Anda di halaman 1dari 46

MODUL PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA

Oleh :
Tim Dosen

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya Buku
Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika dapat diselesaikan dengan baik. Farmasi Fisika menjadi mata
kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Farmasi Klinis di Universitas Bali Internasional.
Praktikum Farmasi Fisika memberi pengetahuan tentang penerapan konsep fisika dalam ilmu
farmasi. Praktikum Farmasi Fisika ini membahas mengenai konsep viskositas dan rheologi,
tegangan permukaan, kelarutan, sedimentasi partikel, stabilitas dan mikromeritik
Praktikum farmasi fisika ini dilaksanakan agar dapat memberikan pengalaman praktis
mengenai ilmu farmasi fisika yang tentunya juga didukung oleh pengetahuan teoritis yang
diberikan melalui kuliah farmasi fisika. Petunjuk praktikum ini diharapkan dapat menjadi sarana
untuk memudahkan mahasiswa program studi Farmasi Klinis, Universitas Bali Internasional,
dalam melaksanakan praktikum farmasi fisika.
Kami menyadari bahwa Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika masih jauh dari
sempurna, untuk hal ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa mendatang sehingga nantinya dapat mendukung
terselenggaranya praktikum farmasi fisika dengan lebih baik.

Denpasar, Juli 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .………………………………………..…………..…………….. ii


DAFTAR ISI ……………………………………….………………………..…………….. iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM …………………………………………………………….. iv
PENILAIAN PRAKTIKUM ….…………………………………………………………….. vi
JURNAL DAN LAPORAN ……………………………………………………………...... vii
PRAKTIKUM I VISKOSITAS DAN RHEOLOGI .………………………..…………….. 1
PRAKTIKUM II TEGANGAN PERMUKAAN …….………………………..…………….. 8
PRAKTIKUM III KELARUTAN……………………..………………………..…………….. 13
PRAKTIKUM IV STABILITAS……………………....………………………..…………….. 21
PRAKTIKUM V SEDIMENTASI PARTIKEL SUSPENSI………………………………….. 28
PRAKTIKUM VI MIKROMERITIKA……………………………………………………….. 33
DAFTAR PUSTAKA .…………………………………………..……………………… 38

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Sebelum menjalankan praktikum para mahasiswa harus sudah mempersiapkan diri,


mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan latihan yang akan dihadapi.
2. Para mahasiswa harus datang 15 MENIT SEBELUM PRAKTIKUM DIMULAI DAN WAJIB
MENGGUNAKAN JAS LAB LENGGAN PANJANG DAN MASKER Mahasiswa yang
tidak memenuhi ketentuan tidak diizinkan mengikuti kegiatan praktikum.
3. Sebelum praktikum dimulai akan dilakukan pre test.
4. Praktikum harus menyiapkan jurnal praktikum untuk praktikum yang dilakukan pada hari
tersebut. Mahasiswa yang tidak membawa jurnal praktikum tidak diizinkan mengikuti kegiatan
praktikum
5. Setelah praktikum berakhir, mahasiswa diwajibkan membuat laporan praktikum berkelompok.
Laporan dikumpulkan seminggu setelah praktikum dilaksanakan.
6. Sebelum memulai praktikum, ketua kelompok mengisi bon peminjaman alat dan sesudah
selesai menjalankan praktikum para mahasiswa harus membersihkan alat dan meja. Semua alat
dan bahan harus dikembalikan ke posisi semula, sesuai dengan pada waktu dipakai. Mereka
yang merusak atau menghilangkan alat-alat harus lapor pada koordinator/asisten praktikum.
7. Mahasiswa yang tidak hadir diharuskan untuk menyerahkan surat keterangan dari dokter atau
orang tua/wali yang menerangkan tentang ketidakhadirannya. Mereka yang 1 kali tidak hadir
TANPA keterangan dianggap mengundurkan diri dan namanya akan dicoret dari daftar.
8. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta ijin kepada dosen atau
asisten jaga.
9. Laporan praktikum dibuat setelah praktikum dan dikumpulkan paling lambat sebelum
praktikum berikutnya dimulai.
10. Laporan praktikum dikumpulkan seminggu setelah praktikum (pada praktikum berikutnya)
dan ditulis tangan secara berkelompok. Keterlambatan pengumpulan laporan akan
mendapatkan pengurangan nilai 10% setiap jam keterlambatan.
11. Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti praktikum sesuai jadwal karena izin (sakit, atau
upacara adat yang tidak dapat ditinggalkan oleh ybs), mahasiswa diwajibkan melapor pada
dosen koordinator praktikum maksimal 1 minggu sebelum praktikum untuk melakukan
pratikum susulan. Apabila berhalangan hadir mahasiswa juga diwajibkan memberikan surat
keterangan tidak hadir (surat keterangan dokter untuk keterangan sakit atau surat permohonan
izin yang ditandatangani orang tua/wali).

iv
v
PENILAIAN PRAKTIKUM

Penilaian praktikum farmasi fisika meliputi semua aspek, dari mulai jurnal praktikum, test
sebelum praktikum (pretest), teknik kerja pada saat praktikum (self asessment), laporan hasil,
sampai dengan pelaksanaan responsi. Sistem yang digunakan adalah sistem standard mutlak
dengan nilai akhir dalam bentuk huruf. Berikut adalah alokasi serta standar penilaian praktikum
botani farmasi.
Alokasi Penilaian :
1. Pretest (30%)
2. Proses Praktikum (30%)
3. Responsi (40%)
Standard Penilaian :
• 100 – 81 : A
• 80 – 71 : AB
• 70 – 66 : B
• 65 – 61 : BC
• 60 – 55 : C
• 54 – 41 : D
• 54 – 41 : E

vi
FORMAT JURNAL DAN LAPORAN

I. Format Jurnal
Jurnal dibuat tulis tangan menggunakan kertas double folio, per individu dengan format
sebagai berikut
1. Tujuan Praktikum
2. Dasar Teori
3. Alat dan Bahan
4. Prosedur Kerja
5. Hasil Pengamatan
6. Daftar Pustaka
II. Format Laporan
Laporan dibuat tulis tangan menggunakan kertas double folio, per kelompok dengan format
sebagai berikut
1. Tujuan Praktikum
2. Dasar Teori
3. Alat dan Bahan
4. Prosedur Kerja
5. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
6. Hasil Jawaban Soal
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
9. Daftar Pustaka

Jurnal dan Laporan dibuat dengan menyertakan sampul. Hal yang perlu disertakan dalam
sampul jurnal atau laporan adalah sebagai berikut

vii
JURNAL/LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PRAKTIKUM I/II/DST (JUDUL PRAKTIKUM)

