EDISI REVISI
(VERSI ISO 9001:2015)
PENUNTUN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AIR
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Buku petunjuk praktikum mata kuliah “Fisiologi Hewan Air” ini disusun sebagai
sarana untuk membantu mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo dalam pelaksanaan praktikum
yang merupakan kesatuan rangkaian pelaksanaan proses pembelajaran dalam mata kuliah
ini. Pedoman praktikum ini juga di susun secara detail, sistematis dan utuh dalam
menjawab dan melengkapi setiap materi perkuliahan yang diberikan dalam pertemuan
tatap muka di kelas (offline/online), baik dari sisi knowledge maupun skill atau
keterampilan.
Selain berisi cara kerja untuk pelaksanaan pengamatan praktikum yang akan
dilakukan, buku pedoman ini juga memuat dasar teori dan prinsip-prinsip yang harus
dipahami oleh praktikan berkenaan dengan kegiatan praktikum tersebut. Oleh karena itu,
sebelum menjalani praktikum, praktikan sebaiknya membaca dahulu buku penuntun ini
sehingga ketika di laboratorium, praktikan mengerti benar apa yang harus dikerjakan dan
dapat menjelaskan serta dapat membahas hasil pengamatanya sendiri. Praktikan juga
diharapkan membaca referensi-referensi pendukung lainnya sesuai dengan tujuan acara
praktikum yang akan dilaksanakan. Kesiapan praktikan untuk mengikuti praktikum juga
dinilai melalui tes yang diadakan sebelum acara praktikum dimulai.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR ..................................................... iii
PRAKTIKUM I Proses Difusi dan Osmosi...................................................................... 1
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 3
PRAKTIKUM II Osmoregulasi............................................................................................. 5
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 7
PRAKTIKUM III Respon Organisme Terhadap Perubahan Suhu........................... 8
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 11
PRAKTIKUM IV Respon Tingkah Laku Ikan pada Warna Cahaya ........................ 12
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 14
PRAKTIKUM V Konsumsi Oksigen.................................................................................... 15
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 17
PRAKTIKUM VI Molting.......................................................................................................... 18
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 21
PRAKTIKUM VII Teknik Pembedahan dan Pengambilan Kelenjar Hipofisa...... 22
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 25
PRAKTIKUM VIII Teknik Pengambilan Hemolimfa Untuk Pengukuran TKO...... 26
Daftar Pustaka………….…................................................................................................................... 29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Laporan
Lampiran 2. Form Laporan Sementara (Work sheet)
Lampiran 3. Rubrik Penilaian Praktikum
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
- Laporan mingguan wajib “ACC 3 kali” oleh asisten pembimbing sebagai prasyarat
mengikuti kegiatan praktikum pada minggu berikut;
- Deadline konsultasi Laporan Mingguan yakni 1 hari sebelum praktikum berikutnya
dimulai
- Laporan lengkap diserahkan kepada asisten paling lambat satu minggu setelah
praktikum diselenggarakan. Keterlambatan pengumpulan laporan akan diberikan
sanksi;
- Diakhir praktikum akan diadakan ujian akhir praktikum dengan syarat praktikan
telah menyelesaikan seluruh acara praktikum yang ditentukan dan semua laporan
telah disahkan asisten;
- Hal-hal penting lain yang belum tercantum di sini akan disampaikan kemudian
secara langsung;
- Merokok, makan, dan minum didalam ruangan praktikum, kecuali acara praktikum
menggunakan cara tersebut;
- Mengotori meja praktikum, ruang praktikum, atau dengan sengaja bermain-main
dengan alat-alat laboratorium;
- Bersenda gurau sehingga mengganggu ketenangan dan ketertiban, baik dalam
kelompok sendiri maupun kelompok orang lain;
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
SURAT PERNYATAAN
Nama :
Stambuk :
Jurusan :
Dengan ini menyatakan bahwa saya sanggup mematuhi peraturan (Tata Tertib Praktikum
Fisiologi Hewan Air) dan ketentuan yang ditetapkan. Apabila di lain waktu saya melanggar
peraturan yang telah ditetapkan, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku.
