PRAKTIKUM FITOKIMIA
Disusun Oleh :
Tim Laboratorium Biologi Farmasi
Petunjuk praktikum ini memuat segala yang berkaitan dengan praktikum fitokimia mulai
dari tata tertib, petunjuk pembuatan laporan praktikum, format laporan praktikum, kontrak
perkuliahan, penilaian, dll.
Petunjuk praktikum ini disusun dengan harapan agar mahasiswa bisa mempelajari terlebih
dahulu segala peraturan dan materi pada praktikum ini, sehingga bisa menyusun strategi
mencapai hasil yang optimal.
Kegiatan praktikum ini akan dilakukan secara berkelompok, oleh karena itu akan terjadi
pula proses pendidikan dalam hal sikap kerjasama, kejujuran, serta rasa tanggung jawab terhadap
data hasil praktikum yang akan dipakai oleh seluruh anggota kelompok.
Demikian petunjuk praktikum ini kami buat agar bisa membantu mempermudah proses
belajar mengajar di laboratorium. Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa
sebagai acuan untuk menelusuri pustaka referensi.
2
IDENTITAS PRAKTIKAN
NAMA :
NIM :
PRODI :
KELOMPOK :
MEJA :
(..........................................................................)
3
DAFTAR ISI
4
TATA TERTIB LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI
1. Mahasiswa masuk sesuai jadwal yang sudah ditentukan, tidak ada toleransi keterlambatan
waktu dengan alasan apapun.
2. Mahasiswa diwajibkan mengikuti seluruh acara praktikum hingga selesai.
3. Mahasiswa diwajibkan memakai jas praktikum beserta kelengkapannya (masker,sarung
tangan,topi praktikum) sewaktu bekerja di laboratorium.
4. Mahasiswa diwajibkan memakai baju sesuai ketentuan dan sepatu tertutup, bagi
mahasiswa yang berambut panjang diwajibkan menguncir rambut dengan rapi dan
dimasukkan ke dalam jas praktikum, sedangkan bagi mahasiswa yang berjilbab, jilbab
dimasukkan ke dalam jas praktikum.
Untuk mahasiswa S1 Farmasi :
- Atasan : hem berkrah (bebas, rapi, dan sopan), tidak diperkenankan menggunakan
kaos berkrah.
- Bawahan : bahan kain warna polos.
Untuk mahasiswa D3 Farmasi :
- Memakai seragam sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Mahasiswa tidak diperkenankan memanjangkan dan mengecat kuku.
6. Mahasiswa yang keluar dari laboratorium saat praktikum berlangsung diwajibkan untuk
meminta ijin kepada dosen pengampu praktikum.
7. Mahasiswa yang tidak mengikuti praktikum lebih dari dua kali tanpa keterangan tidak
diperkenankan mengikuti ujian akhir praktikum.
8. Mahasiswa diperbolehkan mengikuti praktikum apabila yang bersangkutan sudah
melakukan diskusi dan acc dengan asisten/dosen yang bertugas serta sudah mendapatkan
acc laporan sementara
9. Mahasiswa yang praktikum diwajibkan membawa laporan praktikum sementara beserta
jurnal acuan yang sudah di acc oleh asisten/dosen yang bertugas, serta perlengkapan-
perlengkapan lain yang diperlukan selama praktikum
10. Mahasiswa diwajibkan untuk memelihara kebersihan laboratorium, alat-alat laboratorium,
menghemat zat-zat kimia dan sediaan uji.
11. Pergunakan alat-alat laboratorium yang disediakan sesuai dengan cara kerjanya.
Peminjaman dan pengembalian alat-alat laboratorium harus di acc oleh asisten/dosen
yang bertugas dan ditulis pada buku peminjaman alat.
5
12. Mahasiswa diwajibkan mengganti alat-alat laboratorium yang pecah, rusak, atau hilang.
Penggantian harus disertai dengan nota pembelian yang di acc oleh asisten/dosen yang
bertugas.
13. Mahasiswa yang praktikum diwajibkan membawa laporan praktikum sementara beserta
jurnal acuan yang sudah di acc oleh asisten/dosen yang bertugas, serta perlengkapan-
perlengkapan lain yang diperlukan selama praktikum
14. Mahasiswa dilarang menghisap pipet dengan mulut untuk asam dan basa kuat, bila terjadi
kontak dengan bahan-bahan berbahaya, korosif, atau beracun segera bilas dengan air
sebanyak-banyaknya.
15. Gunakan lemari asam untuk mereaksikan zat-zat berbahaya dan segera tutup kembali
bahan kimia yang disediakan dalam botol tertutup untuk mencegah inhalasi bahan-bahan
tersebut.
16. Jangan sampai menumpahkan bahan-bahan kimia di meja kerja atau pada lantai terutama
untuk asam dan basa pekat.
17. Laporan praktikum resmi disusun sesuai dengan format yang telah ditentukan dan
dikumpulkan maksimal 7 (tujuh) hari sesudah praktikum, apabila ketentuan tersebut tidak
dipenuhi maka jurnal praktikum tersebut tidak diterima.
18. Selesai praktikum alat-alat yang digunakan, meja, kursi, lantai, dan ruangan harus dalam
keadaan bersih.
19. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan dan kerapian laboratorium
20. Asisten/dosen berhak mendiskualifikasi mahasiswa yang dianggap tidak mematuhi
ketentuan praktikum.
6
PENILAIAN PRAKTIKUM
Nilai
No. Komponen Prosentase (%)
Minimal Maksimal
1. Praktikum 15 0 70
3. Diskusi 10 0 80
5. Laporan Resmi 20 0 80
Penilaian praktikum termasuk kehadiran, kedisplinan, keaktifan saat praktikum dan diskusi,
tugas, dan sikap praktikan terhadap proses praktikum dan asisten laboratorium. Laporan resmi
dikumpulkan tiap individu dan tidak akan dinilai apabila laporan sementara tidak di acc
(disetujui) oleh asisten laboratorium.
