Anda di halaman 1dari 35

MODUL

PRAKTIKUM PARASITOLOGI I

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI


LABORATORIUM MEDIS

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA


LUBUK PAKAM

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

1
VISI dan MISI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

Visi
Menjadi Institut yang unggul dan profesional dalam bidang kesehatan di tingkat Nasional dan Asia
tahun 2028.

Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang unggul, berkarakter, dan kompeten yang
adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan globalisasi;
2. Menyelenggarakan penelitian yang inovatif, produktif dan responsif terhadap ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebutuhan masyarakat;
3. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berlandaskan nilai dan tanggung
jawab sosial; dan
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder mulai dari pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat sebagai pengguna lulusan.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

1
VISI dan MISI
FAKULTAS FARMASI

Visi
Menghasilkan lulusan yang unggul dan professional dalam mutu pendidikan di bidang Farmasi Klinis
dan Komunitas serta Mikrobiologi Molekuler Klinis yang Mampu Bersaing di tingkat Nasional dan
Asia Tahun 2022.

Misi
1) Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan sistem yang mendukung
pada FF sehingga pembelajaran tersebut menghasilkan prodi yang dapat menghasilkan alumni
berkarakter unggul, kompeten, dan excellent service;
2) Menyelenggarakan proses praktik laboratorium yang kondusif dan handal di berbagai fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat;
3) Mengoptimalkan dan mengimplementasikan penelitian bidang Farmasi Klinis dan Komunitas
dan Mikrobiologi Molekuler Klinis dengan menggunakan pendekatan riset dalam bidang
Farmasi dan Teknologi Laboratorium Medik;
4) Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang Farmasi dan Teknologi Laboratorium Medik;
dan
5) Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan, pelayanan, organisasi, dan
stakeholders baik dalam maupun luar negeri.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

2
VISI dan MISI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

Visi
Menjadi program studi yang unggul dan professional dalam bidang Mikrobiologi Molekuler Klinis
Tahun 2022

Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan Teknologi Laboratorium Medik yang unggul dan excelent service
dalam bidang Mikrobiologi Molekuler Klinis;
2. Menyelenggarakan proses praktik laboratorium yang kondusif diberbagai fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat;
3. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan penelitian di bidang Mikrobiologi Molekuler Klinis
dengan menggunakan pendekatan riset dalam bidang Teknologi Laboratorium Medik;
4. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang Mikrobiologi Molekuler Klinis; dan
5. Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan, pelayanan, organisasi, dan stakeholders
baik dalam maupun luar negeri.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

3
SK MODUL

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

4
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

5
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya. Petunjuk praktikum parasitologi 1 ini dapat diseleseikan sebagai panduan dalam
pelaksanaan mata kuliah praktikum hematologi di lingkungan Progra Studi DIV Teknologi
Laboratorium Medik.
Ungkapan terima kasih yang mendalam kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu
memberikan gagasan dan saran dalam penyusunan praktikum ini. Dengan disusunnya modul ini
diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk memahami mata kuliah praktek parasitologi 1
sebagaimana yang diharapkan oleh kurikulum kesehatan dan tuntutan kebutuhan pelayanan
kesehatan.
Akhirnya diharapkan diktat ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh mahasiswa pada
khususnya, dan pada peserta didik di lingkungan Prodi DIV Teknologi Laboratorium Medik pada
umumnya. Untuk penyempurnaan penyusunan berikutnya kami sangat mengharapkan kritik dan
saran membangun dari berbagai pihak yang berkompeten dalam bidang ini.

Lubuk Pakam, November 2021

Penyusun

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

6
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT
KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

7
DAFTAR ISI
VISI dan MISI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM ............................. 1
VISI dan MISI FAKULTAS FARMASI .................................................................................. 2
VISI dan MISI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK .................... 3
SK MODUL ............................................................................................................................ 4
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER ......................................................................... 5
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 6
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 7
TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI MEDIK II .............................................................. 8
PETUNJUK KERJA DI LABORATORIUM ........................................................................... 9
BAB I Pemeriksaan Parasitologi Yang Ada Di Tubuh ............................................................. 13
BAB II Menganalisa Istilah-Istilah Parasitologi ....................................................................... 14
BAB III Mengidentifikasi Macam Macam Parasit .................................................................... 19
BAB IV Mengidentifikasi Cara Penularan .............................................................................. 21
BAB V Mengamati Siklus Hidup Parasit dan Mengidentifikasi Diagnosa Laboratorium .......... 25
BAB VI Mengamati Spesimen Pemeriksaan Parasitologis ....................................................... 27
BAB VII Mengetahui Jenis Jenis Helmintes ............................................................................ 31
BAB VIII Mengidentifikasi Nematoda Usus ............................................................................ 32
BAB IX Mengidentifikasi Nematoda Jaringan ......................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

8
TATA TERTIB PRAKTIKUM PARASITOLOGI 1

1. Para praktikan harus sudah siap di depan ruang praktikum lima menit sebelum waktu praktikum
dimulai.
2. Di dalam laboratorium, Praktikan diharuskan memakai APD (Alat Pelindung Diri)
3. Sebelum mulai praktikum alat- alat diperiksa terlebih dahulu, bila ada yang pecah atau
kurang harus dilaporkan.
4. Apabila ada alat yang dipecahkan harus dilaporkan pada instruktur dan harus diganti.
5. Setelah selesai bekerja alat – alat harus dalam keadaan bersih dan dikembalikan
ketempat semula.
6. Setelah selesai bekerja harus membuat laporan dalam buku ini dan ditunjukkan pada
instruktur yang bertugas.
7. Selama kegiatan praktikum tidak boleh makan, minum atau merokok didalam
laboratorium.
8. Praktikan hanya diperbolehkan menggunakan laboratorium pada waktu ada jadwal.
9. Bila mahasiswa tidak mengikuti praktikum tanpa alasan yang SAH < 100% tidak boleh
mengikuti ujian praktikum dan dianggap tidak mempunyai nilai ujian tersebut.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

