Anda di halaman 1dari 36

Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

EDISI REVISI
(VERSI ISO 9001:2015)

PENUNTUN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AIR
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Disusun Oleh :

MUHAMMAD FAJAR PURNAMA

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
NOVEMBER 2022
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

KATA PENGANTAR

Buku petunjuk praktikum mata kuliah “Fisiologi Hewan Air” ini disusun sebagai
sarana untuk membantu mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo dalam pelaksanaan praktikum
yang merupakan kesatuan rangkaian pelaksanaan proses pembelajaran dalam mata kuliah
ini. Pedoman praktikum ini juga di susun secara detail, sistematis dan utuh dalam
menjawab dan melengkapi setiap materi perkuliahan yang diberikan dalam pertemuan
tatap muka di kelas (offline/online), baik dari sisi knowledge maupun skill atau
keterampilan.
Selain berisi cara kerja untuk pelaksanaan pengamatan praktikum yang akan
dilakukan, buku pedoman ini juga memuat dasar teori dan prinsip-prinsip yang harus
dipahami oleh praktikan berkenaan dengan kegiatan praktikum tersebut. Oleh karena itu,
sebelum menjalani praktikum, praktikan sebaiknya membaca dahulu buku penuntun ini
sehingga ketika di laboratorium, praktikan mengerti benar apa yang harus dikerjakan dan
dapat menjelaskan serta dapat membahas hasil pengamatanya sendiri. Praktikan juga
diharapkan membaca referensi-referensi pendukung lainnya sesuai dengan tujuan acara
praktikum yang akan dilaksanakan. Kesiapan praktikan untuk mengikuti praktikum juga
dinilai melalui tes yang diadakan sebelum acara praktikum dimulai.

Kendari, November 2022


a.n. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik,

Dr. Muhaimin Hamzah, S.Pi., M.Si


NIP. 197508152005011003
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR ..................................................... iii
PRAKTIKUM I Proses Difusi dan Osmosi...................................................................... 1
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 3
PRAKTIKUM II Osmoregulasi............................................................................................. 5
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 7
PRAKTIKUM III Respon Organisme Terhadap Perubahan Suhu........................... 8
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 11
PRAKTIKUM IV Respon Tingkah Laku Ikan pada Warna Cahaya ........................ 12
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 14
PRAKTIKUM V Konsumsi Oksigen.................................................................................... 15
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 17
PRAKTIKUM VI Molting.......................................................................................................... 18
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 21
PRAKTIKUM VII Teknik Pembedahan dan Pengambilan Kelenjar Hipofisa...... 22
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 25
PRAKTIKUM VIII Teknik Pengambilan Hemolimfa Untuk Pengukuran TKO...... 26
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Laporan
Lampiran 2. Form Laporan Sementara (Work sheet)
Lampiran 3. Rubrik Penilaian Praktikum
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

TATA TERTIB PRAKTIKUM

A. Tata Tertib Praktikum

- Sebelum mengikuti praktikum, praktikan sudah harus mengetahui prosesi


pelaksanaan praktikum, mempelajari terlebih dahulu petunjuk pelaksanaan
praktikum (buku penuntun) serta materi kulaih yang berhubungan dengan
praktikum tersebut;
- Praktikan wajib hadir 15 menit sebelum kegiatan praktikum dimulai, untuk
mencegah keterlambatan kedatangan pada saat praktikum, bagi praktikan yang
terlambat dari waktu yang telah ditetapkan tidak diperkenankan untuk mengikuti
kegiatan praktikum pada hari tersebut;
- Praktikan wajib mengumpulkan Tugas Pendahuluan (TP) sebelum memasuki
Laboratorium, bagi praktikan yang tidak mengumpulakan Tugas Pendahuluan tidak
diperkenankan untuk mengikuti praktikum pada hari tersebut;
- Setelah pengumpulan tugas pendahuluan selanjutnya praktikan akan mengikuti
acara Respon/Kuis sebelum kegiatan praktikum dimulai, bagi praktikan yang tidak
lulus respon dengan nilai standar Min. 50 pada skala 100 akan diberi kesempatan
untuk melakukan remedial dalam waktu 10 menit, jika nilai yang diperoleh dari
hasil remedial kembali tidak memenuhi standar penilaian maka praktikan tersebut
tidak diperkenankan untuk mengikuti praktikum pada hari tersebut;
- Praktikan dibagi dalam beberapa kelompok, setiap kelompok harus lengkap
anggotannya, kecuali ada izin yang sah dari wali/orang tua atau sedang sakit yang
dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter yang di dtitipkan ke
kelompoknya pada hari praktikum berlangsung;
- Pemeriksaan kelengkapan alat dan bahan praktikum kelompok, bagi kelompok yang
bahannya (Objek Pengamatan) tidak lengkap pada saat pemeriksaan, maka
kelompok tersebut tidak diperkenankan untuk mengikuti praktikum pada hari
tersebut;
- Selama praktikum praktikan harus mengenakan jas praktikum
- Praktikan harus patuh terhadap petunjuk-petunjuk asisten. Bila sekirannya ada
pertanyaan atau keraguan terhadap praktikumnya supaya meminta bantuan
asisten;
- Praktikan akan diberi blangko laporan sementara untuk mencatat data hasil
praktikum. Blangko tersebut harus diperiksakan kepada asisten untuk
ditandatangani (disahkan) pada hari itu juga;
- Semua kelompok kerja praktikum wajib membersihkan media pengamatannya
masing-masing sebelum meninggalkan laboratorium;
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

- Laporan mingguan wajib “ACC 3 kali” oleh asisten pembimbing sebagai prasyarat
mengikuti kegiatan praktikum pada minggu berikut;
- Deadline konsultasi Laporan Mingguan yakni 1 hari sebelum praktikum berikutnya
dimulai
- Laporan lengkap diserahkan kepada asisten paling lambat satu minggu setelah
praktikum diselenggarakan. Keterlambatan pengumpulan laporan akan diberikan
sanksi;
- Diakhir praktikum akan diadakan ujian akhir praktikum dengan syarat praktikan
telah menyelesaikan seluruh acara praktikum yang ditentukan dan semua laporan
telah disahkan asisten;
- Hal-hal penting lain yang belum tercantum di sini akan disampaikan kemudian
secara langsung;

B. Praktikan Tidak Diperkenankan

- Merokok, makan, dan minum didalam ruangan praktikum, kecuali acara praktikum
menggunakan cara tersebut;
- Mengotori meja praktikum, ruang praktikum, atau dengan sengaja bermain-main
dengan alat-alat laboratorium;
- Bersenda gurau sehingga mengganggu ketenangan dan ketertiban, baik dalam
kelompok sendiri maupun kelompok orang lain;
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :
Stambuk :
Jurusan :

Dengan ini menyatakan bahwa saya sanggup mematuhi peraturan (Tata Tertib Praktikum
Fisiologi Hewan Air) dan ketentuan yang ditetapkan. Apabila di lain waktu saya melanggar
peraturan yang telah ditetapkan, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku.

