Anda di halaman 1dari 39

MODUL PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA

PROGRAM STUDI
S1 FARMASI
TIM PENYUSUN:

I Gede Made Suradnyana


2021
GENAP
1
MODUL
PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Oleh :
apt. I Gede Made Suradnyana, S.Si., M.Farm.

Nama : --------------------------------------------------------------

NIM : --------------------------------------------------------------

Kelas : --------------------------------------------------------------

Kelompok : --------------------------------------------------------------

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2022
VISI, MISI DAN TUJUAN
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

Visi
Menghasilkan lulusan Sarjana Farmasi yang unggul dan inovatif di bidang Farmasi
Klinik dan Komunitas yang berwawasan budaya
Misi
1. Mengembangkan pendidikan program studi Sarjana Farmasi yang bermutu dan
berwawasan budaya serta berbasis riset dan pengabdian kepada masyarakat
yang mampu meluluskan sumber daya manusia yang berbudaya dan
berintegritas serta kompeten di bidang kefarmasian.
2. Menyelenggarakan penelitian di bidang kefarmasian yang bermutu dan
berwawasan budaya dengan mengutamakan pengembangan kearifan lokal
Usada dan bersinergi dengan kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dengan luaran invensi dan produk inovasi yang berdaya saing
global.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di bidang kefarmasian yang
bermutu dan berwawasan budaya melalui penerapan hasil penelitian khususnya
di bidang kefarmasian untuk memberi manfaat nyata bagi kehidupan
masyarakat.
Tujuan
1. Menghasilkan lulusan yang unggul, inovatif, berkarakter, mandiri, berbudaya,
dan berkemampuan wirausaha.
2. Menghasilkan penelitian yang inovatif di bidang kefarmasian khususnya dalam
mendukung upaya integrasi obat tradisional ke dalam sistem pengobatan
konvensional yang mampu merespon dinamika preferensi global.
3. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pengabdian kepada
masyarakat dengan mengutamakan penerapan hasil penelitian terkini di bidang
kefarmasian.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 ii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penyusun panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi
Washa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-Nya Modul Praktikum
Biofarmasetika ini dapat diselesaikan dengan baik.

Modul praktikum ini disusun sebagai panduan untuk mahasiswa dalam


melaksanakan Praktikum Biofarmasetika yang merupakan bagian dari Mata Kuliah
Praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika dengan harapan sebelum
praktikum mahasiswa memahami landasan teori, tujuan dan langkah-langkah
praktikum yang akan dilakukan sehingga praktikum berjalan dengan lancar dan
mahasiswa memiliki pengalaman praktis berkaitan dengan bahan kajian
Biofarmasetika.

Terima kasih penyusun sampaikan kepada teman-teman dosen, laboran, pimpinan


dan seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar yang telah
masukan, saran dan bantuan sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusun menyadari bahwa modul praktikum ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan modul praktikum ini di masa yang akan datang. Penyusun berharap
semoga modul praktikum ini dapat bermanfaat.

Denpasar, Februari 2022

Penyusun

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 iii
DAFTAR ISI

Visi, Misi dan Tujuan Program Studi Sarjana Farmasi ....................................... ii

Kata Pengantar .................................................................................................. iii

Daftar Isi .......................................................................................................... iv

Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum ................................................................... 1

Protokol Kesehatan Pencegahan Penularan Covid-19 ......................................... 3

Format Laporan dan Kriteria Penilaian .............................................................. 4

Jadwal Praktikum ............................................................................................. 5

Percobaan I - Sistem Dispersi Padat ................................................................... 6

Percobaan II - Uji Perbandingan Bioavailabilitas Sediaan Tablet Parasetamol

Secara In Vitro Menggunakan Uji Disolusi .......................................................... 10

Percobaan III - Difusi Asam Salisilat dari Sediaan ke Dalam Gel Agar .................. 19

Percobaan IV - Uji Penetrasi Obat Melalui Membran Secara In Vitro .................... 22

Percobaan V - Analisis Obat di Dalam Matriks Biologi ........................................ 29

Daftar Pustaka ................................................................................................. 34

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 iv
TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Sebelum Praktikum
1. Mahasiswa wajib hadir 100%, jika berhalangan hadir pada jadwal yang telah
ditetapkan wajib memberitahukan kepada dosen pengampu dan harus
menggantinya pada hari lain.
2. Mahasiswa wajib hadir di ruang praktikum/zoom room sesuai jadwal praktikum
yang telah ditetapkan.
3. Mahasiswa yang datang terlambat lebih dari 5 menit tidak diperkenankan
mengikuti kegiatan praktikum.
4. Mahasiswa wajib mengisi daftar hadir.
5. Mahasiswa wajib membawa farmasi kit setiap kegiatan praktikum luring.
6. Mahasiswa wajib membawa kertas tissue dalam jumlah yang cukup dalam
praktikum luring.
7. Mahasiswa wajib membawa kalkulator.
8. Mahasiswa wajib mengikuti pretest sebelum praktikum dimulai.
9. Mahasiswa wajib mengenakan jas laboratorium sebelum praktikum luring
dimulai.
10. Mahasiswa meminjam peralatan ke laboran dengan mengisi Daftar Bon Alat pada
praktikum luring.

Selama Praktikum
1. Selama praktikum berlangsung, mahasiswa wajib menjaga ketertiban dan
ketenangan laboratorium.
2. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan peralatan dan ruangan laboratorium saat
praktikum luring.
3. Selama pelaksanaan praktikum mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan
ruang praktikum tanpa ijin dosen atau asisten pembimbing praktikum.

Setelah Praktikum
1. Setelah selesai praktikum luring, mahasiswa wajib merapikan dan
membersihkan kembali peralatan dan tempat praktikum sesuai ketentuan yang
berlaku.
2. Mahasiswa wajib membuang sampah saat praktikum luring sesuai ketentuan
yang berlaku.
3. Mahasiswa wajib melaporkan alat-alat yang rusak dan pecah ke laboran saat
praktikum luring.
4. Mahasiswa wajib mengganti peralatan yang rusak atau pecah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 1
Ketentuan Lain
1. Mahasiswa wajib membuat laporan resmi praktikum sesuai dengan hasil
praktikum dan dikumpulkan sebelum praktikum minggu berikutnya dimulai.
2. Mahasiswa yang melanggar tata tertib ini akan diberikan sanksi berupa:
a. teguran lisan;
b. pengurangan nilai; atau
c. dinyatakan tidak lulus Praktikum Biofarmasetika
3. Jenis sanksi tergantung tingkat pelanggaran.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 2
PROTOKOL KESEHATAN PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19

(Diadaptasi dari Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020)

1. Pastikan dalam kondisi sehat sebelum berangkat ke kampus. Mahasiswa yang


mengalami gejala seperti demam/batuk/pilek/sakit tenggorokan tidak
diperkenankan mengikuti kegiatan praktikum dan disarankan memeriksakan diri
ke fasilitas pelayanan kesehatan jika diperlukan.
2. Jaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, atau menggunakan hand sanitizer.
3. Hindari menyentuh area wajah seperti mata, hidung dan mulut dengan tangan.
4. Tetap memperhatikan jaga jarak/physical distancing minimal 1 (satu) meter saat
berhadapan dengan orang lain pada saat praktikum.
5. Menggunakan pakaian khusus praktikum (jas laboratorium) dan mengganti
pakaian saat selesai praktikum.
6. Gunakan masker saat berangkat dan pulang dari kampus.
7. Gunakan masker dan face shield selama berada di kampus.
8. Segera mandi dan berganti pakaian sebelum kontak dengan anggota keluarga di
rumah. Bersihkan handphone, kacamata, tas, dan barang lainnya dengan cairan
disinfektan.
9. Segera cuci jas laboratorium dan pakaian yang digunakan dengan sabun, jika
perlu dengan cairan desinfektan.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 3
FORMAT LAPORAN DAN KRITERIA PENILAIAN

