Anda di halaman 1dari 59

Untuk Lingkungan Sendiri

PENUNTUN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA

Disusun oleh :

TIM

LABORATORIUM DASAR TEKNIK


JURUSAN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU 2018
KATA PENGANTAR

Praktikum Kimia Fisika termasuk kelompok mata kuliah wajib pada Program
Studi S-1 Teknik Kimia. Praktikum ini bertujuan untuk menambah wawasan dan
keterampilan mahasiswa pada teori dasar dan prosedur kerja dari pokok bahasan yang
disajikan dalam modul ini. Pada praktikum ini mahasiswa akan menggunakan beberapa
alat atau instrument sederhana yang dapat menjelaskan perubahan fisika yang terjadi
akibat peristiwa kimia atau sebaliknya. Diharapkan mahasiswa akan terbiasa
mempergunakan berbagai jenis alat-alat yang umum dipakai di laboratorium dan
alat/instrument yang biasa digunakan untuk analisa lanjut .
Penyusunan buku petunjuk praktikum ini berpedoman pada beberapa buku
petunjuk praktikum kimia fisika dan beberapa buku kimia fisika yang menjadi acuan
dalam perkuliahan kimia fisika. Jumlah materi percobaan yang disajikan, disesuaikan
dengan jumlah bab utama dalam buku Kurikulum 2011 Program Sarjana Teknik Kimia
Universitas Riau. Buku ini disusun dan hanya disengajakan bagi keperluan dalam
lingkungan sendiri ( Program Studi S-1 Teknik Kimia UNRI ) dan mungkin masih
mengandung beberapa kelemahan. Saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan
demi kesempurnaannya.
Tiada satu buku pun merupakan hasil kerja satu orang. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan modul praktikum ini. Terimakasih dan semoga rahmat
dan kasih sayang ALLAH SWT, selalu tercurah untuk yang terhormat Almarhum Ibu
Dra. Em Yarti Syarbaini Msi, yang selalu memberikan arahan dan petunjuk kepada
penulis dalam menyusun modul ini semasa hidup beliau. Semoga buku petunjuk
praktikum ini berguna bagi kita semua, terutama bagi mahasiswa yang mengambil mata
kuliah praktikum kimia fisika.

Pekanbaru, September 2018

Penyusun
TIM

ii
PETUNJUK BAGI MAHASISWA

Dalam pelaksanaan praktikum Kimia Fisika, di laboratorium Dasar Teknik


Jurusan Teknik Kimia, ada beberapa ketentuan yang wajib untuk diperhatikan oleh
mahasiswa yang akan mengikuti praktikum ini. Petunjuk atau peraturan praktikum
sengaja dibuat untuk kelancaran dan keselamatan semua pihak yang terlibat dalam
praktikum ini.

1. Sebelum melaksanakan praktikum, dilakukan test /respon yang bersangkutan


dengan objek masing-masing
2. Alat-alat dan bahan-bahan yang dipakai harus diambil setelah dibuat bon
peminjaman
3. Praktikan harus benar-benar mengerti tentang apa yang akan dikerjakan atau
dipraktekkan, tentang sifat-sifat reaksi, alat dan instrument yang dipakai
4. Setiap praktikant wajib memakai sepatu, dan baju praktikum yang baik
5. Praktikan dilarang makan, minum atau apalagi merokok dalam laboratorium
6. Praktikan dilarang bercanda atau bergurau selama praktek, demi keselamatan
semua
7. Sebelum dan sesudah serta selama praktek, kebersihan laboratorium harus tetap
dijaga
8. Bekerjalah dengan tenang dan hati-hati.

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

A.Waktu Praktikum

1. Praktikum dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh dosen pembimbing


2. Mahasiswa harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai (untuk melaksanakan
responsi yang diberikan oleh dosen/asisten
3. Mahasiswa tidak dibolehkan masuk ruangan sebelum diizinkan dosen/asisten
4. Apabila berhalangan hadir, mahasiswa harus memberitahu dengan surat, dan
praktikum yang ditinggalkan, harus dilakukan pada hari lain sesuai dengan waktu
yang ditentukan oleh dosen/asisten
5. Mahasiswa yang tidak hadir berturut-turut sebanyak 2 kali, maka praktikum
dinyatakan gagal terhadap mahasiswa yang bersangkutan dan dianggap tidak lulus
dengan nilai E, jika ketidak hadirannya 2 kali berturut-turut pada permulaan
praktikum, maka mahasiswa tersebut dianggap mengundurkan diri dengan nilai K
(kosong)

B. Penuntun dan Laporan

1. Mahasiswa harus sudah memiliki penuntun praktikum sebelum melakukan


praktikum
2. Sebelum pelaksaan praktikum, mahasiswa harus mempelajari percobaan yang
akan dilakukan beserta teori-teori yang mendukung percobaan tersebut
3. Mahasiswa harus membuat laporan sementara (per kelompok pada buku tulis
isi 18) dan laporan lengkap (per mahasiswa pada kertas HVS ukuran kwarto),
ditulis menggunakan tangan.
4. Laporan sementara diperiksa setelah selesai praktikum dan ditanda tangani oleh
asisten praktikum. Laporan lengkap diserahkan sebelum masuk objek lain pada
minggu berikutnya dengan melampirkan laporan sementara yang telah ditanda
tangani asisten.

iv
FORMAT LAPORAN

Laporan dibuat menurut format sebagai berikut :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

JUDUL PERCOBAAN:

Nama mahasiswa :
Nomor mahasiswa :
Kelompok :
Anggota Kelompok :
1. –
2. -

PROGRAM SARJANA TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS RIAU
2018
(Paraf asisten )

BAB I. TEORI

Berisikan teori singkat dari objek yang dilaksanakan, teori ini dapat diambil dari
berbagai buku bacaan. Setiap buku bacaan dijadikan sumber pustaka, dan ditulis pada
DAFTAR PUSTAKA menurut urutan abjad PENGARANG. Pada bab ini hanya
dimasukkan no. pustakanya.

v
BAB II. PERCOBAAN
Berisikan :
2.1. Alat-alat yang dipakai, dilengkapi dengan gambar rangkaian alat (kalau ada)
2.2. Bahan- bahan yang dipakai
2.3. Prosedur pekerjaan, dibuat menurut urutan kerja yang sebenarnya
2.4. Pengamatan, dibuat pengamatan sedetail mungkin, kalau perlu setiap adanya
perlakuan baru dalam percobaan tersebut

BAB III. HASIL DAN DISKUSI

3.1. Hasil percobaan, dibuat hasil yang diperoleh dalam skala atau ukuran yang sesuai
3.2. Diskusi, berisikan penalaran saudara terhadap hasil bila dibandingkan terhadap
teoritis. Dapat juga dilengkapi dengan perhitungan kalau ada, gambar – gambar
yang dimaksud mendukung diskusi, grafik dsbnya.

