Anda di halaman 1dari 37

VISI MISI PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

Visi Fakultas Farmasi :

Menjadi Pusat Pendidikan Farmasi unggulan dalam bidang farmasi klinis-komunitas,


berkarakter islam yang berkemajuan di Kalimantan tahun 2025

Misi Fakultas Farmasi :


1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi farmasi berbasis perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam bidang farmasi klinis-komunitas.
2. Menyelenggarakan penelitian yang inovatif dan berdaya guna di bidang kefarmasian.
3. Menyelenggarakan pengabdian yang bersifat solutif terhadap permasalahan yang ada di
masyarakat.
4. Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan lain, instansi pemerintah maupun swasta
dalam kegiatan catur dharma perguruan tinggi.

Visi Program Studi :

“Menjadi program studi Farmasi unggulan dalam bidang farmasi klinis-komunitas di


Kalimantan yang berkarakter islam berkemajuan tahun 2025”.

Misi Program Studi :

1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi farmasi yang bermutu dengan berlandaskan nilai-


nilai islam
2. Menyelenggarakan penelitian yang inovatif untuk pengembangan ilmu kefarmasian dan
berdaya guna dalam bidang kefarmasian.
3. Menyelenggarakan pengabdian dengan pendekatan permasalahan yang ada di masyarakat
dalam meningkatkan derajat kesehatan
4. Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan lain, instansi pemerintah dan swasta,
organisasi profesi dan masyarakat

2
KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat kepada kita
semua, dan atas izin Allah maka modul pembelajaran praktikum mata kuliah Farmakognosi
Program Studi S.1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin ini
dapat diselesaikan. Buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan panduan secara
menyeluruh tentang modul pembelajaran praktikum mata kuliah Farmakognosi Program Studi
S.1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah menyumbangkan tenaga
dan pikiran demi terbitnya buku ini. Semoga modul ini bermanfaat bagi semua mahasiswa S.1
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Kami menyadari bahwa
buku ini masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik untuk
perbaikan modul ini sangat kami hargai.

Banjarmasin, Agustus 2022

Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

VISI DAN MISI FAKULTAS DAN PRODI FARMASI ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

TATA TERTIB PRAKTIKUM v

DESKRIPSI MATA KULIAH PRAKTIKUM vii

BAB I PEMBUATAN SIMPLISIA 1

BAB II IDENTIFIKASI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK 9

BAB III PARAMETER MUTU SIMPLISIA 15

BAB IV SKRINING FITOKIMIA 23

DAFTAR PUSTAKA 30

4
TATA TERTIB PRAKTIKUM
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

A. ATURAN UMUM
1. Mahasiswa harus datang 15 menit sebelum praktikum dimulai, terlambat lebih dari
15 menit dengan alasan apapun tidak diijinkan mengikuti praktikum.
2. Mahasiswa memasuki ruangan praktikum jika laboran memperbolehkan masuk.
3. Ijin ketidakhadiran hanya berlaku jika sakit (disertai keterangan dokter), keluarga
(bapak, ibu, adik atau kakak) ada yang meninggal dunia, dan sebab keadaan darurat
berkaitan jiwa dan mahasiswa wajib mengganti praktikum pada hari lain.
Mahasiswa wajib berkoordinasi dengan Laboran dan dosen yang bersangkutan.
4. Mahasiswa wajib menggunakan jas praktikum dan tanda pengenal/cocard (berisi
NAMA dan NPM), jika tidak maka dikenakan sanksi tidak diperbolehkan
mengikuti praktikum.
5. Selama praktikum berlangsung mahasiswa tidak diperbolehkan membuka ponsel
(kecuali sudah meminta ijin dokumentasi).
6. Setiap mahasiswa wajib membawa perlengkapan yang diperlukan pada saat
praktikum seperti kain lap, sarung tangan, masker, kalkulator, dll.
7. Mahasiswa harus aktif dan berinisiatif sendiri mencari pengumuman berkaitan
dengan tugas dan laporan, kesalahan menerima informasi menjadi tanggung jawab
mahasiswa.
8. Apabila praktikan tidak dapat mengikuti praktikum harus memberi surat
ijin/keterangan yang sah dan diberikan kepada koordinator yang bersangkutan .
9. Sistem penilaian praktikum adalah penilaian harian meliputi nilai tutorial (pretest
dan hasil laporan persiapan), pelaksanaan praktikum (pretest, cara kerja, sikap dan
kelengkapan praktikum), laporan resmi ditambah hasil responsi yang dilaksanakan
pada akhir masa praktikum.

B. TUTORIAL
1. Praktikan diwajibkan hadir tepat waktu sesuai jadwal tutorial yang telah
ditentukan.
2. Praktikan diwajibkan membawa literatur yang diperlukan untuk membuat laporan
persiapan percobaan yang akan dilakukan pada praktikum (tujuan percobaan, dasar
teori, perhitungan dan cara kerja).

5
3. Praktikan wajib mengikuti pretest yang akan dilaksanakan pada saat tutorial.
Praktikan yang nilainya dibawah standar diperkenankan mengikuti praktikum tetapi
tidak mendapatkan nilai.
C. PRAKTIKUM
1. Praktikan yang dapat mengikuti praktikum di laboratorium adalah praktikan yang
telah mengikuti tutorial dan mendapat persetujuan dari dosen pengampu percobaan
praktikum serta membawa laporan persiapan praktikum.
2. Praktikan diwajibkan hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai untuk mengisi
daftar hadir dan mengumpulkan laporan percobaan minggu sebelumnya.
3. Praktikan diwajibkan memakai jas praktikum, masker, sarung tangan dan tutup
kepala, bersikap hati-hati, sopan dalam berpakaian, cara bicara maupun cara
bergaul termasuk didalamnya tidak diperkenankan menggunakan sandal dan kaos,
tidak merokok, tidak makan dan minum di dalam laboratorium dan tidak membuat
keributan. Praktikan yang melanggar akan dikeluarkan dari laboratorium dan tidak
diperkenankan melanjutkan praktikum pada hari itu.
4. Bahan-bahan kimia yang diambil harus dikembalikan ke tempat semula dengan
tutup botol jangan sampai tertukar.
5. Alat yang telah selesai digunakan harus dikembalikan dalam keadaan lengkap,
bersih dan kering serta dikembalikan ke tempat semula. Praktikan yang
memecahkan atau merusak alat wajib mengganti.
6. Praktikan wajib menjaga kebersihan laboratorium.
7. Semua data pengamatan harus dicatat dalam blangko pengamatan sementara yang
telah disiapkan dan dimintakan persetujuan oleh dosen jaga dan dilampirkan pada
laporan resmi.
8. Setiap praktikan wajib membuat laporan resmi tentang percobaan yang dilakukan
dan harus diserahkan sebelum praktikum selanjutnya. Apabila tidak menyerahkan
laporan resmi yang telah lengkap, praktikan tidak diperkenankan melakukan
praktikum selanjutnya.
D. PRAKTIKUM KHUSUS
Praktikum khusus diadakan untuk mahasiswa yang dibatalkan secara resmi yaitu
mahasiswa yang berhalangan dengan alasan yang sesuai serta sakit (dengan
memberikan surat izin).