1. Cover Laporan:
a. nama mata praktikum
b. judul praktikum
c. logo Unmas Denpasar
d. nama dan NIM penyusun
e. nama prodi
f. nama fakultas
g. nama universitas
h. tahun
2. Isi Laporan:
a. Judul praktikum
b. Tujuan praktikum
c. Dasar teori
d. Pelaksanaan praktikum (alat dan bahan; cara kerja)
e. Hasil praktikum (lebih baik berbentuk tabel)
f. Pembahasan
g. Kesimpulan
h. Daftar pustaka

Catatan:
1. Laporan harus ditulis tangan atau diketik manual tidak boleh diketik
komputer
2. Laporan ditulis pada kertas double folio bergaris dengan margin kiri 3 cm dan
kanan 2 cm

Kriteria Penilaian:

No. Aspek Penilaian Bobot (%)


1 Kehadiran 10
Keaktifan 15% (Pretest/posttest 6% + Aktif mengerjakan
2 15
tugas selama praktikum 6% + presentasi/diskusi 3%)
3 Laporan 25
4 UTS 25
5 UAS 25
Total 100
Catatan:

Mahasiswa hanya boleh mengikuti remidial UTS dan UAS jika nilainya lebih kecil atau sama
dengan C (skor < 65) dan nilai maksimal remidial adalah B.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 4
JADWAL PRAKTIKUM

Minggu Materi Praktikum

I Kontrak Kuliah dan Penjelasan Praktikum

II
Sistem Dispersi Padat
III

Uji Perbandingan Bioavailabilitas Sediaan Tablet Parasetamol Secara In


IV
Vitro Menggunakan Uji Disolusi

V Difusi Asam Salisilat dari Sediaan ke Dalam Gel Agar

VI Uji Penetrasi Obat Melalui Membran Secara In Vitro

VII Analisis Obat di Dalam Matriks Biologi

VIII Ujian Tengah Semester

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 5
PERCOBAAN I
SISTEM DISPERSI PADAT
(2 kali pertemuan)

I. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa memahami teknik pembuatan dispersi
padat dengan metode peleburan dan evaluasi sifat-sifat fisikokimia.

II. Teori Dasar


Sistem dispersi padat adalah suatu sistem dimana satu atau lebih zat aktif
dalam bentuk padat terdispersi dalam pembawa inert dalam keadaan padat.
Suatu zat aktif yang sukar larut dalam air jika diformulasikan sebagai sistem
dispersi padat menggunakan pembawa hidrofilik, maka akan terlihat
peningkatan kelarutan zat aktif dalam air, laju disolusi dan bioavailabilitasnya.
Sistem dispersi padat menjadi salah satu pilihan dalam memperbaiki sifat yang
kurang menguntungkan dari suatu senyawa obat.
Sistem dispersi padat dapat dibuat dengan tiga cara, yakni metode pelarutan,
metode peleburan dan metode gabungan keduanya.

III. Percobaan
1. Bahan: glibenklamid/ketoprofen, polietilenglikol 6000 (PEG 6000), PVP,
etanol, dapar fosfat pH 7,2 dan es.
2. Alat: mortir dan stamper, erlenmeyer, bekerglass, magnetik stirer,
spektrofotometer uv, ayakan 425 µm (nomor 40), hot plate, cawan penguap,
objek glass dan pipet tetes.
3. Prosedur:
a. Pembuatan sistem dispersi padat (DP) dengan metode pelarutan
1) Timbang masing-masing parasetamol dan PVP sesuai tabel berikut
Proporsi
No. Parasetamol (g) Polivinilpirolidon (g)
Parasetamol (%)
1 10 2 18
2 20 4 16
3 30 6 14

2) Larutkan masing-masing parasetamol dan PVP di dalam etanol 95%


3) Campurkan kedua larutan dengan pengadukan dan pemanasan suhu
40oC
4) Keringkan di atas loyang di dalam oven suhu 70oC
5) Ayak campuran yang sudah kering dengan ayakan nomor 40 dan
simpan di tempat kering

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 6
b. Pembuatan campuran fisik (CF)
1) Timbang masing-masing parasetamol dan PVP sesuai tabel berikut
Proporsi
No. Parasetamol Parasetamol (g) Polivinilpirolidon (g)
(%)
1 10 2 18
2 20 4 16
3 30 6 14

2) Campur parasetamol dan PVP di dalam motir dengan tekanan rendah


sampai homogen
c. Pembuatan kurva kalibrasi baku parasetamol
1) Timbang 40 mg parasetamol, masukkan ke dalam labu takar 100 ml
dan larutkan dengan NaOH 0,1 N dan encerkan dengan NaOH 0,1 N
sampai tanda.
2) Pipet 1 ml larutan yang diperoleh dan masukkan ke dalam labu takar
100 ml dan encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda (larutan
parasetamol 4 µg/ml).
3) Buat larutan parasetamol 5 µg/ml, 6 µg/ml, 7 µg/ml dan 8 µg/ml
dengan prosedur yang sama tetapi penimbangan parasetamol berturut-
turut 50 mg, 60 mg, 70 mg dan 80 mg.
4) Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang
maksimumnya
5) Buat kurva kalibrasi dan tentukan persamaan garisnya.
d. Uji drug load
1) Timbang masing-masing 10,0 mg dispersi padat (DP) dan campuran
fisik (CF)
2) Masukkan masing-masing ke dalam labu takar 10 ml dan larutkan
dengan metanol pa sampai tanda.
3) Vorteks sampai larut, kemudian saring dengan kertas saring.
4) Pipet 1 ml filtrat dan masukkan ke dalam labu takar 50 ml dan
encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda.
5) Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimumnya.
6) Hitung kadar parasetamol menggunakan kurva kalibrasi baku.
7) Lakukan replikasi sebanyak 3 kali
e. Uji kelarutan
1) Timbang masing-masing 20 mg DP dan CF dan masing-masing
dilarutkan dengan dapar fosfat pH 5,8 di dalam labu erlenmeyer
2) Aduk dengan orbital shaker selama 30 menit

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 7
3) Saring dengan kertas saring dan filtrat yang diperoleh dipipet 1 ml,
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan NaOH
0,1 N sampai tanda.
4) Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimumnya.
5) Bandingkan kelarutan DP dengan CF pada proporsi yang sama.
f. Uji disolusi
1) Timbang masing-masing DP dan CF yang setara dengan 500 mg
parasetamol (6 kali)
2) Masukkan masing-masing ke dalam cangkang kapsul yang sesuai, jika
tidak cukup 1 cangkang kapsul pergunakan 2 cangkang kapsul.
3) Siapkan alat uji disolusi tipe basket, 100 rpm dengan media disolusi
900 ml dapar fosfat pH 5,8 suhu 37 ± 0,5 oC
4) Masukkan masing-masing serbuk DP yang sudah ditimbang ke dalam
masing-masing labu disolusi
5) Hidupkan rotor pengaduk
6) Setelah 30 menit matikan rotor pengaduk dan saring masing-masing
cairan di dalam labu disolusi dengan kertas saring
7) Pipet filtrat yang diperoleh sebanyak 1 ml, masukkan ke dalam labu
takar 100 ml dan ecerkan dengan NaOH sampai tanda
8) Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimumnya
9) Hitung jumlah parasetamol yang terdisolusi.
10) Lakukan hal yang sama untuk campuran fisik.
11) Bandingkan disolusi DP dan CF.

