Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

ILMU BEDAH
TERAPI PEMBEDAHAN PADA PLEXUS BARCHIALIS INJURY

Pembimbing :
dr. Iwan Sutanto. Sp.OT

Disusun oleh :
Berlino Mega Samudra 201704200212

RSAL dr. RAMELAN SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT ILMU BEDAH
TERAPI PEMBEDAHAN PADA PLEXUS
BARCHIALIS INJURY

Referat yang berjudul “TERAPI PEMBEDAHAN PADA PLEXUS


BARCHIALIS INJURY” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Bedah di RSAL dr. Ramelan Surabaya.

Surabaya, 16 November 2019


Pembimbing

dr. Iwan Sutanto, Sp.OT

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Ny, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai
tugas kepaniteraan klinik dengan judul “TERAPI PEMBEDAHAN PADA
PLEXUS BARCHIALIS INJURY”. Pada kesempatan kali ini, kami
mengucapkan terimakasih kepada dr. Iwan Sutanto, SpOT selaku dokter
pembimbing yang memberi arahan serta masukan kepada penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan referat ini.
Keberhasilan dalam menyelesaikan referat ini tentunya tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat
ini.
Tiada gading yang tak retak, seperti halnya referat ini yang masih
jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki dalam penulisan maupun dala pengetahan, untuk itu, penulis
mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan referat ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Atas
perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Insiden brachial plexus injuries cukup sulit untuk


ditemukan.Sampai saat ini tidak ada data epidemiologi yang mencatat
insiden brachial plexus injury per setiap negara di seluruh dunia.
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus
injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran. Terdapat
3 macam obstetrical brachial plexus injury: Erb’s palsy adalah yang paling
sering terjadi, insidennya sekitar 90% kasus, total plexus injury sebesar
9% kasus, dan Klumpke’s palsy sebesar 1% kasus dan kecelakaan motor
merupakan penyebab tersering, dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya
menyebabkan cedera plexus brachialis
Diagnosis BPI dengan mengamati gejala, pemeriksaan fisik dan
penunjang diantaranya EMG ( Electromyograpy), MRI,
Pengobatan cederaplexus brachialisada yang memerlukan
operasi dan ada yang tidak, disesuaikan dengan kasusnya. Saat ini
banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang pembedahan, tetapi
trauma plexus brachialis seringkali masih menjadi masalah karena
membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama
.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Pembedahan pada BPI

Pembedahan adalah pilihan untuk adultbrachial plexus injury, baik


pada closed maupun open injury. Setidaknya ada 4 hal yang
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembedahan:
1. Donor saraf yang digunakan (supraclavicular, infraclavicular
dissection, dan donor nerve dissection)
2. Strategi rekonstruktif (fungsi pergerakan yang menjadi prioritas
rekonstruktif)
3. Teknik pembedahan
Setidaknya terdapat 5 teknik pembedahan untuk brachial plexus injury:
 Nerve transfer
Nerve transfer mengambil saraf lain atau cabang saraf yang kurang
penting untuk ditransfer pada saraf krusial yang mengalami kerusakan
dengan tujuan mengembalikan fungsinya dengan caradirect
suturingatau nerve grafting pada sisi distal. Nerve transfer dapat diambil
dari saraf proksimal (extraplexus dan intraplexus nerve transfer) atau saraf
distal (closed-target nerve transfer).
 Functioning free muscle transplantation
Functioning free muscle transplantation adalah transfer otot
menggunakan microvascular anastomoses untuk revaskularisasi dan
penyambungan microneural pada recipient motor nerve dengan tujuan
reinervasi.
 Neurolysis
Neurolysis merupakan suatu prosedur melepaskan neuroma (constrictive
scar tissue) di sekitar saraf. Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf
dilekatkan kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts.
Neurolysis diindikasi pada kasus neuropraxia atau konduksi blok yang
tidak membaik secara spontan. Kondisi ini biasanya disebabkan
olehperineural fibrosis yang dipicu oleh hematoma post-traumatik
maupun stretch injuries. Saraf terdiri dari banyak fiber (axon).Ketika terjadi
cedera saraf, fiber-fiber ini berusaha menyebar keluar supaya
tersambung, kadang-kadang, fiber ini dapat membentuk gumpalan
sehingga terjadi jaringan parut pada saraf.
 Nerve repair
Prosedur nerve repair berarti menjahit antara ujung dan ujung saraf yang
terputus yang dikerjakan di bawah mikroskop. Saraf tidak akan pernah
kembali secara sempurna jika telah terpotong. Kesembuhan maksimal
hanya terjadi sekitar 80%.Pertumbuhan saraf sekitar 1 mm setiap harinya.

2
 Nerve grafting
Bila gap antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin dilakukan
tarikan.Saraf yang sering dipakai adalah n. suralis, n. cutaneous
antebrachial lateralis dan medialis, dan cabang terminal sensoris n.
interosseus posterior.

Waktu pembedahan yang tepat (primary atau secondary repair)


