FARMASI FISIKA
Oleh :
Tim Dosen
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya Buku
Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika dapat diselesaikan dengan baik. Farmasi Fisika menjadi mata
kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Farmasi Klinis di Universitas Bali Internasional.
Praktikum Farmasi Fisika memberi pengetahuan tentang penerapan konsep fisika dalam ilmu
farmasi. Praktikum Farmasi Fisika ini membahas mengenai konsep viskositas dan rheologi,
tegangan permukaan, kelarutan, sedimentasi partikel, stabilitas dan mikromeritik
Praktikum farmasi fisika ini dilaksanakan agar dapat memberikan pengalaman praktis
mengenai ilmu farmasi fisika yang tentunya juga didukung oleh pengetahuan teoritis yang
diberikan melalui kuliah farmasi fisika. Petunjuk praktikum ini diharapkan dapat menjadi sarana
untuk memudahkan mahasiswa program studi Farmasi Klinis, Universitas Bali Internasional,
dalam melaksanakan praktikum farmasi fisika.
Kami menyadari bahwa Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika masih jauh dari
sempurna, untuk hal ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa mendatang sehingga nantinya dapat mendukung
terselenggaranya praktikum farmasi fisika dengan lebih baik.
ii
DAFTAR ISI
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
iv
v
PENILAIAN PRAKTIKUM
Penilaian praktikum farmasi fisika meliputi semua aspek, dari mulai jurnal praktikum, test
sebelum praktikum (pretest), teknik kerja pada saat praktikum (self asessment), laporan hasil,
sampai dengan pelaksanaan responsi. Sistem yang digunakan adalah sistem standard mutlak
dengan nilai akhir dalam bentuk huruf. Berikut adalah alokasi serta standar penilaian praktikum
botani farmasi.
Alokasi Penilaian :
1. Pretest (30%)
2. Proses Praktikum (30%)
3. Responsi (40%)
Standard Penilaian :
• 100 – 81 : A
• 80 – 71 : AB
• 70 – 66 : B
• 65 – 61 : BC
• 60 – 55 : C
• 54 – 41 : D
• 54 – 41 : E
vi
FORMAT JURNAL DAN LAPORAN
I. Format Jurnal
Jurnal dibuat tulis tangan menggunakan kertas double folio, per individu dengan format
sebagai berikut
1. Tujuan Praktikum
2. Dasar Teori
3. Alat dan Bahan
4. Prosedur Kerja
5. Hasil Pengamatan
6. Daftar Pustaka
II. Format Laporan
Laporan dibuat tulis tangan menggunakan kertas double folio, per kelompok dengan format
sebagai berikut
1. Tujuan Praktikum
2. Dasar Teori
3. Alat dan Bahan
4. Prosedur Kerja
5. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
6. Hasil Jawaban Soal
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
9. Daftar Pustaka
Jurnal dan Laporan dibuat dengan menyertakan sampul. Hal yang perlu disertakan dalam
sampul jurnal atau laporan adalah sebagai berikut
vii
JURNAL/LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PRAKTIKUM I/II/DST (JUDUL PRAKTIKUM)
LAMBANG UNIVERSITAS
viii
PRAKTIKUM I
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan viskositas dari sediaan minyak kelapa, kecap, sirup, emulsi dan suspensi
dengan menggunakan Viskometer Brookfield
2. Menentukan sifat aliran dari sediaan minyak kelapa, kecap, sirup, emulsi dan suspensi
dengan menggunakan Viskometer Brookfield
3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran parameter rheology dengan
menggunakan Viskometer Brookfield
1
mengukur viskositas dan rheologi suatu zat yaitu viscometer, dimana ada dua jenis viscometer
yaitu (Sinko, 2011):
1. Viscometer satu titik : Viscometer ini bekerja pada satu titik kecepatan geser saja, sehingga
hanya dihasilkan satu titik pada rheogram. Alat ini hanya dapat digunakan untuk
menentukan viskositas cairan newton, yang termasuk kedalam jenis alat ini yaitu
viscometer kapiler, viscometer bola jatuh, dan penetrometer.
2. Viscometer banyak titik : Viscometer jenis ini pengukurannya dapat dilakukan pada
beberapa harga kecepatan geser sehingga dapat diperoleh rheogram yang sempurna.
Viscometer jenis ini dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan newton maupun
cairan non newton, yang termasuk kedalam jenis alat ini yaitu viscometer rotasi tipe
Stromer, viscometer Brookfield dan Rotovisco.
