Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Dewi Nur Azizah, S.T.P., M.P.
Mata kuliah Penilaian Sensori Pangan merupakan mata kuliah wajib. Ruang
lingkup mata kuliah Penilaian Sensori Pangan meliputi perkembangan dan peran uji
sensori dalam industri pangan, mutu sensori, indera manusia, penginderaan, rangsangan
dan kesan, persyaratan analisis sensori, dan jenis-jenis uji sensori. Beban mata kuliah ini
sebanyak 3 SKS yang terdiri dari kegiatan perkuliahan berupa teori tatap muka di kelas
dan kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum ditujukan agar mahasiswa lebih
memahami mata kuliah Penilaian Sensori Pangan karena memiliki pengalaman dasar
yang lebih mantap dan dapat mendukung teori-teori yang disampaikan pada tatap muka
di kelas.
Modul Praktikum Penilaian Sensori Pangan disusun dengan maksud dan tujuan
membantu mahasiswa dalam melaksanakan praktikum Penilaian Sensori Pangan.
Keahlian dan keterampilan kerja di laboratorium sangat membantu dalam memahami
teori yang telah diperoleh dalam kegiatan perkuliahan, sehingga tercipta korelasi yang
saling membangun antara teori dan realita. Modul ini disusun secara rinci dan
sistematis, sehingga memudahkan praktikan memahami dan mempersiapkan diri
sebelum melakukan kegiatan praktikum.
Harapan kami, modul ini dapat bermanfaat bagi praktikan Penilaian Sensori
Pangan dan mahasiswa yang memerlukannya. Segala saran dan kritik yang membangun
mengenai isi modul ini sangat dinantikan untuk pengembangan di masa mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Praktikan wajib datang dan melakukan praktikum sesuai jadwal yang telah
ditentukan (tidak diperkenankan datang terlambat).
2. Praktikan tidak diperkenankan memasuki ruang praktikum sebelum waktunya.
3. Tas dan benda-benda lain milik praktikan yang tidak diperlukan selama praktikum
agar diletakkan di tempat yang telah disediakan, jangan sekali-kali diletakkan di
atas meja laboratorium.
4. Praktikan diwajibkan memakai pakaian rapi dan sopan serta memakai jas
laboratorium (tidak diperkenankan memakai kaos oblong dan atau sandal).
5. Praktikan wajib menyerahkan jurnal praktikum dua hari sebelum pelaksanaan
praktikum.
6. Teori dan petunjuk praktikum harus dipahami sebelum praktikum.
7. Setiap praktikum diawali dengan penjelasan secara singkat oleh dosen/asisten
praktikum mengenai apa yang akan dilakukan. Praktikum tidak boleh dilaksanakan
sebelum ada petunjuk. Hal-hal yang tidak dimengerti harus ditanyakan langsung
pada dosen/asisten praktikum.
8. Air minum, sendok, dan pisin sudah disiapkan sebelum melakukan pengujian.
9. Sendok yang digunakan untuk mengambil contoh/sampel tidak boleh digunakan
untuk mencicip.
10. Praktikan harus mencuci tangan yang bersih dan berkumur dengan air putih untuk
menetralkan sisa-sisa makanan serta membaca dengan cermat instruksi dan
karakteristik produk yang akan dinilai sebelum melakukan pengujian
11. Penilaian dilakukan terhadap warna, aroma, kenampakan, bentuk, dan lainnya
terlebih dahulu. Setelah itu, baru penilaian terhadap rasa/flavor dan cicip/taste.
12. Mulut dinetralkan terlebih dahulu dengan minum/berkumur dengan air putih yang
telah disediakan sebelum penilaian rasa. Demikian juga antara uji rasa yang satu
dengan yang lain.
13. Penilaian dilakukan dengan tenang dan cermat. Selama pengujian, praktikan
dilarang keras merokok, bercanda, dan berbicara atau berkata-kata yang dapat
mempengaruhi hasil pengujian.
14. Produk dicicip dalam jumlah atau potongan yang telah ditentukan (tidak boleh
terlalu banyak).
iv
15. Pengujian harus spontan dan tidak boleh diubah (apa adanya). Hasil pengujian
harus direkapitulasi untuk analisis statistika.
16. Semua alat-alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum dibersihkan, dicuci,
dikeringkan, dan disusun kembali pada tempatnya secara rapi, kecuali asisten
praktikum memberikan instruksi lain.
17. Alat-alat harus digunakan dengan hati-hati dan bila terjadi kerusakan atau
kehilangan alat selama praktikum, praktikan (secara individual atau berkelompok)
bertanggung jawab untuk memperbaiki atau mengganti alat tersebut.
18. Meja pengujian dan kursi-kursi dirapikan kembali dan ruangan laboratorium
dibersihkan dengan cara disapu dan dipel.
19. Sisa-sisa produk dikumpulkan dan dilarang dibuang di sembarang tempat. Bahan
tersebut harus dibuang di tempat yang telah disediakan oleh asisten praktikum.
20. Praktikan disarankan mencuci tangan dengan seksama sebelum meninggalkan
laboratorium.
21. Setelah melakukan praktikum, praktikan harus membuat laporan sementara dalam
jurnal dari hasil pengamatan selama kegiatan praktikum.
22. Praktikan harus membuat laporan akhir yang diserahkan paling lambat satu minggu
setelah kegiatan praktikum.