Demikianlah surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, dengan kesadaran


penuh tanpa paksaan, dan untuk digunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Kendari, November 2022                                                 


Hormat saya’

Materai
10000

(....................................................)
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

KARTU KONTROL
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR

Nama
Stambuk
:
:
Pas Foto 3 x 4
Jurusan :
Nama Asisten :

NILAI
PARAF
NO. FILUM TUGAS LAPORAN
RESPON ASISTEN
PENDAHULUAN MINGGUAN
1 Proses Difusi dan Osmosis
2 Osmoregulasi
Respon Organisme Terhadap
3
Perubahan Suhu
Respon Tingkah Laku Ikan
4
Terhadap Warna Cahaya
5 Konsumsi Oksigen
6 Molting
Teknik Pembedahan dan
7 Pengambilan Kelenjar
Hipofisa
Teknik Pengambilan
Hemolimfa Untuk
8
Pengukuran Beban Kerja
Osmotik
Rata - Rata

Mengetahui,
Koordinator Asisten

Muhammad Fajar Purnama, S.Pi., M.Si


NIP. 199006082015041001
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM I
PROSES DIFUSI DAN OSMOSIS

A. TUJUAN

“Mengamati secara fisik proses difusi dan osmosis dan pengaruhnya terhadap
organisme percobaan. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
proses difusi dan osmosis”

B. TEORI

Osmosis adalah pergerakan air melalui membran selektif permiabel. Osmosis terjadi
ketika dua larutan mempunyai perbedaan konsentrasi total larutan atau osmolaliti.
Larutan yang diketahui osmolalitinya merupakan isotonik. Osmosis tidak terjadi pada
larutan isotonik, tetapi ketika osmolalit pada larutan yang berbeda, salah satu diantaranya
harus mempunyai konsentrasi yang tertinggi (Hypertonik), sementara yang lainnya disebut
Hypotonik. Air mengalir melalui membran dari larutan Hypotonik ke larutan Hypertonik
(Kimbell, 2003).
Hewan yang mampu memelihara keseimbangan antara cairan tubuh dengan
keadaan lingkungan sekitarnya merupakan osmoconformer, mereka adalah isotonik
sedangkan keadaan lingkungan sekitranya adalah encer. Hewan yang tidak isotonik dengan
keadaan lingkungan sekitarnya disebut osmoregulator. Osmoregulator adalah alat pada
hewan untuk menyeimbangkan cairan tubuh dari lingkungan sekitar. Salah satu bentuk
dari osmoregulator pada hewan laut adalah mengeluarkan kelebihan air ketika berada
dilingkungan hypertonik. Kebanyakan invertebrata laut adalah osmoconformer, dimana
cairan tubuhnya isotonik dari keadaan lingkungan. Meskipun konsentrasi relatif dari
garam dan cairan tubuh mereka berubah-ubah dibandingkan dari laut. Dalam kasus ini,
hewan juga harus mengatur tingkat ion internalnya (Kimbell, 2003).

C. METODE PRAKTIKUM
1) Pengamatan Secara Fisik
Alat

- Timbangan digital : 1 unit


Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

- Akuarium /toples : 1 lt 2 unit (toples 4 buah vol 1 liter)


- Hand refraktometer : 1 unit
- Pengaduk : 1 buah
- Botol kecil transparan : 2 buah
- Stop watch : 1 unit

Bahan

- Air tawar : 10 liter


- Air laut : 10 liter
- Garam : 2 bungkus
- Cairan berwarna kental (tinta, sirup,dll) : 1 botol
- Cacing laut (Nereis sp.) : 4 ekor
- Tissu : 1 roll
- Kertas label : 1 bungkus

Prosedur kerja

1. dimasukkan medium air tawar (0 ppt) dan air laut salinitas ekstrim (40 ppt ),
dimasukkan dalam wadah/toples/akuarium yang berbeda;
2. Masukkan air tawar yang telah diberi warna kedalam dua botol kecil, isi botol
sampai penuh kemudian lap dengan tissu kering;
3. Timbang berat masing-masing botol kecil yang telah berisi air tersebut dengan
timbangan digital, sebagai berat awal (W0);
4. Masukkan satu botol kecil kedalam setiap wadah/media yang berbeda salinitasnya.
Hitung waktu yang dibutuhkan sampai warna air dalam botol sama dengan warna
air media dengan stop watch;
5. Amati arah pergerakan air dari dalam botol kecil;
6. Angkat botol sampel setelah warna airnya sama dengan air media, timbang botol
sampel bersama isinya, sebagai W akhir;
7. Hitung selisih berat botol sampel;

Tugas

1. Hitunglah berapa waktu yang dibutuhkan untuk sampai isotonic;


2. Berapa selisih berat akhir dan berat awal;
3. Perlakuan mana yang paling cepat terjadi isotonic;

2) Pengamatan Secara Biologi

Prosedur kerja

1. Disiapkan medium air tawar (0 ppt) dan air laut dengan salinitas yang ekstrim (40
ppt), dimasukkan dalam wadah/toples/akuarium yang berbeda.
2. Ambil bahan cacing polychaeta sebanyak 2 ekor, lalu cuci dan lap dengan tissu.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

3. Timbang berat sampel tersebut dengan timbangan digital, sebagai berat awal (W0).
4. Masukkan satu ekor cacing pada setiap wadah/media yang berbeda salinitasnya.
5. Angkat sampel dan timbang sampel setiap 10 menit sampai 3 kali penimbangan (30
menit), sebagai berat 1, berat ke-2 dan berat ke-3 (W1,W2,dan W3).
6. Hitung selisih berat setiap sampel dan setiap waktu.

Tugas

1. Berapa selisih berat akhir dengan berat awal;


2. Gambarkan pertambahan setiap waktu pengamatan;
3. Jelaskan perlakuan yang paling tinggi selisihnya;

D. Referensi

John, Kimbell., Biologi Edisi Kelima, Jakarta : Erlangga, 2003.


Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM II
OSMOREGULASI

A. TUJUAN

“Mengamati pengaruh salinitas yang berbeda terhadap proses osmoregulasi air


(ikan dan udang). Setelah praktikum diharapkan mahasiswa mampu mengetahui proses
osmoregulasi ikan/udang”

B. TEORI

Fungsi tubuh organisme perairan dapat berjalan secara normal bila konsentrasi
cairan dalam sel-sel tubuhnya (milleu interior) sesuai dengan konsentrasi medium
lingkungannya (milleu eksteriur). Fungsi osmoregulasi pada organisme perairan adalah
untuk mengatur tekanan osmosis dan keseimbangan konsentrasi cairan dalam tubuh serta
mengatur keseimbangan ion antara cairan dalam tubuhnya dengan medium/lingkungnnya.
Organisme krustasea laut, apabila dimasukkan ke daerah bersalinitas rendah, dapat
mengalami :

- Kehilangan ion melalui permukaan tubuh dan urine;


- Kandungan ion seluler akan terganggu;
- Sel-sel tubuhnya akan menyerap air secara osmosis dari darah;
Bila ketiga hal tersebut di atas berlangsung secara intensif dan kontinyu, akan
mengakibatkan pecahnya sel-sel tubuh (turgor) dan dehidrasi atau kekurangan air yang
akhirnya akan menyebabkan kematian organisme. Organisme yang bersifat euryhaline
cenderung mempertahankan konsentrasi darahnya hipertonik pada medium yang
bersalinitas rendah dan hypotonic pada medium yang pekat (kadar garam tinggi).
Sedangkan organisme stenohaline tidak dapat mentolerir perubahan salinitas yang besar,
kecuali dengan proses aklimatisasi dalam jangka waktu yang tidak singkat.
Menurut Anggoro (1992), bahwa tingkat kerja atau beban osmotik memilki
hubungan yang erat dengan parameter pertumbuhan dan molting pada crustacea, dimana
bila beban kerja osmotik makin rendah (kecil) atau mendekati iso-osmotik maka energi
untuk osmoregulasi makin kecil, sehingga makin besar porsi energi pakan yang tersedia
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

untuk pertumbuhan dan molting sebaliknya, bila beban kerja osmotik makin besar (hiper-
osmotik atau hipo-osmotik) maka energi banyak terpakai untuk osmoregulasi, sehingga
porsi energi yang tersedia untuk pertumbuhan dalam memicu proses molting makin kecil.
Tingkat kerja osmotik (TKO) krustasea ditentukan dari perbedaan antara nilai
osmolaritas hemolimfe kepiting bakau dan osmolaritas media perlakuan (Lignot et al.,
2000). Pengukuran osmolaritas dilakukan dengan menggunakan osmometer dan rumus
Wheaton (1977); Anggoro (1992).
“TKO = Osmolaritas Hemolimph kepiting bakau – Osmolaritas media (Air)”
dengan ketegori sebagai berikut;
TKO = 0 : Isosmotik
TKO > 0 : Hiperosmotic Regulation (Media Hipo-Osmotik)
TKO < 0 : Hipo-Osmotic Regulation (Media Hiperosmotik)
Bila TKO makin rendah (kecil) atau mendekati isosmotik maka energi untuk
osmoregulasi makin kecil, sehingga makin besar porsi energi pakan yang tersedia untuk
pertumbuhan dan molting sebaliknya, bila TKO makin besar (hiperosmotik atau Hipo-
osmotik) maka energi banyak terpakai untuk osmoregulasi, sehingga porsi energi yang
tersedia untuk pertumbuhan dan molting makin kecil (Anggoro, 1992).

C. METODE PRAKTIKUM

Alat
- Toples 1,5 l : 10 buah
- Gelas ukur : 500 ml
- Hand Refraktometer : 1 unit
- Seser : 1 unit
- Kertas label : 1 bungkus

Bahan

- Ikan air tawar (kecil) : 5 ekor


- Ikan air laut (kecil) : 5 ekor
- Air laut : 10 liter
- Air tawar : 10 liter
- Garam : 3 kg

Prosedur Kerja
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

1. Siapkan 5 buah wadah (aquarium/toples) yang bersih dan beri label masing-masing
bersalinitas : 0, 15, 30, 45, dan 60 ppt;
2. Masing-masing wadah diisi dengan dengan salinitas sesuai dengan konsentrasi label
pada wadah;
3. Ukurlah masing-masing salinitas air/media asal organisme yang dijadikan hewan
percobaan;
4. Masukkan secara perlahan 3-5 ekor hewan uji kedalam tiap wadah dan amati
tingkah lakunya;
5. Lakukan pengamatan selanjutnya setiap 15 menit selama satu jam dan catat semua
tingkah lakunya, arah pergerakan, jumlah yang bertahan hidup;

Tugas

1. Bandingkan tingkah laku pada setiap unit percobaan;


2. Jelaskan perlakuan yang paling mudah beradaptasi;

D. REFERENSI

Anggoro, S. 1992. Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas
Telur dan, Vitalitas Larva Udang Windu Penaeus monodon Fabricius. Disertasi, Fak.
Pascasarjanan, IPB, Bogor. 230 hlm.
Lignot, J.H, S. Spanings-Pierrot and G. 2000. Osmoregulatory Capacity as a Tool in
Monitoring The Physiological Condition and The Effect Of Stressin Crustaceans.
Aquaculture, 191: 209-245.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM III
RESPON ORGANISME TERHADAP PERUBAHAN SUHU

A. TUJUAN

“Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh respon fisiologi


organisme ikan terhadap perubahan suhu lingkungan”

B. TEORI

Secara umum aktivitas kehidupan terjadi didalam kisaran suhu yang sempit,
bervariasi antar 0-400 C. Faktor inilah salah satu yang membatasi distribusi organisme. Ada
beberapa jenis hewan yang mampu hidup normal pada suhu dibawah 0 0C, atau pada suhu
lebih dari 400C. Kemampuan ini berkaitan dengan adaptasi dan evolusi suatu organisme.
Organisme yang dapat mengatur suhu tubuhnya pada kisaran tertentu relatif konstan
digolongkan hewan homoiterm (mamalia dan burung). Sebaliknya hewan lain memiliki
suhu tubuh yang dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan sekitarnya disebut
poikiloterm (reptil, amfibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata).
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh,
sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya.
Ikan yang hidup didalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan
kecepatan respirasi. Hal tersebut diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Ikan
memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisarn tertentu yang sangat berperan bagi
pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Suhu tinggi
tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan
untuk jangka panjang. Pada dasarnya suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada
ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan
pingsan nya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen. Pada suhu sekitar 10ºC di bawah atau di
atas suhu normal, suatu jasad hidup dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan
aktivitas jasad hidup tersebut menjadi kurang lebih dua kali pada suhu normalnya.
Perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock yang
biasanya dikaitkan dengan koefisien aktivitas [Q], yakni perbandingan suatu aktivitas yang
disebabkan oleh kenaikan suhu 10ºC, atau dinyatakan dengan rumus :
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

