Anda di halaman 1dari 79

MODUL PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

Disusun Oleh;

Armon Fernando, M.Si., Apt


BIODATA MAHASISWA

NAMA :
__________________________________________________________________

NIS : Pas Foto


__________________________________________________________________
4x6
KELAS :
Warna
__________________________________________________________________

ALAMAT :
__________________________________________________________________

__________________________________________________________________

TELEPON :
__________________________________________________________________

EMAIL :
__________________________________________________________________
KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah SWT kami dapat menyusun buku panduan praktikum dengan judul
MODUL PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS. Buku ini mencakup pokok bahasan :
kegiatan di laboratorium dengan benar, keselamatan dan kesahatan kerja di laboratotium, metode
analisis Kualititaif senyawa obat dan metode analisis Kuantitaif senyawa obat secara volumetri
(titrasi) dan spektrofotometri untuk menentukan kadar senyawa obat yang terdapat dalam sediaan
farmasi. Penuntun praktikum ini juga dilengkapi dengan formulir untuk penulisan laporan
praktikum setiap materi yang dilakukan. Mudah-mudahan Buku Penuntun ini bermanfaat bagi
Mahasiswa Sekolah Tinggi Farmasi Riau terutama Prodi D3 semester III yang mengambil mata
kuliah Analisa Farmasi. Para mahasiswa diharapkan melengkapinya dari literatur yang
disarankan untuk kesempurnaan penulisan laporan praktikum ini. Kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya buku Penuntun PraktikumAnalisa
Farmasi ini.

Pekanbaru, 2017

Penulis
PENDAHULUAN

Praktikum Kimia Analisis Farmasi untuk kalangan Sekolah Tinggi ilmu farmasi
Riau dengan Kompetensi Kejuruan Farmasi ini merupakan pendukung Dasar
Kompetensi Kejuruan pada Kompetensi Keahlian Farmasi yang tergabung dalam
cluster Kimia Analisis Farmasi Untuk Sekolah Tinggi ilmu farmasi Riau. Secara umum
bertujuan untuk memberikan keterampilan dasar kepada mahasiswa tingkat Diploma
dalam melakukan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif dengan benar dan dengan
disertai penguasaan konsep-konsep dasar analisis kualitatif maupun kuantitatif yang
dapat bermanfaat baik dalam praktek kehidupan sehari –hari maupun untuk
dikembangkan di dunia industri. Keterampilan dasar analisis kualitatif meliputi cara-
cara mencampur zat dengan pereaksi, mengendapkan, mencuci endapan, melarutkan
endapan, menyaring endapan, memijarkan zat, memanaskan, serta teknik reaksi
kristal dengan mikroskop. Teknik analisis kuantitatif meliputi cara pembuatan larutan
uji maupun pereaksi, pengenceran, pengukuran dan penimbangan dengan saksama,
penggunaan buret, teknik titrasi, penentuan titik akhir, pembacaan volume titrasi,
analisis data secara statistik sampai dengan penarikan kesimpulan hasil analisis.

POLA METODE PRAKTIKUM


Pola yang digunakan adalah
Penjelasan teori berikut responsi
pola kegiatan yang didasarkan pada
prinsip mengaplikasikan konsep
Tes lisan dan tulisan untuk memastikan pemahaman peserta dalam praktek. Yaitu pelaksanaan
praktikum yang disadari dengan
benar alasan dan tujuan dari
uatan Jurnal Praktikum dan tugas pendahuluan oleh peserta praktikum praktikum sehingga tidak menjadi
beban bagi peserta praktikum. Pola
ini bertujuan membentuk pola pikir
Pelaksanaan praktikum baik perorangan ataupun perkelompok ilmiah yang edukatif dan tidak
sekedar aplikatif. Mahasiswa
sebagai calon asisten apoteker
Pembuatan Laporan diharapkan mampu melaksanakan

Penilaian

Gambar Skema Sistematika Praktikum


praktikum dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian karena mengerti betul akan
kegiatan yang dilakukan dalam praktikum. Secara umum sistematika praktikum kimia
analisis farmasi dapat dijelaskan dengan skema pada Gambar1.

SISTEM PENILAIAN
Penilaian Praktikum meliputi semua tahap, mulai dari tes lisan dan tulisan,
jurnal praktikum, tata tertib peserta selama praktikum, dan diakhiri dengan penilaian
laporan. Sistem yang digunakan adalah sistem standar mutlak dengan nilai akhir.
Sistematika penilaian Praktikum Kimia Analisis Farmasi Untuk Jenjang Diploma adalah
sebagai berikut:
Alokasi Penilaian :
 Test awal (lisan/tulisan) :2 5 %
 Jurnal praktikum/Tugas pendahuluan : 10 %
 Tata tertib selama praktikum: 40 %
 Laporan Hasil : 25 %

TATA TERTIB PRAKTIKUM


Mahasiswa yang diperkenankan melakukan praktikum adalah yang terdaftar
secara akademik sebagai mahasiswa DiplomaN 7 Bandung, yang selanjutnya disebut
sebagai Praktikan.

1. KETENTUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan diwajibkan menghadiri pertemuan teori ataupun responsi yang
dilakukan sebelum praktikum dilaksanakan
2. Sebelum praktikum dimulai, praktikan membawa perlengkapan praktikum
lengkap yang telah ditetapkan baik yang umum untuk semua praktikum maupun
perlengkapan yang ditugaskan untuk masing-masing praktikum.
3. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, dan atau merokok di dalam
laboratorium selama praktikum berlangsung
4. Praktikan tidak diperbolehkan bersenda-gurau yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran praktikum
5. Dilarang bermain-main dengan peralatan laboratorium dan bahan Kimia
6. Selama praktikum praktikan tidak diperbolehkan menggunakan peralatan
elektronik selain yang disediakan untuk praktikum
7. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang dipinjamnya, kebersihan
meja masing-masing, serta lantai di sekitarnya
8. Setelah menggunakan reagen atau bahan yang diambil dari gudang bahan,
praktikan wajib meletakkan kembali pada tempatnya semula
9. Praktikan dilarang menghambur-hamburkan reagen praktikum dan membuang
sisa praktikum dengan memperhatikan kebersihan dan keamanan
10.Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta izin
kepada pengawas praktikum atau asisten jaga
11.Praktikan melakukan kegiatan sesuai bagiannya masing-masing, mencatat
hasilnya pada lembar kerja praktikum, serta meminta penjelasan bila terdapat
ketidaksesuaian dengan perencanaan sebelumnya
12.Praktikan dilarang mengerjakan pekerjaan yang belum dipahami atau belum
dikuasainya
13.Praktikan dilarang menggunakan peralatan atau bahan-bahan di luar yang telah
disediakan untuk praktikum
14.Praktikan wajib hadir tepat waktu, keterlambatan lebih dari 10 menit sejak
praktikum dimulai, praktikan dianggap tidak hadir
15.Seluruh jadwal praktikum wajib diikuti praktikan, dengan kata lain kehadiran
100 %
16.Jika berhalangan hadir, praktikan dapat memberikan keterangan tertulis dan
resmi terkait dengan alasan ketidakhadirannya dan diwajibkan mengganti
praktikum di hari lain.
17.Dilarang bekerja sendirian di laboratorium, minimal ada asisten yang
mengawasi.
18.Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan Kimia.
19.Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
20.Wanita yang berambut panjang harus diikat kecuali bagi yang berkerudung.
2. SANKSI-SANKSI
Sanksi yang diberikan pada praktikan adalah sebagai berikut:
1. Sanksi terhadap pelanggaran tata tertib yang dilanggar sebelum
praktikum dimulai yang menyebabkan ketidaksiapan praktikan adalah
tidak diperbolehkan mengikuti praktikum pada hari itu.
2. Sanksi ringan terhadap pelanggaran tata tertib saat praktikum dimulai
adalah pengurangan nilai tata tertib selama praktikum
3. Sanksi berat terhadap pelanggaran saat praktikum dimulai adalah
dikeluarkan dari laboratorium atau tidak diperkenankan melanjutkan
praktikum.
4. Bila praktikan telah mendapat sanksi berat minimal dua kali akan
dilaporkan kepada wali mahasiswa dengan alasan ketidakdisiplinan dan
menunggu keputusan dari wali mahasiswa akan hak untuk mengikuti
praktikum selanjutnya

3. PERLENGKAPAN UMUM YANG WAJIB DIBAWA

Selain perlengkapan untuk tiap-tiap pertemuan yang berbeda tergantung


kegiatan masing-masingnya, praktikan diwajibkan membawa perlengkapan umum
sebagai berikut
 jas laboratorium sesuai kesepakatan
 laporan hasil praktikum sebelumnya jika sebelumnya jika ada praktikum
sebelumnya yang mewajibkan penulisan laporan
 jurnal praktikum atau tugas pendahuluan yang dikerjakan sendiri
 masker
 sarung tangan karet untuk praktikum
 spatula
 tisu
 korek api
 pipet tetes
 penutup kepala
 lap kering
 sikat tabung
 kalkulator Scientifiec
 sistem periodik
peralatan untuk praktikum sesuai dengan ketentuan tiap modul dapat berupa:
a. satu set peralatan umum
 gelas kimia 100 cc (atau sesuai kebutuhan)
 Erlenmeyer 200 cc (atau sesuai kebutuhan)
 Batang pengaduk
 Spatula logam
 Kaca arloji sedang (atau sesuai kebutuhan)
 Pipet tetes (minimal 1 pendek, 1 panjang)
 Corong (minimal 1 kecil)
 Botol semprot berisi aquades
b. Satu set peralatan titrasi
 Erlenmeyer 200 cc (atau sesuai kebutuhan)
 Pipet tetes (minimal 1 pendek, 1 panjang)
 Buret sesuai ukuran yang dibutuhkan
 Statip buret lengkap dengan klem buret dan alas berwarna putih
polos
 Corong (minimal 1 kecil)
 Batang pengaduk
 gelas kimia 100 cc (atau sesuai kebutuhan)
 Botol semprot berisi aquades
 Kertas saring
 Pipet volume dengan ukuran sesuai kebutuhan
 Ball pipet atau filler
 Labu ukur dengan ukuran sesuai kebutuhan
c. Satu set peralatan pengenceran
 Gelas kimia 200 cc (atau sesuai kebutuhan)
 Pipet volume dengan ukuran sesuai kebutuhan
 Labu ukur dengan ukuran sesuai kebutuhan
 Corong
 Kertas saring
 Ball pipet atau filler
KEAMANAN & KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM

1. Biasakanlah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih terutama


setelah melakukan praktikum.
2. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar
segera melapor ke pembimbing praktikum.
3. Bila terjadi kecelakaan yang berkaitan dengan bahan kimia, laporkan
segera pada pembimbing praktikum. Segera pergi ke dokter untuk
mendapat pertolongan secepatnya.
4. Sebelum dan sesudah praktikum disarankan meminum susu murni segar
minimal 250 cc
5. Gunakan peralatan kerja seperti masker, jas laboratorium untuk
melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.
6. Zat yang akan dianalisis disimpan dalam tempat tertutup agar tidak kena
kotoran yang mempersulit analisis
7. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
8. Hindari mengisap langsung uap bahan kimia, tetapi kipaslah uap tersebut
dengan tangan ke muka anda
9. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah
khusus.
10.Bahan kimia dapat bereaksi langsung dengan kulit menimbulkan iritasi
(pedih atau gatal).
11.Baca label bahan Kimia sekurang-kurangnya dua kali untuk menghindari
kesalahan.
12.Pindahkan sesuai dengan jumlah yang diperlukan, jangan menggunakan
bahan Kimia secara berlebihan.
13.Jangan mengembalikan bahan kimia ke dalam botol semula untuk
mencegah kontaminasi.
14.Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktikum basah
segera keringkan dengan lap
15.Hindarkan dari api bahan-bahan yang mudah terbakar seperti eter,
kloroform, dsb.
16.Hati-hati dalam menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan
luka bakar, misalnya asam-asam pekat (H 2SO4, HNO3, HCl), basa-basa
kuat (KOH, NaOH, dan NH4OH), dan oksidator kuat (air brom, iod,
senyawa klor, permanganat)
17.Percobaan dengan penguapan menggunakan asam-asam kuat dan
menghasilkan gas-gas beracun dilakukan di lemari asam
18.Jangan memanaskan zat dalam gelas ukur/labu ukur
19.Menetralkan asam/basa dengan penetral sebagai berikut
a. asam pada pakaian: dengan amonia encer
b. basa pada pakaian : dengan asam cuka encer, kemudian amonia
encer
c. asam/basa pada meja/lantai: dicuci dengan air yang banyak
d. asam, basa, dan zat-zat yang merusak kulit: dicuci dengan air,
kemudian diberi vaselin
BAB I
PENGENALAN PERALATAN DAN BAHAN

