Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RUKUN ISLAM

Dosen Pengampu : Nurhayati, S.Th., M.Ag

Nama dan NIM aggota kelompok 14


Disusun Oleh :
Muhammad Ikhsanul Kahfi (211030700512)
Nabila (

Kelas : S1FKK007 (2G)

JURUSAN S1 FARMASI KLINIK & KOMUNITAS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas kehendak-Nya, pemakalah dapat
menyelesaikan makalah ini. Semoga kita selalu mendapatkan pertolngan dan petunjuk- Nya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda Rasulullah
SAW,keluargannya, dan para sahabat, serta kita semua. Mudah-mudahan kita dapat meneladanin
nya dan menjalankan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Makalah ini mengkaji tentang
Tugas Mandiri.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satutugas mandiri Mata Kuliah
pendidikan agama Semoga makalah ini singkat bermanfaat, khususnnya bagi diri kami sendiri,
dan jugu para pembaca.Tentunnya makalah ini jauh lebih sempurna.

Oleh karena itu, kami mengharapkan keseimbangan saran serta masukan untuk
memperbaiki makalah ini. Kami juga untuk saling menghaturkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembela jaran pembuatan makalah ini.

Pamulang, 4 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Pengertian Suntik mati........................................................................................................................3

2.2 Pengertian HIV/AIDS.........................................................................................................................3

2.3 Pandangan agama islam mengenai suntik mati................................................................................4

2.4 Pandangan agama islam mengenai suntik HIV/AIDS......................................................................7

BAB III PENUTUP................................................................................................................................9


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................................9

3.2 Saran.....................................................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian, bagi sebagian besar umat manusia itu
merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan
mungkin tidak dikehendaki. Manusia sebagai salah
satu ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena
dilengkapi dengan akal, pikiran dan rasa. Dengan
menggunakan akal dan pikirannya tersebut manusia
mampu menciptakan teknologi untuk mempermudah
dalam hal menjalankan aktifitasnya sehari-hari (Ni
Made Puspasutari Ujianti, dkk., 2013:41),
Risalah Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad
saw. kepada umatnya adalah agama yang diharapkan
membawa rahmat bagi seru sekalian alam.
Ajaranajarannya yang bersumber dari Alquran dan
Hadis memberikan tuntunan atas berbagai aspek
kehidupan umat manusia guna mendatangkan
kemaslahatan, dalam rangka membentuk dan
mewujudkan manusia yang berkualitas. Termasuk di
dalamnya adalah ajaran untuk memelihara kesehatan.
maka dari sinilah manusia terus-menerus berusaha
menunda kematian dengan berbagai cara, termasuk
didalamnya temuan sains dan teknologi untuk
menyembuhkan kesehatan manusia, tetapi sebaliknya,
dengan adanya penemuan-penemuan sains dan
teknologi tersebut, membawa suatu konsekuensi
tertentu kepada ummat manusia seperti euthanasia.
Padahal yang diharapkan manusia adalah sains dan
teknologi memfasilitasi kehidupan manusia dengan
berbagai kemajuannya. Dalam arti, pengembangan
1
sains adalah manifestasi keinginan manusia untuk
maju dan juga berkembang menyempurnakan
hidupnya, dan untuk memecahkan rahasia alam. Salah
satu pengembangan sains yang membantu dan terkait
langsung dengan kesehatan dan kehidupan manusia
adalah teknologi kedokteran. Teknologi kedokteran
merupakan teknologi yang berkaitan langsung dengan
hidup matinya manusia (Kartono Muhammad, 1992:1)
Hasil Muzakarah Nasional MUI tentang HIV/AIDS
di Bandung tanggal 30 Nopember 1995 telah
menyimpulkan bahwa penyebaran virus HIV/AIDS di
Inodnesia telah sampai pada tahap yang
mengkhawatirkan dan membahayakan (al-dharar
al-‘amm),55 karena telah memasuki kelompok
perilaku resiko tinggi dengan tingkat penyebaran yang
cepat dan telah memulai menyebar kepada hampir
seluruh strata masyarakat, dari kelas bawah, kelas
menengah hingga kelas atas. Konon, Indonesia kini
telah meninggalkan fase pertumbuhan linier menuju
fase mewabah yang dicirikan oleh pertumbuhan yang
sangat cepat (ekslposif). Bahkan wabahnya tak lagi
dapat tercegah, kecuali hanya sekedar meminimalisasi
dampak negatifnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang masalah di atas, dapat


kita jadikan beberapa rumusan permasalahan, yaitu:
1. Apa itu suntik mati / Euthanasia
2. Apa itu suntik HIV/AIDS
3. Bagaimana pandangan agama islam mengenai
suntikan mati ?
4. Bagaimana pandangan agama islam mengenai
2
suntikan HIV/AIDS ?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu suntik mati