Berdasarkan hukum Newton tentang sifat aliran cairan, maka tipe aliran dibedakan
menjadi 2, yaitu cairan newton dan cairan non newton (Wiroatmojo, 1988):
1. Cairan Newton yaitu cairannya mengalir mengikuti aturan-aturan viskositas.
2. Cairan non Newton yaitu aturannya tidak mengikuti aturan viskositas. Cairan biasanya
memiliki ukuran molekul yang paling besar atau mempunyai struktur tambahan, misalnya
koloid. Untuk mengalirkan cairan bukan cairan Newton sehingga diperlukan tambahan
gaya atau jika perlu memecah strukturnya. Berdasarkan grafik sifat aliaran (rheogram)
cairan non newton terbagi atas dua kelompok yaitu:
I.Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini terbagi atas tiga
aliran yaitu:
a. Aliran plastis : Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tetapi memotong
sumbu shearing stress pada titik tertentu yang dikenal dengan harga yield.
Bingham bodies tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar
harga yield tersebut.
2
b. Aliran pseudoplastis : Viskositas cairan pseudoplastis akan berkurang dengan
meningkatnya rate of shear.
II. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini terbagi atas tiga
aliran yaitu (Sinko, 2011):
a. Aliran Tiksotropi
R
a
t
e
O
f
s
h
e
r
e
Shearing stress
3
dan kurva yang menaik menunjukkan bahan tersebut mempunyai konsistensi lebih
rendah pada setiap harga rate of shear pada kurva menurun dibandingkan dengan
pada kurva menaik. Ini menunjukkan adanya pemecahan struktur dan juga shear
thinning yang tidak terbentuk kembali dengan segera jika stress tersebut
dihilangkan atau dikurangi.
b. Aliran Rheopeksi
R
a
t
e
O
f
S
h
a
r
e
Shearing steess
Rheopeksi adalah suatu gejala dimana suatu sol membentuk suatu gel lebih cepat jika
diaduk perlahan-lahan atau kalau di shear daripada jika dibiarkan membentuk gel tersebut
tanpa pengadukan. Dalam suatu sistem reopektis, gel tersebut adalah bentuk
keseimbangan. Sedangkan dalam anti tiksotropi keadaan keseimbangan adalah sol.
c. Antitiksotropi
R
a
t
e
O
f
S
h
a
r
e
Shearing stress
4
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Beaker glass 500 ml
2. Batang pengaduk panjang
3. Stopwatch
4. Viskometer Brookfield
3.2 Bahan
1. Alkohol 70%
2. Minyak kelapa 500 ml
3. Kecap 500 ml
4. Sirup 500 ml
5. Emulsi 500 ml
6. Suspensi 500 ml
5
V. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan viskositas dan sifat alir sediaan ……
Tipe Rpm nomer viskositas % torque
Viskometer spindel
6
VI. SOAL-SOAL PENUNTUN
1. Bagaimana pendapat saudara tentang kurva hubungan rpm versus viskositas dari data
yang diperoleh?
2. Mengapa semakin besar rpm, viskositas kecap semakin kecil/turun?
7
PRAKTIKUM II
TEGANGAN PERMUKAAN
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan suatu zat cair.
2. Menentukan tegangan permukaan zat cair.
3. Menentukan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dengan metode tegangan permukaan.
8
Pada umumnya zat cair memiliki permukaan mendatar, tetapi apabila zat cair bersentuhan
dengan zat padat atau dinding bejana, maka permukaan bagian tepi yang bersentuhan dengan
dinding akan melengkung. Gejala melengkungnya permukaan zat cair disebut dengan ministus
(Yasid, 2004).
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul
dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya
tegangan permukaan didefinisikan pada antar muka cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip
juga ada pada tegangan antar muka cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan semacam ini
secara umum disebut dengan tegangan antar muka (Douglas.2001).
Permukaan zat cair mempunyai sifat ingin merenggang, sehingga permukaannya seolah-olah
ditutupi oleh suatu lapisan yang elastis. Hal ini disebabkan adanya gaya tarik-menarik antar
partikel sejenis didalam zat cair sampai ke permukaan. Di dalam cairan, tiap molekul ditarik oleh
molekul lain yang sejenis di dekatnya dengan gaya yang sama ke segala arah. Akibatnya tidak
terdapat sisa (resultan) gaya yang bekerja pada masing-masing molekul. Adanya gaya atau tarikan
kebawah menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan berada dalam keadaan tegang.
tegangan ini disebut dengan tegangan permukaan (Herinaldi, 2004).