IV. Hasil Percobaan


a. Kurva kalibrasi baku parasetamol
Panjang gelombang maksimum = ……….. nm

No. Kadar (µg/ml) Absorbansi


1 4
2 5
3 6
4 7
5 8

Persamaan garis y = …………………………………………………………..


b. Uji drug load

Proporsi Drug Load


No.
Parasetamol (%) DP CF
1 10

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 8
2 20
3 30
c. Uji kelarutan

Proporsi Kelarutan (mg/ml)


No.
Parasetamol (%) DP CF
1 10
2 20
3 30
d. Uji disolusi

Proporsi Disolusi (%)


No.
Parasetamol (%) DP CF
1 10
2 20
3 30

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 9
PERCOBAAN II
UJI PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS SEDIAAN TABLET PARASETAMOL
SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN UJI DISOLUSI
(2 kali pertemuan)

I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa mampu:
1. melakukan uji disolusi sediaan obat sesuai dengan Farmakope Indonesia ED
V
2. membandingkan bioavailabilitas antara obat brand dan generik

II. Teori Dasar


Untuk mencapai sirkulasi sistemik, suatu obat padatan akan mengalami
beberapa proses seperti disintegrasi, disolusi dan absorpsi melalui membran sel.
Laju obat mencapai sirkulasi sistemik ditentukan oleh tahapan yang paling
lambat atau “rate limiting step”. Tahap penentu laju absorpsi dapat berupa
kelarutan obat dalam air yang rendah atau permeabilitas obat yang rendah.
Banyak faktor yang mempengaruhi disolusi obat, diantaranya sifat fisikokimia
bahan obat, faktor formulasi, anatomi dan fisiologi saluran cerna dan lain-lain.
Hampir semua obat merupakan senyawa asam lemah dan basa lemah yang
kelarutannya tergantung pada konstanta ionisasi (Ka) dan pH media disolusi.
Kelarutan asam lemah pada suasana asam dan basa lemah pada suasana basa
rendah karena disosiasinya jelek karena efek ion sejenis. Dengan peningkatan
pH, kelarutan asam lemah meningkat sebaliknya untuk basa lemah, penurunan
pH menyebabkan peningkatan kelarutan
Proses pembuatan dapat mempengaruhi disolusi dengan mengubah luas
permukaan efektif partikel obat. Tekanan kompresi yang tinggi selama proses
pembuatan tablet mengurangi laju disolusi akibat terjadi ikatan antar partikel,
peningkatan kerapatan dan kekerasan, penurunan permeabilitas media disolusi
dan menghambat pembasahan tablet karena pembentukan lapisan lubrikan.
Granulasi basah memberikan sifat hidrofilik ke permukaan granul dan
meningkatkan laju disolusi obat yang kurang larut.
Komponen formulasi sangat mempengaruhi laju disolusi. Eksipien (seperti
pengisi, pengikat, bahan granulasi, disintegran, pelumas dan bahan
organoleptik) ditambahkan untuk memenuhi fungsi tertentu. Penggunaan
eksipien hidrofilik cenderung meningkatkan disolusi obat hidrofobik, sedangkan
eksipien hidrofobik cenderung memperlambat laju disolusi. Tablet yang
digranulasi dengan larutan gelatin hidrofilik memberikan laju disolusi yang lebih
cepat dibandingkan dengan yang dibuat menggunakan natrium
karboksimetilselulosa, yang pada pH rendah berubah menjadi bentuk asam yang
kurang larut. Peningkatan kandungan zat disintegran (amilum) dari 2% menjadi
5% menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam laju disolusi. Pelumas
hidrofobik (seperti magnesium stearat, aluminium stearat, asam stearat, dan
talk) menurunkan laju disolusi.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 10
Laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarutkan dalam
cairan pada tempat absorpsi, merupakan tahap yang menentukan laju proses
absorbsi. Uji ini digunakan untuk obat-obat yang diberikan secara oral bentuk
padat seperti tablet. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset,
intesitas, dan lama respons, serta kontrol bioavailaibilitas obat tersebut
keseluruhan dari bentuk sediaannya.
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul,
kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan
disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam
masing-masing monografi.
Disolusi merupakan salah satu kontrol kualitas yang dapat digunakan untuk
memprediksi bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus dapat sebagai
pengganti uji klinik untuk menilai bioekivalen (bioequivalence). Hubungan
kecepatan disolusi in vitro dan bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk
IVIVC (in vitro-in vivo corelation). Kinetika uji disolusi in vitro memberi informasi
yang sangat penting untuk meramalkan availabilitas obat dan efek terapeutiknya
secara in vivo.
Komponen yang penting dalam melakukan perubahan disolusi adalah wadah,
pengadukan, suhu, dan medium. Kecepatan pengadukan mempunyai hubungan
dengan tetapan kecepatan disolusi, kenaikan suhu medium yang tinggi akan
semakin banyak zat aktif terlarut. Suhu harus konstan yang biasanya pada suhu
tubuh (37oC). Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat, yang biasa dipakai
adalah cairan lambung yang diencerkan, HCl 0,1 N, dapar fosfat, cairan lambung
tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung sifat-sifat lokasi obat akan larut.
Ukuran dan bentuk wadah akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan,
untuk mengamati pelarutan dari obat sangat tidak larut dalam air menggunakan
wadah berkapasitas besar. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam
air, laju pelarutannya seringkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh
karena itu merupakan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap
bioavailabilitas obat, sedangkan obat yang mempunyai kelarutan besar dalam
air, laju pelarutannya cepat.
Berdasarkan proses yang dialami sediaan tablet/kapsul maka salah satu yang
menentukan kecepatan zat aktif mencapai sirkulasi sistemik adalah kecepatan
disolusi. Oleh karena itu salah satu studi biofarmasetik suatu
sediaantablet/kapsul adalah dengan melakukan uji disolusi. Disolusi
(kecepatan pelarutan) adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya zat
terlarut dalam pelarut tertentu tiap satuan waktu. Hubungan yang
menggambarkan proses pelarutan suatu zat padat dikembangkan oleh Noyes
and Whitney dalam persamaan berikut:

dM/dt = kecepatan pelarutan

D = koefisien difusi
S = luas permukaan zat

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 11
Cs = kelarutan zat
C = konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t

h = tebal lapisan difusi.


Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi.
Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan
formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavailabilitas obat tersebut. Karena
kebanyakan produk-produk obat mengandung jumlah bahan obat aktif yang
sama, maka dokter, farmasis dan orang lain yang menulis resep, menyalurkan
atau membeli obat harus memilih produk yang memberikan efek terapetik yang
ekivalen. Untuk memudahkan mengambil keputusan tersebut, suatu pedoman
telah dikembangkan oleh US Food and Drug Administration (FDA), dimana
setiap produk harus memenuhi uji secara iv vivo dan in vitro untuk produk-
produk tertentu untuk memastikan produk tersebut bioekivalen dan siap
diedarkan.
Dua p r o d u k disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi
farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan
dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika
bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua produk
obat tersebut disebut bioinekivalen. Istilah-istilah lain yang berhubungan
dengan bioekivalensi yaitu ekivalensi farmasetik, alternatif farmasetik,
ekivalensi terapetik.
Alasan utama dilakukannya studi bioekivalensi karena produk obat yang
dianggap ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding pada
penderita. Dalam suatu studi bioekivalensi, satu formulasi obat dipilih sebagai
standar pembanding dari formulasi obat yang lain. Menurut Shargel suatu
syarat pembanding hendaknya:
a. Mengandung obat aktif terapetik dalam formulasi yang paling banyak
berada pada sistemik (yakni larutan atau suspensi) dan dalam jumlah
sama seperti formulasi lain yang dibandingkan.
b. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute sama seperti formulasi yang
dibandingkan kecuali kalau suatu rute lain atau rute tambahan diperlukan
untuk menjawab masalah farmakokinetik tertentu.
c. Merupakan produk yang diterima oleh profesi kesehatan dan mempunyai
sejarah penggunaan klinik yang panjang.
d. Biasanya merupakan produk inovator atau produk dari pabrik yang
pertama memproduksi obat tersebut.
Perbandingan dua produk atau formulasi atau bentuk sedian adalah secara
in vitro menggunakan disolusi terbanding. Perbandingan in vitro disolusi profil
dapat menggunakan faktor persamaan dan faktor perbedaan. Faktor kesamaan
f2 dihitung menggunakan rumus:

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 12
Faktor perbedaan f1 dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:
f2 : similarity factor (faktor kesamaan) dengan toleransi 50-100

f1 : difference factor (faktor perbedaan) dengan toleransi 0-15

Rt : dissolution value of the reference batch at time t (% rata-rata zat terlarut


dalam waktu t untuk sedian pembanding).

Tt : dissolutin value of test batch at time t (% rata-rata zat terlarut dalam waktu
t untuk sedian uji).

n : jumlah titik sampel

III. Percobaan
1. Bahan: dapar fosfat pH 5,8, tablet paracetamol generik dan brand (Panadol)
2. Alat: dissolution tester, spektrofotometer UV-Vis., labu takar, pipet volume
dan alat gelas lainnya, kalkulator dan komputer.
3. Prosedur:
a. Pembuatan dapar fosfat pH 5,8
1) Buat larutan kalium fosfat monobasa 0,2 M dengan melarutkan 27,22
g kalium fosfat monobasa dengan air dan diencerkan sampai 1000 ml
2) Ambil 250 ml larutan kalium fosfat monobasa 0,2 M dan tambahkan
18 ml NaOH 0,2 N dan encerkan dengan air bebas CO2 sampai 1000
ml
3) Ukur pH dengan pH meter, jika diperlukan adjust pH dengan
penambahan NaOH 0,2 N atau HCl 0,1 N sampai pH 5,8.
4) Buat dapar fosfat pH 5,8 sebanyak 15 liter
b. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol
1) Timbang 100 mg paracetamol dan larutkan dengan dapar fosfat pH
5,8 dalam labu takar 100 ml.
2) Pipet 1 ml larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu takar 100
ml dan ecerkan dengan dapar fosfat pH 5,8sampai tanda, sehingga
diperoleh konsentrasi 10 µg/ml
3) Tentukan panjang gelombang maksimalnya pada rentang 200-400 nm
4) Catat panjang gelombang maksimalnya (λmax)
c. Pembuatan kurva kalibrasi parasetamol
1) Timbang 40 mg paracetamol dan larutkan dengan NaOH 0,1 N dalam
labu takar 100 ml.
2) Pipet 1 ml larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu takar 100
ml dan ecerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda, sehingga diperoleh
konsentrasi 4 µg/ml

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 13
3) Buat larutan baku yang lain dengan konsentrasi 5, 6, 7, 8 dan 10
µg/ml dengan cara yang sama tetapi paracetamol yang ditimbang 50,
60, 70, 80 dan 100 mg.
4) Tentukan panjang gelombang maksimal (λmax) pada rentang λ 200-
400 nm dengan larutan paracetamol 6 µg/ml.
5) Ukur absorbansi masing-masing larutan baku pada panjang
gelombang maksimalnya (λmax).
6) Buat kurva kalibrasi seri larutan baku tersebut dan tentukan
persamaan garisnya.
d. Penentuan profil disolusi tablet parasetmol generik dan brand (Panadol)
1) Siapkan alat uji disolusi, isi waterbath dengan air sampai tanda,
nyalakan alat dan atur suhu pada 37oC dan kecapatan putaran 50
rpm.
2) Labu disolusi diisi dengan media disolusi (dapar fosfat pH 5,8)
sebanyak 900 ml.
3) Pasang alat dayung/padle dengan posisi tegak di tengah-tengah labu
dan jarak antara dasar labu dengan batas bawah dayung 25 mm ± 2
mm.
4) Tunggu sampai suhu media disolusi mencapai suhu 37oC ± 0,5oC.
5) Masukkan masing-masinga tablet paracetamol generik ke dalam labu
dan nyalakan rotor pengaduk.
6) Ambil larutan disolusi dari labu disolusi sebanyak 5 ml menggunakan
pipet volume pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30.
7) Setiap selesai pengambilan sampel, tambahkan larutan dapar fosfat
pH 5,8 sebanyak 5 ml ke dalam labu disolusi.
8) Tentukan serapan larutan disolusi hasil sampling dengan alat
spetrofotometer UV pada panjang gelombang maksimalnya dan
lakukan pengeceran dengan dapar fosfat pH 5,8 jika perlu.
9) Lakukan hal yang sama untuk tablet parasetamol brand (Panadol)
10) Hitung nilai Q(%), DE, f2 dan f1

IV. Hasil Percobaan dan Perhitungan


a. Panjang gelombang maksimal paracetamol …….. nm
b. Kurva kalibrasi parasetamol
Kadar Parasetamol (µg/ml) Absorbansi
4
5
6
7
8
10
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = bx + a
y = …………………………………………….
y = absorbansi, x = kadar parasetamol

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 14
c. Hasil uji disolusi tablet parasetamol generik 500 mg
Kadar
Absorbansi Paracetamol Q (µg) Faktor QTot % Terlepas
Waktu
(µg/ml) Koreksi ED
(menit)
(Fk)
A1 A2 A3 A4 A5 A6 Rerata C=(y-a)/b Q=Cx900 Q+Fk QTot/dosis

10

15

20

25

30

Keterangan:
Volume sampling
Faktor koreksi = ×kadar sampel sebelumnya
Volume media disolusi

Faktor koreksi total = Faktor koreksi + Faktor koreksi sebelumnya


Dissolution efficiency (DE) atau Efisiensi disolusi (ED)

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 15
Contoh:
Waktu
Kadar D
(menit)
0 0

5 45

10 65

15 79

20 88

25 93

30 95

AUC Total
ED% = ×100%
Luas Area

Luas ABC
ED% = ×100%
Luas ABDE

AUC Total = total luas trapesium 1 sampai 6

Luas area = 100 x waktu terlama

Luas trapesium = 0,5 x (total sisi tegak) x alas

Luas trapesium 1 = 0,5 x (45 + 0) x (5 - 0) = 112,5

Luas trapesium 2 = 0,5 x (65 + 45) x (10 - 5) = 275

Luas trapesium 3 = 0,5 x (79 + 65) x (15 - 10) = 360

Luas trapesium 4 = 0,5 x (88 + 79) x (20 - 15) = 417,5

Luas trapesium 5 = 0,5 x (93 + 88) x (25 - 20) = 452,5

Luas trapesium 6 = 0,5 x (95 + 93) x (30 - 25) = 470

Luas trapesium total = 112,5 + 275 + 360 + 417,5 + 452,5 + 470 = 2087,5

Luas area = 100 x 30 = 3000

2087,5
ED30% = × 100% = 69,58%
3000

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 16
d. Hasil uji disolusi parasetamol brand (Panadol 500 mg)
Kadar
Absorbansi Paracetamol Q (µg) Faktor QTot % Terlepas
Waktu
(µg/ml) Koreksi ED
(menit)
(Fk)
A1 A2 A3 A4 A5 A6 Rerata C=(y-a)/b Q=Cx900 Q+Fk QTot/dosis