6
DESKRIPSI MATA KULIAH PRAKTIKUM

Praktikum Farmakognosi merupakan mata praktikum wajib yang yang berisi tentang
pemeriksaan bahan nabati yang berupa tumbuhan segar dan simplisia secara makroskopik dan
mikroskopik, pembuatan simplisia, karakteristik simplisia dan skrining fitokimia.

7
BAB I

PEMBUATAN SIMPLISIA

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami dan mengerti pembuatan simplisia.

B. INDIKATOR CAPAIAN
Ketepatan mahasiswa dalam proses pembuatan simplisia dan dapat menjelaskan
proses pembuatan simplisia

C. PETUNJUK BELAJAR
Agar mahasiswa berhasil menguasai dan memahami materi dalam modul ini, lalu
dapat mengaplikasikannya, maka bacalah dengan cermat dan ikuti petunjuk berikut
dengan baik, antara lain:
1) Bacalah doa terlebih dahulu sesuai dengan keyakinan, agar diberikan
kemudahan dalam mempelajari materi ini.
2) Bacalah materi ini dengan seksama, sehingga isi materi ini dapat dipahami
dengan baik.
3) Pelajari secara seksama materi pelajaran yang diuraikan pada masing-masing
topik. Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi pelajaran
yang sulit dipahami.
4) Cobalah mendiskusikan materi pelajaran yang sulit terlebih dahulu dengan
teman sesama mahasiswa. Apabila memang masih dibutuhkan klarifikasi lebih
jauh, dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan dosen pada saat dilaksanakan
Kegiatan Belajar tatap muka
5) Buat dan isilah rencana pembelajaran yang terdapat dalam modul agar dapat
mengkonsultasikannya apabila mendapat kesulitan.
6) Kerjakan lembar kegiatan mahasiswa yang sudah disediakan dengan sungguh-
sungguh.

D. URAIAN TEORI
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali

1
dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 60oC (BPOM, 2014).
Jenis-jenis simplisia:
● Simplisia nabati: simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa
senyawa kimia murni
● Simplisia hewani
● Simplisia pelikan (mineral).
Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak
mengandung bahaya kimia, mikrobiologis, dan bahaya fisik, serta
mengandung zat aktif yang berkhasiat. Ciri simplisia yang baik adalah
dalam kondisi kering (kadar air < 10%), untuk simplisia daun, bila
diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan, simplisia bunga bila
diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan atau mudah
dipatahkan, dan simplisia buah dan rimpang (irisan) bila diremas mudah
dipatahkan. Ciri lain simplisia yang baik adalah tidak berjamur, dan
berbau khas menyerupai bahan segarnya (Herawati, Nuraida, dan
Sumarto, 2012).
Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang
menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi
senyawa kandungan, kontminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian
simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat di
perkecil, diatur atau dikonstankan (Depkes RI, 2000).
Pembutan simplisia, dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
A. Cara Pengeringan
Pengeringan dilakukan secara cepat pada suhu tidak terlalu tinggi.
Pengeringan dengan menggunakan panas matahari di alam terbuka
menimbulkan resiko kontaminasi mikrobiologi atau kontaminasi
akibat debu. Pengeringan jangka panjang dapat mengakibatkan
simplisia ditumbuhi kapang, sedangkan pengeringan pada suhu tinggi
dapat mengakibatkan perubahan kimia kandungan senyawa aktif.
Beberapa menyarankan untuk jangka pendek pengeringan dapat

2
menggunakan gelobang mikro (microwave). Untuk
mempermudah/mempercepat pengeringan, simplisia dibuat dalam
bentuk potongan kecil dan tipis (hasil rajangan) sehingga memudahkan
proses pengeringan.
B. Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama agar proses tidak
berlanjut ke tahap yang tidak diinginkan, misalnya dalam pembuatan
teh.
C. Pembuatan simplisia yang memerlukan air
Pada proses pembuatan pati, talk dan sebagianya diperlukan air. Air
yang digunakan harus bebas dari mikroorganisme patogen dan non
patogen, racun serangga, logam berat dan sebagainya.
D. Simplisia dibuat melalui proses khusus
Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara penyulingan, pengentalan,
eksudat nabati, pengeringan sari, dan proses khusus lainnya. Sebagai
contoh gom arab, xantan dan tragacanta.

Tahapan pembuatan simplisia pada umumnya adalah sebagai berikut:


A. Pengambilan/pengumpulan bahan baku
Di bawah ini tabel bagian tanaman, cara pengumpulan dan pedoman panen
beserta kadar air simplisia.

