i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya Buku
Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika dapat diselesaikan dengan baik. Farmasi Fisika menjadi
mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Farmasi Klinis di Institut Ilmu Kesehatan
Medika Persada Bali. Farmasi Fisika memberi pengetahuan tentang penerapan konsep fisika
dalam ilmu farmasi. Praktikum Farmasi Fisika ini membahas mengenai konsep viskositas dan
rheologi, tegangan permukaan, kelarutan, kecepatan disolusi, emulsifikasi, dan stabilita.
Praktikum farmasi fisika ini dilaksanakan agar dapat memberikan pengalaman praktis
mengenai ilmu farmasi fisika yang tentunya juga didukung oleh pengetahuan teoritis yang
diberikan melalui kuliah farmasi fisika. Petunjuk praktikum ini diharapkan dapat menjadi sarana
untuk memudahkan mahasiswa program studi Farmasi Klinis, Institut Ilmu Kesehatan Medika
Persada Bali, dalan melaksanakan praktikum farmasi fisika.
Kami menyadari bahwa Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika masih jauh dari
sempurna, untuk hal ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa mendatang sehingga nantinya dapat mendukung
terselenggaranya praktikum farmasi fisika dengan lebih baik.
ii
DAFTAR ISI
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
iv
10. Laporan praktikum dibuat setelah praktikum dan dikumpulkan paling lambat sebelum
praktikum berikutnya dimulai.
11. Laporan praktikum dikumpulkan seminggu setelah praktikum (pada praktikum berikutnya)
dan ditulis tangan secara berkelompok. Keterlambatan pengumpulan laporan akan
mendapatkan pengurangan nilai 10% setiap jam keterlambatan.
12. Tidak ada praktikum susulan bagi yang tidak lulus pretest.
13. Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti praktikum sesuai jadwal karena izin (sakit, atau
upacara adat yang tidak dapat ditinggalkan oleh ybs), mahasiswa diwajibkan melapor pada
dosen koordinator praktikum maksimal 1 minggu sebelum praktikum untuk melakukan
pratikum susulan. Apabila berhalangan hadir mahasiswa juga diwajibkan memberikan surat
keterangan tidak hadir (surat keterangan dokter untuk keterangan sakit atau surat
permohonan izin yang ditandatangani orang tua/wali).
v
PENILAIAN PRAKTIKUM
Penilaian praktikum farmasi fisika meliputi semua aspek, dari mulai jurnal praktikum, test
sebelum praktikum (pretest), teknik kerja pada saat praktikum (self asessment), laporan hasil,
sampai dengan pelaksanaan responsi. Sistem yang digunakan adalah sistem standard mutlak
dengan nilai akhir dalam bentuk huruf. Berikut adalah alokasi serta standar penilaian praktikum
botani farmasi.
Alokasi Penilaian :
1. Pretest (10%)
2. Praktikum (30%)
a. Jurnal Praktikum (10%)
b. Kerapian dan kebersihan bekerja (10%)
c. Ketepatan cara kerja dan hasil (10%)
3. Laporan (20%)
4. Responsi (40%)
Standard Penilaian :
100 81 : A
80 71 : AB
70 66 : B
65 61 : BC
60 55 : C
54 41 : D
41 0 : E
vi
FORMAT JURNAL DAN LAPORAN
I. Format Jurnal
Jurnal dibuat tulis tangan menggunakan kertas double folio/A4/F4, per individu dengan
format sebagai berikut
1. Tujuan Praktikum
2. Dasar Teori
3. Alat dan Bahan
4. Prosedur Kerja
5. Hasil Pengamatan
6. Daftar Pustaka
II. Format Laporan
Laporan dibuat tulis tangan menggunakan kertas double folio/A4/F4, per kelompok dengan
format sebagai berikut
1. Tujuan Praktikum
2. Dasar Teori
3. Alat dan Bahan
4. Prosedur Kerja
5. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
6. Pembahasan
7. Kesimpulan
8. Daftar Pustaka
9. Lampiran Jurnal
Jurnal dan Laporan dibuat dengan menyertakan sampul. Hal yang perlu disertakan dalam
sampul jurnal atau laporan adalah sebagai berikut
vii
JURNAL/LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PRAKTIKUM I/II/DST (JUDUL PRAKTIKUM)
viii
PERCOBAAN I
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan Viskositas dari sediaan emulsi dengan menggunakan Viskometer
Brookfield
2. Menentukan Viskositas minyak kelapa menggunakan viskometer bola jatuh
3. Menentukan sifat aliran dari sediaan emulsi
4. Menentukan sifat aliran dari sediaan minyak kelapa
1
1. Viscometer satu titik : Viscometer ini bekerja pada satu titik kecepatan geser saja,
sehingga hanya dihasilkan satu titik pada rheogram. Alat ini hanya dapat digunakan
untuk menentukan viskositas cairan newton, yang termasuk kedalam jenis alat ini yaitu
viscometer kapiler, viscometer bola jatuh, dan penetrometer.
