FORMULASI DAN
TEKNOLOGI SEDIAAN
NON-STERIL
PROGRAM STUDI
SARJANA FARMASI
TIM PENYUSUN:
Identitas Pemilik
Nama : ___________________________________
NIM : ___________________________________
KELAS: ___________________________________
HP : ___________________________________
KLP : ___________________________________
VISI
Menghasilkan Lulusan Sarjana Farmasi yang unggul dan inovatif di bidang Farmasi Klinik dan
Komunitas yang berwawasan budaya.
MISI
1. Mengembangkan pendidikan program studi Sarjana Farmasi yang bermutu dan berwawasan
budaya serta berbasis riset dan pengabdian kepada masyarakat yang mampu meluluskan
sumber daya manusia yang berbudaya dan berintegritas serta kompeten di bidang
kefarmasian.
2. Menyelenggarakan penelitian di bidang kefarmasian yang bermutu dan berwawasan budaya
dengan mengutamakan pengembangan kearifan lokal Usada dan bersinergi dengan
kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan luaran invensi dan
produk inovasi yang berdaya saing global.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di bidang kefarmasian yang bermutu dan
berwawasan budaya melalui penerapan hasil penelitian khususnya di bidang kefarmasian
untuk memberi manfaat nyata bagi kehidupan masyarakat.
ii
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM
1. Cover
(lengkap berisi Judul, Logo, Nama & NIM, Kelompok, Kelas, Institusi, Tahun)
2. Pendahuluan
• Pengertian Sediaan
• Formula Sediaan
3. Isi
• Alat yang digunakan
• Bahan-bahan yang digunakan
• Monografi Bahan:
Pemerian, sifat (karakteristik), kegunaan, dan penyimpanan masing-masing bahan yang
digunakan dalam formula
• Perhitungan penimbangan bahan
• Cara kerja pembuatan sediaan (diagram alir)
• Cara pengujian sediaan (diagram alir)
• Hasil formulasi sediaan dan hasil pengujian sediaan
• Pembahasan
4. Penutup
• Kesimpulan
• Daftar Pustaka (literatur ilmiah: minimal 80% 10 tahun terakhir)
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
A. Sebelum Praktikum
1. Mahasiswa wajib hadir 5 menit sebelum praktikum luring dimulai. Selama praktikum daring
keterlambatan yang ditoleransi adalah maksimal 15 menit, kecuali karena adanya kendala
sinyal.
2. Mahasiswa yang terlambat diperkenankan mengikuti praktikum dan diberi sanksi berupa
tugas tambahan.
3. Selama praktikum luring, mahasiswa wajib mengenakan pakaian rapi, memakai sepatu,
memakai name tag dengan mencantumkan Nama dan NIM serta memakai jas praktikum.
4. Mahasiswa diwajibkan membawa peralatan praktikum lain yang tidak disediakan di
laboratorium seperti tissue, serbet, gunting, wadah sediaan, dan lain-lain.
5. Sebelum dan setelah praktikum mahasiswa harus merapikan dan membersihkan peralatan
yang digunakan.
B. Selama Praktikum
1. Mahasiswa wajib menjaga ketenangan selama praktikum
2. Mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan laboratorium selama praktikum luring, kecuali
dengan ijin dari dosen atau asisten dosen jaga.
3. Mahasiswa wajib mengikuti praktikum sesuai jadwal yang telah direncanakan, kecuali ada ijin
dari koordinator praktikum dalam hal sakit, meninggal, menikah.
4. Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan praktikum luring maupun daring karena
kendala mendadak diharuskan menghadap/menginformasikan kepada dosen pengampu
paling lambat 1 hari setelah jadwal praktikum. Jika kendala sudah direncanakan (seperti
upacara keagamaan) maka mahasiswa harus menyampaikan kepada dosen pengampu paling
lambat 1 hari sebelum jadwal praktikum.
5. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan laboratorium dan seluruh peralatan maupun fasilitas di
dalam laboratorium.
C. Setelah Praktikum
1. Sebelum dan setelah praktikum mahasiswa harus merapikan dan membersihkan peralatan
yang digunakan.
2. Mahasiswa yang merusakkan, memecahkan, atau menghilangkan peralatan praktikum atau
peralatan laboratorium lainnya harus melapor kepada laboran dan segera mengganti sesuai
dengan ketentuan.
D. Ketentuan Lain
1. Nilai akhir praktikum terdiri atas pretest/post-test 10%, performa (diskusi dan keaktifan) 15%,
laporan/tugas 25%, UTS Praktikum 25% dan UAS praktikum 25%.
2. Ujian Akhir Praktikum dilaksanakan setelah seluruh rangkaian praktikum selesai dilaksanakan.
3. Syarat mengikuti UAS adalah sudah mengikuti praktikum secara penuh (kehadiran 100%).
iv
KARTU TANDA PRAKTIKUM (VERIFIKASI DOSEN/LABORAN)
NAMA : ___________________________________________________
NIM : ___________________________________________________
KELAS : ___________________________________________________
KELOMPOK : ___________________________________________________
Praktikum Laporan
No. MATERI PRAKTIKUM Keterangan.
Tgl Paraf Tgl Paraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
v
DAFTAR ISI
vi
SEDIAAN LIQUID HOMOGEN (SIRUP)
Dalam istilah farmasi, larutan adalah "sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur"(Allen dan
Ansel, 2014). Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI, Larutan adalah sediaan cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai
atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi
secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Bentuk
sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya Larutan oral, Larutan topikal, atau
penggolongan didasarkan pada sistem pelarut dan zat terlarut seperti Spirit, Tingtur dan Larutan air.
Larutan yang diberikan secara parenteral disebut Injeksi (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2020).
Keuntungan bentuk sediaan cair adalah penggunaannya mudah dengan penampilan menarik,
tetapi kurang stabil dan kemasan mudah pecah.