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan berisikan kesimpulan yang ditulis singkat dan dimengerti, berkaitan
dengan objek
4.2 Saran, berisikan saran untuk kesempurnaan objek ini, tentunya dengan bahan
pertimbangan yang kuat

BAB V. TUGAS/ JAWABAN PERTANYAAN

BAB V. DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ………………………......................................... iii
Petunjuk Bagi Mahasiswa ………………......................................... iv
Tata Tertib Praktikum ……………. .......................................... v
Format Laporan ……………………........................................... vi
Daftar Isi ……………………………..…………………..….……... viii
Pengenalan Alat-alat Gelas Di Laboratorium Dasar Kimia .............. ix
Pengenalan bahan kimia .............................................................. xv
Perc. I : Kecepatan Disolusi …......................................... 1
Perc. II : Penentuan Kelarutan Elektrolit Secara
Konduktometri .................................................... 7
Perc. III : Elektrokimia .................................................. 13
Perc. IV : Kinetika Reaksi .................................................. 21
Perc. V : Viscositas Berbagai Jenis Cairan ............................. 26
Perc. VI : Isotherm Adsorpsi ............................................ 31
Perc. VII : Larutan Non Elektrolit
Hukum Raoult ............................................... 35
Perc. VIII : Sistem Zat Cair Tiga Komponen
Diagram Terner ................................................... 41

vii
Pengenalan Alat-alat Gelas Di Laboratorium
Dasar Kimia

1. Alat untuk mengekstrak (ekstraktor)


Pemisahan suatu senyawa dari campurannya atau lebih dikenal dengan istilah
pemurnian dapat dilakukan dengan berbagai metoda. Metoda yang dapat ditempuh
adalah metoda ekstraksi, distilasi, atau dengan kromatografi.
Ektraksi merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan senyawa dari sistem
campuran. Berdasarkan fasanya, ektraksi dikelompokkan menjadi ekstraksi cair-cair
dan padat-cair. Ektraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dalam
campuran berfasa cair dengan pelarut lain yang fasanya cair juga. Prinsip dasar
pemisahan ini adalah pemisahan senyawa yang memiliki perbedaan kelarutan pada dua
pelarut yang berbeda. Alat yang digunakan adalah corong pisah.
Ekstraksi padat-cair dilakukan bila ingin memisahkan suatu komponen dalam
suatu padatan dengan menggunakan suatu pelarut cair. Alat yang digunakan adalah
ektraktor soxhlet. Misalnya untuk mengekstrak minyak non-atsiri (senyawa yang
terdapat pada bahan alam yang tidak mudah menguap).

Larutan pengekstrak tempatkan


pada labu alas bulat (boiling flask) (a).
Sampel yang telah dibungkus dengan
kertas saring ditempatkan pada tabung
extractor (b). Bagian ujung atas (c)
merupakan pendingin (condensor)
Allihn atau pendingin bola.

Ekstraktor soxhlet ini merupakan ektraktor kontinyu, pelarut pada labu (a)
dipanaskan dan akan menguap, terkondensasi pada pendingin (c), selanjutnya pelarut
akan masuk pada ektraktor (b). Apabila pelarut telah mencapai batas atas kapiler
pelarut yang telah kontak dengan sampel akan masuk pada labu (a). Begitu seterusnya.

viii
2. Alat untuk distilasi (distiler)
Distilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih
komponen-komponen yang terdapat di dalam suatu campuran.

Distilasi biasa dilakukan untuk


pemisahan campuran yang memiliki
perbedaan titik didih yang cukup besar.
Gambar disamping memperlihatkan
suatu rangkaian alat untuk distilasi
biasa
Distilasi uap dilakukan untuk pemisahan campuran yang memiliki perbedaan
tekanan uap jenuh yang cukup antara komponen-komponen dalam campuran.
Pada distilasi uap, uap yang
digunakan biasanya berupa uap air.
Proses distilasi uap banyak dilakukan
untuk distilasi minyak atsiri, komponen
yang mudah menguap. Distilasi minyak
atsiri juga dapat dilakukan dengan
distilasi air. Peralatan yang sering
digunakan adalah Dean and Stark
Distillation Apparatus
Dean and Stark Distillation

Distilasi juga dapat dilakukan di bawah tekanan atmosfer yang dikenal dengan
distilasi pengurangan tekanan, distilasi vacuum.
Distilasi pengurangan tekanan
dilakukan apabila komponen akan
mengalami dekomposisi pada titik
didihnya. Rangkaian alat distilasi ini
dapat dihubungkan ke pompa vacuum,
misal menggunakan adaptor (10) pada
labu receiver

ix
Bila selisih titik didih
komponen-komponen yang ada pada
campuran kecil atau hasil membentuk
azeotrop, maka komponen alat distilasi
dapat ditambah dengan kolom
fraksionasi, misal kolom vigreux,
packed column Kolom fraksinasi ini
biasanya menggunakan bahan pengisi
(packing)

3. Alat untuk reflux


Reaksi kimia kadang dapat seperangkat alat refluks dilengkapi
berlangsung sempurna pada suhu di dengan labu alas bulat (a), pendingin
atas suhu kamar atau pada titik didih Liebig (b), corong pisah (c), pengaduk
pelarut yang digunakan pada sistem atau termometer (d).
reaksi. Salah satu alat yang dapat
digunakan untuk reaksi-reaksi yang
berlangsung pada suhu tinggi adalah
seperangkat alat refluks. Ada beberapa
tipe alat refluks.
Alat refluks paling sederhana :
[1] dilengkapi dengan labu alas bulat
(a) dan pendingin Liebig (b), [2]
seperangkat alat refluks dilengkapi
dengan labu alas bulat (a), pendingin
Liebig (b) dan corong pisah (c), [3] Alat refluks paling sederhana

4. Penyaring buchner
Penyaring Buchner digunakan biasa. Penyaringan biasa dilakukan
untuk proses penyaringan yang tidak
dapat dilakukan dengan penyaring

x
dengan memanfaatkan gaya grafitasi, filtrat dipisahkan dari sistem campuran
sedangkan pada penyaring buchner, dengan cara disedot atau divakum.

5. Tabung pengembang (chamber)


Alat gelas ini digunakan pada
percobaan kromatografi lapis tipis
(KLT). Digunakan untuk tempat eluen
(larutan pengembang) dan plat KLT
yang telah dibubuhi (ditotol) sampel
atau standar.

Alat – alat gelas laboratorium kimia

Gambar. Peralatan gelas sederhana untuk praktikum kimia

Sebelum mulai melakukan praktikum di laboratorium, praktikan harus


mengenal dan memahami cara penggunaan semua peralatan dasar yang biasa
digunakan dalam laboratorium kimia serta menerapkan K3 di laboratorium. Berikut ini
diuraikan beberapa peralatan yang akan digunakan pada Praktikum Dasar-Dasar Kimia.
Gambar di atas menunjukkan contoh peralatan gelas laboratorium.
1. Labu Takar
Digunakan untuk menakar volume zat kimia dalam bentuk cair pada proses
preparasi larutan. Alat ini tersedia berbagai macam ukuran.

xi
2. Gelas Ukur
Digunakan untuk mengukur volume zat kimia dalam bentuk cair. Alat ini
mempunyai skala, tersedia bermacam-macam ukuran. Tidak boleh digunakan untuk
mengukur larutan/pelarut dalam kondisi panas. Perhatikan meniscus pada saat
pembacaan skala.
3. Gelas Beker
Alat ini bukan alat pengukur (walaupun terdapat skala, namun ralatnya cukup
besar). Digunakan untuk tempat larutan dan dapat juga untuk memanaskan larutan
kimia. Untuk menguapkan solven/pelarut atau untuk memekatkan.
4. Pengaduk Gelas
Digunakan untuk mengaduk suatu campuran atau larutan kimia pada waktu
melakukan reaksi kimia. Digunakan juga untuk menolong pada waktu
menuangkan/mendekantir cairan dalam proses penyaringan.
5. Botol Pencuci
Bahan terbuat dari plastic. Merupakan botol tempat akuades, yang digunakan
untuk mencuci, atau membantu pada saat pengenceran.
6. Corong
Biasanya terbuat dari gelas namun ada juga yang terbuat dari plastic. Digunakan
untuk menolong pada saat memasukkan cairan ke dalam suatu wadah dengan mulut
sempit, seperti : botol, labu ukur, buret dan sebagainya.
7. dan 8. Erlenmeyer
Alat ini bukan alat pengukur, walaupun terdapat skala pada alat gelas tersebut
(ralat cukup besar). Digunakan untuk tempat zat yang akan dititrasi. Kadang-kadang
boleh juga digunakan untuk memanaskan larutan.
9. dan 10. Tabung Reaksi
Terbuat dari gelas. Dapat dipanaskan. Digunakan untuk mereaksikan zat zat
kimia dalam jumlah sedikit.
11. Kuvet
Bentuk serupa dengan tabung reaksi, namun ukurannya lebih kecil. Digunakan
sebagai tempat sample untuk analisis dengan spektrofotometer. Kuvet tidak boleh
dipanaskan. Bahan dapat dari silika (quartz), polistirena atau polimetakrilat.
12. dan 13. Rak Untuk tempat Tabung Reaksi
Rak terbuat dari kayu atau logam. Digunakan sebagai tempat meletakkan
tabung reaksi.

