Anda di halaman 1dari 106

KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN

DAN LAJU ENDAP DARAH PADA PASIEN POSITIF


COVID-19

SKRIPSI

Sarah Amira Oktaria


1761050060

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2021
KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN
DAN LAJU ENDAP DARAH PADA PASIEN POSITIF
COVID-19

SKRIPSI
PENELITIAN

Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKI


Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

Sarah Amira Oktaria


1761050060

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2021
KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN
DAN LAJU ENDAP DARAH PADA PASIEN POSITIF

COVID-19

Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKI


Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

Sarah Amira Oktaria


1761050060

Telah disetujui oleh:

(dr. Danny Ernest Jonas Luhulima, Sp.PK)


NIP: 141159

Mengetahui,

(Dr. Muhammad Alfarabi, S.Si., M.Si.)


Ketua Tim Skripsi
NIP: 131969

Tanggal Ujian: 12 Maret 2021


Tanggal Lulus: 19 Maret 2021
PERNYATAAN ORISINALITAS

Nama Mahasiswa : Sarah Amira Oktaria

NIM : 1761050060

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa Skripsi berjudul :

“KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN DAN


LAJU ENDAP DARAH PADA PASIEN POSITIF COVID-19”

Adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam
Skripsi tersebut telah diberi tanda citation dan ditunjukan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik.

Jakarta, 8 Januari 2021


Yang membuat pernyataan,

( Sarah Amira Oktaria )

NIM : 1761050060
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Kristen Indonesia, saya yang bertanda


tangan dibawah ini :
Nama : Sarah Amira Oktaria
NIM : 1761050060
Program Studi : S1
Fakuktas : Kedokteran
Jenis Karya : Skripsi Penelitian
Demi mengemban ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen
Indonesia bebas royalty nonekslusif (Non Exclusive royalty free right) atas karya ilmiah yang berjudul :

“KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN DAN LAJU ENDAP DARAH


PADA PASIEN POSITIF COVID-19”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
nonekslusif ini, Universitas Kristen Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 8 Januari 2021
Yang menyatakan

(Sarah Amira Oktaria )


NIM: 1761050060
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat Rahmat dan
Karunia-Nya Skripsi yang berjudul “KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-
REACTIVE PROTEIN DAN LAJU ENDAP DARAH PADA PASIEN
POSITIF COVID-19” ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini tak lepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan moril
maupun materi dari banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada :

1. Dr. dr. Robert Hotman Sirait, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
2. Dr. Muhammad Alfarabi, S.Si., M.Si. selaku ketua tim skripsi.
3. dr. Danny Ernest Jonas Luhulima, Sp.PK sebagai dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan
memberi pengarahan dalam penyusunan skripsi.
4. dr. Kurniyanto, Sp.PD sebagai penguji sidang skripsi penulis yang berlangsung
pada hari Jumat, 12 Maret 2021.
5. Dr. Sudung Nainggolan, MHSc yang sudah menyediakan waktunya untuk
membantu dalam proses perhitungan statistik melalui program SPSS.
6. Orang tua penulis, Budi Mandala (Ayah) dan dr. Gloria Ilona (Ibu) yang telah
membesarkan, mendidik, mendoakan dan selalu memberi dukungan moral serta
materil kepada penulis.
7. Sahabat-sahabat kuliah penulis yang telah memberikan dukungan, semangat, dan
saran kepada penulis.
8. Para Dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia yang
telah menginspirasi serta memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyusun
skripsi ini.
9. AMSA-UKI yang selalu membagi ilmu, pengalaman dan kekeluargaan kepada
penulis.
10. Ryo Fukuyama, teman satu dosen pembimbing yang saling memberi dukungan
selama penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh keluarga dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
selalu memberikan semangat kepada penulis.
Akhir kata, saya berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini memberi manfaar bagi
pengembangan ilmu kedokteran.

Jakarta, 8 Januari 2021

Penulis

( Sarah Amira Oktaria )


Markus 5:34

“Maka kata-Nya kepada perempuan itu: “Hai anak-Ku, imanmu telah


menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari
penyakitmu!”
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................i

PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................................ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN SKRIPSI..................................................iii

KATA PENGANTAR.......................................................................................iv

DAFTAR ISI......................................................................................................vi

DAFTAR TABEL..............................................................................................xi

DAFTAR DIAGRAM.......................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xiii

DAFTAR SINGKATAN...................................................................................xiv

ABSTRAK.........................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang...................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah..............................................................................2

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum............................................................................2

I.3.2 Tujuan Khusus............................................................................3

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi Masyarakat.........................................................................3

I.4.2 Bagi Institusi..............................................................................3

I.4.3 Bagi Peneliti...............................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 COVID-19

II.1.1 Epidemiologi COVID-19....................................................................4

II.1.2 Etiologi COVID-19 ..........................................................................5

II.1.3 Patogonesis COVID-19

II.1.3.1 Penetrasi dan Replikasi SARS-CoV-2.................................7


II.1.3.2 Presentasi Antigen dan Reaksi Imunitas

SARS-CoV-2........................................................................9

II.1.3.3 Badai Sitokin dan ARDS pada Infeksi

COVID-19.........................................................................11

II.1.4 Manifestasi Klinis COVID-19..........................................................12

II.1.5 Diagnosis COVID-19

II.1.5.1 real time Reverse-Transcription Polymerase

Chain Reaction......................................................................15

II.1.5.2 Computed Tomography Scan (CT Scan)..............................16

II.2 C-Reactive Protein (CRP)...................................................................17

II.3 Laju Endap Darah (LED)...................................................................20

II.4 Kerangka Teori..................................................................................23

BAB III METODELOGI PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian................................................................................24

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................24

III.3 Populasi dan Sampel

III.3.1 Populasi................................................................................24

III.3.2 Sampel....................................................................................24

III.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

III.4.1 Kriteria Inklusi......................................................................24

III.4.2 Kriteria Eksklusi..................................................................24

III.5 Variabel Penelitian

III.5.1 Variabel Bebas.......................................................................25

III.5.2 Variabel Terikat.....................................................................25

III.6 Definisi Operasional.........................................................................25

III.7 Instrumen Penelitian.........................................................................27

III.8 Cara Kerja Penelitian .......................................................................27

III.9 Analisis dan Pengolahan Data..........................................................27


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil dan Pengolahan Data................................................................28

IV.2 Distribusi dan Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia.....................29

IV.3 Distribusi dan Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin......32

IV.4 Analisis Bivariat

IV.4.1 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Pemeriksaan


Polymerase Chain Reaction dengan C-Reactive Protein........34

IV.4.2 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Pemeriksaan


Polymerase Chain Reaction dengan Laju Endap Darah........36

IV.4.3 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsentrasi


C-Reactive Protein dan Laju Endap Darah dengan Frekuensi
Pernafasan................................................................................38

IV.4.4 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsentrasi


C- Reactive Protein dan Laju Endap Darah dengan Suhu......40

IV.4.5 Hasil Pemeriksaan dan Anallisis Bivariat antara Konsentrasi


C- Reactive Protein dan Laju Endap Darah Frekuensi Nadi...42

IV.4.6 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsentrasi


C-Reactive Protein dan Konsentrasi Laju EndaP Darah.........44

IV.5 Pembahasan.....................................................................................45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan.......................................................................................49

V.2 Saran..................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51

BIODATA MAHASISWA...................................................................................60

LAMPIRAN..........................................................................................................61
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Fungsi protein struktural coronavirus........................................................5

Tabel II.2 Persentase gejala pada pasien COVID-19 ringan....................................14

Tabel II.3 Nilai normal pada pemeriksaan LED.......................................................22

Tabel III.1 Definisi operasional................................................................................25

Tabel IV.1 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada semua umur......................29

Tabel IV.2 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada kelompok 1-40 tahun.......30

Tabel IV.3 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada kelompok 41-90 tahun.....31

Tabel IV.4 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok 1- 40 tahun............................................................................32

Tabel IV.5 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok 41-90 tahun...........................................................................33

Tabel IV.6 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan CRP pada

kelompok 1-40 tahun.............................................................................34

Tabel IV.7 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan CRP pada

kelompok 41-90 tahun...........................................................................35

Tabel IV.8 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan LED pada

kelompok 1-40 tahun.............................................................................36

Tabel IV.9 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan LED pada

kelompok 41-90 tahun...........................................................................37

Tabel IV.10 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan

frekuensi pernafasan..............................................................................38

Tabel IV.11 Hasil perhitungan statistik antara LED dengan

frekuensi pernafasan............................................................................39

Tabel IV.12 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan suhu tubuh.................41

Tabel IV.13 Hasil perhitungan statistik antara LED dengan suhu tubuh.................41

Tabel IV.14 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan frekuensi nadi............43
Tabel IV.15 Hasil perhitungan statistik antara LED dengan frekuensi nadi............44

Tabel IV.16 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan LED...........................44

DAFTAR DIAGRAM

Diagram IV.1 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada semua umur.................29

Diagram IV.2 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada

kelompok 1-40 tahun........................................................................30

Diagram IV.3 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada

kelompok 41-90 tahun......................................................................31

Diagram IV.4 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok 1- 40 tahun.......................................................................32

Diagram IV.5 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok 41-90 tahun......................................................................33

Diagram IV.6 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan CRP pada

kelompok 1-40 tahun........................................................................34

Diagram IV.7 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan pada

kelompok 41-90 tahun......................................................................35

Diagram IV.8 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan LED pada

kelompok 1-40 tahun........................................................................36

Diagram IV.9 Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan LED pada

kelompok 41-90 tahun......................................................................37

Diagram IV.10 Hasil perhitungan statistic antara CRP dengan

frekuensi pernafasan.......................................................................38

Diagram IV.11 Hasil perhitungan statistik antara LED dengan

frekuensi pernafasan.......................................................................39

Diagram IV.12 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan suhu tubuh............40
Diagram IV.13 Hasil perhitungan statistik antara LED dengan suhu tubuh............41

Diagram IV.14 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan frekuensi nadi.......42

Diagram IV.15 Hasil perhitungan statistik antara LED dengan frekuensi nadi.......43

Diagram IV.16 Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan LED......................44

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Protein structural coronavirus.............................................................5

Gambar II.2 Pencitraan GGO pada pasien COVID-19..........................................16

Gambar II.3 Pencitraan konsolidasi pada pasien COVID-19................................16

Gambar II.4 Struktur pentamerik CRP...................................................................18

Gambar II.5 Gambaran aglutinasi pada pemeriksaan CRP....................................19

Gambar II.6 Contoh hasil pemeriksaan LED.........................................................21

DAFTAR SINGKATAN

ACE : Human angiotensin-converting-enzyme-2


ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome
COVID-19 : Coronavirus disease-2019
CRP : C-Reactive Protein
CT-Scan : Computed Tomography Scan
DC : Dendritic cells
ERGIC : Endoplasmic reticulum-Golgi intermediate compartment
GCSF : Granulocyte colony-stimulating factor
GGO : Ground glass opacity
GTEx : Genotype-Tissue Expression
IFN γ : Interferon gamma
IL1B : Interleukin 1-beta
IP10 : Interferon-inducible protein 10E
JAMA : Journal of American Medical Association
MCP-1 : Monocyte chemoattractant protein-1
MCP-1A : Monocyte chemoattractant protein-1
MERS-CoV : Middle East respiratory syndrome coronavirus
MHC : Major histocompatibility complex
Mpro : Serine-type proteases
NAAT : Nucleic acid amplification test
nCoV-2019 : novel Corona Virus-2019
NIV : Non-invasive ventilation
NK : Natural killer
NLR : Neutrohphyl-Limphocyte ratio
nsp : Nonstructural protein
PLpro : Papain-like proteases
PPOK : Penyakit paru obstruksi kronis
rRT-PCR : Real-time reverse transcriptase polymerase chain
reactions
SARS-CoV : Severe acute respiratory syndrome coronavirus
SARS-Cov-2 : Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2
TcR : T-cell receptor
Th1 : T-helper 1
WHO : World Health Organization
TNF- α : Tumor necrosis factor alpha
ABSTRAK

Pada Desember 2019, ditemukan kasus pneumonia misterius yang pertama kali
dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Kemudian dikenal sebagai COVID-19
beserta etiologinya adalah SARS-Cov-2. C-Reactive Protein merupakan protein
homopentamerik yang muncul pada kondisi inflamasi. Konsentrasi laju endap
darah umum meningkat pada inflamasi akut dan kronis. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi CRP dan LED dengan status
hasil pemeriksaan diagnostic PCR pada pasien. Jenis penelitian ini adalah studi
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Data yang diambil adalah hasil
pertama kali pemeriksaan PCR dan laboratorium untuk COVID-19. Populasi
penelitian ini adalah Pasien dalam pemantauan (PDP) COVID-19 yang berobat di
salah satu RS di Bekasi Timur, Jawa Barat. Sampel penelitian ini berjumlah 65
orang, terdiri dari 28 (43,1%) pasien negatif COVID-19 dan 37 (56,9%) pasien
positif COVID-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal pasien
melakukan pemeriksaan PCR untuk COVID-19, terdapat peningkatan CRP
dengan signifikan lemah (r=0.311), serta terdapat hubungan yang signifikan
antara hasil PCR COVID-19 dengan kadar CRP pasien (p=0.040) pada kelompok
umur 1-40 tahun. Selain itu, terdapat peningkatan frekuensi pernafasan pada
pasien dengan CRP tinggi dengan signifikansi lemah (r=0.366) dan hubungan
yang signifikan antara hasil pemeriksaan CRP dengan frekuensi pernafasan
pasien (p=0.026). Selain itu, terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan
CRP dan peningkatan LED (p=0.000)
Kata Kunci: COVID-19, SARS-CoV-2, CRP, LED, Frekuensi Pernafasan
ABSTRACT

In December 2019, a mysterious pneumonia case was found and was first
reported in Wuhan, Hubei Province. Came to be known as COVID-19 with the
etiology of SARS-Cov-2. C-Reactive Protein is a homopentameric protein
elevated in inflammatory conditions. The erithrocyte sedimentation rate
concentration is generally increased in inflammation. The aim of this study was to
determine the correlation between CRP and LED concentrations with the status of
the PCR diagnostic results in patients. This type of research is a correlation study
with a cross sectional approach. The data taken were the results of the first PCR
and laboratory examinations for COVID-19. The population of this study were
patients under monitoring of COVID--19 who were treated at a hospital in East
Bekasi, West Java. The sample of this study were 65 people, consisting of 28
(43.1%) negative COVID-19 patients and 37 (56.9%) positive COVID-19
patients. The results showed that at the beginning of the patient's PCR
examination for COVID-19, there was a significantly weak increase in CRP (r =
0.311) and there was a significant relationship between the COVID-19 PCR
results and the patient's CRP level (p = 0.040) in the age group of 1-40 years. In
addition, there was an increase in respiratory rate in patients with high CRP with
weak significance (r = 0.366) and a significant relationship between the results of
CRP examination and the patient's respiratory rate (p = 0.026) and a strong
significant relationship between the results of CRP and ESR (p = 0.000).
Keywords: COVID-19, SARS-CoV-2, CRP, LED, Respiratory Rate
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada Desember 2019, ditemukan kasus pneumonia misterius yang


pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber infeksi dari kasus
ini belum diketahui, tetapi kasus pertama ini dicurigai berhubungan dengan
pasar ikan di Wuhan.1

Para peneliti dari Institute of Virology di Wuhan telah melakukan


pemeriksaan analisis metagenomik untuk mengindentifikasi etiologi dari
insidensi pneumonia tersebut yang akhirnya diidentifikasi sebagai salah satu
strain dari famili coronaviridae, mereka menyebutnya nCoV-2019.2 Pada
tanggal 11 Februari 2020, WHO mengumumkan nama resmi dari penyakit
dan virus yang sedang menyebabkan pandemik saat ini dengan penyakit
COVID-19 beserta penamaan baru etiologinya adalah SARS-Cov-2.3

Virus SARS-Cov-2 termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil


analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus
yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah SARS pada tahun
2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Penyebaran SARS-CoV-2 antara
sesama manusia melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin menjadi
sumber transmisi utama yang membuat virus ini sangat infeksius.3 Fatalitas
kasus pada pasien COVID-19 sangat tinggi pada pasien rawat inap kritis
karena menderita pneumonia berat.4

C-Reactive Protein merupakan protein homopentamerik yang muncul


pada kondisi inflamasi. Ditemukan pada tahun 1930 oleh Tillet dan Francis
yang saat itu sedang meneliti sera dari pasien yang menderita infeksi akut
Pneumococcus. Protein ini dinamakan berdasarkan reaksinya dengan kapsul
(C)-polisakarida dari Pneumococcus.5
Tingkat CRP normal bervariasi di antara populasi, dengan nilai rata-
rata antara 1,0 mg hingga 3,0 mg.6 Kadar konsentrasi CRP meningkat pada
kondisi inflamasi seperti rheumatoid arthritis, penyakit kardiovaskular, dan
infeksi. Sebagai protein yang muncul pada kondisi akut, konsentrasinya
dalam plasma dapat meningkat setidaknya 25% dari kadar normalnya pada
saat inflamasi.7 Infeksi viral dapat meningkatkan konsentrasi CRP namun
tidak setinggi saat terjadi infeksi bakterial. Nilai CRP yang meningkat secara
substansial sering ditemukan pada pasien dengan pneumonia, dan kadar CRP
yang tinggi telah terbukti sebagai prediktor kuat untuk penyakit dalam
praktik umum.8

Laju Endap Darah merupakan suatu metode pemeriksaan yang


dikembangkan oleh R. S.Fåhræus dan A.V.A. Westergren pada tahun 19219
Metode ini banyak digunakan sebagai tolak ukur analisis hasil pemeriksaan
laboratorium dari aktivitas penyakit dalam kedokteran klinis terutama untuk
penyakit terkait inflamasi.10 Pada inflamasi akut, kronis, keganasan dan
nekrosis atau infark jaringan akan terjadi peningkatan protein plasma yang
menyebabkan sel darah merah memiliki kecenderungan menempel satu sama
lain. Hal ini akan meningkatkan berat sel darah merah dan lebih cepat
mengendap sehingga nilai Laju Endap Darah akan meningkat.11

Dengan mengetahui hal tersebut, peneliti ingin mengetahui korelasi


dari pemeriksaan dari CRP dan LED pada penderita infeksi COVID-19 serta
mengetahui apakah pemeriksaan CRP dan LED baik untuk pemeriksaan
skrining dari penyakit COVID-19.