23. Praktikan yang tidak menyerahkan laporan akhir atau terlambat dikurangi nilainya
dan jika berturut-turut 2 kali tidak menyerahkan laporan, praktikan tersebut tidak
boleh mengikuti praktikum selanjutnya.
v
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
A. Laboran
1. Bertanggung jawab atas ruangan laboratorium (membuka dan mengunci
ruangan) dan kelancaran fasilitas- fasilitas laboratorium.
2. Bertanggung jawab atas peralatan dan bahan praktikum, mengecek peralatan
dan bahan sebelum dan sesudah praktikum.
3. Membagikan peralatan dan bahan praktikum untuk setiap kelompok sebelum
acara praktikum di mulai.
4. Melakukan serah terima alat dan bahan dengan ketua kelompok saat sebelum
dan sesudah praktikum.
5. Bertanggung jawab atas kebersihan dan keamanan laboratorium.
6. Melaporkan kepada dosen penanggung jawab mata kuliah bila ada hal-hal yang
menyimpang.
B. Dosen/Asisten Praktikum
1. Bertanggung jawab atau seluruh praktikum.
2. Membuat perencanaan praktikum dan pembagian tugas laboran.
3. Memberikan pengarahan/materi/teori/ujian sebelum praktikum di mulai dan
selama praktikum berlangsung.
4. Membuat berita acara praktikum terutama jika ada kerusakan/ kehilangan alat
atau hambatan lainnya.
5. Membuat daftar peralatan/bahan.
vi
PEDOMAN PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM
2. Bagian Utama
I. Pendahuluan
Pendahuluan memuat tinjauan singkat dan jelas terhadap pustaka yang
menimbulkan gagasan dan mendasari pelaksanaan praktikum, teori, temuan, dan
bahan penelitian lain yang diperoleh dari pustaka acuan yang dijadikan landasan
dan acuan pemikiran untuk melakukan penelitian. Pustaka yang digunakan
hendaknya diusahakan pustaka yang terbaru (minimal 5 tahun dari sekarang) dan
relevan. Setiap kalimat yang ada di dalam pendahuluan hendaknya diberi kutipan
yang mana praktikan menyadur kalimat tersebut. Teknik penyaduran dapat
mengikuti contoh di bawah ini :
1. Dharmawan (1991) menemukan 5 macam enzim yang dapat digunakan untuk
membedakan anggota Anopheles barbirostris.
2. Ada 5 macam enzim yang dapat digunakan untuk membedakan anggota
Anopheles barbirostris (Dharmawan, 1991).
Pada pendahuluan juga dituliskan tujuan praktikum. Tujuan praktikum secara garis
besar telah tercantum pada tiap-tiap judul praktikum.
II. Metodologi
Metodologi memuat antara lain waktu dan tempat praktikum, alat dan bahan yang
digunakan, dan cara pengujian/instruksi yang dilakukan pada saat praktikum.
III. Hasil Pengujian/Analisis Statistik dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan disajikan pada bagian yang sama secara jelas dan singkat.
Hasil pengujian/analisis statistik berupa data yang dihasilkan dalam praktikum
tersebut. Hasil pengujian ditulis dalam bentuk tabel. Pembahasan merupakan
vii
wahana penulis mengemukakan pendapat dan argumentasinya secara bebas, tetapi
singkat dan logis. Pembahasan disajikan dalam bentuk pembahasan teoritis, baik
secara kualitatif, kuantitatif, atau secara statistik. Hasil praktikum diulas apakah
memenuhi tujuan penelitian.
IV. Simpulan
Simpulan merupakan pernyataan singkat, jelas, tepat, dan sistematik sesuai dengan
runtutan pemaparan dalam hasil dan pembahasan dengan mengacu kepada tujuan
praktikum. Simpulan disajikan per poin.
3. Bagian Akhir
Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dalam bab pendahuluan dan bab
pembahasan. Penyusunan daftar pustaka dilakukan dengan mengikuti petunjuk
penulisan karya ilmiah UPI. Daftar Pustaka yang dicantumkan minimal 3 buku tidak
termasuk modul praktikum. Diizinkan mencatumkan daftar pustaka dari web, tetapi
tidak boleh yang berasal dari Blog.
viii
I. CARA MENGENALI SIFAT INDERAWI MAKANAN
A. Pendahuluan
Penginderaan adalah proses fisiologik dan reaksi psikologik (mental). Indera
manusia merupakan alat tubuh untuk mengadakan reaksi mental (sensation,
penginderaan) jika mendapat rangsangan (stimulus) dari luar. Reaksi mental ini di satu
pihak menimbulkan kesadaran atau kesan akan benda yang menimbulkan rangsangan;
di lain pihak kesadaran itu menimbulkan sikap terhadap benda yang merangsang itu.
Sikap tersebut dapat berupa menjauhi atau tidak menyukai atau jika rangsangan tersebut
menyenangkan, maka dapat menimbulkan sikap menginginkan atau menyukai.
Rangsangan-rangsangan itu mengadakan reaksi kimiawi dalam reseptor. Energi yang
dihasilkan diubah menjadi impuls saraf, kemudian dibawa langsung ke pusat saraf.
Manusia mempunyai lima penginderaan yang disebut panca indera. Kelima alat
indera tersebut adalah indera penglihat, pembau, peraba, pencicip, dan pendengar. Alat-
alat tersebut terdapat dalam tubuh yang disebut berturut-turut yaitu mata, hidung, kulit,
lidah, dan telinga. Sejak zaman dahulu, indera peraba merupakan alat yang penting
untuk menilai makanan. Indera pendengar meskipun jarang dianggap sebagai alat
penilai makanan, tetapi mempunyai peranan penting dalam menilai pangan. Makanan
jenis kerupuk atau keripik dapat dinilai dengan menggunakan indera pendengar.