1.1. Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa mendapat nilai ketuntasan dengan indikasi:


a. Alat-alat kimia dapat disebutkan dengan benar (kode kompetensi
079DK010202)
b. Karakteristik bahan-bahan kimia disebutkan dengan benar (kode kompetensi
079DK010202)

1.2. Dasar Teori

1.2.1. Pengenalan Alat Laboratorium Kimia dan Penyimpanannya

Alat laboratorium kimia merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan di


laboratorium kimia yang dapat dipergunakan berulang–ulang. Contoh alat
laboratorium kimia: pembakar spiritus, termometer, tabung reaksi, gelas ukur jangka
sorong dan lain sebagainya. Alat yang digunakan secara tidak langsung di dalam
praktikum merupakan alat bantu laboratorium, seperti pemadam kebakaran dan kotak
Pertolongan Pertama. Sebelum mulai melakukan praktikum di laboratorium, praktikan
harus mengenal dan memahami cara penggunaan semua peralatan dasar yang biasa
digunakan dalam laboratorium kimia serta menerapkan K3 di laboratorium. Berikut ini
diuraikan beberapa peralatan yang digunakan pada Praktikum IPA kimia, di antaranya:
Tabel 1 Daftar Peralatan Kimia Beserta Fungsi Dan Penyimpanannya
Dengan diketahuinya bahan dasar dari suatu alat kita dapat menentukan
atau mempertimbangkan cara penyimpanannya. Alat yang terbuat dari logam
tentunya harus dipisahkan dari alat yang terbuat dari gelas atau porselen. Jadi
alat seperti kaki tiga harus dikelompokkan dengan Statip atau klem tiga jari karena
ketiganya memiliki bahan dasar yang sama yaitu logam, sedangkan gelas kimia
dikelompokkan dengan labu Erlenmeyer dan labu dasar rata karena bahan dasarnya
gelas. Belumlah cukup hanya dengan memperhatikan bahan dasar dari alat, namun
penyimpanan alat yang memiliki bahan dasar yang sama harus ditata kembali. Jika
tempat penyimpanan kaki tiga dan klem tiga jari adalah menggunakan lemari rak,
maka tahapan rak untuk kaki tiga harus berbeda dengan tahap rak klem tiga jari,
akan tetapi kedua tahap rak harus berdekatan. Dengan memperhatikan bahan dasar
alat pula, peralatan yang terbuat dari logam umumnya memiliki bobot lebih
tinggi dari peralatan yang terbuat dari gelas atau plastik. Oleh karena itu dalam
penyimpanan dan penataan alat aspek bobot benda perlu juga diperhatikan.
Janganlah menyimpan alat-alat yang berat di tempat yang lebih tinggi,agar
mudah diambil dan disimpan kembali.

1.2.2. Pengenalan Bahan – Bahan Kimia dan Penyimpanannya

Bahan kimia yang ada di lab jumlahnya relatif banyak seperti halnya
jumlah peralatan. Di samping jumlahnya cukup banyak juga bahan kimia dapat
menimbulkan risiko bahaya cukup tinggi, oleh karena itu dalam pengelolaan lab
aspek penyimpanan, penataan dan pemeliharaan bahan kimia merupakan bagian
penting yang harus diperhatikan. Hal umum yang harus menjadi perhatian di
dalam penyimpanan dan penataan bahan kimia di antaranya meliputi aspek
pemisahan (segregation), tingkat risiko bahaya (multiple hazards), pelabelan
(labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary
containment), bahan kadaluwarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory),
dan informasi risiko bahaya (hazard information). Penyimpanan dan penataan
bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis tidaklah tepat, kebutuhan itu hanya
diperlukan untuk melakukan proses pengadministrasian. Pengurutan secara
alfabetis akan lebih tepat apabila bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat
fisis, dan sifat kimianya terutama tingkat bahayaannya.
Bahan kimia yang tidak boleh disimpan dengan bahan kimia lain, harus
disimpan secara khusus dalam wadah sekunder yang terisolasi. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah pencampuran dengan sumber bahaya lain seperti api,
gas beracun, ledakan, atau degradasi kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki
sifat lebih dari satu jenis tingkat bahaya. Penyimpanan bahan kimia tersebut harus
didasarkan atas tingkat risiko bahayanya yang paling tinggi. Misalnya benzena
memiliki sifat flammable dan toxic. Sifat dapat terbakar dipandang memiliki
risiko lebih tinggi daripada timbulnya karsinogen. Oleh karena itu penyimpanan
benzena harus ditempatkan pada kabinet tempat menyimpan zat cair flammable
daripada disimpan pada kabinet bahan toxic. Berikut ini merupakan panduan
umum untuk mengurutkan tingkat bahaya bahan kimia dalam kaitan dengan
penyimpanannya:

Wadah bahan kimia dan lokasi penyimpanan harus diberi label yang jelas. Label
wadah harus mencantumkan nama bahan, tingkat bahaya, tanggal diterima dan
dipakai. Alangkah baiknya jika tempat penyimpanan masing-masing kelompok bahan
tersebut diberi label dengan warna berbeda. Misalnya warna merah untuk
bahan flammable, kuning untuk bahan oksidator, biru untuk bahan toksik, putih
untuk bahan korosif, dan hijau untuk bahan yang bahayanya rendah. label bahan
flammable label bahan oksidator label bahan toksik label bahan korosif label
bahan dengan tingkat bahaya rendah Di samping pemberian label pada lokasi
penyimpanan, pelabelan pada botol reagen jauh lebih penting. Informasi yang
harus dicantumkan pada botol reagen di antaranya :
Gambar 1 Label bahan beserta tingkat bahayanya

Di samping pemberian label pada lokasi penyimpanan, pelabelan pada


botol reagen jauh lebih penting. Informasi yang harus dicantumkan pada botol
reagen di antaranya : Nama kimia dan rumusnya, konsentrasi, Tanggal
penerimaan, Tanggal pembuatan, Nama orang yang membuat reagen, Lama
hidup, Tingkat bahaya, Klasifikasi lokasi penyimpanan, Nama dan alamat pabrik,
Sebaiknya bahan kimia ditempatkan pada fasilitas penyimpanan secara tertutup
seperti dalam kabinet, loker, dsb. Tempat penyimpanan harus bersih, kering
dan jauh dari sumber panas atau kena sengatan sinar matahari. Di samping itu
tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang menuju ruang asap atau
ke luar ruangan.

Pada penataan bahan kimia pun diperlukan sumber literatur untuk


mengetahui spesifikasi masing-masing bahan kimia tersebut. Spesifikasi bahan
kimia akan dijumpai pada buku katalog bahan.

1.2.3. Pengenalan Simbol Bahaya (Hazard Symbol)

a. Harmful (Berbahaya).

Bahan kimia iritan menyebabkan luka bakar pada kulit,


berlendir, mengganggu sistem pernafasan. Semua bahan kimia
mempunyai sifat seperti ini (harmful) khususnya bila kontak
dengan kulit, dihirup atau ditelan

Gambar 2 Simbol bahan berbahaya


b. Toxic (beracun)
Produk ini dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius
bila bahan kimia tersebut masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, menghirup uap, bau atau debu, atau penyerapan
melalui kulit

Gambar 3 Simbol bahan beracun

c. Corrosive korosif)
Produk ini dapat merusak jaringan hidup,
menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal bahkan dapat
menyebabkan kulit mengelupas. Awas! Jangan sampai
terpercik pada Mata.

Gambar 4 Simbol bahan korosif

d. Flammable (Mudah terbakar)

Senyawa ini memiliki titik nyala rendah dan bahan


yang bereaksi dengan air atau membasahi udara
(berkabut) untuk menghasilkan gas yang mudah terbakar
(seperti misalnya hidrogen) dari hidrida metal. Sumber nyala
dapat dari api bunsen, permukaan metal panas, loncatan bunga.
Gambar 5 Simbol bahan mudah terbakar

e. Explosive (mudah meledak)


Produk ini dapat meledak dengan adanya panas, percikkan
bunga api, guncangan atau gesekan. Beberapa senyawa
membentuk garam yang eksplosif pada kontak (singgungan
dengan logam/metal)
Gambar 6 Simbol bahan mudah meledak

f. Oksidator (Pengoksidasi)
Senyawa ini dapat menyebabkan kebakaran. Senyawa ini menghasilkan panas
pada kontak dengan bahan organik dan agen pereduksi (reduktor) api
listrik, dan lain-lain.
Kecelakaan bisa saja terjadi di laboratorium. Beberapa jenis kecelakaan yang sering terjadi dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor seperti tercantum pada tabel di bawah ini
Tabel 2 Beberapa Jenis Kecelakaan Yang Sering Terjadi

1.3.Bahan dan Alat


1.3.1. Bahan

Perwakilan bahan untuk masing -masing jenis bahan

1.3.2. Alat

Seperangkat alat-alat praktikum yang mewakili

1.4.Prosedur Percobaan
a. disiapkan beberapa bahan dan peralatan yang mewakili
b. semua label yang tertera pada bahan dicatat dan diberi keterangan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bahan tersebut
c. digambar beberapa peralatan yang telah disiapkan untuk kemudian
diberi nama dan fungsinya

1.5.Lembar Kerja
Nama Mahasiswa : ……………………………. Pembimbing : …………………..
NIS : ……………………………. Paraf : …………………..
Judul Praktikum : Pengenalan Alat dan Bahan
Tanggal : ……………………………..

1.5.1. Tugas Pendahuluan


a. Bacalah dengan seksama teori dasar pada bagian dari bab ini!
b. Tulislah pertanyaan-pertanyaan yang tidak dimengerti dari penjelasan
pada teori dasar dan dibawa sebagai persyaratan sebelum praktikum!

1.5.2. Hasil Kegiatan :


BAB II
PENGGUNAAN PERALATAN LABORATORIUM KIMIA

2.1. Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa mempunyai kompentesi dengan indikasi


a. peralatan laboratorium kimia dapat digunakan dengan benar (kode
kompetensi 079DK010203)
b. teknik dasar analisis kualitatif dapat dilakukan dengan benar (kode
kompetensi 079DK010202)
c. teknik dasar analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan benar

2.2.Dasar Teori

2.2.1. Teknik-Teknik Dasar Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif

2.2.1.1. Memanaskan larutan

a. Cara memanaskan zat dalam cawan


porselen/Erlenmeyer/gelas beker
 ambillah kaki
tiga dan
letakkan kasa
kawat di atasnya
 letakkan gelas
kimia yang berisi larutan di atas kasa dan
panaskan dengan
Gambar 7 Memanaskan Zat pemanas spiritus

b. Cara memanaskan zat dalam tabung reaksi


 jepit tabung reaksi yang berisi larutan dengan
penjepit kayu/besi,
 panaskan dengan nyala api spiritus, api
pemanas hendaknya terletak pada bagian atas
larutan
 goyangkan tabung reaksi agar pemanasan
Gambar 8 Cara memanaskan zat dalam
tabung reaksi merata
 arahkan mulut tabung reaksi pada tempat yang
aman agar percikannya tidak melukai orang lain
maupun diri sendiri

Gambar 9 Batu didih dan penggunaannya

Pada saat memanaskan larutan perlu ditambahkan batu didih untuk


menghindari letupan larutan ketika mendidih dikarenakan pemanasan yang tidak
merata. Batu didih berupa serpihan kasar keramik atau porselen yang berpori dengan
ukuran seragam. Ditambahkan dalam larutan sebelum dipanaskan.