7
ALAT – ALAT GELAS YANG DIGUNAKAN
DALAM PRAKTIKUM FITOKIMIA
- 50 ml
2. Erlenmeyer Untuk tempat menampung - 100 ml
hasil ekstraksi - 250 ml
- 500 ml
- 1000 ml
- 0,1 ml
9. Pipet Ukur Untuk mengambil dan - 0,2 ml
memindahkan cairan - 0,5 ml
pekat dengan volume - 1 ml
tertentu yang dapat dilihat - 2 ml
dari skala yang tertera. - 5 ml
- 10 ml
- 25 ml
- 50 ml
9
ALAT – ALAT NON GELAS
YANG DIGUNAKAN
DALAM PRAKTIKUM FITOKIMIA
10
PERALATAN UKUR DAN EKSTRAKSI
YANG DIGUNAKAN
DALAM PRAKTIKUM FITOKIMIA
11
cair.
12
PERHITUNGAN PENGENCERAN DAN PEMBUATAN REAGEN
A. Pengenceran Alkohol
Misal : Pada suatu ekstraksi diperlukan etanol 70% sebanyak 300 ml, alkohol yang
tersedia di laboratorium 96 %. Maka berapa banyak alkohol 96% yang diambil?
Diketahui = V1 = Volume cairan yang diencerkan
V2 = Volume pengenceran yang diinginkan = 300 ml
N1 = Normalitas / kadar cairan yang tersedia = 96%
N2 = Normalitas / kadar cairan yang diinginkan = 70 %
Jawab = V1 x N1 = V2 x N2
= V1 x 96% = 300 ml x 70%
300 ml x 70%
𝑉1 = 96%
V1 = 218, 75 ml
Volume aquadest = 300 ml – 218, 75 ml = 81, 25 ml
B. Pembuatan Reagen Iodium
Dilakukan dengan cara menimbang 1g I2 di gelas arloji, disisihkan. Menimbang 2g KI
dilarutkan dengan 2ml aquadest di beaker glass, I2 dimasukkan ke dalam larutan KI pekat
diaduk ad homogen, tambahkan aquadest ad 100 ml
C. Pembuatan Reagen Molisch
Larutkan α naftol 25g dalam alkohol 96% ad 500 ml
D. Pembuatan Reagen Benedict
Larutkan CuSO4. 5H2O 17g, Na2Co3. OH2O 100g, Na Citrat 170 g dalam 1000 ml
aquadest.
E. Pembuatan Reagen Barfoed
Larutkan Cu Asetat 13,3 g, 5ml CH3COOH 3%, dalam 200 ml aquadest.
F. Pembuatan Reagen Dragendorf
Pereaksi Dragendorf dibuat dengan cara mencampurkan 20 ml Bismut nitrat 40% b/v
dalam HNO3 P dengan 50 ml KI 54,4% b/v, campuran ini didiamkan sampai memisah
sempurna, selanjutnya diambil cairan yang berwarna jernih dan diencerkan dengan air
hingga volume 100 ml
G. Pembuatan Reagen Mayer
Pereaksi mayer dibuat dengan cara mencampurkan 60 ml HgCl 2 2,266% b/v dengan 10
ml larutan KI 50% b/v, kemudian ditambah air hingga volume 100 ml.
H. Pembuatan Reagen Wagner
Pereaksi Wagner dibuat dengan cara melarutkan 1,27 g I2 dalam larutan KI 2% hingga
diperoleh volume 100 ml.
13
PETUNJUK PEMBUATAN
LAPORAN PRAKTIKUM
1. Catatlah hasil praktikum pada laporan praktikum, jangan sampai ada data pengamatan
atau fenomena yang luput dari pencatatan.
2. Laporan praktikum ditulis tangan rapi menggunakan bolpoin biru /hitam disertai dengan
jurnal acuan yang sudah diacc oleh asisten/dosen yang bertugas. Tahun penerbitan jurnal
acuan maksimal 5 (Lima) tahun ke belakang dari tahun praktikum.
3. Laporan praktikum harus diberi nomor halaman pada pojok kanan bawah dan setiap
kutipan yang diambil harus dituliskan pustaka di belakang kutipan tersebut.
4. Pustaka yang boleh digunakan adalah pustaka yang mengutip dari e-book , buku pustaka
khusus farmasi dan atau yang selinier, jurnal yang sudah terakreditasi (issn atau minimal
sudah dipublikasikan di situs resmi), tidak diperkenankan mengambil dari blog atau
buku petunjuk praktikum dan sejenisnya.
5. Kalimat yang dituliskan dalam laporan praktikum harus tersusun SPOK atau kalimat
aktif, tidak diperkenankan menulis kata depan atau kata sambung di awal kalimat.
Prosedur kerja dan hasil praktikum harus dituliskan secara rinci dan skematis sesuai
dengan yang dipraktikumkan.
6. Bila ada pertanyaan dalam diskusi atau praktikum , jawaban wajib dimasukkan dalam
pembahasan.
7. Jurnal praktikum harus disertai dengan gambar-gambar yang menunjang data-data hasil
praktikum dan dimasukkan dalam lampiran.
8. Dokumentasikan segala hal yang anda lakukan selama praktikum yang berhubungan
dengan hasil praktikum dan gunakan gadget anda secara bijak
14
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA :
NIM :
KELOMPOK / INSTITUSI :
TINGKAT / SEMESTER :
TANGGAL PRAKTIKUM :
TOPIK :
TUJUAN :
A. PENDAHULUAN
Meliputi dasar teori tentang klasifikasi tanaman yang digunakan, morfologi tanaman,
kandungan, khasiat, metode ekstraksi yang digunakan, KLT, dan lain-lain.