B. Tujuan
1. Mengetahui kemampuan seseorang untuk menggunakan inderanya dalam menilai
sesuatu produk.
2. Mengenal bermacam-macam reaksi penginderaan dari suatu produk.
3. Menilai benda atau komoditas yang diuji berdasarkan sikap atau kesan yang
diperoleh.
1
D. Cara Pengujian
1. Makanan Padat/Setengah Padat
Perhatikan contoh yang disediakan, kemudian amati menggunakan indera sebagai
berikut :
Penglihatan
Pembauan
Perabaan :
- Menggunakan jari tangan (menekan/memijat contoh yang disajikan dengan
jari tangan)
- Menggunakan indera mulut/bibir, langit-langit, gigi, dinding mulut, lidah
(menggigit sedikit, kemudian mengunyah contoh perlahan-lahan)
Pencicipan : menyicipi contoh yang disediakan dengan menggunakan indera
2. Makanan Cair
Memeriksa makanan yang cari yang disediakan dengan menggunakan alat indera:
Penglihatan
Pembauan
Perabaan : menggunakan jari tangan dan menggunakan indera mulut
Pencicipan
E. Hasil Pengujian
1. Karakteristik Makanan Padat/Setengah Padat
a. Berdasarkan Penglihatan
Karakteristik Kenampakan
Contoh Keseragaman
Bentuk Ukuran Warna Kilap Lainnya
Warna
Apel
Dodol
Koya
Rengginang
Jeli
Terigu
2
b. Berdasarkan Pembauan
Karakteristik Bau
Contoh Tidak Agak Sangat
Tajam Lainnya
Berbau Tajam Tajam
Apel
Dodol
Koya
Rengginang
Jeli
Terigu
c. Berdasarkan Perabaan
- Menggunakan Jari Tangan
Karakteristik Perabaan
Contoh
Lunak Keras Kenyal Halus Kasar Kering Berminyak
Apel
Dodol
Koya
Rengginang
Jeli
Terigu
3
d. Berdasarkan Pencicipan
Karakteristik Pencicipan
Contoh
Manis Asam Asin Pahit After Taste Lainnya
Apel
Dodol
Koya
Rengginang
Jeli
b. Berdasarkan Pembauan
Karakteristik Bau
Contoh Tidak Agak Sangat
Tajam Lainnya
Berbau Tajam Tajam
Minyak goreng
Saus cabe
Sari buah
Air kopi
Air teh
Air susu
4
c. Berdasarkan Perabaan
- Menggunakan Jari Tangan
Karakteristik Perabaan
Contoh
Halus Berbutir Lengket Berminyak Lainnya
Minyak goreng
Saus cabe
Sari buah
Air kopi
Air teh
Air susu
d. Berdasarkan Pencicipan
Karakteristik Pencicipan
Contoh
Manis Asam Asin Pahit After Taste Lainnya
Saus cabe
Sari buah
Air kopi
Air teh
Air susu
5
II. UJI RANGSANGAN TUNGGAL
A. Pendahuluan
Uji rangsangan tunggal disebut juga uji A dan bukan A. Uji ini dikembangkan di
Universitas Brown. Pengertian contoh bukan A adalah semua contoh yang tidak
mempunyai sifat-sifat sensorik seperti yang dispesifikasikan dengan contoh A. Contoh
bukan A dapat pula diganti dengan contoh B, yaitu contoh dengan sifat sensorik tertentu
atau yang telah dispesifikasi, tetapi berbeda dengan contoh A.
Mula-mula panelis diwajibkan mengenal dan menghafal suatu contoh baku A.
Caranya dengan menyuguhkan contoh baku A berkali-kali sampai kenal betul. Untuk
lebih mengenali contoh baku A kadang-kadang perlu contoh lain (bukan A) juga
disuguhkan. Proses pengenalan terhadap contoh baku lebih insentif dibandingkan
dengan yang diperlukan untuk uji pasangan maupun uji duo-trio.
Setelah panelis mengenal dan hafal akan contoh baku A, maka sejumlah contoh
yang akan diuji disuguhkan secara acak. Penyuguhannya dapat diberikan secara
berurutan, tetapi dapat juga dilakukan secara bersamaan apabila jumlahnya kecil.
Panelis diminta untuk memasukkan masing-masing contoh ke dalam dua kategori, yaitu
kategori A dan bukan A. Untuk tiap-tiap contoh hanya ada dua pilihan, maka peluang
secara acak untuk menyebut benar adalah ½ atau 50%. Untuk menjaga kepekaan panelis
terhadap contoh baku A, maka selama pengujian jumlah contoh diusahakan
mengandung kira-kira 50% A dan 50% bukan A. Penyajiannya pun harus dibuat acak.
Hal ini juga dimaksudkan untuk memudahkan mengenal kembali contoh baku.
B. Tujuan
Untuk menentukan ambang mutlak dan ambang pengenalan dari suatu larutan
dengan rangsangan tunggal.
