Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ILMU PENYAKIT DALAM


EFUSI PLEURA

Pembimbing :
dr. Hendrata, Sp.Pd

Penyusun :
Azrul Hildan Safrizal 20170400208
Bagus Arizona Putra 20170400209
Bagus Eko Andreanto 20170400210

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


UNIVERSITAS HANG TUAH
RSAL DR. RAMELAN
SURABAYA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.
Efusipleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tand
a suatu penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga
pleura, makakapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga meny
ebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkaninsufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gan
gguan pada jantung dan sirkulasi darah
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri,
sementara dinegara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia,
lazim diakibatkan olehinfeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan
merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan
pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru
dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang
dapatdijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer
atau metastatik.Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker
payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi
pleuraini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan
terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis
berkeinginanmenyajikan informasi mengenai efusi pleura agar dapat
menjadi bahan masukankepada diri penulis dan kita semua dapat
mendiagnosis serta memberikan terapiyang tepat pada penderita efusi
pleura.
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga


pleura. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan
ataupun berkurangnya absorbsi. Dalam keadaan normal, rongga pleura
hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk
lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama
sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu
pernafasan.

Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang


paling sering. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang
mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat
mengandung darah dan purulen. Transudat terjadi jika faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural
terganggu, biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau
onkotik. Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal
ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat biasanya terjadi akibat
inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan
pleural. Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis.
Pada keadaan ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat
antara 5.000-10.000 mm. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan
pneumonia. Faktor resiko efusi pleura bermacam-macam mulai dari
kardiopulmoner, inflamasi, hingga keganasan yang harus segera
dievaluasi dan diterapi.
2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.
Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap
1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Secara keseluruhan,
insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat
perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya
dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus
efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura
maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan
ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan
dengan sistemic lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering
dijumpai pada wanita. Di Amerika Serikat, efusi pleura yang
berhubungan dengan mesotelioma maligna lebih tinggi pada pria. Hal
ini mungkin disebabkan oleh tingginya paparan terhadap asbestos.

Efusi pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis insidensinya


lebih tinggi pada pria dimana alkoholisme merupakan etiologi utamanya.
Efusi rheumatoid juga ditemukan lebih banyak pada pria daripada
wanita. Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Namun
demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada anak-
anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia.

2.3 Klasifikasi Efusi Pleura

Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :

a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan


pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan
sering hemoragik.

b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.

c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan


berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak)
d. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna
karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan
berbentuk empiema akut atau kronik. Berdasarkan jenis cairan yang
terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :

1. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit adalah


transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh
pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)

2. Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran


kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein transudat.
Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya
peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari
saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru,
karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE
(Sistemic Lupus Eritematosus).

Perbedaan antara transudat dan eksudat :

Pembeda Transudat Eksudat

Rivalta - +

Berat jenis < 1.016 > 1.016

Protein < 3 g/100 cc > 3 g/100 cc

Rasio protein cairan < 0,5 > 0,5


pleura : protein serum

LDH (Lactic < 200 IU > 200 IU


dehidrogenase)

Rasio LDH cairan pleura < 0,6 > 0,6


: LDH serum

Leukosit < 1000/mm > 1000/mm

2.4 Etiologi

Efusi Pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi,


tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit Iain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi Pleura disebabkan
oleh 2 faktor yaitu:

 Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara


Iain: Tuberculosis, Pnemonitis, Abses paru, Abses subfrenik. Macam-
macam penyakit infeksi Iain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara Iain:

1. Pleuritis karena Virus dan Mikoplasma

Efusi Pleura karena Virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-
jenis virusnya adalah : Echo Virus, Coxsackie Virus, Chlamidia,
Rickettsia, dan Mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit antara 100 – 6000 per cc.

2. Pleuritis karena Bakteri Piogenik

Permukaan Pleura dapat ditempeli Oleh bakteri yang berasal dari


jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang
yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.

Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus


aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.

Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.

3. Pleuritis Tuberkulosa

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.


Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru
melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis.
Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. Mula-mula yang dominan
adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan efusi
sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.

4. Pleuritis karena Fungi


Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis
adalah : aktinomikosis, koksidiodomikosis, aspergillus, kriptokokus,
histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura
adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
5. Pleuritis karena Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah
amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus
diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena
parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di samping
ini dapat terjadi empiema karena karena amoeba yang cairannya
berwarna khas merah coklat. Parasit masuk ke rongga pleura secara
migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan dinding
abses amoeba pada hati ke arah rongga pleura.

 Non Infeksi

Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi


pleura antara Iain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca
mediastinum, tumor ovarium, gagal jantung, perikarditis konstruktif,
gagal hati, gagal ginjal. Adapun penyakit non infeksi Iain yang dapat
menyebabkan efusi pleura antara Iain:

a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi

 Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab Iainnya dalah perikarditis dan
sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya
peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal
akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah sub pleura
dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga
filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.

 Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.
Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis,
sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan
memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah).
Di samping itu permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura
akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Cairan efusi
biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan biasanya
sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya.
Pada efusi pleura dengan infark paru jumlah cairan efusinya lebih
banyak dan waktu penyembuhannya juga lebih lama.

 Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti
sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotik protein
cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotik darah. Efusi yang
terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma

Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang


pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling
banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah
adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat
walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Terdapat beberapa teori
tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
- Menumpuknya tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura
terhadap air dan protein
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain

 Trauma
yaitu trauma tumpul, laserasi, Iuka tusuk pada dada, rupture
esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat pada
saat tindakan esofagoskopi.
 Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang
terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).
Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi
diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan
permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian
besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas
seperti sesak nafas, sakit dada, atau batuk.
 Mixedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-
sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan
konsentrasi tinggi.
 Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan
dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada
beberapa pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuningan.
 Reaksi Hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-
kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura
berupa radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi
pleura.
 Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostik secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis
cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan
diagnostik yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam efusi
pleura idiopatik.

d. Efusi pleura karena kelainan intra-abdominal

Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik,
abses ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada
pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena
berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pankreas ke rongga
pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat
serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga
sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti
splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pasca operasi
atelektasis.

 Sirosis Hati
Efusi Pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi
Pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat
kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat
hubungan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen
melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
 Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium
(jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis
terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul. Bila tumor
ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera
hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat
cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
 Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis
peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral.
Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.

2.5 Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh


penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan
dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala.
Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang
mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak
sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suara
egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi
tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang
signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea
mungkin saja tidak ditemukan.

2.6 Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam


rongga pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan
pleura parietalis yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam
keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran
limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan
kecepatan pembentukannya. Gangguan yang menyangkut proses
penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan
pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam
rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi
pleura, yaitu:
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada
sirkulasi kapiler

2. Penurunan tekanan kavum pleura

3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari


rongga pleura
Hambatan Tekanan osmotik
Infeksi
drainase limfatik koloid plasma

Peradangan Tekanan kapiler Transudasi cairan


permukaan pleura paru meningkat intravaskuler

Permeabilitas
Tekanan hidrostatik Edema
vaskular

Transudasi Cavum pleura

Efusi pleura

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan


oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan
terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini
mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya
alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam
rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau
alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien
emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialisis peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan. Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumothoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis
dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Penting untuk
menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif.

2.7 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:


1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar,
pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum
terdorong ke arah kontralateral.
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Ellis damoisseux
4. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa


efusi pleura antara lain:
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor,
adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.

3. CT scan dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini
tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis.Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada
di bawah pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana
untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis
sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris
media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 — 1500 cc
pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme
sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya
tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran
darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal

5. Biopsi pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50 - 75% diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi
biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.

6. Analisa cairan pleura


Warna cairan
Biokimia
Sitologi
Bakteriologi

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada
kasuskasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan
lain-lain

8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru.

9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)


Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding
dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan
dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias
melihat kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang lentur
dilakukan beberapa biopsy.
2.9 Penatalaksanaan

Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura


haemorrhagic) Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu
dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya
banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka
perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah
jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis
biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini
juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang
harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui
dinding dada. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan
pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di
dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan
sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang
yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong
lapisan terluar dari pleura (dekortikasi). Pada tuberkulosis atau
koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik jangka panjang.
Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura sulit untuk diobati karena
cairan cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat. Pengaliran
cairan dan pemberian obat anti tumor kadang mencegah terjadinya
pengumpulan cairan lebih lanjut. Jika pengumpulan cairan terus berlanjut,
bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan dibuang melalui
sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk
doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan
kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat
pengumpulan cairan tambahan. Jika darah memasuki rongga pleura
biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa
juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka
perlu dilakukan tindakan pembedahan.
1. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapeutik. Torakosentesis
dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita datam posisi tidur terlentang
b) Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau
di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris
media di bawah batas suara sonor dan redup.
c) Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan
dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan
aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui
rendah sehingga mengenai diahfragma atau terlalu dalam sehingga
mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh
karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal
d) Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc
pada setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan
dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal,
berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi
e) Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah
(hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah
(empiema). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (cairan putih
jernih) atau eksudat (cairan kekuningan).

Indikasi pungsi pleura

 Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat
dalam dada.

 Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan,


karena dapat menekan vena cava superior.
 Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).

2. Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
a) Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9
linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea
medioklavikuralis.
b) Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
c) Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d) Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
e) Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi
selang toraks.
f) Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
g) Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar
udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
h) WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru
mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
i) Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100 ml dan
jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi
maksimum.

Indikasi pemasangan WSD :


 Hemotoraks, efusi pleura
 Pneumotoraks ( > 25 % )
 Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
 Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator kontra indikasi
pemasangan
 Infeksi pada tempat pemasangan
 Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

3. Pleurodesis
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura dengan keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard,
5 fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal tiotepa 45 mg)
diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu Pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan dalam rongga tersebut.