2. Viscometer banyak titik : Viscometer jenis ini pengukurannya dapat dilakukan pada
beberapa harga kecepatan geser sehingga dapat diperoleh rheogram yang sempurna.
Viscometer jenis ini dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan newton
maupun cairan non newton, yang termasuk kedalam jenis alat ini yaitu viscometer rotasi
tipe Stromer, viscometer Brookfield dan Rotovisco.
Berdasarkan hukum Newton tentang sifat aliran cairan, maka tipe aliran dibedakan
menjadi 2, yaitu cairan newton dan cairan non newton (Wiroatmojo, 1988):
1. Cairan Newton yaitu cairannya mengalir mengikuti aturan-aturan viskositas.
2. Cairan non Newton yaitu aturannya tidak mengikuti aturan viskositas. Cairan biasanya
memiliki ukuran molekul yang paling besar atau mempunyai struktur tambahan, misalnya
koloid. Untuk mengalirkan cairan bukan cairan Newton sehingga diperlukan tambahan
gaya atau jika perlu memecah strukturnya. Berdasarkan grafik sifat aliaran (rheogram)
cairan non newton terbagi atas dua kelompok yaitu:
A. Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini terbagi atas
tiga aliran yaitu:
a. Aliran plastis : Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tetapi memotong
sumbu shearing stress pada titik tertentu yang dikenal dengan harga yield.
Bingham bodies tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar
harga yield tersebut.
2
b. Aliran pseudoplastis : Viskositas cairan pseudoplastis akan berkurang dengan
meningkatnya rate of shear.
B. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini terbagi atas tiga
aliran yaitu (Sinko, 2011):
a. Aliran Tiksotropi
R
a
t
e
O
f
s
h
e
r
e
Shearing stress
3
(aksi plastis dan pseudoplastis). Kurva menurun seringkali diganti ke sebelah kiri
dan kurva yang menaik menunjukkan bahan tersebut mempunyai konsistensi
lebih rendah pada setiap harga rate of shear pada kurva menurun dibandingkan
dengan pada kurva menaik. Ini menunjukkan adanya pemecahan struktur dan
juga shear thinning yang tidak terbentuk kembali dengan segera jika stress
tersebut dihilangkan atau dikurangi.
b. Antitiksotropi
R
a
t
e
O
f
S
h
a
r
e
Shearing stress
4
9. Stopwatch
10. Termometer
11. Viskometer brookfield
12. Water bath (Memmert)
3.2 Bahan
1. Alumunium foil
2. Alkohol 70%
3. Minyak kelapa
4. Span
5. Tissue
6. Tween
5
6. Dibaca angka yang ditunjukkanoleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas
maka angka pembacaan tersebut dikalikan dengan skala suatu factor yang dapat
dilihat pada tabel yang terdapat pada brosur alat.
7. Diubah RPM sampai didapat viskositas pada beberapa RPM.
4.3 Viskometer Bola Jatuh
1. Diisi tabung yang ada didalam alat dengan cairan yang akan diukur viskositasnya
sampai hampir penuh.
2. Dimasukkan bola yang sesuai
3. Ditambahkan cairan sampai tabung penuh dan tutuplah sampai sedemikian rupa
sehingga tidak terdapat gelembung udara didalam tabung.
4. Dikembalikan bola pada posisi semula dengan cara membalikkan tabung
5. Dihitung waktu yang diperlukan oleh bola melalui tabung mulai dari garis m1 sampai
garis m3 dalam detik
6. Dientukan bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
6
PERCOBAAN II
TEGANGAN PERMUKAAN
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan suatu zat cair.