xii
14. Kaca Preparat
15. Kawat Kasa
Terbuat dari bahan logam dan digunakan untuk alas saat memanaskan alat gelas
dengan alat pemanas/kompor listrik.
16. dan 22. Penjepit
Penjepit logam, digunakan untuk menjepit tabung reaksi pada saat pemanasan,
atau untuk membantu mengambil kertas saring atau benda lain pada kondisi panas.
17. Spatula
Terbuat dari bahan logam dan digunakan untuk alat Bantu mengambil bahan
padat atau kristal.
18. Kertas Lakmus
Merupakan indikator berbentuk kertas lembaran-lembaran kecil, berwarna
merah dan biru. Indikator yang lain ada yang berbentuk cair missal indikator
Phenolphtalein (PP), methyl orange (MO) dan sebagainya. Merupakan alat untuk
mengukur atau mengetahui tingkat keasaman (pH) larutan.
19. Gelas Arloji
Terbuat dari gelas. Digunakan untuk tempat zat yang akan ditimbang.
20. Cawan Porselein
Alat ini digunakan untuk wadah suatu zat yang akan diuapkan dengan
pemanasan.
21. Pipet Pasteur (Pipet Tetes)
Digunakan untuk mengambil bahan berbentuk larutan dalam jumlah yang kecil.
23 dan 24. Sikat
Sikat dipergunakan untuk membersihkan (mencuci) tabung.
25. Pipet Ukur
Adalah alat yang terbuat dari gelas, berbentuk seperti gambar di bawah ini.
Pipet ini memiliki skala. Digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu.
Gunakan propipet atau pipet pump untuk menyedot larutan, jangan dihisap dengan
mulut.
26. Pipet Gondok
Pipet ini berbentuk seperti dibawah ini. Digunkan untuk mengambil larutan
dengan volume tepat sesuai dengan label yang tertera pada bagian yang
menggelembung (gondok) pada bagian tengah pipet. Gunakan propipet atau pipet pump
untuk menyedot larutan.

xiii
27. Buret
Terbuat dari gelas. Mempunyai skala dan kran. Digunakan untuk melakukan
titrasi. Zat yang digunakan untuk menitrasi (titran) ditempatkan dalam buret, dan
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui kran. Volume zat terpakai dilihat pada skala.

Pengenalan Bahan Kimia


Pengetahuan sifat bahan menjadi suatu keharusan sebelum bekerja di
laboratorium. Sifat-sifat bahan secara rinci dan lengkap dapat dibaca pada Material
Safety Data Sheet (MSDS) di dalam buku, CD, atau melalui internet. Pada tabel berikut
disajikan sifat bahaya bahan berdasarkan kode gambar yang ada pada kemasan bahan
kimia. Peraturan pada pengepakan dan pelabelan bahan kimia diwajibkan
mencantumkan informasi bahaya berdasarkan tingkat bahaya bahan kimia khususnya
untuk bahan yang tergolong pada hazardous chemicals atau bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Bahan berdasarkan fasa :
Padat
Cair
Gas
Bahan berdasarkan kualitas :
Teknis
Special grade : pro analyses (pa)
Special grade : material referrences

Pengenalan Simbol Bahaya (Hazard symbol)

Harmful (Berbahaya).
Bahan kimia iritan
menyebabkan luka bakar pada kulit,
berlendir, mengganggu sistem
pernafasan. Semua bahan kimia
mempunyai sifat seperti ini (harmful)
khususnya bila kontak dengan kulit,
dihirup atau ditelan.

xiv
Toxic (beracun)
Produk ini dapat menyebabkan
kematian atau sakit yang serius bila
bahan kimia tersebut masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan, menghirup
uap, bau atau debu, atau penyerapan
melalui kulit.

Corrosive (korosif)
Produk ini dapat merusak
jaringan hidup, menyebabkan iritasi
pada kulit, gatal-gatal bahkan dapat
menyebabkan kulit mengelupas. Awas!
Jangan sampai terpercik pada mata

Flammable (Mudah terbakar)


Senyawa ini memiliki titik nyala panas, loncatan bunga api listrik, dan
rendah dan bahan yang bereaksi dengan lain-lain.
air atau membasahi udara (berkabut)
untuk menghasilkan gas yang mudah
terbakar (seperti misalnya hidrogen)
dari hidrida metal. Sumber nyala dapat
dari api bunsen, permukaan metal

Explosive (mudah meledak)


Produk ini dapat meledak
dengan adanya panas, percikan bunga
api, guncangan atau gesekan. Beberapa
senyawa membentuk garam yang
eksplosif pada kontak (singgungan
dengan logam/metal)
Oxidator (oxidizer, pengoksidasi)
Senyawa ini dapat
menyebabkan kebakaran. Senyawa ini
menghasilkan panas pada kontak
dengan bahan organik dan agen
pereduksi (reduktor)

Radioaktif
Senyawa ini dapat menyebabkan radiasi
pada makhluk hidup dan lingkungan

xvi
PERCOBAAN I
KECEPATAN DISOLUSI

I. Tujuan Percobaan
 Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
 Mempelajari pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap
kecepatan disolusi suatu zat

II. Latar Belakang Teori


Kecepatan disolusi suatu zat adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya
suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Suatu hubungan yang
umum menggambarkan proses disolusi suatu zat padat telah dikembangkan oleh Noyes
dan Whitney dalam bentuk persamaan berikut :

dM DS
= ( Cs - C )
dT h

dimana : dM / dT = kecepatan disolusi


D = koefisien difusi
S = luas permukaan zat
Cs = kelarutan zat padat
C = konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t
H = tebal lapisan difusi

Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama proses
disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau
lapisan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h , seperti tampak pada gambar
berikut :
Konsentrasi
Lapisan
Zat Padat Larutan
Difusi Air
Cs

x=0
h

Bila konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil dari pada
kelarutan zat tersebut (Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga ( Cs-C ) dianggap
sama dengan Cs. Jadi persamaan kecepatan disolusi dapat disederhanakan jadi :

dM D.S.Cs
=
dT h
Dari persamaan diatas terlihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan disolusi suatu zat , diantaranya yaitu :
1. Suhu / Temperatur
Kenaikan temperatur umumnya memperbesar kelarutan ( Cs ) zat yang bersifat
endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Einstein,
koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :

k.T
D=
6 r η
dimana : D = koefisien difusi r = jari-jari molekul
K = konstanta Boltzman η = viskositas pelarut

