Anda di halaman 1dari 14

EUTHANASIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Masailul Fiqhiyah 1
Dosen Pengampu: Saepul Millah, S.Pd.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh:
Angga Agus Permana
Sipa Masfufah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktivitas hidup yang kita jalani akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-
cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen serta teman-teman sekalian yang telah
membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan. Penyusun menyadari sekali, di dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan, baik dari segi tata
bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang
kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan penyusun jika ada
kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah mudah-mudahan apa yang
penyusun susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini “
Euthanasia ” sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Ciamis, 16 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI ...........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2

C. Tujuan Makalah ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3

A. Definisi Euthanasia ....................................................................... 3

B. Hukum Euthanasia ...................................................................... 4

BAB III PENUTUP ............................................................................. 10

A. Kesimpulan ................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 11

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap makhluk hidup termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan


yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai
permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses siklus kehidupan
tersebut, kematian merupakan salah satu yang mengandung misteri besar, dan ilmu
pengetahuan belum bisa menguaknya. Kematian sebagai akhir dari rangkaian
kehidupan merupakan hak dari Tuhan, dan tidak seorang pun yang berhak menunda
sedetik pun, termasuk mempercepat waktu kematian. Bagaimana dengan hak pasien
untuk mati guna mengakhiri penderitaannya? Hak pasien untuk mati, yang sering kali
dikenal dengan istilah euthanasia, sudah kerap kali dibicarakan oleh para ahli. Namun
masalah ini akan terus menjadi bahan perdebatan, terutama jika terjadi kasus-kasus
yang menarik.

Sekedar gambaran yang dimaksud dengan mati, penulis mengutip pendapat


Soemarmo P, yang mengatakan bahwa ”Definisi dari mati adalah berakhirnya atau
berhentinya semua fungsi-fungsi hidup untuk selama-lamanya”. Sesuatu yang
istimewa kenapa euthanasia selalu menarik untuk di bicarakan. Para ahli Agama,
moral, medis dan hukum belum juga sampai sekarang menemukan kata sepakat dalam
menghadapi keinginan pasien untuk mati guna menghentikan penderitaannya. Situasi
ini menimbulkan dilema bagi para dokter, apakah ia mempunyai hak hukum untuk
mengakhiri hidup seorang pasien atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya,
dengan dalil mengakhiri penderitaan yang berkepanjangan tanpa dokter itu sendiri
menghadapi konsekuensi hukum. (Soemarmo P, 2004).

Sampai saat ini euthanasia masih menjadi perdebatan di dalam masyarakat,


ada yang pro dan ada pula yang kontra mengenai hal tersebut. Mereka yang pro atau
setuju atas tindakan euthanasia menilai atau berpendapat bahwa euthanasia adalah
suatu tindakan yang dilakukan dengan persetujuan, dan dilakukan dengan tujuan
utama untuk menghentikan penderitaan pasien. Prinsip dari kelompok ini adalah
manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita.

1
Dengan demikian tujuan kelompok ini yaitu meringankan penderitaan pasien
dengan memperbaiki resiko hidupnya, sedangkan kelompok yang kontra terhadap
euthanasia berpendapat bahwa tindakan pembunuhan terselubung, karenanya
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kematian semata-mata adalah hak dari Tuhan,
sehingga manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak mempunyai hak untuk
menentukan kematiannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Euthanasia?
2. Bagaimana Hukum Euthanasia?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Euthanasia.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Hukum Euthanasia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Euthanasia

Menurut Fauzy (2002:64), euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan
thanatos. Kata eu berarti baik, dan thanatos berarti mati. Maksudnya adalah
mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu
euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death
(mati dengan tenang).

Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan.


Euthanasia secara bahasa di zaman kuno berarti kematian tenang tanpa penderitaan
yang hebat. Sedangkan dalam bahasa Arab dikenal dengan Qatlu Ar-Rahma atau
Taysir Al-Maut (mati secara baik ). (Purwa, 1974: 25).

Pengertian euthanasia secara istilah terdiri dari beberapa arti yaitu :

1. Pengertian secara sempit, Secara sempit euthanasia adalah tindakan menghindari


rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian.
2. Pengertian secara luas, euthanasia adalah perawatan yang menghindarkan rasa
sakit dalam penderitaan dengan resiko efek hidup diperpendek. (Piet, 1989: 5-6).