Penentuan bentuk sediaan cair didasarkan pada karakteristik bahan aktif :
1. Bila bahan aktif (solute) berupa zat padat yang relatif mudah larut dalam solvent (air) atau zat cair
yang mudah larut dalam air, maka formula tersebut akan dibuat menjadi sediaan larutan.
2. Bila zat aktif berupa zat padat yang agak sukar larut dalam air, maka akan dilarutkn dengan
bantuan co-solvent dan dibuat menjadi elixir
3. Bila bahan aktif tidak larut dalam air, maka akan dibuat menjadi sediaan suspensi
4. Bila bahan aktif berupa minyak atau lemak, maka akan dibuat menjadi sediaan emulsi
Komponen bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi sediaan cair antara lain:
1. Pelarut yang dapat berfungsi sebagai pembawa
2. Stabilisator, dapat berupa :
• Dapar untuk mengatur dan mempertahankan pH larutan.
• Pengawet untuk mencegah kerusakan akibat kontaminasi mikroba.
• Antioksidan untuk mencegah kerusakan akibat proses oksidasi (jika perlu)
3. Bahan-bahan tambahan untuk meningkatkan penerimaan (bila perlu) yaitu pemanis, flavours,
pewarna atau pengental.
Beberapa bahan obat yang relatif sukar larut dalam air dapat dilarutkan dengan penambahan co-
solvent. Co-solvent yang umum digunakan antara lain etanol, gliserin, propilen glikol dan sorbitol.
1
B. Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan penimbangan bahan untuk pembuatan sirup
parasetamol sebanyak 120 ml. Kalibrasi wadah dengan volume 120 ml.
3. Campur parasetamol dengan propilen glikol, gerus homogen dalam mortir (a).
4. Dalam mortir lain, campur povidon dengan gliserin (tambahkan perlahan), gerus sampai
homogen (b).
5. Tambahkan air perlahan pada campuran (b), sisakan sedikit air untuk pembilasan alat-alat
yang digunakan.
6. Tambahkan campuran (b) ke dalam campuran (a), gerus sampai homogen (c).
7. Campurkan semua sisa bahan yang lain (sorbitol, perisa stroberi, dan sisa air hasil bilasan alat-
alat) ke dalam campuran (c), lanjut homogenkan.
8. Masukkan ke dalam wadah yang sesuai (misal, botol kaca gelap).
Hasil Pengamatan:
Volume terpindahkan Persentase
Replikasi Volume diminta (ml)
(ml) terpindahkan (%)
1
2
3
Rata-rata
2. Uji Organoleptis: diamati bentuk, warna, dan bau sediaan yang dihasilkan.
Hasil Pengamatan:
Organoleptis Hasil pengamatan
Bentuk
Warna
Bau
4. Uji Homogenitas: Teteskan 3-4 tetes sediaan pada object glass, tutup kembali dengan object
glass, diamati homogenitasnya.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
2
D. Pengujian Mutu Fisik Sirup (hari ketujuh)
1. Uji Volume Terpindahkan: Setelah dikemas, tuang sediaan dalam gelas ukur. Dilihat apakah
sesuai dengan volume yang diminta atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Volume terpindahkan Persentase
Replikasi Volume diminta (ml)
(ml) terpindahkan (%)
1
2
3
Rata-rata
2. Uji Organoleptis: diamati bentuk, warna, dan bau sediaan yang dihasilkan.
Hasil Pengamatan:
Organoleptis Hasil pengamatan
Bentuk
Warna
Bau
4. Uji Homogenitas: Teteskan 3-4 tetes sediaan pada object glass, tutup kembali dengan object
glass, diamati homogenitasnya.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
3
SEDIAAN LIQUID HETEROGEN (EMULSI & SUSPENSI)
1. SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat yang tidak larut (fase terdispers)
dalam bentuk serbuk halus yang terdispersi merata dalam cairan pembawa (fase pendispers).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI, Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan
seperti tersebut di atas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi
oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain
berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai
segera sebelum digunakan (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2020). Suspensi
dengan ukuran partikel ≥1 μm dikategorikan suspensi kasar (coarse suspension), sedangkan suspensi
dengan ukuran partikel ≤ 1 μm dikategorikan suspensi halus (colloidal suspensions).
Karakteristik sediaan suspensi stabil meliputi :
1. Mudah diredispersi (dihomogenkan kembali) dengan sedikit pengocokan.
2. Bentuk suspensi bertahan cukup lama pada pengocokan sehingga takaran dosis dapat diambil
secara akurat.
3. Mudah dituang.
4. Ukuran partikel relatif kecil dan seragam.
5. Tidak terjadi interaksi antar partikel.
6. Tidak mengendap, kalaupun mengendap tidak membentuk cake.
B. Cara kerja
1. Timbang semua bahan untuk membuat 60 mL suspensi. Kalibrasi wadah dengan volume 60
ml.
2. Gerus CMC-Na dalam mortir, tambahkan air perlahan dengan perbandingan (CMC-Na : air =
1:20) sambil terus digerus (a).
3. Gerus Kloramfenikol dengan propilen glikol dalam mortir yang lain, tambahkan perlahan-
lahan ke dalam campuran (a).
4. Campurkan nipagin dengan gliserin, gerus hingga homogen. Tambahkan pada campuran (a).
5. Bilas alat-alat yang digunakan dengan sisa air, lalu tambahkan air tersebut ke dalam campuran
ad 60 mL.
4
2. Uji Homogenitas: Kocok suspensi dalam tabung reaksi selama 60 detik, kemudian diamati,
suspensi yang baik tetap menunjukkan homogenitasnya lebih dari 5 menit.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
4. Uji Sedimentasi: Masukkan sediaan yang sudah jadi ke dalam tabung reaksi. Biarkan dan amati
pemisahan/ pengendapannya dalam waktu yang telah ditentukan (15 menit, 30 menit, 1 jam,
7 hari). Kemudian amati sediaan memisah (terbentuk endapan) atau tidak, jika tampak
memisah maka ukur tinggi bagian yang bening.