Materai
10000
(....................................................)
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
KARTU KONTROL
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
Nama
Stambuk
:
:
Pas Foto 3 x 4
Jurusan :
Nama Asisten :
NILAI
PARAF
NO. FILUM TUGAS LAPORAN
RESPON ASISTEN
PENDAHULUAN MINGGUAN
1 Proses Difusi dan Osmosis
2 Osmoregulasi
Respon Organisme Terhadap
3
Perubahan Suhu
Respon Tingkah Laku Ikan
4
Terhadap Warna Cahaya
5 Konsumsi Oksigen
6 Molting
Teknik Pembedahan dan
7 Pengambilan Kelenjar
Hipofisa
Teknik Pengambilan
Hemolimfa Untuk
8
Pengukuran Beban Kerja
Osmotik
Rata - Rata
Mengetahui,
Koordinator Asisten
PRAKTIKUM I
PROSES DIFUSI DAN OSMOSIS
A. TUJUAN
“Mengamati secara fisik proses difusi dan osmosis dan pengaruhnya terhadap
organisme percobaan. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
proses difusi dan osmosis”
B. TEORI
Osmosis adalah pergerakan air melalui membran selektif permiabel. Osmosis terjadi
ketika dua larutan mempunyai perbedaan konsentrasi total larutan atau osmolaliti.
Larutan yang diketahui osmolalitinya merupakan isotonik. Osmosis tidak terjadi pada
larutan isotonik, tetapi ketika osmolalit pada larutan yang berbeda, salah satu diantaranya
harus mempunyai konsentrasi yang tertinggi (Hypertonik), sementara yang lainnya disebut
Hypotonik. Air mengalir melalui membran dari larutan Hypotonik ke larutan Hypertonik
(Kimbell, 2003).
Hewan yang mampu memelihara keseimbangan antara cairan tubuh dengan
keadaan lingkungan sekitarnya merupakan osmoconformer, mereka adalah isotonik
sedangkan keadaan lingkungan sekitranya adalah encer. Hewan yang tidak isotonik dengan
keadaan lingkungan sekitarnya disebut osmoregulator. Osmoregulator adalah alat pada
hewan untuk menyeimbangkan cairan tubuh dari lingkungan sekitar. Salah satu bentuk
dari osmoregulator pada hewan laut adalah mengeluarkan kelebihan air ketika berada
dilingkungan hypertonik. Kebanyakan invertebrata laut adalah osmoconformer, dimana
cairan tubuhnya isotonik dari keadaan lingkungan. Meskipun konsentrasi relatif dari
garam dan cairan tubuh mereka berubah-ubah dibandingkan dari laut. Dalam kasus ini,
hewan juga harus mengatur tingkat ion internalnya (Kimbell, 2003).
C. METODE PRAKTIKUM
1) Pengamatan Secara Fisik
Alat
Bahan
Prosedur kerja
1. dimasukkan medium air tawar (0 ppt) dan air laut salinitas ekstrim (40 ppt ),
dimasukkan dalam wadah/toples/akuarium yang berbeda;
2. Masukkan air tawar yang telah diberi warna kedalam dua botol kecil, isi botol
sampai penuh kemudian lap dengan tissu kering;
3. Timbang berat masing-masing botol kecil yang telah berisi air tersebut dengan
timbangan digital, sebagai berat awal (W0);
4. Masukkan satu botol kecil kedalam setiap wadah/media yang berbeda salinitasnya.
Hitung waktu yang dibutuhkan sampai warna air dalam botol sama dengan warna
air media dengan stop watch;
5. Amati arah pergerakan air dari dalam botol kecil;
6. Angkat botol sampel setelah warna airnya sama dengan air media, timbang botol
sampel bersama isinya, sebagai W akhir;
7. Hitung selisih berat botol sampel;
Tugas
Prosedur kerja
1. Disiapkan medium air tawar (0 ppt) dan air laut dengan salinitas yang ekstrim (40
ppt), dimasukkan dalam wadah/toples/akuarium yang berbeda.