 Immediate atau early surgery
Pada kasus open injury di bagian leher oleh pisau atau benda tajam
lainnya menyebabkan defisit motorik maupun sensorik dan kecurigaan
adanya avulsi saraf. Eksplorasi dan immediately nerve repair beberapa
hari setelah trauma sangat di indikasikan . Golden time untuk supra
clavicular penetrating lesions adalah 1 minggu, sedangkan infraclavicular
penetrating lesions selama 2 minggu. Setelah golden time, biasanya
dibutuhkan nerve grafts setelah neuroma resection.
 Secondary nerve repair: delayed repair
Terdapat 3 tipe secondary repair:
 Early delayed repair (nerve repair dalam waktu 1 bulan untuk
diagnosis open injury atau 5 bulan untuk closed injury).
Untuk kasus closed brachial plexus injury, tujuan utama delayed
repair untuk menegakkan diagnosis, termasuk mencari derajat, letak, dan
luas lesi. Managemen untuk kasus ini terdiri dari 3 tahap:
- Stage 1 : stabilization stage selama 1 bulan pertama,
temasuk stabilisasi tanda-tanda vital, fracture tulang, dan dislokasi sendi.
- Stage 2 : diagnostic stage pada bulan ke-2, termasuk
pemeriksaan klinis dan investigasi untuk menegakkan diagnosis, mulainya
fisioterapi dengan stimulasi elektrik untuk mencegah soft tissue
swelling, kekuan sendi, dan atrofi otot. Selain itu, pada tahap ini juga
dilakukan psychological education sebelum operasi.
- Stage 3 : pada bulan ke-3 hingga ke-5 perawatan. Jika tidak
ada tanda-tanda perbaikan fungsi saraf pada 3 bulan pertama, maka
diindikasikan operasi.
 Late delayed repair (nerve repair lebih dari 6 bulan setelah trauma)
Dalam waktu 6 bulan setelah trauma, telah terjadi denervasi saraf
sehingga disarankan nerve repair yang diikuti oleh local muscle
transfer atau functioning free muscle transplantation.
 Late repair (nerve repair lebih dari 1 tahun setelah trauma)
Pada kasus kronik, 1 tahun setelah trauma, otot telah sangat lama
mengalami denervasi sehingga atrofi dan telah digantikan oleh jaringan
konektif dan lemak.Sekalipun dilakukan operasi, hasilnya tetap buruk dan
sia-sia.Fisioterapi hanya mencegah terjadinya atrofi otot lebih jauh tetapi
tidak memperbaiki otot yang telah rusak.

3
Operasi pilihan untuk kasus kronik seperti ini adalah functioning free
muscle transplantation atau banked nervegrafts dari ipsilateral
contralateral nerve transfer, yang diikuti oleh secondary functioning free
muscle transplantation.
Perbedaan derajat dan perbedaan level cedera membutuhkan
strategi rekonstruksi yang berbeda. Hampir 70% cederaplexus
brachialistermasuk dalam closed injury yang menyebabkan avulsi saraf
spinal. Ini adalah lesi yang tidak dapat diperbaiki.Nerve
transfer danfunctioning free muscle transplantation menjadi satu-satunya
pilihan jika terjadi avulsi pada cederaplexus brachialis.
Pilihan rekonstruktif untuk cedera level 1 adalah nerve
transfer dan functioning free muscle transplantation. Palliative surgery
dikerjakan untuk lesi level 1 sampai dengan 4.Functioning free muscle
transplantation termasuk dalam palliative surgery dan dapat dikerjakan
pada lesi selain lesi level 1.Neurolysis, nerve repair, nerve graft (free
nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft), nerve transfer dikerjakan
pada lesi level 2. Clavicle osteotomy seringkali dibutuhkan pada lesi level
3. Nerve grafts juga sering dikerjakan pada lesi level 4.
Agar lebih mengerti tentang strategi rekonstruktif, David Chuang
membagi lesi plexus brachialis menjadi 4 level cedera yang dapat dilihat
pada Gambar 1:
1. Level1 :pre-ganglionic root injury, termasuk : spinal cord, rootlets,
dan root injuries.
2. Level 2 : post-ganglionic spinal nerve injury yang terbatas pada
lesi interscalene space / interscalene groove (celah antara anterior
dan m. scaleneus medius) ke arah proksimal dari n. suprascapularis.
3. Level3 : preclavicular dan retroclavicular cedera plexus brachialis
termasuk trunks dan divisions.
4. Level 4: infraclavicular cedera plexusbrachialis termasuk cords dan
terminal branches proximal sampai ke axillary fossa.

4
Gambar 1.Level BPI menurut pembagian Chuang. (BPI = Brachial Plexus Injury). Sumber:
Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and Functioning Muscle Transplantation.
Seminars in Plastic Surgery.2010;

David Chuang juga membagi 2 tipe lesi pada cederaplexus brachialis


(Gambar 2) yang dibedakan untuk tujuan perbedaan pengobatannya.
1. Avulsion : mengacu pada saraf yang robek dari perlekatannya
(disebut avulsi proksimal jika perlekatannya terlepas dari spinal cord,
disebut avulsi distal jika perlekatannya terlepas dari otot).
2. Rupture : adalah cedera saraf yang diakibatkan oleh trauma traksi
yang terbelah secara inkomplit sehingga menyebabkan bentuk akhir
iregular proksimal dan distal.

5
Gambar 35.Perbedaan preganglionic avulsion dan postganglionic rupture.
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and Functioning
Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 57-66.

Cedera level 1 pada konteks ini adalah avulsion injury, sedangkan level 2,
3, dan 4 adalah rupture injury. Perbedaan avulsion dan rupture dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 12. Perbedaan avulsion dan rupture.Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury:
Nerve Reconstruction and Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic
Surgery.2010;

1.2. Level1 Injury (Preganglionic Injury: Spinal Cord, Rootlets, and


Roots)
Insiden nerve injury yang paling sering terjadi adalah lesi level 1
yang dtemukan sebesar 70%. Avulsi dapat terjadi pada satu hingga lima
akar yang terlibat. Strategi rekonstruktif yang dapat dikerjakan, antara
lain: nerve transfer, functioning free muscle transplantation, dan palliative
surgery.
1. Nerve Transfer (Gambar 3)
Prosedur ini baik dikerjakan dalam rentang waktu golden period yang tidak
lebih dari 5 bulan sejak trauma.Tujuan operasi ini setidaknya dapat