2.2.1.2. Cara menyaring endapan

Gambar 10 Menyiapkan Kertas Saring


a. gunakan kertas saring yang dibentuk seperti gambar di atas untuk
kemudian disimpan pada corong gelas
b. bilas terlebih dahulu dengan cara melewatkan pelarut mulai dari pinggir
atas kertas bergerak memutar hingga ke tengah dan cairan bilasan
dibuang
c. saringlah sedikit demi sedikit, kira-kira banyaknya larutan adalah
sepertiga tinggi kertas

2.2.1.3. Meneteskan larutan ke dalam tabung reaksi

cara meneteskan seperti ini berlaku untuk cairan yang umum, tidak
mudah bereaksi dengan cepat dan bukan bahan yang berbahaya hanya
dibutuhkan untuk mempercepat proses penetesan.

Cara meneteskan seperti ini sangat dianjurkan untuk setiap penetesan


terutama untuk zat-zat seperti berikut:
1. zat yang sangat reaktif
2. zat yang pekat dan berbahaya
3. zat yang proses terjadinya reaksi sangat diperhatikan

Gambar 11 Cara meneteskan zat pada tabung reaksi


2.2.1.4. Cara mengocok larutan

a. Cara mengocok larutan dalam labu ukur

Gambar 12 Cara mengocok zat dalam labu ukur

b. Cara mengocok zat dalam Erlenmeyer

Gambar 13 Mengocok zat dalam Erlenmeyer

2.2.1.5. Menimbang

a. Neraca:
 menimbang zat baku primer dengan neraca analitis
Gambar 14 Timbangan analitis digital

 Menimbang zat baku sekunder atau zat untuk pereaksi dengan neraca
teknis

Gambar 15 Timbangan teknis

b. wadah timbang
 Gunakan botol timbang kaca untuk zat yang reaktif, oksidator

Gambar 16 Wadah zat untuk ditimbang

 Dapat digunakan kaca arloji atau kertas timbang untuk zat yang tidak
reaktif

Gambar 17 wadah-wadah lain untuk menimbang


c. Prosedur umum penimbangan

Gunakan sendok atau spatula untuk mengambil zat yang akan ditimbang sesuai
dengan karakteristik zat yang akan ditimbang. Gunakanlah sendok porselen untuk zat
yang bersifat oksidator. Pilih timbangan yang tepat sesuai kapasitasnya. Jangan
menimbang zat melebihi kapasitas maksimal timbangan yang digunakan. Catat hasil
timbangan. Perhatikan contoh perintah penimbangan berikut:
“ Timbang lebih kurang…” artinya: jumlah yang harus ditimbang tidak boleh
kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110% dari jumlah yang harus ditimbang.
“ Timbang dengan saksama…” artinya: deviasi penimbangan tidak boleh lebih
dari 0,1% dari jumlah yang ditimbang. Misalnya dengan pernyataan timbang seksama
500 mg, berarti batas kesalahan penimbangan tidak boleh lebih dari 0,5 mg. Oleh
karena itu, penimbangan harus dilakukan dengan neraca analitis kepekaan minimal
0,5 mg. Penimbangan saksama dapat juga dinyatakan dengan menambahkan angka 0
di belakang koma pada akhir bilangan bersangkutan. Misalnya, dengan pernyataan
timbang 200,0 mg dimaksudkan bahwa penimbangan harus dilakukan dengan tepat
tanpa ada lebih di belakang koma.

2.2.1.6. Mengukur volume zat cair dengan alat ukur volume gelas

Pengukuran volume larutan bisa menggunakan gelas ukur, kecuali jika


dinyatakan perintah ”ukur dengan saksama...”, dimaksudkan bahwa pengukuran
dilakukan dengan memakai pipet standar dan harus digunakan sedemikian rupa
sehingga kesalahannya tidak melebihi batas yang ditetapkan. Penggunaan pipet dapat
diganti dengan buret yang sesuai dan memenuhi standar. Pengukuran saksama dapat
juga dinyatakan dengan menambahkan angka 0 di belakang angka koma terakhir
bilangan yang bersangkutan. Misalnya dengan pernyataan pipet 10,0 ml atau ukur 10,0
ml dimaksudkan bahwa pengukuran harus dilakukan dengan saksama
Gambar 18 Cara mengukur zat cair dalam alat ukur volume gelas

2.2.1.7. Cara memepet dan mengeluarkan larutan dari pipet yang


benar

Katup pengeluaran udara

Badan Balon Penghisap, di keluarkan udara di dalamnya sebelum digunakan atau ketika akan disimpan

Katup penarikan zat oleh pipet bila balon penghisap bertekanan rendah

Katup pengeluaran zat dari pipet

Pipet yang dipasangkan untuk mengambil zat


Bila Ball Pipet dalam kondisi siap pakai (badan balon kempes) maka cara
pengambilan zat menggunakan pipet adalah:
1. tekan katup hisap
(nomor 2) hingga zat
terhisap dalam pipet
sesuai tanda ukuran.

Gambar 19 Cara mengambil zat dengan volume pipet

2. Lepaskan katup
hisap (nomor 2)
dan pastikan
cairan dalam
pipet tidak
berubah posisi.
Kemudian angkat
dari sumber zat
dan ujung pipet
dikeringkan
dengan cara
diusap
menggunakan tissue kering dari atas ke bawah
namun jangan sampai cairan di ujung pipet
bersentuhan dengan tissue.

Gambar 20 Cara membersihkan ujung pipet volume

3. Pemindah
an zat
dalam
pipet
berisi zat
yang akan

dituangkan seperti gambar di samping. Tekan


katup pengeluaran zat (nomor 3) secara
perlahan hingga zat tertuang dengan
perlahan.

Gambar 21 Memindahkan zat dari pipet volume


2.2.2. Teknik dasar titrasi

2.2.2.1. Penggunaan buret

- Periksa terlebih dahulu apakah buret dalam kondisi baik (tidak pecah
atau bocor), berikan sedikit saja vaselin pada kran agar pengaturan
penetesan mudah dilakukan.
- Bersihkan buret sebelum digunakan dengan aquades, bilaslah buret
tersebut dengan sedikit aquades pada tahap pertama dan bilasan
kedua dengan sedikti zat kimia yang akan dimasukkan ke dalamnya
minimal tiga kali untuk tahap aquades dan satu kali untuk zat kimia
yang akan dimasukkan. Cara pembilasan adalah dengan posisi kran
buret tertutup dan buret dibaringkan dan diputar dengan tangan
sehingga zat dapat membilas keseluruhan dalam buret kemudian zat
dibuang lewat kran buret yang dibuka.
- Masukkan zat kimia yang akan digunakan ke dalam buret tersebut
dengan menggunakan corong. Lakukan pengisian sampai seluruh
bagian buret terisi (perhatikan bagian bawahnya !) dan tidak terdapat
gelembung gas pada buret.
- Pasang buret pada statip dan klem agar posisinya stabil seperti
gambar di atas

2.2.2.2. Pemilihan buret.

- Lakukan titrasi orientasi terlebih dahulu menggunakan buret kapasitas


50,0 ml. Untuk selanjutnya, pada titrasi replikasi pemilihan buret
harus berdasarkan ketentuan: Volume terukur yang teliti adalah
sebanyak 30 – 70% dari kapasitas buret.
- Jika dari hasil orientasi didapat volume titrasi 10,0 ml, maka titrasi
selanjutnya gantilah dengan buret kapasitas 25,0 ml

2.2.2.3. Cara titrasi.

- Zat yang akan di titrasi disebut sebagai titrat (ditampung dalam


Erlenmeyer), sedangkan larutan yang digunakan untuk menitrasi
disebut sebagai titran (dimasukkan ke dalam buret). Posisi tangan
pada saat titrasi ditunjukkan seperti gambar di bawah.

Tangan kiri memegang &


mengatur kran buret

Tangan kanan memegang


dan mengocok/memutar
gelas Erlenmeyer

Tambahkan titran
sedikit
Kertas putih
untuk alas

Gambar 22 Posisi tangan saat titrasi

2.3. Alat Dan Bahan

2.3.1. Alat

a. Seperangkat peralatan untuk peragaan teknik dasar kimia


b. Seperangkat peralatan untuk peragaan teknik dasar titrasi

2.3.2. Bahan

a. Aquades
b. Bahan lain untuk mendukung peragaan

2.4. Prosedur

a. Setiap peragaan yang diperlihatkan oleh pembimbing praktikum diamati


dengan baik
b. Setiap peragaan yang diperintahkan oleh pembimbing praktikum
dilakukan dengan baik
2.5. Lembar Kerja Mahasiswa

Nama Mahasiswa : ……………………………. Pembimbing :


…………………..
NIS : ……………………………. Paraf : …………………..
Judul Praktikum : Penggunaan Peralatan Laboratorium Kimia
Tanggal : ……………………………..

2.5.1. Tugas Pendahuluan

a. Bacalah dengan seksama teori dasar pada bagian dari bab ini!
b. Tulislah pertanyaan-pertanyaan yang tidak dimengerti dari penjelasan
pada teori dasar dan dibawa sebagai persyaratan sebelum praktikum!

2.5.2. Hasil Kegiatan


BAB III
ANALISIS KUALITATIF SENYAWA OBAT

3.1.TUJUAN

Pada akhir kegiatan praktikum, mahasiswa dapat memiliki kompetensi dengan


indikator:
1. Uji kering dapat dilakukan dengan benar
2. Uji Organoleptis dapat dilakukan dengan benar

3.2.DASAR TEORI

Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995 terdapat sejumlah uji yang
dapat dilakukan dalam keadaan kering yakni tanpa melarutkan contoh. Pengujian ini
dapat dilakukan dengan :

a. Organoleptis
Setiap zat mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan beberapa di
antaranya ada yang menjadi ciri khas tersendiri yang dapat dimanfaatkan sebagai
indikasi dalam identifikasi zat tersebut. Dengan menggunakan panca indra secara
langsung, kita dapat mengenali beberapa zat yang mempunyai ciri khas mulai dari
wujud, bentuk serbuk,bau, warna, serta rasa dari zat tersebut. Pada umumnya
kumpulan dari berbagai karakteristik tersebut ditetapkan dalam daftar monografi
yang dapat dilihat pada farmakope sebagai uji pendahuluan. Dengan adanya uji
pendahuluan maka akan memudahkan identifikasi suatu zat terutama senyawa obat
pada tahapan berikutnya.