2. Untuk mengetahui apa itu suntik HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui tuntunan agama mengenai
suntik mati
4. Untuk mengetahui tuntunan agama mengenai
suntik HIV/AIDS

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Suntik mati


Istilah euthanasia berasal dari kata bahasa Yunani
“eu” yang berarti baik dan “thanatos” yang berarti
kematian. Eutanasia dapat diartikan sebagai kematian
yang baik atau mudah. Adapun pengertian euthanasia
adalah suatu tindakan dengan sengaja mengakhiri
hidup seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan
penderitaannya. Seorang dokter dapat dianggap
melakukan eutanasia bila dengan sengaja memberi
obat penenang secara berlebihan kepada pasien yang
menderita penyakit terminal dengan tujuan tunggal
yaitu mengakhiri hidupnya. Penyakit terminal adalah
penyakit parah yang sudah berada dalam stadium akhir
(sangat parah) sehingga sudah tidak bisa disembuhkan
dan kemungkinan besar berujung kematian.
Ada banyak perbedaan pandangan, pendapat, dan
konsep yang telah dikemukakan tentang hal ini.
Beberapa orang berpendapat eutanasia adalah hak
pasien untuk menentukan nasibnya sendiri bila tidak
ingin hidup lagi dalam penderitaan penyakit.
Sementara ada pula yang menganggap bahwa tindakan
ini sama saja dengan pembunuhan atau bunuh diri
sehingga tidak sesuai dengan kode etik moral.
Euthanasia merupakan suatu persoalan yang cukup
dilematik baik di kalangan dokter, praktisi hukum,
maupun kalangan agamawan. Di Indonesia masalah
ini juga pernah dibicarakan, seperti yang dilakukan
oleh pihak Ikatan Dokter Indonesia (yang selanjutnya
disebut IDI) dalam seminarnya pada tahun 1985 yang
4
melibatkan para ahli kedokteran, ahli hukum positif
dan ahli hukum Islam, akan tetapi hasilnya masih
belum ada kesepakatan yang bulat terhadap masalah
tersebut (Akh. Fauzi Aseri, 1995:51).

2.2 Pengertian HIV/AIDS


HIV itu sendiri merupakan singaktan dari (Human
Immunodeficiency Virus) adalah penyakit yang
menyerang ketahanan sistem imun pada tubuh atau
biasa disebut yang kekebalan tubuh. Penyakit ini
disebabkan oleh seks bebas atau bergonta ganti
pasangan. Penyakit HIV (Human Immunodeficiency
Virus) ini masih dianggap aib dan sulit untuk
disembuhkan di Indonesia. Penyakit HIV/AIDS
hingga kini belum dapat diobati secara sempurna,
tindakan medis saat ini hanya mampu mengurangi
resiko kematian dan memperlambat penularan serta
penurunan imunitas tubuh yang drastis. Penyakit HIV
menghancurkan sel darah putih yang berperan bagi
tubuh dalam melawan penyakit. Kondisi akhir orang
yang terkena HIV menjadi lebih rentan terhadap
infeksi oportunistik seperti TBC, herpes, meningitis,
diare dan penyakit lainnya.
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS
adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang timbul
karena turunnya kekebalan tubuh.5 AIDS terjadi
akibat defisiensi immunitas seluler tanpa penyebab
lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi
oportunistik yang dapat berakibat fatal. Munculnya
Syndrome ini erat hubungannya dengan berkurangnya
zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi
seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah

5
seseorang terinfeksi HIV.
Penyakit ini mampu menyerang siapapun, tanpa
pandang usia, jenis kelamin dan status. Masalah HIV
dan AIDS sudah sejak lama menjadi perhatian dunia.
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang perlu
mendapat penanganan serius. Pada tahun 2008,
peningkatan kasus baru HIV di Indonesia merupakan
yang tercepat di Asia, dilaporkan oleh seluruh
provinsi dan sekitar 200 kabupaten atau kota.
Sementara untuk negara dengan jumlah kasus HIV
dan AIDS yang paling tinggi adalah Cina, India, dan
Thailand. Pada tahun 2010 diperkirakan Indonesia
mencapai 300.000 kasus pengidap HIV dan AIDS
yang tersebar diseluruh negeri serta di proyeksikan
pada tahun 2020 jumlah tersebut melonjak menjadi
60.000 kasus.