Q10 = A(t + 10) 0 C ………………………………………………………………………(1)


A(t0)

Pola temperature ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopii (penutup oleh vegetari) dari pepohonan yang
tumbuh sel tepi (Barus, 2004). Disamping itu pola temperature perairan dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor anthrcopogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti
limbah panas yang berasal dari pendinginan pabrik. Pengunduran BAS yang menyebabkan
hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal
ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur suatu sistem perairan (Barus,
2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini
adalah penyerapan panas (heat flux) curah hujan (prespiration) aliran sungai (Flux) dan
pola sirkulasi air (Hadikusumah, 2008).
Air sebagai lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami
fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi
daripada udara. Artinya untuk naik 1 C, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah
panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal akan menunjukkan
fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme
memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu
perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai
secara sifat alam antara lain:
1. Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air. 
2. Angin, sebagai penggerak permindahan massa air. 
3. Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan
suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang
bersuhu tinggi naik kepermukaan perairan.
Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam
air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen dibanding dengan suhunya
rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran
dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O 2, CO2, N2,
CH4 dan sebagainya.
Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan pada perairan
tropis dapat berlangsung berkisar antara 25 oC – 32oC. Kisaran suhu tersebut biasanya
berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat menguntungkan
untuk melakukan kegiatan budidaya ikan. Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses
kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu
perairan akan mengakibatkan berubahnya semua proses didalam perairan. Hal ini dilihat
dari peningkatan suhu air maka kelarutan oksigen akan berkurang. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa peningkatan 10 oC suhu perairan mengakibatkan meningkatnya konsumsi
oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat, sehingga kebutuhan oksigen oleh
organisme akuatik itu berkurang.

C. METODE PRAKTIKUM

Alat dan Bahan

- Toples : 3 buah
- Mangkuk besar : 1 buah
- Thermometer : 1 buah
- Air biasa : 5 liter
- Air hangat : 1 termos
- Es batu : 1 balok
- Ikan air tawar : 5 ekor
- Ikan air laut : 5 ekor

Prosedur Kerja

1. Siapkan media/toples, isikan air kedalam masing-masing toples;


2. Masukkan ikan air tawar kedalam toples yang berisi air masing-masing 1 ekor.
3. Setelah 10 menit, hitunglah banyaknya gerakan membuka dan menutup operculum
ikan dalam satu menit. Lakukan hal ini hingga 4 menit kedepan. Masukkan hasil
pengamatan dalam tabel pengamatan;
4. Masukkan 2 toples yang berisi ikan kedalam mangkuk;
5. Tuangkan air panas kedalam salah satu mangkuk (air panas jangan dmasukkan
kedalam toples). Atur suhu pada air didalam toples hingga stabil pada suhu 35 0C;
6. Pada mangkuk yang lain, masukkan es batu kedalamnya (es jangan dimasukkan
kedalam toples). Atur suhu pada air didalam toples hingga stabil pada suhu 20 0C;
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

7. Catat banyaknya gerakan membuka dan menutupnya operculum dalam satu menit
pada masing-masing toples yang dimasukkan pada mangkuk yang berbeda. Lakukan
hingga 4 menit kedepan;
8. Dengan mempertahankan suhu air pada toples, ganti ikan pada kedua toples dengan
ikan yang baru. Catat banyaknya aktivitas menutup dan membukanya operculum
ikan pada kedua suhu yang berbeda;
9. Ulangi perlakuan pada ikan air laut;

D. REFERENSI

Barus, T, A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press,
Medan.
Hadikusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Cisadane. Jurnal
Makara Sains. 12 (2).
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM IV
RESPON TINGKAH LAKU IKAN TERHADAP WARNA CAHAYA

A. Tujuan

“Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui reaksi ikan terhadap warna atau
warna yang disukai ikan/ organisme. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui respon ikan terhadap cahaya”.

B. Teori

Aktivitas ikan dipengaruhi oleh lingkungannya dan cahaya pada umumnya menjadi
faktor utama (Boujard et al., 1992). Setiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang
gelombang cahaya tertentu oleh pigmen penglihatan . respon ikan terhadap cahaya
ditandai dengan naiknya sel kon yang terdapat pada retina mata. Faktor-faktor yang
mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan
lamanya waktu pengcahayaan (Utami, 2006). Setiap spesies ikan mampu mengabsorbsi
panjang gelombang tertentu secara maksimal oleh pigmen penglihatan (photo pigment).
Menurut Herring et al., (1990), didalam retina mata terdapat tiga macam reseptor yaitu
reseptor biru, reseptor hijau dan reseptor merah dimana masing-masing reseptor
menyerap satu dari 3 warna utama. Warna utama untuk cahaya adalah merah, biru, dan
hijau. Lebih lanjut dijelaskan bahwa retina hanya dapat menangkap cahaya saja.
Tingkah laku ikan menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap
lingkungan internal dan eksternal, sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang
berhubungan dengan tingkah laku ikan karena adanya rangsangan eksternal. Terdapat dua
bentuk reaksi dari hewan terhadap cahaya yaitu fotokinesis dan fototaksis. fotokinesis
adalah respon dalam kecepatan perubahan arah gerakan terhadap suatu intensitas cahaya,
sedangkan fototaksis adalah tindakan lokomotor dari suatu organisme mendekat (positif)
atau menjauhi (negatif) dari suatu sumber cahaya. Menurut He (1989), terdapat teori
tentang ikan berenang mendekati sumber cahaya (fototaksis) yaitu forced movement theory,
adaptation theory dan feeding phototaxis theory. Faktor-faktor yang mempengaruhi
fototaksis pada ikan adalah faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan kepenuhan isi
lambung serta faktor eksternal seperti temparatur air, level lingkungan cahaya (dini hari
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

dan bulan purnama), intensitas dan warna dari sumber cahaya, ada tidaknya makanan dan
kehadiran predator.

