Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP HERNIA


NUKLEUS PULPOSUS

Pembimbing :
Letnan Kolonel Laut (K/W) dr. A. Rofiq M.kes

Penyusun :
Eric Romy Candra (2017.04.2.00240)
Febriana Isnaini (2017.04.2.00246)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA


LEMBAGA KESEHATAN KELAUTAN TNI ANGKATAN LAUT
RSAL DR. RAMELAN SURABAYA
Drs. Med. R. Rijadi S., Phys.
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT
ILMU KESEHATAN KELAUTAN

Case Report “Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap Hernia


Nukleous Pulposus” ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu
tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan di bagian Lembaga
Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut Drs. Med. R. Rijadi S., Phys.

Surabaya, 16 November 2018


Mengesahkan,
Dosen Pembimbing

Letnan Kolonel Laut (K/W) dr. A. Rofiq M.kes

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan


anugerahNya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas case report
tentang “Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap Hernia Nukleous
Pulposus” dengan lancar Alhamdulillah. Case report ini disusun sebagai
salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut Drs. Med. R. Rijadi S.,
Phys., dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan case report ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Letnan Kolonel (K/W) dr. A. Rofiq, M.Kes
2. Para dokter di bagian Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan
Laut Drs. Med. R. Rijadi S., Phys. Surabaya
3. Para perawat dan pegawai di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI
Angkatan Laut Drs. Med. R. Rijadi S., Phys. Surabaya
4. Teman-teman DM 42-H dan DM 42-I sebagai teman yang menjalani
stase lakesla bersama.
Dalam penulisan case report ini penulis menyadari adanya
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, sehingga
case report ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun diperlukan agar dapat menyempurnakan karya tulis ini di
masa yang akan datang.
Semoga case report ini dapat berguna bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.

Surabaya, 13 Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... 1

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 4

BAB 2 TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK ................................................... 6

1.1 Definisi .......................................................................................... 6


1.2 Prinsip Terapi Oksigen Hiperbarik ................................................ 7
1.3 Mekanisme Kerja Terapi Oksigen Hiperbarik................................ 7
1.4 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ............................................. 10
1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ................................... 11
1.6 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ........................................ 11
BAB 3 HERNIA NUKLEOUS PULPOSUM .............................................. 13

3.1 Definisi ........................................................................................ 13


3.2 Etiologi ........................................................................................ 13
3.3 Epidemiologi ............................................................................... 13
3.4 Faktor Risiko ............................................................................... 14
3.5 Patogenesis ................................................................................ 14
3.6 Patofisiologi ................................................................................ 15
3.7 Manifestasi Klinis ........................................................................ 15
3.8 Diagnosis .................................................................................... 16
3.9 Terapi.......................................................................................... 17
BAB 4 HUBUNGAN TOHB DENGAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS . 19

4.1 Kerangka Konseptual.................................................................. 19


4.2 Hubungan TOHB dengan Hernia Nukleus Pulposus .................. 20
BAB 5 ANAMNESIS................................................................................. 21

BAB 6 KESIMPULAN............................................................................... 24

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Terapi oksigen hiperbarik (OHB) adalah pemberian 100% oksigen


