RAHASIA KEDOKTERAN
Pembimbing
Penyusun :
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat-Nya sehingga referat
dengan judul “Rahasia Kedokteran” dapat diselesaikan. Pembuatan referat ini merupakan salah
satu tugas dalam menempuh masa dokter muda di Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK
Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya. Ucapan terima kasih karena bimbingan,
dukungan, dan bantuan dalam pembuatan makalah ini penulis sampaikan kepada:
1. dr. H. Edi Suyanto, Sp.F., SH, M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran dan
2. Dr. dr. H. Ahmad Yudianto Sp.F, SH, M.Kes selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan
3. dr. Nily Sulistyorini, Sp.F (K) selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda pada Instalasi
4. Prof. Dr. H. Sudjari Solichin, dr., Sp.F (K) selaku pembimbing penulisan referat dan Guru
5. Prof. Dr. Med. H. M. Soekry Erfan Kusuma, dr., Sp.F (K), DFM selaku Guru Besar Ilmu
6. Seluruh staf pengajar, PPDS-1 Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo
Surabaya pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo
Surabaya.
pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal serta
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam
United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan
bahwa, “Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia dan
diperlakukan secara manusiawi, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan”. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan jasmani dan rohani kepada
dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada orang lain oleh dokter yang
merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang bekerja sama dengan dokter tersebut.
Rahasia kedokteran atau rahasia medis, yang juga tercatat dalam rekam medis,
mungkin dalam sebagian besar masyarakat di indonesia tidak di persoalkan oleh karena
sepanjang kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diingikan telah di
penuhi maka hal yang lain tidak lagi menjadi persoalan. Namun demikian, hal ini
merupakan salah satu masalah yang terjadi pada dokter pada umumnya. Di satu sisi dokter
di haruskan menjaga rahasia pasiennya, disisi lain oleh karena faktor sosial budaya dimana
satu orang anggota keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu keluarga
keseluruhan, maka jika seorang anggota keluargasakit, akan juga menjadi persoalan bagi
seluruh keluarga, sehingga semua anggota keluarga, saudara-saudara bahkan tetangganya
pun dapat bertanya kepada dokter untuk mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien
tersebut. (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran)
Pada pasien yang di rawat jalan, penjelasan dokter kepada keluarga pasien
diperlukan agar dapat merawat pasien dirumah. Penjelasan diberikan denggan seizin pasien
dan dokter tetap memegang rahasia pasiennya. Pada pasien rawat inap, dokter dengan
seizin pasien boleh menjelaskan penyakit pasiennya kepada orang lain tanpa harus
mengobral informasi yang dimiliki. Dokter sebagai orang yang diberikan kepercayaan oleh
pasien harus menerangkan secara hati-hati. Namun, perlu ketegasan dalam penolakan
terhadap permintaan keluarga sehubungan dengan hal-hal yang menjadi rahasia pasien.
(Soetjiningsih, 2008, Modul Komunikasi Pasien ± Dokter, Jakarta, Hal. 70)
Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Pengurus Besar Ikantan Dokter
Indonesia Nomor 221 Tahun 2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
pada pasal 12 yang menyatakan bahwa, “Seorang dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, karena kepercayaan yang telah
diberikan kepadanya bahkan juga setelah pasien meninggal”. (Pasal 12 Surat Keputusan
Pengurus Besar Ikantan Dokter Indonesia Nomor 221 Tahun 2002 Tentang Penerapan
Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Sedangkan etika itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang
mengandung arti “yang baik, yang layak”. Ini merupakan norma-norma, nilai-nilai atau
pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada
masyarakat. Etika dapat digunakan dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. (Syahrul
Machmud, 2008, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang di Duga
Melakukan Medikal Malpraktek, Bandung, Hal. 135)
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini
adalah:
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
rahasia kedokteran.
2. Tujuan Khusus
dibuka
rahasia kedokteran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang
diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang
menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.10 tahun
Dalam Permenkes RI No.36 Tahun 2012 pasal 1 dikatakan bahwa Rahasia Kedokteran
adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada
1. Rahasia Pekerjaan
Rahasia pekerjaan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.
