuk

itu, pemberian kompres lebih efektif menggunakan air hangat dibanding air

biasa (dingin). Maka dari itu, dalam penelitian ini dilihat dari nilai rata-rata

penurunan skala nyeri rentang skala nyeri sebelum dan setelah diberikan

kompres hangat tambahan bahan dari skala nyeri 4,90 menjadi 3,15 dan

pemberian kompres hangat rebusan jahe dari skala nyeri 5,15 menjadi 3,25.

Sehingga, kompres hangat rebusan jahe lebih bermanfaaat dalam menurunkan

nyeri sendi lutut pada lansia. Pemberian kompres hangat tanpa tambahan

bahan dapat menurunkan nyeri sendi lutut pada lansia, mengurangi penekanan

(kompresi) dan nyeri pada sendi, melemaskan otot, dan melenturkan jaringan

ikat (Junaidi, 2006), tetapi kompres hangat rebusan jahe fungsinya selain

sebagai penurun nyeri juga bisa digunakan sebagai antiinflamasi dan

antioksidan (Swarbrick & Boylan, 2002). Keutamaan yang ada dalam


kandungan rizoma jahe segar dan zat aktifnya dari oleoresin yang terdiri dari

gingerol, songaol, dan zingeberence yang merupakan homolog dari fenol

melalui proses pemanasan. Degradasi panas dari gingerol menjadi gingerone,

shogaol, dan kandungan lain terbentuk dengan pemanasan rimpang kering dan

segar pada suhu pelarut air 100oC. Dalam hal ini, kedua intervensi kompres

hangat ini bisa diaplikasikan untuk menurunkan nyeri sendi lutut pada lansia

dan kedua intervensi ini sama-sama bisa menurunkan nyeri sendi. Namun,

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bisa dengan menggunakan kompres

hangat rebusan jahe.

Berdasarkan analisis dari beberapa jurnal diatas, maka peneliti

menyimpulkan bahwa dari 3 penelitian pemberian kompres hangat rebusan

jahe dapat menurunkan nyeri sendi, meskipun dilakukan dengan metode

penelitian yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan rebusan jahe bersifat

analgetik sehingga mampu untuk menurunkan tingkat nyeri sendi.

Sedangakan dari 2 penelitian pemberian kompres hangat dapat menurunkan

nyeri sendi dikarenakan kompres hangat dapat mempercepat proses vasidilasi

pada aliran darah sehingga rasa nyeri atau kram pada bagian tubuh khususnya

pada kaki (lutut) akan berkurang. yang berarti kompres hangat tanpa

tambahan jahe lebih efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien gout

arthritis.

C. Hambatan

Hambatan yang dialami oleh peneliti dalam menyusun studi literatur ini

yaitu sulitnya proses pencarian jurnal yang berhubungan dengan judul studi
literatur nasional maupun internasional. Selain itu, jaringan internet yang

kurang memadai juga menjadi hambatan dalam penyusunan studi literatur ini.
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan 6 jurnal penelitian yang sudah direview oleh penulis, maka penulis

menyimpulkan bahwa kompres hangat rebusan jahe dapat menurunkan nyeri pada pasien

gout arthtritis, tetapi kompres hangat tanpa tambahan jahe lebih efektif dalam menurunkan

nyeri pada pasien gout arthritis dikarenakan kompres hangat dapat mempercepat proses

vasidilasi pada aliran darah sehingga rasa nyeri atau kram pada bagian tubuh khususnya pada

kaki (lutut) akan berkurang.

B. Saran

Berdasarkan hasil studi literatur peneliti mengharapkan peran perawat dan peneliti

selanjutnya agar dapat menerapkan intervensi pemberian kompres hangat rebusan jahe untuk

menurunkan nyeri pasien gout arthtritis.

Anda mungkin juga menyukai