LAMBANG UNIVERSITAS

Hari, Tanggal Praktikum : Minggu, 1 Januari 2022


Kelas A4A/A4B/A2C/A2D
Kelompok I/II/III/IV/V/VI
Ani (NIM)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2022

viii
PRAKTIKUM I

VIKOSITAS DAN RHEOLOGI

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan viskositas dari sediaan minyak kelapa, kecap, sirup, emulsi dan suspensi
dengan menggunakan Viskometer Brookfield
2. Menentukan sifat aliran dari sediaan minyak kelapa, kecap, sirup, emulsi dan suspensi
dengan menggunakan Viskometer Brookfield
3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran parameter rheology dengan
menggunakan Viskometer Brookfield

II. DASAR TEORI


Viskositas adalah suatu pernyataan tentang tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin
tinggi viskositas, semakin besar tahanannya. Cairan sederhana dapat dijelaskan dalam istilah
absolut. Akan tetapi sifat-sifat rheologi dispersi heterogen lebih kompleks dan tidak dapat
dinyatakan dalam suatu satuaan tunggal (Martin, 1993).
Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir
pada kecepatan tertentu. Viskositas dispersi koloid dipengaruhi oleh bentuk partikel dari fase
dispersi dengan viskositas rendah, sedangkan sistem dispersi yang mengandung koloid-koloid
linier viskositasnya lebih tinggi. Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi
derajat solvasi dari partikel (Respati, 1981).
Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperatur, maka viskositas cairan justru akan
menurun jika temperatur dinaikkan. Fluiditas dari suatu cairan yang merupakan kelebihan dari
viskositas akan meningkat dengan makin tingginya temperatur (Bird,1993).
Rheologi meliputi pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan ke dalam wadah,
pemindahan sebelum digunakan, apakah dicapai dengan penuangan dari botol, pengeluaran dari
tube atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu produk tertentu yang dapat berkisar
dalam konsistensi dari bentuk cair ke semisolid, sampai ke padatan, dapat mempengaruhi
penerimaan bagi si pasien, stabilitas fisika, dan bahkan availabilitas biologis jadi viskositas telah
terbukti mempengaruhi laju absorpsi obat dari saluran cerna (Martin, 1993). Adapun alat untuk

1
mengukur viskositas dan rheologi suatu zat yaitu viscometer, dimana ada dua jenis viscometer
yaitu (Sinko, 2011):
1. Viscometer satu titik : Viscometer ini bekerja pada satu titik kecepatan geser saja, sehingga
hanya dihasilkan satu titik pada rheogram. Alat ini hanya dapat digunakan untuk
menentukan viskositas cairan newton, yang termasuk kedalam jenis alat ini yaitu
viscometer kapiler, viscometer bola jatuh, dan penetrometer.
2. Viscometer banyak titik : Viscometer jenis ini pengukurannya dapat dilakukan pada
beberapa harga kecepatan geser sehingga dapat diperoleh rheogram yang sempurna.
Viscometer jenis ini dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan newton maupun
cairan non newton, yang termasuk kedalam jenis alat ini yaitu viscometer rotasi tipe
Stromer, viscometer Brookfield dan Rotovisco.
Berdasarkan hukum Newton tentang sifat aliran cairan, maka tipe aliran dibedakan
menjadi 2, yaitu cairan newton dan cairan non newton (Wiroatmojo, 1988):
1. Cairan Newton yaitu cairannya mengalir mengikuti aturan-aturan viskositas.
2. Cairan non Newton yaitu aturannya tidak mengikuti aturan viskositas. Cairan biasanya
memiliki ukuran molekul yang paling besar atau mempunyai struktur tambahan, misalnya
koloid. Untuk mengalirkan cairan bukan cairan Newton sehingga diperlukan tambahan
gaya atau jika perlu memecah strukturnya. Berdasarkan grafik sifat aliaran (rheogram)
cairan non newton terbagi atas dua kelompok yaitu:
I.Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini terbagi atas tiga
aliran yaitu:
a. Aliran plastis : Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tetapi memotong
sumbu shearing stress pada titik tertentu yang dikenal dengan harga yield.
Bingham bodies tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar
harga yield tersebut.

2
b. Aliran pseudoplastis : Viskositas cairan pseudoplastis akan berkurang dengan
meningkatnya rate of shear.

c. Aliran dilatan Viskositas cairan dilatan akan bertambah dengan meningkatnya


rate of shear.

II. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini terbagi atas tiga
aliran yaitu (Sinko, 2011):
a. Aliran Tiksotropi

R
a
t
e

O
f

s
h
e
r
e

Shearing stress

Tiksotropi bisa didefinisikan sebagai suatu pemulihan yang isoterm dan


lambat pada pendiaman suatu bahan yang kehilangan konsistensinya karena
shearing. Gejala tiksotropi sering dikenal dengan shear thinning sistem
(aksi plastis dan pseudoplastis). Kurva menurun seringkali diganti ke sebelah kiri

3
dan kurva yang menaik menunjukkan bahan tersebut mempunyai konsistensi lebih
rendah pada setiap harga rate of shear pada kurva menurun dibandingkan dengan
pada kurva menaik. Ini menunjukkan adanya pemecahan struktur dan juga shear
thinning yang tidak terbentuk kembali dengan segera jika stress tersebut
dihilangkan atau dikurangi.
b. Aliran Rheopeksi

R
a
t
e
O
f
S
h
a
r
e

Shearing steess

Rheopeksi adalah suatu gejala dimana suatu sol membentuk suatu gel lebih cepat jika
diaduk perlahan-lahan atau kalau di shear daripada jika dibiarkan membentuk gel tersebut
tanpa pengadukan. Dalam suatu sistem reopektis, gel tersebut adalah bentuk
keseimbangan. Sedangkan dalam anti tiksotropi keadaan keseimbangan adalah sol.
c. Antitiksotropi

R
a
t
e
O
f
S
h
a
r
e

Shearing stress

Antithiksotropi yang menyatakan kenaikan bukan pengurangan konsistensi pada


kurva menurun. Kenaikan dalam hal kekentalan atau hambatan (resisten) mengalir dengan
bertambahnya waktu shear ini telah di selidiki oleh Chong et. Al.