Molekul-molekul yang berada dalam fasa cair seluruhnya akan dikelilingi oleh molekul-
molekul dengan gaya tarik-menarik yang sama ke segala arah. Sedangkan molekul pada
permukaan mengalami tarikan kedalam rongga cairan karena gaya tarik-menarik di dalam rongga
cairan lebih besar daripada gaya tarik-menarik oleh molekul uap yang diatas permukaa cairan. Hal
ini berakibat permukaan cenderung mengerut untuk mencapai luas yang sekecil mungkin
(Halliday, 1991 ).
Daya tarik kapiler disebabkan oleh tegangan permukaan dan oleh nilai relatif adhesi antara
cairan dan benda padat terhadap kohesi cairan. Cairan yang membasahi benda padat mempunyai
adhesi yang lebih besar daripada kohesi. Kegiatan tegangan permukaan dalam hal ini
menyebabkan cairan naik di dalam tabung vertical kecil yang terendam sebagian dalam cairan itu.
Bagi cairan yang tidak membasahi benda padat, tegangan permukaan cenderung untuk menekan
miniskus dalam tabung vertikel kecil. Bila sudut kontak antara cairan dan zat padat diketahui maka
kenaikan kapiler dapat dihitung untuk bentuk miniskus yang diasumsikan (Parrot, 1970).
Tegangan permukaan bervariasi antara berbagai cairan. Air memiliki tegangan permukaan
yang tinggi dan merupakan agen pembasah yang buruk karena air membentuk droplet, misalnya
9
tetesan air hujan pada kaca depan mobil. Permukaan air membentuk suatu lapisan yang cukup kuat
sehingga beberapa serangga dapat berjalan diatasnya (Suminar, 2001).
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik
atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik
tertentu antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur (Mawarda, 2009).
Bahan pembasah adalah bahan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka partikel-partikel
yang tidak mudah larut. Bahan pembasah yang umum digunakan adalah surfaktan yang memindai
udara substansi lain yang terabsorbsi pada permukaan partikel padatan. Sehingga memudahkan
terbasahinya partikel padatan oleh cairan pembawa (RPS, 1998). Ada beberapa metode dalam
melakukan tegangan permukaan
1. Metode kenaikan kapiler Tegangan permukaan diukur dengan melihat ketinggian air/
cairan yang naik melalui suatukapiler. Metode kenaikan kapiler hanya dapat digunakan
untuk mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk mengukur tegangan permukaan
tidak biasa untuk mengukur tegangan antar muka (Douglas,2001).
10
3. timbangan digital
4. pipet tetes
5. cawan petri
6. pipa kapiler
7. mistar penggaris/ kertas milimeter.
3.2 Bahan
1. Aquadest
2. paraffin cair
3. tween 80.
11
7. Buatlah tabel dan hitung tegangan permukaan masing-masing cairan
12
PRAKTIKUM III
KELARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
13
konsentrasi jenuhnya. Pada kondisi tersebut, metastable solution yaitu larutan
supersaturated dapat dibuat, di mana konsentrasinya melampaui konsentrasi jenuhnya
(Augustijns and Brewster, 2007)..
Satuan yang sering digunakan untuk menyatakan kelarutan dalam bidang famasi adalah
molaritas, normalitas, molalitas, fraksi mol, persen (dalam volume maupun berat). Molaritas
(M) dari suatu larutan didefinisikan sebahai jumlah mol terlarut yang terlarut dalam setiap
liter larutan (sering ditulis sebagai mol/L atau mol/dm3). Mol diartikan sebagai jumlah gram
zat dibagi dengan bobot molekulnya. Larutan dengan volume tertentu yang memiliki
molaritas yang sama akan memiliki jumlah mol molekul terlarut yang sama Normalitas (N)
dari suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah ekuivalen solut (zat terlarut) yang terlarut
dalam setiap 1 L larutan dan dapat dinyatakan dalam eq/L atau eq/dm3. Normalitas dan
molaritas nilainya sangat bergantung pada suhu, karena volume suatu larutan nilainya sangat
diperngaruhi oleh suhu. Molalitas merupakan jumlah mol terlarut dalam setiap kilogram
pelarut. Nilai molalitas tidak bergantung pada suhu karena kuantitasnya dinyatakan dalam
satuan yang tidak berkaitan dengan suhu (Augustijns and Brewster, 2007).
