Anda di halaman 1dari 37

i

[Date]
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum Teknologi
Farmasi Sediaan Semi Solid & Liquid
Modul Praktikum ini disusun untuk membantu mahasiswa Farmasi khususnya
mahasiswa program S1 Farmasi Klinik dan Komunitas di lingkungan Sekolah Tinggi
Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang agar lebih mudah memahami dan
melaksanakan praktikum Modul Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Semi Solid &
Liquid , sehingga mahasiswa dapat mencapai kompetensi yang ditentukan dalam
praktikum ini.
Tentunya modul ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan kami semoga
modul ini dapat menambah wawasan mahasiswa dan menjadi pedoman dasar yang
berguna bagi mahasiswa pada saat mereka terjun dalam bidang teknologi farmasi
maupun klinis dan khususnya pada bagian Modul Praktikum Teknologi Farmasi
Sediaan Semi Solid & Liquid, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tangerang Selatan, September 2021


Penyusun,

Tim Praktikum Dasar Teknologi Farmasi

Penyusun:
apt. Diah Permata Sari, M.Farm
[Date]

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM .............................................................. 3
FORMAT JURNAL PRAKTIKUM...................................................................................... 5
PREFORMULASI ................................................................................................................. 6
MODUL I ................................................................................................................................ 8
FORMULASI SEDIAAN SEMI SOLID .............................................................................. 8
FORMULASI SEDIAAN GEL ........................................................................................... 13
FORMULASI SEDIAAN KRIM ......................................................................................... 17
FORMULASI SEDIAAN SUPPOSITORIA ..................................................................... 19
MODUL II ............................................................................................................................. 23
FORMULASI SEDIAAN LARUTAN ................................................................................ 23
FORMULASI SEDIAAN LARUTAN ORAL ................................................................... 26
FORMULASI SEDIAAN SUSPENSI ............................................................................... 28
FORMULASI SEDIAAN EMULSI .................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 35

[Date]

ii
TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Absensi (kehadiran), mahasiswa diharuskan mengikuti semua bentuk kegiatan


praktikum dengan kehadiran 100%. Ketidakhadiran (jika berhalangan hadir)
harus dengan alasan dan keterangan resmi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Misal: sakit dengan surat keterangan dokter, urusan
keluarga dengan pernyataan orang tua, urusan kegiatan kampus dengan surat
resmi izin kaprodi).
2. Mahasiswa hadir di laboratorium tetap waktu sesuai dengan jadwal praktikum,
tidak diperkenankan memasuki laboratorium jika terlambat lebih dari 15 menit.
3. Mahasiswa tidak diperkenankan menitipkan absen. Maka penanggung jawab
mata kuliah harus memonitoring siapa yang tidak masuk. Absen selalu diisi
setiap selesai mata kuliah.
4. Setiap mahasiswa harus sudah mempelajari materi parktikum baik
teori/kerangka konsep yang mendasari percobaan, tujuan dan prosedur
percobaan sebelum praktikum dimulai.
5. Mahasiswa saat memasuki ruang laboratorium harus sudah siap dengan jas
praktikum, masker, sarung tangan, modul praktikum, jurnal, dan alat-alat yang
digunakan untuk praktikum serta membawa lap/serbet dan tisu untuk
membersihkan alat-alat gelas.
6. Mahasiswa membuat laporan praktikum dengan format sesuai yang dicontohkan
dalam modul praktikum dan menyerahkan paling lambat 1 minggu setelah
praktikum selesai.
7. Mahasiswa harus menjaga kebersihan alat-alat dan area kerja pada saat
pengerjaan dan saat akhir praktikum peralatan harus dikembaikan dalam
keadaan bersih dan lengkap.
8. Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, setiap mahasiswa diharapkan
memperhatikan bahan-bahan yang dapat berbahaya; jika melakukan percobaan
dalam tabung reaksi dengan pemanasan maka mulut tabung jangan diarahkan
ke muka sendiri atau orang lain, jangan menyedot dengan mulut untuk bahan
kimia yang reaktif/kuat, gunakan penyedot karet (filler); hindarkan dan matikan
[Date]

3
semua api jika bekerja dengan pelarut-pelarut organik (eter, petroleum eter,
benzene, dsb) yang mudah terbakar.
9. Mahasiswa bertanggung jawab penuh terhadap kehilangan atau kerusakan alat-
alat serta fasilitas umum dalam laboratorium.
10. Mahasiswa tidak diizinkan menggunakan handphone, laptop, tablet, dan alat lain
yang tidak terkait dengan praktikum pada saat praktikum berlangsung.
11. Saling menghargai dan tidak membuat kegaduhan/gangguan/kerusakan dalam
laboratorium.

[Date]

4
FORMAT JURNAL PRAKTIKUM

Jurnal praktikum Prak. Dasar Teknologi Farmasi dikerjakan secara individu dan
dikumpulkan paling lambat sehari sebelum praktikum selanjutnya dilaksanakan.
Jurnal dikerjakan dalam buku album A4/F4, buku album diberi Nama, NIM, Kelas,
dan Nama Mata Kuliah. Keterlambatan pengumpulan laporan dengan alasan
apapun tidak akan ditoleransi dan diberikan nilai 0 (nol). Laporan dikumpukkan
kepada dosen pengampu praktikum. Adapun format jurnal praktikum sebagai
berikut:
I. Cover
II. Preformulasi
III. Pendekatan Formula (Zat aktif)
Cara Dosis Lazim Dosis Maksimum
No. Nama Zat Umur
Pemakaian Sekali Sehari Sekali Sehari

IV. Perhitungan Formula (Zat aktif dan eksipien)


V. Tabel Penimbangan Bahan
Jumlah Yang
No. Nama Bahan Fungsi Bahan
Ditimbang

VI. Alat dan Bahan yang digunakan


VII. Prosedur Kerja
VIII. Tabel Evaluasi Sediaan
Jumlah Hasil yang
No Evaluasi Prinsip Evaluasi
Sampel diharapkan

IX. Pembahasan (Laporan Akhir)


X. Kesimpulan
XI. Daftar Pustaka
XII. Lampiran
[Date]

5
PREFORMULASI

Sediaan farmasi merupakan bentuk sediaan yang dirancang dan dibuat


berdasarkan dosis dan sifat fisika dan kimia bahan aktif, tujuan pengobatan,
rute pemberian serta golongan usia konsumen yang akan menggunakan sedian
obat tersebut. Sediaan farmasi terdiri dari dua macam bahan yaitu: bahan
berkhasiat dan bahan pembantu (eksipien) yang ditambahkan dalam suatu
formula sesuai dengan pengembangan bentuk sediaan yang akan dibuat.
Berdasarkan rute pemberian dan efikasi sediaan obat, bentuk sediaan farmasi
dapat dibagi menjadi sediaan steril dan sediaan non steril, yang dibedakan
berdasarkan teknik pembuatan sediaan dan eksipien penunjang yang pada
umumnya harus diketahui terutama stabilitas terhadap kenaikan suhu pada saat
sterilisasi atau dapat disterilisasi dengan metode sterilisasi yang lain.

Bahan berkhasiat adalah bahan obat yang akan dibuat menjadi sediaan
farmasi dengan dosis terapi dan tujuan pengobatan tertentu, sedangkan bahan
pembantu atau eksipien adalah bahan yang dibutuhkan dan ditambahkan untuk
membuat bentuk sediaan yang sesuai dengan standard dan spesifikasi yang telah
ditentukan, mempunyai stabilita fisik dan kimia yang memenuhi syarat selama
penyimpanan, efektif serta aman dalam penggunaannya. Bahan pembantu tidak
boleh mempunyai khasiat dalam pengobatan, tetapi sangat menentukan
penampilan bentuk sediaan secara umum dan mempengaruhi spesifikasi sediaan.
Perubahan sediaan di dalam penyimpanan dapat terjadi karena kemungkinan
adanya interaksi antara bahan aktif dengan eksipien atau antara masing-masing
eksipien yang ditambahkan.