2. Menentukan tegangan permukaan zat cair.
3. Menentukan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dengan metode tegangan
permukaan.
7
antar permukaan karena gaya adhesi antara zat cair untuk mengimbangi gaya kohesi. Sedangkan
tegangan antar permukaan selalu lebih kecil dari tegangan permukaan (Lachman, 1989).
Pada umumnya zat cair memiliki permukaan mendatar, tetapi apabila zat cair bersentuhan
dengan zat padat atau dinding bejana, maka permukaan bagian tepi yang bersentuhan dengan
dinding akan melengkung. Gejala melengkungnya permukaan zat cair disebut dengan ministus
(Yasid, 2004).
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya
antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan
cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antar muka cairan dan gas. Namun,
tegangan yang mirip juga ada pada tegangan antar muka cairan-cairan, atau padatan dan gas.
Tegangan semacam ini secara umum disebut dengan tegangan antar muka (Douglas.2001).
Permukaan zat cair mempunyai sifat ingin merenggang, sehingga permukaannya seolah-olah
ditutupi oleh suatu lapisan yang elastis. Hal ini disebabkan adanya gaya tarik-menarik antar
partikel sejenis didalam zat cair sampai ke permukaan. Di dalam cairan, tiap molekul ditarik oleh
molekul lain yang sejenis di dekatnya dengan gaya yang sama ke segala arah. Akibatnya tidak
terdapat sisa (resultan) gaya yang bekerja pada masing-masing molekul. Adanya gaya atau
tarikan kebawah menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan berada dalam keadaan
tegang. tegangan ini disebut dengan tegangan permukaan (Herinaldi, 2004).
Molekul-molekul yang berada dalam fasa cair seluruhnya akan dikelilingi oleh molekul-
molekul dengan gaya tarik-menarik yang sama ke segala arah. Sedangkan molekul pada
permukaan mengalami tarikan kedalam rongga cairan karena gaya tarik-menarik di dalam
rongga cairan lebih besar daripada gaya tarik-menarik oleh molekul uap yang diatas permukaa
cairan. Hal ini berakibat permukaan cenderung mengerut untuk mencapai luas yang sekecil
mungkin (Halliday, 1991 ).
Daya tarik kapiler disebabkan oleh tegangan permukaan dan oleh nilai relatif adhesi antara
cairan dan benda padat terhadap kohesi cairan. Cairan yang membasahi benda padat mempunyai
adhesi yang lebih besar daripada kohesi. Kegiatan tegangan permukaan dalam hal ini
menyebabkan cairan naik di dalam tabung vertical kecil yang terendam sebagian dalam cairan
itu. Bagi cairan yang tidak membasahi benda padat, tegangan permukaan cenderung untuk
menekan miniskus dalam tabung vertikel kecil. Bila sudut kontak antara cairan dan zat padat
8
diketahui maka kenaikan kapiler dapat dihitung untuk bentuk miniskus yang diasumsikan
(Parrot, 1970).
Tegangan permukaan bervariasi antara berbagai cairan. Air memiliki tegangan permukaan
yang tinggi dan merupakan agen pembasah yang buruk karena air membentuk droplet, misalnya
tetesan air hujan pada kaca depan mobil. Permukaan air membentuk suatu lapisan yang cukup
kuat sehingga beberapa serangga dapat berjalan diatasnya (Suminar, 2001).
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam
anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa
organik tertentu antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator
akan menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas
sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur (Mawarda, 2009).
Bahan pembasah adalah bahan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka partikel-partikel
yang tidak mudah larut. Bahan pembasah yang umum digunakan adalah surfaktan yang
memindai udara substansi lain yang terabsorbsi pada permukaan partikel padatan. Sehingga
memudahkan terbasahinya partikel padatan oleh cairan pembawa (RPS, 1998). Ada beberapa
metode dalam melakukan tegangan permukaan
1. Metode kenaikan kapiler Tegangan permukaan diukur dengan melihat ketinggian air/
cairan yang naik melalui suatukapiler. Metode kenaikan kapiler hanya dapat digunakan
untuk mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk mengukur tegangan permukaan
tidak biasa untuk mengukur tegangan antar muka (Douglas,2001).