9
PETUNJUK KERJA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

A. Persiapan
1. Mahasiswa memakai APD (alat pelindung diri) seperti: sepatu, jas
laboratorium, handscoon, masker.
2. Persiapan alat praktikum disiapkan 1 hari sebelumnya.
3. Reagen yang diperlukan dalam praktikum sudah dipersiapkan sebelumnya.
4. Mahasiswa harus membawa sampel yang dibutuhkan pada waktu praktikum, sesuai
petunjuk instruktur.
B. Selama Praktikum
1. Selama mengerjakan praktikum mahasiswa bekerja tenang, hati – hati, tanggap, teliti,
akurat, dan dapat bekerja sama dengan temannya.
2. Mendengarkan instruksi yang diberikan oleh instruktur laboratorium.
3. Mengerjakan praktikum sesuai dengan prosedur petunjuk praktikum.
4. Bertanggung jawab atas hasil praktikum yang sudah dikerjakan.
C. Selesai Praktikum
1. Membersihkan peralatan praktik dan meja yang dipakai selama praktikum dengan
desinfektan.
2. Mengumpulkan laporan praktikum kepada instruktur laboratorium.
3. Setelah kegiatan selesai, mahasiswa melakukan berdoa bersama agar apa yang
dikerjakan bermanfaat minimal untuk diri sendiri dan bermanfaat untuk umat

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV) INSTITUT


KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

10
BAB I
PEMERIKSAAN FESES LENGKAP (FL)

1.1 Pendahuluan

Pemeriksaan feses lengkap ada dua cara, yaitu :


1. Direct (langsung) : feses lengkap
a. Makroskopis : Identitas (nama, umur, jenis kelamin), warna (kuning, hijau), bau (menyengat
atau khas), konsistensi (cair, lembek,padat), berlendir, darah.
b. Mikroskopis : Untuk bentuk-bentuk normal : Serat tumbuhan, serat otot, amilum, lemak,
sedangkan untuk bentuk-bentuk tidak normal, telur, larva, eritrosit dan leukosit
- Untuk contoh bentuk parasit yang lain : Entamoeba coli, Entamoeba histolitica.

2. Indirect (tidak langsung)


a. Flotasi : pengapungan NaCl jenuh dan ZnSO4 33%.
b. Sedimentasi
c. Harada mori : perkembangbiakan larva
d. Stoll : menghitung jumlah telur

1.2 Tujuan
Untuk memeriksa feses secara lengkap dan mengetahui bentuk atau morfologi (normal atau tidak
normal) yang ada didalam feses.

1.3 Alat :
a. Obyek gelas
b. Cover glass
c. Lidi
d. Mikroskop binokuler atau monokuler

1.4 Bahan :
a. Feses normal atau feses patogen
b. Larutan NaCl 0,85% atau Pz
c. Eosin 2% d. Lugol 2%

1.5 Prosedur :
a. Disiapkan obyek glass dan cover glass yang bersih dan bebas lemak.
b. Diambil sedikit feses dengan menggunakan lidi lalu diletakkan diatas obyek glass.
c. Diambil sedikit larutan NaCl 0,85% kemudian diaduk rata sampai homogen (tidak boleh ada
gelembung), demikian juga untuk eosin 2% dan lugol 2%.
d. Ditutup dengan cover glass.
e. Diperiksa dibawah mikroskop pembesaran lensa obyektif 10x atau 40x.

Parasitologi 1 13
Bab 2
Istilah-Istilah Dalam Parasitologi

Ada beberapa macam istilah dalam Parasitologi yang perlu diketahui


mengenai agen parasit dan sifat hospesnya (Suarsini dan Rahayu, 2014).

1. Pengelompokan parasit berdasarkan beberapa faktor pembeda.

a. Menurut tempat hidupnya

Gambar 1. Pediculus humanus var capitis (kutu manusia)


(sumber: www.medical-labs.net)

Berdasarkan tempat hidup parasit dibedakan sebagai Ektoparasit dan Endoparasit. Ektoparasit,
hidup pada sebelah luar atau permukaan tubuh hospes (infestasi), contohnya: berbagai kutu anjing,
kutu manusia (Gambar 1), kutu kucing, dsb. Sedangkan endoparasit, hidup di dalam organ tubuh
hospes, contohnya: Cacing gelang hidup dalam pencernaan manusia, cacing Trichinella spiralis
(Gambar 2) hidup dalam otot hewan dan manusia, mikrofilaria dari cacing Wuchereria bancrofti
(Gambar 3) hidup dalam jaringan darah manusia.

Gambar 2. Trichinella spiralis dalam jaringan otot


(sumber: www.photomacrography.net)

Parasitologi 1 14
Gambar 3. Wuchereria bancrofti
(sumber: www.photomacrography.net)

b. Menurut keperluan terhadap hospes


Parasit dibagi menjadi parasit obligat dan parasit fakultatif. Parasit obligat, tidak dapat hidup
tanpa hospes, contohnya: Cacing perut (Ascaris lumbricoides) (Gambar 4) akan mati bila dikeluarkan
dari hospes. Parasit fakultatif, bila parasit Trichinella spiralis itu dapat hidup bebas dan dapat hidup
sebagai parasit, contohnya: Musca domestica (Gambar 5) walaupun tanpa hospes dapat hidup di luar
hospesnya.