Hasil Pengamatan:
Waktu Pemisahan (Ada/tidak) Tinggi bagian bening (cm)
15 menit
30 menit
1 jam
7 hari
Rata-rata
2. Uji Homogenitas: Kocok suspensi dalam tabung reaksi selama 60 detik, kemudian diamati,
suspensi yang baik tetap menunjukkan homogenitasnya lebih dari 5 menit.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
5
4. Uji Sedimentasi: Masukkan sediaan yang sudah jadi ke dalam tabung reaksi. Biarkan dan amati
pemisahan/ pengendapannya (data pengamatan hari ketujuh dicatat di tabel di atas di
pengamatan hari pertama). Kemudian amati sediaan memisah (terbentuk endapan) atau
tidak, jika tampak memisah maka ukur tinggi bagian yang bening.
2. EMULSI
Emulsi merupakan sistem dua fase campuran dari dua cairan yang tidak saling campur, salah
satu cairan berfungsi sebagai fase internal, sedangkan cairan yang lain berfungsi sebagai fase eksternal
(pendispers, continuous). Tetes-tetes kecil fase internal terdispersi merata dalam fase eksternal
distabilkan oleh bahan pengemulsi (emulgator). Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi memiliki fase
terdispersi biasanya dalam ukuran antara 0,1 dan 100 µm. Mikroemulsi mempunyai fase terdispersi
berukuran kurang dari 0,1 µm. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu
fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati
antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling
partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase,
sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran (Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, 2020).
Bila fase air berperan sebagai fase eksternal, terbentuk emulsi tipe minyak dalam air (o/w =
oil in water), sebaliknya bila fase minyak yang berperan sebagai fase eksternal, terbentuk emulsi tipe
air dalam minyak (w/o = water in oil). Dalam bentuk cair sediaan tersebut disebut emulsi, dalam
bentuk setengah padat disebut krim.
B. Cara kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan (buat 100ml sediaan).
2. Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan penimbangan bahan.
3. Panaskan sodium lauril sulfat, propilen glikol, dan aquadest dalam beaker glass sampai suhu
71°C (fase air).
4. Panaskan juga cetyl alcohol dan steareth-20 dalam beaker glass sampai suhu 71°C (fase
minyak).
5. Sambil menunggu pemanasan kedua fase, timbang minyak kayu putih dan minyak mint dalam
cawan porselen.
6. Perlahan tambahkan fase air ke dalam fase minyak, tetap di suhu 71°C, aduk segera sampai
homogen. Setelah tampak homogen, hentikan pemanasan.
6
7. Segera tambahkan minyak kayu putih dan minyak mint ke dalam campuran kedua fase.
Lanjutkan aduk sampai homogen.
8. Dinginkan campuran sampai 35°C, tuang ke dalam wadah.
3. Penentuan tipe emulsi: dengan pengenceran fase. Emulsi dimasukkan dalam tabung reaksi
dan ditambahkan air.
– Tipe O/W: jika ditambahkan air emulsi tidak akan pecah.
– Tipe W/O: jika ditambahkan air emulsi akan pecah.
2. Pengukuran adanya pemisahan: Amati pemisahannya setelah disimpan selama tujuh hari.
3. Penentuan tipe emulsi: dengan pengenceran fase. Emulsi dimasukkan dalam tabung reaksi
dan ditambahkan air.
– Tipe O/W: jika ditambahkan air emulsi tidak akan pecah.
– Tipe W/O: jika ditambahkan air emulsi akan pecah.
7
SEDIAAN SEMISOLID TOPIKAL (KRIM, GEL)
Sediaan semipadat sering digunakan untuk pemakaian luar, diaplikasikan pada kulit (kulit
sehat, sakit, atau terluka) atau membran mukosa (mulut, hidung, mata, rektal, vaginal), biasanya, tapi
tidak selalu, mengandung bahan obat atau zat aktif. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
di dalam basis pembawa. Sediaan semipadat dapat ditujukan untuk pengobatan lokal atau sistemik.
Baik dalam skala besar maupun skala kecil sediaan semi padat dibuat dengan dua metode umum yaitu:
1. Metode pencampuran/incorporation
Jika bahan obat larut dalam air/minyak, maka dapat dilarutkan dalam air/minyak. Kemudian
larutan tersebut ditambahkan ke dalam bahan pembawa (vehicle) bagian per bagian sambil diaduk
hingga homogen. Jika bahan obatnya tidak larut (kelarutannya sangat rendah), maka partikel
bahan obat harus dihaluskan, dan kemudian disuspensikan ke dalam bahan pembawa (vehicle)
penambahan bahan yang berupa cairan harus memperhatikan sifat-sifat sediannnya. Contoh :
cairan yang bersifat hidrofilik akan sukar ditambahkan ke dalam basis berlemak, kecuali dalam
jumlah kecil atau menggunakan emulgator yang sesuai (begitu juga sebaliknya).
2. Metode peleburan/fusion
Metode peleburan dilakukan dengan meleburkan atau memanaskan semua atau beberapa
komponen dari formula, kemudian basis atau komponen lain yang berbentuk cair dicampurkan ke
dalam basis sambil didinginkan dan terus diaduk. Apabila terdapat komponen yang labil terhadap
panas (tidak tahan pemanasan) dan kmponen yang volatil, maka kompnen tersebut ditambahkan
pada saat campuran komponen yang dileburkan sudah mencapai suhu yang cukup rendah atau
suhu kamar (Allen & Ansel, 2014).
1. KRIM
Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI, Krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang
ini batas tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2020). Krim yang baik memiliki beberapa sifat, diantaranya:
a. memiliki tekstur yang lembut, mudah dioleskan, mudah dibersihkan/dicuci dengan air
b. tidak berbau tengik
c. tidak mengandung mikroba patogen
d. tidak mengiritasi kulit
e. tidak mengandung pewarna dan bahan-bahan tambahan yang dilarang oleh undang-undang
f. bila mengandung zat aktif, maka dapat melepaskan zat aktifnya
g. memiliki stabilitas yang baik.