Bagian Kadar air


Pedoman panen Cara pengumpulan simplisia
tanaman

Buah dipetik, dikupas kulit


buahnya menggunakan tangan, pisu
biji Biji yang telah tua <10%
atau digilas, biji dikumpulakan dan
dicuci

Seringkali dikaitkan dengan


buah Masak, hampir masak, dipetik <8%
tingkat kematangan
dengan tangan

3
Saat tanaman mengalami
Daun Dipetik dengan tangan satu persatu <8%
perubahan pertumbuhan dari
(pucuk)
vegetatif ke generatif

Dipilih yang telah membuka


sempurna dan terletak di
Dan (tua) bagian cabang atau batang Dipetik dengan tangan satu persatu <5%
yang menerima sinar matahari
sempurna

Pada saat tanaman telah Bagian batang dan cabang dikelupas


Kulit batang cukup umur dan dilakukan dengan ukuran panjang dan lebar <10%
pada musim yang tertentu; untuk kulit batang yang
menguntungkan mengandung minyak atsiri atau
pertumbuhan. golongan senyawa fenol digunakan
alat pengelupas bukan logam

Dilakukan pada musim Dicabut, dibersihkan dari akar,


kering dengan ditandai dipotong melintang dengan ketebalan
Rimpang tertentu. <8%
mengeringnya bagian atas
tanaman.

Cabang dengan diameter tertentu


Batang dipotong-potong dengan panjang <10%
tertentu pula.

Batang atau cabang, dipotong kecil


Kayu <10%
atau diserut setelah kulit dikelupas

4
Kuncup atau bunga mekar, mahkota
Bunga <5%
bunga atau daun bunga, dipetik
dengan tangan.

Dari bawah permukaan tanah, dipotong


Akar dengan ukuran tertentu <10%

Kulit buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan


<8%
dan dicuci

Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari


Bulbus <8%
daun dan akar dengan memotongnya,
kemudian dicuci.

B. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan cemaran (kotoran dan bahan asing
lain).
C. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih. Simplisia yang mengandung zat mudah
larut dalam air mengalir, dicuci dalam waktu sesingkat mungkin.
D. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau
mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan
ukuran tertentu.
E. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak

5
sehingg dapat disimpan untuk jangka waktu lebih lama. Dengan penurunan
kadar air, hal tersebut dapat menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat
dicegah terjadinya penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara pengeringan. Pengeringan
dapat dilakukan antara suhu 300 C- 900 C (terbaik 600 C).
Simplisia yang negandung bahan aktif tidak tahan panas atau mudah menguap,
pengerngan dilakukan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 C- 450 C atau
dengan cara pengeringan vakum
F. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
G. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena faktor interen dan eksteren,
misalnya: cahaya, oksigen udara, reaksi kimia internal, dehidrasi, penguapan air,
pengotoran, serangga, atau kapang.
H. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisa dilakukan pada waktu pemanenan atau pembelian
dari pengumpul atau pedagang. Pada setiap pemanenan atau pembelian simplisia
tertentu, perlu dilakukan pengujian mutu.

Pembuatan Serbuk Simplisia

Penggilingan atau penghalusan ukuran tanaman obat adalah penurunan ukuran


atau penghalusan secara mekanik dari bahan tanaman tertentu, seperti daun, akar, biji
dan sebagainya menjadi unit sangat kecil (halus), dari bentuk fragmen besar menjadi
serbuk halus. Tahap ini merupakan tahap pertama dari pengolahan tanaman obat, baik
dalam bentuk sederhana maupun bentuk kompleks. Dalam proses
penggilingan/penghalusan, tanpa memperhatikan alat apa pun yang digunakan,
homogenitas ukuran partikel merupakan parameter utama.
Perlu diperhatikan penggilingan dan hasil penggilingan harus distandarisasi
ukuran partikelnya dengan cara pengayakan. Pengayak dibuat dari kawat logam atau
bahan lain yang cocok dengan penampang melintang yang sama diseluruh bagian. Jenis
pengayak dinyatakan dengan nomor yang menunjukkan jumlah lubang tiap 2,54 cm
dihitung searah dengan panjang kawat.
Derajat halus serbuk dinyatakan dengan nomor pengayak. Jika derajat halus

6
suatu serbuk dinyatakan dengan 1 nomor, dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat
melalui pengayak dengan nomor tersebut. Jika derajat halus serbuk dinyatakan dengan
dua nomor, dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor
terendah dan tidak lebih dari 40% melalui pengayak dengan nomor tertinggi.
Table 2. Klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halus
Nomor pengayak Ukuran (µm) Untuk mendapat derajat kehalusan

8 2360 Serbuk sangat kasar

20 850 Serbuk kasar

40 425 Serbuk agak kasar

60 250 Serbuk halus

80 180 Serbuk sangat halus

E. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
a. Alat
Pisau, talenan, oven, grinder, dehydrator, baskom plastic, alumunium foil,
silet, lap, tissue
b. Bahan
Daun, batang dan rimpang dari spesies tanaman yang berbeda yang disepakati
bersama (3kg untuk dan 500g untuk rimpang).
2. Prosedur Kerja
a. Pengambilan/pengumpulan bahan baku
b. Sortasi basah
c. Pencucian
d. Perajangan
e. Pengeringan
f. Sortasi Kering
g. Pengepakan dan Penyimpanan

F. EVALUASI
1. Hasil Percobaan
a. Mendapatkan serbuk simplisia yang baik

7
2. Pembahasan
a. Memahami dan mengerti setiap tahapan dalam pembuatan simplisia
3. Laporan hasil praktikum

G. LATIHAN SOAL
1) Sebutkan tahapan pembuatan simplisia?
2) Apa fungsi dari sortasi?
3) Apa fungsi dari perajangan?

H. KUNCI JAWABAN
1) Pengambilan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan
2) Sortasi dilakukan untuk memisahkan cemaran (kotoran dan bahan asing lain).
3) Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran tertentu.