Studi preformulasi merupakan suatu studi untuk menunjang proses optimasi


pengembangan suatu sediaan obat melalui penentuan dan identifikasi sifat fisika
kimia yang penting sesuai dengan bentuk sediaan yang akan dikembangkan. Data
data tersebut dipergunakan untuk mengetahui masalah yang harus diuraikan
sebelum menyusun rancangan formulasi sediaan obat berdasarkan tiga prinsip
utama sediaan obat untuk pasien adalah aman , efikasi dan mutu.
[Date]

6
Selain data fisika dan kimia dari bahan berkhasiat, perlu diketahui beberapa
faktor antara lain: adanya interaksi antara komponen yang digunakan dalam
formula sediaan akhir, kualitas dan keberlanjutan kemampuan pemasok
memasok kebutuhan bahan baku maupun bahan pembantu, karena hal
tersebut dapat mempengaruhi penampilan sediaan secara fisik dan stabilita secara
kimia, proses produksi, target produksi sediaan obat.

Tahap analisis preformulasi berawal dari pencarian data obat yang tersedia
dari hasil penelitian bidang kimia medisinal meliputi antara lain: struktur, data
spectra, sifat fisika dan kimia, kemudian dibuat dokumentasi dari data sifat kimia
dan fisika tersebut untuk bahan aktif maupun bahan penambah. Data dapat
diperoleh di dalam buku Farmakope atau buku resmi yang biasa digunakan untuk
dasar pengembangan sediaan. Dari data-data tersebut dapat menjadi arahan utama
yang dapat dikembangkan dalam penentuan bentuk sediaan yang sesuai dengan
rute pemberian yang dikehendaki serta sifat fisika maupun kimia bahan.

Untuk sediaan steril, tahap analisis preformulasi tidak berbeda dengan


sediaan non steril. Perbedaannya adalah untuk mendapatkan suatu sediaan steril
perlu dilakukan proses sterilisasi sediaan yang melibatkan panas, penyaringan
bakteri dan radiasi. Dengan adanya proses khusus tersebut perlu diteliti sifat fisika
dan kimia bahan berkhasiat maupun bahan pembantu agar tidak terjadi perubahan
pada saat proses sterilisasi yang akan mempengaruhi efektifitas dan keamanan
penggunaan sediaan. Sesuai dengan rute pemberian sediaan steril melalui
intravena atau pembuluh darah yang lain, maka proses sterilisasi harus dilakukan
untuk menjamin sediaan tersebut bebas dari sejumlah mikroorganisma sesuai
dengan ketentuan aturan yang berlaku untuk sediaan steril.

[Date]

7
MODUL I
FORMULASI SEDIAAN SEMI SOLID

1.1 Pendahuluan
Sediaan semisolida adalah sediaan setengah padat untuk pengobatan
secara topikal melalui kulit. Bentuk sediaan bervariasi tergantung dari bahan
pembawa (basis) yang digunakan, yaitu berbentuk : salep, krim, gel, atau
pasta. Untuk mengembangkan bentuk sediaan semisolida harus diperhatikan
beberapa faktor antara lain konsentrasi obat yang dapat melalui kulit, jumlah
obat yang dilepaskan dari basis pada permukaan kulit, afinitas obat dalam
pembawa semi solida dan penerimaan pasien terhadap formula yang dibuat.
Faktor- factor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan formula
sediaan semisolida adalah :
1. Struktur kulit
2. Prinsip formulasi sediaan semisolida
3. Cara pembuatan
Kulit orang dewasa menutupi luas sebesar kurang lebih 2 m2 dan
menerima sekitar satu pertiga peredaran darah dalam tubuh. Strukturnya terdiri
dari kumpulan organ yang melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dan tersusun
dalam suatu sistem peliput atau sistem integumen. Fungsi utama kulit adalah
sebagai pelindung tubuh dari pengaruh faktor luar sehingga fungsi protektor
dan pertahanan kulit dari pengaruh luar merupakan kendala utama yang
mempengaruhi efek farmakologi obat yang diberikan secara topikal.
Stratum korneum merupakan lapisan pada epidermis terluar yang
menjadi faktor penentu absorpsi obat melalui kulit. Oleh karena itu dalam
percobaan in vitro absorpsi obat melalui kulit selalu dipakai membran buatan
dengan komponen yang menyerupai komponen yang ada dalam lapisan
stratum korneum.
Penghantaran obat melalui kulit melaui beberapa tahap penentu yang
mempengaruhi efektifitas rute pemberian tersebut yaitu :
1. Tahap pelepasan bahan aktif dari pembawanya yang tergantung dari sifat
bahan pembawa dan sifat fisika dan kimia bahan aktif. Affinitas
bahanpembawa terhadap bahan aktif ditentukan oleh kelarutan oabt
tersebut dalam pembawa.
2. Tahap terjadinya proses partisi bahan aktif ke dalam masing-masing strata
dari kulit yang ditentukan oleh koefisien partisi bahan aktif terhadap
komponen pada setiap strata lapisan kulit.
3. Tahap difusi bahan aktif melalui strata lapisan kulit yang ditentukan oleh
kecepatan difusi melalui membran setiap strata tersebut.
4. Tahap terjadinya pengikatan bahan aktif dengan komponen stratum
korneum, lapisan epidermis dan dermis, atau terjadi microreservoir pada
[Date]

lapisan lemak pada daerah subkutan

8
5. Tahap eliminasi melalui aliran darah,vkelenjar limfe atau cairan jaringan.
Selain tahap-tahap di atas, absorpsi perkutan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang lain seperti antara lain : umur dan kondisi kulit, daerah
pemberian kulit, aliran darah, efek metabolisme pada ketersediaan hayati
pemberian secara topikal, dll. Perlu juga ditentukan profil farmakokinetika
obat yang berhubungan dengan absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi.

Untuk menentukan parameter keberhasilan rute pemberian obat melalui


kulit perlu dilakukan percobaan secara in vitro dan in vivo. Prinsip formulasi
sediaan semisolida Formulasi umum sediaan semisolida terdiri dari :
1. Bahan aktif
2. Pembawa
3. Bahan tambahan
Bentuk sediaan semisolida dibedakan berdasarkan pada perbedaan
kekentalan hasil jadi. Perbedaan antara gel yang transparan dengan gel yang
non transparan adalah dengan membedakan bahan yang terdispersi di dalam
fasa gel. Gel transparan (hidrogel) adalah gel dengan bahan pembentuk gel
karboksimetilselulosa, tilosa, hidroksi propil selulosa (HPC), hidroksi propil
metil selulosa (HPMC), Carbopol atau karbomer yang larut baik di dalam air
atau alkohol atau campuran kedua pelarut tersebut, sedangkan gel non
transparan sebagai fasa terdispersi adalah minyak (Lipogel).
Pemilihan bahan pembawa berdasarkan pada sifat fisika dan kimia
bahan aktif yang digunakan dalam formula serta keadaan kulit tempat
pemberian sediaan topikal tersebut.
Bahan tambahan sediaan topikal pada umumnya dapat dikelompokan
dalam :
1. Bahan untuk memperbaiki konsistensi
2. Pengawet, untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme apabila basis
mengandung air
3. Larutan dapar, untuk menjaga stabilitas bahan aktif yang dipengaruhi pH
4. Emolien, sebagai pelembut kulit pada pemakaian
5. Pelembab, untuk menjaga kelembaban kulit
6. Antioksidan, mencegah reaksi oksidai fasa minyak
7. Pengkompleks, mencegah penguraian bahan akibat adanya sesepora
logam
8. Peningkat penetrasi, meningkatkan absorpsi bahan aktif melalui kulit.

Fungsi bahan pembawa adalah untuk meningkatkan atau membantu


proses penetrasi perkutan bahan aktif. Selain itu, tergantung sifat bahan
pembawa yang digunakan pada umumnya berfungsi sebagai protektif
(melindungi kulit), emolient (pelembut kulit) serta dapat mendinginkan kulit,
[Date]

sedangkan sifat non spesifik lain adalah dapat bersifat oklusif dan astringent.