2.3 Pandangan agama islam mengenai suntik mati


Demikian dari sudut pandang agama, ada sebagian
yang membolehkan dan ada sebagian yang melarang
terhadap tindakan euthanasia, tentunya dengan
berbagai argumen atau alasan. Dalam Debat Publik
Forum No. 19 Tahun IV, 01 Januari 1996, Ketua
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (yang
selanjutnya disebut MUI) Pusat, Ibrahim Husein
menyatakan bahwa, Islam membolehkan penderita
AIDS dieuthanasia bilamana memenuhi syarat-syarat
berikut: 1. obat atau vaksin tidak ada; 2. kondisi
kesehatannya makin parah; 3. atas permintaannya dan
atau keluarganya serta atas persetujuan dokter; 4.
adanya peraturan perundang-undangan yang mana
mengizinkannya. Masjfuk Zuhdi mengatakan bahwa
6
sekalipun obat atau vaksin untuk HIV/AIDS tidak
atau belum ada dan kondisi pasien makin parah tetap
tidak boleh di euthanasia sebab hidup dan mati itu di
tangan Tuhan (Masjfuk Zuhdi, 1996:28-29).

Pendapat tersebut merujuk pada firman Allah SWT


dalam Surat Al-Mulk ayat 2:

Tetapi dari pengalaman juga menunjukkan bahwa


pada saat-saat ketika hal-hal yang tidak secara tegas
dilarang di dalam kitab-kitab suci dan dinyatakan
terlarang menurut pandangan pemuka agama, suatu
saat dapat berubah. Pro kontra terhadap tindakan
euthanasia hingga saat ini masih terus berlangsung
(Akh. Fauzi Aseri, 1995:51).
Mengingat euthanasia merupakan suatu persoalan
yang rumit dan memerlukan kejelasan dalam
kehidupan masyarakat, khususnya bagi umat Islam.
Maka MUI dalam pengkajian (muzakarah) yang
diselenggarakan pada bulan Juni 1997 di Jakarta yang
7
menyimpulkan bahwa euthanasia merupakan suatu
tindakan bunuh diri (Forum Keadilan No. 4, 29 April
2001:45). Secara logika berdasarkan konteks
perkembangan ilmu pengetahuan, euthanasia tidak ada
permasalahan karena hal ini merupakan suatu
konsekuensi dari proses penelitian dan juga
pengembangan. Demikian juga, dipandang dari sudut
kemanusiaan, euthanasia tampaknya merupakan
perbuatan yang harus dipuji yaitu menolong sesama
manusia dalam mengakhiri kesengsaraannya (Amri
Amir, 1997:72). Namun akan timbulah berbagai
permasalahan ketika euthanasia didasarkan pada
konteks yang lain seperti hukum dan agama,
khususnya agama Islam. Dalam konteks hukum,
euthanasia kian menjadi bermasalah karena berkaitan
dengan jiwa atau nyawa seseorang oleh hukum sangat
dilindungi keberadaanya. Sedangkan dalam konteks
agama Islam, euthanasia menjadi bermasalah karena
kehidupan dan kematian adalah berasal dari
penciptaNya (Djoko Prakoso dan Djaman Andhi
Nirwanto, 1984:64).
Tinjauan akan hukum Islam mengenai euthanasia,
terutama yaitu euthanasia aktif adalah diharamkan.
Karena euthanasia aktif ini dikategorikan sebagai
perbuatan bunuh diri yang diharamkan dan diancam
oleh Allah SWT dengan hukuman neraka selama-
lamanya. Karena yang berhak mengakhiri hidup
seseorang hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu orang
yang