b. Pemanasan
Beberapa zat dapat memberikan menunjukkan sifat-sifat tertentu yang muncul
saat zat dipanaskan. Sifat-siat yang muncul tersebut dapat dimanfaatkan untuk
mengenali zat tersebut dalam upaya identifikasi suatu zat. Meskipun tidak semua zat
menunjukkan ciri khas saat dipanaskan, beberapa zat dapat dikenali setelah
menunjukkan perubahan warna, wujud, bau dan sifat-sifat lain seperti dapat terjadi
sublimasi, pelelehan, atau penguraian yang disertai perubahan warna, atau dapat di-
bebaskan suatu gas yang dapat dikenali dari sifat-sifat khas tertentu saat dipanaskan.
Sejumlah zat dimasukkan ke dalam sebuah tabung pengapian (tabung bola)
yang terbuat dari pipa kaca lunak untuk dapat dengan mudah diamati saat
dipanaskan, kemudian dipanaskan dalam sebuah nyala bunsen. Mula-mula dengan
nyala kecil kecil kemudian dengan nyala yang lebih kuat agar perubahan yang terjadi
tidak ada yang terlewat. Tabung reaksi kecil, 60-70 mm x 7-8mm, yang mudah
diperoleh dan murah dapat juga dipakai.

c. Uji Nyala
Beberapa zat dapat memberikan ciri khas yang unik yaitu memberikan warna
nyala yang tajam pada saat terbakar. Halaman ini menguraikan bagaimana melakukan
sebuah uji nyala untuk berbagai ion logam dan secara ringkas menjelaskan bagaimana
warna nyala bisa terbentuk. Uji nyala digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan
ion logam dalam jumlah yang relatif kecil pada sebuah senyawa. Tidak semua ion
logam menghasilkan warna nyala. Untuk senyawa-senyawa Golongan 1 pada sistem
periodik unsur, uji nyala biasanya merupakan cara yang paling mudah untuk meng-
identifikasi logam mana yang terdapat dalam senyawa. Untuk logam-logam lain,
biasanya ada metode mudah lainnya yang lebih dapat dipercaya - meski demikian uji
nyala bisa memberikan petunjuk bermanfaat seperti metode mana yang akan dipakai.
Untuk ini maka perlu mengetahui struktur nyala bunsen tak terang.
C

Zona m e n go ksid a ta s (d )

D
Zona m e re d uksia ta s (e )
Ba g ia n te rpa na s nya la (b )
E F Zo na m e n go ksid ba wa h (c )
Zo na m e re d uksi b a wa h (f)
Zo na te m p e ra tu r b a wa h (a )
A B

Gambar 23 Struktur Nyala Bunsen


Temperatur yang terendah adalah pada dasar nyala (a), ini
dimanfaatkan untuk menguji nyala dari zat-zat atsiri. Bagian terpanas
nyala adalah zona pelelehan pada (b), daerah ini dimanfaatkan untuk
menguji kedapat-lelehan zat dan juga melengkapi (a) dalam menguji
keatsirian relatif dari campuran zat-zat. Zat mengoksid bawah terletak
ada batas luar (b) dan dapat digunakan untuk mengoksid zat-zat yang
terlarut dalam manik borak, natrium karbonat atau garam mikroskopik.
Zat mengoksid atas (d), daerah ini digunakan untuk semua proses
oksidasi yang tidak diperlukan temperatur tinggi. Zona reduksi atas (e)
adalah ujung kerucut biru dalam. Daerah ini berguna untuk mereduksi
oksida kerak menjadi logam. Zona mereduksi b

Percobaan pendahuluan … (1)


 Identifikasi awal senyawa obat yang telah terekstraksi yang diperiksa organoleptiknya
meliputi bentuk, bau, rasa, dan kelarutan.
 Percobaan pendahuluan berupa kelarutan dalam asam dan basa, analisis unsur N, S,
dan halogen, kemudian diperiksa gugus fungsinya.

Percobaan pendahuluan … (3)


 Analisis unsur Nitrogen, Sulfur, dan Halogen
 Pemeriksaan Nitrogen (Lassaigne)
Dalam tabung pijar + 20-50 g bahan + Na, dipanaskan.

Sampel + Fe (II)Sulfat (dididihkan) besi hiroksida dilarutkan dengan 6 N HCl 


warna biru
 Pemeriksaan Sulfur
50 mg bahan + 1,0 ml H2O2 30% dan 2 tetes larutan Fe(III)klorida 10 % 
encerkan dengan air + 1,0 ml 3N HCl dan 1,0 ml larutan BaCl2 5 %  endapan
putih BaSO4.
 Pemeriksaan Halogen (Beilstein)
Bahan diletakkan pada keping tembaga lalu dibakar dengan api  nyala warna
hijau karena terbentuk tembaga-halogen yang menguap

Reaksi golongan …
 Senyawa Nitrogen terdapat dalam bentuk nitrat dan nitrit; sebagai senyawa nitro;
amin primer, sekunder, atau tersier yang bersifat basa; sebagai amonium kuartener;
golongan amin aromatik; asam amida netral; asam amino; dan dalam bentuk lain.
 Semua nitrat larut dalam air, dengan menambahkan FeSO4 dan H2SO4 pekat
terbentuk cincin berwarna coklat.
 Pemeriksaan Senyawa nitro aromatik (niklosamida, nitrazepam, kloramfenikol)
 50 mg zat dalam 3 ml etanol 4 ml air + 200 mg Zn + 3 ml HCl encer 
dipanaskan  2 ml filtrat + 2 tetes pereaksi diazzo I + diazzo II  terbentuk
endapan jingga
[pereaksi Diazzo I ( 10 g NaNO2 dalam 100 ml aquadest),

pereaksi Diazzo II (0,25 g 2-naftol dalam 100 ml 3N NaOH)]

Reaksi golongan …
 Pemeriksaan basa amin
 sampel + pereaksi mayer (suasana asam H2SO4)  endapan kekuningan
 Pereaksi Mayer (1,35 g HgCl2 dalam 100 ml larutan KJ 5 %)
 Pemeriksaan amin alifatik primer (reaksi Senfol)
 sampel dalam etanol + karbondisulfida  dipanaskan  sisa larutan +
larutan Hg(II)klorida 5 %  bau khas ‘mustard’
 Pemeriksaan amin aromatik primer (reaksi Diazzo)
 benzokain, etakridin, PAS, prokain, dan sulfonamid.
 50 mg zat dalam 1 ml 3N HCl + 2 tetes pereaksi Diazzo I + Diazzo II 
endapan merah jingga
 Pemeriksaan amin sekunder
 zat dalam 2 ml 3N HCl (didinginkan 5oC) + 2 ml NaNO2 1 %  encerkan dengan 5
ml air + dikocok 2 x eter  diuapkan  sisa penguapan + 50 mg fenol 
(dipanaskan lalu didinginkan) + 1 ml H2SO4  terbentuk warna biru-hijau pekat
jika dituang dalam air berubah jadi merah

Reaksi golongan
 Pemeriksaan amin alifatik primer dan aromatik (reaksi Isonitril)
 zat dalam etanol + kloroform + basa alkali (dipanaskan)  tercium bau khas
isonitril
 Pemeriksaan asam amino (reaksi Ninhidrin)
 1 ml sampel netral + 2 tetes larutan ninhidrin 1 % dalam air  dipanaskan
sampai mendidih  terbentuk warna kemerahan, ungu, atau biru.
 Positif untuk efedrin, tolbutamid, antazolin, asam askorbat.
 Pemeriksaan golongan guanidin (reaksi Sakaguchi)
 1 mg zat dalam 5 ml air + 1 ml NaOH 10 % dalam 1 ml larutan 1-naftol 0,05
% dalam etanol  dinginkan pada 15oC + 3 tetes larutan natrium hipobromit 
terbentuk warna merah ungu
 larutan hipobromid (2 g NaOH dalam 7,5 ml air + 0,5 ml brom + air sampai
10 ml)
 Pemeriksaan turunan piridin
 100 mg zat + 100 mg natrium karbonat kering  dipanaskan tercium bau
piridin
Reaksi golongan … (seny. pereduksi)
 Reaksi Fehling
 20 mg zat + campuran Fehling I dan II  dipanaskan terbentuk endapan
tembaga(I) oksida berwarna merah bata
 Pereaksi Fehling I (larutan CuSO4.5H2O 7 %), Pereaksi Fehling II (35 g
Kna-tartrat + 10 g NaOH + air sampai 100 ml)
 Positif untuk : asam askorbat, isoniazid, hidrokortison, sakarosa
 Reaksi kalium permanganat
 zat dalam air + KMnO4 0,1 % dalam air atau aseton  warna yang semula
hilang berubah menjadi coklat
 Positif untuk : asam askorbat, isonniazid, olefin
 apabila ada basa, percobaan harus dilakukan dalam suasana asam sulfat
 Reaksi adisi dengan brom
 50 mg zat dalam 2 ml asam asetat + ditetesi air brom  apabila ada ikatan
tak jenuh, warna brom hilang
 air brom (1,0 g Br2 atau 0,3 ml Br2 dalam 100 ml asam asetat)

Reaksi golongan … (asam organik, ester, aldehid )


 Pemeriksaan asam organik
 100 mg zat 6 tetes tionilklorida  dipanaskan  sisa kering + 1 ml
hidroksilamin HCl 7 % dalam metanol yang mengandung timolftalein 0,02 %  +
2N KOH dalam metanol  warna biru  didihkan dan dinginkan + 3 N HCl 
warna biru hilang  + Fe(III)klorida 10 % + HCl  kompleks besi-hidroksamat
(warna merah)
 Pemeriksaan ester (reaksi asam hidroksamat)
 50 mg zat + 1 ml hiroksilaminklorida 7 % dalam metanol  perlakuan sama
seperti pada asam organik  asam amida dan asam anhidrida memberikan reaksi
yang sama
 Pemeriksaan aldehida (reaksi Schiff)
 zat dalam air + diasamkan dengan 3N HCl (pH<3) + pereaksi Schiff 
terbentuk warna merah sampai ungu
 Pereaksi Schiff (100 mg rosanilinklorida dalam 50 ml air  dipanaskan  + 1,25 g
natrium sulfit + 20 ml 6N HCl + air sampai 100 ml)

Reaksi golongan … (hasil uraian formaldehid, gugus aktif metilen, idioform)


 Pemeriksaan hasil uraian formaldehida (reaksi asam kromatopat)
 10 mg zat dalam 2 ml asam sulfat pekat + 2-3 mg natrium kromatoprat 
dipanaskan  terbentuk warna biru sampai ungu
 Positif untuk : metamizol, hidroklortiazida, indometasin
 Pemeriksaan gugus aktif metilen
 zat dalam etanol + beberapa butir kristal 1,3-dinitrobenzol + larutan basa
alkali 15 %  terbentuk warna merah
 Positif untuk : diazepam, hidromorfin, oksikodon, hidrokodon
 reaksi idioform
 10 mg zat + 2 ml 3N NaOH + air iodium  dipanaskan  tercium bau
idioform
 air iodium (1,0 g I2, 20 g KI, 100 ml H2O)
 Positif untuk : aseton, etanol, isopropanolol, asam laktat, warfarin

Reaksi golongan … (reaksi besi(III) klorida, Millon, asam sulfat terdiazotasi)


 Reaksi besi (III) klorida
 5 mg zat dalam 1 ml air  netralkan dengan NaHCO3 / HCl  + 2 tetes
FeCl3 1 %  terbentuk warna merah sampai ungu
 Positif untuk : hidoksi aromatik, fenol, enol, pirazolon, fenotiazin,
 Reaksi Millon
 larutan zat + pereaksi milon  dipanskan  terbentuk warna merah
 Pereaksi Millon ( 10 g air raksa dilarutkan dalam 10 g asam nitrat berasap
 diencerkan dengan 20 g air)
 Positif untuk : fenol, nipagin
 Reaksi gabungan dengan asam sulfanilat terdiazotasi
 10 mg zat dalam 1 ml 3N NaOH + asam sulfanilat + NaNO2 10 % 
terbentuk warna merah
 larutan asam sulfanilat (0,5 g asam sulfanilat + 70 ml air + 6,0 ml 6N HCl +
air sampai 100 ml)
 Positif untuk : fenol dan imidazol (tetrasiklin, Parasetamol)