Di dalam ranah ilmu kedokteran, kata euthanasia dipergunakan di dalam tiga arti,
yaitu:

1) Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, buat yang
beriman dengan menyebut nama Allah Swt di bibir.
2) Pada waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan
memberikan obat penenang.
3) Mengakhiri penderitaan hidup seseorang dengan sengaja atas permintaan pasien
atau permintaan dari pihak keluarganya. (Arifin, 2013:11).

Dalam (KBBI) menyebutkan bahwa, euthanasia secara etimologi berarti mati


gampang atau mati mudah. Sedangkan secara terminologi euthanasia berarti tindakan
mengakhiri dengan sengaja kehidupan manusia yang sakit keras atau luka parah
dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar pertimbangan kemanusiaan.
(Hutahaean,2020: 71).

3
Adapun definisi yang dikemukanan oleh euthanasia Studi Group dari KMNG
Holland (Koninklijke Netherlandse Maatschappij Voor Geneeskunde, semacam ilmu
Kedokteran), berbunyi sebagai berikut: “Euthanasia adalah dengan sengaja tidak
melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja
melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien dan
semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri”. (Ahmad, 2014:
10).

Dari definisi diatas penulis menggambarkan bahwa euthanasia itu bukan


hanya tindakan mengakhiri hidup seorang pasien yang sangat menderita saja,
melainkan juga sikap diam, tidak melakukan upaya untuk memperpanjang hidupnya
dan membiarkannya mati tanpa upaya pengobatan. (Ahmad, 2014: 13).

Dalam dunia medis, euthanasia merupakan tindakan mengakhiri dengan


sengaja kehidupan seseorang dengan sakit berat atau luka parah dengan kematian
yang mudah dan tenang. (Samsul, 2014: 128).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia


merupakan cara mengakhiri kehidupan manusia atau mempercepat kematian, yang
tujuan utamanya adalah untuk memberikan rasa belas kasih kepada si penderita.
Kematian karena belas kasian merupakan suatu tindakan langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan seseorang yang didasarkan atas izin atau permintaannya.
Hal ini disebabkan oleh kondisi penderita yang sudah tidak tahan lagi menanggung
rasa sakit yang demikian berat. (Ahmad, 2014:14).

Dengan demikian euthanasia merupakan tindakan mengakhiri kehidupan


seseorang dengan rasa balas kasian terhadap si pasien atas dasar izin terhadap
keluarga ataupun permintaan si pasien tersebut. (Rosmini, 2017: 21).

B. Hukum Euthanasia

Syariat Islam menghormati dan menjunjung tinggi hak hidup bagi manusia.
Setiap perbuatan menghilangkan hidup, baik oleh orang lain maupun oleh diri sendiri
dilarang tegas dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Dalam kitab suci Al-Qur'an banyak
ayat-ayat yang melarang pembunuhan, bahkan mengancamnya dengan hukuman.
Ayat-ayat tersebut antara lain:

4
1. Surat an-Nisa ayat 92 :

ََ ُ ‫ِّل ُمؤْ ِمنًا يَّ ْقت‬


َْ َ ‫ل ا‬ َ َّ ‫طـًٔاَ ا‬
َ ‫ن َخ‬ َُ ‫سلَّ َمةَ َّو ِديَةَ ُّمؤْ ِمنَةَ َرقَبَةَ فَتَحْ ِري‬
َ ‫ْر َخ‬
ََ َ ‫طـًٔا ُمؤْ ِمنًا قَت‬ ٰٓ َٰٓ َّ ‫ا‬
‫ن ِل ُمؤْ ِمنَ كَانََ َو َما‬ َْ ‫ل َو َم‬ َ ‫ِّل ا َ ْه ِل َٰٓه اِلى ُّم‬
َ‫صدَّقُ ْواَ ا َ ْن‬
َّ َّ‫ي‬

Artinya: "Dan tidak boleh seorang mukmin membunuh orang mukmin yang lain,
kecuali karena kesalahan. Barang siapa membunuh orang mukmin karena kesalahan,
maka ia wajib memerdekakan hamba sahaya yang mukmin dan membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya, (si terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh
menyedekahkannya".

