Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

RAHASIA KEDOKTERAN

Pembimbing

Prof. Dr. H. Sudjari Solichin, dr., Sp.F (K)

Penyusun :

1. Eka Putra Dimas Anugerah 201704200234

2. Eldwin Laurenso Lomi 201704200235

3. Elizabeth Esterina Wiyanto 201704200236

4. Emanuel Christophorus Lienanto 201704200237

5. Endah Dita Wahyuni 201704200238

6. Enita Merry Whiwhin Yulianti 201704200239

7. Eric Romy Candra 201704200240

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat-Nya sehingga referat

dengan judul “Rahasia Kedokteran” dapat diselesaikan. Pembuatan referat ini merupakan salah

satu tugas dalam menempuh masa dokter muda di Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK

Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya. Ucapan terima kasih karena bimbingan,

dukungan, dan bantuan dalam pembuatan makalah ini penulis sampaikan kepada:

1. dr. H. Edi Suyanto, Sp.F., SH, M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran dan

Medikolegal FK Universitas Airlangga.

2. dr. Abdul Aziz, Sp.F selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD

dr. Soetomo Surabaya.

3. dr. Nily Sulistyorini, Sp.F (K) selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda pada Instalasi

Kedokteran dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo Surabaya.

4. Prof. Dr. H. Sudjari Solichin, dr., Sp.F (K) selaku pembimbing penulisan referat dan Guru

Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga.

5. Prof. Dr. Med. H. M. Soekry Erfan Kusuma, dr., Sp.F (K), DFM selaku Guru Besar Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga.

6. Seluruh staf pengajar, PPDS-1 Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr.

Soetomo Surabaya pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr.

Soetomo Surabaya.

7. Rekan-rekan sejawat FK Universitas Airlangga, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas

Hang Tuah Surabaya dan Universitas Pattimura.

i
Besar harapan penulis agar makalah ini dapat memperluas wawasan dan menambah

pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal serta

pembaca pada umumnya

Surabaya, 11 Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Masalah ............................................................................................................................................ 3
C. Tujuan .............................................................................................................................................. 3
1. Tujuan Umum....................................................................................................................3
2. Tujuan Khusus ..................................................................................................................3
D. Manfaat ............................................................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................4
A. Pengertian Rahasia Kedokteran .................................................................................................... 4
B. Klasifikasi Rahasia Kedokteran .................................................................................................... 4
C. Pihak yang Wajib Menyimpan Rahasia Kedokteran .................................................................. 5
D. Kapan Rahasia Kedokteran Dapat Dibuka .................................................................................. 7
E. Sanksi Dalam Rahasia Kedokteran ............................................................................................. 11
F. Hak undur diri dokter .................................................................................................................. 15
BAB III PENUTUP......................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis
dalam United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya
menyatakan bahwa, “Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai
manusiadan diperlakukan secara manusiawi, sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan”. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan jasmani
danrohani kepada dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala
sesuatu yang berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada orang lain oleh
dokter yang merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang bekerja sama dengan dokter
tersebut.

Perkembangan kehidupan dalam masyarakat akhir-akhir ini cenderung


membicarakan masalah dunia kedokteran. Bidang kedokteran sebagai profesi merupakan
suatu profesi kepercayaan dan dianggap sebagai profesi yang mulia. Oleh karena itu,
pekerjaan yang dilakukan oleh seorang dokter membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi
dan dapat berakibat fatal. Namun seorang dokter hanyalah manusia biasa yang tidak akan
mungkin luput dari kesalahan baik yang dilakukan dalam kehidupan sosialnya sebagai
anggota masyarakat, maupun dalam melakukan tugas profesinya sebagai seorang dokter
atau tenaga kesehatan. Kini profesi kedokteran mulai dimasuki oleh 1 unsur hukum di
dalamnya, mengingat karena kebutuhan yang mendesak akan adanya perlindungan
hukum untuk pasien yaitu mendapat penjelasan dan persetujuan merupakan hak pasien
yang dilindungi oleh undang-undang sebagaimana tercantum dalam pasal 45 Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran,1 yang menyatakan bahwa
“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien dan diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap”.