Gambar 4. Cacing perut (Ascaris lumbricoides)


(sumber: www.wordpress.com)

Gambar 5. Musca domestica


(sumber: www.wikipedia.org)

Parasitologi 1 15
c. Menurut lamanya menetap pada hospes
Parasit dibedakan menjadi parasit permanen dan parasit temporer. Parasit permanen, hidup pada
permukaan atau di dalam tubuh hospes sejak permulaan sampai dewasa, kadang-kadang selama
hidupnya. Contohnya: Cacing Ascaris lumbricoides (Gambar 4) menetap dalam usus manusia selama
hidupnya. Parasit temporer, hidup bebas sebagian dari masa hidupnya dan sewaktu-waktu mencari
hospes untuk mendapat makanan. Contohnya: Pinjal (Gambar 6) hanya sewaktu-waktu menghinggapi
hospes untuk mendapat makanan

Gambar 6. Pinjal (Ctenocephalides canis)


(sumber: www.wikipedia.org)

d. Menurut jumlah spesies hospes yang dihinggapi


Parasit dibagi menjadi parasit monoksen dan parasit poliksen. Parasit monoksen, hanya
menghinggapi satu spesies hospes. Contohnya : Oxyuris vermicularis (Gambar 7) hanya dapat hidup
pada manusia. Parasit poliksen, dapat menghinggapi beberapa jenis hospes. Contohnya : Trichinella
spirallis (Gambar 2) dapat hidup pada otot babi, tikus, kucing, anjing, beruang hitam, dan juga dalam
otot manusia.

Gambar 7. Oxyuris vermicularis


(sumber: www.wikipedia.org)

2. Pengelompokkan hospes berdasarkan sifat parasit yang menginvasi.


Beberapa parasit dalam siklus hidupnya mengalami perubahan bentuk atau metamorfosis dari
stadium telur, larva, kista atau pupa, dan dewasa sedang masing –masing stadium biasanya hidup pada
spesies hospes yang berbeda. Beberapa istilah mengenai
hospes adalah sebagai berikut:

a. Hospes Definitif atau Hospes Akhir


Parasitologi 1 16
Hospes definitif adalah hospes yang merupakan tempat hidup parasit pada stadium dewasa dan
berkembangbiak secara seksual. Contohnya: Nyamuk Anopheles betina (Gambar 8) merupakan
hospes definitif bagi Plasmodium (parasit malaria) (Gambar 9).

Gambar 8. Nyamuk Anopheles betina


(sumber: www.medkes.com)

Gambar 9. Plasmodium malariae dalam darah


(sumber: www.medkes.com)

b. Hospes Perantara
Hospes perantara adalah hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang siap
ditularkan kepada manusia. Contohnya : Keong air tawar Bellamya spp. (Gambar 10) merupakan
hospes perantara bagi cacing Echinostoma spp. (Gambar 11) sebab dalam tubuh keong dapat
mengandung stadium metaserkaria cacing tersebut.

Gambar 10. Bellamya sp.


(sumber: www.yhshells.com)

Parasitologi 1 17
Gambar 11. Echinostoma spp.
(sumber: www.photomacrography.net)

c. Hospes Resevoar
Hospes reservoar adalah hewan yang mengandung parasit yang sama dengan spesies parasit
yang terdapat pada manusia sehingga merupakan sumber infeksi bagi manusia. Contohnya: Babi
merupakan hospes reservoar bagi Balantidium coli (Gambar 12), sehingga babi merupakan sumber
infeksi balatidiasis coli bagi manusia.

Gambar 12. Balantidium coli


(sumber: www.slidesharecdn.com)

d. Hospes paratenik
Hospes paratenik ialah hewan yang mengandung stadium inefektif bagi parasit tanpa menjadi
dewasa pada hospes definitif. Contohnya: cacing tanah merupakan hospes paratenik bagi Syngamus
trachealis (Gambar 13).

Gambar 13. Syngamus trachealis


(sumber: www.poultrykeeper.com)

Parasitologi 1 18
Bab 3
Mengidentifikasi Macam Macam Parasit
3.1 Pendahuluan
Protozoa adalah organisme satu sel atau hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk
koloni. (Proto (1) = pertama; zoon = hewan). Tiap protozoa merupakan kesatuan lengkap yang
sanggup melakukan semua fungsi kehidupan yang pada jasad lebih besar dilakukan oleh sel-sel
khusus. Sebagian besar protozoa hidup bebas dialam, tetapi beberapa jenis hidup sebagai parasit pada
manusia dan binatang. Pembagian dalam kelas PROTOZOOLOGI berdasarkan alat gerak antara lain :
1. Rizopoda atau Amoeba : contoh E-histolitika, E-coli
2. Ciliophora atau Ciliata : contoh Balantidium coli
3. Mastigopora atau Flagelata : contoh Giardia lamblia, Genus Tricomonas contoh Tricomonas
vaginalis .
4. Sporozoa : contoh Genus Plasmodium (Plasmodium malariae, Plasmodium falsifarum,
Plasmodium vivax, Plasmodiumovale) dan Toxooplasma gondii

3.2 Tujuan
Untuk mengetahui atau melihat bentuk atau morfologi dari preparat awetan yaitu Entamoeba
colli, Entamoeba histolitica, Toxoplasma gondii, Giardia lamblia dan lain-lain.

