Anda di halaman 1dari 16

Tamara Firdaus Anindhita (1102012292) SKENARIO 1 HEMATOLOGI

LI 1 ERITROSIT
LO 1.1 Eritropoiesis (Morfologi, Kelainan Morfologi)

Pronormoblast/Rubrisit/Proeritroblast : berasal dari mitosis sel induk, sel besar dengan ukuran sekitar 20
µm dengan inti ditengah dan 2-3 nucleoli, di dalam inti terdapat kromatin yang sedikit menggumpal,
sitoplasma berwarna basophil/biru tua karena banyak terdapat ribosom dan poliribosom.

Basofilik normoblast/Eritroblast/Prorubrisit : ukuran diameter 10-15µm. inti bulat dan menutupi gumpalan
heterokromatin dan fragmen nukleolar. Di sitoplasma terdapat banyak ribosom bebas dan poliribosom
yang memberi warna basophil. Basofilik normoblast dapat mengangkut ferritin dari sel reticular oleh
rhopheositosis.

Polikromatofilik eritroblast : ukuran 10-12µm dan kaya akan heterokromatin nucleus esensial tanpa
nucleoli, kromatin lebih padat. Di sitoplasma, mitokondria bertebaran, organel sel lain berkurang menjadi
sisa-sisa yang hampir tidak ada. Sitoplasma mengandung jumlah ribosom dan poliribosom basophil yang
cukup dan jumlah yang memungkinkan untuk asidofilik hemoglobin. Pewarnaan pada sitoplasma
1
menghasilkan warna biru keungunan atau biru hijau. Terdapat juga sejumlah kecil ferritin 0,1-0,3 µm
(siderosome) di sitoplasma.

Orthokromatik eritroblast : ukuran 7-12µm dengan inti agak pink yang mengandung heterokromatin
membentuk seperti roda. Inti cukup kecil, eksentrik dan terpulas kuat. Hanya terdapat sedikit mitokondria
dan jarang terdapat siderosome pada sitoplasma. Organel lain sudah menghilang. Sitoplasma berwarna
asidofilik karena banyak hemoglobin. Nucleus keluar karena kontransi sel tubuh.

Retikulosit : tidak berinti, ukuran diameter 7,2-9 µm dan mengandung sisa mitokondria, siderosome,
poliribosom. Dalam 24jam, retikulosit akan kehilangan poliribosom dan menjadi eritrosit. Sitoplasma
warna violet / kemerahan / sedikit biru

2
Eritrosit : bikonkaf, ukuran diameter 7,2-7,5 µm, tebal 1.9µm dengan luas permukaan 140µm2. Berisi
hemoglobin, yang berfungsi untuk transpot oksigen dan karbondioksida. Karena lunak, dapat melewati
endotelium. Mendekati 120hari, eritrosit menjadi keras dan ditangkap oleh makrofag lien untuk difagosit.

dinnul94.mhs.unimus.ac.id
Eritropoiesis dipengaruhi oleh eritopoietin. Eritropoietin adalah polipeptida yang sangat
terglikosilasi terdiri dari 165 asam amino dengan berat molekul 34kDa. Secara normal, 90% hormone ini
dihasilkan dalam sel-sel interstisial peritubular ginjal dan 10% di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan
yang terbentuk sebelumnya dan rangsangan untuk produksi eritropoietin adalah tekanan oksigen dalam
jaringan ginjal. Hipoksia menginduksi hypoxia-induced factors yang merangsang produksi eritropoietin,
karena itu produksi eritropoietin meningkat pada anemia. Ketika Hb karena suatu alasan metabolic atau
structural tidak mampu melepaskan oksigen secara normal, jika oksigen atmosfer rendah atau jika fungsi
jantung dan paru yang terganggu akan kerusakan pada sirkulasi ginjal mempengaruhi penghantaran
oksigen ke ginjal
Eritropoietin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang
difungsikan untuk eritropoiesis.