I.2 Rumusan Masalah

I.2.1. Bagaimana profil dan korelasi antara hasil pemeriksaan CRP dengan
hasil status pemeriksaan diagnostik PCR COVID-19?

I.2.2. Bagaimana profil dan korelasi dari hasil pemeriksaan LED dengan
hasil status pemeriksaan diagnostik PCR COVID-19.

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dari COVID-19
dan efeknya terhadap pemeriksaan CRP serta LED.

I.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui apakah pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP) dan Laju


Endap Darah (LED) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining
pada pasien penderita COVID-19.

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan bacaan ilmiah dan sumber informasi


terkait infeksi COVID-19.

I.4.2 Bagi Institusi

Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan acuan pengembangan


penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan infeksi COVID-19.

I.4.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menambah


pengetahuan, pengalaman, serta sebagai sarana belajar lebih dalam
berkaitan dengan judul yang diteliti.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Coronavirus Disease-2019


II.1.1 Epidemiologi Coronavirus Disease-2019

Pada awal tahun 2020, dunia digemparkan dengan merebaknya


virus baru yang diberi nama SARS-CoV-2 yang merupakan etiologi
dari COVID-19. Sampai saat ini virus masih menyebar dengan cepat
dan membuat pandemik hampir di seluruh dunia.12

Menurut data WHO per tanggal 16 Mei 2020, terdata sebanyak


213 negara sedang melawan COVID-19. Jumlah total penderita positif
COVID-19 adalah sebanyak 4.446.549 orang, disertai dengan jumlah
total kematian sebanyak 309.781 orang. Maka itu, didapatkan Case
Fatality Rate Global setinggi 6,8%.13 Walaupun sangat infeksius, CFR
Global dari COVID-19 terhitung lebih rendah dibandingkan dengan
penyakit yang mempunyai etiologi famili coronaviridae lainnya yaitu
SARS dengan CFR 9,5% dan MERS dengan CFR 34,4%. 14

Penyakit COVID-19 pertama kali dilaporkan di Indonesia pada


2 Maret 2020 sejumlah 2 kasus. Berdasarkan dengan data Kementrian
Kesehatan RI per tanggal 16 Mei 2020, terdata total penderita positif
COVID-19 sebanyak 17.025 orang, disertai dengan jumlah total
kematian sebanyak 1.089 orang. Maka, didapatkan CFR Indonesia
setinggi 6,5%.15 Nilai CFR tersebut terhitung rendah, namun karena
virus mempunyai kemampuan transmisi yang begitu tinggi,
peningkatan jumlah pasien positif COVID-19 setiap harinya terhitung
cepat dan banyak. Hal ini masih menjadi kekhawatiran bagi pemerintah
maupun tenaga medis.1

II.1.2 Etiologi Coronavirus Disease-2019

4
Universitas Kristen Indonesia
5

Coronavirus adalah virus RNA tunggal berkapsul, masuk ke


dalam kategori subfamili Orthocoronavirinae yang mempunyai
karakteristik “crown-like” berupa tonjolan tajam di permukaannya.16

Coronavirus merupakan virus RNA dengan material genome


terbesar yaitu adalah sekitar 26.4 – 31,7 kb disertai dengan jumlah
ikatan guanin-sitosin (G-C Content) adalah sebanyak 32% - 43%.
Mayoritas dari virus corona mempunyai 6 buah ORF dalam satu gen
yang dilestarikan (ORF1ab, spike, kapsul, membrane, dan
nukleokapsid). Genome dari protein structural virus corona tersusun
dengan directionality berupa 5’ – 3’ yang terdiri dari S, E, M, dan N.
(gambar II.1)17

Gambar II.1: Protein structural coronavirus12

Empat protein utama dari virus ini adalah Spike (S), Membrane
(M), Envelope (E) dan Nucleocapsid (N). Dikodekan oleh ORF 10 dan
11. Selain dari empat protein utama, beberapa CoVs juga mengkode
protein struktural dan asesorius special seperti Hemagglutinin-esterase
(HE), 3a/b protein, dan 4 a/b protein. Semua protein ini mempunyai
tanggung jawab penting untuk replikasi dan ketahanan virus.18 Untuk
lebih detail, dapat dilihat pada tabel II.1.

Tabel II.1: fungsi protein struktural coronavirus19

Universitas Kristen Indonesia


6

Protein Fungsi
S (Spike) - Mediasi ikatan antigen virus-reseptor
permukaan sel hospes dan penetrasi virion ke
dalam sel hospes.
- Fusi sel terinfeksi dengan sel sehat,
menghasilkan sel raksasa multinuclear.
M (Membrane) - Memberi bentuk envelope dari virus.
- Berinteraksi dengan protein struktural
coronavirus lainnya.
- Stabilisasi nukleokapsid.
E (Envelope) - Perakitan virion intraselluler
- Pematangan dan produksi virus
N (Nucleoprotein) - Mengikat gen sel hospes dengan RNA genom
CoV
- Menginduksi siklus replikasi virus
- Meningkatkan produksi Virus-like-particle
(VLP)

Coronavirus secara genotipe dan serotipe dapat dibedakan


menjadi 4 subfamili, antara lain adalah α, β, γ, and δ-CoVs. Infeksi
kepada manusia disebabkan oleh α- and β-CoVs.16 Virus SARS-CoV
dan MERS-CoV termasuk ke dalam subfamili β-CoVs.16 Dari
pemeriksaan filogenetik rangkaian protein ORF1ab (RNA-dependent
RNA polymerase), ditemukan 90% kesamaan antara virus SARS-CoV-
2 dengan SARS-CoVs lainnya. Serta 90% kesamaan rangkaian dengan
virus β-CoV lainnya. Teori tersebut menjelaskan bahwa virus SARS-
CoV-2 termasuk ke dalam subgenus Sarbecovirus dari subfamili β-
20,21
CoV. Virus SARS-CoV, MERS-CoV, dan 2019-nCoV dapat
menyebabkan penyakit pada manusia namun mempunyai sedikit
perbedaan karakteristik biologi dan virulensi.20

Penelitian yang dilakukan oleh Benevuto et al, membuktikan


bahwa SARS-CoV-2 mempunyai kemiripan rangkaian genome dengan
coronavirus yang diisolasi dari kelelawar chrysanthemum pada tahun
2015. Penelitian mereka mendukung teori bahwa COVID-19

Universitas Kristen Indonesia


7

merupakan zoonosis dengan transmisi infeksi kelelawar kepada


manusia.22

Selain bersifat zoonosis, transmisi infeksi COVID-19 juga dapat


melalui droplet dari pasien yang positif terinfeksi SARS-CoV-2.
Penyebaran melalui sesama manusia melalui droplet yang keluar saat
batuk atau bersin menjadi sumber transmisi utama yang membuat virus
ini sangat infeksius.1 Penelitian terbaru juga membuktikan bahwa
SARS-CoV-2 dapat dideteksi di urin dan feses pasien yang terinfeksi,
mengindikasikan bahwa terdapat risiko penularan melalui fecal-oral.
Namun, belum dapat dipastikan apakah makanan yang terkontaminasi
oleh virus dapat menjadi salah satu jalan transmisi.

Selain transmisi virus melalui droplet antara manusia secara


langsung, penyebaran virus SARS-CoV-2 juga bisa melalui objek yang
terpapar oleh virus. Jika sebuah benda terpapar oleh virus, kemudian
seseorang berkontak dengan benda tersebut dan menyentuh hidung,
mata, atau mulut, maka itu bisa menjadi jalan transmisi dari penyakit
COVID-19.23

Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh


dibandingkan SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan van Doremalen
et al. menunjukkan SARSCoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan
stainless steel (>72 jam) dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24
jam).1

II.1.3 Patogenesis Coronavirus Disease-2019

II.1.3.1 Penetrasi dan Replikasi Severe Acute Respiratory Syndrome


Coronavirus-2

Transmisi virus SARS-CoV-2 dapat melalui jalur


zoonosis dan kontak sesama manusia.3,23 Jika seseorang
menginhalasi partikel virus, maka virus akan berikatan dengan
reseptornya yaitu adalah ACE2 yang merupakan reseptor
fungsional yang diikat oleh SARS-CoV-2 untuk penetrasi
virus ke dalam sel, mirip dengan SARS-CoV, namun affinitas

Universitas Kristen Indonesia


8

ACE2 terhadap SARS-CoV-2 lebih tinggi 10-20 kali lipat


dibandingkan dengan SARS-CoV24

Human angiotensin-converting-enzyme-2 adalah suatu


protein membran tipe I yang menembus membrane sebanyak
satu kali (single transmembrane), dengan bagian yang aktif
secara enzimatik berada pada permukaan sel di paru-paru dan
jaringan lain.25 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuan
Li et al yang melakukan pemeriksaan GTEx pada jaringan
manusia, ditemukan ACE2 memiliki konsentrasi yang tinggi
pada usus halus, testis, ginjal, jantung, tiroid, dan jaringan
adiposa. Hal ini membuktikan bahwa ada kemungkinan
COVID-19 tidak hanya menyerang sistem respiratorius.26

Struktur Cryo-EM yang dimiliki oleh protein S virus


akan menjadi ligan dari reseptornya pada ACE2, kemudian
akan terjadi fusi dari virus ke dalam sel melalui membran
plasma.27 Setelah virus masuk ke dalam sel hospes, RNA
genome dari virus akan dilepaskan dan masuk ke dalam
sitoplasma sel. RNA virus akan melakukan translasi dari kode
ORF besar yaitu adalah rep1a dan rep1b yang kemudian
ditranslasikan menjadi 2 poliprotein (pp1a dan pp1ab) serta
protein struktural.28

Poliprotein pp1a mengandung nsp 1-11 dan pp1b


mengandung nsp 1-16. Masing-masing poliprotein akan
dipotong menjadi nsp individual oleh enzim protease, yaitu
adalah PLpro yang dikode dari nsp3 dan Mpro yang dikode
dari nsp5. Kemudian, nsp tersebut akan berkumpul di
replicase-transcripase complex untuk menciptakan suasana
yang cocok dalam proses replikasi dan sistesis RNA baru dan
membantu dalam ketahanan virus melawan sistem imun.29

Glikoprotein struktural (M, S, N dan E) yang baru


disintesis akan penetrasi ke dalam membrane dari retikulum
endoplasma dan badan golgi.28 Protein ini akan berjalan
sepanjang ERGIC yang merupakan perkumpulan membran

Universitas Kristen Indonesia


9

tubulovesikular yang menjadi jembatan antara reticulum


endoplasma dan golgi.30 Pada lokasi itu, genom virus yang
dikapsulasi oleh protein N (Nukleoprotein) akan berkembang
dan menjadi virion dewasa.29

Replikasi virus primer mayoritas terjadi pada jaringan


epitel dari saluran pernafasan atas (rongga hidung dan faring),
dengan multiplikasi lanjutan pada saluran pernafasan bawah
dan pada mukosa gastrointestinal.31 Paru-paru sangat rentan
terhadap infeksi SARS-CoV-2 karena luas permukaannya
yang besar dan tampaknya sel epithel tipe 2 pada paru-paru
bertindak sebagai reservoir terbaik untuk replikasi virus.32

II.1.3.2 Presentasi Antigen dan Reaksi Immunitas Severe Acute


Respiratory Syndrome Coronavirus-2

Saat virus masuk ke dalam sel hospes, peptida antigen


dari virus akan dipresentasikan oleh MHC kelas 1 yang berada
di permukaan sel APC. Sel APC merupakan sentral dari
imunitas tubuh terhadap virus.28 Pada sistem respiratorius
terdiri atas tiga komponen utama yang terdiri atas sel
epithelial, makrofag alveolar, dan DC. Sel DC berada di
bawah sel epithelial, sedangkan makrofag berada di sisi apikal
epithel. Sel DC dan makrofag berfungsi sebagai sel imun
bawaan untuk melawan virus sampai kekebalan adaptif
terlibat.33 Selain itu, fungsi APC yang tidak kalah penting
adalah untuk presentasi antigen yang akan menstimulasi
immunitas selular dan humoral yang dimediasi oleh sel B dan
T spesifik terhadap virus28

Antigen presenting cells dapat mempresentasikan


antigen virus melalui beberapa jalur, yaitu fagositosis dari sel
epithelial yang mengalami apoptosis, kemudian akan disintesis
menjadi peptide antigen, dan atau virus menginfeksi APC
secara langsung. Sudah diketahui bahwa reseptor fungsional
dari SARS-CoV-2 adalah ACE2.24 Berdasarkan data yang
tercantum pada The Human Protein Atlas mengenai distribusi

Universitas Kristen Indonesia


10

ACE2 pada jaringan tubuh, terdapat reseptor ACE2 pada


jaringan limfe namun pada jumlah yang terbatas. 35 Teori ini
mendukung kemungkinan bahwa SARS-CoV-2 dapat
menginfeksi APC secara langsung.

Antigen presenting cells yang membawa partikel


antigen akan masuk ke nodus limfe dan membuat ikatan non-
kovalen antara ligan (antigen) dengan reseptor pada
permukaan sel T naive, yaitu adalah TcR.36 Reseptor TcR
berasosiasi dengan antara salah satu dari CD4 atau CD8 co-
receptor, bergantung pada tipe dari sel T. Molekul ini
menempel pada MHC (kelas I untuk CD8 dan kelas II untuk
CD4) untuk stabilisasi interaksi antara sel T dengan APC.37
Sel T akan aktif dan bekerja bergantung pada tipe sel. Sel
CD8+ bersifat sitotoksik dan dapat melisiskan sel yang
terinfeksi virus, sedangkan Sel T CD4+ sering dikenal sebagai
populasi T helper karena mereka berploriferasi secara
produktif dan dapat menginduksi aktivasi serta pematangan
dari sel B.38

Sel B yang teraktivasi oleh Sel T CD4+ akan


menghasilkan antibodi IgG dan IgM. Profil antibodi terhadap
SARS-CoV virus mempunyai kesamaan dengan infeksi akut
viral lainnya. Antibodi SARS-spesific IgM menghilang dalam
12 minggu, sedangkan antibodi SARS-spesific IgG bertahan
dalam waktu yang lama, mengindikasikan IgG mempunyai
tanggung jawab protektif.28

Fungsi antibodi atau sering disebut sebagai


immunoglobulin dalam melawan infeksi antara lain adalah; (1)
Netralisasi patogen terutama untuk infeksi virus, (2)
Opsonisasi untuk fagositosis benda asing, (3) Mengaktivasi
sistem komplemen dengan meningkatkan kemotaksis. Selain
berfungsi sebagai komponen reaksi imunitas, antibodi juga
dapat berfungsi sebagai biomarker diagnosis infeksi COVID-
19 terutama untuk IgG dan IgM.39

Universitas Kristen Indonesia


11

II.1.3.3 Badai Sitokin dan ARDS pada Infeksi Coronavirus


Disease-2019

Sudah dipercayai bahwa sitokin berperan penting


dalam proses immunopatologi selama infeksi virus
berlangsung. Sebuah respon imun bawaan yang cepat dan
terkoordinasi dengan baik. Namun, jika respon imun berjalan
tidak teratur atau bahkan berlebihan, maka dapat memperberat
keadaan infeksi yang sedang terjadi.40

Berdasarkan test laboratorium, didapatkan bahwa


mayoritas dari pasien COVID-19 mempunyai kondisi
limfopenia dan peningkatan konsentrasi biomarker terkait
infeksi. Terdapat kondisi neutrofilia dan limfopenia yang
membuat peningkatan dari NLR yang lebih tinggi ditemukan
pada penderita COVID-19 berat dibandingkan dengan yang
ringan. Konsentrasi total dari Sel B, Sel T, dan sel NK secara
signifikan juga turut menurun. Berdasarkan data, dicurigai
bahwa COVID-19 dapat menyerang limfosit, terutama limfosit
T, yang membuat sistem imun mengalami disregulasi selama
masa sakit.41

Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al


menyimpulkan bahwa pasien yang terinfeksi oleh SARS-CoV-
2 mempunyai peningkatan konsentrasi IL1B, IFNγ, IP10, dan
MCP1 yang kemungkinan menjadi penyebab aktivasi Sel Th1.
Terlebih lagi, pasien yang membutuhkan perawatan ICU
mempuyai peningkatan konsentrasi GCSF, IP10, MCP1,
MIP1A, dan TNFα, memberi kesan bahwa peningkatan stokin
berhubungan dengan tingkat keparahan dari pasien COVID-
19. Peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi berlebihan
membuat kondisi badai sitokin pada pasien.12

Badai sitokin dapat menarik banyak sel inflamasi


seperti neutrofil dan monosit, menghasilkan infiltrasi berat
dari sel inflamasi pada jaringan paru-paru dan membuat