Fraksi mol menggambarkan rasio jumlah mol suatu komponen yang diamati terhdap
total mol terlarut dan pelarut (solute dan solven) dalam suatu larutan. Jumlah fraksi mol pada
gabungan komponen tersebut harus sama dengan satu. Fraksi volume sering digunakan
untuk menggambarkan komposisi dari sautu campuran pelarut, atau untuk menggambarkan
kelarutan suatu solvent dalam solvent lainnya. (Augustijns and Brewster, 2007).
Konsep persentase sering digunakan secara luas sebagai parameter konsentrasi pada
bidang farmasi, dan menyatakan kuantitas solute yang dilarutkan dalam 100 unit ekuivalen
dari larutan. Persentase bobot (% w/w) didefinisikan sebagai jumlah gram zat terlarut yang
terlarut dalam 100 gram larutan. Persentase volume (% v/v) didefinisikan sebagai jumlah
milliliter zat terlarut yang terlarut dalam 100 mL larutan. Satuan yang sering digunakan
adalah persentase bobot per volume (% w/v) didefinisikan sebagai jumlah gram terlarut yang
terlarut dalam 100 mL larutan. Pemilihan satuan ini biasanya tergantung dari wujud alami
dari suatu zat. Zat yang pada keadaan normalnya berada pada bentuk cair, sering dinyatakan
dalam persentase volume/volume (Augustijns and Brewster, 2007).
Untuk larutan yang sangat larut, kelarutan dinyatakan dalam satuan part per million
(ppm), yang menyatakan jumlah solute yang terlarut dalam 1.000.000 unit ekuivalen larutan
14
(Augustijns and Brewster, 2007). Berdasarkan Farmakope Indonesia, istilah kelarutan
digambarkan sebagai berikut.
Tabel Istilah Perkiraan Kelarutan
Istilah Bagian Pelarut yang dibutuhkan untuk 1 bagian zat terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian
(Depkes RI, 1995)
Proses pelarutan terbagi dalam 3 tahap seperti yang terlihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Diagram yang menggambarkan proses yang terlibat dalam pelarutan solute
kristalin
Tahap pertama, molekul terlarut (obat) 'dikeluarkan' dari kristalnya.Selanjutnya rongga
untuk molekul dibuat dalam pelarut. Pada tahap ketiga molekul terlarut dimasukkan ke dalam
rongga ini (Attwood Alexander Florence Attwood, 2008).
15
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain yaitu pH, suhu,
jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta dielektrik bahan pelarut, dan adanya
zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dan lain-lain. Kelarutan obat
sebagian besar disebabkan oleh polaritas dan pelarut, yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut
polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Oleh karena itu, air bercampur dengan
alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain.
Pertimbangan tentang momen dipole saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar
dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang
jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipole
momen yang tinggi. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehida, keton, amine dan senyawa lain
yang mengandung oksigen dan nitrogen, yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air.
Perbedaan sifat keasaman dan kebasaan dari konstituen dalam hal donor akseptor electron
Lewis juga member andil untuk interaksi spesifik dalam larutan.
Aksi pelarut dari cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar.
Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat
dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tdak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar
termasuk golongan pelarut arotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektroli. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut nonpolar. Namun, senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut
nonpolar dengan tekanan dalam yang sama melalui interaksi dipole induksi. Molekul zat
terlarut tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der Waals-London yang
lemah. Maka minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan minyak
mineral. Alkaloid basa dan asam lemak larut dalam pelaru nonpolar. Pelarut semipolar seperi
keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut
nonpolar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah
dipolarisasikan. Kenyataanya dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar.
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau e = Cx. Cv-1 Besarnya konstanta
dielektrik menurut Moore dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan
16
dielektrik suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik
masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan
pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency sedangkan bahan
pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut cosolvent.
Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah contoh-contoh co-solvent yang umum digunakan
dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir.
17
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Gelas Beaker
2. Batang Pengaduk
3. Gelas Ukur
4. Pipet Volume
5. Pengocok digital/ shaker
6. Kertas Saring
7. Pipet tetes
8. Corong
9. Buret dan Statif
3.2 Bahan
1. Air
2. Alkohol
3. Larutan Propilen Glikol
4. Asam Salisilat
5. Larutan NaOH 0,1 N
6. Indikator Phenolphtalein
18
2. Timbang asam salisilat sebanyak 1 gram.
3. Masukkan ke dalam masing-masing campuran pelarut, sedikit demi sedikit sambil
dikocok dengan alat pengocok orbital selama 15 menit. Jika ada endapan yang larut
selama pengocokan tambahkan lagi asam salisilat sampai diperoleh larutan yang
jenuh kembali (ditandai dengan endapan asam salisilat yang tidak larut).
4. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring. Hasil saring diberi indikator
phenophtalein dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi menggunakan
buret bening.
5. Buatlah tabel dan grafik di kertas millimeter antara kelarutan asam salisilat dengan
harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan.
2. Perhitungan
Hitung konsentrasi asam salisilat dari setiap pelarut campur!
19
VI. SOAL-SOAL PENUNTUN
a. Apa yang dimaksud konstanta dieletrik dan bagaimana hubungannya terhadap kelarutan?
b. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan?
20
PRAKTIKUM IV
STABILITAS
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu bahan
obat
2. Memahami dan menjelaskan pengaruh perubahan suhu terhadap kestabilan suatu bahan
obat
3. Memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada suhu tertentu
4. Memahami dan menghitung pengaruh energi aktivasi dalam peruraian suatu bahan obat
karena pengaruh perubahan suhu
21
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Beaker glass 100 ml 9. Beaker glass 500 ml
2. Erlenmeyer 100 ml 10. Penjepit kayu
3. Labu ukur 100 ml 11. Thermometer
4. Gelas ukur 5 ml ; 100 ml 12. Penangas elektrik
5. Pipet ukur dan ball filler 13. Aluminium foil
6. Buret coklat 14. Sendok tanduk
7. Batang pengaduk 15. Timbangan analitik
8. Klem dan statif
3.2 Bahan
1. Larutan Vitamin C 100 mg/ml
2. Larutan H2SO4 0,5 M
3. Larutan standart Na2S2O3 0,1 M
4. Larutan KIO3 0,02 M
5. KI
6. Aquadest
7. Indikator kanji
8. Es batu
22
4.3 Pembuatan larutan standart H2SO4 0,5 M 100 ml
1. Ambil asam sulfat pekat sebanyak …… ml di lemari asam dan masukkan ke dalam beaker
glass yang berisi sedikit aqudest di lemari asam
2. Aduk sampai larut dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml dilakukan di lemari asam
3. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100 ml, kocok sampai homogen
dilemari asam.
23
3. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna kecoklatan dan tambahkan
beberapa tetes indicator kanji sampai terbentuk larutan berwarna biru kehitaman, dan titrasi
kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna bening.
4. Erlenmeyer 2-6 yang berisi 10 ml larutan vitamin C dipanaskan pada penangas air dengan
suhu 80OC selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit.
5. Dinginkan dan tambahkan 2 gram KI, 20 ml larutan H2SO4 0,5 M dan 25 ml larutan standart
KIO3 0,02 M
6. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna kecoklatan dan tambahkan
beberapa tetes indicator kanji sampai terbentuk larutan berwarna biru kehitaman, dan titrasi
kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna bening.
7. Catatlah dalam tabel dan buatlah grafik dalam kurva menggunakan kertas millimeter.
METODE SPEKTROFOTOMETRI
I. Pembuatan larutan baku vitamin C
• Timbang serbuk vitamin c standar sebanyak 50 mg dan masukkan ke dalam
beker gelas
• Tambahkan aquadest secukupnya, diaduk sampai larut dan masukkan kedalam
labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100
ml, kocok sampai homogen.
• Lakukan pengenceran dengan cara mengambil 2 ml larutan baku vitamin c,
masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest sampai batas tanda,
kocok hingga homogen.
• Lakukan pengukuran absorbansi larutan baku vitamin c menggunakan alat
spektrofotometri UV VIS untuk menentukan panjang gelombang maks dan
ulangi sebanyak 3 kali
• Catat dalam table dan buatlah grafik
24
• Tambahkan aquadest secukupnya, aduk sampai larut dan masukkan dalam labu
ukur 100 ml, tambahkan aquadest hingga batas tanda, kocok sampai homogen.
• Larutan disaring dan dilakukan pengenceran dengan mengambil 2 ml larutan
baku vitamin c, masukkan dalam labu ukur, tambahkan aquadest hingga batas
tanda, kocok sampai homogen.
• Siapkan tabung reaksi sebanyak 12 buah yang berisi masing masing 10 ml
larutan sampel vitamin c
• Tabung reaksi yang berisi sampel dipanaskan pada penangas air dengan suhu
27O C, 50O C, 70O C, 90 OC
• Dinginkan dan lakukan pengukuran absorbansi larutan baku vitamin c
menggunakan alat spektrofotometri untuk menentukan panjang gelombang
maks dan ulangi sebanyak 3 kali
• Catat dalam table dan buatlah grafik.