Kelainan Morfologi Ukuran (Anisositosis) :


a. Makrosit : ukuran eritrosit lebih besar dari normal. Pada orang alkoholik dan penderita penyakit
liver
b. Mikrosit : ukuran eritrosit lebih kecil dari normal (pengurangan diameter dan ketebalan). Pada
penderita anemia defisiensi besi dan Thalassemia
c. Oval makrosit : karakteristik penderita anemia megaloblastik

3
Kelainan Morfologi Bentuk (Poikilositosis) :
a. Sel target : terdapat akumulasi hemoglobin di tengah dan dibagian perifer dengan kedua daerh
tersebut dibatasi oleh cincin berwarna pucat. biasanya pada penderita penyakit liver, thalassemia,
hipospleni, dan hemoglobin abnormal
b. Eliptosit : bentuk oval bikonkaf (dari sedikit oval-silindral)
c. Stomatosit : bentuk seperti mangkok dan terdapat seperti celah pada bagian tengah yang pucat.
Biasanya pada penderita stomatositosis herediter
d. Spherosit : seperti bola, dan sudah tidak bikonkaf lagi. Biasanya lebih kecil, hiperkromik dengan
sedikit atau tanpa daerah pucat di tengah. Ditemukan pada penderita anemia hemolitik autoimun
dan spherositosis
e. Sickle cell : berbentuk bulan sabit
f. Teardrop : terdapat pemanjangan pada salah satu sisi. Pada penderita kelainan leukoeritroblastik
seperti myelofibrosis dan metastatic karsinoma. Terdapat juga di penderita thalassemia dan anemia
megaloblastik
g. Acantosit : bulat, hiperkromik, dengan beberapa ujung runcing. Karakteristik penderita
hiposplenism, dan splenectomy abetalipoproteinaemia, fenotip McLeod.
h. Bite/blister cell : karakteristik pada hemolisis oxidant pada subjek dengan kadar G6PD normal
atau menurun.
i. Schistosit : lancip, dengan bagian runcing diproduksi dari proses mikroangiopati.
j. Crenated cell (ekinosit stadium1): seperti durian (permukaan tidak rata)
k. Burr cell (ekinosit stadium 2) : berbagai macam jumlah duri pada membrane. Diproduksi dari hasil
glomerulus rusak pada glomerulonephritis akut dan inakut gagal ginjal.
l. Spur cell (ekonosit stadium 3) : jarak Antara duri memendek pada pemukaan membrane.
Karakteristik pada penyakit hepatoselular fulminant
m. Sel pensil : pada anemia defisiensi besi

Kelainan Warna :
a. Hipokromasia
b. Hiperkromasia
c. Polikromasia

LO 1.2 Hemoglobin (morfologi, fungsi, metabolisme)


Adalah protein dengan bentuk yang hampir seperti bola dengan diameter sekitar 5,5nm. Hb
merupakan dimer dari dimer dengan 2 subunit α dan 2 subunit β. Rantai α punya 141 asam amino dan β
146 asam amino. Masing-masing rantai bergabung satu sama lain membentuk struktur tetra. Tiap subunit
tetramer mempunyai grup prostetik heme. Heme terikat dengan protein globin melalui sisi rantai histidine.
Heme adalah protoporfirin IX yang mengandung besi, berbentuk tetraphirol dengan besi ditengah. Besi
biasanya dalam bentuk fero dengan valensi 2+ dan dapat dioksidasi menjadi feri 3+ (biasanya pada
methemoglobin). Bentuk fero dapat mengikat ligand berbentuk gas seperti O2, CO2. Feri mengikat NO
tapi dengan afinitas yang lebih rendah dari fero.

Fungsi :
a. transport oksigen
Hb akan mengikat oksigen di paru tempat PO2 tinggi dan melepaskan oksigen di jaringan tempat
PO2 rendah. Dengan demikian, pada sel otot yang beristirahat, myoglobin mengikat oksigen yang
dilepaskan dalam darah oleh hemoglobin. Sewaktu otot beraktifitas dan tekanan oksigen turun,
4
myoglobin melepaskan oksigen. Hb dapat berada pada keadaan kuat/tegang (T) yang inaktif atau
keadaan rileks (R). dalam keadaan T, Hb menolah pengikatan oksigen. Dalam keadaan R, oksigen
mudah berikatan dengan Hb. Pengikatan oksigen pertama ke subunit hemoglobin deoksigenasi (T)
memerlukan energy yang cukup banyak untuk mematahkan ikata elektrostatik antara subunit-
subunit. Apabila jumlah oksigen dalam darah (pO2) rendah, pO2 harus menigkat cukup banyak
agar Hb dapat mengikat oksigen pertama. Namun, apabila beberapa oksigen telah terikat, hanya
diperlukan sedikit peningkatan pO2 agar persen saturasi Hb oleh oksigen banyak meningkat.
Hasilnya adalah kurva saturasi oksigen yang berbentuk sigmoid.