9
Kombinasi bahan pembawa yang tidak tercampurkan (incompatible)
dapat menyebabkan terjadinya bebrapa hal sebagai berikut :
1. Bahan obat menjadi tidak aktif
2. Dapat menyebabkan reaksi samping yang tidak diinginkan pada kulit
seperti iritasi kulit dan alergi
3. Afinitas bahan aktif yang terlalu kuat di dalam bahan pembawa, sehingga
kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan rendah.

1.2 Metoda Pembuatan Sediaan Semi Solida


Pada prinsipinya metode pembuatan sediaan semi solida dibagi menjadi
dua metode yaitu :
1. Metode Pelelehan (Fusion)
1) Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai
dengan ukuran partikel yang dikehendaki
2) Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas
penangas air hingga diatas suhu leleh (sampai lumer) Untuk sediaan
krim pemanasan fasa air dan fasa minyak dilakukan terpisah masing-
masing dilakukan pada suhu 70C
3) Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara
membakar alkohol di dalam mortir), aduk homogen sampai dingin dan
terbentuk masa semisolida
4) Tambahkan basis yang sudah dingin sedikit demi sedikit (dengan
metoda pengenceran geometris) ke dalam bahan berkhasiat, aduk
sampai homogen dan tercampur rata
2. Metode Triturasi
1) Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, erus halus sesuai
dengan ukuran partikel yang dikehendaki
2) Timbang basis semi solida, campurkan satu sama lain dengan metoda
pencampuran geometris, sambil digerus dalam mortir hingga homogen
3) Tambahkan basis yang sudah tercampur sedikit demi sedikit ke dalam
mortir yang sudah berisi bahan berkhasiat
4) Aduk sampai homogen dan tercampur rata.

1.3 Cara Pencampuran Bahan Berkhasiat Dengan Basis


1. Bahan berkhasiat berupa serbuk yang telah diayak dengan pengayak B40
didispersikan ke dalam bahan pembawa
2. Bahan berkhasiat dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap atau
pelarut yang dapat bercampur dengan basis sesuai dengan jumlah yang
digunakan.
Dalam skala industri sediaan topikal dibuat dalam ukuran batch yang
cukup besar. Keberhasilan produksi sangat tergantung pada tahaptahap
pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pencampuran ke tahap
yang lain. Dengan demikian bahan berkhasiat maupun bahan pembantu yang
digunakan akan berkontak dengan bermacam bahan wadah serta dengan
[Date]

kondisi pemindahan sampai proses pengemasan produk jadi. Untuk menjaga


stabilitas bahan berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan antara lain

10
temperatur penyimpanan, kontaminasi dengan mikroorganisme dan pengotor,
kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap, atau faktor sifat
bahan kemasan seperti adsorpsi sediaan oleh wadah. Pemindahan bulk dari
kontainer ke tempat pengisian kemasan tunggal dialirkan melalui pipa
penghubung dengan sistem tertutup.

1.4 Penentuan Kecepatan Pelepasan Bahan Aktif Dari Sediaan


Prosedur ini untuk menentukan kecepatan pelepasan bahan aktif dari
formula ke dalam fase cair sederhana yang tidak bercampur dan dianggap
mempunyai sifat seperti kulit manusia. Pelarut yang biasa digunakan adalah
air, agar, gelatin, isopropil miristrat dan campuran pelarut yang bersifat non
polar dan polar.
Ada tiga metode analisis kecepatan pelepasan bahan aktif dari
pembawa :
1. Metode penentuan pelepasan tanpa menggunakan membrane
2. Metode penentuan pelepasan bahan aktif dari wadah terbuka ke dalam
phase cairan yang tidak bercampur sebagai phase reseptor
3. Metode pelepasan melalui membran dialisis sderhana.
Prosedur penentuan pelepasan bahan obat adalah :
1. Timbang sediaan semisolida yang dibuat sebanyak 5 gram, masukkan ke
dalam cawan petri dengan diameter seragam. Ratakan permukaan sediaan
dengan menggunakan spatel. Sebagai bahan aktif digunakan asam
salisilat 10%
2. Siapkan gelas pila dengan volume 600 mL dan diisi dengan aquadest
sebanyak 500 mL. Siapkan alat pengaduk dan lakukan kalibrasi pada
putaran 100 rpm.
3. Masukkan cawan petri ke dalam gelas piala dan aduk dengan kecepatan
100 rpm. Ambil larutan penerima sebanyak 10 mL setiap 15 menit selama
90 menit. Setelah setiap pengambilan sampel, ditambahkan kembali
larutan ke dalam gelas piala sebanyak 10 mL (Penentuan kecepatan
pelepasan dilakukan pada suhu 32C ± 0,5).
4. Titrasi dengan NaOH yang telah dibakukan terlebih dahulu. Gunakan
indikator fenolftalein.
5. Buat grafik antara jumlah asam salisilat yang dilepaskan terhadap waktu
dan hitung jumlah asam salisilat yang dilepaskan per menit.

1.5 Evaluasi Sediaan Semi Solida


1. Evaluasi Viskositas
Lakukan penentuan viskositas salep dengan menggunakan alat : Helipath
stand – Brookfield Gunakan beaker gelas diameter : ± 10 cm. Sediaan
yang diuji sebanyak : 100 gram.
2. Evaluasi Homogenitas
Oleskan sediaan pada kaca objek tipis-tipis danamati homogenitas sediaan.
[Date]

Untuk mendapatkan permukaan sediaan yang homogen, dilakukan dengan

11
menggeser sejumlah sediaan dari ujung kaca objek dengan bantuan batang
pengaduk sampai ujung kaca objek lain.
3. Evaluasi Stabilitas Krim
a. Amati stabilita krim terhadap adanya pemisahan fasa air dan fasa
minyak selama penyimpanan 1, 2, 3, 4, 5, dan 10 hari
b. Amati terjadinya pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati
timbulnya mikroorganisme pada permukaan sediaan krim setelah
penyimpanan 1, 2, 3, 4, 5, dan 10 hari.
4. Evaluasi isi minimum tube sebagai kemasan tunggal (Farmakope
Indonesia Edisi IV).

[Date]

12
FORMULASI SEDIAAN GEL

A. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari formulasi gel aminofilin dalam berbagai pembentuk gel
2. Mempelajari eksipien penyusun gel

B. Dasar Teori
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. (FI IV,hal 7).

Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah
kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing- masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan(Formularium Nasional, hal.315)
Berdasarkan Sifat Pelarut
1. Hidrogel (Pelarut Air)
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang
saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti
interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel
mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai
tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan
sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel;
hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan
jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis
sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada
jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan
mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang.Contoh :
bentonit magma, gelatin
2. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik).
Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut
dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan
dispersi logam stearat dalam minyak.
3. Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah
diketahui sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi
pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini
dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen
yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin
kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan
polystyrene.

Berdasarkan bentuk struktur gel


1. Kumparan acak
[Date]

2. Heliks
3. Batang

13
4. Bangunan kartu

Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV, ansel)


1. Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan).
Molekul organik larut dalam fasa kontinu
2. Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma.Partikel anorganik
tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa kontinu.

C. Alat
1. Sudip
2. Penangas air/Kompor
3. Batang pengaduk
4. Pipet tetes
5. Spatula
6. Gelas beaker
7. Kaca arlogi
8. Pot salep
9. pH meter
10. Viskometer
11. Mikroskop
12. Centrifuge
13. Mixer
14. Timbangan gram

D. Formula Sediaan
Jumlah % Fungsi Bahan
Bahan
FI FII FIII FIV
Aminofilin 2% 2% 2% 2%
HPMC 4000
Na CMC
Carbopol
Propilen glikol
Metil paraben
TEA
Aquadest
[Date]

14
1. Perhitungan bahan
Hitunglah jumlah bahan yang akan ditimbang untuk sediaan 50 gram.