B. PRINSIP KERJA
Meliputi prinsip kerja metode ekstraksi yang digunakan, KLT, serta reaksi kimia dari
metabolit yang diteliti.
C. PROSEDUR KERJA
Meliputi alat dan bahan yang dipakai, cara kerja yang dilakukan (ditulis secara skematis).
D. HASIL & PENGAMATAN
Meliputi hasil praktikum yang dilakukan (ditulis secara skematis).
E. PEMBAHASAN
Meliputi hal-hal yang dilakukan selama praktikum (misalnya : terjadinya reaksi warna,
endapan, dan lainnya termasuk trial error)
F. KESIMPULAN
G. DAFTAR PUSTAKA
H. LAMPIRAN
Meliputi komposisi reagen dan pembuatan reagen untuk skrining fitokimia, dokumentasi
hasil praktikum
15
TLC VISUALIZATION REAGENTS
This is a brief selection of the many available TLC visualization reagents. Below each
title is the type of compounds or structure which can be detected with the specific reagent. When
beginning work with these reagents, acquired any MSDS (material safety data sheets) to see if
there are any extra precautions needed in safely using them. Before spraying, plates should be
well dried in the hood of residual solvents and components. Amines and organic acids used in the
mobile phases may adversely affect the visualization reaction being attempted. If heating to
remove these components is done, consideration should be given so that loss of components or
their decomposition is avoided (by lowering the temperature or using a shorter time in the oven).
Always spray any of these reagents onto plates in a well ventilated hood while wearing safety
glasses. Also apply moderate amounts to the plate so it always appears dull and flat (if it looks
wet, you have sprayed too much). You can always overspray to enhance the detection. When
information about the results of using the visualization reagents was available, this was put under
each reagent as ‘Results’. If not give, the user will have to do a few experiments to see what the
results might be. Always remember to look under normal light and also short and long
wavelength UV light so as not to miss any possibilities.
Aluminium chloride
For flavonoids
Spray plate with a 1% ethanolic solution of aluminum chloride.
Results: Yellow fluorescence in long wavelength UV light (360nm)
16
Spray with a 1% solution of vanillin in conc. sulfuric acid and at 120 C until maximum color
formation Another formulation of this reagent: 0.5g vanillin in 100ml sulfuric acid/ethanol
(40:10).
17
KONTRAK PERKULIAHAN
9 13 UAP MENGERJAKAN
SOAL TERTULIS
(SOAL MULTIPLE
CHOISE
10 14 SEBANYAK 50
UAP SOAL)
18
NOTE : DISKUSI KEGIATAN PRAKTIKUM DI HARI PELAKSANAAN PRAKTIKUM SAAT
MENGERJAKAN TEKNIK EKSTRAKSI (BU FITA, BU KRISNA, BU DINA)
NOTE : DISKUSI HASIL PRAKTIKUM MAKSIMAL TIGA HARI SETELAH PRAKTIKUM ATAU TIGA HARI
SEBELUM PRAKTIKUM (BU FITA, BU KRISNA, BU DINA)
NOTE : FORMAT LAPORAN SEMENTARA DAN RESMI TERCANTUM DALAM BUKU PETUNJUK
PRAKTIKUM FITOKIMIA.
19
ALUR PRAKTIKUM FITOKIMIA
PEMBUATAN SIMPLISIA
EKSTRAKSI
PEMEKATAN EKSTRAK
PERHITUNGAN
BOBOT KONSTAN DAN RENDEMEN
SKRINING FITOKIMIA
KLT
20
PENDAHULUAN
I. SKRINING FITOKIMIA
Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia adalah tahapan awal atau pendahuluan
menggunakan prosedur tertentu yang bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa kimia
yang terkandung dalam suatu tanaman, tujuannya untuk mengetahui golongan senyawa apa
saja yang terkandung dalam tanaman, maka untuk ekstraksi awal harus digunakan pelarut
yang dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar, semipolar, maupun non polar.
Pelarut yang digunakan untuk melakukan ekstraksi awal adalah etanol 70% atau methanol.
Kedua pelarut tersebut bersifat polar dan dapat melarutkan senyawa-senyawa baik yang
bersifat polar, semipolar, maupun non polar.
21
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah yaitu pada suhu
40 – 500 C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya
tahan terhadap pemanasan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses maserasi
dapat dipersingkat menjadi 6 – 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2, seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari
pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan
penyari yang kedua.
4. Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak
dan menyebar, dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena
pemindahan massa akan berhenti apabila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini
dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat.
B. PERKOLASI
Perkolasi termasuk dalam metode ekstraksi dingin. Perkolasi adalah cara penyarian
yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia. Prinsip
perkolasi adalahserbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk
tersebut, cairan penyari akan melaritkan zat aktif sel – sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan
cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari
perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian disebut
ampas atau sisa perkolasi. Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk
tabung, perkolator berbentuk paruh, dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan
perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Ukuran perkolator
yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah bahan yang disari, jumlah bahan yang
disari tidak lebih dari 2/3 tinggi perkolator.
Penyarian dengan perkolasi dilakukan dengan membasahi 10 bagian simplisia atau
campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 – 5 bagian cairan
22
penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang – kurangnya selama 3 jam,
kemudian massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan hati – hati, selanjutnya dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan
mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, kemudian
perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, selanjutnya cairan dibiarkan menetes
dengan kecepatan 1ml per menit dan ditambahkan berulang-ulang cairan penyari
secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, hingga jika
500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Ekstraksi
dihentikan ketika tetesan berwarna jernih. Perkolat kemudian disuling atau diuapkan
dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0 C hingga konsistensi yang
dikehendaki. Reperkolasi dilakukan untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada
pembuatan sari. Perkolasi bertingkat dilakukan untuk menghasilkan perkolat dengan
kadar maksimal.