b. Transport gas lain


Dari jaringan dan dibawa ke paru-paru.

Metabolisme Hemoglobin :
a. Sistesis Hem
Gugus Hem terdiri dari 4 struktur 4-karbon berbentuk cincin simetris (cincin pirol) yang
membentuk satu molekul porfirin. cincin-cincin ini terbenam di dalam kantung-kantung hem di
dalam struktur protein. Biosintesis hem melibatkan dua pembentukan bertingkat sebuah rangka
porfirin, diikuti oleh insersi besi ke masing-masing dari empat gugus hem.
Sintesis porfirin memerlukan pembentukan rantai lurus gugus karbon yang menutupi
aebuah cincin pirol. 4 pirol menyaru, setelah beberapa kali perubahan dan pertukaran gugus
substituent, terbentuk senyawa bebas besi yang disebut protoporfirin.
Konstrituen gugus karbon yang membentuk cincin berasal dari asam amino glisin dan
sebuah koenzim, succynil coA. Langkah-langkah sintesis hem :
- Glisin & suksinil koenzim A menyatu untuk membentuk senyawa asam aminolevulinat
(ALA). Ini adalah precursor pertama yang nyata berkaitan dengan sintesis hem. Enzim
yang mengkatalisis reaksi adalah ALA-sintase, penentu keceoatan jalur metabolism ini.
Reaksi dirangsang adanya hormone eritropoietin dan dihambat oleh hormone
eritropoietin dan dihambat oleh pembentukan hem. Jalur ini sudah di mulai di
mitokondria dan sitoplasma sel yang sedang berkembang

5
- Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porfobilinogen sebuah melekul ke
sebuah molekul cincin
- Kemudian, 4 bersenyawa ini menyatu untuk membentuk sebuah senyawa bercincin, 4
tetrapitol disebut uroporfirinogen
- Senyawa ini diubah jadi koproporfirinogen juga
- Koproporfirinogen diubah menjadi protoporfirin
- Protoporfirin berikatan dengan besi dengan bantuan enzim penentu kecepatan jalur
metabolic yang lain, yaitu ferokelatase. Koproporfirin dan uruporfirin yang tidak
digunakan diekskresi melalui urin dan feses.
Insersi empat molekul hem ke dalam empat molekul globin merupakan tahap terakhir dari sintesis
hemoglobin. Hem disintesis di mitokondria dan penggabungan globin terjadi di sitoplasma eritrosit
yang sedang berkembang

b. Sintesis Globin
sintesis globin diperkirakan juga berada di bawah kendali eritropoietin, walaupun tempat kerja
molekularnya tidak diketahui. Sintesis globin juga dipicu oleh hem bebas.
c. Faktor lain yang esensial untuk sintesis hemoglobin
-vitamin B12 dan asam folat
-asam metilmalonat

d. Penyerapan Besi

e. Katabolisme hemoglobin
Bagian globin pada Hb diuraikan menjadi asam-asam amino yang diresirkulasi ke kompartemen
asam amino. Komponen porfirin dari molekul heme diuraikan oleh serangkaian reaksi katabolic menjadi
senyawa bilirubin , yaitu pigmen kuning kecoklatan. Bilirubin terikat ke albumin dan diangkut ke hati dan
dikonjugasikan melalui penambahan glukuronida untuk membentuk senyawa diglukuronida yang larut air
dan diekskresikan di empedu. Sebagian kecil dari senyawa ini direabsorpsi dan reekskresi. Melalui kerja
bakteri usus , konjugat bilirubin diuraikan lebih lanjut menjadi urobilinogen dan sterkobilinogen dan
diekskresikan melalui tinja. Sejumlah kecil senyawa-senyawa ini di reabsorpsi melalui sirkulasi
enterohepatik dan diekskresikan melalui urin
6
toxsci.oxfordjournals.org