E. Prosedur Kerja
1. Bahan pembentuk gel (HPMC, Na CMC, Carbopo) dikembangkan dalam air
panas
2. Aduk dalam mortar sehingga terdispersi sempurna dan terbentuk basis gel
3. Metil paraben dilakukan dalam propilenglikol, campur kedalam basis gel,
aduk hingga homogen
4. Aminofilin yang telah dilarutkan air panas dimasukkan kedalam campuran,
aduk hingga homogen
5. Lakukan evaluasi

F. Evaluasi Sediaan
a) Pengamatan organoleptis
Pengamatan dilakukan dengan melihat, bentuk, warna dan bau
b) Pengukuran pH
1. Timbang sampel sebanyak 10 gram
2. Larutkan dalam 50 mL aquadest
3. Kemudian ad hingga 100 mL
4. pH Stick/pH meter dicelupkan kedalam sediaan gel, sesusaikan dengan
indicator
5. Replikasi 3x tiap formulasi
c) Pengukuran Viskositas Gel
1. Sediaan sebanyak 150 g dimasukan kedalam beaker glass, pasang
spindle dan rotor dijalan
2. Catat hasil setelah viscometer menunjukan angka stabil
d) Pengukuran Daya Sebar
1. Timbang 0.5 g, letakan diatas kaca bulat
2. Letakan kaca bulat lainnya diatas kaca bulat yang berisi sampel
3. Tambahkan beban 50 gram dan diamkan selama 1 menit
4. Catat diameter penyebaran setelah satu menit
5. Lakukan pengamatan sebanyak 3 kali
6. Gambarlah dalam grafik hubungan antara beban dan luas gel
e) Pengujian Homogenitas
1. Oleskan sampel pada objek glass
2. Timpa objek glass dengan kaca objek glass lainnya
3. Kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran yang sesuai
4. Pengujian dilakukan dengan menggambil bagian atas, tengah dan bawah
f) Pengujian Konsistensi
1. Menimbang 5 mg sampel
2. Sampel dimasukan kedalam tabung centrifuge
3. Pengujian dilakukan dengan menggunakan centrifuge dengan kecepatan
3800 rpm selama 3 jam
g) Pengujian Daya Lekat
1. Letakanlah sampel secukupnya diatas objek glass yang telah
ditentukan luasnya
2. Letakkan objek glass yang lain diatas sampel tersebut, tekan objek glass
[Date]

dengan beban 1 kg selama 5 menit


3. Pasanglah objek glass pada alat tes

15
4. Lepaskanlah beban seberat 80 gram dan catat waktu hingga kedua objek
glass terlepas
5. Lakukan pengamatan sebanyak 3 kali
h) Pengujian Proteksi
1. Ambilah sepotong kertas saring (10 x 10 cm) basahilah dengan larutan
indicator PP, setelah itu kertas dikeringkan.
2. Olesi kertas tersebut dengan sampel sediaan sepertilazimnya mengoles
sediaan topical
3. Pada kertas saring yang lain buatlah suatu area sebesar 2.5 x 2.5 cm,
oleskan basis gel
4. Teteskan/basahi area tersebut dengan KOH 0,1 N
5. Amati selama 15, 30, 45, 60 detik dan 3 dan 5 menit, apakah terbentuk
noda kemerahan pada kertas
6. Jika ada noda kemerahan maka sampel memberikan proteksi terhadap
larutan KOH 1 N
7. Lakukan pengujian sebanyak 3 kali

[Date]

16
FORMULASI SEDIAAN KRIM

A. Tujuan Praktikum
1. Menentukan konsistensi sediaan krim sulfur dengan viscometer Brookfield
2. Menentukan pH Krim sulfur dengan pH meter
3. Menentukan stabilitas dan homogenitas sediaan

B. Alat
1. Homogenizer
2. Sudip
3. Cawan penguap
4. Spatula
5. Pipter tetes
6. Gelas kimia
7. Kaca arlogi
8. Timbangan analitik
9. pH meter
10. Penangas

C. Formula Sediaan
No Bahan Jumlah Fungsi
1. Sulfur 1%
2. Natrium lauril sulfat 1,5%
3. Setostearil alkohol 10%
4. Vaselin kuning 10%
5. Cera Alba 1,5%
6. Tween 80 1%
7. Propilen glikol 15%
8. Rosemary oil 0.002%
9. Etanol q.s
10. Pewarna q.s
11. Aquadest Ad 100%

B. Prosedur Pembuatan
1. Pembuatan fase air
2. Pembuatan fase minyak
3. Pembuatan krim
4. Evaluasi sediaan

C. Evaluasi Sediaan
1. pH
2. Organoleptis
3. Konsistensi/Viskositas
[Date]

4. Homogenitas
5. Penentuan tipe krim
17
6. Stabilitas krim
7. Evaluasi isi minimum tube sebagai kemasan tunggal

[Date]

18
FORMULASI SEDIAAN SUPPOSITORIA

A. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari cara pembuatan suppositoria
2. Mempelajari cara evaluasi suppositoria dengan penetapan waktu hancur dan
waktu lelehnya
3. Mempelajari pengaruh Penambahan basis terhadap sifat fisik sediaan
suppositoria

B. Dasar Teori
Supioitoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk torpedo, dapat rne1arut atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar
harus larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Sebagai bahan dasar
digunakan lemak coklat, polietilenglikol berbobot molekul tinggi, lemak atau bahan
lain yang cocok, kecuali dinyatakan lain digunakan lemak coklat. Bobot
supposiroria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3gram untuk orang dewasa dan
2gram untuk anak.

Bentuk suppositoria, dapat digunakan melalui :


1. Rectal yang disebut rectal suppos, berbentuk torpedo.
2. Vagina yang disebut pessaries berbentuk ovula.

Oleum cacao merupakan bahan dasar suppos yang paling banyak


digunakan. Oleum cacao merupakan Trigliserida dan asam oleat, stearat dan
palmitat dengan warna putih kekuningan. Meleleh pada suhu antara 30 o–35o C.
Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dan bentuk kristalnya karena
pemanasan yang tinggi diatas titik leburnya Penambahan 3 % menyebabkan titik
lebur lebih rendah daripada titik lebur oleum cacao sendiri tetapi dengan
penambahan 6% cera dapat menaikkan titik leburnya sampai 37oC.
Polyetilenglikol (PEG) merupakan senyawa organik dengan bobot molekul
200 - 20.000, dengan bentuk cair dan padat. PEG padat mempunyai titik lebur
antara 37o-63° C. PEG tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan
sekresi tubuh.

Pembuatan Suppositoria.
1. Metode dingin; - Dicetak dengan tangan.
2. Metode panas : - Dicetak dengan penuangan dan Dicetak dengan mesin
otomatis
3. Metode dingin atau dicetak dengan tangan untuk suppos dengan oleum cacao
dalam jumlah kecil dan untuk bahan obat tidak tahan pemanasan. Bahan
dasar atau oleum cacao di aduk dalam mortir kemudian ditambah zat aktifnya
sampai massa homogen dan plastis.
[Date]

4. Metode penuangan untuk suppo dalam jumlah kecil maupun banyakdengan


bahan yang tahan pemanasan. Bahan dasar dilelehkan diatas waterbath,
19
kemudian bahan aktifnya di campur sampai homogen, dan dimasukkan
dituang dalam cetakan yang sudah diberi/ diolesi paraffin liquid

C. Alat
1. Disentegrant tester
2. Waterbath
3. Pipet volume
4. Beaker glass
5. Stopwatch
6. Pengaduk
7. Cetakan suppositoria
8. Mortir dan stamper

D. Formula Sediaan
Bahan Jumlah Fungsi Bahan
Paracetamol 100 mg
Lemak cokelat Ad 2 g

E. Perhitungan Bahan
Hitunglah jumlah bahan yang akan ditimbang

F. Prosedur kerja
a. Pembuatan Suppositoria dengan Cera Flava
1. Masing-masing bahan di timbang untuk 12 formula
2. Gerus Na.Salisilat dalam mortar dan tambahkan 2/3 oleum cacao, aduk
hingga homogen
3. Lelehkan cera flava dengan 1/3 oleum cacao dalam cawan porselin
diatas waterbath
4. Masukan lelehan cera flava kedalam mortar yang berisi Na.Salisilat,
aduk hingga homogen
5. Selagi panas masukan kedalam cetakan suppositoria yang telah diberi
pelumas, biarkan sebentar lalu masukan kedalam lemari es
6. Setelah kira-kira 3 jam lepaskan suppositoria dari cetakan
7. Simpan suppositoria dalam lemari es

b. Pembuatan Suppositoria dengan PEG


1. Masing-masing bahan ditimbang sesuai jumlah yang diperlukan
2. Gerus halus Na.Salisilat dalam mortir dan PEG 400, aduk
dengan stamper s ampai homogen
3. Lelehkan PEG 6000 dalam cawan porselin diatas waterbath
4. Masukkan lelehan PEG 6000 kedalam mortir, aduk sampai homogen
5. Selagi panas masukkan kedalam cetakan suppositoria, biarkan
sebentar kemudian masukkan kedalam lemari es
6. Setelah kira-kira 3 jam,lepaskan suppositoria dari cetakan suppositoria
[Date]