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Meskipun demikian,


perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur pada
pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat
optimal dari tindakan yang dilakukan. Kontraindikasi relatif pleurodesis
meliputi:
a) Pasien dengan perkiraan survival rate < 3 bulan
b) Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura
c) Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan terapi sistemik
(kanker mammae, dll)
d) Pasien yang menolak dirawat di rumah sakit atau keberatan terhadap
rasa tidak nyaman di dada karena selang torakostomi
e) Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempurna setelah
pengeluaran semua cairan pleura

4. Chest Tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang
selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat
tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan
sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml
lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan
distress pada pasien dan disamping itu dapat timbul edema paru.

Indikasi penggunaan chest tube


 Kolaps paru (pneumotoraks)
ini terjadi ketika udara telah terbangun di daerah sekitar paru-paru (ruang
pleura) akibat kebocoran di paru-paru. Kebocoran ini bisa jadi akibat
penyakit paru-paru. Hal itu juga bisa terjadi sebagai komplikasi prosedur
medis tertentu. Chest tube sering dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
dari sekitar paru. Kegagalan untuk mengeluarkan udara semacam itu bisa
mengancam nyawa. Melepaskan udara memungkinkan paru-paru untuk
kembali berekspansi dan menutup kebocoran.
 Infeksi
Jika cairan di sekitar paru-paru terinfeksi mungkin perlu memasukkan chest
tube untuk mengeluarkan cairan. Cairan yang keluar kadang membantu
membersihkan infeksi lebih cepat. Kultur juga dapat dilakukan pada cairan
untuk mencoba mencari tahu jenis infeksi apa yang ada.

 Kanker
Beberapa kanker menyebar ke paru-paru atau pleura. Hal ini dapat
menyebabkan sejumlah besar cairan terbentuk di sekitar paru-paru.
Dokter biasanya mengeluarkan cairan dengan jarum. Jika cairan terus
masuk, mungkin perlu memasukkan Chest tube untuk pertama kali
mengeuarkan cairan, dan kemudian mengirimkan obat-obatan khusus
ke dalam dada yang mengurangi kemungkinan terjadinya penumpukan
cairan lagi.
 Kenyamanan (comfort)
Penumpukan cairan atau udara di dada yang besar bisa membuat sulit
bernafas. Melepaskan sebagian cairan atau udara dapat mengurangi
ketidaknyamanan dan memudahkan pasien bernafas.
2.10 Prognosis

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi


yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis
dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi
dari pada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. Efusi
pada keganasan memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup
kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap
kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara memiliki
kelangsungan hidup lebih lama, dibandingkan dengan mereka dari
kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi parapneumonic, ketika
diagnosis dan diobati segera biasanya dapat di sembuhkan tanpa
gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak
terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan
fibrosis konstriktif.
BAB 3
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga
pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-
paru dan dinding dada, diantara permukaan visceral dan parietal. Dalam
keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan
sebanyak 10 – 20 mL yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis
dan visceralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara
permukaan kedua pleura pada saat bernafas. Jenis cairan lainnya yang
bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti
susu, dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan
merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda dari suatu
penyakit.
Gejala klinis yang paling sering ditemukan adalah sesak, berupa rasa
penuh dalam dada atau dispneu. Penegakan diagnosa melalui
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa foto thorax, punksi
pleura, biopsy, dan lain-lain. Terapi dari efusi pleura bergantung dari jenis
penyakit yang menyertai penderita. Penatalaksanaan yang paling sering
dilakukan pada efusi pleura antara lain: Torakosentesis, Pemasangan
WSD, Pleurodesis, Chest Tube dimana dalam penggunaannya perlu
memperhatikan kontraindikasi dan syarat-syarat penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI

Emedicine.medscape.com/article/299959-overview

Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf

Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar


Lampung

Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI

Hanley, M. E. & Welsh, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in


pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies

Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS.


Jakarta : 2008

Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine W,


et al. Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.
6. Jilid 2. Kedokteran EGC ; Jakarta: 2005

Maryani. 2008. Efusi Pleura Diakses dari


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf

Rofiq. A. 2008.Thorax. http://www.efusipleura/080308/thorax/weblog.htm.

Rubins J. 2012. Pleural effusion. Medscape reference. Tersedia pada :


http://emedicine.medscape.com/article/299959

Slamet H. Efusi Pleura. Dalam : Alsagaff H, Abdul Mukty H, Dasar-Dasar


llmu Penyakit Paru. Airlangga University Press ; Surabaya : 2002.

Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah,. Brunner


and Suddarth's. Ed8. vol.1, Jakarta, EGC, 2002

Sudoyo AW. Kelainan Paru. Dalam: Halim H. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit


Dalam .Vol 2. Balai Penerbit FK UI ; Jakarta : 2005

Anda mungkin juga menyukai