4
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Beaker glass 500 ml
2. Batang pengaduk panjang
3. Stopwatch
4. Viskometer Brookfield

3.2 Bahan
1. Alkohol 70%
2. Minyak kelapa 500 ml
3. Kecap 500 ml
4. Sirup 500 ml
5. Emulsi 500 ml
6. Suspensi 500 ml

IV. CARA KERJA


4.1 Menentukan viskositas dan sifat alir sediaan
1. Siapkan bahan sediaaan yang akan diukur viskositas dan sifat alirnya ke dalam wadah
yang sudah disiapkan
2. Siapkan viscometer Brookfield beserta alatnya.
3. Pilihlah no. spindle yang sesuai dengan viskositas bahan sediaan yang akan diperiksa dan
hubungkan dengan rotornya secara hati-hati.
4. Turunkan spindle ke dalam sediaan sampai tanda batas tercelup.
5. Siapkan rpm yang dikehendaki dan no. spindle yang digunakan, mulailah dari rpm yang
rendah
6. Nyalakan viskometernya dan baca skala viscositas dan % torque. Lakukan hal yang sama
dengan menaikkan besarnya rpm. (rentang % torque yang boleh digunakan adalah 10-
100%).
7. Buatlah dalam tabel dan grafiknya menggunakan kertas millimeter, dimana sumbu y
merukapan RPM dan sumbu x merupakan viskositas; hasilnya merupakan grafik sifat alir
(rheogram).

5
V. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan viskositas dan sifat alir sediaan ……
Tipe Rpm nomer viskositas % torque
Viskometer spindel

2. Penentuan viskositas dan sifat alir sediaan ……


Tipe Rpm nomer viskositas % torque
Viskometer spindel

3. Penentuan viskositas dan sifat alir sediaan ……


Tipe Rpm nomer viskositas % torque
Viskometer spindel

4. Penentuan viskositas dan sifat alir sediaan ……


Tipe Rpm nomer viskositas % torque
Viskometer spindel

5. Penentuan viskositas dan sifat alir sediaan ……


Tipe Rpm nomer viskositas % torque
Viskometer spindel

6
VI. SOAL-SOAL PENUNTUN
1. Bagaimana pendapat saudara tentang kurva hubungan rpm versus viskositas dari data
yang diperoleh?
2. Mengapa semakin besar rpm, viskositas kecap semakin kecil/turun?

7
PRAKTIKUM II
TEGANGAN PERMUKAAN

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan suatu zat cair.
2. Menentukan tegangan permukaan zat cair.
3. Menentukan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dengan metode tegangan permukaan.

II. DASAR TEORI


Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus dikerjakan sejajar permukaan
untuk mengimbangi gaya tarikan kedalam pada cairan. Hal tersebut terjadi karena pada
permukaan, gaya adhesi (antara cairan dan udara) lebih kecil dari pada gaya kohesi antara molekul
cairan sehingga menyebabkan terjadinya gaya kedalam pada permukaan cairan (Douglas, 2001).
Tegangan antar muka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase
cair yang tidak bercampur. Tegangan antar muka selalu lebih kecil dari pada tegangan permukaan
karena gaya adhesi antara dua cairan tidak bercampur lebih besar dari pada adhesi antara cairan
dan udara (Douglas, 2001).
Pada permukaan temu antara cairan dan gas, atau dua cairan yang tidak dapat bercampur,
seolah-olah terbentuk suatu selaput atau lapisan khusus, yang nampaknya disebabkan oleh tarikan
molekul-molekul cairan di bawah permukaan tersebut adalah suatu percobaan yang sederhana
untuk meletakkan sebuah jarum kecil pada permukaan air yang tenang dan mengamati bahwa
jarum itu didukung di sana oleh selaput tersebut (Wyle, 1988).
Di dalam zat cair suatu molekul dikelilingi oleh molekul-molekul lainnya yang sejenis dari
segala arah sehingga gaya tarik menarik sesama molekul (kohesi) adalah sama. Pada permukaan
zat cair terjadi suatu gaya tarik menarik antar molekul zat cair dengan molekul udara (gaya adhesi).
Gaya adhesi lebih kecil bila dibandingkan dengan gaya kohesi, sehingga molekul di permukaan
zat cair cenderung untuk masuk ke dalam. Tetapi hal ini tidak terjadi karena adanya gaya yang
bekerja sejajar dengan permukaan zat cair untuk mengimbangi. Sedangkan tegangan antar
permukaan karena gaya adhesi antara zat cair untuk mengimbangi gaya kohesi. Sedangkan
tegangan antar permukaan selalu lebih kecil dari tegangan permukaan (Lachman, 1989).

8
Pada umumnya zat cair memiliki permukaan mendatar, tetapi apabila zat cair bersentuhan
dengan zat padat atau dinding bejana, maka permukaan bagian tepi yang bersentuhan dengan
dinding akan melengkung. Gejala melengkungnya permukaan zat cair disebut dengan ministus
(Yasid, 2004).
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul
dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya
tegangan permukaan didefinisikan pada antar muka cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip
juga ada pada tegangan antar muka cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan semacam ini
secara umum disebut dengan tegangan antar muka (Douglas.2001).
Permukaan zat cair mempunyai sifat ingin merenggang, sehingga permukaannya seolah-olah
ditutupi oleh suatu lapisan yang elastis. Hal ini disebabkan adanya gaya tarik-menarik antar
partikel sejenis didalam zat cair sampai ke permukaan. Di dalam cairan, tiap molekul ditarik oleh
molekul lain yang sejenis di dekatnya dengan gaya yang sama ke segala arah. Akibatnya tidak
terdapat sisa (resultan) gaya yang bekerja pada masing-masing molekul. Adanya gaya atau tarikan
kebawah menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan berada dalam keadaan tegang.
tegangan ini disebut dengan tegangan permukaan (Herinaldi, 2004).
Molekul-molekul yang berada dalam fasa cair seluruhnya akan dikelilingi oleh molekul-
molekul dengan gaya tarik-menarik yang sama ke segala arah. Sedangkan molekul pada
permukaan mengalami tarikan kedalam rongga cairan karena gaya tarik-menarik di dalam rongga
cairan lebih besar daripada gaya tarik-menarik oleh molekul uap yang diatas permukaa cairan. Hal
ini berakibat permukaan cenderung mengerut untuk mencapai luas yang sekecil mungkin
(Halliday, 1991 ).
Daya tarik kapiler disebabkan oleh tegangan permukaan dan oleh nilai relatif adhesi antara
cairan dan benda padat terhadap kohesi cairan. Cairan yang membasahi benda padat mempunyai
adhesi yang lebih besar daripada kohesi. Kegiatan tegangan permukaan dalam hal ini
menyebabkan cairan naik di dalam tabung vertical kecil yang terendam sebagian dalam cairan itu.
Bagi cairan yang tidak membasahi benda padat, tegangan permukaan cenderung untuk menekan
miniskus dalam tabung vertikel kecil. Bila sudut kontak antara cairan dan zat padat diketahui maka
kenaikan kapiler dapat dihitung untuk bentuk miniskus yang diasumsikan (Parrot, 1970).
Tegangan permukaan bervariasi antara berbagai cairan. Air memiliki tegangan permukaan
yang tinggi dan merupakan agen pembasah yang buruk karena air membentuk droplet, misalnya