murni pada ruangan yang bertekanan lebih dari 1 atmosfir (Laihad,
Sudiana and S 2017). TOHB (Terapi Oksigen Hiperbarik) atau Hyperbaric
Oxygen Therapy atau terapi HBO (Hyperbaric Oxygen) merupakan cara
untuk meningkatkan kadar oksigen jaringan dengan jalan mengurangi
pembengkakan akibat vasokonstriksi pembuluh darah. Pada saat yang
bersamaan, TOHB juga meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
Oksigen tersebut diharapkan mampu menembus sampai ke jaringan
perifer yang kekurangan oksigen, sehingga suplai nutrisi dan oksigen
terpenuhi, sehingga jaringan luka dapat melakukan metabolisme dan
fungsinya (Zahroh 2013).
Terapi oksigen hiperbarik mempunyai 2 mekanisme utama, yaitu
hiperoksigenasi dan penurunan ukuran gelembung. Hiperoksigenasi
merupakan aplikasi hukum Henry dan hasil peningkatan oksigen terlarut
plasma berupa tekanan parsial oksigen arterial. Penurunan ukuran
gelembung merupakan aplikasi hukum Boyle bahwa volume gelembung
akan turun sebanding dengan meningkatnya tekanan; prinsip ini
digunakan pada tatalaksana gangguan dekompresi dan emboli gas arteri
(Irawan and Kartika 2016).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana
terjadi pengeluaran isi nucleus dari dalam discus intervertebralis (rupture
discus) sehingga nucleus dari diskus menonjol ke dalam cincin annulus
(cincin fibrosa sekitar discus) dan memberikan manifestasi kompresi saraf
(Helmi, 2014)
TOHB terbukti bermanfaat dalam memecahkan iskemia dan
hipoksia, mengurangi edema dan meningkatkan perfusi, mengurangi
terjadinya komplikasi dan infeksi, mempercepat pemulihan, mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan kualitas hidup. Terutama, digunakan sebagai

4
pengobatan adjuvan dari patologi autoimun, jaringan ikat, sakit kronis dan
infeksi tulang (Cannellotto dan Wood 2017).

5
BAB 2
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

1.1 Definisi
Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) adalah pengobatan di mana
pasien bernapas 100% oksigen saat berada di dalam ruang hiperbarik
yang bertekanan lebih dari permukaan laut (1 atmosfer absolut [ATA]).
Untuk efikasi klinis, Undersea and Hyperbaric Medical Society
menetapkan bahwa tekanan harus lebih besar dari atau sama dengan 1,4
ATA; dalam praktek klinis, tekanan yang diterapkan biasanya berkisar dari
2 hingga 3 ATA (Lam, et al. 2017).
Pengobatan diberikan dalam ruang multiplace (Gambar 2.1) atau
dalam ruang monoplace (Gambar 2.2). Dalam ruang monoplace, seorang
pasien tunggal menghirup oksigen murni terkompresi. Dalam ruang
multiplace, beberapa pasien terpapar udara bertekanan bersama-sama
sementara mereka masing-masing menghirup oksigen murni melalui
masker wajah, kap, atau endotracheal tube. Tergantung pada indikasi,
pasien dapat diobati hingga 3 sesi TOHB setiap hari. Dalam perawatan
luka, TOHB digunakan sebagai tambahan untuk perawatan luka standar,
dan protokol biasanya melibatkan perawatan TOHB 1,5 hingga 2 jam per
perawatan untuk 20 hingga 40 perawatan dan bisa bahkan hingga 60
perawatan (Lam, et al. 2017).

6
Gambar 2. 1 Multiplace Hyperbaric Chamber (Lam, et al. 2017)

Gambar 2. 2 Monoplace Hyperbaric Chamber (Lam, et al. 2017)

1.2 Prinsip Terapi Oksigen Hiperbarik


Dasar dari terapi oksigen hiperbarik terletak pada hukum gas ideal,
yaitu (Gill dan Bell 2004):
a. Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan, dan
volume gas berbanding terbalik.
P1 V 1 = P 2 V2
b. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan suatu campuran gas
sama dengan jumlah tekanan parsial masing-masing gas.
P = P1 + P2 + P3 +...
c. Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas terlarut dalam cairan
berbanding lurus dengan tekanan parsial gas tersebut pada suhu
tetap.
d. Hukum Charles menyatakan bahwa pada volume tetap, suhu suatu
gas berbanding lurus dengan tekanannya.
𝑃𝑉
=K
𝑇

1.3 Mekanisme Kerja Terapi Oksigen Hiperbarik


TOHB memiliki dua mekanisme aksi utama, hiperoksigenasi, dan
penurunan ukuran gelembung. Hiperoksigenasi adalah aplikasi hukum