6
memperbaiki kekuatan otot hingga power 4 disesuaikan dengan Medical
Research Council Scale for Assessment of Muscle Power. Nerve
transfer diklasifikasikan menjadi:
 Extraplexus nerve transfer
Extraplexus nerve transfer melibatkan transfer dari saraf tetangga (dari
saraf leher ipsilateral atau kontralateral) untuk neurotisasi saraf yang
paralisis pada avulsi plexus brachialis. Saraf tersebut termasuk n.
phrenicus, n. accesorius spinalis (XI), n. hypoglossus (XII), dan saraf C7
kontralateral. Extraplexus sensory nerve transfer, seperti n.
supraclavicularis sensory untuk transfer n. medianus, terkadang
digunakan untuk memperbaiki paralitik sensorik.
 Intraplexus nerve transfer
Intraplexus nerve transfer dapat dikerjakan pada kasus non-global root
avulsion dimana sekurangnya satu dari saraf spinal terjadi rupture
injury dan masih dapat di-transfer. Contohnya, pada kasus C5
rupture dan C6 avulsion, dimana ujung C5 lebih sehat dibanding ujung C6.
Fiber C5 ditransfer secara sengaja pada C6 (atau anterior division of the
upper trunk) untuk memperbaiki pergerakan fleksi cubiti. C5 distal
(atau posterior division of the upper trunk dan n. suprascapularis)
kemudian diinervasi oleh partially injured C6. Strategi ini menyatakan
bahwa pergerakan fleksi cubiti memiliki prioritas lebih dibanding
rekonstruksi bahu. Intraplexus nerve transfer bersifat individual,
tergantung dari penemuan intraoperative, kondisi pasien, dan
persyaratan. Extraplexus dan intraplexus nerve transfers dikerjakan untuk
neurotisasi saraf proksimal.
 Close-target nerve transfer
Close-target nerve transfer adalah prosedur transfer untuk saraf bagian
distal, lebih dekat pada neuromuscular junction, sehingga dapat dicapai
perbaikan motorik yang lebih cepat. Saraf donor yang diambil untuk close-
target nerve transfer adalah saraf yang letaknya di dekat target atau saraf
yang berada di luar fossa supraclavicularis dan infraclavicularis, seperti:
- n. accessorius spinalis ditransfer ke n. suprascapularis
- partial n. ulnaris ditransfer ke n. biceps brachii
- part of n. medianus ditransfer ke n. brachialis
- caput longus dari n. triceps brachii ditransfer ke n. axillaris
- N.intercostalis ditransfer ke N. biceps brachii atau ke N.
Musculocutaneous , atau ke caput longus dari n. triceps brachii
- N. interosseus anterior ditransfer ke n. interosseus radialis atau
posterior
- cabang n. interosseus anterior ditransfer ke deep motor
branch dari n. ulnaris pada antebrachii.

7
Gambar 36. Nerve transfer: cabang brachialis dari n. musculocutaneous ditransfer
ke posterior fascicle dari n. medianus.

Pilihan proksimal atau distal nerve transfer sebagai operasi


rekonstruktif masih diperdebatkan (Tabel 2). Proximal nerve transfer
(extra plexus dan intra plexus nerve transfer) masih merupakan prosedur
operatif rekonstruktif utama.

8
Tabel 13.Perbedaan proksimal dan distal nerve transfer.
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and Functioning
Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010;

Induction or motivation exercise adalah latihan otot yang sangat penting


untuk pasien yang menjalani nerve transfer. Latihan ini adalah latihan otot
yang diinervasi oleh transferred nerve, diindikasikan untuk semua
kasus nerve transfer. Induction exercise dimulai ketika gerakan otot
inervasi sudah dapat teraba (M1). Aksi ini sebanding dengan internal
electric stimulator. Nerve transfer yang berbeda makainduction
exercises yang diperlukan juga berbeda (Tabel 3).

9
Tabel 3.Induction excersice pada nerve transfer.
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and Functioning
Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010;

Shoulder
Rekonstruksi untuk pergerakan abduksi bahu pada lesi level 1
harus di prioritaskan dibanding pergerakan adduksi bahu. Jika m.
supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. deltoideus diinervasi secara
bersamaan, tentu saja hasilnya lebih baik. Nervus phrenicus dan n. XI
adalah donor utama untuk abduksi bahu. Nervus XII, cervical motor
branches, part of C5 atau C6, n. thoracicus longus, cabang dari caput
longus triceps, n. pectoralis medialis, n. intercostalis, dan contralateral
C7 juga dilaporkan sebagai saraf donor untuk abduksi bahu. Saraf
resipien untuk abduksi bahu dalam urutan prioritas adalah distal C5, n.
suprascapularis, divisioner dorsalis dari trunkus superior,kemudian n.
axillaris.

Cubiti
Pada cedera level 1, prioritas rekonstruksi adalah pergerakan
fleksi cubiti. Donor saraf untuk fleksi cubiti termasuk n. intercostalis,
nervus XI dengan nerve graft, n. phrenicus dengan atau tanpa nerve graft,
partial n. ulnaris, partial n. medialis, n. pectoralis, n. thoracodorsal,
dan contralateral C7. Saraf resipien termasuk n. Musculo
cutaneous, cabang dari n. biceps, atau cabang n. brachialis.
Rekonstruksi pergerakan ekstensi cubiti bukanlah prioritas utama.
Transfer n. phrenicus ke distal C5 atau posterior division of the upper
trunk atau n. radialis dengan nerve graft seringkali baru dapat
menghasilkan pergerakan ekstensi pada tahun ke-3 rehabilitasi. Beberapa
ahli menggunakan 2 atau 3 n. intercostalis untuk ditransferkan ke caput
longus triceps dengan tujuan rekonstruksi pergerakan ekstensicubiti.