7. Simpan suppositoria dalam lemari es

20
G. Evaluasi Sediaan
A. Penetapan Waktu Hancur
1. Siapkan suppositoria yang akan ditetapkan waktu hancurnya
2. Letakkan suppositoria pada tempat pemeriksaan (jangan dibebani apapun)
3. Siapkan stopwatch, mulailah memberi beban (600 g)
suppositoria dan pada saat yang sama jalankan stopwatch
4. Tambahkan beban 200 g tiap interval 1 menit selama
suppositoria belum hancur
5. Hentikan stopwatch bila suppositoria sudah hancur
6. Catat waktu dan beban yang diperlukan sehingga suppositoria tersebut
hancu r
7. Pembacaan beban sebagai berikut:
Antara 0-20 detik : beban tambahan dianggap tidak ada
Antara 21-40 detik : beban tambahan dihitung setengahnya
Antara 40-60 detik : beban tambahan dihitung penuh
8. Lakukan percobaan tersebut untuk masing-masing suppositoria
sebanyak 3 kali
B. Penetapan Waktu Leleh
1. Siapkan suppositoria yang akan ditetapkan waktu lelehnya
2. Hubungkan semua sistem sirkulasi air pada alat tersebut, Alirkan air pada
37°C
3. Masukkan suppositoria yang akan ditentukan waktu lelehnya dalam bagian
spiral dari alat tersebut.aturlah batang kaca hingga tepat menyentuh
suppositoria
4. Masukkan bagian alat tersebut kedalam tabung untuk air mengalir
sedemikian rupa hingga sehingga skala 0 sejajar dengan permukaan air
diluarnya.pada waktu air menyentuh suppositoria, mulailah menjalankan
stopwatch
5. Waktu dihentikan bila tidak lagi terlihat bagian suppositoria yang berada
pada spiral kaca tersebut ( fraksi suppositoria hilang dari spiral kaca)
6. Lakukan percobaan untuk masing-masing suppositoria sebanyak 3 kali
C. Pengujian Kerapuhan
Suppositoria hendaknya jangan terlalu lemah atau lembek maupun
terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk pengujian kerapuhan
dapat digunakan uji elastisitas. Suppositoria dipotong ke arah bagian yang
melebar. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang
melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar.
Kemudian diberikan beban seberat 20N (lebih kurang 2 kg) dengan cara
menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung. Apabila
terlalu keras atau pun terlalu rapuh maka suppositoria harus diulangi.
D. Pengujian Keseragaman Bobot
[Date]

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, suppositoria


harus memiliki homogenitas atau keseragaman bobot dan keseragaman

21
kandungan. Untuk keseragam bobot, ditimbang dengan seksama 10 suppo,
satu per satu, dan dihitung berat rata-rata, dari hasil penetapan kadar maka
dapat dihitung jumlah zat aktif dari masing-masing dari 10 sampel dengan
masing-masing 10 satuan sediaan terletak antara 85,0% hingga 115,0% dari
yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama
dengan 6,0%.

[Date]

22
MODUL II
FORMULASI SEDIAAN LARUTAN

2.1 Pendahuluan
Didefinisikan sebagai campuran dua atau lebih komponen yang
membentuk fasa tunggal homogen dalam skala molekuler. Bagian terbesar
dalam sistem larutan adalah pelarut (solvent) yang menentukan fasa larutan.
Bagian yang terlarut dinamakan solut yang merupakan fasa terdispersi dalam
bentuk molekul atau ion dalam pelarut. Sediaan larutan sejati dalam farmasi
pada umumnya terdiri dari :
1. Bahan berkhasiat : bahan obat yang akan dibuat dalam sediaan l arutan
dengan dosis tertentu
2. Bahan pembantu terdiri dari :
• Pelarut : air atau pelarut campur (campuran air dengan pelarut organik
yang dapat bercampur dengan air)
• Pengatur pH : larutan dapar, hitung kapasitas larutan dapar
• Pengawet
• Antioksidan
• Flavour : pemanis, warna, pewangi
• Pengental : sukrosa, golongan selulosa.
Pada umumnya sediaan sirup merupakan sediaan dengan dosis
berulang (multiple dose) dengan kemungkinan kontaminasi mikroorganisma
sangat besar. Oleh sebab itu diperlukan pengawet yang merupakan salah satu
bahan pembantu yang ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi
mikroorganisma. Adanya mikroorganisma di dalam sediaan akan
mempengaruhi stabilita sediaan atau potensi bahan berkhasiat. Sebagai
antioksidan di dalam sediaan larutan berfungsi sebagai proteksi terhadap
bahan aktif yang mudah teroksidasi oleh oksigen. Bahan pengental
ditambahkan untuk meningkatkan konsistensi sediaan, sehingga dosis
pemakaian lebih tepat.

2.2 Formula Tambahan


Dalam sediaan larutan pada umumnya ditambahkan flavour untuk
memperbaiki penampilan sediaan dan mempermudah pemberian terutama
pada anak-anak. Flavour terdiri dari :

b. Pemanis
Sukrosa, merupakan bahan pemanis yang banyak dipakai karena secara
kimia dan fisika stabil dalam rentang pH larutan 4,0 – 8,0. Dalam pemakaian
sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin dan polietilenglikol untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kristal gula pada penyimpanan.
[Date]

Kristalisasi terjadi pada daerah mulut botol yang dikenal dengan istilah cap
locking. Pemanis sintetis yang sering digunakan antara lain sakarin dengan
23
kadar kemanisan 250 – 500 x sukrosa, siklamat, dalam sediaan farmasi
pemanis sintetis penggunaannya terbatas, karena memberikan rasa pahit
(after taste) setelah pemakaian. Pemanis sintetis aspartam mempunyai
kadar kemanisan sekitar 200 x sukrosa tanpa memberikan rasa pahit setelah
pemakaian
4. Bahan Penutup Rasa
Ada empat rasa utama yang dapat dirasakan oleh indera perasa kita yaitu :
pahit, manis, asam dan asin yang dapat ditutup dengan flavour sebagai
berikut :
- Asin, ditutup dengan vanilla, mint, peach, maple.
- Pahit, ditutup dengan rasa kacang, coklat, kombinasi mint
- Manis, disertai penawar rasa buah, vanila.
Asam, ditutup dengan rasa jeruk, raspberry, strawberry. Untuk mempertajam
flavour yang dipakai dapat ditambahkan mentol, kloroform dan garam.
5. Pewarna
Pewarna, ditambahkan untuk memperbaiki penampilan sediaan larutan.
bahan warna yang digunakan termasuk dalam kategori bahan warna dengan
kode F,D&C (Food, Drug and Cosmetic) tertentu sesuai dengan ketentuan
penggunaan bahan warna khusus untuk obat. 12 Penambahan bahan
pembantu yang lainnya dalam sediaan sirup berdasarkan data preformulasi
dan disesuaikan dengan sifat bahan berkhasiat yang akan dibuat.