6
D. Formulir
Kode
Penilaian
7
III. UJI PASANGAN
A. Pendahuluan
Uji pasangang disebut juga paired comparison, paired test, atau dual
comparison. Cara pengujian ini termasuk paling sederhana dan paling tua karena sering
digunakan. Dalam pengujian dengan uji pasangan, dua contoh disajikan bersamaan atau
berurutan dengan nomor kode berlainan. Masing-masing panelis diminta menyatakan
ada atau tidaknya perbedaan dalam hal sifat yang diujikan. Agar pengujian ini efektif,
sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis.
Ada dua cara uji pasangan, yaitu dengan dan tanpa bahan pembanding. Dari dua
contoh yang disajikan, satu contoh dapat berupa bahan pembanding atau sebagai kontrol
dan yang lainnya sebagai yang dibandingkan, dinilai, atau yang diuji. Ini dilakukan
misalnya membandingkan hasil cara pengolahan lama sebagai contoh baku atau
pembanding dan hasil cara pengolahan baru yang dibandingkan atau dinilai. Dalam uji
pasangan dengan bahan pembanding, bahan pembanding boleh dicicip lebih dahulu,
baru contoh kedua. Tetapi dapat juga dua contoh itu tidak mempunyai bahan
pembanding, misalnya membandingkan dua macam hasil dari dua daerah. Dalam hal ini
ingin diketahui atau dinilai ada atau tidaknya perbedaan sifat hasil dari kedua daerah itu.
Dalam uji pasangan, pengujian dapat dianggap cukup apabila panelis telah dapat
menyatakan ada atau tidaknya perbedaan. Dalam uji pasangan tanpa bahan pembanding,
kedua contoh itu disajikan secara acak. Di samping itu, pengelola pengujian dapat pula
meminta keterangan lebih lanjut kepada para panelis untuk menyatakan lebih lanjut
tingkat perbedaan. Tingkat perbedaan dapat dinyatakan, misalnya : perbedaan sedikit,
sedang, dan banyak.
Meskpun uji pasangan sederhana penyelenggaraannya, tetapi tidak mudah dalam
memberi interpretasi hasil analisisnya. Karena ada dua contoh disajikan bersama-sama,
maka chance of probability dari masing-masing contoh untuk dipilih adalah ½ atau
50%. Kesimpulan tidak dapat diambil apabila panelisnya sedikit. Jumlah panelis yang
dibutuhkan minimal 10 orang.
B. Tujuan
Untuk menentukan ambang mutlak dan ambang pengenalan dari suatu larutan
dengan uji pasangan.
8
C. Bahan yang Diuji
Suatu larutan dengan berbagai konsentrasi.
D. Formulir
Kode
Penilaian
9
IV. UJI SEGITIGA
A. Pendahuluan
Uji segitiga disebut juga triangle test. Uji ini digunakan untuk mendeteksi
perbedaan yang kecil. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka
dibandingkan dengan uji pasangan. Uji ini mula-mula diperkenalkan oleh 2 ahli
statistika Denmark pada tahun 1946. Dalam pengujian ini, masing-masing panelis
diberikan secara acak tiga contoh berkode. Pengujian ketiga contoh dapat dilakukan
bersamaan atau berurutan. Dua dari tiga contoh itu sama dan yang lain berlainan.
Panelis diminta memilih satu diantara tiga contoh yang berbeda dari dua yang lain.
Dalam uji ini tidak ada contoh baku atau pembanding.
Dalam pemberian penilaian, panelis tidak boleh ragu-ragu, harus memilih atau
menerka satu yang dianggap paling berbeda. Demikian pula jika panelis tidak dapat
membedakan ketiga contoh tersebut. Karena tiga contoh sekaligus, maka harus
disiapkan agar ketiga ukuran, bentuk, warna atau sifat-sifat contoh yang tidak dimiliki
dibuat sama. Sebagaimana halnya uji pasangan, dalam uji segitiga dapat pula
ditanyakan lebih lanjut tingkat perbedaan, tetapi hasil mengenai tingkat perbedaan tidak
lagi peka atau kurang meyakinkan. Dalam uji segitiga, keseragaman contoh sangat
penting agar dapat dihindari pengaruh penyajian.
Dalam pelaksanaan uji segitiga, panelis diminta memilih satu diantara tiga
contoh yang berbeda dengan yang lain. Karena contoh yang dinilai ada tiga, maka
peluang secara acak adalah 1/3 atau 33⅓%.
B. Tujuan
Mampu membedakan contoh produk dari dua contoh produk yang sama dilihat
dari segi warna, aroma, dan rasa.
10
D. Formulir
Kode
Warna
Aroma
Rasa
11
V. UJI DUO-TRIO
A. Pendahuluan
Uji duo-trio hampir sama dengan uji segitiga, tiap panelis diberikan 3 contoh, 2
contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan yang lain. Bedanya adalah
salah satu dari dua contoh yang sama itu dicicip atau dikenali lebih dahulu dan dianggap
sebagai contoh baku, sedangkan kedua contoh lainnya kemudian. Dalam penyajiannya,
ketiga contoh itu dapat diberikan bersamaan atau contoh bakunya diberikan lebih
dahulu, kemudian kedua contoh yang lain menyusul.
Dalam pelaksanaan uji, panelis diminta untuk memilih satu diantara dua contoh
terakhir yang sama dengan contoh baku atau pembanding. Karena contoh yang dinilai
ada dua, maka peluang secara acak adalah ½ atau 50%.
B. Tujuan
Mampu mengenali contoh produk yang sama dengan contoh baku atau
pembanding.