10
Digiti
Pada cedera global (C5-T1) level 1, prioritas rekonstruksi untuk
fungsi jari tergantung dari prosedur yang digunakan, yaitu nerve
transferatau functioning free muscle transplantation. Secara tradisional,
prioritas rekonstruktif adalah pergerakan fleksi jari. Pada rupture C5
dengan C6-T1 four-root avulsion, seringkali dilakukantransfer C5 ke n.
medianus, sedangkan padatotal root (C5-T1) avulsion seringkali
dilakukan transfer contralateral C7 ke n. medianus untuk perbaikan
pergerakan fleksi jari dan cubiti . Salah satu prosedur membutuhkan
vascularized ulnar nerve graft untuk mencapai one-stafe full
reconstruction jika kerusakan disertai dengan nerve transfer untuk fungsi
bahu dan cubiti. Pada total root avulsion fase akut, one-stage full
reconstruction dapat dicapai dengan multiple nerve transfer termasuk
contralateral C7. Functioning free muscle transplantation diutamakan
sebagai terapi rekonstruktif paliatif untuk mencapai hasil yang lebih baik
pada fase lanjut. Pendekatan alternatif untuk functioning free muscle
transplantation, antara lain: a longfunctioning free muscle transplantation
from the clavicle down to the extensor digitorumcommunis, innervated by
the XI nerve, dilakukan pada fase awal, diikuti dengan second long
functioning free muscle transplantation from the second rib to the flexor
digitorum profundus, inervasi oleh n. intercostalis pada fase kedua.
Arthrodesis cubiti dan digiti1 biasanya dibutuhkan untuk stabilitas.
Untuk proximal to distal reconstructive strategy (nerve reconstruction pada
fase awal, selanjutnya free functioning muscle transplantion) dibandingkan
dengan distal to proximal (free functioning muscle transplantation pada
fase awal, selanjutnya nerve reconstruction) pada cedera level 1
diilustrasikan pada Tabel 4.

11
Tabel 4.Perbedaan antara proksimal-distal dan distal-proksimal rekonstruktif.
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and Functioning
Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010

1.1. Functioning Free Muscle Transplantation


Penggunaan functioning free muscle transplantation pada
rekonstruksi plexus brachialis adalah salah satu contoh aplikasi nerve
transfer (termasuk extraplexus, intraplexus, dan close target nerve
transfer).
Gracilis myocutaneous functioning free muscle transplantation(Gambar
4)adalah pilihan terbaik yang paling sering dilakukan padadonor
muscle pada brachial plexus reconstruction. Extraplexus donor nervus
yang paling sering digunakan adalah nervus IX, n. intracostalis, n.
phrenicus, dan n. contralateral C7. Intraplexus donor nervus yang paling
sering digunakan adalah part of the n. ulnaris, part of the n. medianus, n.
infraclavicularis atau N.Supraclavicularis yang membutuhkan perpanjang
saraf dengan nerve graft dan functioning free muscle transplantation pada
prosedur selanjutnya.

12
Gambar 37.Gracilis functional free muscle transfer surgery.
Sumber:http://Xa2VrB26aXU/TJ0HYYZX2JI/AAAAAAAAALk/VmNXQlo8odE/s1600/Gracil
is.jpg

Hasil functioning free muscle transplantation lebih memuaskan


dibanding local muscle transfer. Functioning free muscle transplantation
terutama digunakan untuk cubiti dan perbaikan fungsi manus pada
kasus global plexopathy.
Indikasi functioning free muscle transplantation pada cedera plexus
brachialis termasuk akut dan kronik root avulsion, root injury with failed
nerve transfer (muscle strength <M3) atau cederaplexus
brachialis dengan Volkmann’s contracture pada antebrachii.
1.3 Level 2 Injury (Postganglionic Spinal Nerve Injury Limiting the
Lesion in the Interscalene Space and Proximal to the Nervus
Suprascapularis)
Diagnosis banding antara preganglionic root (level 1)
dan postganglionic spinal nerve injury (level 2) sangat penting dibedakan
karena berkaitan dengan pendekatan bedah dan prognosisnya. Cedera
level 2 didefinisikan sebagai cedera distal ke dorsal root ganglion (atau di
luar intervertebral foramen) di antara m. scaleneus dan proksimal ke n.
suprascapularis.
Insidennya sekitar 8% kasus. Jika n. suprascapularis intak, lesi
dapat berasal dari level 3-4 dan tidak berada di level 2.Adanya neuroma
pada spinal nerve (khususnyam. scleneus medius) adalah penyebab
tersering cedera tipe ini.Rupture dapat terjadi pada satu atau lebih spinal
nerve.

13
Rekonstruksi untuk cedera level ini meliputi neurolysis, nerve repair, nerve
grafts (free nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft).
1. Neurolysis
Lesi saraf yang masih tersambung, biasanya menunjukkan neuroma-in
continuity, menyatakan bahwa beberapa fungsi saraf masih
tersisa.Neurolysis (Gambar 5) kadang membantu.
Teknik operasi sebaiknya epifascicular epineurotomy / epineurotommy
(external neurolysis) atau interfascicular epineurectomy (internal
neurolysis). Pada lesi plexus brachialis, biasanya dilakukan external
neurolysis.

Gambar 38.Prosedur neurolysis yang dilanjutkan dengan nerve graft.

14
2. Nerve Repair
Direct nerve repair (Gambar 6) biasanya dilakukan pada cedera
penetrasi.

Gambar 39.Nerve repair under microscope.


Sumber: http://www.pncl.co.uk/~belcher/information/Nerve%20repair.pdf
3. Nerve Graft
Nerve grafting adalah teknik yang paling sering dilakukan pada
perbaikan plexus brachialis level 2, 3, atau 4. Ada 2 teknik nerve grafts
yang popular yang biasa dikerjakan pada rekonstruksi plexus brachialis:
(1) free nerve graft dan (2) vascularized ulnar nerve graft.
Nervus suralis adalah nervus yang paling sering digunakan pada free
nerve grafts (Gambar 7).
Nervus cutaneous medialis pada brachii atau antebrachii dan n.
saphenus kadang-kadang juga digunakan. Hasil pengerjaan dipengaruhi
oleh panjangnya nerve graft, ada tidaknya jaringan parut (neuroma) pada
daerah luka, jumlah nerve graft yang digunakan, dan ada
tidaknya proximal stump untuk grafting.