Universitas Kristen Indonesia


12

kerusakan fatal.40 Komplikasi terberat dari badai sitokin adalah


terjadinya ARDS. 42

Acute Respiratory Distress Syndrome adalah sindroma


letal yang disebabkan karena pneumonia berat.42 Pada kondisi
ini, terdapat peningkatan permeabilitas terhadap cairan dan
protein di sepanjang endotel paru-paru, yang berakhir pada
edema di interstisium paru-paru. Selanjutnya, cairan edema
akan berpindah menuju alveoli yang umumnya terjadi karena
kerusakan endotel yang secara fisiologis rapat dan
impermeabel. Peningkatkan permeabilitas alveoli-kapiler
kepada cairan, protein, neutrofil, bahkan eritrosit akan
membuat akumulasi cairan berlebih pada ruang alveolar. Hal
tersebut merupakan hallmark dari ARDS.43

Acute Respiratory Distress Syndrome merupakan


komplikasi terberat disebabkan oleh COVID-19 dan
mempunyai tingkat keberatan lebih tinggi dibandingkan
dengan etiologi ARDS yang lain. Angka kematian ARDS
berkisar antara 26% hingga 61,5% jika pernah dirawat di
tempat perawatan kritis. Pada pasien yang menerima ventilasi
mekanik, angka kematian dapat berkisar antara 65,7% hingga
94%.42

II.1.4 Manifestasi Klinis Coronavirus Disease-2019

World Health Organization melaporkan bahwa masa


inkubasi dari COVID-19 adalah antara 2 sampai 10 hari. Namun,
beberapa literatur lain menyatakan bahwa masa inkubasi bisa
lebih dari 2 minggu dan terdapat kemungkinan bahwa masa
inkubasi yang sangat lama dapat membuat infeksi ganda.44

Data klinis dan epidemiologis dari CDC Tiongkok


mengenai 72.314 catatan kasus (dikonfirmasi, diduga,
didiagnosis, dan kasus tanpa gejala) dibagikan dalam JAMA (24
Februari 2020) membagi pasien COVID-19 menjadi 3 kategori
antara lain adalah:

Universitas Kristen Indonesia


13

1. Pasien gejala ringan dan sedang (81%), dengan gejala


pneumonia dan atau nonpneumonia
2. Pasien gegala sedang (14%), dengan gejala
- Respiratory rate 30 kali/menit
- Saturasi oksigen darah 93%
3. Pasien gejala kritis (5%), dengan gejala
- Gagal nafas
- Syok sepsis
- Multiorgan disfungsi atau gagal multiorgan45

Tingkat keparahan dari gambaran klinis pasien terlihat


berkorelasi dengan umur, dimana pasien dengan umur diatas 70
tahun umumnya memiliki gejala lebih berat. Selain itu ada juga
faktor komorbiditas seperti PPOK, hipertensi, dan obesitas, tetapi
saat ini tidak ada penjelasan yang valid secara ilmiah telah
dikembangkan44

Gambaran manifestasi klinis pada pasien COVID-19 tidak


berat adalah asimtomatis dan simtomatis. Pasien asimtomatis
tidak menunjukan adanya manifestasi klinis dan tidak ditemukan
gambaran radiografi patologis, namun pada pemeriksaan
laboratorium mempunyai interpretasi positif infeksi. Pada pasien
simptomatis umumnya memberikan gambaran gejala infeksi
saluran pernafasan atas akut dan ditemukan pneumonia pada
gambaran radiografi thoraks.46

Penelitian yang dilakukan oleh Zhong et al dengan


sample 1099 pasien yang sudah terkonfirmasi positif dengan
pemeriksaan laboratorium, menunjukkan persentase dari gejala
pada pasien tidak berat antara lain yang dapat dilihat pada tabel
2.47

Tabel II.2: persentase gejala pada pasien COVID-19 ringan47


Gejala Persentase
Demam 88,7%

Universitas Kristen Indonesia


14

Batuk 67,8%
Lemas 38,1%
Produksi sputum 33,4%
Sakit tenggorokan 13,9%
Sakit kepala 13,6%
Mual muntah 5%
Gangguan pencernaan dengan diare 3,8%

Pasien yang berat sering mengalami dispnea dan / atau


hipoksemia 1 minggu setelah onset, umumnya terjadi setelah
syok septik, ARDS, asidosis metabolik, dan disfungsi koagulasi
yang berkembang dengan cepat. Dari catatan, pasien yang parah
dan kritis juga dapat hanya menunjukkan gejala demam sedang,
atau bahkan tidak ada kenaikan suhu yang signifikan, dan pasien
ringan hanya menunjukkan demam sedang, kelelahan ringan dan
tidak ada pneumonia.44

Pasien dengan ARDS membutuhkan ventilasi. Sindrom


ini menunjukkan kegagalan pernapasan yang serius yang baru
atau memburuknya gambaran pernapasan yang sudah
teridentifikasi. Berbagai bentuk ARDS dibedakan berdasarkan
derajat hipoksia. Parameter referensi adalah PaO2 / FiO2:

1. Kriteria ARDS Ringan: 200 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤ 300


mmHg. Pada pasien yang tidak berventilasi atau pada pasien
yang dengan tindakan melalui NIV atau tekanan jalan napas
positif terus menerus (CPAP) ≥ 5 cmH2O.
2. Kriteria ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤ 200
mmHg.
3. Kriteria ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg.48

II.1.5 Diagnosis Coronavirus Disease-2019

II.1.5.1 Real-Time Reverse Transcriptase Polymerase Chain


Reactions

Saat ini, diagnosis utama dari kasus COVID-19 adalah


dengan deteksi RNA virus melalui NAAT seperti rRT-PCR.

Universitas Kristen Indonesia


15

Target gen virus antara lain adalah gen N, E, S, ORF, dan


RdRp.49 Selain itu, ada juga beberapa penelitian yang sudah
melakukan pemeriksaan menggunakan sample berupa serum,
feses, dan sekret mata.50

Pemeriksaan rRT-PCR dimulai dengan konversi dari


genom virus RNA menjadi DNA oleh RNA-dependent DNA
polymerase (reverse transcriptase). Reaksi ini bergantung pada
sekuensi DNA primer kecil yang dibuat sedemikian mungkin
untuk bersifat spesifik dapat mengenali sekuensi genom RNA
virus dan reverse transcriptase untuk membuat DNA
komplenter pendek (cDNA) dari RNA virus. Amplifikasi dari
DNA ini dimonitor secara langsung selama progress reaksi PCR
berrlangsung.50

Jika pemeriksaan laboratorium NAAT dilakukan pada


daerah yang tidak terpapar SARS-CoV-2. Indikasi positif
infeksi harus memenuhi salah satu dari kondisi berikut;

1. Hasil NAAT positif untuk setidaknya dua target yang


berbeda pada genom virus SARS-CoV-2, di mana
setidaknya satu target lebih spesifik untuk virus SARS-
CoV-2 menggunakan pengujian yang divalidasi
2. Satu hasil NAAT positif untuk keberadaan
betacoronavirus, dan virus SARS-CoV-2 selanjutnya
diidentifikasi dengan mengurutkan sebagian atau seluruh
genom virus selama target urutannya lebih besar atau
berbeda dari amplikon yang diperiksa dalam uji NAAT
yang digunakan.

Jika pemeriksaan laboratorium NAAT dilakukan pada daerah


yang sudah terpapar SARS-CoV-2, indikasi infeksi menjadi
lebih mudah. Cukup dengan hasil positif pada salah satu gen
RNA virus.52

II.1.5.2 Computed Tomography Scan

Universitas Kristen Indonesia


16

Diagnosis dini kelainan pencitraan dapat menawarkan


dugaan pneumonia pada kasus yang berisiko. Meskipun deteksi
akhir COVID-19 didasarkan pada rRT-PCR, temuan pencitraan
sangat penting untuk deteksi pneumonia. Pencitraan paru
menunjukkan tingkat keparahan COVID-19.53 Kelainan pada
gambaran CT Scan sering ditemukan pada pasien yang
menunjukkan manifestasi klinis persisten demam, batuk, dan
lemas.54

Ciri khas dari pencitraan CT-Scan yang turut ditemukan


adalah bilateral multifokal GGO dengan konsolidasi yang
menyebar. Umumnya ditemukan pada subpleural perifer dan
pada lobus yang posterior. GGO adalah peningkatan atenuasi
kabur yang muncul dalam berbagai interstitial dan alveolar
dengan mempertahankan margin bronkial dan vaskular (gambar
II.2). Sedangkan, konsolidasi adalah area yang mengalami
opafisikasi dan menghalangi margin dari vaskular dan dinding
jalan nafas (gambar II.3). Pada pasien pneumonia, umumnya
ditemukan fokal atau multifokal GGO, namun konsolidasi jarang
ditemukan.55

2.2gambar II.2: Protein


C-Reactive pencitraan gambar II.3: pencitraan
GGO pada pasien positif konsolidasi pada pasien
COVID-19 positif COVID-19

II.2 C-Reactive Protein

C-Reactive Protein ditemukan pada tahun 1930 oleh William Tillet


dan Thomas Francis dari Rockefeller University. Para peneliti tersebut

Universitas Kristen Indonesia


17

melaporkan sebuah fraksi serologis asing yang diisolasi pada pasien yang
terinfeksi pneumokokus, berbeda dari fraksi polisakarida kapsul dan
nukleoprotein yang terdeteksi oleh antibodi spesifik dari bakteri yang
bersangkutan. Kemudian fraksi tersebut diberi nama Fraksi C.56

C-reactive protein adalah protein fase akut yang berfungsi sebagai


penanda awal peradangan atau infeksi. Protein ini disintesis di hati dan
biasanya ditemukan pada konsentrasi kurang dari 10 mg / L dalam darah.
Selama pasien pada fase infeksi atau status penyakit radang, kadar CRP
meningkat dengan cepat dalam 6-8 pertama jam dan puncaknya pada tingkat
hingga 350-400 mg / L setelah 48 jam.57

Gen CRP berlokasi pada lengan pendek dari kromosom 1 dengan


produksi utama pada hepar. Induksi dari CRP pada hepatosit diregulasi oleh
kadar dari sitokin Interleukin-6, dan dapat meningkat dengan keberadaan
Interleukin-1β. Kedua interleukin tersebut dapat menjadi penginduksi dari
sintesis beragam protein fase akut dengan aktivasi dari faktor transkripsi
seperti STAT3, family C/EBP dan Protein Rel (NF-κB). 58 Di dalam
hepatosit, CRP dipertahankan di dalam retikulum endoplasma dengan
berikatan dengan dua karboksiesterase, gp60a dan gp50b. Dalam kondisi
non-inflamasi, CRP dikeluarkan ke darah dengan lambat, namun, pada
kondisi inflamasi dimana konsentrasi sitokin pro-inflamasi meningkat,
karboksiesterase menurun sehingga sekresi CRP meningkat dengan sangat
cepat6

Terdapat produksi CRP ekstrahepatik pada syaraf, plak


atherosklerotik, monosit, sel Kupffer, dan limfosit, sel epitel pada saluran
respirasi, epitel renal, sel otot polos pada arteri koronaria, lesi
artherosklerosis, dan makrofag alveolar, dengan jumlah yang sangat
terbatas.6,56

C-Reactive Protein adalah protein dengan 206 asam amino dari


family pentraksin. Pentraksin mempunyai karakteristik struktur: lima subunit
globular tidak terglikosilasi dengan masing-masing didasari dengan dua β-
pleated sheets yang terikat secara non-kovalen dan tersusun secara pola
siklik simetris di sekitar sentral, menentukan konfigurasi pentameric,
discoidal, dan pipih6-7,56,58 Setiap protomer memiliki permukaan yang dikenal

Universitas Kristen Indonesia


18

dengan situs pengikatan fosfokolin yang terdiri dari dua ion kalsium
terkoordinasi yang berdekatan dengan kantong hidrofobik.58 Untuk struktur
lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 456

Gambar II.4: Struktur pentamerik CRP. Fosfokolin


bersama dengan dua ion kalsium, terletak di situs

Hingga saat ini, fosfatidilkolin masih menjadi ligan CRP yang paling
krusial. Fosfatidilkolin adalah fosfolipid yang terdapat pada bakteri, jamur
dan sel eukariotik.58 Selain itu, CRP juga berikatan pada fosfokolin yang
dikeluarkan oleh sel yang mengalami nekrosis.57 Binding site dari CRP untuk
fosfatidilkolin terdapat pada permukaan lateral dari masing-masing subunit
dan membutuhkan ikatan dengan dua ion kalsium di dalam pocket hidrofobik
yang berada di tengah phe66, situasi ini disebut calcium-dependent ligand
binding.58

Indikasi dari pemeriksaan CRP antara lain adalah; (1) untuk melihat
apakah ada infeksi pasca prosedur operasi, (2) untuk mengawasi penyakit
infeksi yang dapat membuat inflamasi, dan (3) untuk monitor dari
pengobatan penyakit seperti infeksi atau kanker.59

Prinsip dari penelitian ini adalah Tes CRP didasarkan pada metode
aglutinasi lateks yang diperkenalkan oleh Singer et al pada tahun 1957. Ini
adalah uji aglutinasi slide untuk deteksi kualitatif dan semikuantitatif CRP
dalam serum manusia. Partikel lateks dilapisi oleh IgG kambing mengandung
anti-CRP dicampur dengan serum sampel yang mengandung CRP akan

Universitas Kristen Indonesia


19

menghasilkan aglutinasi yang terlihat dengan 2 menit.59 Untuk gambaran


lebih jelas dapat dilihat pada gambar II.559

Gambar II.5: pada gambar A terlihat aglutinasi


positif. Pada gambar BCDFG ditemukan
aglutinasi negatif.59

C-Reactive Protein dapat mengaktivasi sistem komplemen dan


meningkatkan proses fagositosis untuk membersihkan mikroorganisme
pathogen yang menginfeksi tubuh. Selain itu, konsentrasi CRP dapat
meningkat pada pasien dengan pneumonia, dan pasien dengan pneumonia
berat mempunyai tingkat CRP yang tinggi. Hal ini dapat menjadi kunci
krusial dari diagnosis penyakit infeksi paru-paru.60

Secara umum, konsentrasi CRP meningkat lebih tinggi pada infeksi


bakteri dibandingkan infeksi virus. Ditemukan kadar CRP yang meningkat
pada banyak pasien COVID-19. Konsentrasi CRP pada pasien diduga
menjadi kunci dari tingkat keparahan dari pasien COVID-19.4

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wang L, dimana beliau


melakukan penelitian pemeriksaan tingkat CRP pada 27 pasien positif
COVID-19 dari Rumah Sakit Qiandongnan dan Prefektur Autonom Dong,
Cina. Ditemukan bahwa kadar CRP pada pasien COVID-19 tercatat
meningkat berdasarkan dengan tingkat keparahan dari pasien. Pasien kritis
mempunyai tingkat CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
dengan gejala yang ringan.4 Jika dikorelasikan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wu J et al, dimana beliau melakukan penelitian pada 862
anak menderita pneumonia yang dirawat di Pediatric Treatment Center dari

Universitas Kristen Indonesia


20

Rumah Sakit Provinsi Hunan, Cina. Beliau menemukan bahwa konsentrasi


dari CRP serum meningkat lebih tinggi pada pasien pneumonia berat
dibandingkan pada pasien pneumonia sedang.61

Berdasarkan teori bahwa COVID-19 dapat menyebabkan


pneumonia,45 kedua hasil penelitian membuahkan hasil yang
berkesinambungan karena membuktikan bahwa semakin parah tingkat
penyakit maka akan semakin tinggi tingkat CRP.

II.3 Laju Endap Darah

Laju Endap Darah (LED) merupakan suatu metode pemeriksaan yang


dikembangkan oleh R. S. Fåhræus dan A.V.A. Westergren pada tahun 19219
Walaupun mereka dipercaya dalam penemuan LED dan implikasi klinisnya,
namun Biernacki dan Poland sudah mengutarakan mengenai penemuan
sedimentasi sel darah merah beberapa dekade sebelumnya. Seorang peneliti
bernama Edmund Faustyn Biernacki menemukan bahwa darah dari pasien
anemia mengendap lebih cepat dibandingkan dengan orang normal.

Terdapat 3 fase dalam proses pengendapan darah merah, antara lain


adalah; (1) agregasi, (2) presipitasi, (3) pengumpulan. Agregasi merupakan
faktor paling penting dalam menentukan hasil dari tes ini. Terdapat dua
faktor yang dapat mempengaruhi agregasi, antara lain adalah berat molekul
yang tinggi pada komponen plasma dan struktur dari sel darah merah.
Normalnya, eritrosit mempunyai muatan yang negatif dan menolak satu sama
lain, sedangkan protein plasma (fibrinogen, beta-globulin, alpha-globulin,
gamma-globulin, albumin) mempunyai muatan yang positif dan dapat
menetralkan muatan negatif pada permukaan eritrosit. Maka itu, peningkatan
plasma protein sangat berhubungan dengan peningkatan LED. Selain itu,
LED juga dipengaruhi oleh ukuran dari sel eritrosit, makrosit mengendap
lebih cepat dibandingkan dengan mikrosit.63

Laju Endap Darah (LED) merupakan tes yang mudah dan sering
dilakukan di dalam laboratorium. Pemeriksaan LED bukan marker spesifik
dari inflamasi, namun masih sering digunakan oleh para dokter untuk
membantu diagnosis dan monitoring pasien dengan penyakit kronik. 64 The
International Council for Standardization in Haematology
merekomendasikan metode Westergren sebagai pemeriksaan LED terbaik.