D. Formulir
Kode
Warna
Aroma
Rasa
12
VI. UJI HEDONIK
A. Pendahuluan
Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Dalam uji hedonik, panelis diminta
tanggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan. Selain itu, panelis juga
mengemukakan tingkat kesukaannya, yang disebut skala hedonik. Misalnya, dalam hal
“suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti amat sangat suka, sangat suka, suka, dan
agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu “tidak suka” dapat mempunyai skala hedonik
seperti amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, dan agak tidak suka. Di
antara suka dan tidak suka, kadang-kadang ada tanggapan yang disebut sebagai netral,
yaitu bukan suka, tetapi juga bukan tidak suka.
Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentang skala yang
dikehendaki. Dalam penganalisisan, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala
numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini
dapat dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik, sebenarnya uji hedonik
ini secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Karena hal
ini, maka uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditas sejenis atau
produk pengembangan secara organoleptik. Jika uji pembedaan banyak digunakan
dalam program pengembangan hasil-hasil baru atau hasil bahan mentah, maka uji
hedonik banyak digunakan untuk menilai hasil akhir produk.
B. Tujuan
Mengetahui jenis produk yang paling disukai konsumen ditinjau dari warna,
aroma, kerenyahan, dan rasa.
13
D. Formulir
Kode Contoh
Penilaian Rasa
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Biasa
5. Agak suka
6. Suka
7. Sangat suka
14
VII. UJI MUTU HEDONIK
A. Pendahuluan
Berbeda dengan uji hedonik, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak
suka, melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik atau buruk ini
disebut kesan mutu hedonik. Oleh karena itu, beberapa ahli memasukkan uji mutu
hedonik ke dalam uji hedonik.
Kesan mutu hedonik lebih spesifik dibandingkan dengan sekedar kesan suka
atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik-buruk dan bersifat
spesifik, seperti empuk-keras untuk daging, pulen-keras untuk nasi, dan renyah-lembek
untuk mentimun. Rentangan skala hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ekstrim
buruk.
Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik.
Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan
dan sensitivitas antar skala. Dalam menetapkan skala hedonik, untuk uji mutu hedonik
dapat berarah satu atau dua.
Seperti halnya pada uji hedonik, pada uji mutu hedonik data penilaian dapat
ditransformasikan dalam skala numerik. Selanjutnya data numerik ini dapat dianalisis
statistik untuk interpretasinya.
B. Tujuan
Mampu memberikan nilai pada contoh yang diujikan berdasarkan warna,
keseragaman pori, keempukan, dan aroma.
15
D. Formulir
Kode Contoh
Penilaian Aroma
1. Amat sangat tidak tajam
2. Sangat tidak tajam
3. Tidak tajam
4. Agak tidak tajam
5. Tajam
6. Sangat tajam
7. Amat sangat tajam
Kode Contoh
Penilaian Kemanisan
1. Amat sangat tidak manis
2. Sangat tidak manis
3. Tidak manis
4. Agak tidak manis
5. Manis
6. Sangat manis
7. Amat sangat manis
16
VIII. UJI SKORING
A. Pendahuluan
Uji skoring disebut juga uji pemberian skor, yaitu memberikan angka nilai atau
menetapkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau
tingkat skala hedonik. Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan-
ungkapan skala mutu yang sudah menjadi baku.
Uji skoring dapat dilakukan pada penilaian sifat sensorik yang spesifik, seperti
tekstur lunak pada nasi, warna merah pada tomat, rasa langu pada hasil olahan kedelai
atau sifat sensorik umum, seperti sifat hedonik atau juga sifat-sifat sensorik kolektif
seperti pengawasan mutu komoditas.
Seperti halnya pada skala mutu, pemberian skor dapat juga dikaitkan dengan
skala hedonik. Banyaknya skala hedonik tergantung dari tingkat perbedaan yang ada
dan juga tingkat kelas yang dikehendaki. Dalam pemberian skor, besarnya skor
tergantung dari kepraktisan dan kemudahan pengolahan atau interpretasi data.
Banyaknya skala hedonik biasanya dibuat dalam jumlah tidak terlalu besar, biasanya
antara 1-10. Untuk skor hedonik biasanya dipilih jumlah ganjil. Pemberian skor kadang-
kadang menggunakan nilai positif dan negatif. Nilai positif dapat diberikan untuk skala
di atas titik balik atau titik netral, sedangkan nilai negatif untuk di bawah netral. Hal ini
menghasilkan skor yang disebut skor numerik.
B. Tujuan
Mampu memberikan nilai/skor terhadap setiap contoh berdasarkan kesan yang
didapat.
17
D. Formulir
Penilaian
Kode
Contoh Keseragaman
Keempukan Keremahan
Pori-pori
Keterangan :
Jumlah nilai/skor sesuai dengan jumlah contoh yang diujikan.
18
IX. UJI RANGKING
A. Pendahuluan
Uji rangking disebut juga uji perjenjangan atau uji pengurutan. Uji ini termasuk
uji skalar dimana besaran skalar digambarkan dalam bentuk garis lurus berarah dengan
pembagian skala dengan jarak yang sama atau dalam bentuk pita skalar dengan
degradasi mengarah. Dalam uji ini panelis diminta membuat urutan contoh yang diuji
menurut perbedaan tingkat mutu sensorik. Dalam urutan rangking ini, jarak (interval)
antara rangking atas dan ke bawah tidak harus sama, misalnya rangking nomor 1 dan 2
tidak harus sama dengan perbedaan rangking nomor 2 dan 3.