15
Gambar 7.Suralis free nerve graft.
Sumber:http://eso-cdn.bestpractice.bmj.com/best-practice/images/bp/en-gb/581-3-
iline_default.gif

Pada kasus total root avulsion atau lower plexus root avulsion (C8-
T1±C7), seluruh n. ulnaris dari axilla ke cubiti dapat digunakan sebagai
vascularized nerve graft, baik untuk kepentingan pedicle atau sebagai free
tissue transfer. Nerve grafting penting untuk dilakukan pada cedera level
2. Hal ini seringkali berkaitan dengan cedera level 3 pada spinal
nerve yang samaatau seringkali berkaitan dengan cedera level 1
pada spinal nerve yang berbeda. Jika kombinasi cedera level 1 dan level 2
pada spinal nerve yang berbeda dipersatukan, nerve grafts dan nerve
transfers adalah prosedur utama untuk rekonstruksi cedera ini.
Contohnya, rupture C5 dan C6 dengan root avulsion C7-T1 adalah yang
paling sering terjadi.C5 nerve grafting pada n. Suprascapularis dan divisi
posterior dari upper trunk untuk shoulder elevation, C6 nerve grafts ke
bagian distal C8 spinal nerve atau n. medianus sering digunakan
untuk vascularized ulnar nerve graft untuk fungsi manus, dan n.
Intercostalis hingga n.musculocutaneus untuk fungsi cubiti adalah pilihan
yang baik untuk full one-stage reconstruction.

16
Jika dikombinasikan dengan cedera level 2 dan 3 pada spinal nerve yang
sama, long nerve grafts (dengan panjang >10 cm) biasanya digunakan
untuk menutup jarak dari spinal nerve ke cabang terminal pada fossa
infraclavicularis. Clavicle dapat ditinggikan melalui pendekatan Chuang’s
triangle tanpa memerlukan osteotomi.

1.4 Level 3
Cedera level 3 melibatkan trunk dan divisions.Insidennya sekitar
5% dari 1600 kasus dengan penyebab tersering adalah neuroma. Bypass
nerve grafting diperlukan untuk membangun kembali koneksi
antara supraclavicular dan infraclavicular brachial plexus. Clavicle
osteotomy diperlukan khususnya untuk cedera yang melibatkan lower
trunk, untuk memenuhi grafting atau direct neurolysis. Multiple nerve
grafts seringkali dibutuhkan dan seringkali diambil dari lokasi lain. C-loop
vascularized ulnar nerve graft kadang-kadang dibutuhkan untuk
mengurangi jumlah nerve grafts, khususnya pada kasus cedera yang luas.
1.5 Level 4
Level 4 cederaplexus brachialis melibatkan cords dan terminal
branches. Insidennya cukup tinggi, yaitu sekitar 17%. Cedera ini
berhubungan dengan nerve ruptures, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan oleh nerve avulsion. Pada beberapa kasus, distal
avulsionterjadi pada bone margin (seperti avulsi n. musculocutaneous dari
permukaan m. biceps brachii).
Pada lesi level 4 tertutup, nerve damage bervariasi, berkisar dari simple
isolated nerve injury hingga lesi pada seluruh cords atau seluruh cabang
terminal. Pada cedera level 4 seringkali dilakukan nerve graft dengan
prognosis yang pada umumnya baik.Angka kejadian tertinggi disebabkan
oleh vascular injury, rupture, dan oklusi segmental pada a.
subclavia atau a. Axillaris
Pada kasus penetrating injuries, vascular dan nerve
repairs biasanya dilakukan secara bersamaan. Golden time untuk primary
direct repair pada pembuluh darah level 4 yang terbelah pada
kasus penetrating injury tanpa nerve grafts berkisar 2 minggu, berbeda
dengan cedera level 2 atau 3 yang hanya berkisar 1 minggu. Traction
injury level 4 biasanya berhubungan dengan fracture pada proximal
humerus atau pada scapula glenoideus.Biasanya dibutuhkan long nerve
grafts dengan panjang lebih dari 8 cm. Kadang-kadang C-loop
vascularized ulnar nerve grafts diambil dari paralytic antebrachii dan
digunakan untuk rekonstruksi n. medianus dan n. radialis. Pada
umumnya, hasilnya baik. Pada avulsi saraf dari otot seringkali
dilakukan nerve grafting dari proximal nerve stump dan direct
implantation ke dalam otot (nerve to muscle neurotization)dengan hasil

17
kekuatan otot rata-rata berkisar M3. Pilihan rekonstruksi yang lain
adalah functioning muscle transplantation.

1.6 Strategi Rekonstruksi untuk Perbedaan Tipe Lesi


 Single-Root Avulsion
Pada kasus isolated C5 root injury, dilakukan mass nerve
transfer, termasuk spinal accessorius, phrenicus, dan cabang
motorik cervicalis yang ditransfer secara langsung ke C5 spinal
nerve untuk memperbaiki kekuatan m. supraspinatus, m.
infraspinatus, dan m. deltoideusdan untuk mendapatkan kekuatan
pegerakan abduksi bahu lebih dari 90°.Single C6 root avulsion biasanya
berhubungan dengan C5 rupture. Nerve grafts dari ujung proksimal C5 ke
divisi anterior upper trunkbiasanya menghasilkan pergerakan
fleksi cubiti yang lebih baik dibanding transfer n. intercostalis ke n.
musculocutaneous. Pergerakan abduksi dapat diperbaiki melalui
transfer n. accesorius ke n. suprascapularis dan transfer n. phrenicus ke
divisi posterior upper trunk. Single C7 root avulsion biasanya berhubungan
dengan rupture of the upper trunk.Hanya dibutuhkan perbaikan upper
trunk saja. Reinervasi C7 spinal nerve tidak dibutuhkan.
 Two-Root Avulsion
Pada kombinasi C5 dan C6 two-root avulsion, dilakukan nerve
transfers. Untuk pergerakan elevasi bahu, direkomendasikan transfer n.
XIke n. suprascapularis, dikombinasikan dengan n. phrenicus transfer ke
divisi posterior upper trunk. Untuk restorasi pergerakan
fleksicubiti, dilakukan n. intercostalis transfers ke n. musculocutaneous.
Pada kasus C6 dan C7 two-root avulsions, biasanya C5
ikut ruptured. Ujung proksimal C5 yang masih sehat ditransferkan pada
divisi anterior upper trunk untuk pergerakan fleksi cubiti.Fungsi bahu
didapat dari n. XI dan n. phrenicus transfer seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Jika transfer proksimal C5 tidak dapat dilakukan,
direkomendasikan untuk ditransfer ke divisi posterior upper trunk sebagai
tambahan transfer n. XI dan n. suprascapularis untuk mendapatkan fungsi
bahu yang maksimal. Pergerakan fleksi cubiti dapat diperoleh dari transfer
n. intercostalis ke n. musculocutaneous.
Kombinasi C8 dan T1 root avulsions biasanya disertai dengan C5 dan
C7 ruptures. Pergerakan elevasi bahu didapat melalui nerve graftsdari C5
ke n. suprascapularis dan divisi posterior upper trunk. C6 nerve
fibers ditransfer ke n. medianus untuk memperbaiki fungsi motorik dan
sensorik manus.Pergerakan fleksi cubiti diperbaiki dengan transfer n.
intercostalis.Kasus C8 dan T1 root injury tanpa ruptures C5 hingga C7
sangat jarang terjadi. Pada fase lanjut, dilakukan tendon transfer dengan 2
prosedur yang terpisah.