7
Henry dan hasil dari peningkatan oksigen terlarut dalam plasma sebagai
akibat dari peningkatan tekanan parsial oksigen arteri. Tekanan 3 ATA
menghasilkan 6 ml O2 dilarutkan per 100 ml plasma, sehingga
mengirimkan O2 sebanyak hemoglobin yang terikat oleh O2 (Bhutani and
Vishwanath 2012).
Hiperoksigenasi sangat berharga dalam manajemen crush injury,
compartment syndrome, dan anemia akut. Penurunan ukuran gelembung
adalah penerapan hukum Boyle yang sesuai dengan volume gelembung
yang menurun secara langsung sebanding dengan peningkatan tekanan
dan merupakan mekanisme utama bekerja dalam manajemen
decompression sickness dan emboli gas dalam arteri (Bhutani and
Vishwanath 2012).
TOHB meningkatkan pengiriman oksigen ke dalam jaringan
Pada kondisi atmosfer normal, hampir 100% oksigen diangkut
dengan mengikat hemoglobin, dan hanya sejumlah kecil yang dilarutkan
dalam plasma. Pengiriman oksigen terjadi ketika molekul oksigen
meninggalkan sistem sirkulasi dan menyebarkan gradien konsentrasi
mereka ke dalam sel. Gradien konsentrasi pada gilirannya ditentukan oleh
tekanan parsial oksigen di kapiler dan jaringan dalam jarak dekat.
Jaringan dengan perfusi yang buruk menciptakan gradien curam yang
menyebabkan pengiriman oksigen lebih besar, tetapi mereka juga
memiliki permintaan oksigen kumulatif yang lebih besar. Pasien yang
menderita penyakit mikrovasuler seperti diabetes memiliki lebih sedikit
kapiler untuk memberikan oksigenasi ke jaringan. TOHB memerangi
keadaan hipoksia ini dengan meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam
plasma serta tekanan parsial oksigen dalam cairan jaringan. Hal ini
meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan seiring dengan
permintaan oksigen yang meningkat dari jaringan dengan perfusi yang
buruk. Pengiriman oksigen ke jaringan hipoksia telah ditunjukkan oleh
observasi klinis menjadi sekitar 16 kali lipat lebih tinggi dengan TOHB
(Johnston, et al. 2016).

8
TOHB meningkatkan angiogenesis, penyembuhan luka, dan respon
imun melalui sinyal sel
Angiogenesis adalah proses terbentuknya jaringan pembuluh darah
baru seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan darah dan oksigen di
dalam jaringan. Angiogenesis dapat berlangsung dengan dua proses
utama: migrasi sel endotelial, di mana pembuluh darah baru terbentuk
sebagai perpanjangan jaringan yang ada, dan pembagian pada lumen
pembuluh darah dengan peningkatan jaringan kapiler (Johnston, et al.
2016).
Penyembuhan luka adalah proses normal yang terdiri dari empat
fase: hemostasis, peradangan, proliferasi, dan remodelling jaringan.
Ketersediaan oksigen sangat penting dalam penyembuhan luka terutama
untuk memfasilitasi fosforilasi oksidatif untuk fungsi seluler normal.
Namun, selama fase awal penyembuhan luka, luka dapat bersifat
hipoksik. Hal ini dapat menstimulasi sinyal untuk angiogenesis dan faktor-
faktor penyembuhan luka lainnya seperti hypoxia-inducible factors (HIF),
platelet derived growth factor (PDGF), transforming growth factor beta
(TGF-β), vascular endothelial growth factor (VEGF), tumor necrosis factor
alpha (TNF-α), dan pre-pro-endothelin 1 (PPET-1) (Johnston, et al. 2016).
TOHB telah terbukti menurunkan peradangan dengan menghambat
prostaglandin, IFN-γ, IL-1, dan IL-6. Efek anti-inflamasi ini dapat
meningkatkan sistem imun tubuh dengan menurunkan agen
imunosupresif seperti prostaglandin, IL-1, IL10. Respons sistem imun
tubuh lebih lanjut yang ditambah dengan TOHB untuk membantu produksi
spesies oksigen reaktif (ROS) oleh leukosit. Selain sebagai tambahan
untuk penekanan sitokin, aktivitas anti-inflamasi, dan respon imun, TOHB
juga memiliki efek pada produksi antioksidan (Johnston, et al. 2016).
TOHB dan jalur respon antioksidan
Cedera, infeksi, dan penyakit kronis dapat mengaktivasi jalur
respons stress. Sel menghasilkan antioksidan sebagai respons untuk
stress tersebut. Sistem utama yang mengatur produksi antioksidan adalah
Nrf2-Keap1 / cytoplasmic oxididative stress system. Keap1 adalah