Uji rangking jauh berbeda dengan uji skoring. Dalam uji rangking, komoditas
diurutkan atau diberi nomor urut. Urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi,
makin ke bawah, nomor urut makin besar. Angka-angka ini tidak menyatakan besaran
skalar, melainkan nomor urut. Dalam uji rangking, contoh pembanding tidak
dinyatakan.
Pada besaran skalar, datanya diperlakukan sebagai nilai pengukuran. Oleh
karena itu, dapat diambil rata-rata dan dianalisis sidik ragam. Data rangking
sebagaimana adanya tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran dan tidak dapat
dianalisis sidik ragam, tetapi masih mungkin dibuat rata-rata. Analisis sidik ragam
memerlukan penganalisisan khusus.
B. Tujuan
Mampu mengurutkan contoh berdasarkan kesan yang didapat dari yang paling
bagus sampai paling buruk.
19
D. Formulir
Penilaian
Kode
Contoh Warna Kejernihan Kemanisan
Keterangan :
Jumlah nilai/rank sesuai dengan jumlah contoh yang diujikan.
20
X. UJI DESKRIPSI
A. Pendahuluan
Pengujian deskripsi merupakan penilaian sensorik yang berdasarkan sifat-sifat
sensorik yang lebih kompleks, meliputi banyak sifat sensorik. Dalam uji ini banyak sifat
sensorik dinilai dan dianalisis sebagai keseluruhan. Jadi, sifat-sifat sensorik itu
menyusun mutu sensorik secara keseluruhan. Sebenarnya banyak sekali sifat sensorik
yang menyusun mutu sensorik, tetapi tidak semua sifat sensorik itu cukup relevan
terhadap atau peka sebagai pengukur mutu. Hanya sebagian saja dari sifat-sifat sensorik
dipilih, terutama yang paling relevan terhadap mutu atau yang paling peka terhadap
perubahan mutu dipilih untuk menyatakan deskripsi mutu sensorik suatu komoditas.
Sifat-sifat sensorik mutu itu termasuk atribut mutu.
Penggunaan analisis deskripsi dalam industri pangan secara terperinci
disebutkan oleh Zook da Wessman (1977) sebagai berikut :
1. Menilai pengembangan produk
Analisis deskripsi digunakan untuk menilai mutu produk baru terhadap produk lama,
mutu produk terhadap produk saingannya, pengaruh penanganan terhadap suatu
produk atau terhadap beberapa perubahan dalam pengolahan.
2. Mempertahankan/menyeragamkan mutu
Untuk mendapatkan mutu produk yang seragam dari waktu ke waktu, dari
pengolahan ke pengolahan, analisis deskripsi dapat menolong penyidikan. Penyebab
perubahan atau ketidakseragaman dapat segera diketahui dengan analisis ini dan
tindakan-tindakan pembetulan segera dapat dilakukan.
3. Sebagai alat diagnosis
Jika pasaran suatu produk mundur, maka dapat dilakukan diagnosis penyebab
kemunduran. Dengan analisis ini dapat didiagnosis penyebab kemunduran
pemasaran, apakah karena mutu produk menurun atau karena faktor lain.
4. Pengukuran pengawasan mutu
Analisis deskripsi dapat memberikan gambaran mutu suatu komoditas. Dengan
analisis ini dapat pula diketahui mutu hasil pengolahan. Di samping itu, analisis
deskripsi dapat pula digunakan sebagai alat pengukur, apakah mutu komoditas
mengalami penyimpangan dari waktu ke waktu.
21
B. Tujuan
Mampu memberikan deskripsi inderawi contoh yang diamati, yaitu warna,
aroma, tekstur, dan rasa.
D. Formulir
2. Aroma
22
3. Tekstur
4. Rasa
23
XI. ANALISIS STATISTIK
Kode 245 713 589 263 418 672 473 394 127 816
Konsentrasi 0,1% 0,2% 0,3% 0,4% 0,5% 0,6% 0,7% 0,8% 0,9% 1,0%
24
C. Cara Analisis
Ŷ = b0 + b1 Xi
( ∑ x)( ∑ y)
∑ xy ∑ xy -
b1 = ∑ x2
= n
2
∑x -2 ( ∑ x)
n
(5,5)(664,29)
444,29 -
b1 = 10
(5,5)2
3,85 - 10
78,93
b1 =
0,825
b1 = 95,67
b0 = Ÿ – b1 X
b0 = 66,43 – (95,67)(0,55)
b0 = 13,81
Ŷ = 13,81 + 95,67X
25
b1 s2
t= → sb1 = √∑ x 2
sb1
JKT - JKR ∑ y 2 - b1 ∑ xy
s2 = =
n-2 n-2
(∑ Y ) 2
∑y 2 = ∑Y 2 - n
2 2
(664,29)2 2
∑y = 21,43 + … + 100,00 -
10
∑y 2 = 51888,10 - 44128,12
∑y 2 = 7759,98
∑ y 2 - b1 ∑ xy
s2 =
n-2
7759,98 - (95,67)(78,93)
s2 =
10 - 2
208,75
s2 =
8
s2 = 26,09
s2
sb21 = ∑ x2
26,09
sb21 =
0,825
sb21 = 31,62
sb1 = 5,62
b1
t=
sb1
95,67
t=
5,62
t = 17,02
t0,5;8 = 1,86
th > t0,5 → persamaan Ŷ = 13,81 + 95,67X; bermakna karena b1 ≠ 0
AM → Ŷ i = 50 → 13,81 + 95,67X → X = 0,38
AP → Yi = 75 → 13,81 + 95,67X → X = 0,64
Kesimpulan :
Ambang mutlak dicapai pada konsentrasi gula 0,38% dan ambang pengenalan
dicapai pada konsentrasi gula 0,64%.