2. Ambil bahan cacing polychaeta sebanyak 2 ekor, lalu cuci dan lap dengan tissu.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
3. Timbang berat sampel tersebut dengan timbangan digital, sebagai berat awal (W0).
4. Masukkan satu ekor cacing pada setiap wadah/media yang berbeda salinitasnya.
5. Angkat sampel dan timbang sampel setiap 10 menit sampai 3 kali penimbangan (30
menit), sebagai berat 1, berat ke-2 dan berat ke-3 (W1,W2,dan W3).
6. Hitung selisih berat setiap sampel dan setiap waktu.
Tugas
D. Referensi
PRAKTIKUM II
OSMOREGULASI
A. TUJUAN
B. TEORI
Fungsi tubuh organisme perairan dapat berjalan secara normal bila konsentrasi
cairan dalam sel-sel tubuhnya (milleu interior) sesuai dengan konsentrasi medium
lingkungannya (milleu eksteriur). Fungsi osmoregulasi pada organisme perairan adalah
untuk mengatur tekanan osmosis dan keseimbangan konsentrasi cairan dalam tubuh serta
mengatur keseimbangan ion antara cairan dalam tubuhnya dengan medium/lingkungnnya.
Organisme krustasea laut, apabila dimasukkan ke daerah bersalinitas rendah, dapat
mengalami :
untuk pertumbuhan dan molting sebaliknya, bila beban kerja osmotik makin besar (hiper-
osmotik atau hipo-osmotik) maka energi banyak terpakai untuk osmoregulasi, sehingga
porsi energi yang tersedia untuk pertumbuhan dalam memicu proses molting makin kecil.
Tingkat kerja osmotik (TKO) krustasea ditentukan dari perbedaan antara nilai
osmolaritas hemolimfe kepiting bakau dan osmolaritas media perlakuan (Lignot et al.,
2000). Pengukuran osmolaritas dilakukan dengan menggunakan osmometer dan rumus
Wheaton (1977); Anggoro (1992).
“TKO = Osmolaritas Hemolimph kepiting bakau – Osmolaritas media (Air)”
dengan ketegori sebagai berikut;
TKO = 0 : Isosmotik
TKO > 0 : Hiperosmotic Regulation (Media Hipo-Osmotik)
TKO < 0 : Hipo-Osmotic Regulation (Media Hiperosmotik)
Bila TKO makin rendah (kecil) atau mendekati isosmotik maka energi untuk
osmoregulasi makin kecil, sehingga makin besar porsi energi pakan yang tersedia untuk
pertumbuhan dan molting sebaliknya, bila TKO makin besar (hiperosmotik atau Hipo-
osmotik) maka energi banyak terpakai untuk osmoregulasi, sehingga porsi energi yang
tersedia untuk pertumbuhan dan molting makin kecil (Anggoro, 1992).
C. METODE PRAKTIKUM
Alat
- Toples 1,5 l : 10 buah
- Gelas ukur : 500 ml
- Hand Refraktometer : 1 unit
- Seser : 1 unit
- Kertas label : 1 bungkus
Bahan
Prosedur Kerja
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
1. Siapkan 5 buah wadah (aquarium/toples) yang bersih dan beri label masing-masing
bersalinitas : 0, 15, 30, 45, dan 60 ppt;
2. Masing-masing wadah diisi dengan dengan salinitas sesuai dengan konsentrasi label
pada wadah;
3. Ukurlah masing-masing salinitas air/media asal organisme yang dijadikan hewan
percobaan;
4. Masukkan secara perlahan 3-5 ekor hewan uji kedalam tiap wadah dan amati
tingkah lakunya;
5. Lakukan pengamatan selanjutnya setiap 15 menit selama satu jam dan catat semua
tingkah lakunya, arah pergerakan, jumlah yang bertahan hidup;
Tugas
D. REFERENSI
Anggoro, S. 1992. Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas
Telur dan, Vitalitas Larva Udang Windu Penaeus monodon Fabricius. Disertasi, Fak.