8
BAB II

IDENTIFIKASI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK SIMPLISIA

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami dan mengerti serta menjelaskan dan menunjukan
identifikasi secara makroskopik dan mikroskopik simplisia

B. INDIKATOR CAPAIAN
Ketepatan dalam praktik, menjelaskan dan menunjukkan identifikasi bagian
tumbuhan utuh maupun simplisia baik secara makroskopik maupun mikroskopik

C. PETUNJUK BELAJAR
Agar mahasiswa berhasil menguasai dan memahami materi dalam modul ini, lalu
dapat mengaplikasikannya, maka bacalah dengan cermat dan ikuti petunjuk berikut
dengan baik, antara lain:
1) Bacalah doa terlebih dahulu sesuai dengan keyakinan, agar diberikan
kemudahan dalam mempelajari materi ini.
2) Bacalah materi ini dengan seksama, sehingga isi materi ini dapat dipahami
dengan baik.
3) Pelajari secara seksama materi pelajaran yang diuraikan pada masing-masing
topik. Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi pelajaran
yang sulit dipahami.
4) Cobalah mendiskusikan materi pelajaran yang sulit terlebih dahulu dengan
teman sesama mahasiswa. Apabila memang masih dibutuhkan klarifikasi lebih
jauh, dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan dosen pada saat dilaksanakan
Kegiatan Belajar tatap muka
5) Buat dan isilah rencana pembelajaran yang terdapat dalam modul agar dapat
mengkonsultasikannya apabila mendapat kesulitan.
6) Kerjakan lembar kegiatan mahasiswa yang sudah disediakan dengan sungguh-
sungguh.

9
D. URAIAN TEORI
Pengamatan makroskopik dan mikroskopik pada suatu tumbuhan dilakukan
untuk mengetahui identitas suatu tanaman. Identitas suatu tanaman dapat
dideskripsikan sehingga dapat diketahui kebenaran suatu tanaman sesuai dengan
taksonominya.
Pengamatan makroskopik dilakukan dengan mata langsung ataupun
bantuan kaca pembesar untuk melihat bagian terkecil yang dapat dilihat dengan
mata. Jangka sorong dan mistar dapat juga digunakan untuk mengukur panjang dan
ketebalan suatu bagian tanaman. Daun, rimpang, batang, dan bunga, suatu tanaman
umumnya menjadi bagian yang diamati secara makroskopik.
Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk melihat bagian jaringan pada
tanaman yang telah dibuat preparat jaringan yang diiris secara melintang (cross
section, disingkat c.s atau x.s) maupun membujur (longitudinal section, disingkat
l.s). Irisan jaringan dibuat dengan menggunakan mikrotom yang kemudian jaringan
dapat diawetkan maupun dalam bentuk segar untuk selanjutnya diamati
menggunakan mikroskop.
Tipe irisan pada histologi :
a) Irisan melintang
Irisan melintang adalah irisan dengan arah tegak lurus dengan sumbu
horizontal dari objek. Tipe irisan ini juga disebut sebagai transverse section/
cross section (c.s atau x.s).
Irisan ini dibuat untuk mengetahui susunan jaringan pada daun, kulit kayu
(bark), buah, akar, dan rhizome.
b) Irisan membujur
Irisan membujur adalah irisan yang sejajar dengan sumbu horizontal dari objek
irisan membujur radial. Tipe irisan ini juga disebut sebagai longitudinal section
(l.s) yang dibagi menjadi 2, yaitu longitudinal tangensial section dan
longitudinal radial section. Longitudinal tangensial section dilakukan dengan
mengiris bagian tanaman di tepi bagian tanaman secara membujur dan tidak
sampai pada titik tengah bagian tanaman. Irisan ini dibuat untuk melihat
struktur vessel, trakeid, parenkim aksial. Longitudinal radial section dilakukan
dengan mengiris bagian tanaman sampai pada titik tengah bagian tanaman.
Irisan ini dibuat untuk melihat struktur parenkim radial (sel baring dan sel

10
tegak).
c) Irisan paradermal
Irisan paradermal adalah irisan sejajar pada permukaan organ tanaman seperti
batang, daun, buah, dan endocarp untuk melihat bagian stomata, bentuk
epidermis, atau sklereid pada endocarp kelapa.
Pengamatan Makroskopis berbagai Tumbuhan Obat

Tanaman obat memiliki khasiat tertentu yang digunakan untuk mengobati


penyakit secara tradisional. Daun tanaman obat menjadi salah satu bagian
tanaman yang digunakan dalam pengobatan. Tanaman yang termasuk dalam 1
famili akan memiliki kemiripan sehingga perlu adanya penentuan kebenaran jenis
tanaman supaya tujuan pengobatan tercapai dengan tepat. Kebenaran jenis suatu
tanaman obat diketahui dari ciri taksonominya sehingga perlu diketahui ciri-ciri
yang menunjukkan perbedaan tiap jenis tanaman.
Cara membuat irisan :

11
Pengamatan Mikroskopis berbagai Tumbuhan Obat :

Pengamatan mikroskopis pada serbuk jahe, temulawak dan jahe, Pengamatan


serbuk rimpang dilakukan dengan mengamati fragmen pengenal seperti jaringan
gabus, butir amilum, periderm, serabut, parenkim, parenkim korteks, serabut
sklerenkim, berkas pengangkut.
Fragmen pengenal pengamatan makroskopis berupa butir amilum, parenkim,
periderm, berkas pengangkut, penebalan spiral, parenkim, rambut penutup,
kalsium oksalat, epidermis, stomata (pada daun).

12
E. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Alat dan bahan
a. Alat
Silet, Plastik klip besar, blender, ayakan mess 40,
b. Bahan
Bunga mawar, simplisia yang sudah dibuat pada percobaan pertama, 1
sampel amilum, folium, semen, fructus, flos, cortex dan rhizoma
2. Prosedur Kerja
1. Uji Makroskopis
a. Mahasiswa melakukan pengamatan terkait batang, bentuk batang, sifat
batang, bagian penyusun batang dan tipe percabangan
b. Mahasiswa melakukan pengamatan daun, warna daun, bentuk daun,
ujung daun, pangkal daun, susunan tulang daun, tepi daun, daging daun,
permukaan daun, susunan tulang daun serta mengukur panjang, lebar dan
tebal daun
c. Mahasiswa melakukan pengamatan rimpang, bentuk permukaan, warna,
bau, rasa, mengukur panjang dan ketebalan
d. Mahasiswa melakukan pengamatan untuk sampel lainnya terkait warna,
bau, rasa, serta penjabaran bentuknya
2. Uji Mikroskopis
a. Membuat sediaan dalam media kloralhidrat dengan meletakkan sedikit
sampel pada obyek glas kemudian ditambahkan beberapa tetes
kloralhidrat, hangatkan diatas nyala api, tutup dengan gelas penutup,
kemudian amati di bawah mikroskop.
b. Mahasiswa melakukan pengamatan bunga mawar dengan
memperhatikan epidermis atas dengan papilla, mesofil yang tersusun sel
parenkimatis yang diantaranya terdapat berkas pengangkut yang
sederhana dan epidermis bawah dengan kutikula
c. Mahasiswa melakukan pengamatan serbuk simplisia daun dengan
mengamati epidermis atas, urat daun, kristal kalsium oksalat, mesofil,
berkas pengangkut, epidermis bawah
d. Mahasiswa melakukan pengamatan serbuk simplisia rimpang dengan
mengamati fragmen pengenal seperti jaringan gabus, butir amilum,
periderm, serabut, parenkim, korteks, sklerenkim, berkas pengangkut.
13
F. EVALUASI
1. Hasil Percobaan
a. Berupa hasil pengamata makroskopis dan mikroskopis
2. Pembahasan
Perbedaan hasil makroskopis dan mikroskopis antar sampel
3. Laporan hasil praktikum