18
 Three-Root Avulsion
Kombinasi C5-C7 root avulsion tanpa cedera C8-T1 adalah
trauma yang sering terjadi. Direkomendasikan transfer n. phrenicus dan n.
XI untuk perbaikan fungsi abduksi bahu dan transfer n. intercostalis untuk
fleksi cubiti. Nervus phrenicus ditransfer ke divisi posterior upper
trunk untuk muscle neurotization dari deltoid, triceps, dan ekstensi carpi
(m. extensor carpi radialis longus).Jika n. phrenicus juga mengalami
avulsi, dapat dilakukan transfer n. XII ke n. axillaris dengan nerve graft.
Kombinasi C7-T1 thre-root aculsion biasanya disertai dengan rupture dari
uppertrunk Direkomendasikan nerve grafts, transfer C5 fiberske n.
suprascapularis dan divisi posterior upper trunk untuk pergerakan elevasi
bahu. Ujung proksimal C6 ditransfer ke distal C8 n. spinalis atau n.
medianus untuk fungsi manus.Untuk pergerakan fleksi cubiti, dilakukan
transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous.
 Four-Root Avulsion
C6-T1 four root avulsion biasanya berhubungan dengan rupture
C5. Cedera ini termasuk trauma yang jarang terjadi.Jika proksimal C5
fibers masih sehat, dilakukan transfer ke divisi anterior upper trunk untuk
memperbaiki pergerakan fleksi cubiti. Jika transfer C5 fiberstidak dapat
dikerjakan, dilakukan transfer divisi posterior upper trunk dan transfer
N.XI ke n.Suprascapularis untuk perbaikan fungsi bahu.
Transfer contralateralC7 ke n. medianus dengan pedicle atau free
vascularized ulnar nerve graft untuk perbaikan fungsi manus(fleksi digiti
dan sensorik) dapat dilakukan secara bersamaan untuk kepentingan total
rekonstruksi dengan sekali prosedur.
 Five-Root Avulsion or Total Avulsion
Total root avulsion adalah brachial plexus injury yang paling
sering terjadi. Transfer contralateral C7 ke n. medianus menggunakan free
vascularized ulnar nerve graft untuk perbaikan fungsi manus dapat
dilakukan untuk kepentingan total rekonstruksi dengan sekali prosedur.
Sebagai tambahan, transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous untuk
pergerakan fleksi cubiti dan transfer n. phrenicusatau n. XI untuk
pergerakan elevasi bahu dapat dilakukan secara bersamaan

1.6 Rehabilitasi Paska Trauma Plexus brachialis(Palliative Surgery)


Palliative reconstruction procedures termasuk muscle transfer,
tendon transfer, functioning muscle transplantation,
tenodesis, danarthrodesis. Alternatif lain adalah orthotics dan prosthetics.
Local pedicled muscle transfer, sekalipun merupakan pilihan alternatif
untuk restorasi, tetapi seringkali bukan pilihan yang terpercaya karena
adanya partial nerve injury.
Contohnya, menggunakan lokal m. latissimus dorsi transfer untuk
fleksi cubiti C5 dan C6 ± C7 avulsion injury biasanya menghasilkan

19
kekuatan otot M3, dibandingkan dengan m. latissimus dorsi
transfer untuk traumatic loss of biceps and brachialis yang selalu
menghasilkan kekuatan otot M4. Alasan perbedaan tersebut karena n.
thoracodorsalis berasal dari C6-C8.Pada kasus pertama, terjadinerve
injury, sedangkan pada kasus yang terakhir, bukanlah suatu kasus
cedera. Palliative reconstruction dapat dipertimbangkan ketika cedera
melibatkan level C8 dan T1, yang disebut dengan Klumpke’s palsy pada
orang dewasa, atau ketika deformitas tetap ada setelah penyebuhan
maksimal, dengan atau tanpa nerve reconstruction.
 Post-Operasi Nerve Repair dan Nerve Grafting
Setelah pembedahan immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4
minggu.Terapi rehabilitasi dilakukan setelah 4 minggu paska operasi
dengan gerakan pasif pada semua sendi anggota gerak atas untuk
mempertahankan luas gerak sendi.Stimulasi elektrik diberikan pada
minggu ketiga sampai ada perbaikan motorik.Pasien secara terus
menerus diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda perbaikan motorik,
latihan aktif bisa segera dimulai. Latihan biofeedback bermanfaat bagi
pasien agar otot-otot yang mengalami reinnervasi bisa mempunyai kontrol
yang lebih baik.
 Post-Operasi Free Functioning Muscle Transplantation
Setelah transfer otot, ekstremitas atas diimobilisasi dengan bahu
abduksi 30°, fleksi 60° dan rotasi internal, siku fleksi 100°. Pergelangan
tangan posisi neutral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung
jenis rekonstruksinya. Ekstremitas dibantu dengan arm
brace dan cast selama 8 minggu selanjutnya dengan sling untuk
mencegah subluksasi sendi glenohumeral sampai pulihnya otot bahu.
Statik splint pada pergelangan tangan dengan posisi netral dan ketiga
sendi-sendi dalam posisi intrinsik plus untuk mencegah deformitas intrinsik
minus selama rehabilitasi. Dilakukan juga latihan gerak sendi gentle pasif
pada sendi bahu, siku dan semua jari-jari, kecuali pada pergelangan
tangan. Pemberian elektro stimulasi pada transfer otot dan saraf yang di
repair dilakukan pada target otot yg paralisa seperti pada otot gracilis,
tricep brachii, supraspinatus dan infraspinatus. Elektro stimulasi intensitas
rendah diberikan mulai pada minggu ke-3 paska operasi dan tetap
dilanjutkan sampai EMG menunjukkan adanya reinervasi.
Enam minggu paska operasi selama menjaga regangan berlebihan dari
jahitan otot dan tendon, dilakukan ekstensi pergelangan tangan dan mulai
dilatih pasif ekstensi siku. Sendi metacarpal juga digerakkan pasif untuk
mencegah deformitas claw hand. Ortesa fungsional digunakan untuk
mengimobilisasi ekstremitas atas. Dapat digunakan tipe airbag (nakamura
brace) untuk imobilisasi sendi bahu dan siku.Sembilan minggu paska
operasi, ortesa airbag dilepas dan ortesa elbow sling dipakai untuk
mencegah subluksasi bahu.