9
cytoplasmic chaperone protein yang berikatan dengan Nrf2 – transcription
factors. Nrf2 meningkat secara universal setelah TOHB, menunjukkan
bahwa sitoproteksi pada sel-sel endotelial dengan aktivasi jalur
antioksidan adalah mekanisme kunci dari TOHB. Nrf2 memuncak pada 4
jam setelah terpapar TOHB dan diekspresikan dalam level kontrol pada 24
jam berikutnya setelah paparan. TOHB, meskipun terbukti meningkatkan
Nrf2 dalam beberapa jam setelah paparan sebenarnya menyebabkan
penurunan jangka panjang dalam ekspresi Nrf2 ketika TOHB dilanjutkan
dengan pola pemaparan yang relevan secara klinis. Tanggapan bi-phasic
ini diperkirakan mengindikasikan peningkatan jangka pendek protein
antioksidan sitoprotektif yang dirangsang oleh paparan TOHB, tetapi
akhirnya berkontribusi untuk penurunan jangka panjang dalam produksi
antioksidan karena efek sitoprotektif dari TOHB lanjutan (Johnston, et al.
2016).

1.4 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi TOHB yang dibuat
oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and the
Hyperbaric Medical Society yang telah disetujui pada 8 Oktober 2011 dan
dipatenkan pada tahun 2014. Adapun indikasi TOHB adalah sebagai
berikut:
1. Emboli Udara atau Gas
2. Keracunan Karbon Monoksida
3. Myositis Clostridial dan Myonecrosis (Gas Gangrene)
4. Crush Injury, Compartment Syndrome, dan iskemia trauma akut
lainnya
5. Decompression Sickness
6. Insuffisiensi Arteri
7. Anemia berat
8. Abses Intrakranial
9. Infeksi Jaringan Lunak Nekrotik
10. Osteomyelitis

10
11. Injuri akibat Radiasi Lama (Nekrosis Jaringan Lunak dan Tulang)
12. Cangkokan (graft) Kulit
13. Luka Bakar Akut
14. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss (Weaver 2014).

1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


1. Kontraindikasi absolut (Nikitopoulou and Papalimperi 2015):
a. Pneumothorax yang belum diobati
b. Penggunaan Doxorubicin (Adriamycin), Cisplatin, Disulfiram
(Antabuse), Mafenide Acetate (Sulfamylon)
2. Kontraindikasi relatif (Nikitopoulou and Papalimperi 2015):
a. Claustrophobia
b. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
c. Infeksi saluran nafas bagian atas (Otitis dan Sinusitis)
d. Kerusakan paru asimptomatik yang ditemukan pada
penerangan atau pemotretan dengan sinar X
e. Kehamilan
f. Riwayat Neuritis Optik
g. Riwayat operasi dada dan operasi telinga
h. Demam tinggi yang tidak terkontrol
i. Riwayat Kejang (Epilepsi)
j. Congenital Spherocytosis
k. Pengguna alat pacu jantung

1.6 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik


Meskipun terapi oksigen hiperbarik memiliki aplikasi yang tersebar
luas, komplikasi dalam penggunaannya dapat terjadi. Dalam terapi
oksigen hiperbarik, terdapat perbedaan tekanan yang mempengaruhi
telinga tengah dan sinus hidung, yang dapat menyebabkan barotrauma.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan untuk menganalisis efek samping
dari terapi oksigen hiperbarik, tekah dilaporkan adanya toksisitas oksigen
dan gangguan penglihatan (Devaraj and Srisakthi 2014).