G. LATIHAN SOAL
1) Jelaskan cara pengamatan mikroskopis?
2) Apa saja irisan untuk pengamatan sampel?
3) Apa saja fragmen pengenal pada mikroskopis daun?

H. KUNCI JAWABAN
1) Letakkan sedikit sampel pada obyek glas kemudian ditambahkan beberapa tetes
kloralhidrat, hangatkan diatas nyala api, tutup dengan gelas penutup, kemudian
amati di bawah mikroskop.
2) Irisan melintang, irisan membujur dan irisan paredermal.
3) butir amilum, parenkim, periderm, berkas pengangkut, penebalan spiral,
parenkim, rambut penutup, kalsium oksalat, epidermis, stomata.

14
BAB III

PARAMETER MUTU SIMPLISIA

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami dan mengerti serta menjelaskan uji parameter mutu
simplisia.

B. INDIKATOR CAPAIAN
Ketepatan dalam praktik dan menjelaskan uji parameter mutu simplisia serta
menunjukkan hasilnya yang sesuai dengan persyaratan.

C. PETUNJUK BELAJAR
Agar mahasiswa berhasil menguasai dan memahami materi dalam modul ini, lalu dapat
mengaplikasikannya, maka bacalah dengan cermat dan ikuti petunjuk berikut dengan
baik, antara lain:
1) Bacalah doa terlebih dahulu sesuai dengan keyakinan, agar diberikan kemudahan
dalam mempelajari materi ini.
2) Bacalah materi ini dengan seksama, sehingga isi materi ini dapat dipahami dengan
baik.
3) Pelajari secara seksama materi pelajaran yang diuraikan pada masing-masing topik.
Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi pelajaran yang sulit
dipahami.
4) Cobalah mendiskusikan materi pelajaran yang sulit terlebih dahulu dengan teman
sesama mahasiswa. Apabila memang masih dibutuhkan klarifikasi lebih jauh,
dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan dosen pada saat dilaksanakan
Kegiatan Belajar tatap muka
5) Buat dan isilah rencana pembelajaran yang terdapat dalam modul agar dapat
mengkonsultasikannya apabila mendapat kesulitan.
6) Kerjakan lembar kegiatan mahasiswa yang sudah disediakan dengan sungguh-
sungguh.

15
D. URAIAN TEORI

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan untuk pengobatan yang belum
mengalami proses pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan
simplisia tidak lebih dari 60oC (Depkes RI, 2010).
Standardisasi metupakan suatu rangkaian proses yang di dalamnya melibatkan metode
analisis fisik, kimia dan mikrobiologi berdasarkan data farmakologis dan toksikologi
(kriteria umum keamanan) terhadap suatu bahan alam atau tumbuhan obat.
Standardisasi secara umum bertujuan untuk memberikan efikasi yang terukur secara
farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi obat herbal meliputi 2
aspek penting, yaitu aspek parameter spesifik dan parameter non spesifik (Saifuddin,
2011).
1. Parameter Spesifik
Aspek parameter spesifik difokuskan pada senyawa aktif yang bertanggung jawab
dalam memberikan efek farmakologis. Parameter spesifik ditinjau secara universal
artinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Analisis parameter spesifik
ditujukan untuk mengidentifikasi secara kualitatif maupun secara kuantitatif suatu
senyawa aktif yang berperan dalam suatu bahan alam. Parameter spesifik meliputi
(Saifuddin, 2011):
a. Organoleptis
Pengamatan organoleptis meliputi parameter yang dapat dideskripsikan dengan
sederhana menggunakan panca indera meliputi warna, bau, rasa dan bentuk yang
seobjektif mungkin.
b. Identitas simplisia
Identitas simplisia meliputi deskripsi tata nama tumbuhan, nama lain tumbuhan,
bagian tumbuhan yang digunakan (daun, akar, biji, dan lain- lain) dan nama
Indonesia tumbuhan.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan simplisia dengan pelarut tertentu yaitu air dan alkohol untuk mengetahui
jumlah senyawa kandungan yang terlarut secara gravimetrik. Untuk mengetahui
atau memberikan gambaran awal sifat senyawa kandungan bahan alam.
d. Uji kandungan kimia simplisia :
Uji kandungan kimia ekstrak meliputi pola kromatogram dan kandungan kimia
tertentu. Pola kromatogram bertujuan untuk memberikan gambaran awal profil