5
10
15
20
25
30

e. Hasil perhitungan faktor kemiripan (f2) dan faktor perbedaan (f1) parasetamol brand (Panadol 500 mg) dengan parasetamol generik
500 mg

Waktu (menit) % Pelepasan R % Pelepasan T R-T (R-T)2


5
10
15
20
25
30

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 17
Keterangan:

R = Pembanding (Panandol 500 mg)

T = Uji ( Parasetamol 500 mg generik)

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 18
PERCOBAAN III
DIFUSI ASAM SALISILAT DARI SEDIAAN KE DALAM GEL AGAR

I. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mengetahui proses difusi zat aktif
sediaan secara semi kuantatif

II. Teori Dasar


Setelah terdisolusi obat di dalam tubuh akan mengalami absorpsi masuk ke
dalam dimana obat akan berkerja. Untuk pengobatan sistemik obat harus
masuk ke dalam sirkulasi dan terdistribusi ke seluruh tubuh, sedangkan obat
untuk pemakaian lokal, obat harus terlepas dari sediaan dan tersedia sebagai
obat aktif pada tempat kerjanya.
Proses absospsi obat dalam membran dapat terjadi melalui proses difusi,
transport aktif, pinositosis, fagotosis dan persorpsi. Proses ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti sifat fisiko kimia bahan obat, jenis basis yang digunakan
serta fisiologis, membran yang dilewati.
Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses transfer massa molekul suatu senyawa
yang terjadi karena gerakan acak molekul dan berhubungan dengan suatu gaya
dorong seperti gradien konsentrasi. Difusi adalah pergerakan molekul terlarut
(solut) sepanjang gradien konsentrasi melalui membran semipermeabel.
Dialisis adalah suatu proses pemisahan berdasarkan kecepatan lewatnya zat
terlarut dan pelarut yang tidak sama melalui membran yang berpori-pori sangat
kecil, yang diangkut dengan cara paket demi paket atau cara kontinyu.
Osmosis adalah perpindahan molekul pelarut (solven) dari daerah dengan
konsentrasi solut rendah ke daerah dengan konsentrasi solut tinggi melalui
membran semipermeabel. Difusi disebabkan oleh gerakan Brown dari atom atau
molekul dan mengakibatkan penurunan energi bebas dari sistem. Difusi bebas
senyawa melalui cairan, padatan dan membran merupakan proses yang menjadi
perhatian dalam ilmu farmasi.
Aplikasi difusi dalam ilmu farmasi antara lain: absorpsi dan eliminasi molekul
obat dalam sistem hidup; permeasi molekul obat melalui kulit, kornea dan
mukosa mulut; pelepasan obat dari bentuk sediaannya; evaluasi aktivitas
antimikroba; sebagai salah satu mekanisme pencampuran; filtrasi dan pengujian
integritas filter.
Hukum Difusi
Difusi dapat dipelajari dengan mengamati aliran molekul melalui suatu barier
atau membran, yang terjadi karena permeasi molekul sederhana atau karena
pergerakan melalui pori atau canal.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 19
Gambar: Skema proses difusi
Hukum Fick’s Pertama
Sejumlah M materi yang mengalir melalui satu satuan penampang melintang, S,
dari suatu pembatas (barier) dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai aliran
dengan simbol J.
𝑑𝑀
𝐽=
𝑆. 𝑑𝑡

Aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi, dC/dt


𝑑𝐶
𝐽 = −𝐷
𝑑𝑥

Dimana D adalah koefisien difusi dari penetran (disebut juga difusan) dengan
satuan cm2/detik, C adalah konsentrasi dalam gram/cm3, dan x jarak dalam cm
dari pergerakan tegak lurus terhadap permukaan batas (barier).
Konstanta difusi D, atau sering disebut difusivitas tidak selamanya konstan,
karena konstanta tersebut bisa berubah nilainya pada konsentrasi lebih tinggi.
Nilai D juga dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, sifat pelarut dan sifat kimia
dari difusan. Oleh karena itu D lebih tepat dikatakan sebagai koefisien difusi
dari pada sebagai suatu konstanta.
Hukum Fick’s pertama menyatakan flux (aliran) molekul proporsional dengan
gradien konsentrasi di antara kedua sisi barier. Pergerakan massa akan berhenti
jika tidak ada gradien konsentrasi yang tersisa di antara dua posisi.
Hukum Fick’s Kedua
Hukum Fick’s kedua menyatakan bahwa dalam suatu sistem, perubahan
konsentrasi terhadap waktu pada area tertentu adalah proporsional dengan
perubahan gradien konsentrasi pada titik tersebut.

III. Percobaan
1. Bahan: 1 bungkus agar tidar berwarna, sediaan krim asam salisilat 2%,
sediaan salep asam salisilat 2%, FeCl3
2. Alat: cawan petri, pipet tetes, kertas saring, penggaris, kertas label.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 20
3. Prosedur:
a. Siapkan dua cawan petri dengan diameter yang sama
b. Timbang 2 g serbuk agar, masukkan ke dalam beaker glass 250 ml,
tambahkan aquadest sampai 100 ml dan aduk sampai terbentuk suspensi.
c. Didihkan suspensi tersebut di atas hot plate sampai diperoleh larutan
bening.
d. Tuangkan masing-masing 15 ml larutan agar ke dalam 2 buah cawan petri
dan biarkan memadat.
e. Tambahkan 2 ml larutan FeCl3 ke dalam masing-masing cawan petri
sampai menutupi semua permukaan agar.
f. Diamkan selama 3 menit, kemudian sisa larutan FeCl 3 0,5 N dituangkan
dan keringkan permukaan agar dengan kertas saring.
g. Buatlah lubang pada lempengan agar tersebut dengan alat pembuat lubang
dengan jarak antar lubang 5 cm (3 lubang per lempeng).
h. Masukkan masing-masing 50 mg salep asam salisilat pada masing-masing
lubang pada salah satu cawan petri dan masing-masing 50 mg krim asam
salisilat pada masing-masing lubang pada cawan petri lainnya.
i. Simpan cawan petri di dalam kulkas selama 30 menit, amati perubahan
yang terjadi (diameter dan intensitas warna (difoto)).
j. Biarkan pada suhu kamar dan amati apa yang terjadi setelah 60 menit
berikutnya dan 90 menit berikutnya (diameter dan intensitas warna
(difoto)).