2. Ukuran partikel
Jika partikel zat berukuran kecil, maka luas permukaan efektif menjadi besar
sehingga kecepatan disolusi meningkat

iii
3. Polimorfisme
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang
berbeda juga.
4. Sifat permukaan zat
Untuk zat yang bersifat hidrofob, dengan adanya surfaktan dalam pelarut akan
menurunkan tegangan permukaan antar partikel dengan pelarut. Akibatnya zat
mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah
5. Kecepatan Pengadukan
Pengadukan dapat meningkatkan jumlah tumbukan partikel zat terlarut dengan
pelarut.
Penentuan kecepatan disolusi
1. Metode Suspensi
Butiran zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu
tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2. Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variable
perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan

III. Peralatan yang digunakan


1. Mechanical stirrer
2. Water bath
3. Labu Dewar / gelas kimia 500 ml ( 1 buah)
4. Termometer (1 buah)
5. Pipet ukur 20 ml ( 2 buah)
6. Gelas ukur 100 ml ( 1 buah)
7. Buret
8. Erlenmeyer 100 ml ( 6 buah)
9. Stopwatch
10. Statip dan klem
11. Neraca/timbangan

IV. Zat kimia yang digunakan


1. Asam salisilat 3. indicator pp

iv
2. NaOH 0,05 N 4. Aquadest

V. Cara Kerja
Pada objek praktikum ini, akan dipelajari dua macam factor yang menentukan
kecepatan disolusi, yaitu pengaruh kecepatan pengadukan dan temperature

A. Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Kecepatan Disolusi Zat


1. Isilah gelas kimia / labu Dewar dengan 400 ml aquadest
2. Pasang thermometer pada bejana, untuk mengamati suhu larutan
3. Tempatkan bejana dalam water bath pada suhu ruang, masukkan 1 gram
asam salisilat ke dalam bejana, hidupkan motor pengaduk pada kecepatan
100 rpm
4. Ambil sebanyak 20 ml larutan dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15
dan 20 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sample,
segera gantikan dengan 20 ml aquadest.
5. Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sample dengan cara titrasi
asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp. Lakukan koreksi
perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran
yang dilakukan karena penggantian larutan dengan aquadest
6. Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan pengadukan 200 dan 300
rpm
7. Tabelkan hasil yang diperoleh.

B. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Disolusi Zat


1. Isilah gelas kimia / labu Dewar dengan 400 ml aquadest
2. Pasang thermometer pada bejana, untuk mengamati suhu larutan
3. Tempatkan bejana dalam water bath pada suhu ruang , masukkan 1 gram
asam salisilat ke dalam bejana, hidupkan motor pengaduk pada kecepatan
100 rpm
4. Ambil sebanyak 20 ml larutan dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15
dan 20 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sample,
segera gantikan dengan 20 ml aquadest.

v
5. Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sample dengan cara titrasi
asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp. Lakukan koreksi
perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran
yang dilakukan karena penggantian larutan dengan aquadest
6. Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 40 dan 50 oC
7. Tabelkan hasil yang diperoleh.

VI. Tugas
1. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan
waktu untuk setiap perbedaan suhu ( dalam satu grafik)
2. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan
waktu untuk setiap kecepatan pengadukan ( dalam satu grafik)

VII. Pertanyaan
1. Apa perbedaan difusi dan disolusi ?
2. Terangkan definisi dari pengadukan !
3. Sebutkan 5 macam impeller yang dapat digunakan dalam proses pengadukan !
4. Bagaimana pengaruh temperatur dan kecepatan pengadukan terhadap kecepatan
disolusi zat yang saudara amati dari percobaan. Berikan kesimpulan yang
ringkas dan tepat !

VIII. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Leeson, L.J., J.T. Cartensen, (1974), “ Dissolution Technology”, The Industrial
Pharmceutical Technology Section of The Academy of Pharmaceutical Science,
Washington.
4. Welty, J.R., et.al., “Fundamental of Momentum, Heat, and Mass Transfer”,
third edition, Jhon Wiley & Sons, inc., Singapore.

vi
PERCOBAAN II
PENENTUAN KELARUTAN ELEKTROLIT
SECARA KONDUKTOMETRI

I.Tujuan Percobaan
1. Menentukan konsentrasi asam basa secara konduktometri
2. Menentukan konstanta sel konduktansi
3. Menentukan kelarutan AgCl secara konduktometri

II. Latar Belakang Teori


Konduktometri adalah suatu cara analisa kuantitatif berdasarkan pengukuran
daya hantar (konduktansi) listrik suatu larutan. Penghantaran listrik dalam larutan
disebabkan perpindahan ion-ion dalam larutan Larutan elektrolit bersifat sebagai
penghantar listrik. Kekuatan listrik yang mengalir melalui suatu penghantar, seperti
elektrolit, ditentukan oleh beda potensial dan tahanannya. Besarnya tahanan dalam
konduktor elektrolitik dapat ditentukan dengan hukum OHM
V
I =
R ............. (1)

dimana : I = kuat arus (Ampere)


V = beda potensial (volt)
R = tahanan (ohm)
Pengukuran daya hantar dapat dipakai untuk menentukan titik akhir titrasi,
misal titrasi asam kuat dengan basa kuat. Pada penambahan basa, sebahagian asam
dinetralkan :

HCl + NaOH NaCl + H2O


Daya hantar terus menerus turun, karena ion H+ diganti ion Na+ yang lebih lambat.
Setelah titik ekivalen, kelebihan ion OH- sangat memperbesar daya hantar. Titik
ekivalen dapat ditentukan dengan menggambarkan grafik daya hantar atau 1 /R
terhadap volume basa yang terpakai
Tahanan merupakan rintangan yang terdapat dalam sistem terhadap arus listrik.
Tahanan merupakan kebalikan dari hantaran / daya hantar ( L )

vii
1
L =
R ............ (2) atau

A
L = Ls [ ]
l .............. (3)
dimana L = daya hantar
Ls = daya hantar jenis (Ohm-1 cm -1)
l = panjang (cm)
A = luas (cm2)
Disamping daya hantar dan daya hantar jenis, dikenal pula daya hantar
ekivalen (Λ). Daya hantar ekivalen mempunyai arti yang lebih penting. Daya hantar
ekivalen merupakan daya hantar larutan elektrolit sebanyak 1grek diantara dua
elektroda dengan jarak 1cm.
Bila konsentrasi = C grek / L atau
C
= grek / cc
1000
maka volume larutan yang berisi 1 grek
1000
= cc
C
Daya hantar tiap cc = Ls ; karena Λ = daya hantar 1 grek, maka Λ adalah
1000 .
= Ls Ohm -1 cm2. cc-1
C ..................... (4)
Besarnya Λ dapat ditentukan dengan mengukur Ls larutan, juga R larutan
menggunakan jembatan Wheatstone.

Dari persamaan (3), diperoleh :

Ls = L l
[ ]
A
.................... (5)
Besarnya 1/A untuk setiap jenis elektroda adalah tetap dan disebut : tetapan cell , K
sehingga :

viii
K
Ls =
R
..................... (6)
Bila ke dalam suatu pelarut dimasukkan zat terlarut, maka pada suatu saat zat
terlarut tidak dapat dilarutkan lagi. Pada keadaan tersebut larutan dikatakan sebagai
larutan jenuh. Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat yang melarut dan
yang mengendap. Contoh dalam reaksi di bawah ini:

AgCl (s) AgCl (jenuh) Ag+ (aq) + Cl- (aq)

Dalam konduktometri, Lion jenuh AgCl dapat ditentukan, tapi ΛAgCl tidak dapat,
karena secara teori :
ΛAgCl = ΛAgNO3 + ΛKCl + ΛKNO3 .................... (7)
Dari persamaan (6) , Ls = k /R , dan diketahui untuk ion :

L ion = Ls – L air ...................... (8)


Dari persamaan (4), dapat ditentukan kelarutan AgCl sebagai berikut :