C. SOXHLETASI
Soxhletasi merupakan metode ekstraksi cara panas dan termasuk dalam penyarian
berkesinambungan. Penyarian berkesinambungan adalah proses penggabungan dari
pembuatan ekstrak cair dan proses penguapan. Prinsip kerja soxhletasi adalah ekstraksi
menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
Cara kerja soxhletasi adalah menghaluskan sampel lalu sampel dibungkus dengan
kertas saring dan dimasukkan ke dalam timbal, memasukkan batu didih ke dalam labu
alas bulat. Pelarut dituangkan ke dalam timbal sampai sampel terendam ( tidak boleh
melebihi sifon ). Sisa pelarut dimasukkan ke dalam labu alas bulat, kemudian alat
dirangkai dan dilakukan pemanasan pada pelarut dengan acuan pada titik didihnya,
uapnya akan menguap melalui pipa f dan akan menabrak dinding - dinding kondensor
hingga akan terjadi proses kondensasi, setelah itu pelarutnya akan memenuhi sifon, dan
ketika sifon penuh pelarut akan turun ke labu alas bulat, proses ini dinamakan 1 siklus,
semakin banyak siklus diasumsikan bahwa senyawa yang larut dalam pelarut juga
maksimal.
D. REFLUKS
Refluks merupakan metode ekstraksi panas. Prinsip kerja refluks adalah ekstraksi
dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
yang selalu baru dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk
mengekstraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan. Kerugian dari ekstraksi ini
adalah membutuhkan total volume pelarut yang besar.
23
Cara kerjanya adalah dengan penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu
dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-
molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak
3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
E. INFUNDASI
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat
kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan – bahan nabati. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, oleh
sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Hasil
dari penyarian ini disebut dengan infusa.
Cara pembuatan infusa adalah menghaluskan simplisia sesuai dengan derajat
kehalusan yang ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci,
kemudian dipanaskan di dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu di dalam
panci 900 C sambil sesekali diaduk. Infusa diserkai selagi masih panas menggunakan kain
flanel, untuk mencukupi kekurangan air ditambahkan air mendidih melalui ampasnya,
umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan.
24
penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang
paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase
gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar,sebaliknya senyawa non polar
lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar. Pelarut
organik yang sering digunakan sebagai fase gerak adalah air,toluena, kloroform, etil asetat,
aseton, dan yang lainnya.
Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai (hampir pelarut organik
dapat digunakan dan biasanya dipilih yang mudah menguap), air digunakan hanya bila tidak
dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Sampel untuk keperluan analisis kuantitatif harus
ditimbang demikian juga pelarut yang digunakan. Larutan samplel disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat untuk menghindari penguapan, ditotolkan 1-20 μl larutan
yangmengandung 50-100 μg sample tiap bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5- 2Qμg
sample untuk kromatografi partisi. Penotolan dapat dilakukan dengan pipa kapiler atau
dengan pipet mikro, untuk keperluan kuantitatif digunakan quantitative microsyringe. Plat
TLC konvensional (20X20 cm, 5X20 cm, tebal 0,2 mm) sampel ditotolkan sebagai bercak
bulat atau garis, 1,5-2,0 cm dari tepi bawah, untuk memudahkan penotolan dibuat garis
lemah dengan pensil, disebut garis awal, pada garis awal ini biasanya ditotolkan bercak-
bercak dengan garis tengah 3-6 mm, bercak-bercak tadi diusahakan diameternya seragam.
Penotolan bercak pada plat TLC dapat dilakukan berulang-ulang dan haras berhati-hati
dijaga plat tidak rusak. Penotolan sampel yang terlalu banyak (over loaded) menyebabkan
bercak hasil pengembanganberbentuk tidak bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf, bila
totolan sampel telah kering maka plat siap untuk dielusi / dikembangkan.
25
PENAPISAN GOLONGAN KARBOHIDRAT
A. PENDAHULUAN
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton, yang mempunyai rumus
molekul umum (CH2O)n. Karbohidrat dibagi menjadi tiga golongan yaitu monosakarida,
oligosakaraida, dan polisakarida.
B. PROSEDUR KERJA
1. Test Molisch : 10 tetes sampel ditambah 2 tetes pereaksi molisch, setelah dikocok
kemudian alirkan H2SO4 (pekat) perlahan melalui dinding tabung yang dimiringkan.
Reaksi positif bila berbentuk cincin ungu.
2. Test Iodium : 3 tetes sampel ditambah 1 tetes larutan iodium. Amati warna spesifik yang
terbentuk, hasil positif ditunjukkan dengan warna biru untuk amylum dan merah anggur
untuk dextrin.
3. Test Benedict : 5 tetes sampel ditambah 10 tetes larutan benedict, kocoklah. Didihkan
selama 2 menit atau masukkan dalam pemanas air yang mendidih selama 2 menit. Reaksi
positif ditandai dengan timbulnya endapan warna biru kehijauan sampai warna merah
bata.
4. Test Barfoed : 5 tetes larutan barfoed ditambah 2 tetes sampel. Panaskan di atas api
selama 1 menit. Reaksi positif ditandai dengan endapan Cu2O yang berwarna merah bata.
26
PENAPISAN GOLONGAN GLIKOSIDA
A. PENDAHULUAN
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) di antara produk
hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon).