2. Surat An-Nisa ayat 93:


َْ ُ ‫ب فِ ْي َها خَا ِلدًا َج َهنَّ َُم فَ َجزَ ۤاؤُهَ ُّمتَعَ ِمدًا ُمؤْ ِمنًا يَّ ْقت‬
َ‫ل َو َم ْن‬ ََ ‫َض‬ َٰ ‫َع ِظ ْي ًما َعذَابًا لَهَ َوا َ َع َدَّ َولَعَنَهَ َعلَ ْي َِه‬
ِ ‫ّللاُ َوغ‬

Artinya: Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah
(neraka) Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan
menyediakan baginya azab yang sangat besar. (Huzaimah, 2005: 106).

3. Surat Al-Isra ayat 33:

َ‫س ت َ ْقتُلُوا َو َّل‬ َْ ِ‫ّللاُ َح َّر ََم الَّت‬


ََ ‫ي النَّ ْف‬ َِ ‫بِ ْال َح‬
َ َّ ‫ق ا‬
َٰ ‫ِّل‬

Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, kecuali
dengan hak".

4. Surat Al-An'am ayat 151

َ‫ن أَ ْولَدَ ُكم ت َ ْقتُلُ ٰٓواَ َو َّل‬


َْ ‫َوإِيَّا ُه َْم ن َْر ُزقُ ُك َْم نَّحْ نَُ َۖ إِ ْملَقَ ِم‬

Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami
yang memberi rezeki kepadamu dan anak-anakmu”. (Huzaimah, 2005: 107).

" Dalam hadis-hadis Nabi Saw larangan pembunuhan ini dipertegas oleh Rasulullah
Saw, antara lain:

1) Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata "telah bersabda Rasulullah Saw:

َْ َ ‫ّل أ‬
َُّ ‫ن يَ ْش َه َد ُ ُم ْس ِلمَ ا ْم ِرئَ دَ َُم يَ ِح‬
‫ل ّل‬ َ َّ ِ‫ّللاُ إ‬
َ َ َ‫ّل إِلَ َه‬ ََّ ‫ي‬َْ ِ‫ َوأَن‬،ِ‫ّللا‬
َّ ‫ث بِإِحْ دَى إِّل‬ َُ ‫ اَلنَّ ْف‬،‫ل ََو بِالنَّ ْف ِس‬
ََ ‫ ثَ ََل‬: ‫س‬ َُ ‫س ْو‬
ُ ‫َر‬

َّ ‫ق‬
َُ‫ التَيْب‬،‫الزانِي‬ ِ َ‫ ِلدِينِ َِه َو ْال ُمف‬، َُ‫ارك‬
َُ ‫ار‬ ِ َّ‫) عليه متفق رواه ( ِل ْل َج َما َع َِة الت‬،

5
“Tidak halal darah seorang yang menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah
dan bahwa saya adalah Rasulullah, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara yaitu
janda atau duda yang berzina, orang yang melakukan pembunuhan dan orang yang
meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jama’ah (H.R. Bukhari dan
Muslim). (Huzaimah, 2005: 107).

2) Dari Aisyah ra. dari Rasulllah Saw bersabda:


َْ َ ‫ّل أ‬
َُّ ‫ ا ْم ِرئَ دَ َُم َي ِح‬،‫ن َي ْش َه َد ُ ُم ْس ِلم‬
‫ل ّل‬ َ َ َ‫ّل ِإلَ َه‬ ََّ ‫ل َوأَنِي‬
َ َّ ‫ّللاَ ِإ‬ َُ ‫سو‬ َ َّ ‫ث ِبإِحْ دَى ِإ‬
ََّ ، ‫ّل‬
ُ ‫ّللاِ َر‬ ََ ‫ ثَ ََل‬: َ‫ان َب ْع َدَ زَ نَى َر ُجل‬
َِ ‫ص‬
َ ْ‫ِإح‬
ُ‫ فَإِنَّ َه‬،‫ج َو َر ُجلَ ي ُْر َج ُم‬
ََ ‫اربًا خ ََر‬
ِ ‫اّللِ ُم َح‬ َُ َ ‫صلَّبَُ أ َ َْو يُ ْقت‬
ُ ‫ل فَإِنَّ َهُ َو َر‬
ََّ ‫س ْو ِل َِه ِب‬ َ ُ‫ ِمنََ يُ ْنقَى أ َ َْو ي‬،‫ض‬
ِ ‫ْاْل َ ْر‬
( ‫)والنسائي داود ابو رواه‬

Artinya: "Tidak halal membunuh seorang muslim, kecuali karena salah satu dari
tiga perkara: pezina yang muhshan (sudah berkeluarga) maka ia harus dirajam,
seseorang yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka ia harus
dibunuh dan orang yang keluar dari Islam, kemudian ia memerangi Allah dan
Rasulullah maka ia harus dibunuh atau disalib atau diasingkan dari tempatnya.
(H.R. Abu Daud dan Nasaiy).

