Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

RAHASIA KEDOKTERAN

Pembimbing

Prof. Dr. H. Sudjari Solichin, dr., Sp.F (K)

Penyusun :

1. Eka Putra Dimas Anugerah 201704200234

2. Eldwin Laurenso Lomi 201704200235

3. Elizabeth Esterina Wiyanto 201704200236

4. Emanuel Christophorus Lienanto 201704200237

5. Endah Dita Wahyuni 201704200238

6. Enita Merry Whiwhin Yulianti 201704200239

7. Eric Romy Candra 201704200240

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. HANG TUAH

RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat-Nya sehingga referat

dengan judul “Rahasia Kedokteran” dapat diselesaikan. Pembuatan referat ini merupakan salah

satu tugas dalam menempuh masa dokter muda di Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK

Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya. Ucapan terima kasih karena bimbingan,

dukungan, dan bantuan dalam pembuatan makalah ini penulis sampaikan kepada:

1. dr. H. Edi Suyanto, Sp.F., SH, M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran dan

Medikolegal FK Universitas Airlangga.

2. Dr. dr. H. Ahmad Yudianto Sp.F, SH, M.Kes selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan

Medikolegal RSUD dr. Soetomo Surabaya.

3. dr. Nily Sulistyorini, Sp.F (K) selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda pada Instalasi

Kedokteran dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo Surabaya.

4. Prof. Dr. H. Sudjari Solichin, dr., Sp.F (K) selaku pembimbing penulisan referat dan Guru

Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga.

5. Prof. Dr. Med. H. M. Soekry Erfan Kusuma, dr., Sp.F (K), DFM selaku Guru Besar Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga.

6. Seluruh staf pengajar, PPDS-1 Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo

Surabaya pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo

Surabaya.

7. Rekan-rekan sejawat FK Universitas Airlangga, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas

Hang Tuah Surabaya dan Universitas Pattimura.


Besar harapan penulis agar makalah ini dapat memperluas wawasan dan menambah

pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal serta

pembaca pada umumnya

Surabaya, 11 Juli 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam
United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan
bahwa, “Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia dan
diperlakukan secara manusiawi, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan”. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan jasmani dan rohani kepada
dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada orang lain oleh dokter yang
merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang bekerja sama dengan dokter tersebut.

Perkembangan kehidupan dalam masyarakat akhir-akhir ini cenderung


membicarakan masalah dunia kedokteran. Bidang kedokteran sebagai profesi merupakan
suatu profesi kepercayaan dan dianggap sebagai profesi yang mulia. Oleh karena itu,
pekerjaan yang dilakukan oleh seorang dokter membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi
dan dapat berakibat fatal. Namun seorang dokter hanyalah manusia biasa yang tidak akan
mungkin luput dari kesalahan baik yang dilakukan dalam kehidupan sosialnya sebagai
anggota masyarakat, maupun dalam melakukan tugas profesinya sebagai seorang dokter
atau tenaga kesehatan. Kini profesi kedokteran mulai dimasuki oleh 1 unsur hukum di
dalamnya, mengingat karena kebutuhan yang mendesak akan adanya perlindungan hukum
untuk pasien yaitu mendapat penjelasan dan persetujuan merupakan hak pasien yang
dilindungi oleh undang-undang sebagaimana tercantum dalam pasal 45 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran,1 yang menyatakan bahwa“Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien dan diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap”.

Rahasia kedokteran atau rahasia medis, yang juga tercatat dalam rekam medis,
mungkin dalam sebagian besar masyarakat di indonesia tidak di persoalkan oleh karena
sepanjang kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diingikan telah di
penuhi maka hal yang lain tidak lagi menjadi persoalan. Namun demikian, hal ini
merupakan salah satu masalah yang terjadi pada dokter pada umumnya. Di satu sisi dokter
di haruskan menjaga rahasia pasiennya, disisi lain oleh karena faktor sosial budaya dimana
satu orang anggota keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu keluarga
keseluruhan, maka jika seorang anggota keluargasakit, akan juga menjadi persoalan bagi
seluruh keluarga, sehingga semua anggota keluarga, saudara-saudara bahkan tetangganya
pun dapat bertanya kepada dokter untuk mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien
tersebut. (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran)

Pada pasien yang di rawat jalan, penjelasan dokter kepada keluarga pasien
diperlukan agar dapat merawat pasien dirumah. Penjelasan diberikan denggan seizin pasien
dan dokter tetap memegang rahasia pasiennya. Pada pasien rawat inap, dokter dengan
seizin pasien boleh menjelaskan penyakit pasiennya kepada orang lain tanpa harus
mengobral informasi yang dimiliki. Dokter sebagai orang yang diberikan kepercayaan oleh
pasien harus menerangkan secara hati-hati. Namun, perlu ketegasan dalam penolakan
terhadap permintaan keluarga sehubungan dengan hal-hal yang menjadi rahasia pasien.
(Soetjiningsih, 2008, Modul Komunikasi Pasien ± Dokter, Jakarta, Hal. 70)

Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Pengurus Besar Ikantan Dokter
Indonesia Nomor 221 Tahun 2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
pada pasal 12 yang menyatakan bahwa, “Seorang dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, karena kepercayaan yang telah
diberikan kepadanya bahkan juga setelah pasien meninggal”. (Pasal 12 Surat Keputusan
Pengurus Besar Ikantan Dokter Indonesia Nomor 221 Tahun 2002 Tentang Penerapan
Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Sedangkan etika itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang
mengandung arti “yang baik, yang layak”. Ini merupakan norma-norma, nilai-nilai atau
pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada
masyarakat. Etika dapat digunakan dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. (Syahrul
Machmud, 2008, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang di Duga
Melakukan Medikal Malpraktek, Bandung, Hal. 135)

B. Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini
adalah:

1. Apa itu rahasia kedokteran?

2. Kepada siapa saja rahasia kedokteran dapat dibuka ?

3. Siapa saja yang harus memegang rahasia kedokteran ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan pengetahuan kepada klinisi dan masyarakat umum tentang

rahasia kedokteran.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan penjelasan mengenai rahasia kedokteran

b. Memberikan penjelasan kepada siapa saja rahasia kedokteran dapat

dibuka

c. Memberikan penjelasan tentang siapa saja yang harus memegang

rahasia kedokteran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Rahasia Kedokteran

Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang

diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang

menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup

maupun yang sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.10 tahun

1966 pasal 1, pasal 2, pasal 3.1

Dalam Permenkes RI No.36 Tahun 2012 pasal 1 dikatakan bahwa Rahasia Kedokteran

adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada

waktu menjalankan pekerjaan dan profesinya.2

Pengaturan rahasia kedokteran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam

perlindungan, penjagaan, dan penyimpanan rahasia kedokteran.2

B. Klasifikasi Rahasia Kedokteran

Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu: 1

1. Rahasia Pekerjaan

Rahasia pekerjaan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan

berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.

2. Rahasia Jabatan

Rahasia jabatan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan

berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri,
yang berbunyi: “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut

perintah harus saya rahasiakan”.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2012 Pasal 16 tentang Rahasia

Jabatan bahwa Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.3

Rahasia kedokteran juga mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya mencakup

segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaan atau keilmuannya mengenai hal-hal yang

diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus

untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa

permintaan khusus). Termasuk dalam hal ini adalah segala fakta yang didapatkan dari

pemeriksaan penderita, interpretasi untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan,

dari anamnesa dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran. 1

C. Pihak yang Wajib Menyimpan Rahasia Kedokteran

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib Simpan

Rahasia Kedokteran Pasal 3, yang diwajbkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga

kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,

pengobatan dan/ atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.1

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal

2, tenaga kesehatan terdiri dari :

1. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi

2. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan

3. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker


4. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomology

kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan

dan sanitarian

5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien

6. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara

7. Tenaga keteknisian medis, meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi teknisi

elektromedis analis kesehatan, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik

prostetik, teknisi transfuse dan perekam medis

Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran sudah

dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap dianut dan menjadi

dasar kode etik kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan

kondisi masing-masing negara.1

Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala

pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu harus

kita sadari bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau

sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah

atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia

kedokteran tersebut. 1

Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah dokter

yang berbunyi : “saya bersumpah/ berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang

saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”. 1
D. Kapan Rahasia Kedokteran Dapat Dibuka

Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan di kalangan

kedokteran, yaitu: 1

a. Pendirian yang mutlak

Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia jabatan

atau pekerjaan harus dipegang teguh tanpa ada alternatif lain, apapun konsekuensinya.

Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa ada kepentingan lain yang lebih utama.

Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup mulut. Pengikut aliran ini

yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837 – 1906), ia adalah seorang dokter Perancis

yang kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris (1879).

b. Pendirian yang nisbi atau relatif

Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang terbanyak diikuti dan

dapat dikatakan diikuti oleh umum. Tetapi hal ini tidak berarti penerapannya dalam

praktek dan persesuaian pendapat, karena teori ini dalam praktek sering sekali

mendatangkan konflik moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks.

Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan mana yang

lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya yang berarti membuka

rahasia atau pekerjaannya ataukah ia akan menyimpan rahasia yang lebih diutamakan.

Dalam mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap persoalan

secara kasuistis.1

Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa yang harus

dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan kewajiban untuk menyimpan rahasia.