B. PROSEDUR KERJA
1. Uji libermann Burchard.
Uapkan 0,1 ml sampel diatas penangas air, larutkan sisanya dalam I ml asam asetat
anhidrat P, tambahkan 10 tetes asam sulfat. Reaksi positif Jika terbentuk warna biru hijau
maka simplisia mengandung glikosida.
2. Uji Identifikasi Glikosida Dengan Menggunakan Metode KLT
Larutkan serbuk simplisia dengan 5 ml methanol P selama 5 menit, saring.Totolkan 20 µL
filtrate pada lempeng KLT silica gel GF254 setebal 0,25 mm.Elusi dengan campuran
benzene P-etanol 95% (70:30) dengan jarak gambar 10 cm. Semprot kromatogram
pertama dengan anisaldehid-asam sulfat LP. Panaskan pada suhu 1100C selama 10 menit.
Amati dengan sinar biasa dan UV 366 nm. Muncul bercak biru menandakan adanya
glikosida.Semprot kromatogram kedua dengan asam perklorat. Panaskan pada suhu
110OC selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan UV 366 nm. Tidak adanya
fluoresensi menandakan adanya glikosida.
27
PENAPISAN GOLONGAN TANIN DAN SAPONIN
A. PENDAHULUAN
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol
kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk molekul besar dengan
berat molekul lebih besar dari 2000. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin
terhidrolisis dan terkondensasi.
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika
dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel
darah merah.
B. PROSEDUR KERJA
1. Penapisan fitokimia tanin
10 ml sampel ditambahkan 10 ml air panas, didihkan, selama 5 menit dan disaring,
sebagian filtrat yang diperoleh ditambah larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan oleh
terbentuknya warna hijau.
2. Penapisan fitokimia saponin
Uji ini dilakukan dengan menambahkan sampel dengan aquadest dipanaskan 5 menit dan
kemudian disaring. Filtrat yang telah dihasilkan kemudiandikocok dengan kuat sampai
terbentuk buih, jika buih yang terbentuk stabil dalam5 menit maka sampel tersebut
mengandung saponin.
3. Pengujian KLT Tanin
Sampel ditotolkan memakai fase atas pengembang butanol : asam asetat : air (14:1:5)
diikuti dengan asam asetat 6%. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa
bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku.
4. Pengujian KLT Saponin
Sampel ditambah dengan HCl 2M, diaduk, direfluks 6 jam diatas waterbath, kemudian
didinginkan. Setelah itu dinetralkan dengan amonia, diuapkan diatas waterbath, ditambah
n-heksana kemudian disaring. Filtratnya kemudian diuapkan diatas waterbath, ditambah 5
tetes kloroform, dan ditotolkan pada plat silika gel G60. Elusi dilakukan dengan
kloroform : aseton = 4 : 1. Plat dikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm
dan 366 nm. Kemudian plat disemprot dengan SbCl3 dioven pada suhu 110oC selama 10
menit, dan diamati pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm
28
PENAPISAN GOLONGAN FLAVONOID
A. PENDAHULUAN
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau,
kecuali alga. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan
dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.
B. PROSEDUR KERJA
1. Uji Kualitatif
Sampel dicampur dengan aquadest yang dipanaskan 5 menit dan kemudian disaring.
Filtrat kemudian ditambahkan serbuk Mg, Hcl : etanol (1:1) dan amil alkohol sampai
terbentuk lapisan amil alkohol, jika lapisan tersebut berwarna jingga maka dalam sampel
tersebut komponen flavonoid.
2. KLT
Sampel ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 (10 x 2cm) yang telah diaktivasi dengan
pemanasan di oven selama 30 menit dalam suhu 100° C. Plat yang telah disiapkan
kemudiam dimasukkan dalam chamber berisi etil asetat : asam format : asam asetat : air
= 5 : 0,55 : 0,55 : 1,3 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Hasil plat dibiarkan sampai
kering, kemudian plat difoto dengan sinar UV 366nm.
29
30
PENAPISAN GOLONGAN TERPENOID
A. PENDAHULUAN
Terpenoid adalah suatu senyawa yang tersusun atas isopren CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan
kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C 5 ini. Terpenoid
terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan seskuiterpen yang mudah
menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap, triterpen, dan sterol, serta
pigmen karotenoid.
B. PROSEDUR KERJA
1. Penapisan Fitokimia Terpenoid
Sampel ditambah 5ml larutan eter. Residu ditambah asam asetat anhidrat dan asam sulfat
pekat (2:1). Warna merah hijau atau violet biru menunjukkan hasil positif.
2. Uji KLT terpenoid
Fase diam : silika gel F254
Fase gerak : toluen : etil asetat (93 : 7)
Penampak noda : vanilin dan asam sulfat
31
PENAPISAN GOLONGAN ALKALOID
A. PENDAHULUAN
Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen
biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologis yang menonjol sehingga secara luas digunakan dalam pengobatan. Alkaloid
umumnya tanpa warna, pahit, sering kali bersifat optis aktif, banyak berbentuk kristal tapi
hanya sedikit yang berbentuk cairan.
B. PROSEDUR KERJA
1. Penapisan Fitokimia Alkaloid
Sampel ditambah beberapa tetes NH3 kemudian ditambah 5ml kloroform dan disaring.
Filtrat ditambah dengan H2SO4 2M sampai terbentuk lapisan asam, beberapa tetes lapisan
asam tersebut diambil dan direaksikan dengan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner,
jika terbentuk endapan jingga pada reagen Dragendorf, endapan putih pada reagen Mayer
dan endapan coklat pada reagen Wagner berarti sampel mengandung komponen alkaloid.