1
Rahasia kedokteran atau rahasia medis, yang juga tercatat dalam rekam medis,
mungkin dalam sebagian besar masyarakat di indonesia tidak di persoalkan oleh karena
sepanjang kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diingikan telah di
penuhimaka hal yang lain tidak lagi menjadi persoalan. Namun demikian, hal ini
merupakan salah satu masalah yang terjadi pada dokter pada umumnya. Di satu sisi
dokter di haruskan menjaga rahasia pasiennya, disisi lain oleh karena faktor sosial budaya
dimana satu orang anggota keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
keluarga keseluruhan, maka jika seorang anggota keluargasakit, akan juga menjadi
persoalan bagi seluruh keluarga, sehingga semua anggota keluarga, saudara-saudara
bahkan tetangganya pun dapat bertanya kepada dokter untuk mengetahui penyakit yang
diderita oleh pasien tersebut. (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran)

Pada pasien yang di rawat jalan, penjelasan dokter kepada keluarga pasien
diperlukan agar dapat merawat pasien dirumah. Penjelasan diberikan denggan seizin
pasien dan dokter tetap memegang rahasia pasiennya. Pada pasien rawat inap, dokter
dengan seizin pasien boleh menjelaskan penyakit pasiennya kepada orang lain tanpa
harus mengobral informasi yang dimiliki. Dokter sebagai orang yang diberikan
kepercayaan oleh pasien harus menerangkan secara hati-hati. Namun, perlu ketegasan
dalam penolakan terhadap permintaan keluarga sehubungan dengan hal-hal yang menjadi
rahasia pasien. (Soetjiningsih, 2008, Modul Komunikasi Pasien ± Dokter, Jakarta, Hal.
70)

Sesuai dengan ketentuan Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia


pada pasal 16 yang menyatakan bahwa, “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinyatentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia.”. (Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012)

2
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini
adalah:

1. Apa itu rahasia kedokteran?

2. Kepada siapa saja rahasia kedokteran dapat dibuka ?

3. Siapa saja yang harus memegang rahasia kedokteran ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan pengetahuan kepada klinisi dan masyarakat umum tentang

rahasia kedokteran.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan penjelasan mengenai rahasia kedokteran

b. Memberikan penjelasan kepada siapa saja rahasia kedokteran dapat

dibuka

c. Memberikan penjelasan tentang siapa saja yang harus memegang

rahasia kedokteran

D. Manfaat

Artikel ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa peningkatan

pengetahuan dibidang ilmu kesehatan medikolegal terutama dalam hal rahasia

kedokteran.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Rahasia Kedokteran

Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa

yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang

menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup

maupun yang sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.10

tahun 1966 pasal 1, pasal 2, pasal 3.

Dalam Permenkes RI No.36 Tahun 2012 pasal 1 dikatakan bahwa Rahasia

Kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga

kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan dan profesinya.

Pengaturan rahasia kedokteran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam

perlindungan, penjagaan, dan penyimpanan rahasia kedokteran.

B. Klasifikasi Rahasia Kedokteran


Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu:
1. Rahasia Pekerjaan

Rahasia pekerjaan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan

berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.

2. Rahasia Jabatan

Rahasia jabatan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan

berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai

4
negeri, yang berbunyi: “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau

menurut perintah harus saya rahasiakan”.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2012 Pasal 16 tentang Rahasia Jabatan

bahwa Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Pada peraturan peemerintah nomor

26 tahun 1960 pasal 2 juga disebutkan “Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya

ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai Dokter”.

Rahasia kedokteran juga mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya mencakup

segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaan atau keilmuannya mengenai hal-hal yang

diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus

untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa

permintaan khusus). Termasuk dalam hal ini adalah segala fakta yang didapatkan dari

pemeriksaan penderita, interpretasi untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan,

dari anamnesa dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran.

C. Pihak yang Wajib Menyimpan Rahasia Kedokteran


Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib Simpan

Rahasia Kedokteran Pasal 3, yang diwajbkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga

kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,

pengobatan dan/ atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.1

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal

2, tenaga kesehatan terdiri dari :

1. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi

5
2. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan

3. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker

4. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomology

kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan

dan sanitarian

5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien

6. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara

7. Tenaga keteknisian medis, meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi teknisi

elektromedis analis kesehatan, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik

prostetik, teknisi transfuse dan perekam medis

Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran sudah

dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap dianut dan menjadi

dasar kode etik kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan

kondisi masing-masing negara.

Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan

segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu

harus kita sadari bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit

atau sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan

sumpah atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung

tinggi rahasia kedokteran tersebut.

Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah dokter

yang berbunyi : “saya bersumpah/ berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu

yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”.