3.3 Alat
1. Mikroskop Monokuler
2. Mikroskop Binokuler

3.4 Bahan
1. Minyak imersi
2. Preparat Awetan dari golongan Protozoa (Entamoeba colli, Entamoeba histolitica, Balantidium
colli, Toxoplasma gondii (dll)

3.5 Prosedur
1. Diambil salah satu preparat awetan dari golongan protozoa.
2. Diletakkan salah satu preparat awetan diatas meja mikroskop monokuler atau mikroskop
binokuler.
3. Ditetesi minyak imersi.
4. Dilihat dengan pembesaran lensa obyektif 100 x dengan menggunakan minyak imersi.
5. Diamati dan digambar setiap bentuk preparat yang telah dilihat.
3.6 Hasil Pengamatan
Contoh :
1. Gambar Giardia lamblia…..
Ciri – ciri…..
Keterangan gambar…..

2. Gambar Entamoeba histolitica.....


Parasitologi 1 19
Ciri – ciri…..
Keterangan gamba…..

3. Dan seterusnya

3.7 Kesimpulan ….

Parasitologi 1 20
Bab 4
Mengidentifikasi Cara Penularan

4.1 Penularan Parasit


Penularan parasit tergantung pada sumber atau reservoir infeksi, dan cara penularannya.
a. Sumber infeksi
1. Manusia
2. Manusia merupakan sumber atau perantara terbesar infeksi parasitik (contohnya taeniasis,
amoebiasis, dan lain-lain). Suatu kondisi dimana infeksi ditularkan dari satu orang ke orang
lain disebut antroponisis.
3. Hewan
4. Dalam banyak penyakit parasit, hewan berperan sebagai sumber infeksi. Suatu keadaan
dimana infeksi ditularkan dari hewan ke manusia disebut zoonosis (misalnya, hidatidiasis).

b. Cara Penularan
Penularan parasit dari satu host ke host yang lain, disebabkan oleh bentuk parasit tertentu
dikenal sebagai stadium infeksi. Stadium infeksi pada berbagai parasit ditularkan dari satu host ke
host yang lain dalam beberapa cara berikut:
1. Rute oral. Konsumsi makanan, air, sayuran atau tempat yang terkontaminasi oleh stadium
infeksi parasit. Cara penularan ini pada beberapa parasit dikenal sebagai rute fecal oral
(misalnya kista Giardia intestinalis dan Entamoeba histolytica, telur Ascaris lumbricoides, dan
Trichuris trichura.
a. Mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang. Infeksi dapat ditularkan secara oral
bila konsumsi daging mentah atau setengah matang yang mengandung parasit infektif
(misalnya: daging babi mengandung selulosa cysticercus, tahap larva Taenia solium).
b. Mengkonsumsi ikan dan kepiting yang kurang matang atau mentah. Infeksi juga dapat
ditularkan dengan konsumsi ikan dan kepiting mentah atau setengah matang yang
mengandung stadium infektif parasit (misalnya: kepiting mengandung stadium parasit
infektif, kepiting atau udang air tawar mengandung metasercaria Paragonimus
westermani, ikan mengandung metaserkaria Clonorchis sinensis, dan lain lain).
c. Mengkonsumsi air mentah atau belum matang. Infeksi dapat ditularkan lewat makanan
mentah atau air belum masak yang menyembunyikan bentuk parasit infektif (misalnya:
air kacang dada, dll mengandung metaserkaria pada Fasciolopsis buski dan Fasciola
hepatica).
2. Penetrasi kulit dan membran mukosa Infeksi ditransmisikan dengan:
a. Penetrasi kulit oleh larva filaria (filariformy larva) pada cacing tambang, Strongyloides
stercoralis yang kontak dengan tanah tercemar feces.
b. Tusukan kulit oleh serkaria pada Schistosoma japonicum, S. Mansoni, dan S. haematobium
yang kontak dengan air yang terinfeksi. Bagian kulit yang dipenetrasi adalah bagian kulit
yang tipis, misalnya: di daerah jari jemari, kulit perianal, dan kulit perineum.

3. Inokulasi vektor arthropoda

Parasitologi 1 21
Infeksi juga dapat ditularkan dengan inokulasi ke dalam darah melalui nyamuk, seperti pada
penyakit malaria dan filariasis.

4. Kontak seksual
Trichomoniais dapat ditularkan melalui kontak seksual. Entamoebiasis dapat ditularkan
melalui kontak seksual anal oral, seperti pada kalangan homoseksua.

Identifikasi penularan cacing parasit dapat dilakukan dengan cara mengetahui


dengan jelas jenis spesies cacing parasit, membedakan sifat, kista, larva, telur,
dan juga cara penularan cacing parasit itu sendiri. Identifikasi parasit juga
bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan
hidup maupun sediaan yang telah di awetkan. Bahan yang akan di periksa
tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang
akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan
dengan cara biopsi,
kerokan kulit maupun imunologis. Pemeriksaan feses dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan
feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus
pada orang yang di periksa fesesnya.
Ada dua cara untuk melakukan pemeriksaan parasit, yaitu pemeriksaan
kualitatif dan pemeriksaan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif digunakan untuk
mengetahui jenis parasit usus dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan secara
natif (direct slide), metode apung ( flotation method ) dengan disentrifugasi atau
tanpa disentrifugasi, metode selotip (cellotape method ), metode konsentrasi, metode
sediaan tebal (cellophane covered thick smear teknik/teknik kato), dan metode
sedimentasi formol ether (RITCHIE). Sedangkan pada pemeriksaan kuantitatif
digunakan untuk menentukan jumla cacing yang ada didalam usus dan dapat
dilakukan dengan metode kato katz dan metode stoll.