9
tetesan air hujan pada kaca depan mobil. Permukaan air membentuk suatu lapisan yang cukup kuat
sehingga beberapa serangga dapat berjalan diatasnya (Suminar, 2001).
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik
atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik
tertentu antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur (Mawarda, 2009).
Bahan pembasah adalah bahan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka partikel-partikel
yang tidak mudah larut. Bahan pembasah yang umum digunakan adalah surfaktan yang memindai
udara substansi lain yang terabsorbsi pada permukaan partikel padatan. Sehingga memudahkan
terbasahinya partikel padatan oleh cairan pembawa (RPS, 1998). Ada beberapa metode dalam
melakukan tegangan permukaan
1. Metode kenaikan kapiler Tegangan permukaan diukur dengan melihat ketinggian air/
cairan yang naik melalui suatukapiler. Metode kenaikan kapiler hanya dapat digunakan
untuk mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk mengukur tegangan permukaan
tidak biasa untuk mengukur tegangan antar muka (Douglas,2001).

2. Metode tersiometer Du-NouyMetode cincin Du-Nouy bisa digunakan utnuk mengukur


tegangan permukaan ataupun tegangan antar muka. Prinsip dari alat ini adalah gaya yang
diperlukan untuk melepaskansuatu cincin platina iridium yang diperlukan sebanding
dengan tegangan permukaan atau tegangan antar muka dari cairan tersebut.(Atfins. 1994)
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Beaker glass 100 ml,
2. piknometer 25 mL sebanyak 12 buah

10
3. timbangan digital
4. pipet tetes
5. cawan petri
6. pipa kapiler
7. mistar penggaris/ kertas milimeter.
3.2 Bahan
1. Aquadest
2. paraffin cair
3. tween 80.

IV. PROSEDUR KERJA


4.1 Menentukan kerapatan masing-masing cairan dengan alat piknometer
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Timbang piknometer bersih dan kosong secara seksama, dan catat dalam tabel
3. Isi piknometer dengan masing-masing cairan, seperti aquadest, paraffin, larutan tween 80
0,05%, larutan tween 80 0,1%, larutan tween 80 0,2%, larutan tween 80 0,3%, dan larutan
tween 80 0,4% sampai penuh lalu tutup.
4. Bersihkan dan keringkan bagian luar piknometer dari cairan yang keluar.
5. Timbang kembali piknometer dan catat dalam tabel
6. Buatlah tabel dan hitung kerapatan masing-masing cairan

4.2 Menentukan tegangan muka dengan metode kenaikan kapiler


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ambil aquadest sebanyak 20 ml, lalu masukkan ke dalam cawan petri
3. Ambil paraffin sebanyak 20 ml, lalu masukkan ke dalam cawan petri
4. Ambil larutan tween 80 dengan konsentrasi 0,05%, 0,1%, 0,2%, 0,3% dan 0,4%, lalu
masukkan ke dalam cawan petri
5. Lakukan pengukuran kenaikan air, paraffin, larutan tween 80 0,05%, larutan tween 80
0,1%, larutan tween 80 0,2%, larutan tween 80 0,3%, dan larutan tween 80 0,4% dengan
menggunakan pipa kapiler (posisi pipa kapiler berdiri).
6. Diukur ketinggian cairan dengan menggunakan mistar/kertas millimeter

11
7. Buatlah tabel dan hitung tegangan permukaan masing-masing cairan

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Tabel Penentuan kerapatan dan tegangan permukaan
No Sediaan Cair Kerapatan Tinggi Tegangan
Bobot Bobot ρ Kenaikan Muka
piknometer piknometer (g/ml) (mm) (dyne/cm)
kosong + zat

VI. SOAL-SOAL PENUTUN


1. Bagaimana hubungan kenaikan konsentrasi tween 80 terhadap kenaikan cairan di dalam
pipa kapiler?
2. Apa perbedaan antara adhesi dan kohesi?

12
PRAKTIKUM III
KELARUTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

II. DASAR TEORI


Larutan didefiniskan sebagai suatu sistem di mana molekul terlarut (seperti obat dan
protein) dilarutkan dalam suatu pelarut (Attwood Alexander Florence Attwood, 2008)
Kelarutan adalah jumlah maksimum suatu substansi yang dapat terlarut secara semputna
dalam sejumlah pelarut (Augustijns and Brewster, 2007). Kelarutan suatu substansi menjadi
penting dalam bidang farmasi karena kelarutan sering menjadi faktor penting dalam
bioavailabilitas dari suatu molekul obat. Selain itu, kelarutan dan sifat yang berhubungan
dengan kelarutan juga memberikan informasi yang penting mengenai struktur suatu obat dn
rentang interaksi intermolukelar yang mungkin terjadi. Oleh karena itu pengetahuan yang
komprehensif mengenai fenomena kelarutan memberikan kesempatan seorang ilmuan
farmasi untuk mengembanagkan pemahaman yang optimal mengenai substansi obat,
memeberikan informasi penting terkait dengan bagaimana membuat dan memproses suatu
sediaan farmasi.
Bila larutan mengandung zat terlarut pada batas kelarutannya pada suhu dan tekanan
tertentu, larutan tersebut disebut dalam keadaan jenuh. Jika batas kelarutan terlampaui,
partikel padat dari zat terlarut akan nampak dan fase larutan akan berada dalam ekuilibrium
dengan zat padat, meskipun di bawah keadaan tertentu larutan supersaturated bisa disiapkan,
dimana zat obat akan nampak dalam larutan di atas batas kelarutan normalnya (Attwood
Alexander Florence Attwood, 2008)
Kelarutan suatu zat dapat dinyatakan dengan banyak jenis satuan, yang pada umumnya
menyatakan jumlah zat terlarut (solute) yang dilarutkan dalam suatu pelarut pada suhu dan
tekanan yang ditetapkan. Suatu larutan dikatakan jenuh bila pelarut telah melarutkan jumlah
solute maksimal yang bisa dilarutkan pada suhu tertentu. Larutan yang tidak jenuh
digunakan untuk menyatakan keadaan di mana larutan dengan konsentrasi di bawah