C. METODE PRAKTIKUM

Alat

- Ruangan gelap
- Aquarium 30 l : 1 unit
- Balon lampu pijar warna 15 watt (hijau, merah, biru, kuning), masing-masing satu
dan dilengkapi saklar.
- Kertas minyak warna (hijau, merah, biru, dan kuning) masing-masing 1 lembar

Bahan

- Ikan Nila ukuran 50 gr : ekor


- Air tawar

Prosedur Kerja

1) Kegiatan ini dilakukan dalam ruang gelap;


2) Siapkan akuarium, pada setiap bagian sisi samping aquarium ditempel kertas
minyak masing-masing berbeda warna;
3) Pada setiap sisi dipasang lampu berwarna sesuai dengan warna kertas yang
menempel;
4) Isi air dan masukkan ikan percobaan;
5) Matikan semua lampu dan diamkan 10 menit, kemudian nyalakan lampu secara
bersamaan;
6) Amati tingkah laku ikan, setelah 5 menit hitung setiap individu yang menghadap ke
dinding berdasarkan warna dinding akaurium;
7) Lakukan beberapa kali ulangan;

Tugas

1. Bagaimana respon ikan terhadap cahaya saat pertama kali lampu dinyalakan;
2. Warna apa yang pertama didekati;
3. Warna apa yang paling banyak didekati;

D. REFERENSI

Boujard T. Yann M. & Pierre L. 1992. Diel cycles in Hoplosternum littorale: entrainment
of feeding activity by low intensity colored light. Kluwer Academic Publishers.
Netherlands.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

He P. 1989. Fish Behaviour and its Application in Fisheries.Newfoundland and Labrador


Institute of Fisheries and Marine Technology.Canada
Herring PJ., AK. Campbell, M. Whitfield and L. Maddock. 1990. Light and Life in The Sea.
Cambridge University Press. London
Utami, E., 2006. Analisis Respons Tingkah laku Ikan Pepetek (secutor insidor) terhadap
intensitas cahaya berwarna. Tesis. IPB. Bogor.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM V
KONSUMSI OKSIGEN

A. TUJUAN

“Mengetahui konsumsi oksigen yang dibutuhkan oleh organisme air dalam


membantu proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh dan konsumsi oksigen
berdasarkan ukuran (berat). Setelah praktikum diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui mekanisme konsumsi oksigen pada organisme”.

B. TEORI

Oksigen dibutuhkan oleh organisme untuk membantu proses metabolisme yang


terjadi di dalam tubuh (Julian et al., 2003). Oksigen yang masuk tersebut melalui proses
respirasi insang dengan cara difusi pada permukaan tubuh (khusus untuk krustasea yang
berukuran kecil). Konsumsi oksigen filosoma lobster mutiara dipengaruhi oleh aktivitas
pemanfaatan pakan, dengan pemberian pakan maupun nauplius A. salina kebutuhan
oksigennya relatif stabil sedangkan filosoma yang tidak diberi pakan cenderung menurun
kebutuhan oksigennya seiring bertambah umur setelah menetas. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa salah satu fungsi pakan adalah material energi untuk respirasi. Pada I. punctatus
konsumsi oksigen meningkat tajam pada fase larva dan terjadi peningkatan ukuran dan
umur (Torrans, 2008).
Kapasitas oksigen yang dibawa oleh darah yang berisi He (krustasea) dan Hb (ikan)
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tekanan oksigen dan suhu. Jumlah oksigen yang
dibutuhkan organisme dipengaruhi oleh laju metabolismenya. Laju metabolisme
organisme dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik (Torrans, 2008).

Faktor Biotik

 Aktifitas : organisme aktif memiliki laju metabolisme tinggi dibandingkan dengan


organisme yang lambat
 Ukuran (berat) : organisme yang berukuran kecil mempunyai laju metabolisme/unit
berat/ waktu yang lebih tinggi dibandingkan yang berukuran besar karena rasio
tempat respirasi insangnya terhadap keseluruhan tubuhnya, lebih besar
 Umur : semakin tua suatu organisme , semakin rendah laju organismenya, tetapi
konsumsi oksigen/unit berat/waktu lebih besar karena ukuran tubuhnya lebih
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

besar. Sementara pada organisme yang lebih muda, metabolismenya cepat untuk
pembentukan jaringan.
 Seks (jenis kelamin) : organisme jantan biasanya lebih aktif sehingga laju
metabolismenya tinggi.
 Moulting : khusus pada krustasea yang mempunyai siklus moulting, pada fase
intermoult dan Ecdysis, konsumsi oksigen tinggi karena terjadi pertumbuhan aktif
maksimum sehingga metabolismenya tinggi. Sebaliknya premoulting dan
postmoulting, konsumsi oksigen rendah.

Faktor Abiotik

 Temparatur : bila temparatur tinggi maka laju metabolisme tinggi sehingga


konsumsi oksigen tinggi. (sampai batas toleransi organisme).
 Salinitas : pada salinitas rendah, organisme mempunyai toleransi yang tinggi
sehingga konsumsi oksigen tinggi. Oleh karen itu, jika terjadi peningkatan salinitas
maka laju metabolisme menurun (rendah).
 Oksigen : bila konsentrasi oksigen dalam air tinggi maka laju metabolisme tinggi
sehingga konsumsi oksigen lebih besar.
 Karbondioksida : bila karbondioksida dalam air tinggi maka laju metabolismenya
rendah, bila ketersediaan oksigen rendah.
 Pasang surut : pengambilan oksigen lebih besar pada waktu pasang daripada waktu
surut sehingga laju metabolisme lebih tinggi pada waktu pasang (untuk organisme
yang menggali lubang dan tinggal didalamnya untuk waktu yang lama pada waktu
pasang, misalnya kepiting).
 Siklus pergerakan air : organisme yang hidup di perairan tenang mengkonsumsi
oksigen lebih kecil daripada yang hidup di air deras. Tingginya konsumsi oksigen
pada organisme yang hidup di air deras, untuk belanja energi bagi organisme agar
tubuhnya tidak terbawa arus.
 Musim : untuk daerah tropis seperti Indonesia, perbedaan suhu tidak terlalu besar
(tidak signifikan) pada daerah lintang tinggi, konsumsi oksigen lebih tinggi pada
musim dingin daripada musim panas karena adanya belanja energi untuk adaptasi
terhadap lingkungan (suhu rendah) khusus di daerah empat musim, laju
metabolisme tinggi pada suhu rendah.