Pada praktikum kali ini, akan digunakan pemeriksaan secara kualitatif dengan
menggunakan metode apung ( flotation method ) tanpa disentrifugasi untuk mendeteksi
ada atau tidaknya parasit didalam tubuh. Teknik diagnostik merupakan salah satu
aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat
ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.

4.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah lidi atau tusuk sate, bekker glass,
saringan teh, tabung reaksi dan rak tabung reaksi, kaca preparat, cover glass, pipet tetes,
dan mikroskop. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel
feses + 1-2 gram, NaCl jenuh (33%), dan air.

4.3 Prosedur
Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah:
Parasitologi 1 22
1. 2 gram tinja dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%), lalu diaduk
sampai larut
2. Campuran tinja dengan NaCl jenuh (33%) dituangkan kedalam tabung reaksi
sampai terbentuk cembung dipermukaan tabung, gunakan penyaring teh apabila
terdapat serat-serat selulosa
3. Diamkan selama + 10 menit
4. Cover glass ditempelkan dipermukaan cembung campuran tinja dengan NaCl
5. Diamati dengan mikroskop
4.3 Hasil dan Pembahasan

4.4.1 Hasil

Nama Cacing Metode


Apung
Ascaris lumbricoides -

Trichuris trichiura -

Cacing tambang -

Cacing pita -

Ancylostoma duodenale -

Necator americanus -

Strongyloides stercoralis -

4.4.2 Pembahasan

Metode apung ( flotation method ) ini menggunakan NaCl jenuh (33%) atau
larutan gula jenuh dan terutama digunakan untuk pemeriksaan feses yang
mengandung sedikit telur. Prinsip kerjanya didasarkan atas berat jenis (BJ) telur
parasit yang lebih ringan dibanding dengan larutan yang digunakan, sehingga telur-
telur terapung dipermukaan dan juga memisahkan partikel-partikel yang besar yang
terdapat didalam tinja. Pemeriksaan ini berhasil untuk mengidentifikasi telur-
telur Nematoda, Schistosoma, Dibothriocephalus, telur-telur yang berpori dari
family Taenidae dan telur-telur Acanthocephala.

Hasil pemeriksaan feses yang dilakukan dalam praktikum ini adalah negative.

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya:


1. Sampel atau feces diperoleh dari orang yang memang sehat (tidak terinfeksi cacing
Parasitologi 1 23
parasit usus)
2. Feses yang dimasukkan ke dalam larutan NaCl jenuhh (33%) terlalu sedikit.
3. Saat larutan feces didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga
telur yang sudah terapung mengendap lagi.
4. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing parasit
maupun larvanya.

Parasitologi 1 24
Bab 5
Mengamati Siklus Hidup Parasit dan Mengidentifikasi Diagnosa Laboratorium
5.1 Siklus Hidup Parasit
Siklus hidup adalah rute yang dilalui oleh parasit dari saat masuk ke host di dalam host sampai ke luar
dari host dan masuk kembali. Suatu parasit dapat melibatkan satu host atau lebih, melibatkan satu atau
lebih sebagai perantara (intermediate host). Siklus hidup parasit terdiri dari dua fase utama, fase di
dalam tubuh dan fase di luar tubuh manusia. Siklus hidup parasit di dalam tubuh memberikan
informasi tentang gejala dan kelainan akibat infeksi parasit, serta metode diagnosis dan pemilihan
obat yang tepat. Siklus parasit di luar tubuh, memberikan informasi penting yang berkaitan dengan
epidemiologi, pencegahan, dan pengendalian.

5.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium parasitologi dilaksanakan untuk penegakan diagnosis. Spesimen yang
dipilih untuk diagnosis laboratorium antara lain dapat berupa darah (hapusan darah), feses, urin,
sputum, biopsi, cairan urethra atau vagina tergantung pada parasit penyebab.

A. Pemeriksaan feses lengkap ada dua cara, yaitu :


1. Direct (langsung) : feses lengkap
a. Makroskopis : Identitas (nama, umur, jenis kelamin), warna (kuning, hijau), bau (menyengat
atau khas), konsistensi (cair, lembek,padat), berlendir, darah.
b. Mikroskopis : Untuk bentuk-bentuk normal : Serat tumbuhan, serat otot, amilum, lemak,
sedangkan untuk bentuk-bentuk tidak normal, telur, larva, eritrosit dan leukosit
- Untuk contoh bentuk parasit yang lain : Entamoeba coli, Entamoeba histolitica.

2. Indirect (tidak langsung)


a. Flotasi : pengapungan NaCl jenuh dan ZnSO4 33%.
b. Sedimentasi
c. Harada mori : perkembangbiakan larva
d. Stoll : menghitung jumlah telur

B. Tujuan
Untuk memeriksa feses secara lengkap dan mengetahui bentuk atau morfologi (normal atau tidak
normal) yang ada didalam feses.