16
kromatografi suatu senyawa (komposisi kandungan kimia) dengan dibandingkan
dengan senyawa baku atau standar. Sedangkan kadar kandungan kimia tertentu
dapat berupa senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam memberikan efek
farmakologis, senyawa identitas yaitu senyawa yang khas, unik, eksklusif, yang
terdapat pada tumbuhan obat tertentu, senyawa major yaitu senyawa yang paling
banyak secara kuantitatif dalam tumbuhan dan senyawa aktual yaitu senyawa
apapun yang terdapat dalam bahan yang dianalisis.
2. Parameter Nonspesifik
Aspek parameter non spesifik difokuskan pada aspek kimiawi, fisik, dan mikrobiologi
yaitu yang berperan dalam keamanan konsumen secara langsung. Parameter non
spesifik bertanggung jawab atas kualitas dan keamanan suatu bahan alam. Adapun
parameter non spesifik diantaranya yaitu :
a. Susut pengeringan
Susut pengeringan berhubungan dengan kandungan air dalam suatu bahan alam
atau simplisia, yang ditetapkan dengan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
suhu 105◦C menggunakan botol timbang yang berisi simplisia yang akan
ditetapkan kadar susut pengeringannya. Penetapan susut pengeringan bertujuan
untuk memberikan gambaran rentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan.
b. Bobot jenis
Bobot jenis terkait dengan kontaminasi atau kemurnian ekstrak. Tujuan dari
penentuan bobot jenis adalah untuk memberikan gambaran besarnya massa per
satuan volume sebagai parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat yang
masih dapat dituang. Bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
kontaminasi.
c. Kadar abu
Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran terkait karakteristik
sisa kadar abu monorganik seteah pengabuan. Kadar abu juga dapat dijadikan
sebagai pencirian suatu spesies obat karena setiap tanaman memiliki sisa abu secara
spesifik (Saifuddin, 2011).
d. Kadar air
Parameter penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar residu air setelah
pengeringan atau proses pengentalan ekstrak. Kadar air menentukan kualitas

17
dan stabilitas ekstrak dalam bentuk sediaan selanjutanya. Kadar air yang
cukup beresiko adalah di atas 10 % (Saifuddin, 2011).
e. Sisa pelarut organik
Tujuan dari penetapan sisa pelarut organik adalah untuk mengetahui sisa pelarut
etanol setelah pengeringan. Etanol dijadikan sebagai pelarut karena memiliki
toksisitas yang lebih rendah dibanding dengan pelarut lain seperti methanol,
kloroform, heksan, dll (Saifuddin, 2011). Bahan alam yang aman dan berkualitas
harus dipastikan di dalamnya tidak terdapat sisa pelarut organik.
f. Cemaran mikroba
Aspek cemaran mikroba bertujuan untuk menentukan keberadaan mikroba
yang sifatnya dapat merusak ekstrak sehingga dapat dilakukan upaya untuk
mencegah kontaminasi atau menghilangkan kontaminasinya sesuai dengan
persyaratan cemaran mikroba yang diperbolehkan.
g. Cemaran logam berat
Parameter penetapan logam berat erat kaitannya dengan kualitas dan keamanan dari
suatu bahan obat alam atau simplisia. Pemeriksaan cemaran logam dapat
menjamin suatu bahan dan ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu
seperti Cd, Hg, Pb, dan logam berat lainnya.

E. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
a. Alat:
Set destilasi, oven, cawan kurs, botol timbang, timbangan, corong, gelas ukur,
kompor listrik, desikator
b. Bahan:
Simplisia, air, kloroform, toluene, kertas saring

2. Prosedur Kerja
1) Pemeriksaan Kadar Air
Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas dengan

air, dan dikeringkan dalam lemari pengering. Menimbang sejumlah bahan yang

diperkirakan mengandung 1-4 mL air lalu dimasukkan ke dalam labu kering.

Toluen dimasukkan lebih kurang 200 mL ke dalam labu, kemudian rangkaian alat
18
dipasang. Toluen jenuh air dimasukkan kedalam tabung penerima melalui

pendingin sampai leher alat penampung. Labu dipanaskan dengan hati-hati selama

15 menit.

Penyulingan diatur dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes per detik, sampai

sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4

tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam air dicuci dengan toluen

jenuh air, dan dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah

kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen jenuh air. Penyulingan dilanjutkan

selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan hingga suhu ruang. Volume air

dibaca setelah air dan toluen memisah sempurna. Kadar air dihitung dalam % v/b.

rumus perhitungan pemeriksaan kadar air

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑎𝑖𝑟


%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

catatan : kadar air tidak boleh melebihi 10%

2) Pemeriksaan Susut Pengeringan


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menimbang 2 g simplisia kemudian
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 derajat selsius selama 30 menit, setelah
dingin kemudian ditimbang apabila beratnya belum konstan, diulangi kembali
pemanasannya hingga bobot tetap.
rumus perhitungan susut pengeringan
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
%𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑥100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

3) Penetapan kadar sari larut air


Sebanyak lebih kurang 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara
dimasukkan ke dalam labu bersumbat lalu ditambahkan air jenuh kloroform.
Dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Ekstrak
disaring dan 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar

19
rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap.
Kadar dihitung dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara.

Perhitungan :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑎𝑟𝑖 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑥𝐹𝑃𝑥100%
𝑚𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

4) Penetapan kadar sari larut etanol


Sebanyak lebih kurang 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara
dimasukkan ke dalam labu bersumbat lalu ditambahkan 100 mL etanol (95%),
dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama lalu dibiarkan selama 18 jam. Ekstrak
disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol (95%). Sebanyak 20 mL filtrat
diuapkan hingga kering di dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,
residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam
persen sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringan di udara.
Perhitungan :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑎𝑟𝑖 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑥𝐹𝑃𝑥100%
𝑚𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
5) Penetapan kadar abu total, kadar abu larut air dan kadar abu tidak larut asam
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara menimbang 2-3 gram bahan uji

yang telah dihaluskan sebelumnya dimasukkan ke dalam krus platina atau krus

silikat yang telah dipijar dan ditara. Kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga

arang habis lalu didinginkan dan ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan di udara.

Penetapan kadar abu larut air dilakukan dengan cara abu yang diperoleh pada penetapan

kadar abu, dididihkan selama 5 menit dengan penambahan 25 mL air, bagian yang tidak

larut dikumpulkan, dan disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air

panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450oC hingga bobot

20
tetap. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air. Kadar abu yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.

Penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan dengan cara abu yang diperoleh

dari penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 mL asam klorida encer selama

5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring

bebas abu, dicuci dengan air panas, dan dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap.

Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji dan

dinyatakan dalam persen b/b.

F. EVALUASI
1. Hasil Percobaan
a. Hasil dari perhitungan mutu simplisia
2. Pembahasan
Hasil yang sesuai dengan standar ketetapan mutu dari farmakope herbal Indonesia
3. Laporan hasil praktikum

G. LATIHAN SOAL
1) Apa tujuan dari pengukuran kadar air?
2) Bagaimana cara menguji susut pengeringan?
3) Kenapa hasil susut pengeringan lebih besar dari kadar air?