C. METODE PRAKTIKUM
Alat
- Akuarium/ toples 1,5 lt : 12 unit (lengkap penutup)
- Termometer air raksa : 1 unit
- DO meter : 1 unit
- Timbangan digital : 1 unit
- Seser : 1 buah
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

Bahan

- Ikan Mas (ukuran)


Benih 0,5 cm : 50 ekor
Tokolan 10 cm : 10 ekor
- Udang Windu (ukuran)
Benur PL 10 : 50 ekor
Tokolan : 10 ekor
- Isolasi /selotip : 1 roll
- Tissu : 1 dos
- Air Laut : 15 lt
- Air tawar : 15 lt

Prosedur Kerja

1. siapkan toples/akuarium dengan media (air tawar/laut) sebanyak jumlah ukuran


ikan/udang yang akan diuji, lebihkan 2 toples yang hanya berisi air (tanpa
organisme uji);
2. Masukan air secara perlahan-lahan ke dalam toples secara hati-hati, sampai leher
toples;
3. Ukur suhu dengan mengunakan thermometer;
4. Ukur kelarutan oksigen yang terlarut dalam air dengan DO meter, sebagai DO awal;
5. Masukkan ikan/udang sebaiknya mempunyai batasan biomassa yang sama setiap
unti percobaan secara perlahan-lahan kedalam toples. Usahakan jangan timbul
gelombang udara dalam toples kemudian tutup rapat dan beri isolasi di sekeliling
toples;
6. Tutup toples dengan rapat agar tidak ada oksigen yang dapat berdifusi kedalam air,
termasuk toples yang tidak berisi organisme uji;
7. Daimkan, pada kondisi ruangan yang sama;
8. Setelah 24 jam, ukurlah oksigen terlarutnya, sebagai DO akhir;
9. Timbang biomassa/satu ekor ikan/ krustasea masing-masing dan catat beratnya;
10. Jumlah kebutuhan oksigen organisme diketahui dengan formula :

“X = Oksigen awal- oksigen setelah 24 jam”


Keterangan :
X : konsumsi oksigen ikan/unit berat ikan. Dapat dikonversi menjadi kebutuhan oksigen
selama 24 jam = konsumsi oksigen/gram/hari atau dikonversikan ke Kcal/kg/jam.

 Sebagai catatan nilai kalori yang digunakan oleh Brett :


 Konsumsi 1 mg oksigen/kg/jam = 0,00337 kcal/kg/jam/hari
 Jadi 1 kcal/kg/jam mengkonsumsi 297 mg oksigen/kg/jam. Kadar oksigen terlarut
sebenarnya (mg/jam), digunakan persamaan rumus :
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

“Z = Y – Z”
Untuk mengubah satuan jumlah oksigen terlarut sebenarnya kedalam µmol/O 2/jam
rumus :
“W = Z x 1000/Berat molekul oksigen” (berat molekul O2 = 102,06)
Untuk mengubah satuan jumlah oksigen terlarut sebenarnya satuan µL O 2/jam
rumus : U = W x 22,4 dengan asumsi bahwa 1 mol O 2 = 22,41. Untuk mengetahui konsumsi
oksigen perberat badan sampel (µL O2/mgBK/jam. BB/jam) digunakan rumus:

“N = U/Mg berat badan”


Tugas
1) Hitunglah kebutuhan oksigen pada setiap sampel uji;
2) Gambar grafik hubungan antara berat/jenis sampel dengan jumlah oksigen;
3) Berdasarkan grafik tersebut, bagaimana berat/kondisi sampel uji terhadap
kebutuhan oksigen;

D. REFERENSI

Julian, William G. R, Stephanie E.W. and James S Albert. Oxygen Consumption in


weakly electric neotropical fishes. Journal of Oecologia 2003; 137:502- 511.
Torrans, l. And J. Stebby, 2008 . Effects of dissolved oxygen concentration on oxygen
consumption and development of channel fish eggs and fry : Implications for
hatchery management. Nort American J. of Aqua. 70 : 286-295.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM VI
MOLTING

A. TUJUAN

“Mengetahui bagaimana cara mempercepat proses molting pada krustasea


(kepiting) dengan metode induksi autotomi”.

B. TEORI

Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan crustacea : udang, kepiting,
lobster, dll, terjadi ketika ukuran daging hewan bertambah besar sementara eksoskeleton
tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan
hewan ini akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan
kalsium. Proses molting pada krustasea terdiri dari 5 tahapan, yaitu fase pre-molt, molt,
post molt, intermolt awal, dan intermolt akhir. Secara fisiologis, pertumbuhan dan proses
moulting kepiting dipengaruhi oleh faktor fisiologis baik secara langsung dan tak langsung.
Pengaruh langsung dilakukan dengan pemberian hormone. Kontrol hormone pada kepiting
dipengaruhi oleh adanya hormone penghambat diantaranya hormone penghambat
metabolism , hormone penghambat moulting (MIH) dan hormone penghambat
perkembangan gonad (GIH). Sedangkan cara fisiologi tak langsung dilakukan dengan
metode autotomi atau ablasi (Fujaya, 2008).
Molting bagi krustase merupakan periode kritis yang menggambarkan kondisi
fisiologis dari proses pergantian kulit lama (Eksoskeleton) (Gimenez dkk., 2001). Molting
dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti salinitas, temperatur, dan faktor internal
termasuk status nutrisi dan ablasi mata (Koo dkk., 2005).
Menurut Fujaya (2008), kepiting tidak dapat tumbuh secara linier sebagaimana
hewan lain karena mereka memiliki cangkang luar yang keras (karapas) yang tidak dapat
bertumbuh. Karenanya agar kepiting dapat bertumbuh maka karapas lama harus diganti
dengan yang baru yang lebih besar. Proses pergantian ini disebut molting. Ditambahkan
oleh Effendy dkk. (2005) pada kepiting bakau, pertumbuhan merupakan proses perubahan
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

panjang dan bobot yang terjadi secara berkala pada setiap rangkaian proses pergantian
kulit atau molting.
Menurut Karim (2005), ada dua faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan
dan molting kepiting bakau yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor dalam (internal)
yaitu ukuran jenis kelamin dan kelengkapan anggota tubuh, sedangkan faktor luar
(eksternal) yaitu ketersediaan pakan, cahaya, suhu dan salinitas. Faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan molting kepiting bakau,
disajikan pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Kecepatan
Pertumbuhan dan Molting Kepiting Bakau
No. Faktor Internal Faktor Eksternal
1. Ukuran (Berat, Lebar, Panjang) Ketersediaan Pakan
2. Jenis Kelamin Cahaya (photoperiod)
3. Kelengkapan Anggota Tubuh Tekanan Osmotik
4. Produksi Hormon Ekdisteroid Stressor
5. Molt Inhibiting Hormon (MIH) Temperature

C. METODE PRAKTIKUM
Alat

- Gunting : 1 buah
- Toples : 5 buah
- Baki : 4 buah
- Ketas laminating : 1 lembar

Bahan

- Kepiting : Scylla spp.