Pascasarjanan, IPB, Bogor. 230 hlm.
Lignot, J.H, S. Spanings-Pierrot and G. 2000. Osmoregulatory Capacity as a Tool in
Monitoring The Physiological Condition and The Effect Of Stressin Crustaceans.
Aquaculture, 191: 209-245.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
PRAKTIKUM III
RESPON ORGANISME TERHADAP PERUBAHAN SUHU
A. TUJUAN
B. TEORI
Secara umum aktivitas kehidupan terjadi didalam kisaran suhu yang sempit,
bervariasi antar 0-400 C. Faktor inilah salah satu yang membatasi distribusi organisme. Ada
beberapa jenis hewan yang mampu hidup normal pada suhu dibawah 0 0C, atau pada suhu
lebih dari 400C. Kemampuan ini berkaitan dengan adaptasi dan evolusi suatu organisme.
Organisme yang dapat mengatur suhu tubuhnya pada kisaran tertentu relatif konstan
digolongkan hewan homoiterm (mamalia dan burung). Sebaliknya hewan lain memiliki
suhu tubuh yang dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan sekitarnya disebut
poikiloterm (reptil, amfibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata).
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh,
sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya.
Ikan yang hidup didalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan
kecepatan respirasi. Hal tersebut diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Ikan
memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisarn tertentu yang sangat berperan bagi
pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Suhu tinggi
tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan
untuk jangka panjang. Pada dasarnya suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada
ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan
pingsan nya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen. Pada suhu sekitar 10ºC di bawah atau di
atas suhu normal, suatu jasad hidup dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan
aktivitas jasad hidup tersebut menjadi kurang lebih dua kali pada suhu normalnya.
Perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock yang
biasanya dikaitkan dengan koefisien aktivitas [Q], yakni perbandingan suatu aktivitas yang
disebabkan oleh kenaikan suhu 10ºC, atau dinyatakan dengan rumus :
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
Pola temperature ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopii (penutup oleh vegetari) dari pepohonan yang
tumbuh sel tepi (Barus, 2004). Disamping itu pola temperature perairan dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor anthrcopogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti
limbah panas yang berasal dari pendinginan pabrik. Pengunduran BAS yang menyebabkan
hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal
ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur suatu sistem perairan (Barus,
2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini
adalah penyerapan panas (heat flux) curah hujan (prespiration) aliran sungai (Flux) dan
pola sirkulasi air (Hadikusumah, 2008).
Air sebagai lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami
fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi
daripada udara. Artinya untuk naik 1 C, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah
panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal akan menunjukkan
fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme
memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu
perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai
secara sifat alam antara lain:
1. Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
2. Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
3. Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan
suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang
bersuhu tinggi naik kepermukaan perairan.
Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam
air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen dibanding dengan suhunya
rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran
dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O 2, CO2, N2,
CH4 dan sebagainya.
Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan pada perairan
tropis dapat berlangsung berkisar antara 25 oC – 32oC. Kisaran suhu tersebut biasanya
berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat menguntungkan
untuk melakukan kegiatan budidaya ikan. Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses
kimia, fisika dan biologi di dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu
perairan akan mengakibatkan berubahnya semua proses didalam perairan. Hal ini dilihat
dari peningkatan suhu air maka kelarutan oksigen akan berkurang. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa peningkatan 10 oC suhu perairan mengakibatkan meningkatnya konsumsi
oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat, sehingga kebutuhan oksigen oleh
organisme akuatik itu berkurang.
C. METODE PRAKTIKUM
- Toples : 3 buah
- Mangkuk besar : 1 buah
- Thermometer : 1 buah
- Air biasa : 5 liter
- Air hangat : 1 termos
- Es batu : 1 balok
- Ikan air tawar : 5 ekor
- Ikan air laut : 5 ekor
Prosedur Kerja
7. Catat banyaknya gerakan membuka dan menutupnya operculum dalam satu menit
pada masing-masing toples yang dimasukkan pada mangkuk yang berbeda. Lakukan
hingga 4 menit kedepan;
8. Dengan mempertahankan suhu air pada toples, ganti ikan pada kedua toples dengan
ikan yang baru. Catat banyaknya aktivitas menutup dan membukanya operculum
ikan pada kedua suhu yang berbeda;
9. Ulangi perlakuan pada ikan air laut;
D. REFERENSI
Barus, T, A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press,
Medan.
Hadikusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Cisadane. Jurnal
Makara Sains. 12 (2).
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
PRAKTIKUM IV
RESPON TINGKAH LAKU IKAN TERHADAP WARNA CAHAYA
A. Tujuan
“Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui reaksi ikan terhadap warna atau
warna yang disukai ikan/ organisme. Setelah praktikum diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui respon ikan terhadap cahaya”.
B. Teori
Aktivitas ikan dipengaruhi oleh lingkungannya dan cahaya pada umumnya menjadi
faktor utama (Boujard et al., 1992). Setiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang
gelombang cahaya tertentu oleh pigmen penglihatan . respon ikan terhadap cahaya
ditandai dengan naiknya sel kon yang terdapat pada retina mata. Faktor-faktor yang
mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan
lamanya waktu pengcahayaan (Utami, 2006). Setiap spesies ikan mampu mengabsorbsi
panjang gelombang tertentu secara maksimal oleh pigmen penglihatan (photo pigment).
Menurut Herring et al., (1990), didalam retina mata terdapat tiga macam reseptor yaitu
reseptor biru, reseptor hijau dan reseptor merah dimana masing-masing reseptor
menyerap satu dari 3 warna utama. Warna utama untuk cahaya adalah merah, biru, dan
hijau. Lebih lanjut dijelaskan bahwa retina hanya dapat menangkap cahaya saja.
Tingkah laku ikan menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap
lingkungan internal dan eksternal, sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang
berhubungan dengan tingkah laku ikan karena adanya rangsangan eksternal. Terdapat dua
bentuk reaksi dari hewan terhadap cahaya yaitu fotokinesis dan fototaksis. fotokinesis
adalah respon dalam kecepatan perubahan arah gerakan terhadap suatu intensitas cahaya,
sedangkan fototaksis adalah tindakan lokomotor dari suatu organisme mendekat (positif)
atau menjauhi (negatif) dari suatu sumber cahaya. Menurut He (1989), terdapat teori
tentang ikan berenang mendekati sumber cahaya (fototaksis) yaitu forced movement theory,
adaptation theory dan feeding phototaxis theory. Faktor-faktor yang mempengaruhi
fototaksis pada ikan adalah faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan kepenuhan isi
lambung serta faktor eksternal seperti temparatur air, level lingkungan cahaya (dini hari
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
dan bulan purnama), intensitas dan warna dari sumber cahaya, ada tidaknya makanan dan
kehadiran predator.
C. METODE PRAKTIKUM
Alat
- Ruangan gelap
- Aquarium 30 l : 1 unit
- Balon lampu pijar warna 15 watt (hijau, merah, biru, kuning), masing-masing satu
dan dilengkapi saklar.
- Kertas minyak warna (hijau, merah, biru, dan kuning) masing-masing 1 lembar
Bahan
Prosedur Kerja
Tugas
1. Bagaimana respon ikan terhadap cahaya saat pertama kali lampu dinyalakan;
2. Warna apa yang pertama didekati;
3. Warna apa yang paling banyak didekati;
D. REFERENSI
Boujard T. Yann M. & Pierre L. 1992. Diel cycles in Hoplosternum littorale: entrainment
of feeding activity by low intensity colored light. Kluwer Academic Publishers.
Netherlands.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
PRAKTIKUM V
KONSUMSI OKSIGEN
A. TUJUAN
B. TEORI
Faktor Biotik
besar. Sementara pada organisme yang lebih muda, metabolismenya cepat untuk
pembentukan jaringan.
Seks (jenis kelamin) : organisme jantan biasanya lebih aktif sehingga laju
metabolismenya tinggi.