6
D. Kapan Rahasia Kedokteran Dapat Dibuka
Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan di kalangan

kedokteran, yaitu: 1

a. Pendirian yang mutlak

Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia

jabatan atau pekerjaan harus dipegang teguh tanpa ada alternatif lain, apapun

konsekuensinya. Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa ada kepentingan lain

yang lebih utama. Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup

mulut. Pengikut aliran ini yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837 – 1906), ia

adalah seorang dokter Perancis yang kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu

Kedokteran Kehakiman di Paris (1879).

b. Pendirian yang nisbi atau relatif

Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang terbanyak diikuti

dan dapat dikatakan diikuti oleh umum. Tetapi hal ini tidak berarti penerapannya

dalam praktek dan persesuaian pendapat, karena teori ini dalam praktek sering sekali

mendatangkan konflik moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang

kompleks.

Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan mana yang

lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya yang berarti membuka

rahasia atau pekerjaannya ataukah ia akan menyimpan rahasia yang lebih diutamakan.

Dalam mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap

persoalan secara kasuistis.

7
Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa yang harus

dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan kewajiban untuk menyimpan

rahasia. Sebab kalau ini yang menjadi pilihannya, ia harus sudah memperhitungkan

risiko yang mungkin dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena

diadukannya ke pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat dibukanya rahasia oleh

dokter, bila demikian halnya, supaya dokter siap menghadapinya dengan memberikan

alasan-alasannya yang dapat membenarkan perbuatannya atau yang dapat

menghapuskannya.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pasal-pasal

yang mengatur hal-hal tersebut diatas, yaitu:

KUHP Pasal 48 “Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan

karena terdorong oleh daya paksa”.

Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa mutlak,

melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan sebagai berikut: 1

a. Melindungi kepentingan umum

b. Melindungi kepentingan orang yang tidak bersalah

c. Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya

d. Melindungi dokter sendiri

KUHP Pasal 50 “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan

kepentingan undang-undang, tidak dipidana”.

Ketentuan ini terutama berkaitan dengan kewajiban seorang dokter melaporkan

peristiwa kelahiran, kematian dan penyakit menular.

8
KUHP Pasal 51 “Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan atau

menjalankan perintah jabatan yang diberikan pembesar yang berhak”.

ketentuan ini menyangkut dokter militer dan dokter majelis penguji kesehatan,

misalnya: melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan anggota TNI.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012

Tentang Rahasia Kedokteran Bab 4 tentang Pembukaan Rahasia Kedokteran yang

berbunyi :

PASAL 5

(1) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,

memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,

permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terbatas sesuai kebutuhan.

PASAL 6

(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan

pasien; dan

b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.

(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dilakukan dengan persetujuan dari pasien.

9
(3) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi

elektronik.

(4) Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah

diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

(5) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau

pengampunya.

PASAL 7

(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak

hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat

dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan.

(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui

pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan

saksi, dan/atau ringkasan medis.

(3) Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang.

(4) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah pengadilan

atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya dapat diberikan.

10
PASAL 8

(1) Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan dengan pemberian data dan informasi kepada

pasien baik secara lisan maupun tertulis.

(2) Keluarga terdekat pasien dapat memperoleh data dan informasi kesehatan pasien,

kecuali dinyatakan sebaliknya oleh pasien.

(3) Pernyataan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pada waktu

penerimaan pasien.

PASAL 9

(1) Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan tanpa persetujuan pasien

dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum.

(2) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan etik atau

disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas permintaan tertulis dari

Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia.

(3) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka identitas pasien.

E. Sanksi Dalam Rahasia Kedokteran


Seorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah mengetahui peraturan-

peraturan hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan ilmu kedokteran pada

umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi pembocoran rahasia

11
jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi-sanksi tersebut adalah:

A. Sanksi Pidana, diatur dalam UU No 29 Thn 2004 pasal 79:

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :

c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 51 huruf c yang berhubungan dengan rahasia kedokteran berbunyi “Dokter

atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban” :

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah

pasien itu meninggal dunia;

Selain itu dalam KUHP pasal 112 “Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan

surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus

dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukannya kepada

negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.”

KUHP pasal 322:

1. Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

2. Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu hanya dapat

dituntut atas pengaduan orang tersebut.

12
B. Sanksi Perdata, diatur dalam:

KUH Perdata pasal 1365

“Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi orang lain,

mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut”

KUH Perdata pasal 1366

Setiap orang bertangggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yamg disebabkan karena kelalaian atau kurang

hati-hatinya”.

KUH Perdata pasal 1367

“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-

orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena perbuatan orang-orang yang

berada di bawah pengawasannya”.

C. Sanksi Administratif:

Diatur dalam Permenkes No.36 tahun 2012 pasal 15:2

(1) Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Dinas Kesehatan Provinsi,

Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan organisasi profesi terkait membina dan

mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi dan tugas

masing-masing.

(2) Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri, Ketua Konsil

Kedokteran Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas

13
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan

kewenangan masing-masing.