Universitas Kristen Indonesia


21

Metode Westergren menggunakan sebuah anti-koagulan cair bernama sitrat


yang dapat membuat dilusi dari darah. Modifikasi terbaru dari metode adalah
dengan penggunaan EDTA sebagai pengganti sitrat. EDTA adalah sebuah
anti-koagulan berbasis solid yang dapat mengurangi kejadian pengenceran
signifikan (<1%) sehingga dapat mengurangi kesalahan pada saat dilakukan
pengenceran.65

Prinsip dari pemeriksaan LED adalah dengan seluruh darah yang


sudah dicampur dengan anti-koagulan dimasukan ke dalam tabung tes dan
diposisikan tegak, kemudian kita harus memantau kecepatan pengendapan
sel darah merah dari waktu ke waktu. Karena eritrosit lebih padat daripada
plasma maka akan mengendap di bagian bawah tabung reaksi. LED dihitung
dengan mengukur jarak dari atas tabung ke meniskus sel darah merah
menetap setelah periode waktu tertentu, dalam milimeter per jam.62 untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar II.662

Gambar II.6: pada tabung percobaan akan


terdapat batas meniscus teratas dari endapan
eritrosit. dihitung panjangnya ke angka 0 dan
diberikan satuan mm/h.62

Nilai normal dari LED mempunyai variable tergantung pada umur


dan jenis kelamin, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel II.366

Tabel II.3: nilai normal pada pemeriksaan LED66


Jenis kelamin Nilai normal LED
Pria 0-10 mm/h
Wanita 0-15 mm/h

Metode ini banyak digunakan sebagai tolak ukur analisis hasil


pemeriksaan laboratorium dari aktivitas penyakit dalam kedokteran klinis

Universitas Kristen Indonesia


22

terutama untuk penyakit terkait inflamasi. 10 Pada inflamasi akut, kronis,


keganasan dan nekrosis atau infark jaringan, akan terjadi peningkatan protein
plasma yang menyebabkan eritrosit memiliki kecenderungan menempel satu
sama lain. Hal ini akan meningkatkan berat eritrosit dan lebih cepat
mengendap sehingga nilai LED akan meningkat.11

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, pasien yang positif terinfeksi


COVID-19 mengalami peningkatan pada kadar LED. 67-68 Berdasarkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di China terhadap pasien
COVID-19, hampir semua penelitian menunjukkan peningkatan LED dengan
persentase 85% dari pasien yang menjadi sample.68 Penelitian tersebut
berkesinambungan dengan teori bahwa LED meningkat pada pasien yang
mengalami infeksi dan inflamasi. 10-11

II.4 Kerangka Teori

Virus SARS CoV-2

Saluran pernafasan manusia

PCR (+)

Penetrasi virus melalui Pengikatan antigen dengan


reseptor ACE2 APC

Replikasi virus dalam sel APC berikatan non-kovalen


dengan sel T naif
Universitas Kristen Indonesia
23

Kerusakan epitel saluran


pernafasan Aktivasi CD4+ dan CD8+

Reaksi inflamasi

Peningkatan kadar sitokin Peningkatan protein plasma


pro-inflamasi IL-6 dan IL-1β
Peningkatan LED
Penurunan kadar
karboksiesterase di hepar

Peningkatan produksi CRP

: Komponen yang diteliti

Universitas Kristen Indonesia


24

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan desain analitik retrospektif dengan
riwayat pemeriksaan pasien di sebuah RS swasta yang ada di Bekasi timur.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemeriksaan CRP dan
LED dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining pada pasien penderita
COVID-19

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan Mei sampai November


2020 di salah satu laboratorium rumah sakit swasta di Bekasi Timur

III.3 Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien di salah satu RS
swasta di daerah Bekasi Timur, sedangkan sampelnya adalah pasien yang
melakukan pemeriksaan rRT-PCR untuk diagnostik COVID-19.

III.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

III.4.1 Kriteria Inklusi

 Suspek dan Probable COVID-19


 Pasien yang melakukan Pemeriksaan rRT-PCR untuk diagnostik
COVID-19
 Melakukan pemeriksaan hitung darah lengkap

III.4.2 Kriteria Eksklusi


Pasien yang tidak sedang mengalami atau memiliki riwayat
demam, atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk.

Universitas Kristen Indonesia


25

III.5 Variabel Penelitian


III.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemeriksaan rRT-PCR
SARS-CoV-2
III.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan CRP dan
LED.

III.6 Definisi Operasional


Tabel III.1 : Definisi operasional

Kata Definisi
Mengalami gejala ISPA seperti demam
dengan suhu di atas dan salah satu gejala
penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak
napas, sakit tenggorokan, dan pilek.
Suspek COVID-19
Memiliki riwayat kontak dengan orang
yang termasuk kategori probable atau
justru sudah terkonfirmasi menderita
COVID-19 dalam waktu 14 hari terakhir
Kasus probable adalah orang yang masih
dalam kategori suspek dan memiliki
gejala ISPA berat, gagal napas, atau
meninggal dunia, namun belum ada hasil
pemeriksaan yang memastikan bahwa
Probable COVID-19
dirinya positif COVID-19. Untuk
memastikan atau mengonfirmasi kasus
COVID-19, seseorang perlu menjalani
pengambilan sampel dahak atau swab
tenggorokan.
Kasus Terkonfirmasi COVID-19 Kasus konfirmasi COVID-19 adalah
orang yang sudah dinyatakan positif
terinfeksi virus Corona berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium berupa PCR.

Universitas Kristen Indonesia


26

Kasus konfirmasi bisa terjadi pada orang


dengan gejala virus Corona atau orang
yang tidak mengalami gejala sama sekali.
Teknik laboratorium yang
menggabungkan transkripsi terbalik RNA
Real-time Reverse-Transcription menjadi DNA dan amplifikasi target
Polymerase Chain Reaction (rRT- DNA spesifik menggunakan reaksi rantai
PCR) polimerase (PCR) secara real time dengan
memantau reaksi amplifikasi
menggunakan fluoresensi.
Pemeriksaan untuk mengetahui kadar
protein C-reaktif dalam darah. Protein ini
Test C-Reactive Protein (CRP)
merupakan penanda adanya peradangan
dalam tubuh Anda.
Pemeriksaan panel hematologi
(hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit
Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap dan trombosit, dan leukosit diferensial
yang terdiri dari neutrofil (segmented dan
bands), basofil, eosinofil, limfosit dan
monosit.
Digunakan untuk menilai kondisi
peradangan atau infeksi di tubuh.
Prosedur ini dilakukan dengan
Pemeriksaan Laju Endap Darah
pengambilan darah, yang kemudian
(LED)
diperiksa untuk mengukur pengendapan
sel darah merah sebagai gambaran
peradangan yang terjadi.

III.7 Instrumen Penelitian


 Hasil Pemeriksaan rRT-PCR diagnostik COVID-19
 Rekam Medis Pasien
 Jas laboratorium

III.8 Cara Kerja Penelitian

Universitas Kristen Indonesia


27

Pada penelitian ini menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan


rRT-PCR, CRP, serta pemeriksaan darah lengkap (termasuk LED).
Kemudian, data-data tersebut akan diolah dengan menggunakan SPSS for
Windows 24.0

III.9 Analisis dan Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah
ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan aplikasi
komputer SPSS. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini
terdiri dari beberapa langkah:

a. Coding, untuk menkonversika (menerjemahkan) data yang dikumpulkan


selama penelitian ke dalam symbol yang cocok untuk keperluan analisis,
b. Data entry, memasukan data ke dalam computer.
c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukkan ke computer.
d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer
kemudian dicetak.

Universitas Kristen Indonesia


28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisis dan Pengolahan Data


Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dilakukan di rumah
sakit swasta yang berlokasi di Bekasi Timur. Pengambilan data dilakukan
pada bulan Mei 2020 sampai bulan Juli 2020. Data ini tidak ada spesifikasi
tertentu dalam perihal waktu fase penyakit pasien, karena penelitian ini
hanya menggunakan hasil data dari pemeriksaan cek darah lengkap dari
pertama kali pasien melakukan pemeriksaan PCR. Selain itu, peneliti tidak
dapat memastikan sudah berapa lama dan sejak kapan pasien terinfeksi
COVID-19.

Pada penelitian ini jumlah sampel yang di dapatkan sebanyak 65


orang. Dari data yang didapat terdiri dari 28 (43,1%) pasien negatif COVID-
19 dan 37 (56,9%) pasien positif COVID-19. Data yang sudah dikumpulkan
kemudian dianalisis untuk mengetahui profil hasil pemeriksaan CRP dan
LED.

Perlu diketahui bahwa penelitian ini memiliki beberapa limitasi.


Pertama adalah penelitian ini hanya menggunakan data dari pemeriksaan
PCR dan darah lengkap saat pasien pertama kali datang di rumah sakit untuk
melakukan pemeriksaan, sehingga peneliti tidak dapat memantau progresi
dari penyakit pasien. Kedua, data tidak melampirkan hasil dari radiografi
pasien, sehingga peneliti tidak dapat mengetahui fase dari penyakit dan
tingkat keparahan dari penyakit pasien. Ketiga, data tidak melampirkan
kemungkinan dari penyakit penyerta lain maupun penyakit komorbid dari
pasien. Sedangkan, CRP dan LED merupakan marker dari inflamasi yang
non spesifik. Sehingga hasil dari pemeriksaan CRP maupun LED masih
mempunyai bias dan belum spesifik terhadap penyakit COVID-19.

Universitas Kristen Indonesia


29

IV.2 Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia

Diagram IV.1 Karakteristik sampel berdasarkan usia pada semua umur

Tabel IV.1: Karakteristik sampel berdasarkan usia pada semua umur.

Umur Negatif COVID-19 Positif COVID-19 Total


Tabel IV.1
≤ 10 tahun 1 (1.5%) 0 (0%) 1 (1.5%)
menunjukan bahwa
11-20 tahun 1 (1.5%) 0 (0%) 1 (1.5%)
kelompok umur
21-30 tahun 2 (3.1%) 3 (4.6%) 5 (7.7%)
antara 41-50 tahun
31-40 tahun 6 (9.2 %) 8 (12.3%) 14 (21.5%)
merupakan
41-50 tahun 9 (13.8%) 11 (16.9%) 22 (30.8%)
kelompok yang
51-60 tahun 7 (9.2%) 8 (12.3%) 15 (21.5%)
paling rentan
61-70 tahun 1 (1.5%) 6 (9.2%) 7 (10.8%)
terinfeksi COVID-
19 dengan jumlah 71-80 tahun 1 (1.5%) 1 (1.5%) 2 (3.1%)

persentase adalah 81-90 tahun 1 (1.5%) 0 (0%) 1 (1.5%)

16.9%. Selanjutnya, Total 28 (43.1%) 37 (56.9%) 65 (100%)

pada kelompok
umur antara 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun terdapat lebih banyak
sampel yang positif COVID-19 dibandingkan dengan sampel negative COVID-19.

Universitas Kristen Indonesia


30

Diagram IV.2: Karakteristik sampel berdasarkan usia pada kelompok 1-40


tahun

Tabel IV.2: Karakteristik sampel berdasarkan usia pada kelompok 1-40


tahun.

Umur Negatif COVID-19 Positif COVID-19 Total


≤ 10 tahun 1 (4.8%) 0 (0%) 1 (4.8%)
11-20 tahun 1 (4.8%) 0 (0%) 1 (4.8%)
21-30 tahun 2 (9.5%) 3 (14.3%) 5 (23.8%)
31-40 tahun 6 (28.6%) 8 (38.1%) 14 (66.7%)
Total 10 (47.6%) 11 (52.4) 21 (100%)

Tabel IV.2 menunjukkan bahwa kelompok umur antara 31-40 tahun


merupakan kelompok dengan jumlah sampel dan angka positif COVID-19
paling tinggi pada golongan umur 1 sampai 40 tahun, dengan jumlah
persentase sampel sebanyak 66.7% dan angka positif COVID sebanyak
38.1%

Universitas Kristen Indonesia


31

Diagram IV.3: Karakteristik sampel berdasarkan usia pada kelompok 41-90


tahun

Tabel IV.3: Karakteristik sampel berdasarkan usia pada kelompok umur 41-
90 tahun.

Umur Negatif COVID-19 Positif COVID-19 Total


41-50 tahun 9 (20.5%) 11 (25%) 20 (45.5%)
51-60 tahun 6 (13.6%) 8 (18.2%) 14 (31.8%)
61-70 tahun 1 (2.3%) 6 (13.6%) 7 (15.9%)
71-80 tahun 1 (2.3%) 1 (2.3%) 2 (4.5%)
81-90 tahun 1 (2.3%) 0 (0.0%) 1 (2.3%)
Total 18 (40.9%) 26 (59.1%) 44 (100%)

Tabel IV.3 menunjukkan bahwa jumlah sampel paling tinggi pada kelompok
umur diatas 40 tahun adalah kelompok umur 41-50 tahun dengan jumlah
sampel adalah 20 pasien (25%). Jumlah pasien positif COVID-19 paling
banyak juga ditemukan pada kelompok umur tersebut dengan persentase
45.5%

Universitas Kristen Indonesia


32

IV.3 Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Diagram IV.4: Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada


kelompok umur 1-40 tahun

Tabel IV.4: Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada kelompok


umur 1-40 tahun.

Jenis Kelamin Negatif COVID-19 Positif COVID-19 Total


Pria 6 (28,6%) 5 (23.8%) 11 (52.4%)
Wanita 4 (19.0%) 6 (28.6%) 10 (47.6%)
Total 10 (44%) 11 (56%) 21 (100%)

Tabel IV.4 menunjukkan bahwa pada kelompok umur 1-40 tahun lebih
banyak ditemukan sampel pria daripada sampel wanita. Dimana sampel pria
berjumlah 11 pasien dari total 21 pasien. Namun perbedaan angka sangatlah
sedikit, hanya berjumlah 1 sampel.

Universitas Kristen Indonesia


33

Diagram IV.5: Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada


kelompok umur 41-90 tahun.

Tabel IV.5: Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada kelompok


umur 41-90 tahun.

Jenis Kelamin Negatif COVID-19 Positif COVID-19 Total


Pria 8 (18.2%) 15 (34.1%) 23 (52.3%)
Wanita 10 (22.7%) 11 (25.0%) 21 (47.7%)
Total 18 (40.9%) 26 (59.1%) 44 (100%)

Tabel IV.5 menunjukkan bahwa pada kelompok umur 40-90 tahun


ditemukan lebih banyak ditemukan pasien dengan jenis kelamin pria
dibandingkan dengan wanita, selain itu jumlah pasien positif juga lebih
banyak ditemukan pada pria dengan total persentasenya adalah 34.1%.

IV.4 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel


bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu

Universitas Kristen Indonesia


34

adalah hasil pemeriksaan laju endap darah dan c-reactive protein. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan PCR pasien. Peneliti
juga meneliti keterkaitan antara LED dan CRP dengan gejala inflamasi yaitu
adalah frekuensi pernafasan.

IV.4.1 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Pemeriksaan


Polymerase Chain Reaction dengan C-Reactive Protein

Diagram IV.6: Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan CRP


pada kelompok 1-40 tahun

Tabel IV.6: Hasil perhitungan statistik antara PCR dan CRP pada
kelompok 1-40 tahun

CRP Negatif Positif Total Nilai p Nilai r


COVID-19 COVID-19
Normal 7 (33.3%) 7 (33.3%) 14 (66.7%)
Tinggi 3 (14.3%) 4 (19.0%) 7 (33.3%) 0.682 -0.095
Total 10 (47.6%) 11 (52.4%) 21 (100%)

Pada tabel IV.6 hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov pada data
ini adalah 0.000, menandakan distribusi dari data adalah tidak normal.
Sehingga perhitungan statistik yang digunakan adalah uji statistik
spearman untuk uji koefisien korelasi. Pada kelompok 1-40 tahun
lebih banyak ditemukan dengan konsentrasi CRP normal dengan

Universitas Kristen Indonesia


35

totalnya adalah 14 dari 21 sampel 66.7%. Selain itu, ditemukan juga


pasien dengan CRP tinggi dan positif COVID-19 berjumlah 4 pasien.
Ditemukan nilai p = 0.682 serta nilai r = -0.095

Diagram IV.7: Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan CRP


pada kelompok 41-90 tahun.

Tabel IV.7: Hasil perhitungan statistik antara PCR dan CRP pada
kelompok 41-90 tahun

CRP Negatif Positif Total Nilai p Nilai r


COVID-19 COVID-19
Normal 8 (18.2%) 7 (15.9%) 15 (34.1%)
Tinggi 10 (22.7%) 19 (43.2%) 29 (65.9%) 0.040 0.311
Total 18 (40.9%) 26 (59.1%) 44 (100%)

Pada tabel IV.7 hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov pada data
ini adalah 0.000, menandakan distribusi dari data adalah tidak
normal. Sehingga perhitungan statistik yang digunakan adalah uji
statistik spearman untuk uji koefisien korelasi. Pada kelompok umur
41-90 tahun lebih banyak pasien dengan CRP tinggi dibandingkan
dengan normal. nilai CRP yang tinggi juga lebih banyak pada pada
pasien dengan status positif COVID-19 dengan jumlah pasien 19
dari 29 pasien dan persentase sebesar 43.2%. didapatkan nilai p
sebanyak 0.040 dan nilai r sebanyak 0.311.

