Anda di halaman 1dari 4

- Budaya Jawa

Orang Jawa melihat sehat sebagai kondisi yang seimbang antara dunia fisik dan dunia
batin. Bahkan bagi orang Jawa, semua konsep sehat manusia itu berakar pada batin. Jika
batin berkehendak, maka raga/badan akan sehat juga. Sehat dalam konteks fisik berarti
“waras“. Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan sosialnya sehari–hari, misal ia
masih mampu bekerja di ladang atau sawah, dan selalu bergairah untuk bekerja. Maka itu
berarti ia juga memiliki gairah hidup yang tinggi. Hal inilah yang disebut sebagai sehat. Dan
bagi orang Jawa, ukuran sehat untuk anak-anak adalah apabila si anak tetap makan dengan
lahap dan selalu bergairah untuk bermain.

Dalam proses keperawatannya, orang Jawa memiliki seseorang yang menjadi


penyembuh atau staf kesehatan yang disebut sebagai dukun. Pengertian dukun bagi
masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam mengobati penyakit melalui “Japa
Mantera “, yakni doa yang diberikan oleh dukun kepada pasien. Ada beberapa kategori dukun
pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing–masing :

1. Dukun bayi: khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang berhubungan


dengan kesehatan bayi , dan orang yang hendak melahirkan.
2. Dukun pijat/tulang: menangani orang yang sakit terkilir, patah tulang, jatuh atau salah
urat.
3. Dukun klenik: menangani orang yang terkena guna-guna atau orang Jawa biasa
menyebutnya dengan “digawa uwong”.
4. Dukun mantra: menangani orang yang terkena penyakit karena kemasukan roh halus.
5. Dukun hewan: orang yang khusus mengobati hewan.

Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan,


artinyadikembalikan pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali . Misalnya orang
sakit masuk angin , penyembuhannya dengan cara “kerokan“ agar angin keluar kembali.
Begitu pula penyakit badan dingin atau disebut “ndrodok” (menggigil , kedinginan ) penyem
buhannya dengan minum jahe hangat atau melumuri tubuhnya
dengan air garam dandihangatkan dekat api. Di samping itu juga banyak pengobatan yang
dilakukan dengan pemberian ramuan atau “dijamoni“.Jamu adalah ramuan dari berbagai
macam tumbuhan atau dedaunan yang di paur , ditumbuk , setelah itu diminum atau
dioleskan pada bagian yangsakit. Di samping itu ada juga ramuan tumbuhan lain sebagai
pelengkap , misalnya kulit pohon randu yang sudah diberi mantera.
Pengobatan Ramuan Tradisional Jawa Orang Jawa percaya adanya unsur lain yang
mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh, misalnya dingin, panas, angin atau udara
lembab. Mereka menyebut penyakit biasa. Adapun penyembuhannya degan model
keseimbangan dan keselarasan, artinya dikembalikan pada keadaan semula atau sehat
kembali. Contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas dari tumbuhan
dan buah-buahan yang bersifat alami antara lain:

1. Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi.


2. Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara diparut, diperas dan airnya
diminum 2 kali sehari satu sendok makan, dapat ditambah sedikit gula batu dan dapat
juga digunakan sebagai penambah nafsu makan.
3. Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis B dan panas dalam.
4. Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi yakni dengan dikeringkan
terlebih dahulu lalu diseduh sepert teh dan diminum seperlunya.
5. Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan nyeri, peredam panas, dan penambah
nafsu makan.
6. Jagung muda (yang harus berupa curian = berhubungan dengan kepercayaan) berguna
untuk menyembuhkan penyakit cacar.
7. Daun sirih untuk membersihkan vagina dengan cara direbus dulu.
8. Lidah buaya untuk kesuburan rambut dengan cara dioleskan pada akar rambut.
9. Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal-gatal.
10. Mandi air garam untuk menghilangkan sawan.
11. Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza.
12. Jahe untuk menurunkan demam atau panas, biasanya dengan diseduh lalu diminum
ataupun dengan diparut dan ditempelkan di ibu jari kaki.
13. Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning yaitu dengan
cara 1 kelapa cukup untuk 1 hari, daging kelapa dapat dimakan sekaligus, tidak boleh
kelapa yang sudah tua.