25
5.3 Perhitungan Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M
5.4 Perhitungan Penetapan Kadar Vitamin C
5.5 Perhitungan Orde reaksi dan grafik konsentrasi dan waktu
t (waktu) Orde nol Orde satu Orde dua
Larutan baku 27
vitamin C
27
50
26
Larutan 70
sampel
90
vitamin C
Larutan baku 27
vitamin C
Larutan 27
sampel
50
vitamin C
70
90
27
PRAKTIKUM V
SEDIMENTASI PARTIKEL SUSPENSI
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami dan mengamati faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi
stabilitas suatu suspense
2. Memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspense
3. Memahami perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi
Dua parameter sedimentasi adalah volume sedimentasi (F) dan derajat flokulasi. Volume
sedimentasi adalah perbandingan volume akhir sedimentasi (Vu) terhadap volume awal
suspense (Vo) :
Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar, karena menghubungkan
volume sedimen dalam system flokulasi dengan volume sedimen pada system deflokulasi
28
Secara umum kecepatan sedimentasi dinyatakan dalam Hukum Stokes, dengan persamaan:
29
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na aduk hingga
homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
5. Pembuatan suspensi gelas ukur IV adalah
• Buat mucilago CMC Na 0,25%
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, basahi dengan propilenglikol, masukkan ke dalam
mucilago CMC Na aduk hingga homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat
dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
6. Pembuatan suspensi gelas ukur V adalah
• Buat mucilago CMC Na 0,50%
• Timbang sulfa sebanyak 3 g, basahi dengan propilen glikol, masukkan ke dalam
mucilago CMC Na aduk hingga homogen, ditambahkan aquadest sampai dapat
dituang
• Masukkan ke dalam gelas ukur dan diadkan sampai 50 ml, kocok homogen
7. Semua gelas ukur ditutup dengan aluminium foil kemudian dikocok bersama-sama,
kemudian amati tinggi sedimentasinya.
Gelas Ukur
Bahan
I II III IV V
Sulfa 3 3 3 3 3
15
30
30
45
60
90
30
45
60
90
II III IV V
31
4. Manakah suspensi yang paling stabil? Apakah suspensi yang paling stabil merupakan
suspensi yang ideal? Bagaimana suspensi ideal itu?
32
PRAKTIKUM VI
MIKROMERITIKA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mampu dan terampil menggunakan mikroskopi optic untuk menentukan ukuran
partikel dan distribusinya
2. Memahami dan mampu menghitung parameter-parameter yang berhubungan bentuk
dan ukuran partikel
33
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Mikroskop optic
2. Mikrometer okuler dan objektif
3. Gelas objek dan gelas penutup
4. Pengayakan
5. Timbangan analitik
3.2 Bahan
1. Amylum solani
2. Gula pasir
3. Aquadest
34
2. Timbang amylum solani dan gula pasir, masing-masing sebanyak 25 gram
3. Bersihkan ayakan yang akan digunakan
4. Pasang set ayakan dari nomor ayakan yang rendah diatas sampai yang terbesar
dibawah.
5. Masukkan satu per satu bahan pada ayakan bagian pertama, tutup ayakan dan
goyangkan dengan kecepatan konstan selama 5 menit
6. Buka ayakan dan ambil sisa-sisa bahan di setiap ayakan lalu timbang dan catat
beratnya di timbangan analitik
7. Hitung diameter rata-rata dari masing-masing sampel
35
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
36
b. Sampel Amylum Solani
Nomor Diameter rata- Bobot tertinggal Persen
ayakan rata (µm) Tertinggal
37
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi kelima. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Giancoli, Douglas C. 2001. Isika Jilid I (terjemahan). Erlangga: Jakarta.
Herinaldi. 2004. Mekanika Fluida, terjemahan dari “Fundamental of Fluids Mechanic oleh
Donald F. Young. Erlangga: Jakarta.
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Martin, Alfred et al. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Mawarda. 2009. Tegangan Permukaan dan Kapasitas. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Nahar, L., dan Satyajit S. 2009. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sinko dan Patrick. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin Edisi 5. Jakarta: EGC
Soekardi, I. dan Hutauruk. 2004. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Jakarta: Granit
Suminar. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, tejemaham dari “Principles of Modern
Chemistry” oleh David Oxtoby. Erlangga.Jakarta.
Syamsuni, H. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Tungadi, R. 2014. Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida. Jakarta: Sagung Seto
Yazid, Estien, 2004. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit Andi, Yogyakarta
38