13
konsentrasi jenuhnya. Pada kondisi tersebut, metastable solution yaitu larutan
supersaturated dapat dibuat, di mana konsentrasinya melampaui konsentrasi jenuhnya
(Augustijns and Brewster, 2007)..
Satuan yang sering digunakan untuk menyatakan kelarutan dalam bidang famasi adalah
molaritas, normalitas, molalitas, fraksi mol, persen (dalam volume maupun berat). Molaritas
(M) dari suatu larutan didefinisikan sebahai jumlah mol terlarut yang terlarut dalam setiap
liter larutan (sering ditulis sebagai mol/L atau mol/dm3). Mol diartikan sebagai jumlah gram
zat dibagi dengan bobot molekulnya. Larutan dengan volume tertentu yang memiliki
molaritas yang sama akan memiliki jumlah mol molekul terlarut yang sama Normalitas (N)
dari suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah ekuivalen solut (zat terlarut) yang terlarut
dalam setiap 1 L larutan dan dapat dinyatakan dalam eq/L atau eq/dm3. Normalitas dan
molaritas nilainya sangat bergantung pada suhu, karena volume suatu larutan nilainya sangat
diperngaruhi oleh suhu. Molalitas merupakan jumlah mol terlarut dalam setiap kilogram
pelarut. Nilai molalitas tidak bergantung pada suhu karena kuantitasnya dinyatakan dalam
satuan yang tidak berkaitan dengan suhu (Augustijns and Brewster, 2007).
Fraksi mol menggambarkan rasio jumlah mol suatu komponen yang diamati terhdap
total mol terlarut dan pelarut (solute dan solven) dalam suatu larutan. Jumlah fraksi mol pada
gabungan komponen tersebut harus sama dengan satu. Fraksi volume sering digunakan
untuk menggambarkan komposisi dari sautu campuran pelarut, atau untuk menggambarkan
kelarutan suatu solvent dalam solvent lainnya. (Augustijns and Brewster, 2007).
Konsep persentase sering digunakan secara luas sebagai parameter konsentrasi pada
bidang farmasi, dan menyatakan kuantitas solute yang dilarutkan dalam 100 unit ekuivalen
dari larutan. Persentase bobot (% w/w) didefinisikan sebagai jumlah gram zat terlarut yang
terlarut dalam 100 gram larutan. Persentase volume (% v/v) didefinisikan sebagai jumlah
milliliter zat terlarut yang terlarut dalam 100 mL larutan. Satuan yang sering digunakan
adalah persentase bobot per volume (% w/v) didefinisikan sebagai jumlah gram terlarut yang
terlarut dalam 100 mL larutan. Pemilihan satuan ini biasanya tergantung dari wujud alami
dari suatu zat. Zat yang pada keadaan normalnya berada pada bentuk cair, sering dinyatakan
dalam persentase volume/volume (Augustijns and Brewster, 2007).
Untuk larutan yang sangat larut, kelarutan dinyatakan dalam satuan part per million
(ppm), yang menyatakan jumlah solute yang terlarut dalam 1.000.000 unit ekuivalen larutan

14
(Augustijns and Brewster, 2007). Berdasarkan Farmakope Indonesia, istilah kelarutan
digambarkan sebagai berikut.
Tabel Istilah Perkiraan Kelarutan
Istilah Bagian Pelarut yang dibutuhkan untuk 1 bagian zat terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian
(Depkes RI, 1995)

Proses pelarutan terbagi dalam 3 tahap seperti yang terlihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram yang menggambarkan proses yang terlibat dalam pelarutan solute
kristalin
Tahap pertama, molekul terlarut (obat) 'dikeluarkan' dari kristalnya.Selanjutnya rongga
untuk molekul dibuat dalam pelarut. Pada tahap ketiga molekul terlarut dimasukkan ke dalam
rongga ini (Attwood Alexander Florence Attwood, 2008).
15
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain yaitu pH, suhu,
jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta dielektrik bahan pelarut, dan adanya
zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dan lain-lain. Kelarutan obat
sebagian besar disebabkan oleh polaritas dan pelarut, yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut
polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Oleh karena itu, air bercampur dengan
alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain.
Pertimbangan tentang momen dipole saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar
dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang
jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipole
momen yang tinggi. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehida, keton, amine dan senyawa lain
yang mengandung oksigen dan nitrogen, yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air.
Perbedaan sifat keasaman dan kebasaan dari konstituen dalam hal donor akseptor electron
Lewis juga member andil untuk interaksi spesifik dalam larutan.
Aksi pelarut dari cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar.
Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat
dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tdak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar
termasuk golongan pelarut arotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektroli. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut nonpolar. Namun, senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut
nonpolar dengan tekanan dalam yang sama melalui interaksi dipole induksi. Molekul zat
terlarut tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der Waals-London yang
lemah. Maka minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan minyak
mineral. Alkaloid basa dan asam lemak larut dalam pelaru nonpolar. Pelarut semipolar seperi
keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut
nonpolar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah
dipolarisasikan. Kenyataanya dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar.
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau e = Cx. Cv-1 Besarnya konstanta
dielektrik menurut Moore dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan

16
dielektrik suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik
masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan
pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency sedangkan bahan
pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut cosolvent.
Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah contoh-contoh co-solvent yang umum digunakan
dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir.

Tabel 3.1 Data Konstanta Dielekrik Beberapa Bahan Pelarut


Nama Bahan e Nama Bahan e
N-metilformamid 190 Kloroform 4,8
Air 80,4 Asam hidroklorida 4,6
Gliserin 43,0 Etil eter 4,34
Metal alkohol 33,7 Minyak zaitun 3,1
Etil alkohol 25,7 Minyak biji kapas 3,0
n-propil alkohol 21,8 Asam oleat 2,45
Aseton 21,4 Toluene 2,39
Benzaldehid 17,8 Benzen 2,28
Amil alkohol 15,8 Dioksan 2,26
Benzil alkohol 13,1 Minyak lemon 2,25
Fenol 9,7 Karbon tetraklorida 2,24
Meil salisilat 9,0 Petrolatum cair 2,5
Etil asetat 6,4

17
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Gelas Beaker
2. Batang Pengaduk
3. Gelas Ukur
4. Pipet Volume
5. Pengocok digital/ shaker
6. Kertas Saring
7. Pipet tetes
8. Corong
9. Buret dan Statif

3.2 Bahan
1. Air
2. Alkohol
3. Larutan Propilen Glikol
4. Asam Salisilat
5. Larutan NaOH 0,1 N
6. Indikator Phenolphtalein

IV. PROSEDUR KERJA


1. Dibuat 10 mL campuran bahan pelarut dengan perbandingan yang tertera pada tabel di
bawah ini:
Air (% v/v) Alkohol (% v/v) Propilen glikol (% v/v)
60 0 40
60 10 30
60 15 25
60 20 20
60 30 10
60 40 0

18
2. Timbang asam salisilat sebanyak 1 gram.
3. Masukkan ke dalam masing-masing campuran pelarut, sedikit demi sedikit sambil
dikocok dengan alat pengocok orbital selama 15 menit. Jika ada endapan yang larut
selama pengocokan tambahkan lagi asam salisilat sampai diperoleh larutan yang
jenuh kembali (ditandai dengan endapan asam salisilat yang tidak larut).
4. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring. Hasil saring diberi indikator
phenophtalein dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi menggunakan
buret bening.
5. Buatlah tabel dan grafik di kertas millimeter antara kelarutan asam salisilat dengan
harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan.