Krim merupakan sistem emulsi yang mudah dioleskan, penampilannya tidak jernih,
konsistensi dan sifat rheologisnya tergantung pada jenis emulsinya, minyak dalam air atau air dalam
minyak. Juga tergantung pada sifat dan konsentrasi zat padat yang terdapat dalam formula.
Krim, baik yang mempunyai tipe O/W maupun W/O mempunyai 3 komponen utama (tidak termauk
zat aktif dan komponen lain yang mungkin dibutuhkan), yaitu fasa air, fasa minyak, dan emulgator.
Pada tipe O/W, fase minyak disebut fasa internal, dan fasa air disebut fasa eksternal. Pada krim tipe
W/O fasa air disebut fasa internal dan fasa minyak disebut fasa eksternal. Krim tipe O/W mengandung
air dalam jumlah besar, maka untuk mencegah hilangnya air karena penguapan maka sering
8
ditambahkan humektan dalam formulanya. Contoh humektan yang dapat digunakan antara lain
gliserin, propilen glikol, dan polietilen glikol.
Selain bahan yang telah disebutkan di atas, bahan lain yang mungkin dibutuhkan dalam
memformulasi sediaan krim adalah stabilizer, antioksidan, buffer, preservatif, pewarna, dan
pengaroma.
B. Cara kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan (buat 100ml sediaan).
2. Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan penimbangan bahan.
3. Asam stearat, setil alkohol, steareth-20, dimethicone, dan propil paraben, dipanaskan dalam
beaker glass sampai suhu ± 80°C (fase minyak).
4. Gerus metil paraben dengan gliserin, lalu dituang ke dalam aquadest yang sudah ditambahkan
trietanolamin dalam beaker glass. Panaskan campuran ini sampai suhu ± 80°C (fase air).
5. Sambil menunggu pemanasan, gerus menthol dan camphor dalam mortir sampai homogen
dan mencair, lalu tambahkan metil salisilat, lanjut gerus sampai homogen.
6. Setelah fase air dan fase minyak sama-sama panas, tambahkan perlahan fase air ke dalam fase
minyak sambil terus diaduk sampai homogen.
7. Campuran perlahan-lahan didinginkan (hentikan pemanasan), lalu segera tambahkan
campuran di langkah no.5, sambil terus-menerus diaduk sampai suhunya 30°C.
8. Setelah suhu sudah 30°C, lakukan uji stabilitas sebelum dimasukkan dalam wadah dan diberi
kemasan.
2. Uji pH: diukur pH sediaan agar sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 3g : 10 ml air yang digunakan untuk
9
mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, airnya yang
diukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. pH juga dapat diuji
menggunakan indikator universal.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Nilai pH
1
2
3
Rata-rata
3. Uji Homogenitas: Dioleskan 0,5 gram sampel pada object glass, kemudian ditutup dengan
object glass yang lain. Diamati ada partikel atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
4. Uji Daya Lekat: 0,5 gram sediaan krim diletakkan pada object glass pada alat uji daya lekat,
ditambah beban 500 gram, diamkan 1 menit, setelah 1 menit beban diturunkan. Object glass
dijepit pada alat uji daya lekat dan ditarik dengan beban 65gram, catat waktu yang diperlukan
sampai object glass terlepas/terpisah satu sama lain. Daya lekat yang baik adalah minimal 4
detik.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Waktu lekat (detik)
1
2
3
5. Uji Stabilitas
a. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam tabung sentrifuge, kemudian diputar
pada 3000 rpm selama 30 menit. Kemudian diamati ada tidaknya pemisahan.
b. Amati stabilitas sediaan krim terhadap adanya pemisahan fase air dan fase minyak
selama penyimpanan 1 dan 7 hari.
c. Amati terjadi pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati timbulnya
mikroorganisme pada permukaan sediaan krim setelah penyimpanan 1 dan 7 hari.
10
Hasil Pengamatan:
Replikasi Daya sebar (g.m/s)
1
2
3
2. Uji pH: diukur pH sediaan agar sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 3g : 10 ml air yang digunakan untuk
mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, airnya yang
diukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. pH juga dapat diuji
menggunakan indikator universal.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Nilai pH
1
2
3
Rata-rata
3. Uji Homogenitas: Dioleskan 0,5 gram sampel pada object glass, kemudian ditutup dengan
object glass yang lain. Diamati ada partikel atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
4. Uji Daya Lekat: 0,5 gram sediaan krim diletakkan pada object glass pada alat uji daya lekat,
ditambah beban 500 gram, diamkan 1 menit, setelah 1 menit beban diturunkan. Object glass
dijepit pada alat uji daya lekat dan ditarik dengan beban 65gram, catat waktu yang diperlukan
sampai object glass terlepas/terpisah satu sama lain. Daya lekat yang baik adalah minimal 4
detik.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Waktu lekat (detik)
1
2
3
5. Uji Stabilitas
a. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam tabung sentrifuge, kemudian diputar pada
3000 rpm selama 30 menit. Kemudian diamati ada tidaknya pemisahan.
11
b. Amati stabilitas sediaan krim terhadap adanya pemisahan fase air dan fase minyak setelah
penyimpanan 7 hari.
c. Amati terjadi pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati timbulnya
mikroorganisme pada permukaan sediaan krim setelah penyimpanan 7 hari.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Daya sebar (g.m/s)
1
2
3
2. GEL
Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2020). Gel adalah sediaan bermassa
lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa
organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Dalam dunia farmasi gel telah digunakan untuk sediaan gel dental, dermatological, nasal,
opthalmic, rectal dan vaginal. Pada umumnya gel digunakan sebagai pembawa obat. Selain itu gel juga
mempunyai fungsi lain, misalnya gel yang diaplikasikan pada kulit yang terbakar dapat berfungsi
sebagai protektif karena dapat mencegah hilangnya air yang berlebihan dengan membentuk barier
fisik. Contoh lainnya misalnya untuk perawatan mata, gel ocular didesain untuk melubrikasi mata
secara terus menerus sehingga mendorong penyembuhan. Ada juga gel yang ditujukan untuk
melubrikasi alat-alat bedah dan kedokteran untuk meminimalkan iritasi lokal sat penggunaan alat
kesehatan.