C. Alat :
a. Obyek gelas
b. Cover glass
c. Lidi
d. Mikroskop binokuler atau monokuler

D. Bahan :
Parasitologi 1 25
a. Feses normal atau feses patogen
b. Larutan NaCl 0,85% atau Pz
c. Eosin 2% d. Lugol 2%

E. Prosedur :
a. Disiapkan obyek glass dan cover glass yang bersih dan bebas lemak.
b. Diambil sedikit feses dengan menggunakan lidi lalu diletakkan diatas obyek glass.
c. Diambil sedikit larutan NaCl 0,85% kemudian diaduk rata sampai homogen (tidak boleh ada
gelembung), demikian juga untuk eosin 2% dan lugol 2%.
d. Ditutup dengan cover glass.
Diperiksa dibawah mikroskop pembesaran lensa obyektif 10x atau 40x.

Parasitologi 1 26
Bab 6
Mengamati Spesimen Pemeriksaan Parasitologi

Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis feses untuk parasit cacing.

6.1 Pengecatan Langsung (Direct Wet Mount)


Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi yang berat,
tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan bentuk diagnostiknya.
1. Alat dan Bahan
a. kaca obyek
b. kaca penutup 20 mm x 20 mm
c. lidi
d. pensil untuk pemberian label
e. larutan NaCl 0,9% (garam faali)
f. larutan lugol iodin g. mikroskop
2. Prosedur Pemeriksaan Perhatikan Gambar 6.1.
a. Teteskan 1 tetes larutan garam faali di bagian tengah dari separo bagian kiri kaca obyek,
dan 1 tetes larutan lugol iodin di bagian tengah separoh yang kanan.
b. Ambil sedikit spesimen feses menggunakan lidi. bila tinja berbentuk padat, ambil dari
bagian dalam dan bagian permukaan.
 bila tinja berbentuk cair, ambil dari bagian permukaan cairan atau permukaan
 berlendir.
c. Campur spesimen feses dengan larutan garam faali pada kaca obyek sebelah kiri.
d. Campur spesimen feses dengan larutan iodin pada kaca obyek sebelah kanan.
e. Tutup masing-masing spesimen dengan kaca penutup (sedapat mungkin hindari timbulnya
gelembung udara).
f. Periksa sediaan di bawah mikroskop untuk sediaan dengan larutan garam faali gunakan
lensa obyek 10x dan 40x,
 dimulai dari sebelah pojok kiri atas. untuk sediaan dengan larutan iodine, gunakan
lensa obyek 40x.
 pada pemeriksaan telur yang tidak berwarna, untuk meningkatkan kontras dapat
 dilakukan dengan pengurangan jumlah sinar dengan mengatur celah kondensor atau
merendahkan letak kondensor.
g. Untuk meyakinkan tidak ada lapang pandang yang terlewati, letakkan kaca obyek pada tepi
lapangan pandang dan gerakkan kaca obyek melintasi microscope stage, periksa kaca
obyek sampai tepi lapang pandang yang lain.

Parasitologi 1 27
Gambar 6.1. Pengecatan langsung (Direct wet mount)

6.2 Cara Sediaan Tebal Kato


Sebagai pengganti kaca tutup pada teknik pengecatan langsung, digunakan sepotong selofan.
Dengan teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak spesimen
feses. Teknik ini dianjurkan juga untuk pemeriksaan feses secara massal karena lebih sederhana dan
murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosis.
1. Alat dan bahan
a. kaca obyek
b. kertas selofan ukuran 26 x 28 mm
c. larutan untuk membuat selophane, terdiri atas: 100 ml gliserin, 100 ml air, 1 ml larutan
malakit dalam air 3%
d. rendam selofan dalam larutan tersebut di atas sebelum dipakai selama > 24 jam
e. spesimen feses
f. mikroskop
2. Prosedur
a. Letakkan spesimen feses 20-50 mg (sebesar kacang tanah) di atas kaca obyek.
b. Tutup feses dengan kertas selofan
c. Tekan sediaan di antara kertas selofan dan kaca obyek dengan tutup botol karet supaya
tinja menjadi rata sampai menyebar di bawah selofan
d. Keringkan larutan yang berlebihan dengan kertas saring
e. Diamkan selama ½-1 jam pada suhu kamar
f. Periksa sediaan di bawah mikroskop dengan cahaya terang (Gambar 6.2)

Parasitologi 1 28
Gambar 6.2. Teknik sediaan tebal (metoda Kato)