Sebab kalau ini yang menjadi pilihannya, ia harus sudah memperhitungkan risiko yang

mungkin dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena diadukannya ke

pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat dibukanya rahasia oleh dokter, bila

demikian halnya, supaya dokter siap menghadapinya dengan memberikan alasan-

alasannya yang dapat membenarkan perbuatannya atau yang dapat menghapuskannya.1

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pasal-pasal yang

mengatur hal-hal tersebut diatas, yaitu:

KUHP Pasal 48 “Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan karena

terdorong oleh daya paksa” 1

Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa mutlak,

melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan sebagai berikut: 1

a. Melindungi kepentingan umum

b. Melindungi kepentingan orang yang tidak bersalah

c. Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya

d. Melindungi dokter sendiri

KUHP Pasal 50 Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan kepentingan

undang-undang, tidak dipidana.

Ketentuan ini terutama berkaitan dengan kewajiban seorang dokter melaporkan

peristiwa kelahiran, kematian dan penyakit menular.

KUHP Pasal 51 tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan atau

menjalankan perintah jabatan yang diberikan pembesar yang berhak.


ketentuan ini menyangkut dokter militer dan dokter majelis penguji kesehatan,

misalnya: melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan anggota TNI.

E. Sanksi Dalam Rahasia Kedokteran

Seorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah mengetahui peraturan-

peraturan hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan ilmu kedokteran pada

umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi pembocoran rahasia

jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi-sanksi tersebut adalah: 1

A. Sanksi Pidana, diatur dalam UU No 29 Thn 2004 pasal 79: 6

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :

c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 51 huruf c yang berhubungan dengan rahasia kedokteran berbunyi “Dokter

atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban” :

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah

pasien itu meninggal dunia;

Selain itu dalam KUHP pasal 112 “Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan

surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus

dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukannya kepada


negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.”

KUHP pasal 322:

1. Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

2. Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu hanya dapat

dituntut atas pengaduan orang tersebut.

B. Sanksi Perdata, diatur dalam:

KUH Perdata pasal 1365

“Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi orang lain,

mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut”

KUH Perdata pasal 1366

Setiap orang bertangggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yamg disebabkan karena kelalaian atau kurang

hati-hatinya”.

KUH Perdata pasal 1367

“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang

yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena perbuatan orang-orang yang berada

di bawah pengawasannya”.
C. Sanksi Administratif:

Diatur dalam Permenkes No.36 tahun 2012 pasal 15:2

(1) Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Dinas Kesehatan Provinsi,

Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan organisasi profesi terkait membina dan

mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi dan tugas

masing-masing.

(2) Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri, Ketua Konsil

Kedokteran Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan

kewenangan masing-masing.

(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa teguran

lisan, teguran tertulis, atau pencabutan surat tanda registrasi, izin praktik tenaga

kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan.

Selain itu diatur pula dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1963 pasal 11 yang

bunyinya sebagai berikut:

“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan perundang-

undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan

administratif dalam hal sebagai berikut:

a. Melalaikan kewajiban.

b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang tenaga

kesehatan, baik mengingat sumpah jabatnnya ataupun sebagai tenaga kesehatan.

c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan.


D. Sanksi Sosial

Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. Contohnya: masyarakat

enggan berobat ke dokter tersebut. Dari pasal-pasal tersebut di atas jelas bahwa si

pelanggar dapat dipidana penjara atau denda kepada negara berdasarkan pasal 322

KUHP, juga dapat diwajibkan membayar kerugian berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata.

F. Hak undur diri dokter

Hak ini dapat dipakai oleh seorang dokter apabila dia diminta untuk memberikan

kesaksian di pengadilan yang menyangkut rahasia kedokteran.1

Menurut hukum, maka setiap warganegara dapat dipanggil oleh pengadilan untuk

didengar kesaksiannya, selain itu seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil

sebagai saksi ahli. 1

Seorang dokter sebagai saksi atau ahli mungkin sekali diharuskan memberikan

keterangan tentang seseorang (misalnya terdakwa) yang sebelumnya telah menjadi penderita

yang ditanganinya. Ini seolah-olah dokter tersebut diharuskan melanggar rahasia

kedokterannya. Kejadian yang bertentangan ini dapat dihindarkan karena adanya hak kuat

undur diri, dimana seorang dokter mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan: 1

Pasal 120 KUHAP:

1) Dalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang yang memiliki

keahlian khusus

2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa

ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya,


kecuali disebabkan harkat dan martabat pekerjaan jabatannya yang mewajibkan ia

menyimpan rahasia, dapat menolak untuk memberiikan keterangan yang diminta.

Pasal 170 KUHAP:

1) Mereka yang pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan

rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai

saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya.

2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan manusia

tersebut.

Jadi, pasal-pasal tersebut di atas dapat dipakai oleh dokter jika diminta sebagai saksi,

ahli, atau saksi ahli pada sidang pengadilan, dimana keterangan-keterangan yang diminta

itu menurut pendapatnya adalah rahasia yang dipercayakan kepadanya oleh pasien. 1

Anda mungkin juga menyukai