Universitas Kristen Indonesia


36

IV.4.2 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Hasil


Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction dengan Laju Endap
Darah

Diagram IV.8: Hasil perhitungan statistik antara PCR dengan LED


pada kelompok umur 1-40 tahun

Tabel IV.8: Hasil perhitungan statistik antara PCR dan LED pada
kelompok umur 1-40 tahun

LED Negatif Positif Total Nilai p Nilai r


COVID-19 COVID-19
Normal 4 (19.0%) 8 (38.1%) 12 (57.1%)
Tinggi 6 (28.6%) 3 (14.3%) 9 (42.6%) 0.224 -0.277
Total 10 (47.6%) 11 (52.4%) 21 (100%)

Pada tabel IV.8 Hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov pada data
ini adalah 0.000, menandakan distribusi dari data adalah normal.
Sehingga perhitungan statistik yang digunakan adalah uji statistik
spearman. Ditemukan bahwa pada kelompok 1-40 tahun ditemukan
lebih banyak pasien dengan konsentrasi LED normal dibandingkan
dengan LED yang tinggi. Dengan pasien positif COVID-19 dengan
LED tinggi hanya berjumlah 3 pasien (14.3%), sedangkan pasien
positif COVID-19 dengan LED normal berjumlah 8 pasien (38.1%).
Pada pasien COVID-19 lebih banyak ditemukan pasien dengan LED

Universitas Kristen Indonesia


37

normal dibandingkan tinggi. Didapatkan nilai p = 0.224 dan nilai r =


-0.277

Diagram IV.9: Hasil perhitungan statistic antara PCR dengan LED


pada kelompok umur 41-90 tahun.

Tabel IV.9: Hasil perhitungan statistik antara PCR dan LED pada
kelompok umur 41-90 tahun

LED Negatif Positif Total Nilai p Nilai r


COVID-19 COVID-19
Normal 4 (9.1%) 4 (9.1%) 8 (18.2%)
Tinggi 14 (31.8%) 22 (50.0%) 36 (81.8%) 0.180 0.206
Total 18 (40.9%) 26 (59.1%) 44 (100%)

Pada tabel IV.9 Hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov pada data
ini adalah 0.044, menandakan distribusi dari data adalah normal.
Sehingga perhitungan statistik yang digunakan adalah uji statistik
pearson. Data menunjukkan bahwa pada kelompok umur 40-90 tahun
pasien dengan LED tinggi lebih banyak ditemukan, selain itu juga
ditemukan bahwa pasien dengan status COVID-19 positif lebih
banyak yang mempunyai konsentrasi LED tinggi yaitu dengan total
36 pasien dari 44 pasien (81.8%). Didapatkan nilai p = 0.180 dan nilai
r = 0.206.

Universitas Kristen Indonesia


38

IV.4.3 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsentrasi C-


Reactive Protein dan Laju Endap Darah dengan Frekuensi Pernafasan

Infeksi mikroorganisme pada hospes disebut sebagai infeksi dan


dapat memicu terjadinya inflamasi. Konsentrasi CRP yang tinggi umumnya
ditemukan pada pasien dengan kondisi inflamasi. Pasien dengan kondisi
inflamasi dapat mengalami frekuensi pernafasan. Dengan latar belakang
itulah perhitungan statistik bivariat juga dilakukan untuk mencari korelasi
yang lebih kuat antara konsentrasi CRP dan LED pasien positif COVID-19
dengan peningkatan frekuensi pernapasan. Dari total 65 sampel positif dan
negatif, pada perhitungan statistik ini kami hanya menggunakan sampel
dengan status positif COVID-19 dengan jumlah total 37 pasien. Nilai
normal dari frekuensi pernapasan pada perhitungan statistik ini adalah 12-
20 kali per menit, jika sampel melewati jumlah tersebut maka akan disebut
sebagai frekuensi pernapasan tinggi.

Diagram IV.10: Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan frekuensi


pernafasan

Tabel IV.10: Hasil perhitungan statistik antara CRP dengan frekuensi


pernafasan

Frekuensi CRP Normal CRP Tinggi Total Nilai p Nilai r


Pernapasan

Universitas Kristen Indonesia


39

Normal 13 (35.1%) 13 (35.1%) 26 (70.3%)


Tinggi 1 (2.7%) 10 (27%) 11 (29.7%) 0.026 0.366
Total 14 (37.8%) 23 (62.2%) 37 (100%)

Pada tabel IV.10 uji normalitas Kolmogorov Smirnov didapatkan


nilai 0.000 yang menandakan data terdistribusi dengan tidak normal,
sehingga digunakan uji korelasi spearman. Ditemukan bahwa
frekuensi pernafasan pasien lebih banyak terhitung normal daripada
yang tinggi, dengan totalnya sebanyak 26 pasien dan persentase
sebesar 70.3%. Namun, pada pasien yang CRP tinggi lebih banyak
ditemukan pasien dengan frekuensi pernafasan yang tinggi
dibandingkan dengan yang rendah dengan total pasiennya adalah 10
pasien (27%). Didapatkan nilai p = 0.026 dan nilai r = 0.366

Diagram IV.11: Hasil perhitungan statistic antara LED dengan


frekuensi pernafasan

Tabel IV.11: Hasil perhitungan statistic antara LED dengan frekuensi


pernafasan

Frekuensi LED Normal LED Tinggi Total Nilai p Nilai r


Pernapasan
Normal 8 (21.6%) 18 (48.6%) 26 (70.3%)
Tinggi 4 (10.8%) 7 (18.9%) 11 (29.7%) 0.744 0.055

Universitas Kristen Indonesia


40

Total 12 (32.4%) 25 (67.6%) 37 (100%)

Pada tabel IV.11 uji normalitas Kolmogorov Smirnov didapatkan


nilai 0.000 yang menandakan data terdistribusi dengan tidak normal,
sehingga digunakan uji korelasi spearman. Ditemukan bahwa pasien
dengan LED tinggi lebih banyak yang mempunyai frekuensi
pernapasan normal, dengan total sampelnya adalah 18 pasien dan
mengambil persentase sebesar 48.6%. Sedangkan pasien dengan LED
tinggi dan frekuensi pernapasan tinggi berjumlah 7 pasien. Nilai p =
0.744 dan nilai r = 0.055.

IV.4.4 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsentrasi C-


Reactive Protein dan Laju Endap Darah dengan Suhu Badan

Dari total 65 sampel positif dan negatif, pada perhitungan statistik


ini kami hanya menggunakan sampel dengan status positif COVID-19
dengan jumlah total 37 pasien. Nilai normal dari frekuensi pernapasan pada
perhitungan statistik ini 35-37 derajat celcius, jika sampel melewati jumlah
tersebut maka akan disebut sebagai frekuensi pernapasan tinggi.

Perhitungan dilakukan dengan analisis bivariat spearman karena


hasil dari uji normalitas dari pasien adalah 0.002 yang menandakan
distribusi data bersifat tidak normal.

Diagram IV.12: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara konsentrasi


c-reactive protein dengan suhu pada semua sampel

Universitas Kristen Indonesia


41

Tabel IV.12: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara konsentrasi c-


reactive protein dengan suhu

Suhu CRP Normal CRP Tinggi Total Nilai p Nilai r


Normal 9 (24.3%) 13 (35.1%) 22 (59.5%)
Tinggi 5 (21.6%) 10 (27.0%) 15 (40.5%) 0.918 0.018
Total 14 (37.8%) 23 (62.2%) 37 (100%)

Pada tabel IV.12 ditunjukkan bahwa lebih banyak pasien dengan suhu
normal dibandingkan dengan suhu tinggi dengan jumlah sebanyak 22
pasien dari 37 pasien, persentasenya sebesar 59.5%. Kemudian, suhu yang
tinggi juga lebih banyak ditemukan pada pasien dengan konsentrasi CRP
tinggi dengan per. Didapatkan nilai p = 0.918 dan nilai r = 0.018

Diagram IV.13: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara konsentrasi


laju endap darah dengan suhu pada semua sampel

Universitas Kristen Indonesia


42

Tabel IV.13: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara konsentrasi


laju endap darah dengan suhu

Suhu LED Normal LED Tinggi Total Nilai p Nilai r


Normal 7 (18.9%) 15 (40.5%) 22 (59.5%)
Tinggi 5 (13.5%) 10 (27.0%) 15 (40.5%) 0.032 -0.354
Total 20 (54.1%) 17 (45.9%) 37 (100%)

Pada tabel IV.13 hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara konsentrasi
laju endap darah ditunjukkan bahwa suhu yang tinggi lebih banyak
ditemukan pada pasien dengan kosentrasi LED tinggi, dengan
persentasenya adalah sebesar 27.0%. Nilai p ditemukan sebesar 0.032 dan
nilai r -0.354

IV.4.5 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsentrasi C-


Reactive Protein dan Laju Endap Darah dengan Frekuensi Nadi

Nilai normal frekuensi nadi dari manusia yang digunakan adalah 60-
100 bpm, diatas nilai tersebut maka dinilai sebagai frekuensi nadi tinggi.
Pada uji normalitas Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai 0.200 yang
menandakan data terdistribusi normal sehingga digunakan uji korelasi
pearson.

Diagram IV.14: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara c-reactive


protein dengan frekuensi pernafasan

Universitas Kristen Indonesia


43

Tabel IV.14: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara c-reactive


protein dengan frekuensi nadi

Frekuensi CRP Normal CRP Tinggi Total Nilai p Nilai r


Nadi
Normal 10 (27.0%) 14 (37.8%) 24 (64.9%)
Tinggi 4 (10.8%) 9 (24.3%) 13 (35.1%) 0.721 -0.610
Total 14 (37.8%) 17 (62.2%) 37 (100%)

Pada tabel IV.14 ditunjukkan bahwa pada pasien COVID-19, lebih banyak
pasien dengan frekuensi nadi normal dibandingkan dengan frekuensi nadi
yang tinggi, dimana pasien dengan frekuensi nadi tinggi mencapai 24 dari
37 pasien (64.9%) dari total pasien positif COVID-19. Frekuensi nadi yang
tinggi juga lebih banyak ditemukan pada pasien dengan konsentrasi CRP
yang tinggi. Didapatkan nilai p = 0.721 dan nilai r = -0.610

Diagram IV.15: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara c-reactive


protein dengan frekuensi nadi

Universitas Kristen Indonesia


44

Tabel IV.15: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara c-reactive


protein dengan frekuensi nadi

Frekuensi LED Normal LED Tinggi Total Nilai p Nilai r


Nadi
Normal 8 (21.6%) 16 (43.2%) 24 (64.9%)
Tinggi 4 (10.8%) 9 (24.3%) 13 (35.1%) 0.563 -0.980
Total 12 (32.4%) 25 (67.5%) 37 (100%)

Pada tabel IV.15 ditunjukkan bahwa frekuensi nadi yang tinggi lebih
banyak ditemukan pada pasien dengan kosentrasi LED tinggi dengan
persentasenya adalah sebesar 24.3%. Nilai p ditemukan sebesar 0.563 dan
nilai r = -0.980.

IV.4.5 Hasil Pemeriksaan dan Analisis Bivariat antara Konsenntrasi C-


Reactive Protein dengan Laju Endap Darah

Dari total semua sampel positif dengan jumlah 37 pasien,


perhitungan analisis bivariat juga dilakukan antara CRP dengan LED.

Universitas Kristen Indonesia


45

Dengan nilai CRP normal berkisar antara 0-6 mg/L dan nilai LED normal
adalah 0-10 mm/h untuk pria dan 0-15 mm/h untuk wanita.

Diagram IV.16: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara c-reactive


protein dengan frekuensi nadi.

Tabel IV.16: Hasil pemeriksaan dan analisis bivariat antara c-reactive


protein dengan frekuensi nadi

CRP LED Normal LED Tinggi Total Nilai p Nilai r


Normal 8 (21.6%) 4 (10.8%) 12 (32.4%)
Tinggi 6 (16.2%) 19 (51.4%) 13 (67.6%) 0.000 0.557
Total 14 (37.8%) 23 (62.2%) 37 (100%)

Pada table IV.16 ditunjukkan bahwa perhitungan deskriptif antara CRP


dengan LED ditemukan bahwa pasien dengan nilai LED tinggi dengan CRP
tinggi berjumlah 13 sampel (67.6%). Ditemukan nilai p=0.000 dan nilai
r=0.577

IV.5 Pembahasan

Dari hasil penelitian kelompok semua umur, perhitungan statistik


menunjukkan bahwa bahwa pasien positif COVID-19 lebih banyak pada
kelompok umur 41-50 tahun, yaitu sebanyak 12 pasien dari 38 pasien positif

Universitas Kristen Indonesia


46

COVID-19, dengan persentasenya adalah 31.5%. Jika dibagi menjadi 2


kelompok usia yang antara lain adalah kelompok umur 1-40 tahun dan 41-90
tahun, angka paling tinggi terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun dan 41-
50 tahun. Hal ini dapat diakibatkan karena umur merupakan salah satu faktor
resiko dari penyakit COVID-19. Seiring bertambahnya usia, sistem
kekebalan mengalami penurunan yang menjadi dampak besar pada kesehatan
dan kelangsungan hidup. Kemunduran pada kekebalan ini mempengaruhi
orang tua beresiko lebih tinggi terkena infeksi virus dan bakteri. Selain itu,
angka kematian dari penyakit karena infeksi juga tiga kali lebih tinggi pada
pasien tua dibandingkan dengan pasien dewasa muda. Selain itu, berdasarkan
dengan penelitian demografi yang dilakukan oleh Deni Hidayati dengan
judul “Profil Penduduk Terkonfirmasi Positif COVID-19 dan Meninggal:
Kasus Indonesia dan DKI Jakarta” yang meneliti profil penduduk terinfeksi
COVID-19 mulai dari tanggal 2 Maret 2020 sampai 28 Mei 2020. beliau
membuktikan bahwa di Indonesia kelompok umur yang rentan terinfeksi
COVID-19 adalah kelompok umur 31-40. Beliau menyimpulkan bahwa
kelompok umur tersebut merupakan saat dimana seseorang sedang sangat
produktif sehingga mereka lebih sering keluar dari rumah. Hal tersebut dapat
meningkatkan resiko terpapar oleh virus.70

Selain itu, beliau juga menyimpulkan bahwa angka infeksi COVID-19


lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Hal ini dapat disebabkan karena
gaya hidup laki-laki yang lebih banyak merokok, sehingga lebih rentan untuk
menderita penyakit pada saluran pernafasan.70 Pria juga lebih sering
terkekspos oleh udara luar yang kemungkinan terkontaminasi oleh SARS
CoV-2 karena mereka lebih banyak berada di luar rumah, baik untuk bekerja
maupun kepentingan lainnya. Kemudian, menurut Elena Ortona et al, wanita
juga mempunyai sistim imun bawaan dan adaptif yang lebih kuat
dibadingkan dengan pria. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain
adalah faktor biologis (faktor genetik dan hormon seks) dan faktor
psikososial.71 Penelitian diatas mendukung hasil penelitian yang didapatkan
pada data ini, dimana didapatkan bahwa lebih banyak sampel positif COVID-
19 dengan jenis kelamin laki-laki, dengan totalnya adalah 34 dari 65 pasien
dan persentasenya adalah 52.5%. Hal yang serupa juga ditemukan pada

Universitas Kristen Indonesia


47

pembagian kelompok umur menjadi 1-40 tahun dan 41-90 tahun, dimana
lebih banyak ditemukan sampel dengan jenis kelamin pria dibandingan
wanita.

Pada penelitian ini, pada analisis bivariat dan deskriptif antara CRP dan
PCR dilakukan dua kali perhitungan statistik, yaitu adalah pada sampel
kelompok umur 1-40 tahun dan sampel kelompok umur 41-90 tahun. Pada
data kelompok umur 1-40 tahun ditemukan lebih banyak sampel dengan
konsentrasi CRP yang normal pada pasien positif COVID-19. Jumlah pasien
positif COVID-19 yang mengalami peningkatan konsentrasi CRP hanya
berjumlah 4 pasien dari total 21 pasien dengan persentase sebesar 19.0%.
Pada kelompok umur 41-90 tahun ditemukan bahwa lebih banyak pasien
COVID-19 dengan konsentrasi CRP yang tinggi dengan jumlah sampelnya
adalah 19 pasien dari 29 pasien positif dan persentasenya adalah sebesar
65.9%

Komponen yang digunakan adalah hasil pemeriksaan CRP sebagai


variabel dependen dan hasil pemeriksaan PCR sebagai variabel independent.
Penelitian analisis bivariat yang dilakukan pada kedua kelompok umur
tersebut adalah koefisien korelasi menggunakan perhitungan statistik
spearman yang merupakan sebuah perhitungan statistik untuk data yang
tidak terdistribusi secara normal, karena berdasarkan pada uji normalitas
Kolmogorov Smirnov yang dilakukan pada ketiga data tersebut menunjukkan
hasil 0.000. Dimana sebuah data baru dapat disebut terdistribusi normal jika
angka yang dihasilkan adalah diatas 0.05. Pada perhitungan statistik, terdapat
dua komponen yang dinilai, yaitu adalah nilai r dan nilai p. Nilai r
merupakan simbol dari salah satu komponen statistik bivariat yaitu adalah
spearman correlation yang berguna untuk mengetahui apakah dua variabel
yang diteliti berbanding lurus atau sebaliknya. Berbanding lurus yang
dimaksud adalah berarti jika semakin tinggi variabel dependen, maka
semakin tinggi pula variabel independent yang dikaitkan pada perhitungan
ini. Sebuah data dapat dikatakan bersifat berbanding lurus jika nilai r bernilai
positif dan sebuah data dapat disebut berbanding terbalik jika nilai r bernilai
negatif. Nilai p merupakan simbol dari hasil perhitungan Sigma 2-tailed yang
berguna untuk mengetahui kuat atau tidaknya korelasi. Sebuah data dapat

Universitas Kristen Indonesia


48

dikatakan berkorelasi juga nilai p <0.05. Karena perhitungan korelasi


spearman hanya dapat dilakukan dengan data nominal, maka peneliti
mengubah hasil PCR menjadi angka 1 untuk negatif dan angka 2 untuk
positif.