6.3 Pemeriksaan Metode Konsentrasi: Cara Apung (Flotation Methode)


Prinsip: feses dicampur dengan larutan jenuh sodium klorida (larutan jenuh garam dapur) dengan
berat jenis 1200 gram/cc sehingga telur yang lebih ringan daripada BJ larutan akan terapung di
permukaan sehingga mudah dikumpulkan dan kemudian diambil sebagai bahan pemeriksaan.
Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur Nematoda, Schistosoma, Dibothriocephalus, telur yang
berpori dari famili Tainidae, telur Acanthocephala ataupun telur Ascaris yang infertil dan terutama
dipakai untuk pemeriksaan feces yang mengandung sedikit telur. Kerugiannya mengakibatkan larva
dari Schistosoma sp., Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan kista protozoa menjadi sangat
menciut. Sebaliknya, telur Opisthorchis sp. dan Clonorchis sinensis berat jenisnya lebih besar dari
1200 gram/cc sehingga mengendap.
1. Alat dan Bahan
a. botol volume 10 ml
b. lidi
c. kaca penutup
d. etanol
e. eter
Parasitologi 1 29
f. cawan petri
g. Cara pembuatan larutan Willis: campurkan 125 gram sodium klorida dengan 500 ml
akuades. Panaskan campuran sampai titik didih dan biarkan dingin. Bila semua garam
telah larut, tambahkan 50 gram lagi. Saring dan simpan dalam botol yang tertutup.
2. Prosedur
a. Siapkan kaca penutup bersih bebas dari lemak.
b. Buat campuran 10 ml etanol 95% dan 10 ml eter.
c. Tuangkan campuran tadi ke dalam cawan petri, dan masukkan ke dalamnya 30 kaca
penutup satu persatu, kocok dan biarkan selama 10 menit.
d. Keluarkan kaca penutup satu persatu dan keringkan dengan kain kasa dan simpan pada
cawan petri yang kering.
e. Ambil spesimen tinja sebanyak ± 2 ml dan masukkan ke dalam botol.
f. Tuangkan larutan jenuh garam dapur ke dalam botol sampai ¼ volume botol.
g. Dengan lidi atau pengaduk, hancurkan feses tinja dan campur dengan rata. Bila terdapat
serat selulosa disaring terlebih dahulu dengan penyaring teh.
Selanjutnya ada 2 cara:
 Didiamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan ose diambil larutan permukaan dan
ditaruh di atas kaca objek. Kemudian ditutup dengan kaca penutup/cover glass. Periksa di
bawah mikroskop (Gambar 6.3)
 Tuangkan lagi larutan jenuh garam dapur sampai batas permukaan botol/tabung, letakkan
atau tutupkan kaca obyek, sehingga menutupi botol. Pastikan bahwa kaca penutup kontak
dengan cairan dan tidak ada gelembung udara, biarkan selama 10 menit. Angkat kaca
penutup, setetes cairan akan menempel. Tempatkan kaca penutup di atas kaca obyek dan
segera periksa di bawah mikroskop (menghindari sediaan cepat kering).

Gambar 6.3. Metode apung tanpa disentrifugasi

6.4 Pemeriksaan Anal Swab


Telur Enterobius vermicularis biasanya dikumpulkan pada cekungan kulit di sekitar anus, dan
jarang ditemukan pada feses. Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari sebelum anak kontak dengan air,
anak yang diperiksa berumur 1-10 tahun.
1. Alat dan bahan
a. mikroskop
b. kaca obyek
Parasitologi 1 30
c. lidi kapas
d. tabung reaksi
e. pipet pasteur
2. Prosedur
a. Usapkan lidi kapas pada daerah sekitar anus.
b. Celupkan lidi kapas ke dalam tabung yang berisi 5 ml larutan sodium klorida.
c. Cuci kapas lidi dalam larutan di tabung.
d. Isap larutan dengan pipet pasteur dan pindahkan ke kaca penutup dan tutup kaca penutup.
Periksa sediaan di bawah mikroskop dengan memakai lensa obyektif 10 x dan dengan mengurangi
celah kondensor.

Bab 7
Jenis-Jenis Helmintes
7.1 Pengertian Helmintologi
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing. Penyakit karena cacing
(helminthiasis) banyak tersebar di seluruh dunia terutama di daerah tropis. Hal ini berkaitan dengan
faktor cuaca dan tingkat sosio-ekonomi masyarakat.
Sebagian cacing memerlukan vertebrata atau avertebrata tertentu sebagai host, misalnya ikan,
siput, crustaceae atau serangga dalam siklus hidupnya. Di daerah tropis, host ini juga banyak
berhubungan dengan manusia, karena tidak adanya pengendalian dari masyarakat setempat.
Serangga seperti lalat dan nyamuk penghisap darah, di samping sebagai intermediet host, juga
merupakan bagian dari lingkaran hidup cacing. Penyebaran telur cacing yang keluar bersama
dengan feses klien berkaitan erat dengan pengetahuan tentang sanitasi. Kebiasaan buang air besar
yang tidak higienis berdampak pada meningkatnya jumlah klien helminthiasis.
Begitu juga kebiasaan makan masyarakat menyebabkan penularan jenis cacing tertentu,
misalnya makan makanan yang masih mentah atau setengah matang. Bila di dalam makanan
tersebut terdapat kista atau larva cacing maka siklus hidup cacing menjadi lengkap ketika terjadi
infeksi pada manusia.
Berbeda dengan infeksi organisme lain, seperti protozoa, dalam tubuh manusia cacing dewasa
tidak memperbanyak diri. Cacing yang bersifat parasit pada manusia terbagi dalam 2 golongan
besar, yaitu cacing gilig/silindris (Nemathelminthes) dan cacing pipih (Platyhelminthes).

7.2 Klasifikasi Cacing


Berdasarkan taksonomi, parasit cacing dibagi menjadi:
1. Nemathelminthes (cacing gilig, nema = benang); dan
2. Platyhelminthes (cacing pipih).

Parasitologi 1 31
Stadium dewasa cacing yang termasuk Nemathelminthes (kelas Nematoda) berbentuk bulat
memanjang (gilig, silindris) dan pada potongan tranversal tampak rongga badan yang berisi organ,
cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi kedokteran Nematoda dibagi
menjadi Nematoda usus yang hidup di rongga usus dan Nematoda jaringan yang hidup di jaringan
berbagai organ tubuh.
Cacing dewasa yang termasuk Platyhelminthes mempunyai badan pipih tidak berongga dan
bersifat hemaprodit. Platyhelminthes dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing daun) dan kelas
Cestoda (cacing pita). Cacing Trematoda berbentuk daun tidak bersegmen, sedangkan cacing
Cestoda berbentuk pita dan bersegmen.