LI 2 ANEMIA
LO 2.1 Definisi
Keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh

7
LO 2.2 Klasifikasi
Berdasarkan morfologi eritrosit
A. Anemia hipokromik mikrositier (MCV < 80fl ; MCH < 27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik : anemia mikrositik hipokrom yang ditandai adanya eritrosit abnormal
dalam sirkulasi dan sumsum tulang
B. Anemia normokromik normositier (MCV 80-95fl ; MCH 27-34pg)
1. Anemia pasca perdarahan akut : akibat kehilangan darah secara mendadak pada orang sehat,
perdarahannya dapat jelas atau samar.
2. Anemia aplastic - hipoblastik
3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mielopstik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodisplastik
9. Anemia pada leukemia akut
C. Anemia makrositier (MCV > 95fl)
1. Megaloblastik
a. Anemia defisensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2. NonMegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik

Berdasarkan Etiopatogenesis
A. Produksi eritsosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
a. Besi : anemia defisiensi besi
b. Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik, anemia pernisiosa : karena defisiensi
vit B12, eritrosit besar abnormal dengan nuclei imatur
2. Gangguan utilisasi besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : anemia aplastic/hipoplastik
b. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : anemia leukoeritroblastik/mielopstik
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui
a. Anemia diseritropoetik
b. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia pasca perdarahan kronik
C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)
8
1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibody terhadap eritrosit
i. Autoantibodi-AIHA (autoimun hemolitik anemia)
ii. Isoantibodi-HDN (hemolitik disease of the newborn)
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadap bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanik
2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membrane
i. Hereditary spherocytosis
ii. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan enzim
i. Defisiensi enzim piruvat kinase
ii. Defisiensi G6PD (glukosa 6 fosfat dehydrogenase)
c. Gangguan hemoglobin
i. Hemoglobinopati structural
ii. Thalassemia
d. Bentuk campuran
e. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

LO 2.3 Epidemiologi
a. Defisiensi zar besi terjadi pada sekitar 30% populasi dunia
b. Thalassemia mengenai 3-10% orang di Asia, Afrika, Mediterania
c. Angka anemia paling tinggi di Indonesia pada ibu hamil (50-70%) karena kebutuhan asam folat
meningkat. Wanita lebih banyak daripada pria, ras kulit hitam lebih banyak dari pada ras kulit
putih.

LO 2.4 Manifestasi Umum


Disebut juga sebagai sindrom anemia, adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
a. System kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris,
gagal jantung, murmur sistolik
b. System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot,
iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstermitas, susah konsentrasi
c. System urogenital : gangguan haid dan libido menurun
d. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus

LO 2.5 Pemeriksaan Lab


a. Tes penyaringan : tes ini dikerjakan pada tahap awal setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini
maka dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini
meliputi :
i. Kadar hemoglobin
ii. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC). Dengan index pemeriksaan yang baru, dapat
diketahui RDW (red cell distribution width) yang menunjukkan tingkat anisositosis sel
darah merah
iii. Apusan darah tepi
9
b. Pemeriksaan rutin : pemeriksaan untuk semua kasus anemia, untuk mengetahui kelainan pada
system leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang harus dikerjakan adalah
i. Laju endap darah (LED)
ii. Hitung diferential
iii. Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia
untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : baru dikerjakan jika kita telah mempunyai dugaan diagnosis
awal sehingga fungsinya adalah untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.
i. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferrin dan ferritin serum
ii. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
iii. Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs ,elektroforesis Hb
iv. Anemia pada leukemia akit : pemeriksaan sitokima

LI 3 ANEMIA DEFISIENSI BESI


LO 3.1 Definisi
Anemia mikrositik hipokrim yang disebabkan karena kekurangan zat besi dalam diet atau
kehilangan darah secara lambat dan kronis