9
2. Metode tersiometer Du-NouyMetode cincin Du-Nouy bisa digunakan utnuk mengukur
tegangan permukaan ataupun tegangan antar muka. Prinsip dari alat ini adalah gaya yang
diperlukan untuk melepaskansuatu cincin platina iridium yang diperlukan sebanding
dengan tegangan permukaan atau tegangan antar muka dari cairan tersebut.(Atfins. 1994)
b. Parfin cair
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Di masukkan paraffin kedalam cawan petri
3. Diukur kenaikan paraffin dengan menggunakan pipa kapiler
10
4. Diukur ketinggian paraffin dengan menggunakan mistar.
c. Tween 80
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Di timbang tween dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 lalu dimasukkan
kedalam cawan petri
3. Ditambahkan 10 ml aquadest, lalu diukur kenaikan cairan tween dengan
menggunakan pipa kapiler.
5. Diukur ketinggian cairan dengan menggunakan mistar
11
PERCOBAAN III
KELARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
12
bawah konsentrasi jenuhnya. Pada kondisi tersebut, metastable solution yaitu larutan
supersaturated dapat dibuat, di mana konsentrasinya melampaui konsentrasi jenuhnya
(Augustijns and Brewster, 2007)..
Satuan yang sering digunakan untuk menyatakan kelarutan dalam bidang famasi
adalah molaritas, normalitas, molalitas, fraksi mol, persen (dalam volume maupun berat).
Molaritas (M) dari suatu larutan didefinisikan sebahai jumlah mol terlarut yang terlarut
dalam setiap liter larutan (sering ditulis sebagai mol/L atau mol/dm3). Mol diartikan
sebagai jumlah gram zat dibagi dengan bobot molekulnya. Larutan dengan volume tertentu
yang memiliki molaritas yang sama akan memiliki jumlah mol molekul terlarut yang sama
Normalitas (N) dari suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah ekuivalen solut (zat terlarut)
yang terlarut dalam setiap 1 L larutan dan dapat dinyatakan dalam eq/L atau eq/dm3.
Normalitas dan molaritas nilainya sangat bergantung pada suhu, karena volume suatu
larutan nilainya sangat diperngaruhi oleh suhu. Molalitas merupakan jumlah mol terlarut
dalam setiap kilogram pelarut. Nilai molalitas tidak bergantung pada suhu karena
kuantitasnya dinyatakan dalam satuan yang tidak berkaitan dengan suhu (Augustijns and
Brewster, 2007).
Fraksi mol menggambarkan rasio jumlah mol suatu komponen yang diamati terhdap
total mol terlarut dan pelarut (solute dan solven) dalam suatu larutan. Jumlah fraksi mol
pada gabungan komponen tersebut harus sama dengan satu. Fraksi volume sering
digunakan untuk menggambarkan komposisi dari sautu campuran pelarut, atau untuk
menggambarkan kelarutan suatu solvent dalam solvent lainnya. (Augustijns and Brewster,
2007).
Konsep persentase sering digunakan secara luas sebagai parameter konsentrasi pada
bidang farmasi, dan menyatakan kuantitas solute yang dilarutkan dalam 100 unit ekuivalen
dari larutan. Persentase bobot (% w/w) didefinisikan sebagai jumlah gram zat terlarut yang
terlarut dalam 100 gram larutan. Persentase volume (% v/v) didefinisikan sebagai jumlah
milliliter zat terlarut yang terlarut dalam 100 mL larutan. Satuan yang sering digunakan
adalah persentase bobot per volume (% w/v) didefinisikan sebagai jumlah gram terlarut
yang terlarut dalam 100 mL larutan. Pemilihan satuan ini biasanya tergantung dari wujud
alami dari suatu zat. Zat yang pada keadaan normalnya berada pada bentuk cair, sering
dinyatakan dalam persentase volume/volume (Augustijns and Brewster, 2007).
13
Untuk larutan yang sangat larut, kelarutan dinyatakan dalam satuan part per million
(ppm), yang menyatakan jumlah solute yang terlarut dalam 1.000.000 unit ekuivalen
larutan (Augustijns and Brewster, 2007). Berdasarkan Farmakope Indonesia, istilah
kelarutan digambarkan sebagai berikut.