Di samping melarang untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain,


syariat Islam juga melarang untuk melakukan perbuatan bunuh diri, sebagaiman
disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 29 yang artinya “Dan janganlah
kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Alloh sangat sayang kepadamu.
(Huzaimah, 2005: 108).

Larangan untuk membunuh diri juga terdapat dalam hadis-hadis Nabi Saw,
antara lain (Huzaimah, 2005: 109):

ََ َ ‫س َهُ قَت‬
َ‫ل َم ْن‬ ْ ََ‫َار فِي ب‬
َ ‫طنِ َِه فِي ِب َها يَت ََو َّجَأ َ يَ ِد َِه فِي فَ َح ِد ْيدَت ُ َهُ ِب َح ِد ْيدَةَ نَ ْف‬ َِ ‫ أَبَدًا فِ ْي َها ُم َخ ِلدًا خَا ِلدًا َج َهنَّ ََم ن‬، ‫ن‬
َْ ‫َو َم‬
َ‫ب‬
َ ‫س َّما ش َِر‬ ََ َ ‫س َهُ فَقَت‬
َ ‫ل‬ َِ ‫ فِ ْي َها ُمخَلَّدًا خَا ِلدًا َج َهنَّ ََم ن‬،‫ن أ َ َبد ًا‬
َ ‫َار فِي َيتَ َحسَّا َهُ فَ ُه ََو َن ْف‬ َ ‫فَ ُه ََو نَ ْف‬
َْ ‫س َهُ فَقَت َل َج َبلَ ِم‬
َْ ‫ن ت ََردَّى َو َم‬
َِ ‫ ا َ َبدًا فِ ْي َها ُم َخ ِلدًا خَا ِلدًا َج َهنَّ ََم ن‬. ‫عليه متفق رواه‬
‫َار ِفي َيت ََردَّى‬

“ Barang siapa yang menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung hingga dia
membunuh dirinya sendiri, maka tempatnya di neraka jahanam. la masuk ke
dalamnya, kekal untuk selama-lamanya, dan barang siapa meminum racun,
sehingga ia membunuh dirinya sendiri, maka racun itu dipegang di tangannya, ia
meminumnya di neraka jahanam, ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Barang
siapa membunuh dirinya dengan benda tajam, maka benda tajam dipegangkan di

6
tangannya dan dipukulkannya pada dirinya di neraka jahanam dan ia kekal di
dalamnya selama-lamanya. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim dan Abu Hurairah).

Dari ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa


euthanasia khususnya euthanasia aktif dimana seorang dokter melakukan upaya
aktif membantu untuk mempercepat kematian seorang pasien, yang menurut
perkiraannya sudah tidak dapat bertahan untuk hidup meskipun atas permintaan si
pasien atau keluarganya dilarang menurut hukum Islam, karena perbuatan
tersebut tergolong pada pembunuhan dengan sengaja, berdasarkan surat Al-An'am
ayat 151 dan surat Al-Isra ayat 33. Pembunuhan yang dibolehkan oleh Islam
hanyalah pembunuhan yang dijelaskan oleh hadis-hadis yang telah disebutkan di
atas, pembunuhan sebagai hukuman terhadap penzina muhshan (yang sudah
berkeluarga), hukum bunuh bagi pelaku pembunuhan sengaja dan hukum bunuh
bagi orang yang murtad dan pengganggu keamanan. Sedangkan euthanasia tidak
termasuk dalam jenis ini. Oleh sebab itu, tindakan euthanasia menurut hukum
Islam dianggap sebagai perbuatan terlarang, hukumnya haram. (Huzaimah, 2005:
110).

Penafsiran pembunuhan yang dibolehkan menurut hadis Nabi, telah


dikemukakan oleh Prof. Mahmud Syaltut dalam bukunya Al-Islam Aqidah wa
Syari'ah, bahwa dengan melihat maksud dan tujuannya, pembunuhan yang
dibolehkan oleh syara' (Islam) dapat dirumuskan dalam tiga segi (Huzaimah,
2005: 110):

1. Segi pelaksanaan perintah atau kewajiban, seperti pelaksanaan hukuman mati


oleh algojo atas perintah pengadilan/hakim.
2. Segi pelaksanaan hak, yang meliputi:
a. Hak wali si korban untuk melaksanakan hukuman qishash.
b. Hak penguasa untuk menghukum bunuh peranan stabilitas keamanan.
3. Segi pembelaan, baik terhadap diri, kehormatan, maupun terhadap harta
benda.