[AgCl] = (1000 x L ionAgCl jenuh ) / ΛAgCl ………… (9)

Pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar larutan


Baik Ls atau Λ berubah dengan konsentrasi :
1. Untuk elektrolit kuat, Ls naik dengan cepat dengan naiknya konsentrasi. Untuk
elektrolit lemah, Ls naiksecara perlahan-lahan.
2. Baik elektrolit kuat atau lemah, Λ nya naik pada pengenceran dan mencapai
harga maksimum pada pengenceran tak hingga. Harga Λ pada pengenceran tak
hingga disebut Λo . Harga Λo untuk masing masing elektrolit berbeda

III. Peralatan yang digunakan


- Konduktometer + elektroda - Pengaduk magnet
- gelas piala 400 ml - pipet takar 10 ml
- buret 50 ml - erlenmeyer 100 ml
- corong dan labu ukur 100ml - hot plate

ix
IV. Zat kimia yang digunakan
- HCl 0,1 N - NaOH 0,1 N - Asam Oksalat 0,1 N
- AgNO3 0,1 N - KCl 0,1 N - KNO3 0,1 N

V. Cara Kerja
a. Persiapan larutan
– Siapkan larutan AgNO3 0,01 N; KCl 0,01 N ; KNO3 0,01 N masing-masing
100ml dengan cara pengenceran yang teliti dari larutan induk yang disediakan
b. Titrasi asam basa secara konduktometri
- Pipet 10 ml HCl 0,1 N ke dalam gelas piala 400 ml, encerkan dengan 100 ml
aquadest
- Ukur tahanan larutan HCl dengan mencelupkan elektroda konduktometer
- Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Pada penambahan 5 ml pertama tiap kali
penambahan gunakan 1 ml NaOH, kemudian 0,5 ml NaOH sampai volume
penambahan 15 ml. Penambahan selanjutnya 1 ml sampai volume sekitar 20 ml.
Setiap kali penambahan NaOH, ukur tahanan larutan ! .
c. Menentukan kelarutan AgCl secara konduktometri
- Buat larutan AgCl jenuh, dengan cara sebagai berikut : 5 ml AgNO3 0,1 N
direaksikan dengan 10 ml HCl 0,1 N di dalam gelas piala 100 ml. Endapan
AgCl yang terbentuk disaring dan dicuci sampai bebas asam.
- Larutkan endapan AgCl sampai menghasilkan larutan jenuhnya.
- Ukur tahanan dari KCl 0,1 N ; 0,01 N ; KNO3 0,01 N; AgNO3 0,01 N ; AgCl
jenuh dan aquadest.
- Lakukan pengukuran /percobaan triplo

VI. Tugas
- Buat kurva titrasi, yaitu hubungan L kor dengan volume titran NaOH. Hitung volume
NaOH pada titik ekivalen
Data perhitungan : L kor = 1 /R x V kor
V kor = V0 + V V = vol. penambahan
V0 V0 = vol. Awal

- Tabelkan data hasil pengukuran saudara

x
ml NaOH R (ohm) L (mho) V kor L kor (mho)
0

VII. Pertanyaan
. Hitunglah (untuk percobaan c) :
a. Konstanta sel ,K, dengan menggunakan data hantaran KCl 0,1 N
b. Hitung Ls larutan dan aquadest
c. Hitung Lion masing-masing larutan
d. Hitung ΛAgNO3 , ΛKNO3, ΛKCl
e. Hitung ΛAgCl (l)
f. Hitung kelarutan AgCl

VIII. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc Graw-Hill,
N.Y
4. Sukarjo, (1985), “ Kimia Fisika “, Penerbit Bina Aksara, Yokjakarta

xi
PERCOBAAN III

ELEKTROKIMIA

I.Tujuan Percobaan
1. Menentukan bilangan Avogadro (No) secara elektrolisis
2. Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokoimia
3. Mencoba menguji persamaan Nernst

II. Latar Belakang Teori


Reaksi kimia dapat menghasilkan energi atau menyerap energi.. Pertukaran
energi yang terjadi biasanya dalam bentuk panas, tapi kadang-kadang dengan suatu
modifikasi, energi yang dipertukarkan tersebut bisa diubah dalam bentuk energi listrik.
Sel elektrokimia adalah alat yang digunakan untuk melangsungkan perubahan bentuk
energi kimia jadi energi listrik.

Dalam sebuah sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan pelepasan elektron
pada suatu elektroda (oksidasi) dan penerimaan elektron pada elektroda lainnya
(reduksi). Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan anoda sedangkan elektroda
yang menerima elektron dinamakan katoda. Suatu sel elektroda kimia, kedua setengah
reaksi dipisahkan dengan maksud agar aliran listrik (elektron) yang ditimbulkan dapat
digunakan. Salah satu faktor yang mencirikan sebuah sel elektrokimia adalah gaya
gerak listrik (GGL) atau beda potensial listrik antara anoda dan katoda.

Gambaran sebuah sel elektrokimia yang menghasilkan energi listrik


diperlihatkan dalam gambar 1, dibawah. Elektron mengalir dari anoda seng ke katoda
tembaga . Hal ini akan menimbulkan perbedaan potensial antara kedua elektroda.
Perbedaan potensial akan mencapai maksimum ketika tidak ada arus yang mengalir.
Perbedaan maksimum ini dinamakan GGL sel atau Esel. Nilai Esel tergantung pada
berbagai faktor. Bila konsentrasi larutan seng dan tembaga 1,0 M dan suhu sistem
298oK (25oC), Esel berada dalam keadaan standar dan diberi simbol Eosel.

xii
Gambar 1. Sel Daniel, Elektrode negatif terdiri atas zink/zink sulfat dan
elektroda positifnya adalah elektroda tembaga/tembaga sulfat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi Esel adalah konsentrasi. Persamaan yang
menghubungkan konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan Nernst. Bentuk
persamaan Nernst untuk reaksi aA + bB cC + dD , adalah
sebagai berikut :
c
o RT a C . adD
Esel = E sel - ln a b
nF aA . aB

a b c d
aA , aB ,a , a ........
C D adalah aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi
F = konstanta Faraday
n = jumlah elektron yang dipertukarkan dalam reaksi redoks
Untuk perhitungan yang tidak memerlukan ketelitian yang tinggi, aktivitas dapat
diganti dengan konsentrasi
Esel = Eosel - (RT/nF) ln([X]x[Y]y) / ([A]a[B]b)

[A], [B] dsb, adalah konsentrasi molar masing-masing ion yang terlibat.
Sel elektrolisis adalah kebalikan dari sel elektrokimia. Pada sel elektrolisis
dengan adanya energi listrik akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Suatu tetapan
yang sangat penting dalam bidang kimia adalah bilangan Avogadro (No) . Ada banyak

xiii
metoda yang dapat digunakan untuk menentukan bilangan ini, salah satunya adalah
dengan cara elektrolisis.

Gambar 2. Electrolisis. Reaksi kebalikan dengan yang terjadi pada sel Daniell akan berlangsung.
Zink mengendap sementara tembaga akan melarut.

Hukum elektrolisis Faraday


Di awal abad ke-19, Faraday menyelidiki hubungan antara jumlah listrik yang
mengalir dalam sel dan kuantitas kimia yang berubah di elektroda saat elektrolisis. Ia
merangkumkan hasil pengamatannya dalam dua hukum di tahun 1833 :
(1) Jumlah zat yang dihasilkan di elektroda sebanding dengan jumlah arus
listrik yang melalui sel.
(2) Bila sejumlah tertentu arus listrik melalui sel, jumlah mol zat yang berubah
di elektroda adalah konstan tidak bergantung jenis zat.
Misalnya, kuantitas listrik yang diperlukan untuk mengendapkan 1 mol logam
monovalen adalah 96 485 C (Coulomb) , tidak bergantung pada jenis logamnya.