11
Pasien non-emergency yang dirawat secara rutin dengan oksigen
hiperbarik, dengan oksigen yang diberikan melalui kap kepala, memiliki
potensi risiko toksisitas oksigen pada CNS yang tiga kali lipat lebih besar
daripada yang biasanya terjadi. Tetapi komplikasi tersebut yang telah
diobservasi bersifat sementara dan sebagian besar terjadi hanya pada
saat durasi terapi oksigen hiperbarik (Devaraj and Srisakthi 2014).

12
BAB 3
HERNIA NUKLEOUS PULPOSUM

3.1 Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana
terjadi pengeluaran isi nucleus dari dalam discus intervertebralis (rupture
discus) sehingga nucleus dari diskus menonjol ke dalam cincin annulus
(cincin fibrosa sekitar discus) dan memberikan manifestasi kompresi saraf
(Helmi, 2014)

3.2 Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif. Kehilangan protein polisakarida dalam discus
menurunkan kandungan air. Perkembangan pecah yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. HNP kebanyakan
oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang pada
discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus.
Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat. Kemudian pada
generasi diskus kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis,
memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau
terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2014).

3.3 Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang
paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling
sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1.
Penelitian Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi
diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara
bermakna dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5 (Pinzon,
2012).

13
3.4 Faktor Risiko
- Usia. Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus
fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga
menjadi kering dan keras, menyebabkan annulus fibrosus mudah
berubah bentuk dan ruptur.
- Seks. Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal
ini terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria
cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis.
- Merokok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat
meningkatkan risiko seseorang mengembangkan HNP dan dapat
membuatnya penyakitnya lebih buruk.
- Trauma. Terutama trauma yang memberikan stress terhadap
columna vertebralis, seperti jatuh.
- Pekerjaan. Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang
berat dan cara mengangkat barang yang salah, meningkatkan
risiko terjadinya HNP

3.5 Patogenesis
Kausa dari HNP lumbal dihubungkan dengan dengan proses
degenerasi diskus intervertebralis dan faktor mekanik, misalnya tekanan
yang berlebihan atau peregangan yang berlebihan pada diskus
intervertebra. Cedera fleksi dapat terjadi pada saat pasien yang
bersangkutan sedang membungkuk sambil melakukan suatu aktivitas
berat, misalnya mencabut ubi, mengangkat beban berat, terjatuh dalam
posisi duduk, terpeleset, dan sebagainya. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat
mengakibatkan cedera fleksi yang memicu timbulnya HNP lumbal tanpa
ada cedera-cedera sebelumnya. Faktor lain yang berperan dalam
patogenesis HNP lumbal adalah proses degenerasi diskus intervertebralis.
Secara molekuler, degenerasi terjadi apabila 2 terproduksinya komponen-
komponen matriks yang abnormal atau meningkatnya mediator-mediator
yang bertugas mendegradasi matriks, seperti Interleukin-1 (IL1), Tumor
Necrosis Factor-α (TNF-α), Matrix Metalloproteinases (MMPs), dan

14
menurunnya Tissue Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs). Akibat dari
degenerasi diskus, kadar proteoglikan dan air di nukleus pulposus menjadi
turun.

3.6 Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum
ferensial. Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja.
Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga
dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke
kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam
korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai
nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus
diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl
merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis
yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis
vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang
bersamasama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura.
Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP,
sisa discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra
bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).