Reaksi khusus
 Reaksi Murexid
 10 mg zat + 1,5 ml hidrogen peroksida + 5 tetes asam sulfat pekat 
dipanaskan sampai kering  + beberapa tetes 6N NH3  terbentuk warna merah-
ungu
 Positif untuk senyawa purin (teofilin, kofein, teobramin, etofilin)
 Reaksi Zwikker
 10 mg zat + 10 tetes pereaksi Zwikker I + Zwikker II  terbentuk warna
ungu
 Pereaksi zwikker I ( kobalt (II) nitrat 1 % dalam metanol)
 Pereaksi Zwikker II (piridin 10 % dalam metanol)
 positif untuk barbiturat, glutetimid, fenitoin, purin, sulfanilamid.
 Reaksi Vitali-Morin
 5 mg zat + 0,5 ml asam nitrat berasap  diuapkan sampai kering  dilarutkan
dalam 5 ml aseton + ditetesi 1 ml 0,1 N KOH-etanol  timbul warna khusus

Pembentukan warna pada reaksi Vitali-Morin


 Senyawa kompleks berwarna dengan krompentoksida yang larut dalam benzol
 10 mg zat dalam air + 5 tetes #N asam sulfat + 1 ml hidrogenperoksida 3 % +
0,5 ml 0,1 N kalium bikromat + 1 ml benzol  dikocok  lapisan benzol berwarna
biru-ungu
 Positif untuk pilokarpin, fenazon, pentetrazol, propifenazon, klortimazol
 Senyawa kompleks berwarna dengan larutan tembaga sulfat dalam basa alkali
 10 mg zat dalam 1 ml air + 3 tetes HCl + 5 tetes CuSO4 2 % + 1 ml 3N NaOH
(sampai basa)  terbentuk warna biru sampai ungu
 Positif untuk etanolamin, asam amino, beberapa sulfonamida
 Reaksi steroida
 zat dalam 2 ml kloroform + 3 ml asam sulfat pekat  lapisan kloroform
berwarna merah (Reaksi Salkowski)
 zat dalam 2 ml kloroform + 10 tetes asam asetat anhidrida + 2 tetes asam
sulfat pekat  terbentuk warna biru sampai hijau. (reaksi Libermann-Buchard)
Parasetamol
 Golongan analisis : 1A, IV
 Pemerian : bubuk putih, tak berbau, rasa pahit
 Kelarutan : air (1:100), etanol (1 : 10), aseton (1 : 20), eter (tak larut)
 Pemeriksaan kualitatif
 1). Reaksi besi(III) klorida  biru-ungu muda
 2). 50 mg zat dalam 3N HCl  panaskan 5 menit  Reaksi diazzo : timbul warna
jingga-merah
 3). reaksi positif dengan asam sulfanilat terdiazotasi
 4). Parasetamol mereduksi pereaksi Tollens
Sulfametoksazol
 Golongan analisis : IA (II)
 Pemerian : bubuk kristal putih sampai kuning-putih, tak berbau, mula-mula tak
berasa lalu agak pahit.
 Kelarutan : air (tak larut), etanol (1: 20), aseton (1 : 5), eter (tak larut), kloroform (tak
larut)
 Pemeriksaan kualitatif :
 1). Reaksi diazzo positif
 2). 5 mg zat dalam 0,5 ml 2N NaOH + air ad 5 ml + 0,1 g fenol  didihkan  + 1 ml
natrium hipoklorit 15 %  timbul warna kuning emas

Diazepam
 Golongan analisis : 1B, II
 Pemerian : bubuk kristal tak berwarna, rasa agak pahit
 Kelarutan : air (1:350), etanol (1 : 20), aseton (1 : 5), eter (1:50), kloroform (1:5)
 Pemeriksaan kualitatif
 1). 5 mg zat + 1 ml 3N HCl  dipanaskan  timbul warna kuning lemah
 2). Reaksi terhadap gugus metilen yang aktif  merah
Nikotinamid
 Golongan analisis : V (II, IV)
 Pemerian : bubuk kristal tak berwarna, rasa pahit.
 Kelarutan : air (1:1), etanol (1: 2), aseton (1 : 20), eter (tak larut), kloroform (1 : 900)
 Pemeriksaan kualitatif :
 1). 100 mg zat + 5 ml 6N NaOH  dipanaskan  terbentuk amoniak
 2). 100 mg zat + 100 mg natrium karbonat  dikeringkan  tercium bau piridin
 3). 1 bagian zat + 2 bagian 2,4-dinitroklorbenzol  dilebur dan larutkan dalam 2 ml
0,5 N etanol-KOH  terbentuk warna merah tua.
3.3. ALAT DAN BAHAN

3.3.1. Organoleptis

Alat : kaca arloji, tabung reaksi, spatula, pipet tetes


Bahan : beberapa zat kimia padat dan zat kimia cair

3.3.2. Uji Pemanasan

3.3.3. Uji nyala

Alat : 1. kawat Ni-krom 3. penjepit tabung reaksi


2. Tabung reaksi 4. lampu spiritus atau Bunsen
Bahan : zat padat atau larutan senyawa obat yang diperiksa

3.4.PROSEDUR

3.4.1. Organoleptis

a. sejumlah zat padat diletakkan pada kaca arloji untuk bahan padat
b. jika zat yang diperiksa cairan maka dimasukkan zat cair tersebut
secukupnya ke dalam tabung reaksi.
c. Berbagai karakteristik zat diamati seperti warna, bentuk kristal dan bau
dari tiap-tiap zat

3.4.2. Uji Pemanasan

a. Sejumlah zat yang sudah disiapkan pengawas praktikum dimasukkan ke


dalam tabung reaksi
b. Panaskan zat tersebut dengan api spiritus atau api bunsen yang dapat
diatur besar kecilnya api dan mulai dari api kecil
c. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat

3.4.3. Reaksi identifikasi senyawa obat

a. Lakukan reaksi warna dan uji pendahuluan masing-masing senyawa


sampel yang diberikan aisten
b. Tentukan senyawa yang diberikan berdasarkan hasil reaksi warna yang
dilakukan.
c. Buatkan pereaksi spesifik untuk identifikasi senyawa obat dari masing-
masing golongan obat.

3.5.Tugas Pendahuluan

a. Carilah reaksi identifikasi dari beberapa golongan obat yang saudara


ketahui
b. Sebutkan cara identifikasi senyawa obat selain reaksi warna
c. Sebutkan pereaksi spesifik dari masing-masing contoh masing-masing
golongan obat yang saudara ketahui
BAB IV
ACIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

3.1. MENGENALI SIFAT ASAM DAN BASA SENYAWA

3.1.1. Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat nilai tuntas dengan indikasi:
a. Sifat asam dan basa suatu zat dapat dibedakan dengan benar
b. tingkat keasaman suatu zat dapat diukur dengan benar
c. tingkat kebasaan suatu zat dapat diukur dengan benar
d. nilai pH suatu larutan dapat diukur dengan benar

3.1.2. Dasar Teori

Sifat asam dan basa suatu senyawa dapat diuji dengan kertas lakmus. Jika
kertas lakmus biru oleh sesuatu zat diubah menjadi merah, maka zat tersebut bersifat
asam. Jika kertas lakmus merah diubah menjadi biru, maka zat tersebut adalah basa
atau bersifat basa.
Sifat asam maupun basa bisa diterangkan dengan tiga teori asam basa
menurut :
Arrehenius
Bronsted – Lowry
Lewis
Sedangkan kekuatan asam dan basa dapat diukur dengan pH paper universil
atau dengan pH meter.

3.1.3. Tugas Pendahuluan

a. Rangkumlah kembali mengenai teori asam basa yang pernah diajarkan


minimal dari tiga ilmuwan terkemuka
b. Berikan contoh minimal 3 zat dari jenis berikut ini berikut penjelasan
singkatnya:
1. Asam kuat
2. Basa kuat
3. Asam lemah
4. Basa lemah

3.1.4. Bahan dan Alat

3.1.4.1. Bahan (Ditentukan oleh pengawas praktikum)

a. Larutan A
b. Larutan B
c. Larutan C
d. Larutan D

3.1.4.2. Alat

1. Plat Tetes
2. pH paper universal 4 potong
3. kertas lakmus biru 4 potong
4. kertas lakmus merah 4 potong
5. pH meter digital

3.1.5. Prosedur Percobaan

a. 4 buah pH paper universal & 4 buah kertas lakmus dimasukkan


masing-masing ke dalam minimal 5 ml larutan yang telah
disediakan
b. Perubahan yang terjadi diamati.
c. perubahan pada kertas universal dibandingkan warnanya dengan
indikator pada kemasan kertas universal dan hasilnya dicatat
d. ukur masing-masing larutan dengan pH meter yang tersedia
sesuai dengan prosedur untuk alat pH meter tersebut
e. hasil dari ketiga cara tersebut dibandingkan

3.1.6. Lembar Kerja Mahasiswa

Nama Mahasiswa : ……………………………. Pembimbing :


…………………..
NIS : ……………………………. Paraf : …………………..
Judul Praktikum : Mengenali Sifat Asam Dan Basa Senyawa
Tanggal : ……………………………..

3.1.6.1. Tugas Pendahuluan

a. Berikan uraian singkat mengenai tiga teori terkemuka mengenai sifat asam-
basa suatu zat!
b. Apa yang dimaksud dengan pH?
c. Cari informasi mengenai kertas lakmus beserta alasan perubahan ketika
dicelupkan pada senyawa asam/basa!
d. Cari informasi mengenai pH meter digital yang ada di laboratorium yang
akan digunakan dalam praktikum!

3.1.6.2. Hasil Pengamatan


3.2. MELAKUKAN TITRASI ASAM - BASA

3.2.1. Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat nilai tuntas dengan indikasi:
a. Proses titrasi dapat dilakukan dengan benar
b. Titrasi asidimetri dapat dilakukan dengan benar
c. Titrasi alkalimetri dapat dilakukan dengan benar
d. Hasil titrasi dapat dihitung dengan benar

3.2.2. Dasar Teori

Analisis titrimetri yang sering disebut titrasi volumetrik adalah metode


penentuan kadar suatu zat dalam bentuk larutan dengan cara meneteskan zat titran
(yang berada dalam buret) pada titrat (zat yang ditetesi titran yang berada pada
Erlenmeyer). Tetesan titran dari buret diatur sedemikian rupa hingga dihentikan
apabila diperoleh tanda yang diperlihatkan pada titrat sebagai indikasi bahwa reaksi
pada titrat telah mencapai tingkat yang diharapkan sehingga diperoleh volume titran
sebagai bahan perhitungan analisis penentuan kadar. Tanda berakhirnya titrasi
tersebut umumnya menggunakan zat berwarna yang dapat berubah saat reaksi
tertentu yang sering disebut dengan indikator. Kadar yang dicari tergantung tujuan
dari titrasi, bisa titran atau titrat yang ingin dicari kadarnya.
Titran

Titrat

Asidimetri adalah metode titrasi dengan menggunakan larutan asam yang sudah
diketahui sebelumnya (titran) digunakan untuk mencari kadar suatu larutan basa.
Larutan asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat dan asam
borat. Sedangkan Alkalimetri adalah kebalikan dari asidimetri yaitu mencari kadar
suatu larutan asam dengan menggunakan larutan basa yang sudah diketahui kadarnya
sebagai titran. Larutan basa yang biasa digunakan adalah NaOH. Indikator yang sering
digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah phenoftalein (pp), bromtimol biru
(bb) dan metil merah.