mengakhiri hidupnya atau orang yang membantu


mempercepat suatu kematian seseorang sama saja
8
dengan menentang ketentuan agama.
Ketika orang-orang yang mana pro euthanasia
menganggap bahwa kebebasan untuk melakukan apa
saja terhadap diri seseorang adalah hak yang paling
utama bagi mereka yang berdaya tinggi. Sebagaimana
saya berhak memilih kapal untuk berlayar, atau rumah
untuk dihuni, sayapun berhak untuk memilih kematian
untuk dapat meninggalkan kehidupan ini. Maka Islam
justru tidak sejalan dengan filosofis tersebut. Islam
mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun
hak tersebut merupakan anugerah Allah SWT kepada
manusia. Hanya Allah SWT yang dapat menentukan
kapan seseorang lahir dan kapan ia mati. Bagi mereka
yang menderita bagaimanapun bentuk dan kadarnya
Islam tidak membenarkan merenggut kehidupan baik
melalui praktek euthanasia apalagi bunuh diri.
Islam akan menghendaki kepada setiap muslim
hendaknya selalu optimis dalam menghadapi setiap
musibah. Sebab seorang mu’min dicipta justru untuk
berjuang, bukanlah untuk tinggal diam, dan untuk
berperang bukan untuk lari. Iman dan budinya tidak
mengizinkan dia lari dari arena kehidupan. Sebab
setiap mukmin mempunyai kekayaan yang tidak bisa
habis, yaitu senjata iman dan kekayaan budi. Tidak
sedikit anjuran bagi para penderita untuk bersabar dan
menjadikan penderitaan sebagai sarana pendekatan
diri kepada Yang Maha Kuasa. Agar supaya
meringankan derita sakit seorang muslim diberi
pelipur lara oleh Nabi Saw. dengan sabdanya, Jika
seseorang dicintai Tuhan maka ia akan dihadapkan
kepada cobaan yang beragam. Lain halnya dengan
mereka yang tidak mendapatkan alternatif lain dalam
9
mengatasi penderitaan dan rasa putus asa, Islam
memberi jalan keluar dengan menjanjikan kasih
sayang dan rahmat Tuhan, sebagaimana firman Allah
SWT dalam QS. Az-Zumar ayat 53.

10
2.4 Pandangan agama islam mengenai suntik
HIV/AIDS
Dalam pandangan Islam, sakit marupakan musibah
yang dapat menimpa siapa saja, termasuk orang-orang
saleh dan berakhlak mulia sekalipun. Artinya, orang
yang terkena penyakit belum tentu sakitnya itu akibat
perbuatan dosa yang dilakukannya, tetapi boleh jadi
merupakan korban perbuatan orang lain. Allah swt.
Berfirman :

َ َ ‫صةً َۚوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ هّٰللا‬


‫ش ِد ْي ُد‬ َّ ‫ص ْيبَنَّ الَّ ِذيْنَ ظَلَ ُم ْوا ِم ْن ُك ْم َخ ۤا‬
ِ ُ‫َواتَّقُ ْوا فِ ْتنَةً اَّل ت‬
ِ ‫ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬
Artinya : Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya. ( QS Al-Anfal : 25 )

Pada dasarnya ajaran Islam sarat dengan tuntunan


untuk berpola hidup sehat secara jasmani dan rohani.
Di antaranya, Islam mengajarkan untuk menghindari
penyakit dan berobat jika sakit, bersabar dan banyak
beristighfar jika mendapat musibah, pantang berputus
asa, dan agar merawat serta memperlakukan orang
yang sakit dengan baik.
Jika suatu saat kita khilaf melakukan perbuatan keji,
diperintahkan untuk segera ingat kepada Allah,
beristighfar dan tidak terus menerus laut dalam
lembah dosa. Para ahli tafsir berpendapat bahwa
pengertian perbuatan keji (fahisyah) dalam ayat
tersebut ialah dosa besar yang mudaratnya tidak hanya
menimpa diri pelaku perbuatan dosa tersebut,
melainkan juga dapat menimpa orang lain, seperti zina
dan riba.

11
Meski demikian, tanpa mengurangi perlakuan baik
kepada orang yang sakit, Islam mengajarkan agar kita
mewaspadai dan menghindari kemungkinan penularan
virus penyakit dari orang yang sakit dengan
mengorbankan orang orang sehat. Menurut kaidah
tersebut, sekiranya ada dua factor tarik menarik antara
nilai positif (manfaat, keuntungan atau kepentingan)
dengan dampak negatif (kemudaratan), maka yang
diprioritaskan adalah menghindari atau
menghilangkan kemudaratannya dengan mengabaikan
nilai positifnya atau kemanfaatannya. Ajaran Islam
sarat dengan tuntunan untuk selalu menghindari hal-
hal yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau
membahayakan orang lain, termasuk untuk berhati-
hati terhadap penyakit yang berpotensi menular.