Coulomb adalah satuan muatan listrik, dan 1 C adalah muatan yang dihasilkan
bila arus 1 A (Ampere) mengalir selama 1 detik . Tetapan fundamental listrik adalah
konstanta Faraday , F = 9,65 x104 C, yang didefinisikan sebagai kuantitas listrik
yang dibawa oleh 1 mol elektron. Dimungkinkan untuk menghitung kuantitas mol
perubahan kimia yang disebabkan oleh aliran arus listrik yang tetap mengalir untuk
rentang waktu tertentu.

xiv
Elektrolisis larutan garam dapur dengan elektroda yang terbuat dari tembaga
akan menghasilkan ion tembaga (I) yaitu Cu+ pada anoda. Ion tembaga ini membentuk
tembaga (I) oksida yang mengendap. Jumlah listrik yang diperlukan untuk
mengoksidasi satu mol atom tembaga menjadi satu mol ion tembaga (I) dapat diukur.
Dari jumlah muatan pada satu ion tembaga (I) kita dapat menghitung bilangan
Avogadro (No) . Menurut Millikan, jumlah muatan satu elektron adalah = 1,602 x 10 -
19
Coulomb , sehingga jumlah elektron dalam 1 Faraday sama dengan 6,023 x 1023
elektron (atau bilangan Avogadro, No ).

III. Peralatan yang digunakan


- pH meter atau potensiometer - Dua gelas piala 500 ml, 100 ml
- Kertas saring - Penjepit
- Kabel, penjepit - Lembaran seng dan tembaga
- kertas amplas - termometer
- Amper meter - Sumber arus DC
- Hot plate - Stopwatch / jam tangan
- Labu ukur 100 ml - Pipet ukur 10 ml

IV. Zat kimia yang digunakan


- Kristal NaCl - Kristal NaOH - Aquadest
- CuSO4.5H2O 1,0 M - ZnSO4.7H2O 1,0 M - NH4NO3 atau KNO3

V. Cara Kerja
A. Elektrolisis untuk menentukan bilangan Avogadro
1. Siapkan larutan A (larutan A terdiri dari 100 gram NaCl dan 1 gram NaOH dalam
satu liter air)
2. Siapkan dua buah lempeng tembaga yang akan digunakan sebagai elektroda,
bersihkan dengan amplas
3. Salah satu elektroda digunakan sebagai anoda. Timbang elektroda tersebut pada
neraca analitik.
4. Kedua elektroda tembaga dicelupkankan ke dalam 80 ml larutan A yang ditempatkan
dalam gelas piala, dan susun rangkaian listrik seperti gambar di bawah.

xv
termometer

_ +

Sumber DC
elektroda
tembaga

A ampermeter
panas
saklar
5. Panaskan larutan dalam gelas piala sampai suhu mencapai 80oC, dan jaga suhu
supaya konstan
6. Saat suhu sudah konstan 80oC, aliran listrik dihubungkan dan dialirkan melalui
larutan A. Pada waktu yang sama mulailah mencatat waktu dengan stopwatch. Arus
listrik harus dijaga konstan selama percobaan yaitu 1,5 Ampere (dapat dibaca pada
Ampermeter). Aliran ini sering berubah-ubah selama percobaan.
7. Setelah 10 menit, aliran listrik dimatikan, anoda dibersihkan dengan air kemudian
dikeringkan dengan tissu.
8. Timbang anoda sekali lagi
Catat Hasil percobaan berupa :
- waktu percobaan = t detik
- berat anoda awal = .... gram
- berat anoda akhir = ..... gram
- perubahan berat anoda = x gram
- aliran listrik = 1,5 + 0.05 amper

B . Mengukur GGL sel dan menguji persamaan Nernst


1. Siapkan potongan lembaran tembaga dan seng. Bersihkan permukaan logam dengan
kertas amplas
2. Siapkan larutan jenuh NH4NO3 atau KNO3 ( + 10 -20 ml). Sebagai jembatan
garam, ambil selembar kertas saring, gulung dan rekatkan dengan menggunakan selotip

xvi
pada bagian tengahnya untuk mencegah gulungan membuka (bisa juga gunakan
stapler)
3. Siapkan dua gelas piala 100 ml, yang satu diisi dengan CuSO4 1,0 M (+ 60 ml) dan
yang lain dengan ZnSO4 1,0 M. Celupkan elektroda-elektroda logam dan hubungkan
dengan kabel (seperti gambar).

pH meter

e- e-
> V >
Zn
Cu

Cu+2
Zn+ 2

jembatan garam

4. Celupkan kertas saring yang telah dibentuk jadi gulungan tadi ke dalam larutan jenuh
NH4NO3, hilangkan kelebihan amonium nitrat dengan menggunakan kertas saring lain,
kemudian tempatkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung gulungan tercelup ke
dalam larutan yang berada pada kedua gelas piala.
5. Amati nilai GGL dengan menggunakan pH meter yang distel pada posisi mV. Catat
polaritas kedua elektroda pada pengukuran tersebut, juga catat suhu larutan.
6. Siapkan 100 ml larutan CuSO4 0,1 M dengan jalan pengenceran larutan CuSO4 1,0
M
7. Ganti larutan CuSO4 1,0 M dengan CuSO4 0,1 M, larutan ZnSO4 jangan diganti.
8. Cuci dan bersihkan kembali kedua elektroda dengan kertas amplas. Ganti jembatan
garam dengan yang baru dan kembali ukur dan catat nilai GGL dengan
menggunakan pH meter.
9. Ulangi langkah ( 7 ), tapi menggunakan larutan CuSO4 yang lebih encer

Catat hasil percobaan berupa :


Larutan pada bagian Larutan pada bagian E sel
anoda Zn/Zn+2 (M) katoda Cu/Cu+2 (M) (volt)
1,0 1,0

xvii
1,0 0,1
1,0 0,01
1,0 0,001

CATATAN :
Kebersihan elektroda (terutama tembaga) harus benar-benar diperhatikan karena sedikit
kotoran saja sudah dapat menimbulkan kesalahan yang besar. Pembacaan pH meter
harus seteliti mungkin karena perbedaan GGL yang terjadi kecil (pengukuran yang
lebih teliti dapat dilakukan dengan potensiometer)

VI. Tugas
A. Elektrolisis untuk menentukan bilangan Avogadro
1. Hitung berapa Coulomb diperlukan untuk mengoksidasi x gram tembaga
2. Hitung berapa Coulomb diperlukan untuk mengoksidasi 1 mol tembaga (berat
molekul tembaga 63,54)
3. Muatan satu ion Cu+ adalah 1,6 x 10-19 coulomb. Hitung jumlah ion Cu+ yang
terbentuk dalam percobaan (jumlah atom Cu dalam satu mol tembaga sama dengan No)

B . Mengukur GGL sel dan menguji persamaan Nernst


1. Tulis reaksi sel dan bentuk umum persamaan Nernst untuk sel tersebut
2. Buat kurva Esel sebagai fungsi log [Zn+2] / [Cu+2]
3. Hitung gradien dan perpotongan kurva dengan sumbu Y
4. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan gradien teoritis yang dihitung dengan
menggunakan persamaan Nernst dan bandingkan juga dengan Eosel literatur

VII. Pertanyaan
1. Apakah nama endapan merah / jingga yang terbentuk dalam percobaan
elektrolisis?
2. Apakah yang mungkin menjadi sumber kesalahan dalam pengujian persamaan
Nernst?