2. Uji KLT Alkaloid
Sampel pada skrining fitokimia ditambahamonia 25% hingga PH 8-9.Kemudian
ditambahkankloroform, dan dipekatkan diataswaterbath. Fase kloroformditotolkan pada
plat silika gelG60. Elusi dilakukan denganmetanol : NH4OH pekat = 200 : 3. Plat
dikeringkan dan diamatipada cahaya tampak, UV 254 nmdan 366 nm. Kemudian plat
disemprot dengan pereaksiDragendorff, dikeringkan dandiamati pada cahaya tampak, UV
254 nm dan 366 nm.
32
DAFTAR PUSTAKA
Marliana, Soerya Dewi, Venty Suryanti, Suyono, 2005. Skrining Fitokimia dan Analisa
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam ( Sechium edule Jacq.
Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3(1), Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rachmawati, Fahrina, Maulita Cut Nuria, Sumantri. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kloroform
Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L) Urb) serta Identifikasi Senyawa
Aktifnya,Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
Stahl, E., 1973, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy,Ann Arbor Science
Publisher, Inc.
Wagner, H., 1984, Plant Drug Analysis a Thin Layer Chromatography Atlas, hal. 164, Springer-
Verlag.
33
TINJAUAN TENTANG PARAMETER STANDAR EKSTRAK
Standardisasi bahan obat alam (SBOA) atau standardisasi obat herbal merupakan
rangkaian proses melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis,
melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi)
terhadap suatu ekstrak alam (tumbuhan alam). Obyek standardisasi adalah ekstrak tumbuhan
yakni material yang diperoleh dengan cara menyari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu.
Kecuali dinyatakan lain, pelarut yang diperbolehkan adalah etanol. Pelarut organik selain etanol
memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi. Etanol memiliki kemampuan menyari dengan
polaritas yang lebar mulai senyawa non polar hingga senyawa polar, sedangkan penyari air cukup
sulit diuapkan pada suhu rendah sehingga berpotensi terdegradasinya komponen aktif atau
terbentuknya senyawa lain karena pemanasan.
Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstral cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak
cair jika hasil ekstraksi masih dapat dituang, biasanya kadar air lebih dari 30 %. Ekstrak kental
jika memilii kadar air antara 5 – 30 %. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5
%. Ekstrak kering memungkinkan langsung dilakukan penyerbukan dan lebih mudah
memperhitungkan kadar serta melakukan formulasi.
Untuk standardisasi obat herbal meliputi 2 aspek :
1. Aspek parameter spesifik
Parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar
senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu.
Yang termasuk dalam parameter spesifik adalah
a. Aspek profil KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Tujuan : Menunjukkan bahwa setidaknya senyawa aktif (marker) betul ada
didalam ekstrak atau secara kimiawi ekstrak adalah otentik yakni berasal dari tanaman
yang benar.
Parameter : Setidaknya senyawa marker muncul sebagai bercak terpisah.
Problem :
1. Marker tidak muncul sebagai bercak tunggal meskipun senyawa pembanding yang
otentik yang tersedia.
2. Tidak tersedianya marker yang otentik
b. Aspek penetapan Kadar Marker
Tujuan : Untuk menunjukkan secara kuantitatif kadar dari senyawa marker yang
ada didalam ekstrak sehingga bisa ditentukan berapa jumlah senyawa yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas farmakologi.
Parameter : Terbacanya senyawa target pada kadar tertentu.
Problem :
1. Senyawa target tidak berwarna
34
2. Senyawa marker tersedia dalam jumlah terbatas
3. Bentuk puncak pada pembacaan densitometer atau HPLC tidak simetris
4. Linearitas dan reprodusibilitas renda
c. Aspek penetapan kadar total golongan metabolit
Tujuan : Untuk menetapkan kadar total golongan metabolit sekunder tertentu
seperti fenolat, flavonoid, alkaloid, antrrakinon, kumarin, saponin yang diperkirakan
berkontribusi terhadap aktivitas farmakologi.
Parameter : Kadar golongan metabolit sekunder tertentu diatas range kadar tertentu
Problem :
1. Golongan senyawa tidak terdeteksi.
2. Beberapa metode standar tidak aplikatif.
3. Tidak semua instrumen dapat diterapkan untuk analisis kadar total
4. Kadar yang diperoleh tidak spesifik.
Terdapat metode instrumental yang digunakan didalam menentukan metabolit
sekunder : spektrofotometer UV-Vis, metode tandem HPLC-MS, GC-MS, NMR. Dalam
melakukan analisis harus dipilih senyawa standar untuk membuat kurva baku misalnya
asam galat untuk golongan fenolat, rutin, atau kuersetin untuk golongan flavonoid, beta
sitosterol atau stigmasterol untuk steroid, antrakinon untuk golongan antrakinon dan lain-
lain. Berikut adalah maslah yang munul dalam penetapan kadar metabolit sekunder dalam
tanaman :
1. Beberapa metode standar tidak aplikatif.
2. Tidak semua instrumenbisa diaplikasikan untuk analisis kadar total.
3. Kadar yang diperoleh tidak spesifik (> 75 %)
Pada ketentuan parameter mutu ekstrak Indonesia menyebutkan beberapa golongan
metabolit sekunder yang harus ditetapkan yakni :
a. Golongan fenolat
Metode standar : Menentapkan kadar fenolat berdasarkan angka kesetaraan asam
galat galat dengan menggunakan spektofotometri pada panjang gelombang visibel
setelah reaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu.
Parameter : Kadar persen fenolat dalam ekstrak
Problem :
1. Selama homogenitas sampel baik maka penetapan kadar fenolat total dengan
metode Folin-Ciocalteu cukup mudah dan keterulangannya cukup baik.