2. Rahasia Jabatan
Rahasia jabatan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri,
yang berbunyi: “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2012 Pasal 16 tentang Rahasia
Jabatan bahwa Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.3
Rahasia kedokteran juga mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya mencakup
segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaan atau keilmuannya mengenai hal-hal yang
diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus
untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa
permintaan khusus). Termasuk dalam hal ini adalah segala fakta yang didapatkan dari
Rahasia Kedokteran Pasal 3, yang diwajbkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga
pengobatan dan/ atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.1
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal
dan sanitarian
Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran sudah
dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap dianut dan menjadi
dasar kode etik kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan
Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala
pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu harus
kita sadari bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau
sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah
atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia
kedokteran tersebut. 1
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah dokter
yang berbunyi : “saya bersumpah/ berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang
saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”. 1
D. Kapan Rahasia Kedokteran Dapat Dibuka
Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan di kalangan
kedokteran, yaitu: 1
Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia jabatan
atau pekerjaan harus dipegang teguh tanpa ada alternatif lain, apapun konsekuensinya.
Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa ada kepentingan lain yang lebih utama.
Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup mulut. Pengikut aliran ini
yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837 – 1906), ia adalah seorang dokter Perancis
yang kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris (1879).
Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang terbanyak diikuti dan
dapat dikatakan diikuti oleh umum. Tetapi hal ini tidak berarti penerapannya dalam
praktek dan persesuaian pendapat, karena teori ini dalam praktek sering sekali
mendatangkan konflik moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks.
lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya yang berarti membuka
rahasia atau pekerjaannya ataukah ia akan menyimpan rahasia yang lebih diutamakan.
Dalam mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap persoalan
secara kasuistis.1
Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa yang harus
mungkin dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena diadukannya ke
pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat dibukanya rahasia oleh dokter, bila
Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa mutlak,
melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan sebagai berikut: 1
peraturan hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan ilmu kedokteran pada
umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi pembocoran rahasia
jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
Selain itu dalam KUHP pasal 112 “Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan
1. Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2. Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu hanya dapat
“Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi orang lain,
kerugian tersebut”
Setiap orang bertangggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yamg disebabkan karena kelalaian atau kurang
hati-hatinya”.
“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang
yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena perbuatan orang-orang yang berada
di bawah pengawasannya”.
C. Sanksi Administratif:
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan organisasi profesi terkait membina dan
mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi dan tugas
masing-masing.
(2) Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri, Ketua Konsil
kewenangan masing-masing.
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa teguran
lisan, teguran tertulis, atau pencabutan surat tanda registrasi, izin praktik tenaga
Selain itu diatur pula dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1963 pasal 11 yang
undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan
a. Melalaikan kewajiban.
b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang tenaga
Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. Contohnya: masyarakat
enggan berobat ke dokter tersebut. Dari pasal-pasal tersebut di atas jelas bahwa si
pelanggar dapat dipidana penjara atau denda kepada negara berdasarkan pasal 322
KUHP, juga dapat diwajibkan membayar kerugian berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata.
Hak ini dapat dipakai oleh seorang dokter apabila dia diminta untuk memberikan
Menurut hukum, maka setiap warganegara dapat dipanggil oleh pengadilan untuk
didengar kesaksiannya, selain itu seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil
Seorang dokter sebagai saksi atau ahli mungkin sekali diharuskan memberikan
keterangan tentang seseorang (misalnya terdakwa) yang sebelumnya telah menjadi penderita
kedokterannya. Kejadian yang bertentangan ini dapat dihindarkan karena adanya hak kuat
1) Dalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa
rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan manusia
tersebut.
Jadi, pasal-pasal tersebut di atas dapat dipakai oleh dokter jika diminta sebagai saksi,
ahli, atau saksi ahli pada sidang pengadilan, dimana keterangan-keterangan yang diminta
itu menurut pendapatnya adalah rahasia yang dipercayakan kepadanya oleh pasien. 1