Dari tiga segi pembunuhan yang dibolehkan yang dikemukakan oleh Prof.
Mahmud Syaltut di atas, euthanasia tidak termasuk di dalamnya. Dengan
demikian, euthanasia aktif jelas dilarang oleh Islam. Adapun yang dilakukan oleh

7
seorang dokter dalam jangka menyelamatkan ibu yang akan melahirkan dengan
jalan mematikan bayi yang akan dikandungnya, pada saat diketahui proses bayi

mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu, ini dibolehkan karena darurat


berdasarkan qaidah (Huzaimah, 2005: 111):

َُ ‫ت تُبِي‬
َُ‫ح لض َُّر ْو َرات‬ َِ ‫ورا‬
َ ‫ظ‬ُ َْ‫ْال َمح‬

Artinya: Keadaan darurat dapat membolehkan perbuatan yang dilarang.

Selain daripada itu juga berdasarkan qaidah:

ََ ‫ْن أَخ‬
َُ‫َف ِإ ْر ِتكَاب‬ َِ ‫وري‬
َ ‫اجبَ الض َُّر‬
ِ ‫َو‬

Artinya: Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang
berbahaya itu adalah wajib.

Selanjutnya bertalian dengan masalah persetujuan yang diberikan oleh


seorang dokter untuk membantu mempercepat kematiannya dianggap tidak ada,
tetapi dokter yang melakukan euthanasia dianggap melakukan tindakan pidana
atau kriminal yang harus dijatuhi hukuman. Hanya saja mengenai jenis
hukumannya ulama berbeda pendapat. (Huzaimah, 2005: 111).

Menurut Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan dan
sebagian ulama Syafi'iyah, bahwa hukuman yang dikenakan terhadap pelaku
euthanasia (pembunuhan dengan persetujuan korban) adalah membayar diyat
(membayar seratus ekor unta atau seharga itu) dan bukan qishash dengan alasan,
bahwa persetujuan si korban (pasien) untuk menjadi obyek euthanasia merupakan
syubhat dalam status perbuatannya dan dalam hadis Nabi Saw, yaitu apabila dalam
jarimah hudud (termasuk di dalamnya qishash) terdapat syubhat maka hukuman
bisa digugurkan atau diganti. (Huzaimah, 2005: 112).

Menurut Zufar salah seorang murid Abu Hanifah dan pendapat yang kuat
adalah madzhab Maliki serta pendapat sebagian ulama Syafi'iyah hukuman yang
dikenakan kepada pelaku euthanasia tersebut di atas, tetap hukuman qishash
(hukuman mati) karena persetujuan untuk menjadi obyek euthanasia tersebut
dianggap tidak pernah ada, sehingga persetujuan tersebut tidak ada pengaruhnya
sama sekali. (Huzaimah, 2005: 112).

8
Sedangkan menurut pendapat Imam Ahmad bin Hambal dan sebagian
ulama Syafi'iyah, bahwa pelaku euthanasia atas persetujuan si korban dibebaskan
dari hukuman, karena persetujuan pasien untuk menjadi obyek euthanasia, sama
statusnya dengan pembunuhan, baik dari hukuman qishash, maupun diyar maka
dia bebas dari hukuman." Kemudian bagaimanakah pandangan hukum Islam
tentang euthanasia pasif? Menurut ajaran Islam, bahwa sakit yang menimpa
seseorang itu dapat menghapuskan dosa. Meskipun demikian, bukan berarti
penyakit yang menimpa seseorang itu dibiarkan saja tanpa upaya pengobatan
karena agama Islam memerintahkan untuk mengobati setiap penyakit yang
menimpa manusia, berdasarkan hadis-hadis Nabi Saw. Menurut Imam Al-
Syaukany, bahwa penyakit yang oleh dokter telah dinyatakan tidak ada obatnya
sekalipun, tak ada upaya untuk mengupayakan pengobatannya, (Huzaimah, 2005:
113).