26
11.2. Uji Segitiga
A. Contoh Kasus : Substitusi Terigu dengan Tepung Garut pada Biskuit
PT “Rumah Biskuit” adalah sebuah perusahaan dengan fokus penjualan pada
produk biskuit dan sari buah. Biskuit yang diproduksi diantaranya adalah biskuit buah,
biskuit keju, biskuit coklat, dan biskuit susu. Akhir-akhir ini didapati bahwa harga
terigu di pasaran melonjak dua kali lipat dari Rp 3.500,00/kg menjadi Rp 7.000,00/kg.
Hal ini membuat perusahaan harus memutar otak bagaimana caranya agar usahanya
tetap berjalan. Pihak perusahaan berniat untuk melakukan substitusi parsial terigu
dengan tepung garut, yang bahan bakunya lebih murah. Selanjutnya dilakukan
pengujian sensori terhadap biskuit dengan formulasi perbandingan terigu dengan tepung
garut 60:40 (contoh A) dan 40:60 (contoh B). Pengujian sensori yang dilakukan adalah
uji segitiga untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan di antara kedua formula
tersebut. Atribut yang diujikan meliputi aroma dan rasa. Pada uji ini disajikan tiga
contoh sekaligus secara acak. Satu dari ketiga contoh tersebut berbeda dengan dua
contoh lainnya. Contoh A adalah contoh dengan kode 763, sedangkan contoh B adalah
contoh dengan kode 487 dan 893. Kode diberikan secara acak pada ketiga contoh.
B. Cara Analisis
Hasil penilaian panelis ditabulasi dan dianalisis dengan distribusi binomial atau
tabel statistik seperti pada contoh berikut :
27
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa masing-masing atribut, yaitu aroma dan rasa
dipilih oleh panelis dengan jumlah 5 dan 7 untuk contoh yang memang berbeda.
Menurut tabel pada Lampiran 1, untuk 10 orang panelis masing-masing diperlukan
pendapat dari 7, 8, dan 9 orang pada tingkat 5, 1, dan 0,1% untuk menunjukkan adanya
perbedaan.
Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Untuk atribut aroma biskuit, panelis tidak dapat menyatakan adanya perbedaan yang
nyata karena jumlah panelis yang menjawab dengan tepat contoh yang berbeda
belum memenuhi jumlah yang ditetapkan.
Untuk atribut rasa biskuit, biskuit A dan biskuit B berbeda nyata pada tingkat 5%.
28
11.3. Uji Duo-Trio
A. Contoh Kasus : Perbedaan Mutu Sari Buah dengan Produk Pesaing
PT “Rumah Biskuit” ingin melakukan pengujian produknya untuk mengetahui
adanya perbedaan warna dan kemanisan sari buah, yang dibandingkan dengan produk
pembanding. Bahan baku yang digunakan adalah dua macam sari buah yang salah
satunya digunakan sebagai contoh baku atau pembanding. Contoh baku dalam hal ini
adalah produk sejenis yang telah ada di pasaran dan disukai oleh konsumen. Pengujian
sensori yang dilakukan adalah uji duo-trio untuk menentukan ada tidaknya sifat mutu
yang berbeda pada contoh yang diuji. Pada uji ini disajikan satu contoh baku (R) dan
dua contoh yang akan diuji (keduanya diberi kode). Salah satu dari dua contoh berkode
tersebut identik dengan contoh baku. Sari buah A yang merupakan sari buah identik
dengan pembanding berkode 521, sedangkan sari buah B berkode 307.
B. Cara Analisis
Hasil penilaian panelis ditabulasi dan dianalisis dengan distribusi binomial atau
tabel statistik seperti pada contoh berikut :
29
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa atribut warna dan kemanisan sari buah yang
memilih dengan benar adalah 9 dan 6 orang. Menurut tabel pada Lampiran 2, dengan 10
orang panelis jumlah terkecil menyatakan beda nyata adalah 9 dan 10 masing-masing
pada tingkat 5 dan 1%.
Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Untuk atribut warna ternyata antara sari buah A dan B terdapat perbedaan pada
tingkat 5%.
Untuk atribut kemanisan antara sari buah A dan B belum dapat dikatakan memiliki
mutu yang berbeda karena jumlah panelis yang menyatakan sama masih di bawah
persyaratan yang ditetapkan.