IV. Hasil Percobaan

Salep Asam Salisilat Krim Asam Salisilat


Waktu
(menit) Diameter Diameter
Intensitas Warna Intensitas Warna
(mm) (mm)

30

60

90

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 21
PERCOBAAN IV

UJI PENETRASI OBAT MELALUI MEMBRAN

SECARA IN VITRO

1. Tujuan Praktikum

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu:

a. Mahasiswa menjelaskan proses difusi obat menembus melalui membrane


b. Mahasiswa mampu menentukan waktu tunggu mencapai keadaan tunak (lag
time)
c. Mahasiswa mampu menentukan kecepatan penetrasi (fluks) senyawa obat
berdifusi melintasi membrane
d. Mahasiswa mampu menentukan koefisien difusi senyawa melintasi membran

2. Teori Dasar

Difusi adalah proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh
gerakan molekular secara acak (gerakan Brownian) dan berhubungan dengan
adanya polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses
difusi. Perjalanan suatu zat melalui batas biasa terjadi oleh suatu permeasi
molekular sederhana atau oleh gerakan melalui pori dan lubang (saluran).
Difusi molekular atau penetrasi melalui media yang tidak berpori bergantung pada
disolusi dari molekul yang menembus dalam keseluruhan membrane, sedang
proses melalui pori menyangkut perjalanan suatu zat melalui lubang suatu
membrane, yang berisi pelarut dan dipengaruhi ukuran relatif molekul yang
menembusnya serta diameter dari pori tersebut.
Hukum Difusi
Difusi dapat dipelajari dengan mengamati aliran molekul melalui suatu barier atau
membran, yang terjadi karena permeasi molekul sederhana atau karena
pergerakan melalui pori atau canal.

Gambar: Skema proses difusi


Hukum Fick’s Pertama

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 22
Sejumlah M materi yang mengalir melalui satu satuan penampang melintang, S,
dari suatu pembatas (barier) dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai aliran
dengan simbol J.
𝑑𝑀
𝐽=
𝑆. 𝑑𝑡
Aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi, dC/dt
𝑑𝐶
𝐽 = −𝐷
𝑑𝑥

Dimana D adalah koefisien difusi dari penetran (disebut juga difusan) dengan
satuan cm2/detik, C adalah konsentrasi dalam gram/cm 3, dan x jarak dalam cm
dari pergerakan tegak lurus terhadap permukaan batas (barier).
Konstanta difusi D, atau sering disebut difusivitas tidak selamanya konstan,
karena konstanta tersebut bisa berubah nilainya pada konsentrasi lebih tinggi.
Nilai D juga dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, sifat pelarut dan sifat kimia
dari difusan. Oleh karena itu D lebih tepat dikatakan sebagai koefisien difusi dari
pada sebagai suatu konstanta.
Hukum Fick’s pertama menyatakan flux (aliran) molekul proporsional dengan
gradien konsentrasi di antara kedua sisi barier. Pergerakan massa akan berhenti
jika tidak ada gradien konsentrasi yang tersisa di antara dua posisi.

Difusi dalam Keadaan Tunak (Steady-State)


Jika dua kompartemen dipisahkan oleh membrane semipermeable, kopartemen
kiri berisi difusan (kompartemen donor) dan kompartemen kanan berisi solven
murni (kompartemen reseptor). Karena gradient konsentrasi, terjadi difusi molekul
difusan dari kompartemen donor ke kompartemen reseptor melalui membrane
semipermeable. Kompartemen reseptor dijaga tetap dalam kondisi zink dengan
penggantian solven segar secara konstan.
Konsentrasi difusan pada kompartemen donor akan turun dengan berjalannya
waktu karena berdifusi ke kompartemen reseptor, terjadi peningkatan simultan
dalam kompartemen reseptor sampai tercapai kesetimbangan. Setelah beberapa
waktu konsentrasi difusan pada kedua kompartemen menjadi konstan, dan laju
perubahan konsentrasi (dC/dt) menjadi nol. Kondisi ini disebut quasi-stationary
state. Keadaan ini tidak dapat diamati dengan cepat, waktu yang diperlukan untuk
mencapai gradient konsentrasi yang seragam di dalam membrane yang
memisahkan kompartemen donor dan reseptor disebut lag time (tL). Pada tahap
berikutnya, setelah lag time keadaan tunak tercapai. Lag time dinyatakan dengan
persamaan

, dimana h = tebal membran

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 23
Uji Penetrasi
Studi penetrasi kulit in vitro dilakukan untuk mengukur kecepatan dan jumlah
komponen yang melewati kulit dan jumlah komponen yang tertahan pada kulit.
Dengan pengambilan secara manual dari cairan sampel, franz static diffusion cell
system, yang memiliki area kulit yang luas dan kompartemen reseptor statik
merupakan pilihan yang cocok dalam karakterisasi penetrasi dan deposisi obat
dalam kulit dari formulasi yang memiliki tingkat permeasi yang rendah. Alat franz
diffusion cell terbagi atas dua komponen, yaitu kompartemen donor dan
kompartemen reseptor. Membran yang digunakan dapat berupa kulit manusia,
kulit hewan maupun kulit sintetis. Membran diletakkan di antara kompartemen
donor dan kompartemen reseptor. Setelah pengaplikasian formulasi uji pada
membran yang dipasangkan pada sel difusi franz, cairan dalam kompartemen
reseptor disampling dalam interval waktu yang ditentukan untuk kemudian
dianalisis kandungannya (Fahruzzaman, 2017).

Gambar: Sel Franz


Kompartemen reseptor diisi dengan larutan penerima, biasanya digunakan dapar
fosfat. Suhu sel dijaga dengan sirkulasi air menggunakan water jacket disekeliling

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 24
kompartemen reseptor. Sediaan yang akan diuji diaplikasikan pada membran. Pada
interval waktu tertentu diambil beberapa mililiter cairan dari kompartemen
reseptor dan jumlah obat yang terpenetrasi melalui membran dapat dianalisis
dengan metode yang sesuai. Setiap pengambilan sampel cairan dari kompartemen
reseptor, harus selalu digantikan dengan cairan yang sama sejumlah volume
terambil (Fahruzzaman, 2017).
Kecepatan penetrasi tiap satuan waktu (fluks) dapat dihitung dengan persamaan
hukum Fick
M Q
J= =
S×t t
dimana,

J = Fluks (µg/cm2/menit)

S = Luas area difusi (cm2)

M = Jumlah kumulatif zat yang melalui membrane (µg)

t = waktu (menit)
Jumlah kumulatif senyawa yang berpenetrasi per luas area difusi (µg/cm 2) dihitung
dengan rumus:
𝐶𝑛 𝑉 + ∑𝑛−1
𝑖=1 𝐶. 𝑆
𝑄=
𝐴
Keterangan:

Q = Jumlah kumulatif yang terpenetrasi per luas area (µg/cm 2)

Cn = konsentrasi terpenetrasi pada menit ke-n

V = Volume sel difusi (ml)

∑𝑛−1
𝑖=1 𝐶 = Jumlah konsentrasi zat pada sampling menit sebelumnya

S = Volume sampling (ml)

A = Luas area membrane (cm2)

3. Percobaan

a. Alat dan Bahan


Alat: alat difusi model Franz (modifikasi), membran milipore, spektrofotometer
UV-Vis, labu tentu ukur, beaker glass, gelas ukur, pipet volume

Bahan: asam salisilat, propilen glikol, etanol 96%, CMC, NaOH, isopropyl
miristat, larutan dapat fosfat pH 7,4 dan aquadest.