3.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas
HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis
flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi
pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di

15
tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki.
Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiller negative.
Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di
punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan
di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan
kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex
Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan bagian lateral pedis
(Setyanegara dkk, 2014).

3.8 Diagnosis
a. Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena
akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
b. Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.
c. Pemeeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon
menghilang, misal APR menurun atau menghilang berarti
menunjukkan segmen S1 terganggu.
d. X-Ray X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak
secara 12 akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray
dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan
akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus
dengan gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari
vertebra.
e. Mylogram Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-
opaque dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna
spinalis sehingga pada X-ray dapat nampak adanya penyumbatan
atau hambatan kanalis spinalis
f. MR Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat
struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak
herniasi.
g. Elektromyografi Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus.

16
3.9 Terapi
1. Terapi fisik pasif. Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk
mengurangi nyeri punggung bawah akut, misalnya:
a. Kompres hangat/dingin Kompres hangat/dingin ini merupakan
modalitas yang mudah dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan
inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada
pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan
dingin.
b. Iontophoresis Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit.
Steroid tersebut menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang
menyebabkan nyeri. Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi
serangan nyeri akut.
c. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator) Sebuah unit
transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan
stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah
dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak
d. Ultrasound Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di
lapisan dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang
menembus sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama
berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat
mendorong terjadinya penyembuhan jaringan. (Rahim, 2012)
2. Terapi Farmakologis
a. Analgetik dan NSAID (NonSteroid Anti Inflamation Drug) obat ini
diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik: paracetamol,
Aspirin Tramadol. NSAID: Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
b. Obat pelemas otot (muscle relaxant) bermanfaat bila penyebab NPB
adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di
kombinasi denganNSAID. Sekitar 30% memberikan efek samping
mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol.

17
c. Opioid Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang
jauh lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan
toleransi dan ketergantungan obat.
d. Kortikosteroid oral Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi.
Dipakai pada kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi
jaringan.
e. Anelgetik ajuvan Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada
anggapan mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik.
Contohnya: amitriptilin, Karbamasepin, Gabapentin.
f. suntikan pada titik picu 21 Cara pengobatan ini dengan memberikan
suntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan
lunak/otot pada titik picu disekitar tulang punggung. Cara ini masih
kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain, lignokain,
deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
g. Terapi hiperbarik oksigen akan mengurangi inflamasi atau peradangan
yang disebabkan oleh saraf yang terjepit pada HNP dan menimbulkan
nyeri. Oksigen murni 100% akan mengurangi peradangan tersebut dan
akan memperingan nyeri yang terjadi pada pasien.

18
BAB 4
HUBUNGAN TOHB DENGAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

4.1 Kerangka Konseptual

HNP

HBOT

Strategi baru
rehabilitasi
post op hnp Menghambat Menurun
Menur Menuru
MAPK pathway kan tnf a
unkan nkan
IL-1 nitrit
beta oxcide