12
Air (2) 200 200 200
B. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat 100ml gel.
2. Campur metil paraben dan propil paraben dalam air (1) dan panaskan sampai suhu 70°C.
3. Tambahkan perlahan-lahan karbomer sampai mendapat campuran suspensi homogen,
setelah homogen turunkan dari penangas.
4. Lalu tambahkan ke dalam campuran, larutan NaOH 10% (1 g NaOH dalam 10 ml air), lanjutkan
pencampuran sampai terbentuk gel.
5. Gerus polivinil pirolidon, dan air (2) dalam mortir sampai homogen, lalu tambahkan pada
campuran no.4, lanjut digerus sampai homogen.
6. Masukan dalam wadah yang sesuai.
2. Uji pH: diukur pH sediaan, diusahakan sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 3g : 10 ml air yang di gunakan untuk
mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya
yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. pH juga dapat diuji
menggunakan indikator universal.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Nilai pH
1
2
3
Rata-rata
3. Uji Homogenitas: Dioleskan 0,5 gram sample pada object glass, kemudian ditutup dengan
object glass yang lain. Diamati ada partikel atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
13
Dimana S adalah daya sebar, M adalah massa yang diikatkan ke kaca atas dalam gram (120
gram), L adalah panjang kaca (10 cm = 10 x 10-2 m), dan T adalah waktu dalam detik yang
diperlukan untuk memindahkan kaca melintasi jarak 10 cm. daya sebar dicatat dalam g.m/s
(Tchienou et al., 2018)
Hasil Pengamatan:
Replikasi Daya sebar (g.m/s)
1
2
3
2. Uji pH: diukur pH sediaan, diusahakan sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 3g : 10 ml air yang di gunakan untuk
mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya
yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. pH juga dapat diuji
menggunakan indikator universal.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Nilai pH
1
2
3
Rata-rata
3. Uji Homogenitas: Dioleskan 0,5 gram sample pada object glass, kemudian ditutup dengan
object glass yang lain. Diamati ada partikel atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
14
Dimana S adalah daya sebar, M adalah massa yang diikatkan ke kaca atas dalam gram (120
gram), L adalah panjang kaca (10 cm = 10 x 10-2 m), dan T adalah waktu dalam detik yang
diperlukan untuk memindahkan kaca melintasi jarak 10 cm. daya sebar dicatat dalam g.m/s
(Tchienou et al., 2018)
Hasil Pengamatan:
Replikasi Daya sebar (g.m/s)
1
2
3
15
KOSMETIKA (BODY SCRUB)
Kosmetik tersedia dalam berbagai sediaan salah satunya dalam sediaan krim body scrub. Krim
body scrub merupakan produk kosmetik perawatan kulit yang mengandung bahan agak kasar atau
biasa disebut kosmetik abrasiver. Bahan-bahan dasar scrub cream sama dengan krim pembersih kulit
pada umumnya yang mengandung lemak penyegar, scrub cream mengandung butiran-butiran kasar
yang bersifat sebagai pengampelas (abrasiver) agar bisa mengangkat sel-sel yang sudah mati dari
epidermis (Ulfa et al., 2016).
B. Cara Kerja
1. Timbang seluruh bahan sesuai formula.
2. Campur fase minyak (asam stearat + setil alkohol + steareth-20 + metil paraben+ propil
paraben + dimeticone) dalam gelas Beaker 250 ml, lebur di atas penangas air hingga suhu ±
80˚C sambil diaduk agar campuran bahan meleleh.
3. Di saat yang sama, campur fase air (sebagian aquadest 50 ml + gliserin + trietanolamin) dalam
gelas Beaker lain (100 ml) dan panaskan di atas penangas air hingga suhu ± 80˚C sambil diaduk
perlahan.
4. Sambil menunggu pemanasan, campur sisa aquadest 50 mL dengan bolus laba dalam gelas
Beaker 100 ml, aduk ad homogen.
5. Setelah campuran no.2 meleleh, tambahkan minyak kelapa dan lanjutkan pengadukan sampai
homogen dan semua bahan lebur.
6. Setelah campuran no.3 mencair dan panas, angkat campuran no.3 kemudian dituangkan ke
dalam campuran bahan no.2 (Beaker glass 1), aduk ad homogen kemudian turunkan dari
penangas air dan segera tambahkan minyak zaitun dan diaduk sampai homogen.
7. Segera masukkan campuran bolus alba, lanjutkan pengadukan ad homogen.
8. Tambahkan scrub halus aduk ad homogen kemudian dinginkan dan masukkan ke dalam
wadah yang sesuai.
16
C. Pengujian Mutu Fisik Body Scrub (hari pertama)
1. Uji organoleptis: Diamati tampilan sediaan yang meliputi bentuk, warna, bau, dan uji secara
topikal (oleskan ke permukaan kulit).
Organoleptis Hasil pengamatan
Bentuk
Warna
Bau
Uji topikal
2. Uji pH: diukur pH sediaan agar sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 3g : 10 ml air yang digunakan untuk
mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, airnya yang
diukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. pH juga dapat diuji
menggunakan indikator universal.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Nilai pH
1
2
3
Rata-rata
3. Uji Homogenitas: Dioleskan 0,5 gram sampel pada object glass, kemudian ditutup dengan
object glass yang lain. Diamati ada partikel atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
4. Uji Daya Lekat: 0,5 gram sediaan krim diletakkan pada object glass pada alat uji daya lekat,
ditambah beban 500 gram, diamkan 1 menit, setelah 1 menit beban diturunkan. Object glass
dijepit pada alat uji daya lekat dan ditarik dengan beban 65gram, catat waktu yang diperlukan
sampai object glass terlepas/terpisah satu sama lain. Daya lekat yang baik adalah minimal 4
detik.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Waktu lekat (detik)
1
2
3
5. Uji Stabilitas
a. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam tabung sentrifuge, kemudian diputar pada
3000 rpm selama 30 menit. Kemudian diamati ada tidaknya pemisahan.
b. Amati stabilitas sediaan terhadap adanya pemisahan fase air dan fase minyak selama
penyimpanan 1 dan 7 hari.
c. Amati terjadi pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati timbulnya
mikroorganisme pada permukaan sediaan setelah penyimpanan 1 dan 7 hari.