2. Negatif palsu bisa disebabkan ketidaktepatan dalam memilih solven.
b. Golongan Flavonoid
Metode standar : Menentukan kadar flavonoid bebas dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang visible stelah perlakuan dengan pengopling AlCl3.
Parameter : Kadar flavonoid dalam range tertentu.
35
Problem : Antar metode memiliki hasil yang berlainan. Metode dengan
melibatkan hidrolisis dan partisi menyebabkan variabilitas yang tinggi sehingga
sebaiknya dihindari. Untuk menentukan golongan ini sebaiknya dilakukan uji
pendahulan terlebih dahulu dengan menggunakan reagen sitroborat.
c. Golongan Minyak atsiri
Metode Standar : Menetapkan kadar minyak atsiri setelah pengentalan sebagai
dasar karakteristik ekstrak dan kadar terapetik.
Parameter : Jika yang dimasudkan ekstrak kental biasanya menurut ketentuan
WHO guide yakni menggunakan destilator Karsluhe, sisa minyak atsiri dalam ekstrak
sekitar 1 % namun jika yang dipentingkan adalah efek terapetik komponen minyak
atsiri maka kadar menyesuaikan.
Problem : Pengentalan dengan tangas air atau rotavapor yakni terkait dengan
kadar minyak atsirinya.
Minyak atsiri kadang cukup dikenal dengan mengenal bau atau aromanya. Pada
beberapa standardisasi minyak atsiri dipisahkan dan disisihkan kemudian menetapkan
senyawa yang tidak mudah menguap. Namun kekurangan pada metode ini hasilnya
tidak tetap. WHO menetapkan jika yang dipentingkan merupakan komponen yang
nonvolatil maka kadar minyak atsiri tidak boleh lebih dari 1 %.
d. Golongan Tanin
Metode Standar : Penentuan kadar tannin dengan metode titrasi dengan
kalium permanganat. Kemampuan mengikat ion besi dengan menghasilkan ion larutan
biru kehitaman atau hijau kehitaman menjadi dasar analisis kualitatif tannin
terhidrolisis atau tannin galat.
Parameter : Kadar tannin total dengan metode tertentu
Problem : Karena tannin terdiri dari 2 komponen yakni tannin
terhidrolisis (tersusun dari asam galat) dan tannin terkondensasi (tersusun dari subunit
flavon) maka akan mungkin terjadi overlap dengan penetapan kadar polifenol yang
berkorespondensi dengan kesetaraan kadar asam galat.
e. Golongan Alkaloid
Metode Standar : Penentapan kadar alkaloid dengan cara gravimetri dengan
terlebih dahulu dilakukan pengendapan. Uji pendahuluan dapat dilakukan dengan
pereaksi meyer atau dragendorf pada sampel yang telah dilarutkan pada solven semula
dalam suatu tabung. Terbentuknya endapan menunjukkan positif keberadaan alkaloid
dalam ekstrak.
Parameter : Kadar alkaloid pada rentang kadar tertentu.
36
Problem : Variabilitas antar pengukuran tinggi karena terbentuk
senyawa non alkaloid yang merupakan senyawa berunsur N namun bukan anggota
cincin.
f. Golongan Saponin
Metode standar : Menentukan kadar saponin secara tidak langsung
berdasarkan kesetaraan kemampuan terkecil menghemolisis darah sapi. Uji
pendahuluan dilakukan dengan menggunakan penggojokan sampel dan positif bila
terbentuk buih yang stabil.
Parameter : Kadar terkecil ekstrak yang mampu menghemolisis darah
dengan kesetaraan kadar saponin dan dinyatakan dengan angka indeks hemolisis.
Problem : 1. Kadar darah cepat mengalami koagulasi
2. Kadar darah dinyatakan persen atau indeks hemolisis
g. Golongan Kumarin
Metode Standar : Menetapkan senyawa kumarin total yang kemungkinan
terkait dengan efek farmakologi tertentu dengan metode hidrolisis. Kumarin dapat
ditetapkan kadar totalnya dengan memecah cincin piron terlebih dahulu dengan
menggunakan basa NaOH kemudian menghasilkan asam kumarinat yang dapat dibaca
pada spektrofotometer.
Parameter : Kadar kumarin dalam rentang tertentu atau cukup
dinyatakan dengan persen.
Problem : Tidak ada metode yang spesifik atau tepat atau uji
pendahuluan tidak nampak.
h. Golongan Antrakinon
Metode Standar : Menentukan kadar senyawa antrakinon yang diperkirakan
memberikan kontribusi pada aktivitas dengan metode spektrofotometer.
Parameter : Kadar antrakinon dalam ekstrak dengan satuan persen.
Problem : Terbentuknya koloid pada baku antrakinon sehingga
kesulita membuat kurva baku. Lambda maksimum tidak dapat ditentukan.
d. Aspek kelarutan ekstrak dalam etanol dan air
Tujuan : Memperhitungkan persentase senyawa polar, semi polar dan non polar
yang terkait aktivitas farmakologi. Ini merupakan metode pendekatan klasik untuk
memperkirakan kadar sneyawa aktif berdasarkan polaritas.
Parameter : Bobot dalam persen ekstrak larut air dan etanol.
Problem : Deviasi antar penimbangan besar > 25 %. Penjumlahan ekstrak larut air
dan etanol lebih dari 100 %.
37
Parameter non spesifik merupakan segala aspek yang tidak terkait dengan ativitas
farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan dan stabilitas ekstrak
dan sediaan yang dihasilkan. Standardisasi dan analisis aspek non spesifik diarahkan pada
batas maksimal yang diperkenankan terhadap material berbbahaya yang ada didalam ekstrak.