- Air laut : 5 liter

Prosedur Kerja

1) Menyiapkan sampel percobaan (Scylla spp.);


2) Memastikan sampel percobaan (Scylla spp.) dalam kondisi sehat dicirikan dengan
kondisi aktif bergerak dan tidak menunjukkan tingkah laku stress;
3) Memegang kuat kedua capit kepiting kemudian mengaitkan satu sama lain. Biarkan
renggang dan bergerak sampai kepiting melepaskan organ tersebut;
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

4) Menekan perlahan pangkal kaki renang sampai kepiting melepaskan dengan


sendirinya bagian organ tersebut, hingga organ yang tersisa hanya kaki dayung
kepiting bakau (swimming leg);
5) Masukkan kepiting kedalam akuarium/toples yang berisi air laut, rendam kepiting
dengan ukuran air tidak melewati seluruh badan kepiting;
6) Mengamati proses moulting pada sampel percobaan (Scylla spp.);

Tugas

1) Amati proses-proses molting pada kepiting (Scylla spp.);


2) Jelaskan fase-fase molting sesuai dengan pengamatan;

D. REFERENSI

Effendy, S., Faidar, Sudirman dan E. Nurcahyono. 2005. Pemeliharaan Rajungan (Portunus
pelagicus Limneus) pada Berbagai Tingkat Salinitas Media. Laporan Penelitian.
Balai Budidaya Air Payau. Takalar. 67 hlm.
Fujaya Y., D.D. Trijuno. 2008. Haemolymph Ecdysteroid Profile of Mud Crab During Molt
and Reproductive Cycles. Torani 17 (5) : 415–421.
Gimenez, A.V.F., F.L. Garcia-Carreno, M.A. Navarette del Toro and J.L. Fenucci. 2001.
Digestive proteinases of Red Shrimp Pleoticus muelleri (Decapoda, Penaeoidea) : Partial
Characterization and Relationship With Moulting. Comp. Biochem. Physiol., 130A:
331-338.
Karim M. Y. 2005. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata Forskal)
pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan
Kadar Protein Pakan Berbeda. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. 153
hlm.
Koo, J.G., S.G. Kim, J.J. Jee, J.M. Kim, S.C. Bai and J.C. Kang. 2005. Effect of Ammonia and
Nitrite on Survival, Growth, and Moulting in Juvenile Tiger Crab (Orithyia sinica
Linnaeus). Aqua. Res., 36:79-85.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM VII
TEKNIK PEMBEDAHAN DAN PENGAMBILAN KELENJAR HIPOFISA

A. TUJUAN

“Praktikum pengambilan hipofisa bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk dan


posisi hipofisa pada ikan serta proses pembedahan dan pemisahanya”

B. TEORI

Kelenjar pituitary atau kelenjar hipofisa merupakan organ yang relative kecil
ukuranya jika dibandingkan dengan ukuran tubuh, teori yang mempunyai pengaruh pada
sejumlah proses Vital dalam tubuh maupun hewan, pengaruh yang luas dari kelenjar
hipofisa tersebut (Khairuman dan Amri, 2003). Dalam melakukan perangsangan
reproduksi ikan, umumnya digunakan hormone hipofisa untuk memacu terjadinya
pemijahan, walapun kondisi lingkungan kurang mendukung. Perangsangan reproduksi ini
melalui penyuntikan induk ikan dengan ekstraksi kelenjar pituitary (hypophisis) yang
diambil dari ikan dewasa umumnya dari ikan sejenis atau ikan lain yang kekerabatannya
masih dekat (Syafei et al., 1993) Reproduksi ikan dikendalikan oleh sumber utama
hipotalamus-hipofisa-gonad. Secara alamiah, keadaan lingkungan seperti suhu, cahaya dan
cuaca diterima oleh organ perasa yang meneruskannya ke system syaraf pusat. Kemudian
hipotalamus mensekresikan GnRH (Gonadotropin Realising Hormone) yan bekerja
merangsang kelenjar hipofisa untuk mensekresikan hormone steroid, perkembangan dan
pematangan gonad serta pemijahan (Yusnaini 1998). Hipofisa bertujuan untuk
mempercepat kematangan gonad 10 – 12 jam sebelum memijah disuntik dengan kelenjar
hipofisa. Kematangan gonad tergantung dari ukuran dan bentuk hewan (O-fish, 2008).
Kompleksitas dari sejumlah proses kontrol fisiologi pada teleostei telah di pelajari
menyusul pembedahan dengan pemotongan beberapa jaringan. Selanjutnya, aspek tertentu
dari produksi budidaya laut masih tergantung pada manipulasi pembedahan, salah satu
contoh sederhana adalah ablasi atau pemotongan kelenjar pada hypophysectoning untuk
contoh yang kompleks (Yusnaini et al., 2009). Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak
yang terletak tepat diatashipofisa. Hipofisa memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus
anterior (depan) dan lobus posterior (belakang). Hipotalamus mengendalikan lobus
anterior (adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai
hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung menghubungkan keduanya.
Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui impuls saraf. Peransangan
pemijahan ikan secara hormonal dilakukan dengan menyuntikkan hormon kedalam tubuh
ikan. Hormon tersebut masuk kedalam sistem sirkulasi darah ikan dan ketika mencapai
organ target (gonad) langsung bekerja dan mempengaruhi organ tersebut. Dengan
demikian perangsangan pemijahan secara hormonal ini merupakan upaya by pass cara
kerja hormon dalam sistem reproduksi ikan (Muklas, 2009).

C. METODE PRAKTIKUM

- Alat

Alat bedah : 1 set


Baki (Dissectig-pan) : 4 set
Kain lap : (Lap kasar, halus dan tissue)

- Bahan

Ikan Nila (O. niloticus) : 2 ind

- Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang akan dilakukan pada praktikum ini adalah


1) Menyiapkan baki dan pisau bedah (menggunakan pisau tajam);
2) Mengambil ikan Nila yang akan dibedah, kemudian meletakkan obyek pengamatan
diatas baki dengan posisi punggung menghadap keatas;
3) Memotong tepat dibelakang tutup insang atau menempatkan pisau bedah pada batas
antara kepala dan badan (body) dari ikan Nila hingga kepalanya terpisah dari tubuhnya;
4) Membedah tepat diatas meja (dissecting pen) hingga kerangka kepala dan otaknya
tampak;
5) Menggunakan pinset untuk mengambil kelenjar hipofisa yang ukuranya sebesar biji
kacang;
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

6) Melakukan pengamatan dan mengambar bagian kepala yang telah dibedah;

- Tugas

1. Gambar secara jelas bentuk dan bagian kelenjar hipofisa yang diamati;
2. Deskripsikan secara detail bentuk, warna, tekstur dan ciri lain dari objek yang telah
diamati;