Moulting : khusus pada krustasea yang mempunyai siklus moulting, pada fase
intermoult dan Ecdysis, konsumsi oksigen tinggi karena terjadi pertumbuhan aktif
maksimum sehingga metabolismenya tinggi. Sebaliknya premoulting dan
postmoulting, konsumsi oksigen rendah.
Faktor Abiotik
C. METODE PRAKTIKUM
Alat
- Akuarium/ toples 1,5 lt : 12 unit (lengkap penutup)
- Termometer air raksa : 1 unit
- DO meter : 1 unit
- Timbangan digital : 1 unit
- Seser : 1 buah
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
Bahan
Prosedur Kerja
“Z = Y – Z”
Untuk mengubah satuan jumlah oksigen terlarut sebenarnya kedalam µmol/O 2/jam
rumus :
“W = Z x 1000/Berat molekul oksigen” (berat molekul O2 = 102,06)
Untuk mengubah satuan jumlah oksigen terlarut sebenarnya satuan µL O 2/jam
rumus : U = W x 22,4 dengan asumsi bahwa 1 mol O 2 = 22,41. Untuk mengetahui konsumsi
oksigen perberat badan sampel (µL O2/mgBK/jam. BB/jam) digunakan rumus:
D. REFERENSI
PRAKTIKUM VI
MOLTING
A. TUJUAN
B. TEORI
Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan crustacea : udang, kepiting,
lobster, dll, terjadi ketika ukuran daging hewan bertambah besar sementara eksoskeleton
tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan
hewan ini akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan
kalsium. Proses molting pada krustasea terdiri dari 5 tahapan, yaitu fase pre-molt, molt,
post molt, intermolt awal, dan intermolt akhir. Secara fisiologis, pertumbuhan dan proses
moulting kepiting dipengaruhi oleh faktor fisiologis baik secara langsung dan tak langsung.
Pengaruh langsung dilakukan dengan pemberian hormone. Kontrol hormone pada kepiting
dipengaruhi oleh adanya hormone penghambat diantaranya hormone penghambat
metabolism , hormone penghambat moulting (MIH) dan hormone penghambat
perkembangan gonad (GIH). Sedangkan cara fisiologi tak langsung dilakukan dengan
metode autotomi atau ablasi (Fujaya, 2008).
Molting bagi krustase merupakan periode kritis yang menggambarkan kondisi
fisiologis dari proses pergantian kulit lama (Eksoskeleton) (Gimenez dkk., 2001). Molting
dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti salinitas, temperatur, dan faktor internal
termasuk status nutrisi dan ablasi mata (Koo dkk., 2005).
Menurut Fujaya (2008), kepiting tidak dapat tumbuh secara linier sebagaimana
hewan lain karena mereka memiliki cangkang luar yang keras (karapas) yang tidak dapat
bertumbuh. Karenanya agar kepiting dapat bertumbuh maka karapas lama harus diganti
dengan yang baru yang lebih besar. Proses pergantian ini disebut molting. Ditambahkan
oleh Effendy dkk. (2005) pada kepiting bakau, pertumbuhan merupakan proses perubahan
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
panjang dan bobot yang terjadi secara berkala pada setiap rangkaian proses pergantian
kulit atau molting.
Menurut Karim (2005), ada dua faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan
dan molting kepiting bakau yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor dalam (internal)
yaitu ukuran jenis kelamin dan kelengkapan anggota tubuh, sedangkan faktor luar
(eksternal) yaitu ketersediaan pakan, cahaya, suhu dan salinitas. Faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan molting kepiting bakau,
disajikan pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Kecepatan
Pertumbuhan dan Molting Kepiting Bakau
No. Faktor Internal Faktor Eksternal
1. Ukuran (Berat, Lebar, Panjang) Ketersediaan Pakan
2. Jenis Kelamin Cahaya (photoperiod)
3. Kelengkapan Anggota Tubuh Tekanan Osmotik
4. Produksi Hormon Ekdisteroid Stressor
5. Molt Inhibiting Hormon (MIH) Temperature
C. METODE PRAKTIKUM
Alat
- Gunting : 1 buah
- Toples : 5 buah
- Baki : 4 buah
- Ketas laminating : 1 lembar
Bahan
Prosedur Kerja
Tugas
D. REFERENSI
Effendy, S., Faidar, Sudirman dan E. Nurcahyono. 2005. Pemeliharaan Rajungan (Portunus
pelagicus Limneus) pada Berbagai Tingkat Salinitas Media. Laporan Penelitian.