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Pengamatan

Alkohol Propilen Asam Volume Volume


Air (%v/v)
No. (%v/v) glikol (%v/v) Salisilat Campuran NaOH 0,1N
(mL)
(mL) (mL) (gram) (mL) (mL)
1 60 0 40 1
2 60 5 35 1
3 60 10 30 1
4 60 15 25 1
5 60 30 10 1
6 60 35 5 1
7 60 40 0 1

2. Perhitungan
Hitung konsentrasi asam salisilat dari setiap pelarut campur!

19
VI. SOAL-SOAL PENUNTUN
a. Apa yang dimaksud konstanta dieletrik dan bagaimana hubungannya terhadap kelarutan?
b. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan?

20
PRAKTIKUM IV

STABILITAS

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu bahan
obat
2. Memahami dan menjelaskan pengaruh perubahan suhu terhadap kestabilan suatu bahan
obat
3. Memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada suhu tertentu
4. Memahami dan menghitung pengaruh energi aktivasi dalam peruraian suatu bahan obat
karena pengaruh perubahan suhu

II. TEORI UMUM


Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah
besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat
yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
dosis yang diterima pasien berkurang. Adakalanya hasil urai zat tersebut bersifat toksis sehingga
dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat
sehingga kestabilan obat terjaga.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain panas, cahaya,
kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan yang dipergunakan dalam
formula sediaan obat. Sebagai contoh: senyawa-senyawa ester dan amil nitrat seperti anvil nitrat
dan kloramfenikol merupakan zat yang mudah terhidrolisis dengan adanya lembab. Sedangkan
vitamin C sangat mudah sekali mengalami oksidasi. Pada umumnya penentuan kestabilan suatu
zat dapat dilakukan melalui perhitungan kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama
sehingga cukup praktis digunakan dalam bidang farmasi.

21
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Beaker glass 100 ml 9. Beaker glass 500 ml
2. Erlenmeyer 100 ml 10. Penjepit kayu
3. Labu ukur 100 ml 11. Thermometer
4. Gelas ukur 5 ml ; 100 ml 12. Penangas elektrik
5. Pipet ukur dan ball filler 13. Aluminium foil
6. Buret coklat 14. Sendok tanduk
7. Batang pengaduk 15. Timbangan analitik
8. Klem dan statif
3.2 Bahan
1. Larutan Vitamin C 100 mg/ml
2. Larutan H2SO4 0,5 M
3. Larutan standart Na2S2O3 0,1 M
4. Larutan KIO3 0,02 M
5. KI
6. Aquadest
7. Indikator kanji
8. Es batu

IV. PROSEDUR KERJA


4.1 Pembuatan larutan standart KIO3 0,02 M 200 ml
1. Timbang KIO3 sebanyak …….. gram dalam beaker glass
2. Tambahkan aquadest, diaduk sampai larut dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml
3. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100 ml, kocok sampai homogen.
4. Lakukan sebanyak 2 kali sampai volume yang didaptkan 200 ml
4.2 Pembuatan larutan standart Na2S2O3 0,1 M 200 ml
1. Timbang Na2S2O3 sebanyak …….. gram dan masukkan ke dalam beaker glass
2. Tambahkan aquadest, diaduk sampai larut dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml
3. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100 ml, kocok sampai homogen.
4. Lakukan sebanyak 2 kali sampai volume yang didaptkan 200 ml

22
4.3 Pembuatan larutan standart H2SO4 0,5 M 100 ml
1. Ambil asam sulfat pekat sebanyak …… ml di lemari asam dan masukkan ke dalam beaker
glass yang berisi sedikit aqudest di lemari asam
2. Aduk sampai larut dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml dilakukan di lemari asam
3. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100 ml, kocok sampai homogen
dilemari asam.

4.4 Pembuatan indicator kanji 0,5% (b/v)


1. Timbang kanji sebanyak …….. gram dan masukkan ke dalam beaker glass
2. Tambahkan aquadest secukupnya, diaduk sampai homogen
3. Panaskan diatas penangas air sampai larut sempurna dan dinginkan.
4. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquadest sampai batas tanda dan
kocok sampai homogeny.

4.5 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 M


1. Disiapkan 3 buah Erlenmeyer yang berisi masing-masing 25 ml larutan standart KIO3 0,02
M
2. Tambahkan 2 gram KI dan 10 ml larutan H2SO4 0,5 M, titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1
M sampai larutan berwarna kuning pucat
3. Tambahkan beberapa tetes indicator kanji sampai terbentuk larutan berwarna biru
kehitaman, dan titrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna
bening.
4. Ulangi kembali untuk 2 erlenmeyer dan hitung konsentrasi molar larutan Na2S2O3

4.6 Penentuan kadar vitamin C


1. Disiapkan 6 buah Erlenmeyer (beri nomor 1-6) yang berisi masing-masing 10 ml larutan
vitamin C.
2. Erlenmeyer 1, ditambahkan 2 gram KI, 20 ml larutan H2SO4 0,5 M dan 25 ml larutan
standart KIO3 0,02 M.

23
3. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna kecoklatan dan tambahkan
beberapa tetes indicator kanji sampai terbentuk larutan berwarna biru kehitaman, dan titrasi
kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna bening.
4. Erlenmeyer 2-6 yang berisi 10 ml larutan vitamin C dipanaskan pada penangas air dengan
suhu 80OC selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit.
5. Dinginkan dan tambahkan 2 gram KI, 20 ml larutan H2SO4 0,5 M dan 25 ml larutan standart
KIO3 0,02 M
6. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna kecoklatan dan tambahkan
beberapa tetes indicator kanji sampai terbentuk larutan berwarna biru kehitaman, dan titrasi
kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna bening.
7. Catatlah dalam tabel dan buatlah grafik dalam kurva menggunakan kertas millimeter.