H. KUNCI JAWABAN
1) Untuk mengetahui tingkat air pada sampel
2) Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menimbang 2 g simplisia kemudian
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 derajat selsius selama 30 menit, setelah
dingin kemudian ditimbang apabila beratnya belum konstan, diulangi kembali
pemanasannya hingga bobot tetap

3) Karena susut pengeringan dilakukan pada suhu 105 derajat selsius maka tidak hanya
air yang akan menguap tetapi juga senyawa-senyawa lain yang mudah menguap
seperti minyak atsiri

21
BAB IV

SKRINING FITOKIMIA

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami dan mengerti serta menjelaskan dan menunjukan
cara mengidentifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia

B. INDIKATOR CAPAIAN
Ketepatan dalam praktik, menjelaskan dan menunjukkan hasil dari pengujian
dalam mengidentifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia

C. PETUNJUK BELAJAR
Agar mahasiswa berhasil menguasai dan memahami materi dalam modul ini, lalu
dapat mengaplikasikannya, maka bacalah dengan cermat dan ikuti petunjuk berikut
dengan baik, antara lain:
1) Bacalah doa terlebih dahulu sesuai dengan keyakinan, agar diberikan kemudahan
dalam mempelajari materi ini.
2) Bacalah materi ini dengan seksama, sehingga isi materi ini dapat dipahami dengan
baik.
3) Pelajari secara seksama materi pelajaran yang diuraikan pada masing-masing topik.
Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi pelajaran yang sulit
dipahami.
4) Cobalah mendiskusikan materi pelajaran yang sulit terlebih dahulu dengan teman
sesama mahasiswa. Apabila memang masih dibutuhkan klarifikasi lebih jauh,
dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan dosen pada saat dilaksanakan
Kegiatan Belajar tatap muka
5) Buat dan isilah rencana pembelajaran yang terdapat dalam modul agar dapat
mengkonsultasikannya apabila mendapat kesulitan.
6) Kerjakan lembar kegiatan mahasiswa yang sudah disediakan dengan sungguh-
sungguh.

22
D. URAIAN TEORI

Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan
organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies
yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit
sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder
hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa metabolit sekunder
dalam tumbuhan biasanya tersebar merata ke seluruh bagian tumbuhan tetapi dalam
kadar yang berbeda-beda. Pada tumbuhan, senyawa metabolit sekunder biasa dijumpai
pada akar, batang, biji, daun dan buah.
1. Alkaloid
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir
seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar dalam berbagai jenis tumbuhan.
Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit biasanya mengandung
alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji,
ranting dan kuit kayu.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat
basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik.
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan fenolik alam yang berpotensial sebagai antioksidan dan
mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat ditemukan pada
batang, daun, bunga dan buah.
Flavonoid pada umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugus gula
bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Kegunaan flavonoid bagi
tumbuhan adalah untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan dan
untuk menarik perhatian binatang yang membentu penyebaran biji.Kegunaan
Flavonoid bagi tumbuhan adalah untuk membantu proses penyerbukan dan untuk
menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji, sedangkan bagi
manusia sebagai stimulan pada jantung, Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai
diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak.
3. Terpenoid

23
Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis,
terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid pada umumnya
merupakan senyawa yang larut dalam lipid. Senyawa ini berada pada sitoplasma sel
tumbuhan.
4. Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa
karboksil. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling
dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi.
5. Saponin
Saponin mempunyai bagian utama berupa turunan triterpen dengan sedikit steroid.
Residu gula dihubungkan oleh gugus-OH biasanya C3-OH dari aglikon
(monodesmoside saponin) dan jarang dengan 2 gugus OH atau satu gugus OH dan
satu gugus karboksil. Saponin dapat diketahui dengan penambahan air. Timbulnya
busa menunjukkan adanya glikosida yang mampu membentuk buih dalam
air.Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon
6. Antrakuinon
Antrakuinon merupakan senyawa golongan fenol yang mempunyai kromofor dasar
seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap C-C. Antrakuinon terhidroksilasi tidak
sering terdapat dalam tumbuhan secara bebas, tetapi umumnya ditemukan sebagai
glikosida. Senyawa ini biasanya memiliki warna merah, tetapi yang lainnya berwarna
kuning sampai coklat.

E. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
a. Alat
Tabung reaksi, kertas saring
b. Bahan
Ekstrak, Air, FeCl3 3%, Gelatin dalam air 10%, Gelatin 1% dalam NaCl 10%
(NaCl-Gelatin), HCl 2N, HCl pekat, Etanol 95%, Aseton, Dietil Eter, Asam
borat, Asam oksalat, Serbuk Zn, Serbuk Mg, AlCl3, Asam Sulfat, NaOH,

24
Benzen, Ekstrak Etanol,H2SO4 Pekat, N-Heksan, Asam asetat anhidrat, Reagen
Dragendorf, Reagen Mayer, reagen wagner,

2. Prosedur Kerja
1. Identifikasi Tanin
a) 50 mg ekstrak etanol kental dilarutkan dalam 15 ml air suling panas dan
diaduk
b) Setelah dingin, di saring
c) Sebanyak 1 ml filtrate dikerjakan, sebagai berikut :
1) 1 ml Filtrat + 3 ml Gelatin 10%, bila ada endapan putih maka (+) Tanin
2) 1 ml Filtrat + 2 tts FeCl 3%, bila tjd warna hijau violet maka (+) Tanin
3) 1 ml Filtrat + 3 ml NaCl –Gelatin, bila tjd endapan putih maka (+) Tanin

2. Identifikasi Flavonoid
a) 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 3 ml etanol 95%, kemudian (+) 100 mg
serbuk Zn dan 2ml HCl 2N. Biarkan 1 menit, kemudian (+) 10 tts HCl pekat.
Ekstrak (+) mengandung Flavonoid bila terjadi warna merah dalam waktu 2-
5 menit.

b) 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 3 ml etanol (95%), kemudian (+) serbuk Mg


dan 10 tts HCl pekat.
Ekstrak (+) mengandung Flavonoid bila terjadi warna kuning jingga (flavon,
kalkon, auron).
Ekstrak (+) mengandung Flavonoid bila terjadi warna merah jingga / merah
ungu (Flavonoid)
c) 50 mg ekstrak dilarutkan dlm 3 ml Aseton, di tambahkan 50 mg asam oksalat
dan 50 mg asam borat, diaduk kemudian diamkan hingga mongering,
kemudian ditambahkan 3 ml dietileter, aduk dan diamkan sampai mengering,
kemudian dilihat di bawah sinar UV 366 nm.
Ekstrak (+) mgd Flavonoid bila terjadi fluoresensi kuning kehijauan.

d) 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 3 ml Etanol 95%, diteteskan di atas kertas


saring, kemudian disemprot dengan ALCl3 dan dilihat di bawah UV 366 nm.
Ekstrak (+) mgd Flavonoid bila terjadi fluoresensi kuning kehijauan.