Nilai normal dari CRP pada tubuh manusia berkisar antara 1,0 mg – 6.0
mg.6 CRP secara signifikan meningkat pada infeksi bakteri dan meningkat
pada infeksi virus walau tidak semenonjol pada infeksi bakteri. Konsentrasi
CRP pada pasien diduga menjadi kunci dari tingkat keparahan dari pasien
COVID-19.4 Selama pasien pada fase infeksi atau status penyakit radang,
kadar CRP meningkat dengan cepat dalam 6-8 pertama jam dan puncaknya
pada tingkat hingga 350-400 mg / L setelah 48 jam.57

Pada kelompok umur 1-40 tahun, hasil perhitungan deskriptif


menunjukkan bahwa lebih banyak ditemukan jumlah sampel dengan status
CRP normal dengan jumlahnya adalah 14 dari 21 pasien (66.7%). Pada
pasien positif COVID-19, lebih banyak ditemukan pasien dengan konsentrasi
CRP normal dengan jumlah 7 dari 11 pasien. Pada perhitungan statistic
pearson ditemukan nilai r = -0.095 dan nilai p = 0.682. Nilai r yang negatif
menunjukkan bahwa data yang diteliti berbanding terbalik yang berarti angka
CRP yang tinggi lebih banyak ditemukan pada sampel dengan status PCR
negatif. Nilai p = 0.682 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang berarti
pada dua variabel yang diteliti. Berdasarkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aleksandra Wyczalkowska-Tomasik et al dimana beliau
melakukan penelitian untuk menilai nilai rata-rata dari konsentrasi marker
inflamasi normal seperti IL-6, IL-8, TNF, IL-6R, TNF-R1, dan CRP pada
180 orang yang berumur 20-90 tahun, ia menemukan bahwa kelompok umur
muda (20-30 tahun) mempunyai nilai CRP normal yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan umur tua (60-70 tahun).72 Selain itu, berdasarkan
penelitian kohort yang dilakukan oleh A. Nazmi et al dimana beliau
melakukan perhitungan nilai CRP pada 3287 dewasa muda di Brazil. Beliau
menemukan bahwa nilai CRP pada dewasa muda sangat dipengaruhi oleh
demografi, sosioekonomi, antropometri, dan factor perilaku seperti merokok
dan minum alkohol.73 Kemudian, berdasarkan penelitian yang dilakukan
Simon AK et al dengan topik evolusi sistem imun pada tubuh manusia sejak

Universitas Kristen Indonesia


49

masa kecil hingga lansia, beliau menyatakan bahwa pada umur muda
terutama pada dewasa muda terdapat maksimalisasi dari kerja sistem imun
sehingga pasien tidak mudah mengalami perberatan penyakit terutama
dengan etiologi infeksi.69

Salah satu limitasi dari penelitian ini adalah tidak adanya informasi
mengenai hal-hal yang disebut sebelumnya, sehingga hasil dari penelitian
masih bersifat bias. Hal itu yang dapat menjadi alasan dari lebih banyaknya
ditemukan CRP dengan konsentrasi normal pada pasien COVID-19 pada
umur 1-40 tahun. Selain itu, penelitian ini juga mempunyai limitasi dimana
pemeriksaan cek darah lengkap pasien pada data ini hanya dilakukan pada
pasien yang datang pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan PCR
untuk diagnostk dari penyakit COVID-19.

Pada kelompok umur 41-90 tahun, ditemukan bahwa pasien positif


COVID-19 lebih banyak ditemukan dengan konsentrasi CRP tinggi dengan
jumlah 19 pasien dari total 44 sampel, persentasenya sebesar 43.2%. Pada
perhitungan statistic pearson correlation ditemukan bahwa nilai p = 0.040
dan nilai r = 0.311 yang menandakan bahwa ada korelasi antara nilai PCR
dan CRP. Nilai r yang positif juga menandakan bahwa pada pasien dengan
status PCR positif lebih banyak ditemukan pasien dengan kategori CRP
tinggi. Penemuan ini sesuai dengan beberapa peneliti lain. Berdasarkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang L et al yang melakukan
penelitian untuk mengetahui konsentrasi peningkatan CRP pada fase awal
infeksi COVID-19, beliau membandingkan tingkat keparahan dari pasien
COVID-19 berdasarkan dengan gambaran lesi di paru-paru pada pasien,
dengan peningkatan konsentrasi CRP. Beliau menemukan bahwa
perbandingan antara dua hal tersebut berbanding lurus, yang berarti semakin
berat lesi pada paru-paru pasien, maka semakin tinggi pula konsentrasi CRP
yang ditemukan. Pasien kritis mempunyai CRP yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien gejala ringan4 Guyi Wang et al berpendapat
bahwa peningkatan CRP pada pasien gejala ringan maupun sedang dapat
menjadi prediktor kuat bahwa gejala pasien yang bersangkutan akan menjadi
lebih berat, membuktikan bahwa peningkatan CRP lebih dulu muncul
sebelum gejala pasien mengalami perburukan.60 Melihat bahwa data dari

Universitas Kristen Indonesia


50

penelitian ini diambil disaat pasien pertama kali melakukan pemeriksaan


laboratorium darah lengkap dan juga pemeriksaan diagnostic PCR dan dari
data yang sama didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan konsentrasi
CRP yang tinggi menggambarkan kemungkinan bahwa sampel yang
bersangkutan akan mengalami progresi dari penyakit yang berlanjutan.

Pada penelitian ini, dilakukan perhitungan deskriptif dan statistik


korelasi antara LED dengan PCR pada kelompok pasien umur 1-40 tahun.
Pada perhitungan deskriptif, ditemukan bahwa lebih banyak sampel dengan
LED normal dibandingkan dengan LED tinggi, dimana sampel dengan LED
normal berjumlah 12 dari 21 pasien dan persentase sebesar 57.1%. Pasien
dengan status COVID-19 lebih banyak ditemukan pasien dengan konsetrasi
LED normal dibandingkan dengan tinggi, dengan jumlahnya adalah 3 dari 11
pasien (14.3%). Pada perhitungan statistik korelasi, variabel depeden adalah
LED dan variabel independen adalah LED. Ditemukan bahwa nilai p=0.224
yang berarti tidak ada korelasi yang signifikan antara LED dan PCR. Selain
itu, nilai r=-0.227 yang berarti hubungan antara dua variabel berbanding
terbalik, menandakan bahwa pada pasien dengan status PCR positif lebih
banyak ditemukan pasien dengan LED yang nilainya normal. Hal ini
berbanding terbalik dengan beberapa teori yang sudah ada, namun seperti
yang sudah disinggung sebelumnya bahwa penelitian ini hanya dilakukan
pada pasien dengan status awal infeksi COVID-19 tanpa adanya pemantauan
lanjutan, hal itu dapat mempengaruhi hasil dari perhitungan statistik yang
dilakukan.

Pada penelitian ini, perhitungan deskriptif dan statistic korelasi antara


PCR sebagai variabel independen dan LED sebagai variabel dependen juga
dilakukan pada kelompok umur 41-90 tahun. Pada perhitungan deskriptif
ditemukan bahwa lebih banyak pasien dengan konsentrasi LED yang tinggi
dengan dibandingkan dengan LED normal, dengan jumlahnya adalah 36 dari
44 pasien (81.8%). Selain itu, ditemukan juga bahwa pada pasien dengan
status COVID-19 lebih banyak ditemukan pasien dengan konsentrasi LED
yang tinggi dibandingkan normal dengan jumlah 22 dari 26. Pada
perhitungan statistik, ditemukan nilai p=0.180 yang berarti tidak ada korelasi
yang berarti diantara dua variabel. Selain itu, ditemukan nilai r=0.206 yang

Universitas Kristen Indonesia


51

bernilai positif dan menandakan bahwa lebih banyak ditemukan pasien


dengan LED yang tinggi pada status pasien positif COVID-19. Hasil
penelitian ini berkesinambungan dengan beberapa penelitian lain, salah
satunya adalah yang diteliti oleh Furong Zeng et al, dimana beliau
melakukan meta analisis terhadap 16 karya tulis ilmiah yang dengan topik
konsentrasi marker inflamasi pada pasien positif COVID-19. Salah satu
marker yang diteliti adalah LED. Hasil dari meta analisis beliau
membuktikan bahwa nilai LED pasien COVID-19 mempunyai konsentrasi
yang tinggi. Pasien dengan gejala berat mempunyai konsentrasi LED yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan gejala ringan.74 Selain itu,
Ivana Lapić et al melakukan pooled analysis terhadap 15 karya tulis ilmiah
untuk mengetahui hubungan antara laju endap darah dengan tingkat
keparahan dari pasien COVID-19. Analisis beliau membuktikan bahwa
pasien COVID-19 dengan gejala berat mempunyai konsentrasi LED yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan gejala sedang ataupun
ringan, menunjukkan bahwa respon inflamasi dan produksi protein fase akut
yang meningkat lebih tinggi pada pasien COVID-19 gejala berat.75

Pada penelitian ini, perhitungan koefisien korelasi juga dilakukan


antara CRP dan LED dengan frekuensi pernafasan. Pada perhitungan
deskriptif antara CRP dan frekuensi pernapasan ditemukan bahwa pada
pasien COVID-19 lebih banyak terdapat pasien dengan frekuensi pernapasan
yang normal. Dengan jumlah pasien yang mempunyai frekuensi pernapasan
normal adalah 26 pasien dari 37 pasien dengan persentasenya adalah sebesar
70.3%. Pada pasien dengan konsentrasi CRP tinggi ditemukan pasien dengan
frekuensi pernapasan tinggi adalah sebanyak 10 pasien, dengan
persentasenya sebesar 27%. Pada perhitungan statistik analitik ditemukan
bahwa nilai p = 0.026 dan nilai r = 0.366. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara CRP dan
frekuensi pernapasan dan semakin tinggi nilai CRP semakin tinggi pula
frekuensi pernapasan. Pemeriksaan frekuensi pernafasan merupakan
pemeriksaan yang umum dilakukan pada infeksi saluran pernafasan bawah
dan sudah disinggung sebelumnya bahwa peningkatan CRP pada pasien
COVID-19 berkesinambungan dengan tingkat keparahan dari lesi pada paru-

Universitas Kristen Indonesia


52

paru pasien.4 Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Alisa A Mueller et al yang melakukan studi kohort pada 100
pasien di rumah sakit Brigham untuk mencari korelasi antara peningkatan
konsetrasi CRP dengan gejala gagal nafas pada pasien COVID-19. Beliau
menemukan bahwa peningkatan CRP menjadi prediktor kuat bahwa pasien
akan mengalami penurunan dalam fungsi pernafasan yang mempunyai
indikasi untuk dikirim ke ruang ICU dan dapat memprediksikan
kemungkinan pemasangan intubasi pada pasien.76

Pada penelitian ini, dilakukan perhitungan deskriptif dan statistik


korelasi antara LED dan frekuensi pernafasan. Pada perhitungan deskriptif
ditemukan bahwa pada pasien yang LED tinggi lebih banyak ditemukan
pasien dengan frekuensi pernapasan yang normal dengan jumlahnya 18 dari
25 pasien dan persentasenya adalah 48.6%. Pada perhitungan statistik
korelasi juga ditemukan nilai p=0.744, yang menandakan bahwa tidak ada
korelasi yang signifikan antara LED dan frekuensi pernafasan, selain itu
ditemukan nilai r=0.055 yang bernilai positif dan menandakan bahwa nilai
frekuensi pernapasan tinggi banyak ditemukan pada pasien dengan nilai LED
yang juga tinggi. Berdasarkan yang sudah diketahui, konsentrasi LED
meningkat pada pasien yang mengalami infeksi dan inflamasi.10-11
Peningkatan konsentrasi LED terjadi karena pada keadaan inflamasi, terdapat
peningkatan produksi dari protein inflamasi yang menyebabkan sel darah
merah memiliki kecenderungan menempel satu sama lain. Hal ini akan
meningkatkan berat sel darah merah dan lebih cepat mengendap sehingga
nilai LED akan meningkat.11 Frekuensi pernapasan merupakan salah satu
tanda-tanda vital pada pemeriksaan fisik pasien. Selain itu, peningkatan pada
laju respirasi atau yang dapat disebut sebagai takipnea juga terjadi pada
pasien yang mengalami inflamasi terutama pada pasien yang sedang
pneumonia. Hal ini terjadi karena adanya stimulasi pusat ventilasi meduler
oleh endotoksin dan mediator inflamasi lainnya. Ketika hipoperfusi jaringan
terjadi, tubuh melakukan kompensasi dengan meningkatkan laju respirasi
untuk mencegah asidosis metabolik. Pasien sering merasa sesak nafas atau
tampak agak cemas.77 Berdasarkan kedua teori yang sudah dikenal tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa terjadi pada keadaan inflamasi terjadi

Universitas Kristen Indonesia


53

peningkatan pada LED dan laju respirasi. Teori tersebut mendukung hasil
analisis data yang didapatkan yaitu adalah semakin tinggi LED maka
semakin tinggi pula laju respirasi.

Pada penelitian ini dilakukan analisis bivariat antara CRP dan LED
dengan suhu. Nilai suhu normal 35-37 derajat celcius, penelitian dilakukan
dengan perhitungan statistik dan analitik. Pada perhitungan deskriptif CRP
dengan suhu ditemukan bahwa lebih banyak pasien dengan suhu normal
dengan jumlah 22 pasien (59.5%). Kemudian, ditemukan pasien dengan CRP
yang tinggi dan suhu yang tinggi berjumlah 10 orang (27%). Pada
perhitungan analitik ditemukan nilai p=0.918 yang berarti tidak ada
hubungan yang signifikan antara dua variabel, dan ditemukan nilai r=0.018
yang berarti lebih banyak pasien dengan suhu yang tinggi pada CRP yang
tinggi. Pada perhitungan deskriptif antara LED dengan suhu, ditemukan
pasien dengan LED yang tinggi dengan suhu yang tinggi berjumlah 15 pasien
(40.5%). Dengan nilai p=0.032 yang berarti ada hubungan yang signifikan
antara kedua variabel, kemudian nilai r=-0.354 yang berarti lebih banyak
pasien dengan suhu yang normal pada LED yang tinggi.

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan statistic antara CRP dan LED
dengan nilai normal dari frekuensi nadi normal adalah 60-100 bpm.
Perhitungan deskriptif antara CRP dengan frekuensi nadi ditemukan lebih
banyak sampel dengan frekuensi nadi normal dengan jumlah 13 pasien
(35.1%). Pasien dengan CRP yang tinggi dan frekuensi nadi yang tinggi
berjumlah 9 pasien (24.3%). Perhitungan analitik yang dilakukan adalah
p=0.721 yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel, selain itu
ditemukan r=-0.610 yang berarti lebih banyak pasien dengan frekuensi nadi
normal pada konsentrasi CRP yang tinggi. Pada perhitungan deskriptif antara
LED dengan frekuensi nadi ditemukan pasien dengan nilai CRP yang tinggi
dengan frekuensi nadi yang tinggi berjumlah 9 pasien (24.3%). Perhitungan
analitik ditemukan nilai p=0.563 yang berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antara kedua variabel, kemudian ditemukan nilai r=-0.980 yang
berarti lebih banyak pasien dengan nilai frekuensi nadi yang normal pada
konsentrasi LED yang tinggi.

Universitas Kristen Indonesia


54

Pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan analisis bivariat antara


kedua variabel dependen yaitu adalah CRP dan LED. Perhitungan analisis
deskriptif ditemukan bahwa pasien dengan nilai LED yang tinggi dan nilai
CRP yang tinggi adalah berjumlah 24 pasien (67.6%). Kemudian pada
perhitungan uji normalitas ditemukan Kolmogorov Smirnov bernilai 0.000
yang berarti data tidak terdistribusi dengan normal. Oleh karena itu, pada
perhitungan statistik analitik dilakukan uji koefisien korelasi spearman.
Ditemukan nilai p=0.000 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara
nilai CRP dengan LED. Selain itu, ditemukan nilai r=0.557 yang berarti lebih
banyak pasien yang ditemukan dengan konsentrasi CRP yang tinggi dengan
LED yang tinggi. Berdasarkan teori yang kita ketahui, nilai CRP dan LED
umum meningkat pada keadaan inflamasi.

Perlu diketahui bahwa penelitian ini memiliki beberapa limitasi.


Beberapa sudah dijelaskan sebelumnya. Pertama adalah penelitian ini hanya
menggunakan data dari pemeriksaan PCR dan darah lengkap saat pasien
pertama kali datang di rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan, sehingga
peneliti tidak dapat memantau progresi dari penyakit pasien. Kedua, data
tidak melampirkan hasil dari radiografi pasien, sehingga peneliti tidak dapat
mengetahui fase dari penyakit dan tingkat keparahan dari penyakit pasien.
Ketiga, data tidak melampirkan kemungkinan dari penyakit penyerta lain
maupun penyakit komorbid dari pasien. Sedangkan, CRP dan LED
merupakan marker dari inflamasi yang non spesifik. Sehingga hasil dari
pemeriksaan CRP maupun LED masih mempunyai bias dan belum spesifik
terhadap penyakit COVID-19.57,64 Sehingga, peningkatan CRP dan LED pasti
mempunyai hubungan yang kuat.

Universitas Kristen Indonesia


55

Universitas Kristen Indonesia


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Pemeriksaan CRP hanya bermakna pada kelompok umur 41-90 tahun dan
terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan CRP dengan laju
pernapasan pada pasien COVID-19

V.2 Saran

V.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan dan Lembaga Kesehatan

Saat ini penyakit COVID-19 masih menjadi pandemi dan


merupakan penyakit yang cukup mengancam nyawa. Oleh sebab itu,
disarankan bagi para tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi yang
baik dan cukup dimengerti kepada masyarakat tentang bagaimana cara
menghindari dan menanggulangi COVID-19 dengan benar dengan
harapan dapat mengurangi angka positif pasien COVID-19 di
kemudian harinya.