METODE SPEKTROFOTOMETRI
I. Pembuatan larutan baku vitamin C
• Timbang serbuk vitamin c standar sebanyak 50 mg dan masukkan ke dalam
beker gelas
• Tambahkan aquadest secukupnya, diaduk sampai larut dan masukkan kedalam
labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100
ml, kocok sampai homogen.
• Lakukan pengenceran dengan cara mengambil 2 ml larutan baku vitamin c,
masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest sampai batas tanda,
kocok hingga homogen.
• Lakukan pengukuran absorbansi larutan baku vitamin c menggunakan alat
spektrofotometri UV VIS untuk menentukan panjang gelombang maks dan
ulangi sebanyak 3 kali
• Catat dalam table dan buatlah grafik

II. Pembuatan larutan vitamin C


• Timbang 10 tablet vitamin c (merk IPI), catat bobot totalnya
• Gerus dengan mortar dan masukkan dalam beker gelas

24
• Tambahkan aquadest secukupnya, aduk sampai larut dan masukkan dalam labu
ukur 100 ml, tambahkan aquadest hingga batas tanda, kocok sampai homogen.
• Larutan disaring dan dilakukan pengenceran dengan mengambil 2 ml larutan
baku vitamin c, masukkan dalam labu ukur, tambahkan aquadest hingga batas
tanda, kocok sampai homogen.
• Siapkan tabung reaksi sebanyak 12 buah yang berisi masing masing 10 ml
larutan sampel vitamin c
• Tabung reaksi yang berisi sampel dipanaskan pada penangas air dengan suhu
27O C, 50O C, 70O C, 90 OC
• Dinginkan dan lakukan pengukuran absorbansi larutan baku vitamin c
menggunakan alat spektrofotometri untuk menentukan panjang gelombang
maks dan ulangi sebanyak 3 kali
• Catat dalam table dan buatlah grafik.

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


5.1 Standart Larutan Standart Na2S2O3 0,1 M
Larutan KIO3 Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan

5.2 Pengamatan kadar vitamin C tablet menggunakan metode iodometri


Lama Pemanasan Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan

25
5.3 Perhitungan Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M
5.4 Perhitungan Penetapan Kadar Vitamin C
5.5 Perhitungan Orde reaksi dan grafik konsentrasi dan waktu
t (waktu) Orde nol Orde satu Orde dua

III. METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS


Hasil absorbansi larutan baku dan larutan sampel vitamin c

Nama Suhu Absorbansi Rata rata


Sampel (Celcius) 1 2 3 absorbansi

Larutan baku 27
vitamin C
27

50

26
Larutan 70
sampel
90
vitamin C

Hasil perhitungan kadar larutan baku dan sampel vitamin C


Nama Suhu Kadar (%) Rata rata
Sampel (Celcius) 1 2 3 kadar

Larutan baku 27
vitamin C
Larutan 27
sampel
50
vitamin C
70

90

VI. SOAL-SOAL PENUNTUN


1. Berdasarkan hasil percobaan diatas, berapakah orde peruraian vitamin C dan jelaskan
alasanya?
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu obat?

27
PRAKTIKUM V
SEDIMENTASI PARTIKEL SUSPENSI

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami dan mengamati faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi
stabilitas suatu suspense
2. Memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspense
3. Memahami perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi

II. DASAR TEORI


Suspensi dalam farmasi adalah disperse kasar yang didalamnya terdispersi partikel-partikel
padat yang tidak larut dalam medium cair. Sebagian besar partikel tersebut memiliki
diameter lebih dari 0,1µm dan dibawah mikroskop sebagian partikel menunjukkan gerak
Brown jika dispersi memiliki viskositas yang rendah. Aspek utama dalam stabilitas fisika
suatu suspense adalah mencegah fase terdispersi mengendap terlalu cepat dan fasa
terdispersi mengendap pada dasar wadah membentuk “cake” yang keras dan dapat segera
terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspense:
1. Ukuran partikel
2. Jumlah partikel yang bergerak
3. Tolak menolak antar partikel karena adanya muatan listrik
4. Konsentrasi suspense
5. Viskositas
6. Suhu

Dua parameter sedimentasi adalah volume sedimentasi (F) dan derajat flokulasi. Volume
sedimentasi adalah perbandingan volume akhir sedimentasi (Vu) terhadap volume awal
suspense (Vo) :

Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar, karena menghubungkan
volume sedimen dalam system flokulasi dengan volume sedimen pada system deflokulasi

28
Secara umum kecepatan sedimentasi dinyatakan dalam Hukum Stokes, dengan persamaan:

Laju sedimentasi juga dapat ditentukan dengan persamaan:

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
1. Gelas ukur 50 ml
2. Beaker glass
3. Mortir dan stamper
4. Pengaduk kaca
5. Alumunium foil
3.2 Bahan
1. Sulfa
2. Propilenglikol
3. CMC Na
4. Aquadest

IV. PROSEDUR KERJA


1. Siapkan gelas ukur 50 ml sebanyak 5 buah dan beri keterangan
2. Pembuatan suspensi gelas ukur I adalah
• Timbang sulfa sebanyak 3 g
• Gerus sulfa di mortir, ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit sampai dapat
dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
3. Pembuatan suspensi gelas ukur II adalah
• Buat mucilago CMC Na 0,25%
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na aduk hingga
homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
4. Pembuatan suspensi gelas ukur III adalah
• Buat mucilago CMC Na 0,50%

29
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na aduk hingga
homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
5. Pembuatan suspensi gelas ukur IV adalah
• Buat mucilago CMC Na 0,25%
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, basahi dengan propilenglikol, masukkan ke dalam
mucilago CMC Na aduk hingga homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat
dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
6. Pembuatan suspensi gelas ukur V adalah
• Buat mucilago CMC Na 0,50%
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, basahi dengan propilen glikol, masukkan ke dalam
mucilago CMC Na aduk hingga homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat
dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
7. Semua gelas ukur ditutup dengan aluminium foil kemudian dikocok bersama-sama,
kemudian amati tinggi sedimentasinya.
Gelas Ukur
Bahan
I II III IV V
Sulfa 3 3 3 3 3

CMC Na - 0,25% 0,50% 0,25% 0,50%


Propilenglikol - - - 5 ml 5 ml
Aquadest ad 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Hasil pengamatan tinggi sedimen
Tinggi Sedimen (cm)
Waktu
(menit) I II III IV V

15

30
30

45

60

90

2. Hasil perhitungan Volume sedimentasi


Volume Sedimentasi (F)
Waktu
(menit) I II III IV V
15

30

45

60

90

3. Hasil perhitungan harga Derajat flokulasi


Derajat Flokulasi (β)

II III IV V

VI. SOAL-SOAL PENUNTUN


1. Diantara kelima tabung, manakah kecepatan sedimentasinya paling besar? (urutkan)
2. Apakah kegunaan CMC Na dan propilenglikol dalam pembuatan suatu sediaan
suspensi?
3. Manakah diantara kelima tabung yang merupakan sistem terflokulasi dan sistem
deflokulasi?