20
 Setelah Reinervasi
Setelah EMG menunjukkan reinervasi pada transfer otot, biasanya 3-
8 bulan paska operasi, EMG biofeedback dimulai untuk melatih transfer
otot menggerakkan siku dan jari.Teknik elektromiografi feedback di mulai
untuk melatih otot yang ditransfer untuk menggerakkan siku dan jari
dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan ototnya secara
efektif. Pada alat biofeedback terdapat level nilai ambang yang dapat
diatur oleh terapis atau pasien sendiri. Saat otot berkontraksi pada level
ini, suatu nada berbunyi, layar osciloskop akan merekam respons ini.
Level ini dapat diatur sesuai tujuan yang akan dicapai.
Lempeng elektroda ditempelkan pada otot, kemudian pasien diminta untuk
mengkontraksikan ototnya. Pada saat permulaan biasanya
EMG discharge sulit didapatkan, tetapi dengan latihan yang kontinyu,
EMG discharge otot akan mulai tampak.
Latihan EMG biofeedback (Gambar 8) dilakukan 4 kali seminggu dan tiap
sesi selama 10-70 menit, dan latihan segera dihentikan bila ada tanda-
tanda kelelahan.Efektivitas latihan biofeedback tidak dapat dicapai bila
pasien tidak mempunyai motivasi dan konsentrasi yang cukup.

Gambar 8.EMG biofeedback.


Sumber: http://hitechtherapy.com/user_images/kine/KineLive01.jpg

Reedukasi otot diindikasikan saat pasien menunjukkan kontraksi aktif


minimal yang tampak pada otot dan group otot.Tujuan reedukasi otot
untuk pasien adalah mengaktifkan kembali kontrol volunter otot. Ketika
pasien bekerja dengan otot yang lemah, intensitas aktivitas motor unit dan
frekuensi kontraksi otot akan meningkat. Waktu sesi terapi seharusnya
pendek dan dihentikan saat terjadi kelelahan dengan ditandai penurunan
kemampuan pasien mencapai tingkat yang diinginkan.

21
Pemanasan, ultrasound diatermi, TENS(Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation), interferensial stimulasi, elektro stimulasi dapat dipergunakan
sesuai indikasi. Dilakukan juga penguatan otot-otot leher dan
koreksi imbalance otot-otot ekstremitas atas.
 Terapi Okupasi
Terapi okupasi terutama diperlukan untuk:

 Memelihara luas gerak sendi bahu, membuat ortesa yg tepat untuk


membantu fungsi tangan, siku dan lengan, mengontrol edema defisit
sensoris.
 Melatih kemampuan untuk menulis, mengetik, komunikasi.
Menggunakan teknik-teknik untuk aktivitas sehari-hari, termasuk teknik
menggunakan satu lengan, menggunakan peralatan bantu serta
latihan penguatan dengan mandiri.


Terapi Rekreasi
Terapi ini sebagai strategi dan aktivitas kompensasi sehingga dapat
menggantikan berkurang dan hilangnya fungsi ekstremitas.

 Orthosis pada Post Trauma Plexus brachialis


Pada umumnya penderita dengan cedera plexus brachialisakan
menggunakan lengan disisi kontralateral untuk beraktivitas. Pada
beberapa kasus, penderita memerlukan kedua tangan untuk melakukan
aktivitas yang lebih kompleks.Untuk itu orthosis didesain sesuai
kebutuhan penderita.Orthosis (Gambar 41) untuk penderita cederaplexus
brachialis dibuat terutama untuk menyokong bagian bahu dan siku.

Gambar 42. Orthosis


Sumber:http://ucare.com.au/yahoo_site_admin/assets/images/85691_Fmsmall.11618150
7_std.jpg

22
Sedangkan untuk prehension tangan, umumnya terbatas pada metode
kontrolnya sehingga tidak banyak didesain. Beberapa orthosis digerakkan
menggunakan sistem muielektrik, sehingga penderita mampu melakukan
gerakan pada pergelangan tangan dan jari-jarinya.
Orthosis ini dapat membantu penderita paska trauma untuk melakukan
aktivitas sehari-hari seperti makan dan minum dari gelas atau botol,
menyisir rambut, menggosok gigi, menulis menggambar, membuka dan
menutup pintu, membawa barang-barang