Balai Budidaya Air Payau. Takalar. 67 hlm.
Fujaya Y., D.D. Trijuno. 2008. Haemolymph Ecdysteroid Profile of Mud Crab During Molt
and Reproductive Cycles. Torani 17 (5) : 415–421.
Gimenez, A.V.F., F.L. Garcia-Carreno, M.A. Navarette del Toro and J.L. Fenucci. 2001.
Digestive proteinases of Red Shrimp Pleoticus muelleri (Decapoda, Penaeoidea) : Partial
Characterization and Relationship With Moulting. Comp. Biochem. Physiol., 130A:
331-338.
Karim M. Y. 2005. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata Forskal)
pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan
Kadar Protein Pakan Berbeda. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. 153
hlm.
Koo, J.G., S.G. Kim, J.J. Jee, J.M. Kim, S.C. Bai and J.C. Kang. 2005. Effect of Ammonia and
Nitrite on Survival, Growth, and Moulting in Juvenile Tiger Crab (Orithyia sinica
Linnaeus). Aqua. Res., 36:79-85.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
PRAKTIKUM VII
TEKNIK PEMBEDAHAN DAN PENGAMBILAN KELENJAR HIPOFISA
A. TUJUAN
B. TEORI
Kelenjar pituitary atau kelenjar hipofisa merupakan organ yang relative kecil
ukuranya jika dibandingkan dengan ukuran tubuh, teori yang mempunyai pengaruh pada
sejumlah proses Vital dalam tubuh maupun hewan, pengaruh yang luas dari kelenjar
hipofisa tersebut (Khairuman dan Amri, 2003). Dalam melakukan perangsangan
reproduksi ikan, umumnya digunakan hormone hipofisa untuk memacu terjadinya
pemijahan, walapun kondisi lingkungan kurang mendukung. Perangsangan reproduksi ini
melalui penyuntikan induk ikan dengan ekstraksi kelenjar pituitary (hypophisis) yang
diambil dari ikan dewasa umumnya dari ikan sejenis atau ikan lain yang kekerabatannya
masih dekat (Syafei et al., 1993) Reproduksi ikan dikendalikan oleh sumber utama
hipotalamus-hipofisa-gonad. Secara alamiah, keadaan lingkungan seperti suhu, cahaya dan
cuaca diterima oleh organ perasa yang meneruskannya ke system syaraf pusat. Kemudian
hipotalamus mensekresikan GnRH (Gonadotropin Realising Hormone) yan bekerja
merangsang kelenjar hipofisa untuk mensekresikan hormone steroid, perkembangan dan
pematangan gonad serta pemijahan (Yusnaini 1998). Hipofisa bertujuan untuk
mempercepat kematangan gonad 10 – 12 jam sebelum memijah disuntik dengan kelenjar
hipofisa. Kematangan gonad tergantung dari ukuran dan bentuk hewan (O-fish, 2008).
Kompleksitas dari sejumlah proses kontrol fisiologi pada teleostei telah di pelajari
menyusul pembedahan dengan pemotongan beberapa jaringan. Selanjutnya, aspek tertentu
dari produksi budidaya laut masih tergantung pada manipulasi pembedahan, salah satu
contoh sederhana adalah ablasi atau pemotongan kelenjar pada hypophysectoning untuk
contoh yang kompleks (Yusnaini et al., 2009). Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak
yang terletak tepat diatashipofisa. Hipofisa memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus
anterior (depan) dan lobus posterior (belakang). Hipotalamus mengendalikan lobus
anterior (adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai
hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung menghubungkan keduanya.
Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui impuls saraf. Peransangan
pemijahan ikan secara hormonal dilakukan dengan menyuntikkan hormon kedalam tubuh
ikan. Hormon tersebut masuk kedalam sistem sirkulasi darah ikan dan ketika mencapai
organ target (gonad) langsung bekerja dan mempengaruhi organ tersebut. Dengan
demikian perangsangan pemijahan secara hormonal ini merupakan upaya by pass cara
kerja hormon dalam sistem reproduksi ikan (Muklas, 2009).
C. METODE PRAKTIKUM
- Alat
- Bahan
- Prosedur Kerja
- Tugas
1. Gambar secara jelas bentuk dan bagian kelenjar hipofisa yang diamati;
2. Deskripsikan secara detail bentuk, warna, tekstur dan ciri lain dari objek yang telah
diamati;
D. REFERENSI
Khairuman dan K. Amri, 2003. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka.
Mukhlas, 2009. Hipofisa dan ovaprim. Aquakultur. (online), (http://mukhlas
muthiullah.blogspot.com/2009/03/hipofisa-dan-ovaprim.html), diakses 6 Januari
2019.
O-fish. www.O-Fish.net.id.com, 2008. Kelenjar Hipofisa/Pituitary. diakses Tanggal 23
Januari 2019.
Syafei, D.S., Rahardjo, R. Affandi, M. Brojo dan Sulistiono, 1993. Fisiologi Ikan II
Reproduksi Ikan. Bogor.
Yusnaini, 1998. Pengaruh Ekstraksi Kelenjar Hiptalamus, Hipofisa dan Gonad Ikan Mujair
(Oreocromis mosambicus) terhadap Sperma Ikan Nila Merah (Oreocromis niloticus).
Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo. Kendari.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
PRAKTIKUM VIII
TEKNIK PENGAMBILAN HEMOLIMFA UNTUK PENGUKURAN
BEBAN KERJA OSMOTIK
A. TUJUAN
B. TEORI
pemulihan (recovery) dengan memberikan pakan (Ikan Tembang (Sardinella sp.)) (Karim,
2009).
C. METODE PRAKTIKUM
- Alat
- Bahan
- Prosedur Kerja
D. Referensi
Karim, M.Y. 2008. Pengaruh Salinitas Terhadap Metabolisme Kepiting Bakau (Scylla
olivacea). Jurnal Perikanan, Journal of Fisheries Sciences, X (1) : 37–44.
Karim, M.Y. 2009. Kajian Osmoregulasi Kepiting Bakau (Scylla olivacea) pada Berbagai
Salinitas. Ichthyos, Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan, 7(1): 21-
26.
Serrano LG, Blanvillain D, Soyez G, Charmantier E, Grousset F and Aujoulat F, 2003.
Putative involvement of crustacean hyperglycemic hormone isoforms in the
neuroendocrine mediation of osmoregulation in the crayfish
Astacusleptodactylus. J. Exp. Biol. 206: 979-988.
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
LAMPIRAN-LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan dan Manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1. Waktu dan Tempat
III.2. Alat dan Bahan
III.3. Prosedur Kerja
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
IV.2. Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AIR
Oleh :
KENDARI
2022
Hari/Tanggal :
Tempat :
Pukul :
Jurusan :
Kelompok : I (Satu)
Anggota Kelompok :
B. Prosedur Kerja
C. Hasil Pengamatan
(Hasil pengamatan atau hasil pengukuran beberapa variabel yang diamati dituliskan “di
sini”)
Mengetahui
Asisten Pembimbing,
Penuntun Praktikum Fisiologi Organisme Akuatik/Fisiologi Hewan Air
RUBRIK PENILAIAN
FORMAT PENILAIAN PRAKTIKUM
MATAKULIAH DASAR-DASAR AKUAKULTUR
Aspek Penilaian
Nam Laporan Laporan Total
No. NIM Sampling Respon
a Mingguan lengkap (100%)
(15%) (20%)
(30%) (35%)
1
2
3
4
5