2.3 Prosedur Pembuatan Sediaan Larutan Sejari Secara Umum


a. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian didinginkan
dalam keadaan tertutup.
b. Dilakukan penimbangan bahan berkhasiat dan bahan pembantu
c. Dibuat sirupus simplek sebagai pengental dan pemanis sesuai dengan
Farmakope Indonesia IV
d. Bahan berkhasiat dan bahan pembantu berbentuk serbuk masingmasing
dihaluskan di dalam mortar, kemudian dilarutkan di dalam pelarut dengan
volume yang disesuaikan dengan kelarutan setiap komponen bahan yang
ada dalam formula larutan. Aduk sampai larut sempurna.
e. Campur semua bahan-bahan yang sudah terlarut satu persatu dan aduk
sampai homogen
f. Larutkan flavour dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur dengan air
yang dapat bercampur dengan pelarut yang digunakan
g. Tambahkan sisa pelarut dan digenapkan sampai volume sediaan yang
dibuat
h. Masukkan ke dalam wadah botol yang volumenya telah ditara sebelumnya.
Volume larutan dilebihkan disesuaikan dengan kekentalan larutan yang
dibuat Penambahan volume larutan untuk penaraan di dalam botol
disesuaikan dengan, untuk memenuhi standar berdasarkan persyaratan
[Date]

Volume terpindahkan untuk larutan (Farmakope Indonesia IV).

24
2.4 Prosedur Penambahan Pewangi dan Pewarna ke dalam Larutan Sejati
A. Bahan pewangi atau bahan pewarna dengan kadar tertentu dilarutkan di
dalam air dalam volume tertentu, kemudian diteteskan ke dalam larutan
sesuai spesifikasi atau kepatutan penambahan bahan tersebut di dalam
larutan yang akan sama keadaannya untuk setiap batch. Penambahan
bahan pewangi dan pewarna sebelum volumenya digenapkan dengan
pelarut sesuai volume yang dibuat.
B. Catat sisa volume larutan tersebut, kemudian hitung berapa kadar bahan
pewangi atau bahan pewarna yang dimasukkan ke dalam larutan sesuai
selera dan spesifikasi sediaan. Intensitas warna dan pewangi merupakan
spesifikasi produk yang sama intensitasnya untuk setiap batch

2.5 Evaluasi Sediaan


Evaluasi dilakukan dalam dua tahapan :
1. Tahap I
Analisis keadaan ruahan pada saat sebelum dimasukkan ke dalam
kemasan tunggal yang meliputi analisis spesifikasi produk yang ditentukan
oleh industri farmasi bersangkutan Analisis yang dilakukan adalah
penentuan :
1. Penentuan berat jenis larutan dengan Piknometer
2. Penentuan viskositas larutan Viskometer
3. Penentuan pH larutan sebelum dilakukan penyesuaian pH sediaan yang
telah ditentukan
4. Penentuan organoleptis sediaan : warna, bau, rasa
5. Penentuan kadar bahan aktif (homogenitas sediaan ) di dalam sediaan
2. Tahap II
Evaluasi sediaan akhir larutan meliputi :
1. Penentuan berat jenis larutan dengan PIKNOMETER
2. Penentuan viskositas larutan dengan alat VISKOMETER
3. Penentuan pH larutan
4. Penentuan organoleptis sediaan : warna, bau, rasa
5. Penentuan stabilita sediaan dipercepat dengan suhu 40C  75 % RH
dengan menentukan kadar zat aktif selama 0,1,3,6 bulan
6. Penentuan stabilita sediaan dengan menyimpan RETAINED SAMPLE
pada temperatur kamar
7. Penentuan volume terpindahkan (Farmakope Indonesia ed.IV)
[Date]

25
FORMULASI SEDIAAN LARUTAN ORAL

A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu memehami dan menentukan formulasi pembentuk
sediaan larutan oral
2. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi dari eksipien yang digunakan
3. Mahasiswa mampu menerapkan teknologi formulasi sediaan larutan
4. Mahasiswa mampu menerapkan evaluasi sediaan larutan
B. Dasar Teori
Larutan adalah sediaan cair, mengandung satu jenis obat atau lebih dalam
pelarut air suling, kecuali dinyatakan lain, dimaksudkan untuk digunakan sebagai
obat dalam, obat luar atau untuk dimasukkan kedalam rongga tubuh. Farmakope
Indonesia IV Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut.
1. Larutan oral
Larutan oral adalah sediaan cair yang digunakan untuk memakai pral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan penaroma,
pemanis, pengawet, pewarna atau bahan tambahan lain yang larut dalam air
(sirup) atau campuran konsolven-air (elixir).
2. Larutan topical
Larutan topical adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
yang terlarut yang digunakan secara topical. Contohnya : gargle, colluria, dll

Faktor-faktor tersebut adalah :


1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Molekul-molekul dengan distribusi muatan yang sama dapat larut secara
timbale balik, yaitu molekul polar akan larut dalam pelarut polar dan
sebaliknya. Contohnya, polar : air, alcohol, dll. Non polar : benzene,
kloroform,dll.
2. Co-Solvency
Co-solvency yaitu suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan karena
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Contohnya adalah luminal
tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam campuran air-gliserin (solution
petit).
3. Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut dan zat yang sukar larut
memerlukan banyak pelarut (lihat pada tabel kelarutan).
4. Temperatur Beberapa zat biasanya bertambah larut jika suhunya dinaikkan
(eksoterm), dan adapun jika suhu dinaikkan justru menyebabkan zat tersebut
tidak larut (endoterm). Contohnya adalah senyawa kalsium, senyawa
metilselulosa, dan lain-lain.
5. Salting Out dan Salting In Salting out
adalah suatu peristiwa dimana terjadi pengendapan zat terlarut dari suatu
senyawa organic (kelarutannya berkurang) yang disebebkan oleh
penambhana sejumlah besar senyawa garam pada larutan air. Contohnya
chamopra dan oleum methane pip dalam aqua aromatic, metilselulosa akan
[Date]

mengendap jika ditambah NaCl. Salting in adalah peritiwa dimana kelarutan


zat utama (zat organic) bertambah dengan penambahan suatu senyawa

26
garam dalam larutannya. Contohnya adalah nikotinamid menyebabkan
riboflavin larut dalam globulin yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut jika
ditambahkan sejumlah NaCl.
6. Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks yaitu peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa
tidak larut dan zat yang larut dengan membentuk senyawa komplek yang
larut. Contohnya iodium dalam alrutan KI atau Nal dalam air.
7. Pengadukan atau pengocokan
Pada umumnya proses pengadukan atau pengocokan akan mempercepat
proses pelarutan.
8. Ukuran partikel
Dengan memperkecil ukuran partikel suatu bahan dapat mempercepat
kelarutan dari zat tersebut

C. Alat
1. Gelas Ukur
2. Mortar/Stemper
3. Spatel
4. Kaca arloji
5. Cawan Penguap
6. Timbangan analitik
7. pH Meter
8. Viskometer
9. Piknometer
10. Gelas Kimia
11. Pipet tetes
12. Kertas saring
13. Botol/wadah sirup 60 mL

D. Formula Sediaan
Bahan Jumlah Fungsi
Dekstrometrofan HBr 15mg/mL
Sirupus simplex 20%
Sorbitol 20%
Mentol 0.015%
Propil Paraben 0.015%
Aquadest Ad 300 mL

E. Evaluasi Sediaan
1. Organoleptis
2. Berat Jenis
3. Viskositas
4. pH
5. Kadar bahan aktif
[Date]

6. Volume terpindahkan

27
FORMULASI SEDIAAN SUSPENSI

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan formulasi yang tepat untuk sediaan suspense
kloramfenikol
2. Menentukan berat jenis, pH, viskositas, organoleptis, stabilitas
suspensi
3. Menentukan volume terpindahkan sediaan

B. Dasar Teori
Suspensi merupakan bentuk sediaan farmasi yang dibuat karena
mengandung bahan obat tidak larut dan terdispersi dalam fase cair. Suspensi
mempunyai banyak keuntungan diantaranya mudah dalam penggunaan dan lebih
tepat dosis, lebih cepat menimbulkan efek dibandingkan dengan sediaan padat
seperti tablet (Ansel, 2008).Suspensi yang baik harus memiliki sifat-sifat
diantaranya: mengendap secara lambat dan harus dapat didispersikan lagi
dengan cara penggojokan yang ringan (Anief, 1999).
Antibiotik adalah zat – zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Kirana, 2002).Kloramfenikol
adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces venezualae, organisme yang
pertama kali disolasi tahun 1947 dari sample tanah yang dikumpulkan di
Venezuela (Bartz, 1948).
Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk
mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme.Kloramfenikol mempunyai rasa sangat pahit karena itu untuk
sediaan sirup digunakan bentuk ester palmitat atau suksinat supaya rasanya tidak
pahit (Sudjadi dan Abdul, 2008). Praktikum kali ini membuat sediaan suspensi
kloramfenikol. Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan
bakteri dalam tubuh.Suspensi kloramfenikol dibuat untuk memudahkan anak-
anak dalam pengonsumsian obat.Obat ini banyak diguanakan untuk mengobati
demam tifoid (tifus)