17
6. Uji Daya Sebar
Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara meletakkan secukupnya body scrub di atas kaca
dengan panjang 10 cm, selanjutnya ditutupi dengan kaca yang lain. Ditambahkan beban 1000
gram di atas kaca selama 5 menit, kelebihan gel dihilangkan pada kaca. Lalu 120 gram massa
diikatkan ke kaca atas. Waktu dalam detik yang digunakan untuk memindahkan kaca melintasi
jarak 10 cm diambil sebagai ukuran daya sebar (kaca bagian bawah diam tidak ikut bergerak).
Lalu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
S = (M x L)/T
Dimana S adalah daya sebar, M adalah massa yang diikatkan ke kaca atas dalam gram (120
gram), L adalah panjang kaca (10 cm = 10 x 10-2 m), dan T adalah waktu dalam detik yang
diperlukan untuk memindahkan kaca melintasi jarak 10 cm. daya sebar dicatat dalam g.m/s
(Tchienou et al., 2018)
Hasil Pengamatan:
Replikasi Daya sebar (g.m/s)
1
2
3
2. Uji pH: diukur pH sediaan agar sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 3g : 10 ml air yang digunakan untuk
mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, airnya yang
diukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. pH juga dapat diuji
menggunakan indikator universal.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Nilai pH
1
2
3
Rata-rata
3. Uji Homogenitas: Dioleskan 0,5 gram sampel pada object glass, kemudian ditutup dengan
object glass yang lain. Diamati ada partikel atau tidak.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Homogenitas
1
2
3
18
4. Uji Daya Lekat: 0,5 gram sediaan body scrub diletakkan pada object glass pada alat uji daya
lekat, ditambah beban 500 gram, diamkan 1 menit, setelah 1 menit beban diturunkan. Object
glass dijepit pada alat uji daya lekat dan ditarik dengan beban 65gram, catat waktu yang
diperlukan sampai object glass terlepas/terpisah satu sama lain. Daya lekat yang baik adalah
minimal 4 detik.
Hasil Pengamatan:
Replikasi Waktu lekat (detik)
1
2
3
5. Uji Stabilitas
a. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam tabung sentrifuge, kemudian diputar pada
3000 rpm selama 30 menit. Kemudian diamati ada tidaknya pemisahan.
b. Amati stabilitas sediaan terhadap adanya pemisahan fase air dan fase minyak setelah
penyimpanan 7 hari.
c. Amati terjadi pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati timbulnya
mikroorganisme pada permukaan sediaan setelah penyimpanan 7 hari.
19
SEDIAAN SOLID BENTUK ANTARA (GRANUL) &
SEDIAAN SOLID BENTUK RUAHAN (TABLET)
2) Bentuk :
3) Warna :
4) Rasa :
5) Bau :
6) Titik Leleh :
7) Struktur :
20
2) Stabilitas:
3) Penyimpanan:
2) Kompresibilitas:
d. Farmakologi
1) Dosis:
2) Khasiat:
2. FORMULA
Parasetamol 500 mg
Avicel 101 50 mg Fase dalam
Laktosa 48,5 mg
PVP 21 mg
Amylum 10%
Talk 1% Fase luar
Magnesium Stearat 0,5%
Dibuat sebanyak 500 tablet dengan bobot @650 mg
3. PENIMBANGAN
21
4. FUNGSI MASING-MASING KOMPONEN DALAM FORMULA
22
Penimbangan Fase Luar [untuk pelaksanaan poin (l.)]
23
PENGUJIAN MUTU GRANUL (SEBAGAI “PRODUK ANTARA”)
1. UKURAN GRANUL
a. Distribusi ukuran
1) Alat-alat:
a) Timbangan
b) Seperangkat pengayak standar
c) Penggetar pengayak
2) Prosedur Kerja:
a) Ditimbang 100 g granul.
b) Ditimbang bobot masing-masing pengayak dan pan penampung yang akan
digunakan.
c) Pengayak-pengayak tersebut disusun dengan ukuran terbesar/paling kasar
(nomor ayakan terkecil) diletakkan di atas lalu berurutan sampai ukuran
terkecil/paling halus (nomor ayakan terbesar) dan pan penampung di bawah.
d) Susunan pengayak tersebut diletakkan di atas penggetar pengayak.
e) Granul yang telah ditimbang diletakkan pada pengayak paling atas, kemudian
ditutup dan dikencangkan.
f) Pengayak digetarkan selama 5 menit.
g) Ditimbang bobot masing-masing pengayak dan granul yang terdapat di dalamnya.
h) Dihitung bobot granul yang terdapat pada masing-masing pengayak dan pada pan
penampung.
i) Buatlah tabel dan kurva distribusi ukuran granul yang diperoleh.
3) Hasil Pengamatan:
a) Tabel Distribusi Ukuran
Pengayak Bobot Bobot Granul
Diameter Bobot Pengayak +
Nomor Gram % % Kumulatif
(µm) (g) Granul (g)
20
30
50
60
80
100
Pan
Jumlah
24
c) Persentase fines
Fines adalah partikel-partikel dengan diameter <100 µm.
Hasil Pengamatan:
𝑊 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘<100 𝑚𝑒𝑠ℎ
% fines = 𝑊 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑥100%
2. BOBOT JENIS
a. Bobot jenis nyata
Bobot jenis nyata adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang
bebas ke dalam gelas ukur.