31
4. Manakah suspensi yang paling stabil? Apakah suspensi yang paling stabil merupakan
suspensi yang ideal? Bagaimana suspensi ideal itu?

32
PRAKTIKUM VI
MIKROMERITIKA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mampu dan terampil menggunakan mikroskopi optic untuk menentukan ukuran
partikel dan distribusinya
2. Memahami dan mampu menghitung parameter-parameter yang berhubungan bentuk
dan ukuran partikel

II. DASAR TEORI


Mikromeritik adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan ukuran partikel. Dimensi partikel
serbuk dapat ditentukan menurut sifat-sifatnya seperti luas permukaan, volume, daerah
proyeksi atau kecepatan sedimentasinya. Sekumpulan partikel biasanya bersifat heterogen.
Bentuk dan ukurannya sangat bervariasi, karenanya dalam menentukan ukuran sekumpulan
partikel perlu diperkirakan interval (jarak) ukuran partikel yang ada dan fraksi jumlah atau
bobot dari setiap jarak ukuran partikel. Kemudian dibuat kurva distribusi ukuran partikel
dan dari kurva ini dapat ditentukan ukuran partikel rata-rata ukuran dari sekumpulan partikel
tersebut.
Metode mikroskopis optik dan pengayakan merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk menentukan ukuran partikel.
Beberapa parameter yang digunakan dalam mikromeritika adalah:
1. Diameter nilai tengah angka panjang (dln)

2. Diameter nilai tengah angka permukaan (dsn)

3. Diameter nilai tengah angka volume (dvn)

4. Diameter nilai tengah panjang permukaan atau panjang terbobot (dsl)

5. Diameter nilai tengah volume permukaan (dvs)

6. Diameter nilai tengah momen berat (dwm)

33
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Mikroskop optic
2. Mikrometer okuler dan objektif
3. Gelas objek dan gelas penutup
4. Pengayakan
5. Timbangan analitik
3.2 Bahan
1. Amylum solani
2. Gula pasir
3. Aquadest

IV. PROSEDUR KERJA


4.1 Menentukan ukuran partikel menggunakan metode mikroskopis optic
1. Kaliberasi mikrometer okuler terhadap obyektif
a. Micrometer okuler yang akan dikaliberasi dipasang di dalam lensa okuler
b. Micrometer objektif dipasang dibawah lensa obyektif
c. Skala 0,0 pada micrometer obyektif dihimpitkan hingga segaris dengan salah
satu skala pada skala okuler dan catat sebanyak 3 skala
d. Micrometer objektif dilepas
2. Pembuatan preparat
a. Amylum solani + aqua diaduk hingga homogeny
b. Teteskan pada gelas objek
3. Amati ukuran partikel sebanyak 500 kali, catat
4. Catat ukuran partikel besar dan terkecil untuk membuat interval kelas
5. Hitung diameter tengah yang berupa dln, dsn, dvn, dsl, dvs dan dwm dan buatlah kurva
antara ukuran partikel terhadap distribusi frekuensi

4.2 Menentukan ukuran partikel menggunakan metode pengayakan


1. Siapkan alat dan bahan

34
2. Timbang amylum solani dan gula pasir, masing-masing sebanyak 25 gram
3. Bersihkan ayakan yang akan digunakan
4. Pasang set ayakan dari nomor ayakan yang rendah diatas sampai yang terbesar
dibawah.
5. Masukkan satu per satu bahan pada ayakan bagian pertama, tutup ayakan dan
goyangkan dengan kecepatan konstan selama 5 menit
6. Buka ayakan dan ambil sisa-sisa bahan di setiap ayakan lalu timbang dan catat
beratnya di timbangan analitik
7. Hitung diameter rata-rata dari masing-masing sampel

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


5.1 Penentuan ukuran partikel menggunakan metode micrometer
a. Hasil kalibrasi skala okuler dengan skala objektif
b. Hasil pengamatan ukuran (500 data)
No Ukuran partikel dengan skala okuler
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

35
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

5.2 Penentuan ukuran partikel menggunakan metode pengayakan


a. Sampel Gula Pasir
Nomor Diameter rata- Bobot tertinggal Persen
ayakan rata (µm) Tertinggal

36
b. Sampel Amylum Solani
Nomor Diameter rata- Bobot tertinggal Persen
ayakan rata (µm) Tertinggal

VI. SOAL-SOAL PENUNTUN


1. Sebutkan perbedaan masing-masing nilai tebagh diameter yang ada ukur menggunakan
metode micrometer?
2. Jelaskan pendapat anda dengan melihat kurva distribusi ukuran partikel?
3. Jelakan pendapat anda dengan melihat hasil diameter masing-masing sampel?
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan metode micrometer dan pengayakan?

37
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia.

Attwood Alexander Florence Attwood, D. T. (2008) Physical Pharmacy. London: Pharmaceutical


Press.
Augustijns, P. and Brewster, M. (2007) Solvent Systems and Their Selection in Pharmaceutics and
Biopharmaceutics. USA: AAPP Press.

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi kelima. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Giancoli, Douglas C. 2001. Isika Jilid I (terjemahan). Erlangga: Jakarta.
Herinaldi. 2004. Mekanika Fluida, terjemahan dari “Fundamental of Fluids Mechanic oleh
Donald F. Young. Erlangga: Jakarta.
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Mawarda. 2009. Tegangan Permukaan dan Kapasitas. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Nahar, L., dan Satyajit S. 2009. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sinko dan Patrick. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin Edisi 5. Jakarta: EGC
Soekardi, I. dan Hutauruk. 2004. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Jakarta: Granit
Suminar. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, tejemaham dari “Principles of Modern
Chemistry” oleh David Oxtoby. Erlangga.Jakarta.
Syamsuni, H. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Tungadi, R. 2014. Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida. Jakarta: Sagung Seto
Yazid, Estien, 2004. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit Andi, Yogyakarta

38

Anda mungkin juga menyukai