b. Prosedur kerja
1) Pembuatan gel asam salisilat
a) Asam salisilat ditimbang sebanyak 500 mg dan dimasukan ke dalam
mortir.
b) Ditambahkan etanol 96% kemudian digerus hingga larut.
c) Ditambahkan propilen glikol sebanyak 5 gram.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 25
d) Dalam mortir gerus 1 g CMC dengan 13,5 ml aquadest hingga membentuk
mucilago.
e) Mucilago dimasukan ke dalam mortir asam salisilat sedikit demi sedikit
sambil digerus hingga homogen dan diperoleh gel dengan kadar asam
salisilat 25 mg/g gel.
2) Penentuan panjang gelombang maksimum asam salisilat dalam larutan
NaOH 0,01 N
a) Dibuat larutan induk asam salisilat dengan menimbang 50 mg asam
salisilat kemudian ditambahkan NaOH 0,01 N ad 100 ml.
b) Dibuat larutan dengan konsetrasi 100 µg/ml.
c) Dibuat larutan 25 µg/ml dari larutan 100 µg/ml untuk menentukan
panjang gelombang maksimum.
d) Panjang gelombang ditentukan menggunakan spektrofotmeter UV pada
200-400 nm.
3) Pembuatan kurva kalibrasi asam salisilat dalam larutan NaOH 0.01 N
a) Dibuat konsentrasi larutan 10 µg/ml, 15 µg/ml, 20 µg/ml, 25 µg/ml, 30
µg/ml, dan 35 µg/ml masing-masing sebanyak 10 ml.
b) Serapan zat diukur pada panjang gelombang maksimumnya.
c) Kurva dibuat dengan menghubungkan konsentrasi dengan serapan Asam
Salisilat.
4) Uji penetrasi secara in vitro
a) Optimasi waktu impregnasi membran milipore dalam isopropyl miristat
Membrane milipore yang digunakan, ditimbang kemudian diimpregnasikan
dalam isopropyl miristat selama 10, 30, 45, 60, 75 menit. Setelah itu,
membrane diambil dan dikeringkan di atas kertas saring. Bobot
membrane sebelum dan sesudah impregnasi ditimbang untuk
mendapatkan kondisi yang sama pada setiap membran.
[Bt -B0 ]
Persentase impregnasi = × 100%
B0
Keterangan:

Bt = bobot membran sesudah impregnasi

Bo = bobot membran sebelum impregnasi.

Waktu saat membran mencapai berat konstan ditetapkan sebagai waktu


optimum dan selanjutnya digunakan untuk mengimpregnasi membrane.

b) Uji difusi sediaan krim


Uji laju difusi dilakukan dengan menggunakan metode flow through
menggunakan sel difusi Franz dimodifikasi yang terdiri dari sel difusi,
pompa peristaltik, pengaduk, gelas piala, tangas air, penampun reseptor,
thermometer dan selang. Sampel uji ditimbang 1 g yang setara dengan 25
mg asam salisilat kemudian dioleskan di atas membran yang telah
diimpregnasi secara merata dan tipis. Suhu sistem 37±1°C dengan cairan
reseptor 250 ml larutan dapar fosfat pH 7,4. Pompa peristaltic akan
menarik cairan reseptor dari gelas kimia, kemudian dipompa ke sel difusi
dan cairan dialirkan langsung ke reseptor. Proses dilakukan selama 3 jam,
cuplikan diambil dari cairan reseptor dalam gelas kimia sebanyak 5 ml dan
setiap pengambilan larutan dapar fosfat pH 7,4 5 ml, diganti dengan
larutan dalam jumlah yang sama. Pengambilan sampel dilakukan pada

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 26
menit ke 0, 1 5, 30, 45, 60 dan 90. Sampel diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum.

4. Hasil Percobaan
a. Kurva kalibrasi zat aktif
Kadar (µg/ml) Absorbansi

1,5

2,5

b. Waktu impregnasi membrane ….. menit, luas permukaan membrane =


12,56 cm2, tebal membrane = 0,05 cm
c. Jumlah obat yang berdifusi
Waktu Sampling
Absorbansi
(menit)
0
15
30
45
60
90

5. Pengolahan Data

a. Buat kurva kalibrasi


Persamaan kurva y = ax + b; y = absorbansi, a = slope kurva, x = konsentrasi
asam salisilat (µg/ml), b = konstanta
b. Hitung jumlah obat berdifusi
Konsentrasi
Jumlah Jumlah Kumulatif
Waktu Asam Salisilat
Asam Faktor Asam Salisilat
Sampling Absorbansi dalam Larutan
Salisilat Koreksi Berdifusi Terkoreksi
(menit) Sampel
Berdifusi (µg) (µg)
(µg/ml)
0
15
30
45
60
90

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 27
Catatan:
𝑦−𝑏
• Konsentrasi Asam Salisilat dalam Larutan Sampel (µg/ml) =
𝑎
• Jumlah asam salisilat berdifusi (µg) = Konsentrasi Asam Salisilat dalam Larutan
Sampel (µg/ml) x volume kompartemen reseptor (ml)
• Faktor koreksi (µg) = Volume sampling (ml)
Volume sel difusi (ml)
× Jml asam salisilat berdifusi menit sebelumnya (µg)

• Jumlah kumulatif asam salisilat berdifusi terkoreksi (µg) = Jumlah asam


salisilat berdifusi (µg) + Faktor koreksi (µg) + Jumlah faktor koreksi menit-menit
sebelumnya (µg)
c. Hitung waktu laten (waktu untuk mencapai keadaan tunak) = …………
d. Hitung Fluks (J) = ……….
e. Hitung koefisien difusi (D) = ………….

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 28
PERCOBAAN V
ANALISIS OBAT DI DALAM MATRIKS BIOLOGI

I. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa memahami prinsip dan prosedur
analisis obat di dalam matriks biologi

II. Teori Dasar


AnalIisis obat di dalam matriks biologi diperlukan dalam studi farmakologi,
farmakokinetika dan pengembangan penggunaan obat. Pada tahap
farmakokinetika penelitian meliputi aspek absorpsi, distribusi, biotransformasi
dan eliminasi. Analisis obat dalam cairan biologi digunakan pada studi
bioavailabilitas in vivo, konfirmasi respon farmakologi, membuktikan adanya
racun dan keracunan serta memonitoring obat pada kasus overdosis.
Untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya, maka metode penetapan kadar
harus memenuhi kriteria berikut: nilai perolehan yang tinggi (75-90% atau
lebih), kesalahan acak dan sistematis lebih kecil dari 10%, disamping itu perlu
juga diperhatikan kepekaan dan selektivitas yang nilainya tergantung pada alat
yang digunakan.
Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, pada percobaan ini perlu
dilakukan:
a. Khusus untuk reaksi warna perlu penetapan jangka waktu larutan obat yang
memberikan respon tetap
b. Penetapan panjang gelombang maksimum larutan obat
c. Pembuatan kurva kalibrasi baku
d. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.