VIII. Pustaka

xviii
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc Graw-Hill,
N.Y

xix
PERCOBAAN IV
KINETIKA REAKSI
I.Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi
2. Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi

II. Latar Belakang Teori


Kinetika kimia adalah studi tentang laju reaksi, perubahan konsentrasi reaktan
(atau produk) sebagai fungsi dari waktu. Reaksi dapat berlangsung dengan laju yang
bervariasi, ada yang serta merta, perlu cukup waktu (pembakaran) atau waktu yang
sangat lama seperti penuaan, pembentukan batubara dan beberapa reaksi peluruhan
radioaktif.
Biasanya kecepatan suatu reaksi kimia bergantung pada konsentrasi pereaksi-
pereaksinya. Sifat kebergantungan ini dapat ditentukan dengan cara berikut : perubahan
dalam kecepatan reaksi diukur berdasarkan perubahan konsentrasi salah satu pereaksi,
sedangkan konsentrasi pereaksi yang lainnya dijaga tetap. Waktu reaksi berbanding
terbalik dengan kecepatan reaksi, makin pendek waktunya makin besar kecepatan
reaksi. Suhu percobaan perlu dicatat.
Pada tahun 1889, Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan emperik yang
menggambarkan kebergantungan konstanta laju reaksi pada suhu. Persamaan yang
diusulkan Arrhenius adalah sebagai berikut :
k = A e –Ea/RT .......................... (1)
k = konstanta laju reaksi
A = faktor frekwensi
Ea = energi aktivasi
–Ea/RT
Faktor e memiliki kesamaan dengan hukum distribusi Boltzmann.
Faktor ini menunjukkan fraksi molekul yang memiliki energi yang melebihi energi
aktivasi. Persamaan (1) sering ditulis dalam bentuk logaritma sebagai berikut :
ln k = ln A - Ea / RT …………………. (2)
Percobaan ini bersifat semi kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan
pengaruh perubahan konsentrasi dan pengaruh suhu pada laju reaksi. Reaksi yang akan
diamati adalah reaksi pengendapan koloid belerang yang terbantuk apabila tiosulfat
direaksikan dengan asam. Reaksi ini dikatakan semi kuantitatif karena disini tidak

xx
dilakukan pengukuran konsentrasi. Yang akan diukur pada percobaan ini adalah
waktu yang diperlukan agar koloid belerang mencapai suatu intensitas tertentu. Reaksi
pengendapan belerang dapat ditulis sebagai berikut :
S2O3 -2 (aq) + 2H+ (aq) H2O (l) + SO2 (g) + S (s)

III. Peralatan yang digunakan


- Gelas ukur 100 ml - Gelas piala 600 ml - batang pengaduk
- Stopwatch - tabung reaksi - termometer
- water bath - pipet ukur

IV. Zat kimia yang digunakan


- Na2S2O3 0,25 M - HCl 1,0 M - Aquadest

V. Cara Kerja
A. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
- Tempatkan 50 ml Na2S2O3 0,25 M dalam gelas ukur 100 ml yang mempunyai
alas rata. seperti terlihat pada gambar dibawah

Mata

Gelas ukur
Larutan
Na2S2O3

Tanda silang dengan tinta hitam pada kertas


putih
- Tempatkan gelas ukur tadi di atas sehelai kertas putih tepat di atas tanda silang
hitam yang dibuat pada kertas putih tersebut, sehingga ketika dilihat dari atas
melalui larutan tiosulfat, tanda silang tadi terlihat jelas.
- Tambahkan 2 ml HCl 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan, nyalakan
stopwatch. Larutan diaduk agar pencampuran jadi merata, sementara
pengamatan dari atas tetap dilakukan.

xxi
- Catat waktu yang diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat lagi
diamati dari atas
- Suhu larutan diukur dan dicatat
Ulangi langkah-langkah di atas dengan komposisi larutan seperti pada tabel dibawah:

Sistem Volume S2O3-2 Volume air Volume HCl


(ml) (ml) (ml)
1 50 0 2
2 40 10 2
3 30 20 2
4 20 30 2
5 10 40 2
6 5 45 2

- Tabelkan hasil percobaan sudara seperti tabel dibawah ini :


Sistem Konsentrasi Waktu 1 / waktu
relatif tiosulfat (detik) (det -1)
1 ...... ..... .....
2 ...... ..... .....
3 ...... ..... ......
4 ...... ...... ......
5 ...... ...... ......
6 ....... ....... ......
Suhu = ..... oC
B. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
- Masukkan 10 ml larutan tiosulfat kedalam gelas ukur, lalu encerkan hingga
volumenya mencapai 50 ml.
- Ukur 2 ml HCl 1M, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi. Tempatkan gelas
ukur dan tabung reaksi pada penangas air yang bersuhu + 35oC. Biarkan kedua
larutan beberapa lama, sampai suhu mencapai kesetimbangan. Ukur suhu kedua
larutan dan catat
- Tambahkan asam ke dalam larutan tiosulfat, dan pada saat yang bersamaan
nyalakan stopwatch. Aduk larutan, tempatkan diatas tanda silang hitam. Catat
waktu yang dibutuhkan sampai tanda silang tak lagi terlihat dari atas.

xxii
- Ulangi langkah diatas untuk berbagai suhu sampai 65oC (lakukan untuk empat
suhu yang berbeda).

- Tabelkan hasil percobaan sudara seperti tabel dibawah ini :


Suhu Suhu 1/suhu Waktu 1/waktu Log
(oC) (oK) (K-1) (detik) (detik-1) (1/waktu)
1 ....... ....... ....... ....... ....... .......
2 ....... ....... ....... ....... ....... .......
3 ....... ....... ....... ....... ....... .......
4 ....... ....... ....... ....... ....... .......
5 ....... ....... ....... ....... ....... .......

VI. Tugas
A. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
1. Lengkapi tabel hasil pengamatan saudara
2. Dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Buatlah
kurva laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat.
3. Hitung ordo reaksi terhadap tiosulfat

B. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi


1. Lengkapi tabel hasil pengamatan saudara
2. Laju reaksi dinyatakan sebagai 1/waktu. Buat kurva laju reaksi sebagai fungsi
suhu (oC). Buat kurva log laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu (K-1). Beri komentar
mengenai bentuk kurva yang anda peroleh !

VII. Pertanyaan
1. Bagaimana cara menentukan ordo reaksi secara keseluruhan
2. Peningkatan suhu tidak selalu berarti peningkatan laju reaksi. Beri komentar
anda mengenai hal ini

VIII. Pustaka
1. Bettleheim, F.A.,(1971),” Experimental Physical Chemistry”, W.B Saunders
Co.,Philadelphia

xxiii
2. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
4. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc Graw-Hill,
N.Y
5. Glasstone,S., (1946), “ Texbook of Physical Chemistry”, ed.11

xxiv
PERCOBAAN V
VISKOSITAS BERBAGAI JENIS CAIRAN

I. Tujuan Percobaan
1. Menerangkan arti viskositas suatu cairan
2. Menggunakan alat penetuan viskositas dan berat jenis untuk menentukan
viskositas berbagai macam cairan
3. Mempelajari pengaruh temperatur terhadap viskositas cairan

II. Latar Belakang Teori

Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin besar
resistansi suatu zat cair untuk mengalir, semakin besar pula viskositasnya. Viskositas
pertama kali diselidiki oleh Newton, yaitu dengan mensimulasikan zat cair dalam
bentuk tumpukan kartu, seperti gambar berikut :

F dv
A

dx

Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama
lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan
kecepatan konstan sehingga setiap lapisan memiliki kecepatan gerak yang berbanding
langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah. Perbedaan kecepatan dv antara
dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak sebesar dx adalah dv / dx atau kecepatan
geser ( rate of shear ). Gaya per satuan luas yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair
tersebut adalah F / A atau tekanan geser ( shearing stress ).