LO 3.2 Etiologi
a. Kehilangan darah (saluran cerna:tukak peptikum, kanker lambung,kanker kolon, diverticulosis,
hemoroid, infeksi cacing tambang ; saluran genitalia wanita:haid ; saluran kemih:hematuria ;
saluran pernafasan:hemoptoe)
b. Defisiensi gizi (kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi yang tidak baik)
c. Peningkatan kebutuhan besi (kehamilan, laktasi, masa remaja, anak dalam masa pertumbuhan)
d. Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik

10
LO 3.3 Epidemiologi
Anemia yang paling sering terjadi baik di klinik maupun di masyarakat. Di Indonesia laki-laki
dewasa (16-50%), wanita tidak hamil (25-48%), wanita hamil (46-92%)

LO 3.4 Patofisiologi
Penyebab → Gangguan eritropoiesis → absorbsi besi dari usus kurang → eritrosit sedikit (jumlah kurang)
dan miskin Hb → Anemia defisiensi besi

LO 3.5 Manifestasi Klinis


Gejala umum :
1. Tampak lesu, letih, lemas
2. Konjungtiva lebih pucat
3. Telapak tangan terlihat putih
4. Bibir, wajah pucat
5. Pusing
6. Sesak nafas saat beraktifitas
7. Telingan setring mendenging
8. Gangguan haid dan libido menurun
9. Elastisitas kulit menurun
10. Rambut tipis dan halus

Gejala khas :
1. Koilonychias : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh bergaris-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip sendok
2. Atropi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
3. Stomatitis angularis : keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna
pucat keputihan
4. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

LO 3.6 Diagnosis
A. Anamnesis

11
B. Pemeriksaan Fisik : Koilonychias, Atropi papil lidah, Stomatitis angularis
C. Pemeriksaan Lab :
1. Kadar hemoglobin
2. Hematocrit ♂ 40 – 48%, ♀ 37-42%
3. Sediaan Apus Darah Tepi
• mikrositik hipokrom
anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, dan ovalosit/eliptosit
• Mikrositik ringan  Ht < 34% atau Hb < 10 g/dl.
• Mikrositik hipokrom  Ht < 27% atau Hb < 9 g/dl.
4. Retikulosit : Merupakan eritrosit muda yang masih mempunyai sisa RNA pada sitoplasma.
Normal: 0,5 -1,5 % (25.000 – 75.000/µL)
5. Index Eritrosit
a. MCV (Mean Corpuscular Volume/Volume Eritrosit Rata-rata)
b. MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/Hb Eritrosit Rata-rata)
c. MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/Konsentrasi Hb Eritrosit Rata-rata)
6. Kadar besi tubuh :
a. Serum iron (N: serum Iron 70-180 mg/dl)
b. TIBC (N: 250-400 mg/dl)
c. Saturasi Transferin SI / TIBC x 100% (N: 25-40%, Anemia def. besi: < 5%)
d. Kadar feritin serum (N: kadar feritin serum: wanita 14-148 µg/L dan pria 40-340 µg/L). Kadar
feritin serum < 10µg/L menunjukkan cadangan besi tubuh berkurang.
e. sTfR (soluble Transferin Reseptor)

Hasil Pemeriksaan Lab


Kriteria Anemia Defisiensi
Besi
MCV Menurun
MCH Menurun
Serum Iron (SI) Menurun
TIBC Meningkat
Saturasi Menurun
Transferrin <15%
Besi Sumsum Negatif
Tulang
Protoporfirin Meningkat
Eritrosit
Ferritin Menurun
Serum <20 µg/dl
Elektroforesis Hb N

LO 3.7 Diagnosis Banding


Kriteria Anemia Defisiensi Anemia Penyakit Trait Thalassemia Anemia
Besi Kronik Sideroblastik
12
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Serum Iron (SI) Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal/Naik Normal/Naik
Saturasi Menurun Menurun/N meningkat Meningkat
Transferrin <15% 10-20% >20% >20%
Besi Sumsum Negatif Positif Positif Kuat Positif frngan ring
Tulang sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
Eritrosit
Ferritin Menurun Normal Meningkat Meningkat
Serum <20 µg/dl 20-200 µg/dl >50 µg/dl >50 µg/dl
Elektroforesis Hb N N Hb A2 meningkat N