Tabel Istilah Perkiraan Kelarutan
Istilah Bagian Pelarut yang dibutuhkan untuk 1 bagian zat terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian
(Depkes RI, 1995)
Proses pelarutan terbagi dalam 3 tahap seperti yang terlihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Diagram yang menggambarkan proses yang terlibat dalam pelarutan solute
kristalin
14
Tahap pertama, molekul terlarut (obat) 'dikeluarkan' dari kristalnya.Selanjutnya
rongga untuk molekul dibuat dalam pelarut. Pada tahap ketiga molekul terlarut dimasukkan
ke dalam rongga ini (Attwood Alexander Florence Attwood, 2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain yaitu pH,
suhu, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta dielektrik bahan pelarut, dan
adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dan lain-lain.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dan pelarut, yaitu oleh momen
dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Oleh karena itu, air
bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa
polihidroksi yang lain. Pertimbangan tentang momen dipole saja tidak cukup untuk
menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan
hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan
polaritas yang direfleksikan dalam dipole momen yang tinggi. Air melarutkan fenol,
alkohol, aldehida, keton, amine dan senyawa lain yang mengandung oksigen dan nitrogen,
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Perbedaan sifat keasaman dan kebasaan
dari konstituen dalam hal donor akseptor electron Lewis juga member andil untuk interaksi
spesifik dalam larutan.
Aksi pelarut dari cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar.
Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat
dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tdak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar
termasuk golongan pelarut arotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektroli. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut nonpolar. Namun, senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut
nonpolar dengan tekanan dalam yang sama melalui interaksi dipole induksi. Molekul zat
terlarut tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der Waals-London yang
lemah. Maka minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan minyak
mineral. Alkaloid basa dan asam lemak larut dalam pelaru nonpolar. Pelarut semipolar
seperi keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul
pelarut nonpolar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang
mudah dipolarisasikan. Kenyataanya dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar.
15
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau = Cx. Cv-1 Besarnya konstanta
dielektrik menurut Moore dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan
dielektrik suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik
masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan
dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency sedangkan
bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut
cosolvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah contoh-contoh co-solvent yang umum
digunakan dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir.
16
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Gelas Beaker
2. Batang Pengaduk
3. Gelas Ukur
4. Pipet Volume
5. Pengocok Orbital
6. Kertas Saring
7. Pipet tetes
8. Corong
9. Buret dan Statif
3.2 Bahan
1. Air
2. Alkohol
3. Larutan Propilen Glikol
4. Asam Salisilat
5. Larutan NaOH 0,1 N
6. Indikator Phenolphtalein
17
2. Asam salisilat sebanyak 1 gram dilarutkan ke dalam masing-masing campuran
pelarut
3. Larutan dikocok dengan alat pengocok orbital selama 2 jam. Jika ada endapan yang
larut selama pengocokan tambahkan lagi asam salisilat sampai diperoleh larutan
yang jenuh kembali.
4. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring. Kemudian dititrasi dengan
pentiter NaOH 0,1 N dan indikator phenophtalein untuk menentukan kadar asam
salisilat yang larut.
5. Buatlah kurva antara kelarutan asam salisilat dengan harga konstanta dielektrik
bahan pelarut campur yang ditambahkan.
18
PERCOBAAN IV
STABILITAS
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk
Menerangkan factor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat
Menerangkan pengaruh suhu terhadap kestabilan zat
Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan aktif, keadaan galeniknya,
termasuk sifat yang dapat terlihat secara sensorik, sifat mikrobiologis dan toksikologisnya dan
aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang diizinkan ditetapkan untuk obat yang
terdaftar dalam farmakope. Untuk barang jadi obat dan obat yang tidak terdaftar berlaku
keterangan yang telah dibuat dalam peraturan yang baik.
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya
diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan
pasien yang membutuhkan.