30
11.4. Uji Rangking
Tabel 4. Hasil Rangking Kerenyahan Enam Macam Biskuit dari 15 Orang Panelis
Kerenyahan Biskuit
Penelis
256 347 428 756 821 993
P1 1 2 4 5 3 6
P2 2 1 3 6 4 5
P3 3 2 5 6 1 4
P4 2 1 4 6 3 5
P5 1 2 6 5 3 4
P6 1 3 5 6 2 4
P7 3 1 4 5 2 6
P8 2 1 4 5 3 6
P9 2 1 6 5 3 4
P10 3 1 6 5 2 4
P11 2 1 6 5 3 4
P12 3 1 6 4 2 5
P13 2 1 5 6 4 3
P14 2 1 6 6 4 3
P15 3 1 5 5 4 2
Jumlah 32 20 75 80 43 65
Keterangan :
256 : Tunggal
347 : Roma
428 : Regalia
756 : Regal
821 : Beauty
993 : Verkade
31
Untuk menunjukkan bahwa ada 6 tingkat kerenyahan biskuit, angka-angka
penjumlahan di atas dibandingkan dengan nilai rank. Pada tabel rank tersebut kita lihat
angka pada lajur kiri, yaitu 15 (yang menunjukkan jumlah panelis) dan angka pada baris
atas, yaitu angka 6 (yang menunjukkan banyaknya sampel yang diuji). Terlihat bahwa
ada kisaran angka 37-68 dan 34-71 masing-masing pada tingkat 5 dan 1%. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel yang mempunyai jumlah rank antara 37-68 dan 34-71
termasuk ke dalam rank yang sama.
Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Untuk kerenyahan biskuit ternyata hanya ada 3 tingkat saja pada tingkat 5 dan 1%,
yaitu :
(20 32) (43 65) (75 80)
I II III
Marie Roma dan Tunggal; marie Beauty dan Verkade; marie Regalia dan Regal
masing- masing kelompok mempunyai tingkat kerenyahan yang sama.
32
11.5. Uji Deskripsi
Nama bahan : Roti tawar
Keterangan :
127 : Holland
263 : Baquette
394 : Sari Roti
672 : Merdeka
816 : Delta
Berdasarkan hasil pengamatan atribut mutu, yaitu : warna, tekstur, aroma, dan rasa,
kemudian digambarkan dalam bentuk grafik.
Warna
394
263
672
816
127
263
394
816
672
Tekstur
33
Roti tawar merk Sari Roti memiliki nilai atribut warna dan aroma yang lebih
tinggi dibandingkan dengan roti tawar merk lainnya, sedangkan roti tawar merk
Merdeka memiliki nilai atribut tekstur yang lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar
merk lainnya. Roti tawar merk Holland memiliki nilai atribut rasa yang lebih tinggi
dibandingkan dengan roti tawar merk lainnya, tetapi memiliki nilai atribut warna dan
tekstur yang lebih rendah dibandingkan dengan roti tawar merk lainnya.
Roti tawar merk Baguette memiliki nilai atribut aroma yang lebih rendah
dibandingkan dengan roti tawar merk lainnya, sedangkan roti tawar merk Delta
memiliki nilai atribut rasa yang lebih rendah dibandingkan dengan roti tawar merk
lainnya.
34
11.6. Uji Hedonik, Mutu Hedonik, dan Skoring
Langkah kerja analisis :
1. Data hasil pengamatan ditransformasi dulu ke dalam transformasi √x + 0,5 atau √x.
2. Data dari no. 1 diisikan ke dalam tabel dwi arah antara sampel (produk yang diuji)
dengan panelis.
3. Cari total dan rata-rata baik arah mendatar maupun arah tegak.
4. Cari jumlah kuadratnya.
5. Susun ke dalam tabel sidik ragam dengan model RAK (Rancangan Acak
Kelompok).
6. Lanjutkan dengan uji rata-rata perlakuan dengan uji Duncan pada taraf 5%.
Tabel 5. Hasil Uji Hedonik yang Diperoleh untuk Kemanisan Lima Macam Juice
Jeruk dari 16 Orang Panelis
35
Tabel 6. Data Hasil Transformasi √x
Kemanisan Juice Jeruk
Penelis
263 713 127 418 589 Jumlah
1 2,00 2,00 1,41 2,45 2,45 10,31
2 2,65 1,41 1,73 2,00 2,24 10,03
3 2,45 2,65 1,73 2,00 2,24 11,06
4 2,83 1,73 1,41 2,45 2,00 10,42
5 2,45 2,00 2,24 2,24 2,65 11,57
6 2,65 2,00 1,73 2,45 2,65 11,47
7 2,45 2,00 2,45 2,45 2,00 11,35
8 2,24 1,73 2,00 2,45 2,45 10,87
9 1,41 1,73 1,41 1,41 1,41 7,39
10 2,65 2,24 2,00 1,73 2,24 10,85
11 2,00 1,41 1,73 2,00 1,73 8,88
12 1,73 2,45 1,73 2,65 1,41 9,97
13 1,73 1,00 1,41 2,65 2,24 9,03
14 2,45 2,24 1,73 1,73 2,45 10,60
15 2,45 2,65 1,73 2,24 2,45 11,51
16 2,45 2,00 2,45 2,24 2,45 11,58
Jumlah 36,58 31,24 28,92 35,13 35,04 166,90
Rata-rata 2,29 1,95 1,81 2,20 2,19
Total 79 13,80 - - -
Keterangan : *) Berbeda nyata pada taraf 5%.
36
TELADAN PERHITUNGAN
1. Faktor Koreksi (FK) :
(166,90)2 27855,66
FK = = = 348,20
16 x 5 80
37
10. F hitung (Fh ) Sampel :
KT Sampel 0,63
Fh Sampel = = = 5,31
KT Galat 0,12
KT Galat 0,12
Sx =√ =√ = 0,086
∑ Panelis 16
LSR = SSR 5% x Sx
2 3 4 5
SSR 2,83 2,98 3,08 3,14
LSR 0,24 0,26 0,27 0,27
38