 Buat yang orang dewasa/orang tua bisa dimasukin klo ga boleh ngadain hajatan pas
bulan suro' muharam, karena katanya bulan itu haram buat bersenang-senang. Ada yang
bilang mendatangkan malapetaka ada juga yg bilang sebgai bentuk penghormatan karena
pada bulan muharam/suro itu meninggal nya cucu nabi yg dipenggal kepalanya oleh
kaum kafir. Larangan menggelar hajatan di bulan suro itu kemungkinan berkaitan dengan
tragedy Karbala. Peristiwa itu menewaskan cucu kesayangan Nabi Muhammas SAW,
Husein bin Ali bin Abi Thalib. Husein meninggal dalam perang melawan tentara Yazid
bin Muawiyah dari dinasti Umayyah yang terjadi di dekat sungai Efrat, 10 Muharran 61
Hijriah atau 10 Oktober 680 Masehi.
 Anak perjaka atau laki-laki yang belum menikah tidak boleh menyantap makanan
dengan menyangga piring. Memegang piring dengan satu telapak tangan menjunjung
tinggi diyakini dapat membuat orang yang melakukannya kesulitan mendapatkan jodoh. 
 Larangan untuk tidur di bawah gunungan rumah atau wuwung secara langsung. Jika
dilanggar, disebutkan bahwa orang yang tidur di bawah wuwung akan mengigau. Tidur
juga tidak boleh dilakukan sore hari menjelang azan Magrib karena dikhawatirkan akan
membuat seseorang bermimpi buruk. 
 Selama berada di dalam rumah juga dilarang untuk bersiul, atau membuat bunyi-bunyian
dari mulut dengan meniup angin. Kegiatan tersebut dipercaya dapat mengundang setan.
Masyarakat adat Jawa juga melarang duduk di atas bantal karena dapat menyebabkan
tumbuh bisul atau disebut sebagai wudunen. 
 Dilarang memukul seseorang dengan menggunakan lidi. Hal itu dipercaya akan membuat
seseorang berkurang usianya. Selain beberapa aturan yang disebutkan tersebut, masih
banyak aturan lainnya yang diyakini oleh masyarakat adat Jawa. 
 Siapapun yang berkunjung ke pantai selatan dilarang menggunakan pakaian berwarna
hijau. Konon kabarnya, mereka yang nekad mengenakan pakaian hijau akan dibawa oleh
Ratu Pantai Selatan ke kerajaannya. Banyak orang yang masih percaya namun ada juga
yang menganggap itu tahayul. Ombak pantai selatan yang tinggi ditambah sikap kurang
hati-hati pengunjung dinilai sebagian orang sebagai alasan lebih rasional sebagai
penyebab banyaknya korban jiwa di pantai selatan.
 Kalau makan harus dihabiskan agar ayamnya tidak mati semua.Orang tua yang ingin
mendapatkan rezeki dari Tuhan untuk sesuap nasi tidak sekadar ditempuh dengan doa,
melainkan pula dengan bekerja keras. Karenanya orang tua akan selalu menyarankan
kepada anak-anaknya untuk menghabiskan makanannya. Bila makanan tersebut
dihabiskan, maka seorang anak dapat mensyukuri rezeki dari Tuhan yang diperoleh
orang tuannya dengan susah payah. Berdasarkan kajian ini dapat disimpulkan bahwa
seorang yang tidak dapat mensyukuri rahmat Tuhan justru akan dikurangi rezeki yang
diterimanya. Pengurangan rezeki karena tidak mensyukuri rahmat Tuhan tersebut
dilukiskan dengan "ayam yang akan mati bila tidak habis makanannya".
 Jangan membuang nasi sisa makan, karena kelak menyebabkan perseteruan di dalam
keluarga. Seorang anak yang makan hendaklah tidak lebih dan tidak kurang. Bila
berlebihan, maka akan ada sisa makanan yang dibuang. Itu artinya, akan terdapat sisa
rezeki yang dibuang. Jika itu terjadi, timbullah amarah orang tua kepada si anak. Karena
anak itu tidak menghargai rezeki yang diberikan Tuhan melalui kerja keras orang tuanya.

http://repository.akperykyjogja.ac.id/102/1/Buku%20Keperawatan%20Transkultural
%20Lengkap.pdf

https://jogja.suara.com/read/2021/04/06/140228/daftar-larangan-menurut-keyakinan-orang-
jawa-dan-alasannya-pernah-lakuin

https://www.solopos.com/kenapa-orang-jawa-dilarang-gelar-hajatan-di-bulan-suro-1381222
https://nasional.sindonews.com/berita/1019217/163/10-mitos-yang-masih-dipercaya-dan-
dipraktikkan?showpage=all
https://m.brilio.net/creator/5-pamali-dalam-masyarakat-jawa-beserta-arti-dan-kajian-
maknanya--b6c277.html
https://www.scribd.com/document/436917493/407771451-Makalah-Transkultural-Nursing-
Budaya-Jawa

Anda mungkin juga menyukai