LO 3.8 Penatalaksanaan
Pemberian besi untuk mengkoreksi anemia dan memulihkan cadangan besi
a. Besi per-oral
Sediaan terbaik adalah sulfas ferosus yang murah, mengandung 67mg besi dalam tiap
tablet 200mg dan terbaik diberikan pada keadaan perut kosong dalam dosis yang berjarak
sedikitnya 6jam. Jika timbul efek samping (mual, nyeri perut, konstipasi atau diare) dapat
dikurangi dengan memberikan zat besi bersama makanan atau menggunaan sediaan dengan
kandungan besi yang lebih rendah. Untuk anak-anak tersedia eliksir.
Terapi ini harus diberikan cukup lama untuk mengkoreksi anemia dan memulihkan
cadangan besi tubuh (sedikitnya 6bulan). Kadar Hb harus meningkat dengan kecepatan kira-kira
2g/dL tiap 3minggu. Kegagalan untuk berespons terhadap besi oral mempunyai beberapa
penyebab yang mungkin yang semuanya harus dipertimbangakan sebelum menggunakan besi
parenteral
b. Besi parenteral
Tersedia 3 sediaan besi parenteral di Inggris. Dosis dihitung menurut berat badan dan derajat
anemia.
1. Ferri hidroksida-sukrosa diberikan melalui injeksi iv lambat atau infus, biasanya 200mg besi
dalam tiap infusan
2. Besi dekstran dapat diberikan sebagai injeksi iv lambat atau infus baik dalam dosis-dosis
tunggal kecil atau sebagai infus dosis total yang juga diberikan dalam 1hari
3. Ferri karbamaltosa diberikan melalui injeksi iv lambat atau infus
4. Ferumoksitol (amerika) dilisensikan untuk gagal ginjal kronik

Mungkin terdapat hipersensitivitas atau reaksi anafilaktoid sehingga besi parenteralhanya


diberikan jika terdapat kebutuhan besi tinggi pada perdarahan saluran cerna, menorrhagia berat,
hemodialysis kronik, dengan terapi eritropoietin atau bila besi oral tidak efektif atau tidak praktis.

LO 3.9 Pencegahan
1. Pemberian tablet atau suntikan zat besi
Pemberian tablet tambah darah pada pekerja atau lama suplementasi selama 3- 4 bulan untuk
meningkatkan kadar hemoglobin, karena kehidupan sel darah merah hanya sekitar 3 bulan atau
kehidupan eritrosit hanya berlangsung selama 120 hari, maka 1/20 sel eritrosit harus diganti setiap
13
hari atau tubuh memerlukan 20 mg zat besi perhari. Tubuh tidak dapat menyerap zat besi (Fe) dari
makanan sebanyak itu setiap hari, maka suplementasi zat besi tablet tambah darah sangat penting
dilakukan.
2. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan

LO 3.10 Komplikasi
Nilai Hb kurang dari 5g/100ml dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian

LO 3.11 Prognosis
Prognosis anemia defisiensi zat besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak.
Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan atau komplikasi lain. Anemia berat yang
tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus dan dalam kehamilan tua dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan dan infeksi

14
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J (2009). Buku Saku Patofisiologi edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC

Fawcett, Don W. (2002). Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta : EGC

Gleadle, J. (2007). At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan Fisik. Jakarta : EMS

http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=38:ppni-ak-
category&Itemid=66

Krstic, R.V. (1997). Human Microscopic Anatomy. Germany : Springer-Verlag

Marks, D.B. (2000). Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta : EGC

Rozenberg, G. (2012). Cases in Microscopic Haematology. Australia : Elsevier Churchill Livingstone

Sacher, R.A, (2004) .Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium.Edisi 11. Jakarta : EGC

Steinberg, M.H. (2009). Disorders of Hemoglobin: Genetics, Pathophysiology, and Clinical Management.
Amerika : Cambridge Medicine

15
16

Anda mungkin juga menyukai