Apabila dokter mengatakan, bahwa penyakit tersebut sudah tak bisa


disembuhkan atau keadaannya sudah masuk dalam stadium terminal dan pihak
pasien atau keluarganya dengan beberapa pertimbangan meminta atau menyetujui
dihentikannya upaya pengobatan, maka penghentian pengobatan pasien tersebut
akhirnya meninggal. Dalam situasi dan kondisi yang demikian, tindakan yang bisa
dilakukan ialah bersabar dan tawakal serta berdo’a kepada Alloh dengan do’a
yang diajarkan oleh Rosululloh Saw yaitu:

َِ َ‫ت إِذَا َوت ََوفَّني َعلَى َخيْرَ ْال َحيَا َة ُ كَان‬


َ‫ت َما أَحْ يَنِي اللَّ ُه َّم‬ َِ َ‫ي َخيْرَ ْال َوفَا َة ُ كَان‬
ََّ َ‫إِل‬

Artinya: Ya, Allah hidupkanlah aku selagi kehidupan itu baik untukku dan
matikanlah aku apabila kematian itu lebih baik untukku. (Huzaimah, 2005: 114).

9
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti
baik, dan thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengsakhiri hidup dengan cara
yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu euthanasia sering disebut juga dengan
mercy killing, a good death, atau enjoy death (mati dengan tenang).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa,
euthanasia secara etimologi berarti mati gampang atau mati mudah. Sedangkan secara
terminologi euthanasia berarti tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan
manusia yang sakit keras atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah
atas dasar pertimbangan kemanusiaan.

Syariat Islam menghormati dan menjunjung tinggi hak hidup bagi manusia.
Setiap perbuatan menghilangkan hidup, baik oleh orang lain maupun oleh diri sendiri
dilarang tegas dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Dalam kitab suci Al-Qur'an banyak
ayat-ayat yang melarang pembunuhan, bahkan mengancamnya dengan hukuman.
Ayat-ayat tersebut antara lain: Qs. An-Nisa ayat 92, Qs.An-Nisa ayat 93, Qs. Al-Isra
ayat 33, Qs. Al-Isro ayat 151.

Dalam hadis-hadis Nabi Saw larangan pembunuhan ini dipertegas oleh


Rasulullah Saw, antara lain: Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata "telah bersabda
Rasulullah Saw, yang artinya “Tidak halal darah seorang yang menyaksikan bahwa
tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa saya adalah Rasulullah, kecuali dengan salah
satu dari tiga perkara yaitu janda atau duda yang berzina, orang yang melakukan
pembunuhan dan orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari
jama’ah (H.R. Bukhari dan Muslim). Dari Aisyah ra. dari Rasulllah Saw bersabda:
"Tidak halal membunuh seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga perkara:
pezina yang muhshan (sudah berkeluarga) maka ia harus dirajam, seseorang yang
membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka ia harus dibunuh dan orang yang
keluar dari Islam, kemudian ia memerangi Allah dan Rasulullah maka ia harus
dibunuh atau disalib atau diasingkan dari tempatnya. (H.R. Abu Daud dan Nasaiy).

10
DAFTAR PUSTAKA

Soemarmo P, 2004. Healt Law, Jakarta: Ghalia Indoneisa.


Akh. Fauzi Aseri, 2002. Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum
Pidana, dan Hukum Islam, dalam Chuzaimah T. Yangg o dan Hafiz Anshary AZ,
(ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, buku ke-4, Jakarta: Pustaka Firdaus.
J. Chr Purwa Widyana, 1974 "Euthanasia" beberapa soal moral berhubungan dengan
quintum, Malang: Antropologi Teologis.
Piet Go O. Carm, 1989. Euthanasia, Malang: Analekta Keuskupan Malang.
Arifin Rada, 2013. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam, Jom Fakultas Hukum.
Ns Serri Hutahaean, 2020. Dilematical Euthanasia, Bandung : CV Media
Sains Indonesia.
Ahmad Wardi Muhlis, 2014. Euthanasia Menurut Pandangan Hukum positif dan
Hukum Islam, Jakarta: Rajawali.
Samsul Arifin, 2014. Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta : CV Budi
Utama.
Rosmini, 2017. Euthanasia dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum
Nasional, Makasar (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin).
Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, 2005. Masail Fiqhiyyah Kajian Hukum
Islam Kontemporer, Bandung: Percetakan Angkasa.

11

Anda mungkin juga menyukai