Penyakit HIV/AIDS antara 80 % - 90 %


penyebabnya adalah berzina dalam pengertiannya
yang luas yang menurut ajaran Islam merupakan
perbuatan keji yang diharamkan dan dikutuk oleh
Allah swt. Tidak hanya pelakunya yang dikenai sanksi
hukuman yang berat, tetapi seluruh pihak yang terlibat
dalam kegiatan perzinaan.
Diharamkan melakukan euthanasia terhadap
penderita AIDS, baik secara aktif maupun pasif.
Perkawinan penderita HIV/AIDS dengan orang yang
sehat, jika HIV/AIDS hanya dipandang sebagai
sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, maka
hukumnya makruh. Tapi jika HIV/AIDS selain
12
dipandang sebagai penyakit yang sulit disembuhkan
juga diyakini dapat membahayakan/ menular kepada
orang lain, maka hukumnya haram. Penyakit
HIV/AIDS dapat dijadikan alasan untuk menuntut
perceraian oleh salah satu pasangannya. Pasangan
61

suami isteri yang salah satunya atau kedua- duanya


menderita HIV/AIDS boleh bersepkat melanjutkna
ikatan perkawinannya. Orang yang meninggal karena
penyakit HIV/AIDS wajib ditahjizkan sebagaimana
mayat pada biasanya, seperti dimandikan, dikafani,
disalati dan dimakamkan.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Tinjauan akan hukum Islam mengenai euthanasia, terutama yaitu euthanasia aktif adalah
diharamkan. Karena euthanasia aktif ini dikategorikan sebagai perbuatan bunuh diri yang
diharamkan dan diancam oleh Allah SWT dengan hukuman neraka selama-lamanya. Karena
yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu orang yang
mengakhiri hidupnya atau orang yang membantu mempercepat suatu kematian seseorang sama
saja dengan menentang ketentuan agama.
2. Bahwa penyakit dan penyebaran virus HIV/AIDS dalam pandangan Islam sudah merupakan
bahaya umum (al-dharar al-‘amm) yang dapat mengancam setiap orang tanpa memandang
jenis kelamin, usia dan profesi. Meningat bahwa penyebab penyakit HIV/AIDS sebagian
besar diakibatkan oleh perilaku seksual yang diharamkan Islam, maka cara dan uapa yang
paling efektif untuk mencegahnya adalah dengan malarang perzinaan serta hal-hal lain yang
terkait dengan perzinaan, seperti pornografi dan pornoaksi. Menyadari betapa bahayanya virus
HIV/AIDS tersebut, maka ada kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi semua pihak untuk
mengikhtiarkan pencegahan terjangkit, tersebar atau tertularnya virus yang mematikan tersebut
melalui berbagai cara yang memungkinkan untuk itu, dengan melibatkan peran Ulama/tokoh
agama.
3.2 Saran
Mudah-mudahan dengan adanya penyempurnaan dalam pembuatan makalah ini bisa
menjadikandorongan wawasan kami, kemudian kami mengharapkan kepada pembaca, Dan
harapan sayaterakhir adalah mengajak rekan semua, agar dapat mempelajari secara terus
menerus ketinggianilmu dan kebenaran Islam yang terdapat di dalam pendidikan agama
Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201308321915161512/3.pdf

5Komisi Penanggulangan AIDS, Mengenal dan Menanggulangi HIV AIDS, Infeksi Menular
Seksual dan Narkoba, (Jakarta), h. 1

4Muhammad Husein, Fiqh HIV Dan AIDS; Pedulikah Kita, (Jakarta: PKBI, 2010), h. 9.

Penulis adalah staf pengajar pada Fakukultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung 55 Baca :
Hasil Muzakarah Nasional MUI tentang HIV?AIDS dalam : Departemen Agama RI, Himpunan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag, Jakarta,
2003, hlm. 220

Jalal al-Din al-Suyuthi, Jami’ al-Shaghir, Juz I, Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, Indonesia, tt,
hlm. 130 57

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz I, Mushthafa al-Babi al-Halabi, , Mesir, tt., hlm. 411

Abdussattar Abd al-Ghurrah, ed., Qararat wa Taushiyat Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Cet. II, Dar
al-Qalam, Damaskus, 1418 H/ 1998 M, hlm. 205

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, Juz VII, hlm. 32; Bandingkan : Imam
Taqyuddin, Kifayat al-Akhyar, Juz III, hlm. 38

15

Anda mungkin juga menyukai