C. Alat dan Bahan


1. Gelas ukur
2. Mortal stemper
3. Spatel
4. Kaca arloji
5. Cawan penguap
6. Timbangan analitik
7. pH meter
8. Viskometer
9. Piknometer
[Date]

10. Gelas kimia


11. Pipter tetes
12. Kertas saring
28
13. Tabung sedimentasi
14. Wadah botol cokelat

D. Formula Sediaan
Bahan Jumlah Fungsi Bahan
Kloramfenikol 125 mg/5 mL
Na CMC 1%
Polysorbatum 80 0.5%
Propilenglikol 20%
Sirupus simplex 10%
Aquadest Ad 300 mL

E. Perhitungan Bahan
Hitunglah jumlah bahan yang akan ditimbang

F. Prosedur kerja
b. Pengembangan CMC Na
1. Dimasukkan CMC Na ke dalam mortar kemudian gerus halus.
2. Panaskan aquadest hingga mendidih, tunggu beberapa menit (hingga
suamsuam kuku) dan tambahkan Aquadest ke dalam CMC Na, gerus
homogen
c. Pembuatan Sirupus simpleks 10%
1. Ditimbang sukrosa
2. Dilarutkan sukrosa kedalam 100 mL aquadest, aduk homogen
3. Diambil 7 mL larutan sirupus simpleks
d. Pembuatan Suspensi Kloramfenikol
1. Kloramfenikol dimasukkan ke dalam lumpang, digerus sampai halus
2. Dimasukkan CMC Na yang sudah dikembangkan ke dalam lumpang,
gerus homogen
3. Dilarutkan metil paraben dan propil paraben ke dalam propilen glikol,
aduk homogen
4. Ditambahkan campuran propilen glikol - Ditambahkan sorbitol
5. Aduk hingga rata
6. Ditambahkan sirupus simpleks
7. Ditambahkan Strawberry essence
8. Ditambahkan red colour
9. Aquades ditambahkan hingga batas tara 63 mL
10. Campuran dimasukkan ke dalam wadah yang sudah ditara
11. Sisa volume sediaan digunakan untuk evaluasi sediaan
G. Evaluasi Sediaan Suspensi
1. Pengujian Organoleptis
2. Pengujian pH
3. Pengujian Kecepatan Sedimentasi
[Date]

4. Pengujian Viskositas dan sifat alir


5. Pengujian Stabilitas Sediaan
29
FORMULASI SEDIAAN EMULSI

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan formulasi yang tepat untuk sediaan emulsi paraffin liquidum
2. Menentukan berat jenis, pH, viskositas, organoleptis, stabilitas emulsi
paraffin liquidum
3. Menentukan tipe emulsi

B. Dasar Teori
Sediaan emulsi adalah sediaan cair terdiri dari dua cairan yang tidak
bercampur satu sama lain. Pada umumnya campuran cairan tersebut adalah
campuran dari minyak dan air. Tergantung dari pada tipe emulsi yang dibuat, fasa
terdispersi dapat berupa minyak atau air. Pada prinsipnya pembuatan sediaan
emulsi terbagi menjadi dua tahap yaitu :

1. Tahap distruksi: dalam tahap ini dilakukan pemecahan ruahan (bulk) fasa
minyak menjadi globul-globul dengan ukuran diameter kecil, sehingga fasa
terdispersi dapat terdispersi dengan baik dalam fasa pendispersi.
2. Tahap stabilisasi: dalam tahap ini dilakukan stabilisasi globul-globul yang
terdispersi dalam fasa pendispersi dengan menggunakan emulgator sebagai
stabilisator dan bahan pengental untuk mencegah penggabungan globul-
globul tersebut.
a. Formula umum sediaan emulsi terdiri dari;
1. Bahan Aktif
a. Bahan padat yang dapat larut dalam air atau dalam minyak
b. Bahan cair yang berbentuk minyak atau bahan lain yang tidak dapat
tersatukan dengan air
2. BahanPembantu
a. Emulgator
Terdapat berbagai macam emulgator dengan berbagai
mekanisme emulgator dalam proses stabilisasi emulsi. Emulgator
alam pada umumnya bersifat koloid hidrofil, di dalam air membentuk
gel dan akan teradsorpsi pada antar muka globul dengan fasa
pendispersi membentuk lapisan film. Derivat selulosa bersifat koloid
hidrofil akan meningkatkan viskositas medium pendispersi, sehingga
dapat mencegah terjadinya koalesensi. Golongan emulgator alam lain
adalah bentonit, veegum merupakan bahan padat koloidal yang
terbagi halus dan teradsorpsi pada permukaan globul terdispersi.
Emulgator sintetis adalah surfaktan yang mempunyai sifat aktif
permukaan, sebagai stabilisator sediaan emulsi karena dapat
menurunkan tegangan permukaan antar permukaanglobul yang
terdispersi. Ditinjau dari struktur surfaktan, diketahui mempunyai dua
[Date]

gugus polar dan non polar. Gugus-gugus tersebut berasosiasi pada


permukaan globul dan akan terbentuk film monomolekuler yang
30
merupakan barier antara globul-globul tersebut untuk mencegah
terjadinya flokulasi dan koalesensi. Stabilitas sediaan emulsi akan
meningkat dengan meningkatnya viskositas fasa pendispersi dan
kekuatan film antar muka globul dengan larutan pendispersi.
Surfaktan terdiri dari beberapa tipe yaitu : anionik, kationik,
zwitterionik, amfoterik dan non ionik. Surfaktan ionik dapat
mempengaruhi daya interaksi listrik dari masing-masing globul.
Karakteristik gugus surfaktan dapat diketahui dari harga HLB yang
menggambarkan sifat hidrofobisitas dan hidrofilisitas surfaktan
tersebut. Kombinasi surfaktan dengan harga HLB rendah dan harga
HLB tinggi ditambahkan untuk mendapatkan harga HLB yang
mendekati harga HLB butuh fasa minyak yang digunakan. Untuk
menghitung konsentrasi masing-masing surfaktan dipakai
perhitungan aligasi atau aljabar biasa, dengan memasukkan harga
HLB surfaktan dan harga HLB butuh minyak. Persamaan yang dapat
digunakan untuk menghitung jumlah surfaktan sebagai berikut ;

Misalkan jumlah kombinasi surfaktan keseluruhan 5%

Konsentrasi surfaktan A = a dengan harga HLB A,


Konsentrasi surfaktan B = b dengan harga HLB B.
Harga HLB B > harga HLB A
Rumus : A x ( 5 – a ) + B x ( 5 – b ) = HLB butuh
x5

Untuk menghitung HLB surfaktan dapat digunakan ekuasi Griffin


sebagai berikut :

HLB = (jumlah gugus hidrofil) – (jumlah gugus lipofil) + 7

b. Pengawet
Berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
dapat hidup dalam fasa air dan di dalam emulgator alam yang
digunakan. Beberapa pengawet yang banyak digunakan dalam
sediaan emulsi per oral antara lain :
• Derivat asam bensoat : metil p-hidroksibensoat dengan
konsentrasi sekitar 0,1 – 0,2 % untuk tipe emulsi o/w. Untuk
bentuk ester yang lebih tinggi (propil dan butil) digunakan
konsentrasi mendekati larutan jenuhnya. Aktivitas pengawet
golongan ini dapat berkurang dengan adanya surfaktan non ionik
atau di dalam sediaan krim dengan konsentrasi minyak yang
tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan menaikkan konsentrasi
[Date]

pengawet. Kombinasi pengawet dapat digunakan untuk


meningkatkan kelarutan pengawet, konsentrasi total menjadi
31
lebih tinggi dan efektif terhadap mikroorganisme dengan rentang
yang lebih besar. Kombinasi metil dan propil paraben dengan
ratio 2 : 1 dengan konsentrasi 0,06 dan 0,03 % atau kombinasi
dengan ratio 0,2 % dan 0,018%
• Asam sorbat, terutama digunakan dalam sediaan yang
mengandung surfaktan non ionik. Konsentrasi yang digunakan
sebesar 0,2 %.
• Pengawet lain yang banyak digunakan dalam krem dan emulsi
antara lain : fenol (0,5 %), klorokresol (0,1 %).