25
3. Identifikasi Antrakuinon
a) 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 ml Asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar
(sekitar 10 detik) kemudian didinginkan
b) Larutan diatas ditambah 10 ml benzene, dikocok, dan dibiarkan.
c) Lapisan benzene dipisahkan, disaring.
d) Ekstrak (+) mengandung antrakuinon apabila terjadi warna kuning.
e) Pemastian kandungan antrakuinon dapat dilanjutkan dengan cara : lapisan
benzene dikocok dengan 1-2 ml NaOH 2N, kemudian dibiarkan.
Kandungan antrakuinon lebih dipastikan dengan adanya lapisan air
berwarna merah intensif dan lapisan benzene tidak berwarna

4. Identifikasi Saponin dan Steroid


a) Uji Buih

Ekstrak sebanyak 0,3 gram dimasukkan tabung reaksi, kemudian ditambah


air suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 detik. Tes buih
positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari
30 menit dengan tinggi 1-10 cm di atas permukaan cairan dan tidak hilang
dengan penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukan adanya saponin.
b) Reaksi Warna

0,3 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi tiga
bagian masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan IIC
c) Uji Liebermann-Burchard

Larutan IIA digunakan sebagai blanko,

larutan IIB sebanyak 5 ml ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes
H2SO4 pekat, lalu dikocok perlahan dan diamati terjadinya perubahan
warna.
Pengamatan, jika terjadi :

● Warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid,

26
● Warna merah ungu menunjukkan adanya triterpen steroid

● Warna kuning muda menunjukkan adanya saponin jenuh.


d) Uji Salkowski

Larutan IIA digunakan sebagai blanko,

larutan IIC sebanyak 5 ml ditambah 1–2 ml H2SO4 pekat melalui dinding


tabung reaksi.
Pengamatan, jika terjadi :

● Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin berwarna


merah.

5. Identifikasi Terpenoid
a) Pada breaker glass masukan sebanyak 2 gram serbuk sempel
b) Tambahkan n-heksana
c) Lakukan tahap maserasi selama 1 jam sambil sering diaduk
d) Lakukan penyaringan
e) Ambil 5 ml ekstrak
f) Tambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 2 tetes H2SO4 pekat, lalu
dikocok perlahan dan diamati terjadinya perubahan warna. Warna keunguan
menunjukkan adanya terpenoid.

6. Identifikasi Alkaloid
a) Sebanyak 0,5 gram sampel ditambahkan 1 ml asam klorida encer dan 9 ml
air, lalu dipanaskan dalam beaker glass selama 2 menit.
b) Larutan didinginkan lalu disaring kemudian dibagi 3, dan masing-masing
ditetesi dengan dragendorf, mayer (putih) dan wagner (coklat).
c) Pada penambahan pereaksi dragendorf, hasil positif ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna orange.
d) Hasil positif mayer ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi
putih atau kuning yang larut dalam metanol.
e) Hasil positif wagner ditunjukkan dengan adanya perubahan warna putih.

F. EVALUASI

27
1. Hasil Percobaan
a. Senyawa dengan hasil positif atau negatif metabolit sekunder seperti tannin,
flavonoid, antrakuinon, saponin, steroid/triterpenoid dan alkaloid
2. Pembahasan
a. Kenapa bisa dengan pengujian identifikasi metabolit sekunder dapat
mengetahui hasil kandungan dari sampel, apa reaksi yang terjadi
3. Laporan hasil percobaan

G. LATIHAN SOAL
1) Tuliskan salah satu cara mengidentifikasi flavonoid?
2) Apa ciri khas dari senyawa alkaloid?
3) Ap aitu tannin?

H. KUNCI SOAL
1) 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 3 ml etanol (95%), kemudian (+) serbuk Mg dan
10 tts HCl pekat

2) Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari
cincin heterosiklik,

3) Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa
karboksil. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling
dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, goeswin, 2009, Teknologi Bahan Alam, edisi revisi dan perluasan, penerbit ITB,
Bandung :14-19 dan 25

BPOM, 2000, Parameter Stander Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, BPOM, Jakarta

BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Bpom: Jakarta.

Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, Jakarta.

Depkes RI, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid VI, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 9-16

Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal, edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta : 202

Eliyanoor, B., 2015, Penuntun Praktikum Farmakognosi Makroskopik dan Mikroskopik Edisi
2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Evans, W.C., 2002,Trease and Evans Pharmacognosy, 15th ed, W.B. Saunders, p 214-327

Fransworth, N.R. 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plant, Journal of


Pharmaceutical Science. Vol. 55 No. 3, 243-269

Gunawan, D., dan Mulyani, S.,2002,Ilmu ObatAlami (Farmakognosi) 1, PT. PenebarSwadaya,


Jakarta

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Terbitan Kedua. Bandung : ITB

nd
Kar., A., Kar., A., 2007, Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology, 2 ed, New age

international (p) limited, publishers

29
th
Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin, A Textbook of Pharmacognosy, 4 revised

edition, Apotekarsocieteten, Swedish Pharmaceutical Press, Stockholm, Sweden.

Tyler, V.E, Brady, L.R dan Robbers, J.E, 1988, Pharmacognosy, 9 thed, Lea &Febiger,
Philadelphia, US, p 57-76

30

Anda mungkin juga menyukai