3.2.3. Bahan dan Alat

3.2.3.1. Bahan

a. HCl 0,1 M (Disiapkan oleh pengawas)


b. NaOH 0,1 M (Disiapkan oleh pengawas)
c. Larutan asam A (Disiapkan oleh pengawas)
d. Larutan basa B (Disiapkan oleh pengawas)
e. indikator phenoftalein
f. indikator metil merah
3.2.3.2. Alat

Satu set perlengkapan titrasi (lihat di peralatan yang wajib dibawa pada tata
tertib praktikum)

3.2.4. Prosedur Percobaan

Alkalimetri:
1. Larutan A diambil menggunakan pipet volume dengan ukuran yang
ditentukan oleh pengawas kemudian hasilnya dimasukkan dalam
Erlenmeyer.
2. 2-3 tetes indikator pp ditambahkan pada larutan langkah 1.
3. Digunakan titran NaOH 0,1 N dan Volume awal pada buret dicatat
4. Larutan pada langkah 2 di titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna
merah muda yang timbul stabil atau tidak hilang lagi saat titrasi
berlangsung.
5. volume akhir titran diukur dan dicatat.
6. Langkah 1 sampai 5 diulangi hingga diperoleh 2 volume awal dan 2
volume akhir.
7. dilakukan perhitungan dengan format sebagai berikut :
a. volume rata-rata hasil titrasi dicari

Tabel 3 Perhitungan Volume Hasil Pengukuran

Pembacaan Buret I II
Akhir Titrasi ……… ml ……… ml
Awal Tirasi ……… ml ……… ml
Volume Larutan NaOH ……… ml ……… ml
Rata-rata ……………………..

b. jumlah mol titran dicari menggunakan volume rata-rata hasil


titrasi
c. jumlah mol titrat dicari dengan persamaan reaksi menggunakan
mol titran yang sudah diketahui
d. kadar titrat dihitung menggunakan jumlah mol dan volume titrat
yang sudah diketahui
contoh perhitungan:
diketahui:
1. volume hasil rata-rata titran = 12,5 ml NaOH 0,1 M
2. volume titrat HCl yang digunakan adalah 20 ml
3. reaksi netralisasi antara HCl dengan NaOH adalah
HCl + NaOH NaCl+H2O
Maka langkah untuk mencari kadar HCl yang di titrasi adalah:
1. jumlah mol NaOH yang bereaksi saat titrasi adalah
L
12,5 ml × 0,1 M × =0.00125 mol
1000 ml
2. mol ekuivalen dari HCl sesuai persamaan reaksi adalah 0,00125 mol
0,00125 mol 1000
3. kadar HCl bila dihitung adalah × =0,0625 M
20 ml L

Asidimetri:
Langkah seperti alkalimetri dilakukan sama untuk setiap tahap dengan
digunakan titran HCl 0,1 M dan titrat larutan B dan indikator yang digunakan adalah
metil merah.

3.2.5. Lembar Kerja Mahasiswa

Nama Mahasiswa : ……………………………. Pembimbing :


…………………..
NIS : ……………………………. Paraf : …………………..
Judul Praktikum : MELAKUKAN TITRASI ASAM - BASA
Tanggal : ……………………………..

3.2.6. Tugas Pendahuluan

1. Jawablah pertanyaan berikut ini


a. Apa yang dimaksud dengan larutan
b. Apa yang dimaksud dengan mol
c. Apa yang dimaksud dengan molaritas (M) dan normalitas (N), apa
perbedaannya?
d. Apa yang dimaksud dengan pH
e. Berapa mol zat di bawah ini:
1) NaOH 4 gr
2) HCl 3,5 gr
3) H2SO4 100 gr
4) 0,1 M HNO3 200ml
5) 30 % b/v NH4OH 200ml
f. Hitunglah pH larutan di bawah ini:
1) HCl 0,1 M
2) NaOH 0,1 M
3) H2SO4 0,1 M
4) CH3COOH 0,1 M
5) NH4OH 0,1 M
g. Bagaimana cara membuat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 200 ml
bila terdapat zat padat NaOH sebanyak 1kg ? buatlah prosedur
baku lengkap dengan alat dan bahan!
h. Bagaimana cara membuat larutan HCl 0,01 M bila terdapat HCl
yang mempunyai BJ = 1,1878 dan konsentrasinya 37% (Mr = 36,5) ?
buatlah prosedur baku lengkap dengan alat dan bahan!
i. Berapa gram dibutuhkan HCl untuk menetralkan NaOH 0,01 M
sebanyak 150 ml?
j. Berapakah kadar 100ml sampel NaOH yang di titrasi dengan HCl
0,1 M bila ketika di titrasi dibutuhkan titran sebanyak 22.5 ml?

3.2.7. Hasil Pengamatan


3.3. MEMBUAT LARUTAN BAKU PEMBANDING DAN LARUTAN HASIL
PEMBAKUAN

3.3.1. Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat nilai tuntas dengan indikasi:
a. Pengertian larutan baku pembanding dapat disebutkan dengan benar
b. Pengertian larutan hasil pembakuan dapat disebutkan dengan benar
c. larutan baku pembanding primer dapat dibuat dengan benar
d. Proses pembakuan larutan baku pembanding sekunder dapat dilakukan
dengan benar

3.3.2. Dasar Teori

Pada praktikum sebelumnya kita menentukan kadar suatu zat dengan cara
titrasi dengan menggunakan titran yang sudah diketahui kadarnya sebelumnya. Yang
menjadi masalah adalah kepastian data mengenai kadar titran harus terjamin. Bila
kadar titran tidak tepat maka kadar zat hasil titrasi tidak akurat. Bila titran terjamin
kadarnya maka dengan teknik yang baik hasil titrasi dari zat akan lebih akurat.
Kepastian kadar titran sangat terkandung dari zat sumber titran tersebut.
Bila titran tersebut mempunyai karakteristik yang stabil pada penyimpanan dan
pada proses pelarutan maka kadar yang tercantum pada label bahan tersebut akan
sesuai dengan hasil perhitungan. Namun bila zat tersebut tidak stabil maka kadar zat
harus di ukur kembali dengan teknik-teknik tertentu. Sumber pembuatan zat juga
sangat mempengaruhi kepastian kadar suatu zat. Bila zat tersebut termasuk kategori
teknis maka kadar zat tidak terjamin secara praktis untuk tujuan analitis. Bila zat
tersebut diproduksi untuk tujuan analitis maka zat tersebut termasuk kategori pro
analitis (PA) yang sudah tentu harga dan kualitasnya jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan zat kategori teknis.
Untuk dapat menentukan kadar larutan dengan metode titrasi diperlukan suatu
larutan lain yang kadarnya telah diketahui. Larutan ini sering disebut sebagai larutan
baku. Larutan baku dibedakan atas larutan baku primer dan larutan baku sekunder.
Larutan baku primer merupakan larutan yang diperoleh dari zat padat yang
mempunyai karakteristik relatif stabil kadarnya secara analitis bila dibuat dalam
bentuk larutan sehingga dapat dijadikan sebagai patokan atau standar pertama dari
suatu larutan baku. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan yang kadarnya
diketahui dengan cara menggunakan larutan baku primer melalui metode titrasi.
Larutan baku sekunder inilah yang sering digunakan dalam titrasi karena dapat dibuat
dalam skala banyak untuk satu kali penentuan kadar sampel dengan harga relatif
murah bila dibandingkan larutan baku primer. Daftar bahan baku untuk membuat
larutan baku primer dapat dilihat pada Farmakope edisi IV pada bagian Larutan
Volumetrik (LV) halaman 1212.
Khusus untuk titrasi asidi-alkalimetri umumnya digunakan baku pembanding
primer dalam bentuk zat padat yang dibuat larutan baku primer sebagai titrat.
Sedangkan titran yang digunakan justru akan dicari kadar sebenarnya dengan
menggunakan larutan baku primer tersebut.
Larutan baku primer yang sering digunakan dalam asidimetri adalah larutan
borax (B4O7). Keuntungan standarisasi dengan borax daripada yang lain adalah Borax
mempunyai sifat anhygropic (tidak mudah menyerap air) sehingga dalam penyimpanan
kadar air dapat diabaikan. Kemudian dalam penggunaannya ada titrasi didapat titik
akhir titrasi pada temperatur kamar yang jelas dengan menggunakan indikator metyl
merah. Reaksi titrasi borax dengan titran HCl adalah sebagai berikut:
2H+ + B4O7 + 5H2O 4H3BO3 + Na2+

1 gr Na2B4O7 = 2 grek Na2B4O7


Dengan menggunakan larutan baku primer borax maka akan diperoleh HCl yang
sudah dibakukan dan dapat digunakan untuk titrasi asidimetri. Untuk melakukan
titrasi alkalimetri maka dilakukan terlebih dahulu pembakuan NaOH dengan
menggunakan HCl yang sudah baku.

3.3.3. Bahan dan Alat

3.3.3.1. Bahan

a. Borax PA (jumlah ditentukan pengawas)


b. HCl (konsentrasi ditentukan pengawas)
c. Indikator MO
3.3.3.2. Alat
a. Satu set peralatan titrasi
b. Satu set peralatan pengenceran

3.3.3.3. Prosedur Percobaan

1. Borax PA ditimbang dengan jumlah tertentu yang telah ditentukan


pengawas
2. Borax yang telah ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu ukur
sesuai ukuran yang telah ditentukan pengawas.
3. Larutan borax diambil beberapa ml sesuai yang ditetapkan pengawas
praktikum kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
4. Beberapa tetes indikator MO ditambahkan
5. Larutan langkah 4 di titrasi dengan larutan HCl yang akan dibakukan
secara perlahan-lahan dengan dikocok hingga warna berubah dari
kuning menjadi merah muda
6. Langkah 3 hingga 5 diulangi sekali lagi dan masing-masing volume
titrasi dicatat
7. Kadar HCl dihitung dengan format sebagai berikut:
a. volume rata-rata hasil titrasi dicari

Tabel 4 Perhitungan Volume Hasil Pengukuran

Pembacaan Buret I II
Akhir Titrasi ……… ml ……… ml
Awal Tirasi ……… ml ……… ml
Volume Larutan HCl ……… ml ……… ml
Rata-rata ……………………..

b. jumlah mol titrat dicari menggunakan rumus pencarian mol dari


hasil perkalian kadar dengan volume titrat volume yang di titrasi
c. jumlah mol titran dicari dengan persamaan reaksi menggunakan mol
titrat yang sudah diketahui
d. kadar titran dihitung menggunakan jumlah mol titrat dan volume
peniter (hasil titrasi) yang sudah diketahui
contoh perhitungan:
diketahui:
1. volume titrat borax yang digunakan misal 20 ml
2. konsentrasi borax misalkan 0,1 M
3. reaksi netralisasi antara HCl dengan borax adalah
2H+ + B4O7 + 5H2O 4H3BO3 + Na2+
Maka langkah untuk mencari kadar HCl yang di titrasi adalah:
L
1. Jumlah mol borax adalah 0,1 M x 20 ml x = 0,002 mol
1000 ml
2. Perbandingan mol antara HCl dengan borax menurut reaksi adalah 2:1
maka perbandingan HCl dengan borax saat titrasi seharusnya 0,004 mol
: 0,002 mol dengan kata lain mol HCl yang seharusnya bereaksi adalah
0,004 mol
3. volume hasil rata-rata titran misalkan = 12,5 ml , maka kadar HCl yang
sudah dibakukan adalah:
0,004 mol 1000
× =0,32 M
12,5 ml L

3.3.4. Lembar Kerja Mahasiswa


Nama Mahasiswa : ……………………………. Pembimbing :
…………………..
NIS : ……………………………. Paraf : …………………..
Judul Praktikum : Membuat Larutan Baku Pembanding dan Larutan Hasil
Pembakuan
Tanggal : ……………………………..