(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa teguran

lisan, teguran tertulis, atau pencabutan surat tanda registrasi, izin praktik tenaga

kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan.

Selain itu diatur pula dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1963 pasal 11 yang

bunyinya sebagai berikut:

“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan perundang-

undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan

administratif dalam hal sebagai berikut:

a. Melalaikan kewajiban.

b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang tenaga

kesehatan, baik mengingat sumpah jabatnnya ataupun sebagai tenaga kesehatan.

c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan.

D. Sanksi Sosial

Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. Contohnya: masyarakat

enggan berobat ke dokter tersebut. Dari pasal-pasal tersebut di atas jelas bahwa si

pelanggar dapat dipidana penjara atau denda kepada negara berdasarkan pasal 322

KUHP, juga dapat diwajibkan membayar kerugian berdasarkan pasal 1365 KUH

Perdata.

14
F. Hak undur diri dokter

Hak ini dapat dipakai oleh seorang dokter apabila dia diminta untuk memberikan

kesaksian di pengadilan yang menyangkut rahasia kedokteran.1

Menurut hukum, maka setiap warganegara dapat dipanggil oleh pengadilan untuk

didengar kesaksiannya, selain itu seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil

sebagai saksi ahli. 1

Seorang dokter sebagai saksi atau ahli mungkin sekali diharuskan memberikan

keterangan tentang seseorang (misalnya terdakwa) yang sebelumnya telah menjadi penderita

yang ditanganinya. Ini seolah-olah dokter tersebut diharuskan melanggar rahasia

kedokterannya. Kejadian yang bertentangan ini dapat dihindarkan karena adanya hak kuat

undur diri, dimana seorang dokter mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan: 1

Pasal 120 KUHAP:

1) Dalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang yang memiliki

keahlian khusus

2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik

bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-

baiknya, kecuali disebabkan harkat dan martabat pekerjaan jabatannya yang

mewajibkan ia menyimpan rahasia, dapat menolak untuk memberiikan keterangan

yang diminta.

Pasal 170 KUHAP:

1) Mereka yang pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan

rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan

sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya.

15
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan manusia

tersebut.

Jadi, pasal-pasal tersebut di atas dapat dipakai oleh dokter jika diminta sebagai

saksi, ahli, atau saksi ahli pada sidang pengadilan, dimana keterangan-keterangan yang

diminta itu menurut pendapatnya adalah rahasia yang dipercayakan kepadanya oleh

pasien.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang

diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang

menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, rahasia tersebut hendaknya

tetap dirahasiakan baik saat pasien masih hidup maupun saat pasien sudah meninggal.

2. Pihak yang wajib menyimpan rahasia kedokteran diantaranya tenaga kesehatan,

mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan

dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

3. Dua aliran atau golongan yang dapat ditemukan di kalangan kedokteran diantaranya,

Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia jabatan

atau pekerjaan harus dipegang teguh tanpa ada alternatif lain apapun konsekuensinya,

dan Golongan nisbi atau relative merupakan azas professional yang menghendaki

adanya pertimbangan-pertimbangan yang lebih utama.

4. Sanksi yang berlaku dalam rahasia kedokteran meliputi sanksi pidana, sanksi perdata,

sanksi administrative, dan sanksi social yang berguna untuk menjamin kerahasiaan

pasien.

5. Dokter memiliki hak undur diri dokter yang dapat digunakan apabila diminta untuk

memberikan kesaksian yang menyangkut rahasia kedokteran oleh penyidik di hadapan

pengadilan.

17
B. Saran

1. Dokter sebagai pemegang rahasia kedokteran hendaknya mengenal dengan baik dasar-

dasar hukum yang mengatur tentang rahasia kedokteran demi perlindungan pasien dan

dirinya sendiri.

2. Sebagai seorang dokter hendaknya memiliki sifat profesionalisme dalam menjaga

rahasia jabatan yang diketauhinya karna ilmu yang dimilikinya sebagai seorang dokter.

3. Hendaknya dokter tetap berpegang pada landasan moril dan dalam memutuskan kapan

rahasia pasien dibuka dengan mengingat bahwa rahasia tersebut tidak selayaknya

dipertahankan sehingga melindungi kejahatan atau merusak kepentingan atau

keselamatan umum.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoediyanto H, Apuranto H. Buku ajar ilmu kedokteran dan medikolegal FK Unair.

2010.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 36 tahun 2012.

3. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kode Etik Kedokteran Indonesia. 2012.

4. Peraturan Pemerintah Nomer 26 Tahun 1960 Tentang Lafal Sumpah Dokter.

5. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

19

Anda mungkin juga menyukai