c. Antioksidan
Antioksidan dalam sediaan emulsi digunakan untuk mencegah
terjadinya reaksi oksidasi bahan berkhasiat dalam fasa minyak.
Apabila terjadi reaksi oksidasi di dalam fasa minyak, maka akan
terjadi ketengikan yang dapat diidentifikasi secara langsung.
Antioksidan yang biasa dipakai dalam sediaan emulsi adalah :
tokoferol, dodesil galat, oktil galat, alkil galat, butil hidroksianisol,
butilhidroksitoluen, atau natrium metabisulfit. Sesepora metal /
mineral dapat menjadi katalisator dalam reaksi oksidasi, dapat diatasi
dengan pembentukan kompleks antara metal dengan sequestering
agent , seperti asam sitrat dan asam tartrat.
Pembuatan sediaan emulsi dengan menggunakan emulgator
alam pada prinsipnya dapat dibuat membuat korpus emulsi cara
kering dan cara basah.

d. Pembuatan Korpus Emulsi


• Pembuatan Korpus Emulsi Cara Kering :
1) Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa,
dinginkan sebelum dipakai
2) Dibuat korpus emulsi dengan perbandingan minyak :
emulgator : air = 4 : 2 : 1
3) Emulgator yang digunakan antara lain : CMC, Tilosa,
Veegum, Bentonit
4) Aduk cepat menggunakan stirer selama 2 menit sampai
terbentuk masa opaque yang menandakan bahwa korpus
telah terbentuk. Tipe emulsi korpus emulsi adalah A/M
5) Tambahkan sisa air sekaligus sampai volume yang diminta
sambil diaduk dengan kecepatan tinggi.

• Pembuatab Korpus Emulsi Cara Basah :


1) Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa,
dinginkan sebelum dipakai.
[Date]

32
2) Emulgator seperti CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit sebelum
digunakan sebagai emulgator dikembangkan terlebih dahulu
di dalam air .
3) Tambahkan emulgator sesuai dengan konsentrasi yang
dibutuhkan sebagai stabilisator atau dengan perbandingan
seperti pada pembuatan korpus emulsi kering .
4) Aduk cepat menggunakan stirer selama 2 menit sampai
terbentuk masa opaque yang menandakan bahwa korpus
tersebut telah terbentuk. Tipe emulsi korpus emulsi adalah
A/M
5) Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sampai volume yang
diminta sambil diaduk dengan kecepatan tinggi.

C. Alat dan Bahan


1. Mortal stemper
2. Gelas ukur
3. Spatel
4. Kaca arloji
5. Cawan penguap
6. Timbangan analitik
7. pH meter
8. Viskometer
9. Piknometer
10. Gelas kimia
11. Pipter tetes
12. Kertas saring
13. Tabung sedimentasi
14. Wadah botol cokelat

D. Formula Sediaan
Unit
Bahan Formula Fungsi Bahan
(60 mL)
Oleum Lecoris Aselli 1 g/5mL
GOM 15%
Gliserin 15%
Metil paraben 0.09%
Propil paraben 0.01%
Sodium sakarin 0.5%
Perasa Raspberry q.s
FDC Red q.s
Propilen glikol 0.2754
Aquadest Ad 60 mL
Natrium Metabilsufit 1%
[Date]

E. Perhitungan Bahan
Hitunglah jumlah bahan yang akan ditimbang

33
F. Prosedur kerja
1. Siapkan alat dan bahan, dan timbang bahan sesuai yang dibutuhkan
2. Campurkan gom arab dalam air hangat ad hingga terbentuk korpus emulsi (A)
3. Metil paraben dan propilenglikol diaduk ad larut (B)
4. Natrium metabisulfite dilarutkan dalam 9 mL air (C)
5. Gliserin dicampurkan dalam mucilage (A) dan aduk dengan magnetic stirrer
6. Tambahkan propil paraben (D)
7. B + C diasuk hingga homogen dan ditambhkan sakarin yang telah dilarutkan
dalam 8.8 mL air (E)
8. D + E hingga homogen
9. Ad aquadest hingga 60 mL
10. Tambahkan pewarna dan perasa
11. Masukan dalam botol cokelat
12. Evaluasi

G. Evaluasi Sediaan Suspensi


1. Pengujian Organoleptis
2. Pengujian pH
3. Pengujian Tinggi Sedimentasi
4. Pengujian Viskositas
5. Pengujian Tipe Emulsi

[Date]

34
DAFTAR PUSTAKA

Allen, Jr. L. V., Popovich, N. G. and Ansel, H. C., 2005, Disperse Systems, in Ansel's
Pharmaceutical Dosage Farms and Drug Delivery Systems, 8th ed, p. 385 - 442.
Lippincott Williams & Wilkins - Philadelphia, Baltimore, New York, London,
Buenos Aires, Hongkong, Sydney, Tokyo.

Anief, M. 1997 b, Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, Universitas
Indonesia

Press:Jakarta
Crowley, 0. J. and Martini, L. G., 2007, Excipients for Pharmaceutical Dosage
Forms,

in Swarbrick, J. (ed.), Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd ed., vol. 3, p.


1609 —1621. Katdare, A. and Chaubal, M. V. (eds.), 2006, Excipients
Development for Pharmaceutical, Biotechnology, and Drug Delivery Systems,
Informa Healthcare, New York, London. Nema, S., Brendel, R. J., and
Washkuhn, R. W., 2007, Excipients: Parenteral Dosage Forms and Their Role,
in Swarbrick, J. (ed.), Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd ed., vol.
3, p. 1622 — 1645.

Eccleston, G. M., 1992, Emulsion, in Swarbrick, J. and Boylan, J. C. (eds.),


Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, vol. 5, p. 137 - 188. Marcel Dekker
Inc., New York, Basel, Hongkong.

Eccleston, G. M., 2007, Emulsion and Microemulsion, in Swarbrick, J. and Boylan, J.


C. (eds.), Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd ed., vol. 3, p. 1548 -
1565, Informa Health care, New York, London.

Friberg, S. E., Goldsmith, L. B. and Hilton, M. L., 1988, Theory of Emulsions, in


Liberman, H. A., Rieger, M. M., and Banker, G. S. (eds.), Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems, vol. 1, p. 49 - 91. Marcel Dekker Inc., New York,
London. Idson, B., 1988, Pharmaceutical Emulsions, in Lieberman, H. A., Rieger,
M. M. and Banker, G. S. (eds.), Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse
Systems, vol. 1, p. 199 — 243. Marcel Dekker Inc., New York, London.

Lachman L., Liebarman A. H., Kanig L., J., 1994. Teori dan praktik Farmasi Industri,
Edisi III, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, hal 1092-1145 UI Press. Jakarta

Martin, A., Bustamante P., and Chun A.H.C., 1993. Physical Pharmacy: Physical
Ckemical Principles in the Pharmaceutical Sciences, Ed. 4th. 325-332, Lea &
Febiger, Phyladelphia.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., and Quinn , M. E. (eds.), 2009, Handbook of


[Date]

Pharmaceutical Excipients 6 th ed AphAand Pharmaceutical Press, London,

35
Chicago. USP 34 — NF 29. 2011 Page 555. Pharmacopeia' Forum, Vol No: 35
(5) p 1228.

Sherman, P. (ed.)., 1968, Emulsion Science, Academic Press., London and New York.

[Date]

36

Anda mungkin juga menyukai