V.2.2 Bagi Pasien dan Keluarga Pasien

Penyakit COVID-19 merupakan penyakit yang cukup


berbahaya, dan merupakan penyakit dengan penularan melalui
droplet sehingga penyakit ini merupakan penyakit yang sangat
infeksius. Dihimbau untuk pasien COVID-19 agar melakukan isolasi
mandiri agar dapat menghindari transmisi penyakit lebih jauh. Selain
itu, disarankan juga untuk pasien untuk segera datang ke rumah sakit
dan melakukan pemeriksaan jika gejala pasien mengalami
perburukan.

V.2.3 Bagi Masyarakat

Penyakit COVID-19 merupakan penyakit yang sangat mudah


menular. Disarankan untuk masyarakat agar melakukan tindakan 5M
(Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi
kerumunan, Mengurangi mobilitas) dengan rutin untuk menghindari
diri penyakit. Jika terdapat gejala infeksi saluran pernafasan,
56

diharapkan untuk segera melakukan pemeriksaan di rumah sakit atau


puskesmas terdekat untuk dapat menegakan diagnosis lebih cepat dan
menghindari komplikasi lanjutan.

V.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut


dalam aspek kuantitas maupun kualitas. Dalam aspek kuantitas
artinya penelitian dapat melibatkan jumlah sampel yang lebih besar
mengingat penyakit COVID-19 sampai saat ini masih mengalami
pertambahan kasus dalam setiap harinya. Secara kualitas, peneliti
dapat mendapatkan hasil penelitian yang lebih optimal. Hal itu dapat
dilakukan dengan cara meneliti kadar CRP dan LED secara berkala
untuk mengetahui progesivitas dari penyakit pasien dan mendapatkan
hubungan yang lebih spesifik terhadap hasil pemeriksaan CRP dan
LED terhadap keadaan klinis pasien, dan juga mendapatkan data
mengenai penyakit penyerta dan komorbiditas dari pasien untuk
mengurangi bias dari penelitian CRP dan LED yang merupakan
marker inflamasi non spesifik. Selain itu, sebaiknya dimasukan
kriteria eksklusi berupa faktor perancau yang dapat meningkatkan
konsentrasi CRP dan LED seperti kondisi autoimun, reaksi
hipersensitivitas, dan kondisi inflamasi kronis maupun akut.

Universitas Kristen Indonesia


57

Universitas Kristen Indonesia


57

DAFTAR PUSTAKA

1. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Hernikurniawan,


et al. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. 2020;7(1):p45-60.
2. Parwanto M. Virus Corona (2019-nCoV) Penyebab COVID-19. Jurnal
Biomedika Kesehatan [Internet]. 2020. [disitas 2020 Mei 16];3(1):1-. Tersedia
pada: https://www.jbiomedkes.org/index.php/jbk/article/view/117
3. World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19) and
the virus that causes it [Internet]. WHO. 2020 [disitasi 2020 Mei 16]. Tersedia
pada: https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-
virus-that-causes-it
4. Wang L, C-reactive protein levels in the early stage of COVID-19. Médecine et
Maladies Infectieuses [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 16];50(4): p332-4
5. Bansal T, Pandey A, Deepa D, Asthana AK. C-Reactive Protein (CRP) and its
Association with Periodontal Disease: A Brief Review. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. 2014;8(7): p21-4
6. Sproston N, Ashworth J. Role of C-Reactive Protein at Sites of Inflammation and
Infection. Front Immunol [Internet]. 2018 [disitasi 2020 Mei 16];9(754): p1- doi:
10.3389/fimmu.2018.00754
7. Salazar J,  Martínez MS,  Chávez-Castillo M,  Núñez V,  Añez R,  Torres Y. C-
Reactive Protein: An In-Depth Look into Structure, Function, and Regulation. Int
Sch Res Notices [Internet]. 2014 [disitasi 2020 Mei 16];2014(653045): p1-11.
doi:  10.1155/2014/653045
8. Jae-Sik J, In-soo R, Jae-Kyung K. C-Reactive Protein and Respiratory Viral
Infection. Korean J Clin Lab Sci. [Internet]. 2017 [disitasi 2020 Mei 16];49(1):
p15-21. doi: https://doi.org/10.15324/kjcls.2017.49.1.15
9. Guarner J, Dolan HK, Cole L. Erythrocyte Sedimentation Rate: Journey
Verifying a New Method for an Imperfect Test. Am J Clin Pathol [Internet]. 2015
[disitasi 2020 Mei 16];144(4): p536-8. doi:
https://doi.org/10.1309/ajcpqo81bgtktvjj

Universitas Kristen Indonesia


58

10. Harrison M. Erythrocyte Sedimentation Rate and C-Reactive Protein. Aust Presc
[Internet]. 2015 [disitasi 2020 Mei 16];38(3): p93-4. doi:
https://dx.doi.org/10.18773%2Faustprescr.2015.034
11. Wiratma DY, Situmorang A. Pengaruh Perbedaan Metode Pemeriksaan Laju
Endap Darah (LED) Terhadap Nilai LED Pasien Tersangka Penderita
Tuberkulosis Paru di Upt. Kesehatan Paru Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara Meda Tahun 2015. Jurnal Analis Laboratorium Medik.
2016;1(1): p24-31.
12. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical Features of
Patients Infected with 2019 Novel Coronavirus in Wuhan, China. The Lancet
[Internet] 2020. [disitasi 2020 Mei 16];395(10223): p497-506. doi:
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30183-5
13. World Health Organization, Coronavirus Disease (COVID-2019) Situation
Reports. WHO. 2020. [disitasi 2020 Mei 16]. Tersedia pada :
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-
reports
14. Munster VJ, Koopmans M, van Doremalen N, van Riel D, de Wit E. A Novel
Coronavirus Emerging in China—Key Questions for Impact Assessment. N Engl
J Med [Internet] 2020 [disitasi 2020 Mei 18];382(8): p692–4. doi:
10.1056/NEJMp2000929
15. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan COVID-19 di Indonesia
[Internet]. KemenKes. 2020. [disitasi pada 16 Mei 2020]. Tersedia pada :
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/
16. Wu YC, Chen CS, Chan YJ. The Outbreak of COVID-19: An Overview. J Chin
Med Assoc [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 16];83(3): p217-20. doi:
10.1097/JCMA.0000000000000270.
17. Mousavizadeh L, Ghasemi S. Genotype and phenotype of COVID-19: Their roles
in pathogenesis [Internet]. Journal of Microbiology, Immunology and Infection
[Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 18]. doi:
https://doi.org/10.1016/j.jmii.2020.03
18. van Boheemen S, de Graaf M, Lauber C, Bresteboer TM, Raj VS, Zaki AM, et al.
Genomic characterization of a newly discovered coronavirus associated with
acute respiratory distress syndrome in humans. Genome and Phylogeny of

Universitas Kristen Indonesia


59

Human Coronavirus EMC [Internet]. 2012 [Disitasi 2020 Mei 18];3(6): p473-12.
doi: 10.1128/mBio.00473-12
19. Schoeman D, Fielding BC. Coronavirus envelope protein: current knowledge.
Virology Journal [Internet]. 2019 [disitasi 2020 Mei 18];16(69): p2-22. doi:
https://doi.org/10.1186/s12985-019-1182-0
20. Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel Coronavirus
from Patients with Pneumonia in China, 2019 [Internet]. N Engl J Med. 2020
[disitasi 2020 Mei 18]. doi: 10.1056/NEJMoa2001017.
21. Jin Y, Yang H, Ji W, Wu W, Chen S, Zhang W, et al. Virology, Epidemiology,
Pathogenesis, and Control of COVID-19. Viruses [Internet]. 2020 [disitasi 2020
Mei 18];12(372): p1-17. doi:10.3390/v12040372.
22. Sun P, Lu X, Xu C, Sun W, Pan B. Understanding of COVID‐19 Based on
Current Evidence. J Med Virol [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 18];92: p548-
51. doi : https://doi.org/10.1002/jmv.25722
23. World Health Organization. Modes of transmission of virus causing COVID-19:
implications for IPC precaution recommendations [Internet]. WHO. 2020.
Tersedia pada : https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/modes-of-
transmission-of-virus-causing-covid-19-implications-for-ipc-precaution-
recommendations
24. Busse LW, Chow JH, McCurdy MT, Khanna AK. COVID-19 and the RAAS—a
potential role for angiotensin II?. Critical Care [Internet]. 2020 [disitasi 2020
Mei 18];34(136): p1-24. doi: https://doi.org/10.1186/s13054-020-02862-1
25. Patel VB, Clarke N, Wang Z, Fan D, Parajuli N, Basu R, et al. Angiotensin II
induced proteolytic cleavage of myocardial ACE2 is mediated by TACE/ADAM-
17: a positive feedback mechanism in the RAS. J Mol Cell Cardiol [Internet].
2014 [Disitasi 20 Mei 2020];66(2014): p167‐76. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.yjmcc.2013.11.017
26. Li MY, Li L, Zhang Y, Wang XS. Expression of the SARS-CoV-2 cell receptor
gene ACE2 in a wide variety of human tissues. Infectious Diseases of Poverty
[Internet]. 2020 [Disitasi 2020 Mei 20];9(45): p1-7. doi:
https://doi.org/10.1186/s40249-020-00662-x
27. Ciaglia E, Vecchione C, Puca AA. COVID-19 Infection and Circulating ACE2
Levels: Protective Role in Women and Children [Internet]. Frontier. 2020 [disitasi
2020 Mei 20]. doi: https://doi.org/10.3389/fped.2020.00206

Universitas Kristen Indonesia


60

28. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and


diagnosis of COVID-19. Journal of Pharmaceutical Analysis [Internet]. 2020
[disitasi 2020 Mei 20];10(2): p102-108. doi:
https://doi.org/10.1016/j.jpha.2020.03.001
29. Fehr AR, Perlman S. Coronaviruses: an overview of their replication and
pathogenesis. Methods Mol Biol [Internet]. 2015 [disitasi 2020 Mei 20];1282: p1-
23. doi: 10.1007/978-1-4939-2438-7_1
30. Tozzi A. Endoplasmic reticulum-Golgi intermediate compartment: a novel target
for SARS-Cov-2 therapies?. [Internet]. BMJ. 2020 [disitasi 2020 Mei 20].
Tersedia pada: https://www.bmj.com/content/368/bmj.m1252/rr-2
31. Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for Gastrointestinal
Infection of SARS-CoV-2. Gastroenterology [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei
21];158(6): p1831–3. doi: https://doi.org/10.1053/j.gastro.2020.02.055
32. Patolia SK. COVID-19 Pulmonary Management [Internet]. 2020 [disitasi 2020
Mei 21]. Medscape. Tersedia pada:
https://emedicine.medscape.com/article/2500117-overview#a2
33. Yuki K, Fujiogi M, Koutsogiannaki S. COVID-19 pathophysiology: A review.
Clinical Immunology [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 21];215(108427): p 1-7.
doi: https://doi.org/10.1016/j.clim.2020.108427
34. van Moonfort N, van der Aa E, Woltman AM. Understanding MHC Class I
presentation of viral antigens by human dendritics cells as basis of rational
design of therapeutic vaccines. Frontiers in Immunology: Antigen Presenting
Cell Biology [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 21];5(182): p1-14. doi:
http://www.frontiersin.org/Immunology/editorialboard
35. The Human Protein Atlas, ACE2 [Internet]. Proteinatlas. Tersedia pada:
https://www.proteinatlas.org/ENSG00000130234-ACE2/tissue
36. Pennock ND, White JT, Cross EW, Chenye EE, Tamburini BA, Kedl RM. T cell
responses: naïve to memory and everything in between. Adv Physiol Educ
[Internet]. 2013 [disitasi 2020 Mei 21];37(4): P273–283.
37. Gao GF, Rao Z, Bell JI. Molecular coordination of alphabeta T-cell receptors
and coreceptors CD8 and CD4 in their recognition of peptide-MHC
ligands. Trends Immunol [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 21];23(8):p408‐413.
doi: https://doi.org/10.1016/s1471-4906(02)02282-2

Universitas Kristen Indonesia


61

38. Chiappeli F, Khaksooy A, Greenberg G. CoViD-19 Immunopathology &


Immunotherapy. Bioinformation [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 21];16(3):
p219-22. doi: 10.6026/97320630016222
39. Jacofsky D, Jacofsky EM, Jacofsky Marc. Understanding Antibody Testing for
COVID-19. J Arthroplasty [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 21];30(
40. Ye Q, Wang B, Mao J. The pathogenesis and treatment of the ‘Cytokine Storm’
in COVID-19. Journal of Infection [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 22];80(6):
p607-13. doi: https://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.03.037
41. Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y. Dysregulation of Immune
Response in Patients With Coronavirus 2019 (COVID-19) in Wuhan, China.
Clin Infect Dis [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 22];X(XX): p1-7. doi:
https://doi.org/10.1093/cid/ciaa248
42. Gibson PG, Qin L, Puah S. COVID-19 ARDS: clinical features and differences
to “usual” pre-COVID ARDS. Med J Aust [Preprint]. 2020 [disitasi 2020 Mei
22]. Tersedia pada: https://www.mja.com.au/journal/2020/covid-19-ards-clinical-
features-and-differences-usual-pre-covid-ards
43. Matthay MA, Zemans RL, Zimmerman GA, Arabi YM, Beitler JR, Mercat A, et
al. Acute respiratory distress syndrome. Nat Rev Dis Primers [Internet]. 2019
[disitasi 2020 Mei 22];5(1): p1-22. doi: https://doi.org/10.1038/s41572-019-0069-
0
44. Li H, Liu SM, Yu XH, Tang SL, Tang CK. Coronavirus disease 2019 (COVID-
19): current status and future perspectives. Int J Antimicrob Agents [Internet].
2020 [disitasi 2020 Mei 23];5(55): p1-8. doi:
https://doi.org/10.1016/j.ijantimicag.2020.105951
45. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons From the
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China. American Medical
Association [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 23];323(13): p1239-42. doi:
10.1001/jama.2020.2648
46. Özdemir Ö. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Diagnosis and
Management (Narrative Review). Erciyes Med J [Internet]. 2020 [disitasi 2020
Mei 23];42(3): p 00-00. doi: 10.14744/etd.2020.99836
47. Guo YR, Cao QD, Hong ZS, Tan YY, Chen SD, Jin HJ. The origin, transmission
and clinical therapies on coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak – an

Universitas Kristen Indonesia


62

update on the status. Military Medical Research [Internet]. 2020 [disitasi 2020


Mei 23];7(11): p1-10. doi: https://doi.org/10.1186/s40779-020-00240-0
48. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dullebohn SC, Napoli RD. Features,
Evaluation and Treatment Coronavirus. StatPearls [Internet]. Treasure Island
[disitasi 2020 Mei 23]. Tersedia pada:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/?report=classic
49. Padhi A, Kumar S, Gupta E, Saxena SK. Laboratory Diagnosis of Novel
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Infection. Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 23]:pP95-107. doi:
https://dx.doi.org/10.1007%2F978-981-15-4814-7_9
50. Carter LJ, Garner LV, Smoot JW, Li Y, Zhou Q, Savenson SJ, et al. Assay
Techniques and Test Development for COVID-19 Diagnosis. ACS Cent Sci
[Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 23];6(5): p591–605. doi:
https://dx.doi.org/10.1021%2Facscentsci.0c00501
51. Kim JM, Chung YS, Jo HJ, Lee NJ, Kim MS, Woo SH, et al. Identification of
Coronavirus Isolated from a Patient in Korea with COVID-19. Osong Public
Health Res Perspect [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 23];11(1): p3–7. doi:
https://dx.doi.org/10.24171%2Fj.phrp.2020.11.1.02
52. World Health Organization, Laboratory testing for coronavirus disease (COVID-
19) in suspected human cases: interim guidance [Internet]. WHO. 2020 [disitasi
2020 Mei 23]. Tersedia pada: https://apps.who.int/iris/handle/10665/331329
53. Abbashi-Oshagi E, Mirzaei F, Farahani F, Khodadadi I, Tayebinia H. Diagnosis
and treatment of coronavirus disease 2019 (COVID-19): Laboratory, PCR, and
chest CT imaging findings. Int J Surg [Published online ahead of print]. 2020
[disitasi 2020 Mei 23]. Tersedia pada : https://doi.org/10.1016/j.ijsu.2020.05.018
54. Pan Y, Guan H. Imaging changes in patients with 2019-nCov. Eur Radiol
[Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 23]. doi: https://doi.org/10.1007/s00330-020-
06713-z
55. Zu YZ, Jiang MD, Xu PP, Chen W, Ni QQ, Lu GM, et al. Coronavirus Disease
2019 (COVID-19): A Perspective from China. RSNA [Internet]. 2020 [disitasi
2020 Mei 23]. Tersedia pada:
https://pubs.rsna.org/doi/full/10.1148/radiol.2020200490
56. Chandrashekara S. C - reactive protein: An inflammatory marker with specific
role in physiology, pathology, and diagnosis.  Internet Journal of Rheumatology