Jenis jenis stabilitas yang umum dikenal:
1. Stabilitas kimia : mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yang tertera pada
etiket dalam batasan spesifikasi
2. Stabilitas fisika : mempertahankan sifat fisika awal dari suatu sediaan (penampian,kesesuaian,
keseragaman, disolusi, disintegrasi, kekerasan, kemampuan disuspensikan)
3. Stabilitas mikrobiologi : sterilitas atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan
sesuai dengan persyaratan
4. Stabilitas Terapi : efek terapi tidak berubah selama waktu simpan (shelf life) sediaan
5. Stabilitas toxikologi : tidk terjadi peningkatan toksisitas yang bermakna selama waktu simpan
( tidak terbentuk senyawa epi dan anhidro dalam suspense tetrasiklin ). (Ansel, 1985)
19
Umumnya uji stabilitas dilakukan seca kimia walaupun secara kimia suatu produk dapat
setabil selama 3 tahun sebeum expired , tetapi perubahan fisik dapat saja terjadi. Kesetabilan
secara fisika pada larutan adalah timbulnya endapan, mungkin kandungan kimianya tetap tetapi
untuk larutan parenteral jelas tidak dapat diterima,demikian juga dalam larutan oral. Untuk
sediaan larutan oral, dapat dilakikan uji organoleptik dan uji penampilan. Uji organoleptik
bersifat subjektif, seorang tester akan menilai produk dan member skor baik secara numeric
maupun secara deskriftif. Pada uji penampilan, ada statemen subjektif walaupun ada parameter
instrument kuantitatif yang dicatat, misal kalorimetri.
Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah labilitas dari
bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia
fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan, udara, dan cahaya,
menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah
disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan
dalam obat padat, seperti serbuk, bubuk, dan tablet. Kestabilan suatu zat merupakan factor yang
harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat
suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk
sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang
lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang.
Adakalanya hasil urai zat tersebut bersifat toksis sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.
Oleh karena itu perlu diketahui factor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga
dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain panas, cahaya,
kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan yang dipergunakan
dalam formula sediaan obat. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amil nitrat seperti
anvil nitrat dan kloramfenikol merupakan zat yang mudah terhidrolisis dengan adanya lembab.
Sedangkan vitamin C sangat mudah sekali mengalami oksidasi. Pada umumnya penentuan
kestabilan suatu zat dapat dilakukan melalui perhitungan kinetika kimia. Cara ini tidak
memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan dalam bidang farmasi.
20
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan
mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. Kestabilan dari suatu zat merupakan
dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam formulai suatu sediaan farmasi.
Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga
memerlukan waktu yang lama sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang
disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil
urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu,
perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat
dipilih suatu kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.(Martin,
1993)
Untuk obat tertentu, satu bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih stabil daripada
lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum diprakarsai oleh percobaan uji
stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin merupakan katalisator pada kerusakan obat atau
mungkin menjadikan dirinya tidak akan stabil mengubah kestabilan fisik bahan obat dan suatu
kestabilan obat yang sempurna.
21
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisik edisi ke-4 jilid 1. Erlangga: Jakarta Bird, T. 1993. Kimia Fisik
Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
Attwood Alexander Florence Attwood, D. T. (2008) Physical Pharmacy. London:
Pharmaceutical Press.
Augustijns, P. and Brewster, M. (2007) Solvent Systems and Their Selection in Pharmaceutics
and Biopharmaceutics. USA: AAPP Press.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Gennaro, Alfonso R,et all, 1990. Remingtos Pharmaceutical Sciences Edisi 18th . Marck
Publishing Company. Easton Pensylvania 591.
Giancoli, Douglas C. 2001. Isika Jilid I (terjemahan). Erlangga: Jakarta.
Herinaldi. 2004. Mekanika Fluida, terjemahan dari Fundamental of Fluids Mechanic oleh
Donald F. Young. Erlangga: Jakarta.
Lachman, L., 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI press.
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Mawarda. 2009. Tegangan Permukaan dan Kapasitas. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Nahar, L., dan Satyajit S. 2009. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Parrot . 1971. Pharmaceutical Technology. Burgess Publishing Company : Lowa City
Respati, H. 1981. Kimia Dasar Terapan Modern. Jakarta : Erlangga
Sinko dan Patrick. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin Edisi 5. Jakarta: EGC
Soekardi, I. dan Hutauruk. 2004. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Jakarta: Granit
Suminar.2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, tejemaham dari Principles of Modern
Chemistry oleh David Oxtoby. Erlangga.Jakarta.
Syamsuni, H. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Tungadi, R. 2014. Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida. Jakarta: Sagung Seto
Underwood, A. L, dan Day, R. A. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Surabaya :
Penerbit Erlangga
Wiroatmojo. 1998. Farmasi Fisika: Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Jogjakarta: Gajah
Mada University Press
Wyle,B.E. 1988. Mekanika Fluida. Erlangga. Jakarta
Yazid, Estien, 2004. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit Andi, Yogyakarta
23