Parameter non spesifik meliputi :
a. Aspek penetapan sisa air
b. Aspek penetapan sisa pelarut
c. Aspek penetapan kadar abu
d. Aspek cemaran mikroba
e. Penetapan keberadaan Aspergilus flavus
f. Penetapan cemaran aflatoxin
g. Penetapan residu pestisida untuk fosfor dan Klor organik
h. Cemaran logam berat
38
ACC NILAI
PERTEMUAN I
CARA PEMBUATAN SIMPLISIA
TANGGAL PRAKTIKUM :
simplisia.......................
A. PENDAHULUAN
1. Klasifikasi tanaman :
2. Kandungan tanaman :
3. Khasiat tanaman :
39
B. PRINSIP KERJA
40
D. HASIL & PENGAMATAN :
E. PEMBAHASAN :
41
F. KESIMPULAN :
G. DAFTAR PUSTAKA :
42
H. LAMPIRAN :
43
PERTEMUAN II
ACC NILAI
METODE EKSTRAKSI & PENAPISAN FITOKIMIA
TANGGAL PRAKTIKUM :
A. PENDAHULUAN
1. Klasifikasi tanaman :
2. Kandungan tanaman :
3. Khasiat tanaman :
4. Metode Ekstraksi :
44
5. Metabolit Tanaman :
B. PRINSIP KERJA :
1. Metode Ekstraksi yang digunakan:
45
2. Penapisan Fitokimia :
3. KLT :
46
1. Metode Ekstraksi yang digunakan:
2. Penapisan Fitokimia :
47
3. KLT :
48
D. HASIL & PENGAMATAN :
49
1. Perhitungan bobot konstan dan rendemen :
Berat Cawan =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
2. Penapisan Fitokimia :
50
No. Uji Penapisan Hasil Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Harga Rf = 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏
E. PEMBAHASAN :
51
F. KESIMPULAN :
52
G. DAFTAR PUSTAKA :
53
H. LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
54
PERTEMUAN III
ACC NILAI
METODE EKSTRAKSI & PENAPISAN FITOKIMIA
TANGGAL PRAKTIKUM :
A. PENDAHULUAN
1. Klasifikasi tanaman :
2. Kandungan tanaman :
3. Khasiat tanaman :
55
4. Metode Ekstraksi :
5. Metabolit Tanaman :
56
B. PRINSIP KERJA :
1. Metode Ekstraksi yang digunakan:
2. Penapisan Fitokimia :
3. KLT :
57
C. PROSEDUR KERJA (Diagram Alir)
1. Metode Ekstraksi yang digunakan:
58
2. Penapisan Fitokimia :
59
3. KLT :
60
D. HASIL & PENGAMATAN :
1. Perhitungan bobot konstan dan rendemen :
Berat Cawan =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
61
2. Penapisan Fitokimia :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Harga Rf = 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏
62
E. PEMBAHASAN :
63
F. KESIMPULAN :
G. DAFTAR PUSTAKA :
64
H. LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
65
PERTEMUAN III
ACC NILAI
METODE EKSTRAKSI & PENAPISAN FITOKIMIA
TANGGAL PRAKTIKUM :
I. PENDAHULUAN
7. Klasifikasi tanaman :
8. Kandungan tanaman :
9. Khasiat tanaman :
66
10. Metode Ekstraksi :
67
J. PRINSIP KERJA :
4. Metode Ekstraksi yang digunakan:
5. Penapisan Fitokimia :
6. KLT :
68
K. PROSEDUR KERJA (Diagram Alir)
4. Metode Ekstraksi yang digunakan:
69
5. Penapisan Fitokimia :
70
6. KLT :
71
L. HASIL & PENGAMATAN :
4. Perhitungan bobot konstan dan rendemen :
Berat Cawan =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
72
5. Penapisan Fitokimia :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Harga Rf = 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏
M. PEMBAHASAN :
73
N. KESIMPULAN :
74
O. DAFTAR PUSTAKA :
75
P. LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
76
PERTEMUAN III
ACC NILAI
METODE EKSTRAKSI & PENAPISAN FITOKIMIA
TANGGAL PRAKTIKUM :
Q. PENDAHULUAN
13. Klasifikasi tanaman :
77
16. Metode Ekstraksi :
78
R. PRINSIP KERJA :
7. Metode Ekstraksi yang digunakan:
8. Penapisan Fitokimia :
9. KLT :
79
S. PROSEDUR KERJA (Diagram Alir)
7. Metode Ekstraksi yang digunakan:
80
8. Penapisan Fitokimia :
81
9. KLT :
82
T. HASIL & PENGAMATAN :
7. Perhitungan bobot konstan dan rendemen :
Berat Cawan =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
83
8. Penapisan Fitokimia :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Harga Rf = 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏
U. PEMBAHASAN :
84
V. KESIMPULAN :
85
W. DAFTAR PUSTAKA :
86
X. LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
87
PERTEMUAN III
ACC NILAI
METODE EKSTRAKSI & PENAPISAN FITOKIMIA
TANGGAL PRAKTIKUM :
Y. PENDAHULUAN
19. Klasifikasi tanaman :
88
22. Metode Ekstraksi :
89
Z. PRINSIP KERJA :
10. Metode Ekstraksi yang digunakan:
12. KLT :
90
AA. PROSEDUR KERJA (Diagram Alir)
10. Metode Ekstraksi yang digunakan:
91
11. Penapisan Fitokimia :
92
12. KLT :
93
BB. HASIL & PENGAMATAN :
10. Perhitungan bobot konstan dan rendemen :
Berat Cawan =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
Berat Ekstrak =
94
11. Penapisan Fitokimia :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Harga Rf = 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏
CC. PEMBAHASAN :
95
DD. KESIMPULAN :
96
EE. DAFTAR PUSTAKA :
97
FF.LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
98