Alat-alat:
1) Gelas ukur
2) Neraca analitik
Prosedur Kerja:
1) Ditimbang bahan sejumlah 40-130 g pada kertas timbang
2) Bahan tersebut dituang ke dalam gelas ukur 100 mL yang dimiringkan pada sudut
45° dengan cepat (dapat melalui corong).
3) Gelas ukur ditegakkan dan digoyangkan dengan cepat untuk meratakan permukaan
bahan dan dibaca volume yang terukur (mL).
4) Dihitung bobot jenis nyata dengan rumus sebagai berikut:
ρB = w/v (g/mL)
Hasil Pengamatan:
Replikasi w (g) v (mL) ρB (g/mL)
1
2
3
Rata-rata
Prosedur kerja:
1) Setelah pembacaan volume nyata pada pengukuran bobot jenis nyata, gelas ukur
yang berisi bahan tersebut diletakkan pada alat pengetuk.
25
2) Alat dioperasikan dan volume bahan diamati pada tiap interval 100 ketukan dari
100 sampai 500 ketukan.
3) Volume bahan dalam gelas ukur dicatat pada tiap interval 100 ketukan, sampai tiga
pengamatan berurutan menunjukkan volume yang tetap (v’ mL).
4) Dihitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai berikut:
ρT = w/v’ (g/mL)
Hasil Pengamatan:
Jumlah Volume Setelah Pemampatan (ml)
Ketukan 1 2 3
100
200
300
400
500
3. KANDUNGAN LEMBAB
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan lembab yang terlalu rendah meningkatkan
kemungkinan capping, sedangkan kandungan lembab yang terlalu tinggi meningkatkan
kemungkinan terjadinya picking.
Hasil Pengamatan
No. % MC
1
2
3
Rata-rata:
4. SIFAT ALIR
a. Kecepatan alir
Kecepatan alir merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keseragaman bobot
tablet yang dihasilkan. Untuk menghasilkan tablet dengan bobot yang seragam,
diperlukan suatu batas kecepatan alir minimum. Kecepatan alir dapat ditentukan secara
langsung dengan menggunakan corong.
26
Alat-alat:
1) Corong standar
2) Stopwatch
Prosedur kerja:
1) Corong dipasang pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang datar
= 10,0 ± 0,2 cm.
2) Ditimbang teliti 100 g bahan (w).
3) Bahan tersebut dituang ke dalam corong dengan dasar lubang corong dalam
keadaan tertutup.
4) Tutup dasar lubang corong dibuka sambil menyalakan stopwatch.
5) Waktu yang diperlukan dicatat mulai dari bahan mengalir sampai bahan dalam
corong habis (t)
6) Dihitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut:
Hasil Pengamatan
Kecepatan Alir
No W (g) t (detik)
(g/detik)
1
2
3
Rata-rata
b. Sudut istirahat
Penentuan sudut istirahat dilakukan berkelanjutan setelah penentuan kecepatan alir.
Alat-alat:
1) Corong standar
2) Penggaris
3) Kertas millimeter block
Prosedur Kerja
1) Diukur tinggi tumpukan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan alir (h).
2) Jari-jari alas kerucut tumpukan bahan tersebut diukur (r)
3) Dihitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut:
α = tan-1 h/r
Hasil Pengamatan
No. h (cm) r (cm) α (°)
1
2
3
Rata-rata
27
PENGUJIAN MUTU TABLET (SEBAGAI “PRODUK RUAHAN”)
1. PENETAPAN KADAR
a. Pembuatan larutan baku, penetapan panjang gelombang maksimal dan absorbansinya
1) Parasetamol ditimbang teliti sebanyak 50 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL,
ditambah sedikit NaOH 0,1 N, kocok sampai larut, tambahkan NaOH 0,1 N sampai tanda
dan homogenkan.
2) Lalu dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, dan ditambah NaOH 0,1 N
sampai tanda dan homogenkan (konsentrasi 500 µg/ml).
3) Sebanyak 1 mL larutan parasetamol baku (500 µg/ml) dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml dan encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan
(konsentrasi 5 µg/ml)
4) Serapan diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, dan dibuat spektra serapan
normal.
5) Tentukan panjang gelombang maksimal (λ) dan absorbansi pada panjang gelombang
tersebut (Ab).
b. Penetapan Kadar Sampel
1) Dua puluh tablet ditimbang satu persatu dan dihitung bobot rata-ratanya.
2) Tablet diserbukkan lalu ditimbang seksama seberat bobot rata-ratanya, dimasukkan
ke dalam labu tentukur 100 ml
3) Tambahkan 25 mL NaOH 0,1 N, dikocok, kemudian dicukupkan volumenya hingga 100
mL, lalu disaring dengan kertas saring.
4) Filtrat yang diperoleh dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu tentukur 10 mL dan
encerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda dan homogenkan.
5) Kemudian dipipet sebanyak 1 mL, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda dan homogenkan.
6) Diukur serapannya pada gelombang maksimalnya (As).
7) Dihitung kadar parasetamol dalam tablet dengan rumus:
As
Kadar paracetamol = x100%
Ab
Hasil Pengamatan
Absorbansi Baku Absorbansi Kadar Paracetamol dalam
Persyaratan
(Ab) Sampel (As) Tablet (%)
2. UJI DISOLUSI
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu
medium. Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang
tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus
dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Ada tiga kegunaan uji disolusi, yaitu pertama
menjamin tablet seragam dalam batch, kedua menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi
yang diinginkan, ketiga diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.
28
Prosedur Uji Disolusi:
1) Masukkan 900 ml (±1%) media disolusi (Larutan dapar fosfat pH 5,8) ke dalam wadah pada
alat disolusi tipe 2 (tipe dayung).
2) Jalankan pemanas alat hingga media disolusi mencapai suhu 37°±0,5°C, dengan menekan
tombol heater.