apoptosis Respon proliferasi


imun

Memperbaiki kerusakan sekunder


pada post op HNP

19
4.2 Hubungan TOHB dengan Hernia Nukleus Pulposus
Peradangan menyebabkan kondisi hipoksia. Dalam kondisi hipoksia
akan terjadi kerusakan sel dan perubahan perfusi, angiogenesis menjadi
lebih lambat sehingga mengurangi fungsi fibroblas dan pembentukan
kolagen. TOHB memainkan peran pelindung penting selama situasi
iskemia dan hipoksia, melalui aksi hiperoksia sebagai immune-modulator
dengan memproduksi ROS (Reactive Oxygen Species), FR (Free Radical)
dan PA (Peroxidase Action). Mediator kimia ini mengoksidasi protein dan
lipid (lipo-peroksidasi), sehingga menghambat metabolisme bakteri. yang
mengurangi peroksidasi lipid selama proses iskemia-reperfusi serta
peningkatan kapasitas antioksidan enzimatik (Cannellotto dan Wood
2017).
TOHB berhasil dan banyak digunakan sebagai terapi utama atau
adjuvan di berbagai patologi. Efektivitasnya didasarkan pada
hiperoksia, dari beberapa manfaat fisiologis yang dipicu untuk pasien.
Banyak efek biokimia dan mekanisme yang istimewa dari hiperoksia
dapat dibuktikan melalui pemantauan penanda biokimia. Penanda ini
sensitif terhadap tindakan TOHB di tekanan yang berbeda dan dalam
patologi yang berbeda, menunjukkan perubahan terutama pada
antioksidan sistem dan respon anti-inflamasi (Cannellotto dan Wood
2017).
Variasi kadar oksigen telah lama diketahui mempengaruhi metabolisme
disk. Namun, sedikit yang diketahui tentang efek oksigen pada
peradangan disk. Telah dibuktikan baru-baru ini bahwa paparan sel-sel
disk (terisolasi dari jaringan degenerasi manusia) diterapi oksigen
hiperbarik (100% O2; 2,5 atm) mengurangi tingkat IL-1β dan nitrat oksida,
mungkin dengan menghambat mitogen-activated protein kinase (MAPK)
pathway. Hasil yang sebanding ditemukan dalam penelitian hewan
pengerat in vivo, dengan penurunan kadar IL-1β, prostaglandin 2, dan
iNOS pada perawatan oksigen hiperbarik. (Global,2013)

20
BAB 5
ANAMNESIS
Identitas pasien

• Nama : Tn. Hambarani

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Usia : 52th

• Agama : islam

• Alamat : jln jendral Sudirman kaltim

• Pekerjaan : nahkoda

• Tanggal pemeriksaan : 7 Desember 2018

Keluhan utama

• Sering pegal pegal bagian punggung

RPS

Pasien datang dengan keluhan pegal pegal setelah beraktifitas, lemah


tungkai atas atau bawah (-), kebas

Tebal (-), kesmutan (-), Pada tahun 2013 pasien mengeluhkan pegal2
dan nyeri bagian punggung saat pulang dari kerja lalu pasien datang
ke ugd rsal setelah itu foto MRI. Pada saat pembacaan foto pasien
didiagnosa HNP. Sebelum masuk operasi pasien sempat mencoba ikut
HBOT.

RPD: DM (-), jantung (-), paru (-), sinusitis (-), post op HNP cervical thn
2013

• Riwayat pengobatan: Gabapentin

• Amitriptylin

• Celebrex

• Pernah terapi hbo sebelumnya

RPK: DM ibu

HBOT sudah 5x

21
• Keadaan umum : compos mentis, gcs :456, BB: 65 TB:165

• Tekanan darah : 120/80

• Nadi : 78

• Respirasi : 18

• Temperatur : 36,8

• Kepala : A/I/C/D -/-/-/-

• Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran trakea (-)

Thoraks : jantung

Inspeksi: normochest, iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: kuat angkat (-), iktus midclavicular sinistra sela iga v

Perkusi

-batas kanan: parasternal dextra sela iga IV

- batas kiri: axilla sinistra sela iga V

-batas pinggang: sela iga II linea parasternalis kiri

Auskultasi: S1S2 tunggal regular, murmur (-), Gallop (-)

: Paru

Inspeksi: pengembangan simetris

Palpasi: fremitus raba normal

Perkusi: sonor semua lapangan paru

Auskultasi: ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : inspeksi: flat, ascites (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)

Perkusi: tymphany (+)

Auskultasi: BU normal

Ekstremitas : akhm +/+

Edema -/-

22
Motoric 5 5

55

• Diagnosa klinik : Low back pain

• Diagnosa topis : L4-L5

• Diagnosa etiologis : HNP

Terapi :