1.7 Prognosis
Lebih dari 70% kasus obstetric brachial plexus injury sembuh secara
spontan. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar nervus injurypada
kasus obstetrikal termasuk dalam cedera neuropraxia yang dapat pulih
secara spontan.
Sembuh spontan pada kasus brachial plexus injury jarang terjadi, tetapi
masih mungkin pada beberapa lower plexus root injuries. Padabrachial
plexus injury, setelah nerve reconstruction atau free functioning muscle
transplantation, fungsi motorik dinilai kekuatannya sesuai dengan
pemeriksaan British Medical Research Council grading system.
Pada cedera plexus brachialis level 4 setelah nerve grafting, keberhasilan
operasi ditandai dengan pergerakan elevasi bahu M4 180, pergerakan
fleksi dan ekstensi cubiti M4 atau lebih, pergerakan fleksi dan
ekstensi digiti M3 atau lebih. Pada post-opertive total root
avulsion dengan multiple nerve transfer, keberhasilan operasi ditandai
dengan pergerakan abduksi 60, pergerakan fleksi cubiti M4, dan
pergerakan digiti M2 atau lebih. Keberhasilan operasi tambahan,
yaitu functioning free muscle transplantation ditandai dengan
pergerakan carpi M2-3 dan pergerakan ekstensi digiti.
Rorabeck CH, et al meneliti 112 kasus cedera plexus brachialis dan
menyimpulkan bahwa trauma upper trunk memiliki prognosis yang paling
baik, trauma pada cords, upper roots, dan lower trunk umumnya memiliki
prognosis yang kurang baik. Complete plexus injuriesmemiliki prognosis
yang paling buruk. Nyeri persisten yang lebih dari 6 bulan
mengindikasikan tanda prognosis neurologikal yang
buruk.Adanya pseudomeningocele yang terdeteksi biasanya berhubungan
dengan prognosis yang buruk. Penelitian Rorabeck CH, et al dapat dilihat
pada Tabel 7 di bawah.

23
Tabel 7.Recovery in brachial plexus injury.
Sumber: Rorabeck CH, Harris WR. Factors Affecting the Prognosis of Brachial Plexus
Injuries. The Journal od Bone and Joint Surgery.

Injury Total Cases Full Recovery Partial Recovery No Recovery


Upper roots 13 3 5 5

Upper trunk 34 18 11 5

Lower trunk 18 3 4 11

Cords 23 6 4 13

Complete 24 0 6 18

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan, full recovery pada kasus upper
roots sekitar 23%, pada kasus upper trunk sekitar 53%, pada kasuslower
trunk sekitar 17%, pada kasus cords trauma sekitar 26%, dan 0% pada
kasus complete brachial plexus injury.

24
25
BAB IV
KESIMPULAN

Cedera plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal


dari C5-T1.Plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke
arah axilla yang dibentuk oleh ramus ventral saraf vertebra C5-T1.
Insiden obstetrical brachial plexus injury di Amerika Serikat sebesar
1-2 kasus per 1000 kelahiran. Insiden Erb’s palsy sekitar 90%, total plexus
injury sebesar 9%, dan Klumpke’s palsy sebesar 1%.[1][2] Menurut Office of
Rare Disease of National Institutes of Health, angka kejadian brachial
plexus injury kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di
Amerika Serikat. Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang
berusia 15-25 tahun.
Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus
brachialis. Tetapi etiologi yang lebih sering, antara lain: trauma, cedera
persalinan, compression syndrome, dan tumor.
Terdapat berbagai macam versi sistem klasifikasi brachial plexus
injury, tetapi yang paling banyak digunakan adalah Leffert’s classification
system.
1. Tipe 1 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh open
trauma.
2. Tipe 2 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh closed
trauma, dibagi menjadi:
- A: Supraclavicular, dibagi menjadi: preganglionik dan
postganglionik.
- B. Infraclavicular
- C: Kombinasi

1. Tipe 3 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan


oleh radiotherapy induced.
2. Tipe 4 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh cedera
selama persalinan.
- A: Erb’s palsy
- B: Klumpke’s palsy
- C: Kombinasi

26
Manifestasi klinis cedera plexus brachialis tergantung dari tingkat
lesi yang terjadi (roots, trunks, divisions, cords, terminal
branches, atautotal plexus). Manifestasi klinis yang timbul adalah
gangguan motorik dan sensorik sesuai dengan distribusi nervus.
Pemeriksaan fisik yang diperlukan, meliputi: (1) pemeriksaan motorik
sesuai dengan distribusinya yang dinilai dari skala 0 hingga 5 disesuaikan
dengan Medical Research Council Scale for Assessment of Muscle
Power. (2) pemeriksaan sensorik pada setiap
dermatom,propioceptive, temperatur, taktil, perabaan, vibrasi
dengan turning fork 30 dan 256 cycles per second, dan ninhydrin test. (3)
Pemeriksaan khusus, meliputi Tinel’s sign dan Horner’s syndrome.
Diagnosis cedera plexus brachialis, meliputi: anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan
kebutuhan (x-ray, CT Scan, MRI, CT myelography, angiography,
electrophysiology).
Penanganan untuk cedera plexus brachialis tergantung level cedera
yang terjadi menurut pembagian David Chuang. Pilihan rekonstruktif untuk
cedera level 1 adalah nerve transfer dan functioning free muscle
transplantation. Palliative surgery dikerjakan untuk lesi level 1 sampai
dengan 4.Functioning free muscle transplantation termasuk
dalam palliative surgery dan dapat dikerjakan pada lesi selain lesi level 1.
Neurolysis, nerve repair, nerve graft (free nerve graft atau vascularized
ulnar nerve graft), nerve transfer dikerjakan pada lesi level 2. Clavicle
osteotomy seringkali dibutuhkan pada lesi level 3. Nerve grafts juga sering
dikerjakan pada lesi level 4.
Prognosis obstetric brachial plexus injury umumnya baik, karena
lebih dari 70% kasus sembuh secara spontan karenakan hampir sebagian
besar nervus injury pada kasus obstetrikal termasuk dalam
cedera neuropraxia yang dapat pulih secara spontan.
Penelitian oleh Rorabeck CH, et al dapat disimpulkan, full
recovery pada kasus upper roots sekitar 23%, pada kasus upper
trunk sekitar 53%, pada kasus lower trunk sekitar 17%, pada kasus cords
trauma sekitar 26%, dan 0% pada kasus complete brachial plexus injury.

27

Anda mungkin juga menyukai