3) Setelah suhu tercapai, masukkan 1 unit sediaan (tabel) ke dalam masing-masing wadah, dijaga
agar gelembung udara tidak menempel pada permukaan sediaan, dan segera operasikan alat
pada kecepatan 100 rpm.
4) Setelah 30 menit, ambil dari masing-masing chamber disolusi ± 50 ml pada daerah
pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas keranjang, tidak kurang dari 1
cm dari dinding wadah.
5) Sejumlah sampel yang sudah diambil harus segera disaring menggunakan kertas saring.
6) Filtrat dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan NaOH 0,1 N
sampai tanda dan homogenkan.
7) Diukur serapan larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
maksimalnya =…… nm (As).
8) Buat larutan baku dengan cara:
a. Timbang 50 mg paracetamol dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
b. Tambahkan 30 ml NaOH 0,1 N, kocok sampai larut dan tambahkan NaOH,0,1 N sampai
tanda dan homogenkan.
c. Pipet 1 ml larutan dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan encerkan dengan
NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan
d. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimalnya = …… nm (Ab).
9) Hitung paracetamol yang terdisolusi dengan rumus:
Hasil Pengamatan
Jumlah Persentase
Absorbansi Absorbansi
No. Parasetamol Paracetamol Persyaratan
Baku (Ab) Sampel (As)
Terdisolusi (mg) Terdisolusi (%)
1
2
3
4
5
6
29
3. KESERAGAMAN SEDIAAN
Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam suatu
sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu Keragaman
bobot dan Keseragaman kandungan. Uji keseragaman kandungan dipersyaratkan untuk semua
bentuk sediaan yang tidak memenuhi kondisi di atas pada uji keragaman bobot.
Alat:
1) Neraca analitik
2) Pinset
Hasil Pengamatan:
Penyimpangan
Kadar Zat Aktif
No. Bobot Tablet (mg) terhadap Kadar Keterangan
(mg)
Etiket (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4. WAKTU HANCUR
Waktu hancur tablet merupakan waktu yang diperlukan oleh tablet untuk hancur.
Pengukuran waktu hancur dilakukan dengan menggunakan alat “Desintegration Tester”
Prosedur Kerja:
1) Pengatur suhu pada alat dinyalakan dan air hangat dimasukkan ke dalam bejana
sehingga keenam tabung tempat tablet diletakkan dapat terendam kemudian diatur
setting temperature pada 37°C.
2) Sebanyak 1 tablet ditempatkan pada masing-masing tabung yang terdapat pada alat uji
waktu hancur, lalu ditutup dengan cakram.
3) Atur timer pada alat selama 15 menit, lalu alat uji dioperasikan dan tabung-tabung
bergerak naik turun.
4) Setelah 15 menit dan alat berhenti bergerak, amati keadaan keenam tablet dalam tabung.
30
Hasil Pengamatan
No. Hancur Sempurna/Tidak
1
2
3
4
5
6
5. KEKERASAN
Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan alat “hardness tester”
Alat: Alat uji kekerasan “Monsanto Hardness Tester”
Prosedur Kerja:
1) Tablet ditempatkan pada ujung alat dan atur skala alat sampai menunjukkan angka nol.
2) Pangkal alat diputar sampai tablet pecah dan skala yang terbaca menunjukkan angka
kekerasan tablet.
3) Dicatat hasil uji kekerasan masing-masing tablet sebanyak 20 tablet.
Hasil Pengamatan
No. Kekerasan (kg) No. Kekerasan (kg)
1 11
2 12
3 13
4 14
5 15
6 16
7 17
8 18
9 19
10 20
6. FRIABILITAS
Friabilitas merupakan salah satu ukuran kestabilan fisik tablet terhadap guncangan dan
gesekan. Pengukuran friabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan alat “Rolling and
Impact Durability Tester” dan “Abration Tester”
Alat-alat:
1) Alat uji “Rolling and Impact Durability Tester”
2) Neraca analitik
3) Pinset
4) Sikat halus
Prosedur Kerja:
1) Satu persatu tablet dibersihkan dari debu menggunakan sikat halus sebanyak 20 tablet.
2) Ditimbang seluruh tablet menggunakan neraca analitik (Wa).
3) Masing-masing 20 tablet dimasukkan ke dalam alat uji alat “Rolling and Impact
Durability Tester”.
4) Alat uji dioperasikan pada 25 rpm selama 4 menit.
31
5) Bebasdebukan seluruh tablet setelah pengujian, kemudian timbang kembali sejumlah
tablet tersebut (Wb).
6) Dihitung selisih bobot tablet dan nyatakan dalam % friabilitas dengan rumus berikut:
𝑾𝒂 -𝑾𝒃
% Friablilitas = 𝑾𝒂
×100%
Hasil pengamatan
Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Friabilitas (%) Persyaratan
32
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. J., & Ansel, H. C. (2014). Ansel’s Pharmaceutical DOsage Forms and Drug Delivery System
(S. Howes (ed.); 10th ed., Vol. 148). Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2020). Farmakope Indonesia edisi VI. In
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Niazi, S. K. (2004a). Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Liquid Producst. In
Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations (Vol. 3). CRC Press.
https://doi.org/10.3109/9781420081299-10
Niazi, S. K. (2004b). Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Semisolid Products. In
Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations (Vol. 4). CRC Press.
https://doi.org/10.3109/9781420081299-10
Tchienou, G. E. D., TSATSOP TSAGUE, R., MBAM PEGA, T., BAMA, V., BAMSECK, A., DONGMO
SOKENG, S., & NGASSOUM, M. (2018). Multi-Response Optimization in the Formulation of a
Topical Cream from Natural Ingredients. Cosmetics, 5(1), 7.
https://doi.org/10.3390/cosmetics5010007
Ulfa, M., Khairi, N., & Maryam, F. (2016). FORMULASI DAN EVALUASI FISIK KRIM BODY SCRUB DARI
EKSTRAK TEH HITAM (Camellia sinensis), VARIASI KONSENTRASI EMULGATOR SPAN-TWEEN 60.
Jf Fik Uinam, 4(4), 179–185.
33