Analgesic

Muscle relaxant

Kortikosteroid

Akupuntur

Latihan fisik

HBOT

23
BAB 6
KESIMPULAN

Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) adalah pengobatan dimana


pasien bernapas 100% oksigen saat berada di dalam ruang hiperbarik
yang bertekanan lebih dari permukaan laut (1 atmosfer absolut [ATA]).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana
terjadi pengeluaran isi nucleus dari dalam discus intervertebralis (rupture
discus) sehingga nucleus dari diskus menonjol ke dalam cincin annulus
(cincin fibrosa sekitar discus) dan memberikan manifestasi kompresi saraf
(Helmi, 2014)
Oksigen hiperbarik pada HNP (100% O2; 2,5 atm) mengurangi
tingkat IL-1β dan nitrat oksida, mungkin dengan menghambat mitogen-
activated protein kinase (MAPK) pathway.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bhutani, Sourabh, dan Guruswamy Vishwanath. “Hyperbaric oxygen and


wound healing.” National Center for Biotechnology Information
45(2) (5-8 2012): 316–324.
Cannellotto, Mariana, dan Irine Wood. “Hyperbaric Oxygenation:
Rheumatology.” Bio Barica, Clinical Research, 2017.
Devaraj, Divya, dan D Srisakthi. “Hyperbaric Oxygen Therapy – Can It Be
the New Era in Dentistry?” National Center for Biotechnology
Information 8(2) (2 2014): 263–265.
Global Spine J. 2013 Jun; 3(3): 175–184

Helmi Zairin, N, 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:


Salemba Medika.

Irawan, Hendry, dan Kartika. “Terapi Oksigen Hiperbarik sebagai Terapi


Adjuvan Kaki Diabetik.” Research Gate 43, no. 10 (2016): 782-784.
Johnston, Benjamin R, Austin Y, Bielinsky Brea, dan Paul Y Liu. “The
Mechanism of Hyperbaric Oxygen Therapy.” Rhode Island Medical
Journal, 2 2016: 26-29.
Kahlenberg, J M, dan D A Fox. “Advances in the Medical Treatment of
Rheumatoid Arthritis.” National Institute of Health, 2011: 11-20.
Laihad, Fanny Margaretha, I Ketut Sudiana, dan Guritno M S. “Hyperbaric
Oxygen Theraphy On Mucormycosis Infection In Oral Cavity.” Folia
Medica Indonesiana 53 No.2 (6 2017): 163-168.
Lam, Gretl, Rocky Fontaine, Frank L. Ross, dan Ernest S. Chiu.
“Hyperbaric Oxygen Therapy: Exploring the Clinical Evidence.” Skin
& Wound Care (Advances in Skin & Wound Care) 30, no. 4 (April
2017): 181–190.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nikitopoulou, Theodora St., dan Athanasia H Papalimperi. “The Inspiring


Journey of Hyperbaric Oxygen Therapy, from the Controversy to

25
the Acceptance by the Scientific Community.” Health Science
Journal 9 No. 4:7 (2015): 1-8.
Pinzon R., 2012 . Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Bawah Akibat
Hernia Nukleus Pulposus. CDK-198 . 39 (10) :749 – 750

QuismorioJr, F P, dan K D Torralba. “Clinical Application of Serologic


Tests, Serum Protein Abnormalities, and Other Clinical Laboratory
Tests in SLE.” Dalam Dubois' Lupus Erythematosus and Related
Syndromes. 2013.
Rahim H. A., Priharto K. Terapi Konservatif untuk Low Back Pain. [online].
[cited Jan 12]

Weaver, Lindell K. Indications for Hyperbaric Oxygen Therapy. Indications


for Hyperbaric Oxygen Therapy: Indications for Hyperbaric Oxygen
Therapy, 2014.
Zahroh, Chilyatiz. “Terapi Oksigen Hiperbarik Sebagai Terapi Tambahan
Untuk Luka Kaki Diabet.” Journal of Health Sciences 6 (2013): 2-6.

26

Anda mungkin juga menyukai