Universitas Kristen Indonesia


63

and Clinical Immunology [Internet]. 2014 [disitasi 2020 Mei 24];2(1): p1-23.
doi: 10.15305/ijrci/v2iS1/117
57. World Health Organization, C-reactive protein concentrations as a marker of
inflammation or infection for interpreting biomarkers of micronutrient status.
WHO [Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 24]. Tersedia pada:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/133708/WHONMHNHDEPG14.
7;jsessionid=B2F60910E0D2A0168AC2CD3189715D6C?sequence=1
58. Black S, Kushner I, Samols D. C-reactive Protein. The Journal of Biological
Chemistry [Internet]. 2004 [disitasi 2020 Mei 24];279(47): p48487-90. doi:
10.1074/jbc.R400025200
59. Dhurba Giri, C-Reactive Protein (CRP) Test : Introduction, Principle, Procedure
and Interpretation [Internet]. laboratoryinfo. 2020 [disitasi 2020 Mei 24].
Tersedia pada: https://laboratoryinfo.com/c-reactive-protein-crp/
60. Wang G, Wu C, Zhang Q, Wu F, Yu B, Lv J. C-Reactive Protein Level May
Predict the Risk of COVID-19 Aggravation. Open Forum Infectous Disease
[Internet]. 2020 [disitasi 2020 Mei 24];7(5): p1-5. doi:
https://doi.org/10.1093/ofid/ofaa153
61. Wu J, Jin Y, Li H, Xie Z, Li J, Ao Y. Evaluation and significance of C-reactive
protein in the clinical diagnosis of severe pneumonia. Experimental and
Therapeutic Medicine [Internet]. 2015 [disitasi 2020 Mei 24];10(1): p175-80. doi:
https://dx.doi.org/10.3892%2Fetm.2015.2491
62. Ramsay ES, Lerman MA. How to use the erythrocyte sedimentation rate in
paediatrics. BMJ Journal [Internet]. 2014 [disitasi 2020 Mei 26];100(1): p30-6.
doi: http://dx.doi.org/10.1136/archdischild-2013-305349
63. Hashemi R, Majidi A, Motamed H, Amini A, Najari F, Tabatabaey A.
Erythrocyte Sedimentation Rate Measurement Using as a Rapid Alternative to
the Westergren Method. Emergency [Internet]. 2015 [disitasi 2020 Mei 26];3(2):
p50-3. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4614602/
64. Dewi MMW, Herawati S, Mulyantari NK, Prabawa IPY. The comparison of
erythrocyte sedimentation rate (ESR) modify Westergren Caretium Xc-A30 and
Westergren Manual in Clinical Pathology Laboratory, Sanglah General
Hospital, Denpasar, Bali. Bali Med J [Internet]. 2019 [disitasi 2020 Mei 26];8(2):
p396-9. Tersedia pada:
https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/viewFile/1401/pdf

Universitas Kristen Indonesia


64

65. Venapussa B, Cruz LDL, Shah H, Michalski V, Zhang QY. Erythrocyte


Sedimentation Rate (ESR) Measured by the Streck ESR-Auto Plus Is Higher
Than With the Sediplast Westergren Method: A Validation Study. American
Journal of Clinical Pathology [Internet]. 2011 [disitasi 2020 Mei 26];135(3):
p386-90. doi: https://doi.org/10.1309/AJCP48YXBDGTGXEV
66. Prameswari RD, Widiyanti N, Hartono V. Pengaruh Posisi Pipet Terhadap Hasil
Pemeriksaan Laju Endap Darah dengan Metode Westergren pada Mahasiswa
Akademi Analis Kesehatan Delima Husada Gresik. Jurnal Sains Unigres
[Internet]. 2014 [disitasi 2020 Mei 26];4(8): p1-7. Tersedia pada:
http://journal.unigres.ac.id/index.php/Sains/article/download/553/426
67. Deng SQ, Peng HJ. Characteristics of and Public Health Responses to the
Coronavirus Disease 2019 Outbreak in China. Journal Clin Med [Internet]. 2020
[disitasi 2020 Mei 26];9(575): p1-10. doi: http://dx.doi.org/10.3390/jcm9020575
68. Lippi L, Plebani M. Laboratory abnormalities in patients with COVID-2019
infection. Clin Chem Lab Med [online ahead of print]. 2020 [disitasi 2020 Mei
26]. Tersedia pada: 10.1515/cclm-2020-0198
69. Simon AK, Hollander GA, McMichael A. Evolution of the immune system in
humans from infancy to old age. Proc R Soc B. [Internet]. 2015 [disitasi 2021
Januari 8]; 282(1821):p1-9. doi: 10.1098/rspb.2014.3085
70. Deny Hidayati. Profil Penduduk Terkonfirmasi COVID-19 dan Meninggal: Kasus
di Indonesia dan DKI Jakarta. Jurnal Kependudukan Indonesia [Internet]. 2020
[disitasi 2021 Januari 8]; p93-100. doi:  https://doi.org/10.14203/jki.v0i0.541
71. Ortona E, Pierdominici M, Rider V. Editorial: Sex Hormones and Gender
Differences in Immune Responses. Front Immunol [Internet]. 2019 [disitasi 2021
Januari 8]; 10(1076);p1-2. doi: https://doi.org/10.3389/fimmu.2019.01076
72. Tomasik AW, Paczek BC, Zielenkiewicz M, Paczek L. Inflammatory Markers
Change with Age, but do not Fall Beyond Reported Normal Ranges. Arch
Immunol Ther Exp (Warsz) [Internet]. 2016 [disitasi 2021 Januari 27]; 64:p249-
54. doi: https://dx.doi.org/10.1007%2Fs00005-015-0357-7
73. A Nazmi, Oliveira IO, Victora CG. Correlates of C-reactive protein levels in
young adults: a population-based cohort study of 3827 subjects in Brazil. Braz J
Med Biol Res [Internet]. 2008 [disitasi 2021 Januari 27]; 41(5):p357-67. doi:
https://doi.org/10.1590/S0100-879X2008000500003

Universitas Kristen Indonesia


65

74. Zeng F, Huang Y, Guo Y, Yin M, Chen X, Xiao L, Deng G. Association of


inflammatory markers with the severity of COVID-19: A meta-analysis.
International Journal of Infectious Disease [Internet]. 2020 [disitasi 2021 Januari
10]; 96:p467-74. doi: https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.05.055
75. Lapić I, Rogić D, Plebani M. Erythrocyte sedimentation rate is associated with
severe coronavirus disease 2019 (COVID-19): a pooled analysis. Clin Chem Lab
Med [Internet]. 2020 [disitasi 2021 Januari 2021]; 58(7):p1146-8. doi:
https://doi.org/10.1515/cclm-2020-0620
76. Mueller AA, Tamura T, Crowley CP, DeGrado JR, Haider H, Jezmir JL.
Inflammatory Biomarker Trends Predict Respiratory Decline in COVID-19
Patients. Cell Reports Medicine [Internet]. 2020 [disitasi 2021 Februari 18]:
1(100144); p1-8. doi: https://doi.org/10.1016/j.xcrm.2020.100144
77. Kalil A. Septic Shock Clinical Presentation [Internet]. WHO. 2020 [disitasi 2021
Februari 23]. Tersedia pada: https://emedicine.medscape.com/article/168402-
clinical#b

Universitas Kristen Indonesia


66

BIODATA MAHASISWA

BIMBINGAN SKRIPSI FK UKI TAHUN AKADEMIK 2019-2020

NAMA MAHASISWA : Sarah Amira Oktaria

NIM MAHASISWA : 1716050060

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Jakarta, 19 Oktober 1999

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD : SD Negeri Cipinang Melayu 03 Pagi

2. SLTP : SMP Negeri 255 Jakarta

3. SLTA : SMA Negeri 81 Jakarta

4. UNIVERSITAS : Universitas Kristen Indonesia

JUDUL SKRIPSI:

KORELASI HASIL PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN DAN LAJU


ENDAP DARAH PADA PASIEN POSITIF COVID-19

Universitas Kristen Indonesia


67

Lampiran 1: Surat Kaji Etik

Universitas Kristen Indonesia


68

Lampiran 2: Surat Izin Rumah Sakit

Universitas Kristen Indonesia


69

Lampiran 3

Crosstabs dan diagram antara PCR dengan usia pada semua kelompok umur

Kelompok Umur * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
Kelompok Umur 0-10 Count 1 0 1
% of Total 1.5% 0.0% 1.5%
11-20 Count 1 0 1
% of Total 1.5% 0.0% 1.5%
21-30 Count 2 3 5
% of Total 3.1% 4.6% 7.7%
31-40 Count 6 8 14
% of Total 9.2% 12.3% 21.5%
41-50 Count 9 11 20
% of Total 13.8% 16.9% 30.8%
51-60 Count 6 8 14
% of Total 9.2% 12.3% 21.5%
61-70 Count 1 6 7
% of Total 1.5% 9.2% 10.8%
71-80 Count 1 1 2
% of Total 1.5% 1.5% 3.1%
81-90 Count 1 0 1
% of Total 1.5% 0.0% 1.5%
Total Count 28 37 65
% of Total 43.1% 56.9% 100.0%

Universitas Kristen Indonesia


70

Lampiran 4
Crosstabs dan diagram antara PCR dengan usia pada semua kelompok usia
1-40 tahun

Umur * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
Umur 1-10 Count 1 0 1
% of Total 4.8% 0.0% 4.8%
11-20 Count 1 0 1
% of Total 4.8% 0.0% 4.8%
21-30 Count 2 3 5
% of Total 9.5% 14.3% 23.8%
31-40 Count 6 8 14
% of Total 28.6% 38.1% 66.7%
Total Count 10 11 21
% of Total 47.6% 52.4% 100.0%

Universitas Kristen Indonesia


71

Lampiran 5

Crosstabs dan diagram antara umur dengan hasil PCR pada kelompok umur 41-
90 tahun

Universitas Kristen Indonesia


72

Kelompok Umur * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
Kelompok Umur 41-50 Count 9 11 20
% of Total 20.5% 25.0% 45.5%
51-60 Count 6 8 14
% of Total 13.6% 18.2% 31.8%
61-70 Count 1 6 7
% of Total 2.3% 13.6% 15.9%
71-80 Count 1 1 2
% of Total 2.3% 2.3% 4.5%
81-90 Count 1 0 1
% of Total 2.3% 0.0% 2.3%
Total Count 18 26 44
% of Total 40.9% 59.1% 100.0%

Universitas Kristen Indonesia


73

Lampiran 6

Crosstabs dan diagram antara jenis kelamin dengan hasil PCR pada kelompok
umur 1-40 tahun

Jenis Kelamin * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
Jenis Kelamin L Count 8 15 23
% of Total 18.2% 34.1% 52.3%
P Count 10 11 21
% of Total 22.7% 25.0% 47.7%
Total Count 18 26 44
% of Total 40.9% 59.1% 100.0%

Lampiran 7

Crosstabs, korelasi, dan diagram hasil pemeriksaan PCR dengan CRP pada
kelompok umur 1-40 tahun

Universitas Kristen Indonesia


74

KelCRP * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
KelCRP 1 Count 8 10 18
% of Total 38.1% 47.6% 85.7%
2 Count 2 1 3
% of Total 9.5% 4.8% 14.3%
Total Count 10 11 21
% of Total 47.6% 52.4% 100.0%

Correlations
CRP KodePCR
Spearman's rho CRP Correlation Coefficient 1.000 -.095
Sig. (2-tailed) . .682
N 21 21
KodePCR Correlation Coefficient -.095 1.000
Sig. (2-tailed) .682 .
N 21 21

Universitas Kristen Indonesia


75

Lampiran 8

Crosstabs, korelasi, dan diagram hasil pemeriksaan PCR dengan CRP pada
kelompok umur 1-40 tahun

KelCRP * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
KelCRP Normal Count 11 10 21
% of Total 25.0% 22.7% 47.7%
Tinggi Count 7 16 23
% of Total 15.9% 36.4% 52.3%
Total Count 18 26 44
% of Total 40.9% 59.1% 100.0%

Correlations
Kode PCR CRP
Spearman's rho Kode PCR Correlation Coefficient 1.000 .311*
Sig. (2-tailed) . .040
N 44 44
CRP Correlation Coefficient .311* 1.000
Sig. (2-tailed) .040 .
N 44 44
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Universitas Kristen Indonesia


76

LED * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
LED 1 Count 4 8 12
% of Total 19.0% 38.1% 57.1%
2 Count 6 3 9
% of Total 28.6% 14.3% 42.9%
Total Count 10 11 21
% of Total 47.6% 52.4% 100.0%

Lampiran 9

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram hasil pemeriksaan PCR dengan LED pada
kelompok umur 1-40 tahun.

Universitas Kristen Indonesia


77

Correlations
KodePCR LED
Spearman's rho KodePCR Correlation Coefficient 1.000 -.277
Sig. (2-tailed) . .224
N 21 21
LED Correlation Coefficient -.277 1.000
Sig. (2-tailed) .224 .
N 21 21

Lampiran 10

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram hasil pemeriksaan PCR dengan LED pada
kelompok umur 41-90 tahun.

KelLED * PCR Crosstabulation


PCR
Negatif Positif Total
KelLED Normal Count 4 4 8
% of Total 9.1% 9.1% 18.2%
Tinggi Count 14 22 36
Universitas Kristen Indonesia
% of Total 31.8% 50.0% 81.8%
Total Count 18 26 44
% of Total 40.9% 59.1% 100.0%
78

Correlations
Kode PCR Kelompok LED
Kode PCR Pearson Correlation 1 .206
Sig. (2-tailed) .180
N 44 44
Kelompok LED Pearson Correlation .206 1
Sig. (2-tailed) .180
N 44 44

Lampiran 11

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram antara CRP dengan frekuensi pernapasan

KelRR * KelCRP Crosstabulation


KelCRP
Normal Tinggi Total
KelRR Normal Count 17 9 26

Universitas Kristen Indonesia


79

% of Total 45.9% 24.3% 70.3%


Tinggi Count 3 8 11
% of Total 8.1% 21.6% 29.7%
Total Count 20 17 37
% of Total 54.1% 45.9% 100.0%

Correlations
CRP KelRR
Spearman's rho CRP Correlation Coefficient 1.000 .366*
Sig. (2-tailed) . .026
N 37 37
*
KelRR Correlation Coefficient .366 1.000
Sig. (2-tailed) .026 .
N 37 37
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Universitas Kristen Indonesia


80

Lampiran 12

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram antara LED dengan frekuensi pernapasan

KelRR * KelLED Crosstabulation


KelLED
Normal Tinggi Total
KelRR Normal Count 8 18 26
% of Total 21.6% 48.6% 70.3%
Tinggi Count 4 7 11
% of Total 10.8% 18.9% 29.7%
Total Count 12 25 37
% of Total 32.4% 67.6% 100.0%

Correlations
Kelompok LED KelRR
Spearman's rho Kelompok LED Correlation Coefficient 1.000 .055
Sig. (2-tailed) . .744
N 37 37
KelRR Correlation Coefficient .055 1.000
Sig. (2-tailed) .744 .
N 37 37

Lampiran 13

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram antara CRP dengan suhu tubuh

Suhu * CRP Crosstabulation


Count
CRP
Normal Tinggi Total
Suhu Normal 9 13 22
Tinggi 5 10 15

Universitas Kristen Indonesia


81

Total 14 23 37

Correlations
CRP HR
CRP Pearson Correlation 1 -.061
Sig. (2-tailed) .721
N 37 37
HR Pearson Correlation -.061 1
Sig. (2-tailed) .721
N 37 37

Lampiran 14

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram LED dengan suhu tubuh

KelSuhu * KelLED Crosstabulation


KelLED
Normal Tinggi Total
KelSuhu Normal Count 7 15 22
% of Total 18.9% 40.5% 59.5%
Tinggi Count 5 10 15
% of Total 13.5% 27.0% 40.5%
Total Count 12 25 37

Universitas Kristen Indonesia


82

% of Total 32.4% 67.6% 100.0%

Correlations
Kelompok LED Suhu
Kelompok LED Pearson Correlation 1 -.354*
Sig. (2-tailed) .032
N 37 37
*
Suhu Pearson Correlation -.354 1
Sig. (2-tailed) .032
N 37 37
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Lampiran 15

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram CRP dengan frekuensi nadi

KelHR * KelLED Crosstabulation


KelLED
Normal Tinggi Total
KelHR Normal Count 8 16 24
% of Total 21.6% 43.2% 64.9%
Takikardia Count 4 9 13
% of Total 10.8% 24.3% 35.1%
Total Count 12 25 37
% of Total 32.4% 67.6% 100.0%

Universitas Kristen Indonesia


83

Correlations
CRP HR
CRP Pearson Correlation 1 -.061
Sig. (2-tailed) .721
N 37 37
HR Pearson Correlation -.061 1
Sig. (2-tailed) .721
N 37 37

Lampiran 16

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram LED dengan frekuensi nadi

KelHR * KelLED Crosstabulation


KelLED
Normal Tinggi Total
KelHR Normal Count 8 16 24
% of Total 21.6% 43.2% 64.9%
Takikardia Count 4 9 13
% of Total 10.8% 24.3% 35.1%
Total Count 12 25 37
% of Total 32.4% 67.6% 100.0%
Universitas Kristen Indonesia
84

Correlations
Kelompok LED KelHR
Spearman's rho Kelompok LED Correlation Coefficient 1.000 -.098
Sig. (2-tailed) . .563
N 37 37
KelHR Correlation Coefficient -.098 1.000
Sig. (2-tailed) .563 .
N 37 37

Universitas Kristen Indonesia


85

Lampiran 17

Hasil crosstabs, korelasi, dan diagram antara CRP dan LED.

LED * CRP Crosstabulation


CRP
Normal Tinggi Total
LED Normal Count 8 4 12
% of Total 21.6% 10.8% 32.4%
Tinggi Count 6 19 25
% of Total 16.2% 51.4% 67.6%
Total Count 14 23 37
% of Total 37.8% 62.2% 100.0%

Correlations
Kelompok LED CRP
Spearman's rho Kelompok LED Correlation Coefficient 1.000 .557**
Sig. (2-tailed) . .000
N 37 37
**
CRP Correlation Coefficient .557 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 37 37
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Kristen Indonesia


86

Lampiran 18

Universitas Kristen Indonesia


87

Universitas Kristen Indonesia

Anda mungkin juga menyukai