Parasitologi 1 32
Bab 8
Mengidentifikasi Nematoda Usus

8.1 Jenis kegiatan


Pengamatan Nematoda Usus dan Jaringan

8.2 Alat dan Bahan


1. Mikroskop
2. Mikroskop listrik
3. Preparat
4. Alat tulis
5. Buku catatan
6. Gelas awetan cacing.

8.3 HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Telur Trichuris trichiura
a. Berbentuk seperti tong. Kedua ujungnya melekuk kedalam dan tertutup oleh tonjolan yang
transparan. Bagian tonjolan mengandung mukoid.
b. Ukuran 50-54 × 22-23 mikron.
c. Tertutup oleh dualapisan yaitu lapisan luar berwarna kekuning—kuningan, lapisan dalam
transparan.
2. Mulut Necator americanus
a. Terdapat 2 pasang alat pemotong (cutting plates)
b. Bentuk alat pemotong tersebut semilunar dan terdapat disebelah ventral dan dorsal
c. Bursa kopulatrik pada jantan: percabangan dari sentral.
3. Mulut Cacing Tambang (A. duodenale)
a. Terdapat 2 pasang gigi disebelah ventral
b. Gigi yang sebelah dalam lebih kecil daripada pada gigi yang sebelah luar
c. Bentuk lengkungan kepalan sesuai dengan lengkungan tubuh (seperti koma).
4. Telur yang dibuahi Ascaris lumbricoides
a. Yang masak (matura): antara lapisan dinding paling dalam massa didalamnya terdapat
batas atau rongga udara
b. Yang belum masak (imature): tidak terdapat rongga udara.
5. Telur yang tidak dibuahi Ascaris lumbricoides
a. Bentuk lebih lonjong, ukuran 88-94 × 44 mikron
b. Mantel albumin sering tidak terdapat. Isinya protoplasma yag mati
c. Lebih transparan.
6. Cacing Ascaris lumbricoides
a. Jantan: panjang 10-30 cm diameter 2-4 mm, anterior terdapat 3 buah bibir, posterior
melingkar ke ventral
b. Betina: panjang 20-35 cm diameter 3-6 mm, anterior dengan jantan sama, posterior reatif
lurus dan kaku.
7. Cacing dewasa Trichuris Trichiura
Parasitologi 1 33
a. Bentuk tubuh seperti cambuk (cemeti)
b. Ukuran jantan30-45 mm. Betina 35-50 mm.
8. Telur Enterobius Vermicularis
a. Bentuk asimetris, salah satu sisi datar
b. Ukuran 55 × 26 mikron
c. Didalam telur selalu terdapat bentuk larvanya.
9. Cacing dewasa Enterobius Vermicularis
a. Ukuran jantan 2-5 mm × 0,1-0,2 mm. Betina 8-13 mm × 0,3-0,5 mm
b. Mulut simpel dengan 3 buah bibir yang mengelilinginya
c. Ujung anterior dan posterior runcing (lancip).

Parasitologi 1 34
Bab 9
Mengidentifikasi Nematoda Jaringan / Darah

9.1 Jenis kegiatan


Pengamatan Nematoda Jaringan

9.2 Alat dan Bahan


1. Mikroskop
2. Mikroskop listrik
3. Preparat
4. Alat tulis
5. Buku catatan
6. Gelas awetan cacing.
9.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Cacing Wuchereria Banchrofti
a. Ukuran jantan 40 × 0,1 mm, betina 83 ×0,24 mm
b. Warna putih kekuningan
c. Kutikula smooth.
2. Cacing Brugia Malayi
a. Cacing dewasa
b. Mikrofilaria.
3. Telur cacing Tambang
a. Berbentuk bulat lonjong
b. Kulit relatif tipis terdiri dari hyaline
c. Isi telur: terganung umur, waktu dikeluarkan dapat segmentid dapat pula unsegmented.
4. Cacing Tambang Dewasa
a. Ukuran jantan 8-11mm × 0,45 mm, betina 10-13 × 0,60 mm
b. Lengkungan kepala sesuai dengan lengkungan tubuh (seperti koma).

Parasitologi 1 35
DAFTAR PUSTAKA

Assafa Dawit, et al. 2004. Medical Parasitology. Degree and Diploma Programs For Health Science
Students. Ethiopia Public Health Training Initiative.

Dawit Assafa, et al. 2004. Medical Parasitology. Lecture Notes, Jimma University, Debub University,
University of Gondar, In collaboration with the Ethiopia Public Health Training
Initiative(EPHI), The Carter Center, the Ethiopia Ministry of Health, and the Ethiopia
Ministry of Education.

Entjang Indan. 2001. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan. Bandung, PT Citra
Aditya Bakti.

Ganda Hussada S, Herry D, Pribadi Wita. 2000. Parasitologi Kedokteran. edisi ketiga, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.

Michael J. Cuomo, Lawrence B. Noel, Daryl B. White. Diagnosing Medical Parasites: A Public
Health Officers Guide to Assisting Laboratory and Medical Officers.

Prasetyo RH. 2002. Pengantar Praktikum Helmintologi Kedokteran. Edisi 2, Airlangga University
Press.

Prasetyo RH. 2005. Pengantar Praktikum Protozoologi Kedokteran. Edisi 2, Airlangga University
Press.

Parasitologi 1 36

Anda mungkin juga menyukai