D. REFERENSI

Khairuman dan K. Amri, 2003. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka.
Mukhlas, 2009. Hipofisa dan ovaprim. Aquakultur. (online), (http://mukhlas
muthiullah.blogspot.com/2009/03/hipofisa-dan-ovaprim.html), diakses 6 Januari
2019.
O-fish. www.O-Fish.net.id.com, 2008. Kelenjar Hipofisa/Pituitary. diakses Tanggal 23
Januari 2019.
Syafei, D.S., Rahardjo, R. Affandi, M. Brojo dan Sulistiono, 1993. Fisiologi Ikan II
Reproduksi Ikan. Bogor.
Yusnaini, 1998. Pengaruh Ekstraksi Kelenjar Hiptalamus, Hipofisa dan Gonad Ikan Mujair
(Oreocromis mosambicus) terhadap Sperma Ikan Nila Merah (Oreocromis niloticus).
Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo. Kendari.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

PRAKTIKUM VIII
TEKNIK PENGAMBILAN HEMOLIMFA UNTUK PENGUKURAN
BEBAN KERJA OSMOTIK

A. TUJUAN

“Mengetahui teknis pengambilan hemolimfa menggunakan “spoit 3 ml” dengan


mengamati secara langsung hemolimfa sampel yang berasal dari hewan invertebrata air
(Crustasea : Decapoda : Scylla spp.). Pada hewan vertebrata cairan yang berada dalam
tubuh disebut darah, namun pada organisme invertebrata air cairan ini dikenal dengan
istilah hemolimfa”.

B. TEORI

Hemolimfa mengandung komponen yang memenuhi fungsi-fungsi darah atau getah


bening. Misalnya, hemolimfa mengandung hemosianin yaitu protein yang mengikat oksigen
mirip dengan hemoglobin pada vertebrata. Hemolim merupakan zat/materi yang identik
dengan darah sebagai fungsi transport dalam tubuh pada hewan avertebrata, dimana
hemolimfa ini hanya terdapat pada organism avertebrata bentik yang hidup didarat
maupun dilaut. Hemolimfa berwarna putih bening sampai biru keungu-unguan. Ekspresi
warna tersebut tergantung pada tingkat stress organisme akuatik terhadap lingkungan
(Serrano et al., 2003).
Pengambilan sampel hemolimfe pada dasarnya digunakan untuk mengetahui
tingkat kerja osmotik dan kadar hormon ekdisteroid pada krustasea. Menurut Karim
(2008), pengambilan sampel hemolimfe dilakukan pada bagian membran arthrodial kaki
jalan kepiting dengan menggunakan syringe bervolume 1 ml (ukuran jarum suntik; 23 g),
dimana sebelum pengambilan hemolimfe, jarum suntik diberi larutan heparin dengan cara
diusapkan untuk mencegah pembekuan dari sampel hemolimfe. Sebelum pengambilan
hemolimfe, krustasea terlebih dahulu diaklimatisasikan selama 1 hari sebagai bentuk
adaptasi terhadap tekanan osmotik lingkungan yang baru, untuk menentukan tingkat kerja
osmotik yang dialami krustasea, dilakukan pengukuran osmolaritas hemolimfe kepiting uji
dan media perlakuan. Pasca pengambilan sampel hemolimfe, selanjutnya dilakukan proses
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

pemulihan (recovery) dengan memberikan pakan (Ikan Tembang (Sardinella sp.)) (Karim,
2009).

C. METODE PRAKTIKUM

- Alat

Spoit 3 ml dan jarum suntik : 4 unit


Baki (Dissectig-pan) : 4 unit

- Bahan

Kepiting bakau (Scylla spp.) bobot 80 – 100 g/ind : 8 Ind

- Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1) Menyiapkan spoit dan organisme donor (Scylla spp.)


2) Menempatkan spoit 3 ml pada bagian diantara sendi-sendi capit, kaki jalan dan kaki
dayung yang berdekatan dengan organ propondus organisme pendonor;
3) Memasukkan jarum suntik kedalam otot organisme donor secara perlahan dan
menahanya sampai hemolimfa terekspos keluar atau terlihat di dalam spoit;
4) Mengamati secara visual hemolimfa biota donor dan mendekripsikan cirinya secara
detail;

D. Referensi

Karim, M.Y. 2008. Pengaruh Salinitas Terhadap Metabolisme Kepiting Bakau (Scylla
olivacea). Jurnal Perikanan, Journal of Fisheries Sciences, X (1) : 37–44.
Karim, M.Y. 2009. Kajian Osmoregulasi Kepiting Bakau (Scylla olivacea) pada Berbagai
Salinitas. Ichthyos, Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan, 7(1): 21-
26.
Serrano LG, Blanvillain D, Soyez G, Charmantier E, Grousset F and Aujoulat F, 2003.
Putative involvement of crustacean hyperglycemic hormone isoforms in the
neuroendocrine mediation of osmoregulation in the crayfish
Astacusleptodactylus. J. Exp. Biol. 206: 979-988.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Laporan

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan dan Manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1. Waktu dan Tempat
III.2. Alat dan Bahan
III.3. Prosedur Kerja
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
IV.2. Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

Contoh Cover Laporan Praktikum

LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AIR

Oleh :

Nama : Sitti Khadijah Bidadari Shalihah Purnama


Stambuk : I1A121001
Kelompok : I (Satu)
Jurusan : Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP)
Asisten Pembimbing : Muhammad Fajar Purnama

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

KENDARI
2022

Lampiran 2. Form Laporan Sementara (Work sheet)

FORM LAPORAN SEMENTARA

Hari/Tanggal :
Tempat :
Pukul :
Jurusan :
Kelompok : I (Satu)
Anggota Kelompok :

A. Alat dan Bahan

(Alat dan bahan yang digunakan dinarasikan “di sini”)

B. Prosedur Kerja

(Prosedur kerja diuraikan “di sini”)

C. Hasil Pengamatan

(Hasil pengamatan atau hasil pengukuran beberapa variabel yang diamati dituliskan “di
sini”)

Mengetahui
Asisten Pembimbing,
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air

Muhammad Fajar Purnama

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Praktikum

RUBRIK PENILAIAN
FORMAT PENILAIAN PRAKTIKUM
MATAKULIAH DASAR-DASAR AKUAKULTUR
Aspek Penilaian
Nam Laporan Laporan Total
No. NIM Sampling Respon
a Mingguan lengkap (100%)
(15%) (20%)
(30%) (35%)
1
2
3
4
5

Anda mungkin juga menyukai