3.3.4.1. Tugas Pendahuluan


1. Carilah karakteristik dari beberapa zat berikut ini dari berbagai pustaka
monografi:
a. Borax
b. Natrium karbonat
c. Asam oksalat
2. Berapa kadar HCl yang telah dibakukan dengan Borax (2,122 gr dalam
100 ml) bila HCl yang dibutuhkan dalam titrasi adalah 20,5 ml?
3. Carilah dari literatur mengenai pembakuan zat di bawah ini:
a. HCl
b. NaOH
c. H2SO4

3.3.4.2. Hasil Pengamatan


BAB V

ARGENTOMETRI

Tujuan

Menentukan kadar halogen atau pseudo halogen pada suatu campuran


Teori

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kada halogenida dan


senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan.
Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi
kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung
ion klorida atau bromide. Sisa AgNO3, selanjutnya dititrasi kembali dengan ammonium
tiosianat menggunakan indikator besi (III) ammonium sulfat.

Titrasi Argentometri terbagi menjadi beberapa metoda penetapan disesuaikan


dengan indicator yang diperlukan dalam penetapan kadar, diantara metoda tersebut
adalah:

1. Metode Mohr : Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi
endapan perak nitrat klorida dan setelah mencapai titik ekuivalen, maka
penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk
endapan dengan kromat yang berwarna merah.

2. Metode Volhard : Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dalam
larutan baku kalium atau ammonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan
secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)tiosianat.
3. Metode Fajans : pada metode ini digunakan indikator absorpsi, sebagai kenyataan
bahwa pada titik ekuivalen indikator terabsorbsi oleh endapan. Indikator ini
tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan.

Pada praktikum ini hanya akan dilakukan menggunakan metoda Mohr untuk
penetapan kadar halogen (klorida)

Larutan - larutan

1. NaCI 0,03 N

2. AgNO3 0,03 N

3. Indikator K2CrO4

Langkah Kerja

a. Pembuatan Larutan-larutan

1. Larutan Baku Primer NaCl 0,03 N

NaCl dikeringkan dahulu dalam oven pada temperature 500-600°C,


kemudian simpan dalam desikator. Setelah dingin kemudian ditimbang
dengan teliti sebanyak yang dibutuhkan dan larutkan dalam aquadest
sebanyak yang dibutuhkan.

2. Larutan Baku Sekunder

Larutkan AgNO3 dengan aquadest, simpan dalam botol coklat.

3. Indikator K2CrO4

Larutan 5% b/v, diambil 1 mL untuk volume air 50-100 mL. Apabila


padatan buat larutan K2CrO4 0,1 % dengan melarutkan K2CrO4 dengan
aquadest.

b. Pembakuan

Pipet 10 mL NaCl, masukkan ke dalam Erlenmeyer tambahkan 4-5 tetes


indikator K2CrO4 kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 (dikocok cepat
terutama menjelang titik akhir titrasi), sampai terbentuk endapan merah bata.
Catat volume AgNO3, lakukan titrasi minimal duplo.

c. Penetapan Sampel
Pipet 10 mL larutan sampel, masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan

4-5 tetes larutan indikator K2CrO4, kemudian titrasi dengan larutan AgNO3

sampai terbentuk endapan merah bata.Catat volume AgNO3, lakukan titrasi


minimal duplo
PRAKTIKUM VI
KOMPLEKSOMETRI

Tujuan

Menentukan kadar suatu logam dalam campuran

Teori

Titrasi kompleksometri adalah suatu analisis volumetri berdasarkan reaksi


pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks
(ligan). Ligan yang banyak digunakan adalah dinatrium etilen, dianida tetra asetat
(NA2EDTA).

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul
netral (Basset, 1994)

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi


pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat
kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan : M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O

Titrasi kompleksometri dilakukan dengan beberpa cara tergantung dari reaksi


yang terjadi antara senyawa uji dengan baku primer atau baku sekunder diantaranya :
titrasi langsung; titrasi kembali; titrasi substitusi; titrasi tidak langsung; dan titrasi
alkalimetri

Larutan – larutan

1. Larutan ZnSO4.7H2O 0,05 M

2. Na2EDTA 0,05 M
3. Larutan Dapar Salmiak pH 10

Langkah Kerja

a. Pembuatan Larutan

1. Larutan baku primer ZnSO4.7H2O 0,05 M

Timbang dengan teliti ZnSO4.7H2O, masukkan dalam labu ukur 100 mL,
tambahkan 1-2 mL H2SO4 4 N, kemudian encerkan hingga tanda batas.

2. Larutan baku sekunder Na2EDTA 0,05 M


Larutkan Na2EDTA dalam aquadest.

3. Larutan dapar salmiak pH 10

142 mL amoniak pekat dicampur dengan 17,5 g NH4Cl, encerkan dengan


aquadest sampai volume 250 mL, periksa pHnya, bila perlu tambahkan HCl
atau NH4OH sampai pH 10 ± 0,1.

- Indikator
a) Eriochrom Black T (EBT)

1 g EBT dihaluskan (digerus) dengan 100 g NaCl kering, simpan


dalam botol kering.

b) Murexide

1 g murexide ditambah NaCl 1 : 100, dihaluskan dan disimpan


dalam botol kering.

b. Pembakuan Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O

Pipet 10 mL larutan ZnSO4.7H2O, masukkan ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan 1 mL


dapar salmiak pH 10 dan tambahkan ± 25 mg EBT. Titrasi dengan larutan Na2EDTA
sampai terjadi perubahan warna dari anggur merah menjadi biru. Catat volume
Na2EDTA, lakukan titrasi minimal duplo

c. Penetapan sampel

1. Penetapan kadar Magnesium


Pipet 10 mL MgCl2 masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 1 mL larutan
dapar salmiak pH 10 dan indikator EBT. Titrasi dengan Na2EDTA pada suhu
40°C sampai terjadi perubahan dari merah anggur menjadi biru.

2. Penetapan kadar Kalsium


3. Pipet 10 mL larutan kalsium masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan KOH 2
M sampai netral, tambahkan 25 mg murekside dan titrasi dengan larutan
Na2EDTA menjelang titik akhir titrasi (TAT). Penambahan larutan peniter pelan-
pelan sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi ungu.
PRAKTIKUM VII
PERMANGANOMETRI

Tujuan

Menentukan kadar senyawa reduktor

Teori

Titrasi permanganometri adalah salah satu bagian dari titrasi redoks (reduksi-
oksidasi). Rekasinya adalah merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan
oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi).
Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh suatu zat, sedangkan reduksi adalah
pengambilan elektron oleh suatu zat. Reaksi oksidasi ditandai dengan bertambahnya
bilangan oksidasi sedangkan reduksi sebaliknya.

Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri


dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri (autoindikator). Perlu diketahui
bahwa larutan Kalium permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri
harus distandarisasi terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat
dapat dipergunakan zat reduktor seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra
oksalat, dan lain-lain.

Larutan Kalium permanganat yang telah distandarkan dapat dipergunakan dalam 3


jenis titrasi, yaitu:

a. Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi langsung kation-kation

atau ion-ion yang dapat dioksidasi. Zat-zat tersebut antara lain adalah

Dalam suasana asam reaksi paro kalium permanganat adalah sebagai berikut:
2+
MnO4 + 8 H + 5 e Mn + 4H2O
0
potensial standar dalam larutan asam ini adalah sebesar (E = 1,51 volt). Jadi
kalium permanganat merupakan oksidator yang sangat kuat. Dari persamaan
reaksi di atas dapat diketahui bahwa berat ekivalen (BE) dari KMnO4 adalah
1/5 dari berat molekulnya, karena tiap mol kalium permanganat setara
dengan 5 elektron sehingga valensinya 5 dan BE=1/5 BM.b.
Dipergunakan dalam suasana asam utuk titrasi tidak langsung zat-zat yang
dapat direduksi (oksidator). Di dalam tiap-tiap penentuan, sejumlah tertentu
reduktor ditambahkan dengan larutan oksidator yang akan dianalisa, setelah
reduksi sempurna, kelebihan reduktor dititrasi dengan larutan kalium
permanganat standar, beberapa zat yang dapat digunakan dengan cara ini
4+
antara lain; MnO4, Cr2O7, MnO2, Mn3O4, PbO2, PbO3,PbO4. Ce .

c. Digunakan dalam suasana netral atau basa untuk menitrasi beberapa zat.

Dalam hal ini permanganat direduksi menjadi MnO2 yang berbentuk endapan.
2+
Beberapa zat yang dapat ditentukan dengancara ini adalah: Mn ,
HCOOH.

Asam Sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya
karena jika digunakan asam klorida maka kemungkinan akan terjadi reaksi seperti di
bawah ini:
- + -
2 MnO4 + 16 H + 10 Cl 2 Mn + 5Cl2 + 8 H2O

dengan demikian, sebagian permanganatnya digunakan untuk pembentukan klorin.


Reaksi ini terutama terjdi dengan garam-garam besi. Adanya mangan dioksida dapat
mempercepat peruraian permanganat karena mangan dioksida tersebut memperbanyak
pembentukan mangan dioksida sehingga peruraian bertambah cepat . Ion-ion mangan
juga dapat beraksi dengan permanganat membentuk mangan dioksida menurut reaksi:
- -
2 MnO4 + 2H2O 4MnO2 + 3 O2 + 4 OH

dan sebagaimana dijelaskan diatas, reaksi ini dikatalisis oleh MnO2 padat.

Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis kuat, maka
- -
ada 2 kemungkinan reaksi, yaitu pertama: reaksi yang berjalan relatif cepat: MnO4 + e
2-
MnO4

dan reaksi kedua yang berlangsung relatif lambat:

2- - -
MnO4 + 2H2O + e MnO2 + 4 OH
0
potensial standar reakasi yang pertama E = 0,56 volt, sedangkan pada reaksi kedua
0
sebesar E = 0,60 volt. Dengan mengatur suasana sebaik-baiknya (misalnya menambah
ion barium yang dapat membentuk endapan barium manganat) maka reaksi pertama
dapat berjalan baik sekali.

Dalam membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang
dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara
lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah
dioksidasi.

Alat dan Bahan

a. Alat: gelas ukur, gelas erlenmeyer, Ball-pipette, labu erlemeyer, labu ukur, buret

b. Bahan: aquadest, KMnO4, H2C2O4, H2SO4

Langkah kerja

1. Pembuatan larutan

a. Larutan baku primer (H2C2O4.2H2O)

Buat larutan H2C2O4.2H2O 0,1 N dengan aquadest dalam labu ukur 100,0 mL.
BE=1/2 BM, BM= 214

b. Larutan baku sekunder (KMnO4.5H2O) BE = 1/5 BM

KMnO4 merupakan oksidator kuat sehingga harus ditimbang dalam kaca arloji.
Buat larutan baku sekunder KMnO4.5H2O dengan konsentrasi 0,1

N sebanyak 1 L dengan aquadest. Larutan didihkan selama 15-20 menit,


kemudian saring dengan glasswol. Filtrat ditampung dalam botol bersih bebas
lemak dan ditutup. Bila selama penyimpanan terbentuk lagi endapan, maka
harus disaring lagi sebelum distandarkan.
2. Pembakuan larutan KMnO4
Pipet 10 mL asam oksalat, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 6 mL H2SO4
o
4N, panaskan pada temperatur 80-90 C. Titrasi dengan larutan KMnO4 sampai terbentuk
warna rose. Catat volume KMnO4, lakukan titrasi minimal duplo dan hitung sebelum
distandarkan.

3. Penetapan sampel

Pipet 10 mL larutan sampel, masukkan ke dalam labu erlemeyer. Tambahkan 6 mL


o
H2SO4 4N, panaskan pada temperatur 80-90 C. Titrasi dengan larutan KMnO4
sampai terbentuk warna rose. Catat volume KMnO4, lakukan titrasi minimal duplo
dan hitung sebelum distandarkan.
PRAKTIKUM VIII
IODOMETRI

Tujuan :

Menetapkan kadar suatu senyawa dengan titrasi iodometri

Teori

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi
iodometri disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada
sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.

Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya
lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan
hidroksida membentuk iodida dan hipoyodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan
iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak
kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial
anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna
oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya
reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.

Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak udah
larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang
sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan
pada awal titrasi. Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning
pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tia- tiba. Titik akhir titrasi
ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening

Reaksi

Reaksi pembakuan
KIO3 + 5 KI + 3 H2SO4  K2SO4 + 3 H2O + 3 I2
-
BE= mol zat KIO3 ~ 1 mol I

-
1 mol KIO3 ~ 3 mol I2

1 mol KIO3 ~ 6 mol

-
1/6 mol KIO3 ~ 1 mol I

BE KIO3 = 1/6 mol

Reaksi penetapan kadar


CuSO4 + 2KI  CUI2 + K2SO4

2 CUI2  2CUI + I2

2 mol CuSO4 ~ 1 mol I2

-
2 mol CuSO4 ~ 2 mol I

-
1 mol CuSO4 ~ 1 mol I

BE CuSO4= 1 mol

Alat dan Bahan

a. Alat: gelas ukur, gelas erlenmeyer, Ball-pipette, labu erlemeyer, labu ukur, buret

b. Bahan: aquadest, KIO3, Na2S2O3.5H2O, Amylum, CuSO4, Na2CO3

Langkah kerja

1. Pembuatan larutan

a. Larutan baku primer (KIO3)

Buat larutan KIO3 0,1 N dalam labu ukur 100,0 mL. b.


Larutan baku sekunder (Na2S2O3.5H2O)

Buat larutan baku sekunder dengan konsentrasi 0,1 N sebanyak 1 L


dengan aquadest yang telah didihkan, tambahkan 0,1 g Na2CO3, diamkan selama
satu hari sebelum dibakukan, bila perlu didekantasi.

c. Larutan indikator amylum 1%

Buat pasta 1 g amylum dalam sedikit air, tuangkan pasta tersebuit ke


dalam 100 mL air mendidih sambil diaduk terus, dinginkan.
2. Pembakuan larutan Na2S2O3

Pipet 10 mL KIO3, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL H2SO4 2N


dan 1 g kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan Na2S2O3 sampai larutan berwarna
kuning, tambahkan 2 mL amylum dan titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan
warna dari biru menjadi tidak berwarna.

3. Penetapan sampel

Pipet 10 mL larutan CuSO4, masukkan ke dalam labu erlemeyer. Tambahkan 2 mL


H2SO4 2N dan 1 g kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan Na2S2O3 sampai
larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amylum dan titrasi dilanjutkan sampai
terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna
BAB VIX
SPEKTROFOTOMETRI

6.1.Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat nilai tuntas dengan indikasi:
a. Prinsip dasar penentuan kadar dengan metode spektrofotometri dapat
dijelaskan dengan benar
b. Larutan untuk pengukuran spektrofotometri dapat dibuat dengan benar
c. Penentuan kadar sampel dengan metode spektrofotometri dapat
dilakukan dengan benar

6.2. Dasar Teori

A. Hukum Lambert-Beer
Adalah hubungan jumlah zat atau warna yang diserap oleh larutan yang disebut
absorbansi A dengan zat-zat c. di mana salah satu larutan telah diketahui
konsentrasinya, untuk kedua larutan tersebut maka :
A1 = a . b1c1 dan A2 = a . b2c2
Dengan : a = tetapan jenis zat
b = tebal ukuran yang disinari
c = konsentrasi zat
Jika kedua larutan tersebut kepekatannya sama maka :
A1 = A2
ab1c1 = ab2c2
b1c1 = b2c2
B. Hukum Boogner Lambert
Lambert menyelidiki hubungan antara intensitas mula-mula dan setelah melalui
media. Hubungan antara tebal dari suatu media dan serapan sinar dikenal sebagai :
“ Hukum Boogner Lambert”
Apabila sinar monokromatis mengenai suatu media yang transparan, maka
berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang
dilewatinya. Maka semakin tebal suatu media, semakin banyak pula cahaya yang
hilang (intensitasnya berkurang) karena semakin banyaknya cahaya yang diserap oleh
media.
Dapat kita katakan, bahwa :
DI = K.I.dt
Dengan : I = intensitas sinar mula-mula
K = koefisien serapan
t = tebal media yang ditembus
C. spektroskopi uv-vis
Umumnya spektroskopi dengan sinar ultraviolet (UV) dan sinar tampak (VIS)
dibahas bersama karena sering kedua pengukuran dilakukan pada waktu yang sama.
Berkaitan dengan proses berenergi tinggi yakni transisi elektron dalam molekul,maka
informasi yang didapat cenderung untuk molekul keseluruhan bukan bagian-bagian
molekulnya dengan kata lain setiap molekul akan memiliki ciri masing-masing dari
hasil interaksi dengan sinar uv/vis.
Metode ini sangat cocok untuk tujuan analisis karena metode ini sangat
sensitif, sangat kuantitatif dan jumlah sinar yang diserap oleh sampel diberikan oleh
ungkapan hukum Lambert-Beer. Menurut hukum Beer, absorbans larutan sampel
sebanding dengan panjang lintasan cahaya d dan konsentrasi larutannya c

di mana,
A= serapan
Io = Intensitas sinar yang datang
I = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = absorptivitas molar
ι = panjang atau tebal larutan
c = konsentrasi larutan
Gambar 24 Contoh instrumen spektrofotometri uv-vis

Spektrofotogram adalah hasil cetak dari instrumen spektrofotometri yang


menggambarkan serapan sinar uv/vis yang terdeteksi dari suatu zat dengan panjang
gelombang yang berbeda-beda sehingga diperoleh satu titik panjang gelombang saat
sinar diserap paling tinggi atau disebut panjang gelombang serapan maksimum (λ max).

Gambar 25 Contoh model struktur senyawa isoprene dengan spektrogramnya

D. Profil Fisikokimia Parasetamol


1) Nama lain : Asetaminofen
2) Nama kimia : 4’-hidroksiasetanilida
3) Struktur molekul :
Gambar 26 Struktur molekul parasetamol

4) Rumus molekul : C8H9NO2


5) Berat molekul : 151,61
6) Bentuk : serbuk hablur
7) Warna : putih
8) Rasa : sedikit pahit
9) Bau : tidak berbau
10)Kelarutan : larut 1:70 dalam air dingin, 1:20 dalam air mendidih, 1:7
dalam etanol, 1:13 dalam aseton, 1:40 dalam gliserol, 1:9 dalam
propilenglikol. Larut dalam metanol, dimetilformamida, etil diklorida,
etil asetat, dan dalam larutan alkali hidroksida.
11) Titik leleh : 168-172oC
12) pH : 5,3-6,5
13) Stabilitas : Laju penguraian parasetamol dalam larutan bervariasi
tergantung pada pH dan temperatur. Parasetamol dapat dihidrolisis oleh
katalis asam maupun katalis basa, dan merupakan hal yang utama yang
berkenaan dengan parasetamol, ion hidrogen dan konsentrasi ion
hidroksida. Laju penguraian parasetamol secara langsung tergantung
pada konsentrasi parasetamol dan tidak dipengaruhi kekuatan ion. Pada
rentang pH 2 – 9 energi aktivasi penguraian parasetamol 73,22 kJ/mol
dan reaksi hidrolisis minimum pada pH 5-7. Dalam bentuk larutan,
parasetamol harus terlindung dari cahaya dan pada bentuk kering stabil
pada suhu hingga 45oC. Jika produk hidrolisis parasetamol, yaitu p-
aminofenol hadir sebagai kontaminan sebagai akibat penyimpanan pada
lingkungan lembab, maka dapat didegradasi melalui proses oksidasi
menjadi kuinonimin yang berwarna pink, coklat dan hitam. Parasetamol
relatif stabil terhadap oksidasi.
(FI IV : 649)
2. Fungsi Farmakologi Parasetamol
Berfungsi sebagai analgesik (dengan menghambat sintesis prostaglandin pada
sistem saraf pusat dan melalui aksi perifer dengan memblok impuls rasa sakit) dan
antipiretik (bekerja terpusat pada pusat pengaturan suhu di hipotalamus,
menyebabkan vasodilatasi perifer).

6.3. ALAT & BAHAN


6.3.1. Bahan

a. NaOH 0,1 N
b. Parasetamol BPFI
c. Sampel serbuk parasetamol (ditentukan oleh pengawas)

6.3.2. Alat

a. Spektrofotometer uv-vis + kuvet


b. Labu takar 10ml, 25 ml, 50 ml dan 100 ml
c. Pipet ukur,pipet volume 1ml,5ml,10ml
d. Timbangan analitis

6.4. PROSEDUR PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

1. Dibuat pelarut dasar untuk standar dan sampel berupa NaOH 0,1 N
minimal 250 ml
2. Dibuat larutan standar baku pembanding stok parasetamol dengan
melarutkan 25 mg parasetamol BPFI pada NaOH 0,1 N pada labu 25 ml
(C=1mg/ml)
3. Dibuat seri larutan standar baku pembanding dengan mengencerkan
larutan standar baku pembanding stok hingga diperoleh konsentrasi
2,6,10,12 dan 14 µg/ml (ppm).
4. Dibuat larutan sampel parasetamol dengan mirip dengan cara membuat
salah satu dari seri larutan dengan perkiraan konsentrasi 6 µg/ml.
5. Diukur serapan maksimum dari tiap konsentrasi larutan standar baku
pembanding untuk memperoleh kurva kalibrasi dengan spektrofotometer
uv-vis pada panjang gelombang 224 nm (atau sesuai serapan maksimum
hasil pengukuran dari alat spektrofotometer). Prosedur pengukuran
disesuaikan alat spektrofotometer yang digunakan.
6. Diukur serapan maksimum dari sampel minimal tiga kali pengukuran
untuk sumber sampel yang sama dengan waktu pengukuran tidak
berjauhan antara masing- masing sampel dengan waktu pengukuran
larutan standar dan dengan alat yang sama
7. Ditentukan kadar sampel dengan cara memasukkan nilai absorpsi pada
persamaan linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi

6.5. Lembar Kerja Mahasiswa

Nama Mahasiswa : ……………………………. Pembimbing :


…………………..
NIS : ……………………………. Paraf : …………………..
Judul Praktikum : Spektrofotometri
Tanggal : ……………………………..

6.5.1. Tugas Pendahuluan

a. Bacalah dengan seksama teori dasar pada bagian dari bab ini!
b. Tulislah pertanyaan-pertanyaan yang tidak dimengerti dari penjelasan
pada teori dasar dan dibawa sebagai persyaratan sebelum praktikum!
c. Apa yang dimaksud dengan Baku Pembanding Farmakope Indonesia?
d. Mengapa parasetamol dapat diuji dengan menggunakan spektrofotometri
uv? Mengapa tidak bisa dengan visibel?
e. Apa saja yang mempengaruhi hasil pengukuran menggunakan
spektrofotometri uv-vis?

6.5.2. Hasil Pengamatan


DAFTAR PUSTAKA

Blaschke,Gottfried, Roth, Hermann J.1998. Analisis Farmasi edisi kedua. Yogyakarta:


Gajahmada University Press. hal.367-373.

Fessenden & Fessenden. 1982 . Kimia Organik edisi kedua. Jakarta: Erlangga. hal.436-437.

Kosasih, Satiadarma, et al. 2004. Asas Pengembangan Prosedur Analisis edisi pertama. Jakarta:
Erlangga. hal.87-97.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV 1995.


Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

http://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 10 Maret 2010 pukul 18.15

Anda mungkin juga menyukai