III. Percobaan
1. Bahan: teofilin, NaOH 0,1 N, alkohol 70%, heparin, HCl 0,1 N, kloroform,
isopropil alkohol, plasma darah.
2. Alat: labu ukur 100 ml, pipet volume 2 ml, mikropipet, pH meter, alat suntik,
waterbath, vial, sentrifuga, kulkas, pipet ukur 1 ml dan 5 ml, spektrofometer,
kalkulator, stop watch, kertas grafik semilog dan numerik.
3. Prosedur:
a. Penetapan panjang gelombang maksimum
1) Timbang 50 mg teofilin dan larutkan dengan NaOH 0,1 N di dalam labu
takar 100 ml sampai tanda batas
2) Pipet 1 ml larutan yang diperoleh dengan pipet volume, masukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai
tanda (larutan teofilin 5 µg/ml)

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 29
3) Ukur serapannya pada panjang gelombang 235-335 nm dengan
spektrofotometer.
4) Tentukan panjang gelombang maksimumnya.
b. Pembuatan kurva baku teofilin
1) Timbang 50 mg teofilin dan larutkan dengan NaOH 0,1 N di dalam labu
takar 100 ml sampai tanda batas
2) Pipet 1 ml larutan yang diperoleh dengan pipet volume, masukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai
tanda
3) Pipet larutan yang dihasilkan dengan pipet volume sebanyak 25 ml dan
masukkan ke dalam labu takar 50 ml (larutan teofilin 2,5 µg/ml)
4) Buat larutan teofilin 3 µg/ml, 3,5 µg/ml, 4 µg/ml, 4,5 µg/ml dan 5
µg/ml dengan prosedur yang sama tetapi teofilin yang ditimbang
berturut-turut 60 mg, 70 mg, 80 mg, 90 mg dan 100 mg.
5) Ukur serapan masing-masing larutan yang diperoleh pada panjang
gelombang maksimumnya
6) Buat kurva kalibrasi dan tentukan persamaan garisnya.
c. Penetapan jangka waktu respon tetap
1) Buat campuran kloroform-isopropil alkohol (20:1) sebanyak 200 ml
2) Timbang 50 mg teofilin dan larutkan dengan NaOH 0,1 N di dalam labu
takar 50 ml sampai tanda batas (larutan teofilin 1000 µg/ml).
3) Buat larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 5 µg/ml, dan 10
µg/ml masing-masing sebanyak 10 ml
4) Masukkan 20 ml campuran kloroform-isopropil-alkohol ke dalam
corong pisah dan tambahkan 0,4 ml HCl 0,1 N
5) Masukkan 2 ml larutan teofilin dalam plasma dan kocok selama 1
menit.
6) Tunggu sampai campuran memisah.
7) Lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring
8) Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke
dalam corong pisah yang kering dan bersih
9) Tambahkan 20 ml campuran kloroform-isopropil-alkohol dan 0,4 ml
HCl 0,1 N
10) Kocok selama 1 menit dan tunggu sampai campuran memisah.
11) Lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring
12) Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga dan
tambahkan 4 ml larutan NaOH 0,1 N
13) Kocok selama 1 menit dan sentrifuga selama 10 menit dengan
kecepatan 1500 rpm.

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 30
14) Lapisan NaOH dipisahkan.
15) Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimumnya setiap 5
menit selama 1 jam
16) Buat kurva serapan vs waktu dan tentukan jangka waktu serapan
tetap.
d. Penentuan perolehan kembali dan kesalahan acak
1) Buat campuran kloroform-isopropil alkohol (20:1) sebanyak 200 ml
2) Timbang 50 mg teofilin dan larutkan dengan NaOH 0,1 N di dalam labu
takar 50 ml sampai tanda batas (larutan teofilin 1000 µg/ml).
3) Buat larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 2,5 µg/ml, 5 µg/ml,
7,5 µg/ml, 10 dan 12,5 µg/ml masing-masing sebanyak 10 ml
4) Masukkan 20 ml campuran kloroform-isopropil-alkohol ke dalam
corong pisah dan tambahkan 0,4 ml HCl 0,1 N
5) Masukkan 2 ml larutan teofilin dalam plasma dan kocok selama 1
menit.
6) Tunggu sampai campuran memisah.
7) Lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring
8) Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam corong pisah yang kering
dan bersih
9) Tambahkan 20 ml campuran kloroform-isopropil-alkohol dan 0,4 ml
HCl 0,1 N
10) Kocok selama 1 menit dan tunggu sampai campuran memisah.
11) Lapisan air dipisahkan/dibuang dan fase organik disaring
12) Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga dan
tambahkan 4 ml larutan NaOH 0,1 N
13) Kocok selama 1 menit dan sentrifuga selama 10 menit dengan
kecepatan 1500 rpm.
14) Lapisan NaOH dipisahkan.
15) Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimumnya.
16) Hitung kadar masing-masing larutan dengan kurva kalibrasi.
17) Hitung perolehan kembali masing-masing larutan dengan rumus

Kadar terukur
Perolehan kembali = × 100%
Kadar seharusnya

18) Hitung kesalahan sistematik dengan rumus

Kesalahan sistematik = 100% - perolehan kembali

19) Hitung kesalahan acak untuk seluruh kelompok dengan rumus

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 31
Simpangan baku
Kesalahan acak = × 100%
Rata-rata

IV. Hasil Percobaan


a. Penetapan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang maksimum = …… nm
b. Pembuatan kurva baku teofilin

No. Kadar Teofilin (µg/ml) Serapan

1 2,5

2 3

3 3,5

4 4,5

5 5

Persamaan garis kurva kalibrasi


y = ……………………………………….
c. Penetapan jangka waktu respon tetap

No. Waktu (menit) Serapan

1 5

2 10

3 15

4 20

5 25

6 30

7 35

8 40

9 45

10 50

11 55

12 60

d. Penentuan perolehan kembali dan kesalahan acak

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 32
Kadar
Kadar Terukur Perolehan Kesalahan
No. Seharusnya
(µg/ml) Kembali (%) Sistematik (%)
(µg/ml)
1 2,5

2 5

3 7,5

4 10

5 12,5

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 33
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, NH, Bauer, M, Boussac, N, Khan-Malek, R, Munden, P, Sardaro, M 1999,


‘An evaluation of fit factors and dissolution efficiency for the comparison of in
vitro dissolution profiles’, Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, vol.
17, pp. 811-822

Aryani, NLD & Martodihardjo, S 2007, Uji permeabilitas intrinsik dan termodinamika
difusi piroksikam secara in vitro. Jurnal Farmasi Indonesia vol. 3, No. 3 pp. 103-
110

Bikiaris, DN 2011, ‘Solid dispersions, Part I: recent evolutions and future


opportunities in manufacturing methods for dissolution rate enhancement of
poorly water-soluble drugs’, Expert Opin. Drug Deliv, vol. 8 no. 11, pp. 1501-1519

Craig, DQM 2002, ‘The mechanisms of drug release from solid dispersions in water-
soluble polymers’, International Journal of Pharmaceutics, vol. 231, pp. 131-144

Fahruzzaman, A 2017, Uji penetrasi gel transdermal nanopartikel glukosamin


hidroklorida dengan variasi konsentrasi kitosan menggunakan sel difusi franz,
Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jain, GK, Ahmad, FJ and Khar, RK 2012, Theory and practice of physical pharmacy,
Elsevier, Kundli

Khan, KA 1975, ‘The concept of dissolution efficiency,’ Journal of Pharmacy and


Pharmacology, vol. 27, pp. 48-49

Leuner, C and Dressman, J 2000, ‘Improving drug solubility for oral delivery using
solid dispersions’, European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, vol.
50, pp. 47-60

Prabu, SL and Suriyaprakash, TNK 2012, ‘Extraction of drug from the biological
matrix: a review’ in GR Naik (ed) Applied biological engineering-principles and
practice, pp. 461-506. InTeOp, Melbourne.

Sinko, PJ 2011, Martin’s physical pharmacy and pharmaceutical sciences.


Physical chemical and biopharmaceutical principles in the pharmaceutical
sciences, 6th edn, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore

Sridhar, I, Doshi, A, Joshi, B, Wankhede, V, Doshi, J 2013, ‘Solid dispersions: an


approach to enhance solubility of poorly water soluble drug’, Journal of Scientific
and Innovative Research, vol. 2, no. 3, pp. 685-694

MODUL PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA - S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNMAS DENPASAR - 2022 34

Anda mungkin juga menyukai