Menurut Newton :
F / A = dv / dx
F / A = η . dv / dx
η = F / A . dx / dv

xxv
= dyne . cm-2 . cm . cm-1 . detik-1
= dyne . cm-2 . detik-1
= gram . cm-1 . detik-1
= Poise ( 1 Poise = 100 centipoise )
η = koefisien viskositas
Viskositas suatu zat dipengaruhi oleh suhu. Untuk gas, viskositas meningkat
dengan bertambahnya suhu. Sementara viskositas zat cair akan menurun dengan
naiknya suhu. Hubungan antara viskositas dan suhu tampak pada persamaan
Arrhenius :

  Ae
Ea
RT

dimana :
A = konstanta yang tergantung pada berat molekul dan volume molar zat cair
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas
T = suhu mutlak
Cairan yang mengikuti hukum Newton, viskositasnya tetap pada suhu dan
tekanan tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu,
viskositasnya cukup ditentukan pada satu kecepatan geser. Peralatan yang digunakan
untuk mengukur viskositas suatu zat cair disebut viskosimeter. Viskosimeter yang
dapat digunakan untuk keperluan ini adalah viskosimeter kapiler atau bola jatuh.
Viskosimeter kapiler yang paling banyak digunakan adalah viskosimeter
Oswald. Viskositas cairan yang mengalir melalui kapiler dihitung berdasarkan hukum
Poiseuille, yaitu:

π r 4 t Δp
η
8l v
dimana :
r = jari-jari bagian dalam kapiler
t = waktu yang dibutuhkan cairan untuk mengalir melalui kapiler
ΔP = tekanan udara , dalam dyne / cm2
l = panjang kapiler
v = volume cairan yang mengalir

xxvi
Dalam praktek seringkali viskositas ditentukan secara relatif yaitu dengan
membandingkan viskositas cairan yang belum diketahui dengan viskositas absolut
suatu cairan baku pembanding’ melalui persamaan berikut :

1 t1 1

2 t2 2
dimana : η1 = viskositas cairan baku pembanding
η2 = viskositas cairan yang diukur
ρ1 = berat jenis cairan baku pembanding
ρ2 = berat jenis cairan yang diukur
t1 = waktu tempuh cairan baku pembanding melalui kapiler
t2 = waktu tempuh cairan yang diukur

III. PELAKSANAAN PERCOBAAN

Bahan yang digunakan Alat yang digunakan


1. Aquadest 1.Viscosimeter Oswald
2. Etanol 2. Piknometer 10 ml
3. Etil Acetat 3. corong kaca
4. Gliserol 4. warter bath .
5. Statif dan klem( holder)
6. Termometer
IV. PROSEDUR KERJA :
Menentukan viskositas berbagai macam cairan
1. Cairan yang akan ditentukan viskositasnya harus bebas dari partikel-partikel
yang nantinya akan menyumbat kapiler alat. Saringlah cairan yang akan diukur
viskositasnya lebih dulu
2. Isilah alat viskosimeter dengan cairan yang akan ditentukan viskositasnya,
dengan memasukkan sample melalui tabung G , menuju reservoir bawah kira-
kira sampai batas antara garis J dan K
3. Tempatkan viskosimeter pada holder, kemudian masukkan dalam water bath
untuk mengkonstankan temperaturnya.
4. Biarkan kira-kira 20 menit sampel dan viskosimeter dalam water bath

xxvii
5. Letakkan jari di atas tabung B. Hisap cairan melalui tabung A agar naik ke
tabung A sampai kira-kira ditengah-tengah bola C. Lepaskan penghisap dari
tabung A dan biarkan cairan turun memasuki bola I.
6. Hitung efflux time dengan membiarkan cairan turun melalui kapiler alat.
Perhitungan efflux time dimulai ketika cairan turun antara batas D sampai F.
7. Hitung kinematic viscosity sampel dengan mengalikan efflux time dengan
konstanta viscosimeter ( 0,000953 mm2 / detik2 )
8. Ukur suhu cairan sample dengan termometer. Tentukan berat jenis setiap cairan
sample pada suhu tersebut menggunakan piknometer.

Penentuan berat jenis ( ρ ) berbagai macam cairan.


1. Timbang berat piknometer yang kosong dan bersih pada neraca analitik ( a
gram). Volume piknometer diketahui : 10 ml
2. Isikan cairan yang akan ditentukan berat jenisnya ke dalam piknomter sampai
penuh (biarkan melimpah). Pasangkan tutup piknometer dengan hati-hati.
Jangan ada rongga udara dalam piknometer. Bersihkan bagian luar piknometer
dengan tissu sampai benar-benar kering.
3. Timbang kembali piknometer yang telah berisi cairan sample pada neraca
analitik ( b gram ).
4. Selisih berat piknometer + sampel dengan piknometer kosong, dicatat sebagai
berat cairan sampel ( c gram )

ρ cairan = (berat piknometer + sampel) - berat piknometer kosong


volume piknometer

ρcairan = b gram - a gram = c gram


10 ml 10 ml

V. Tugas

1. Sebagai cairan pembanding digunakan aquadest. Tentukan terlebih dahulu


viskositas dan berat jenis aquadest pada suhu kamar, 35 dan 45 oC
2. Tentukan juga viskositas dan berat jenis cairan lainnya pada suhu kamar, 35
dan 45 oC

xxviii
3. Tabelkan hasil pengamatan saudara pada berbagai suhu untuk ke empat
jenis cairan yang diberikan

VI. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa
Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien,
Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc
Graw-Hill, N.Y

xxix
PERCOBAAN VI
ISOTHERM ADSORPSI

I. Tujuan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam
asetat pada arang.

II. Latar Belakang Teori


Adsorpsi adalah pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain,
sebagai akibat dari pada ketidak jenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Untuk
proses adsorpsi dalam larutan , jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada beberapa
factor :
 Jenis adsorben
 Jenis adsorbat atau zat yang teradsorpsi
 Luas permukaan adsorben
 Konsentrasi zat terlarut
 Temperatur
Ada dua jenis persamaan yang sering dipakai untuk menjelaskan proses adsorpsi
pada permukaan zat padat, yaitu persamaan Langmuir yang dikenal sebagai “ isotherm
Langmuir” dan isoterm Freundlich. Persamaan Langmuir berlaku untuk adsorpsi
lapisan tunggala (monolayer) pada permukaan zat padat yang homogen. Persamaan ini
dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya suatu kesetimbangan
antara molekul yang diadsorpsi dan molekul yang masih bebas.
Bagi suatu system adsorpsi tertentu, hubungan antara banyaknya zat yang
teradsorpsi per satuan luas atau per satuan berat adsorben , dengan konsentrasi zat
terlarut pada temperature tertentu, disebut isotherm adsorpsi. Pada isotherm
Freundlich, persamaan emperis (yaitu tidak dapat diturunkan secara teoritis) adsorpsi
ini dinyatakan sebagai :

1
x
 k .C n ……( 1 )
m
dengan :

xxx
x = jumlah mol terlarut yang teradsopsi oleh m gram adsorben
m = jumlah adsorben dalam gram
C = Konsentrasi zat terlarut dalam larutan, setelah tercapai
kesetimbangan adsorpsi
k dan n = tetapan
Persamaan (1) dapat dirubah menjadi :

x
log  log k  n log C …….. (2)
m
Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi menurut isotherm

x
Freundlich , maka aluran log terhadap log C akan menggunakan garis lurus. Dari
m
garis dapat di evaluasi tetapan – tetapan k dan n.

III. Peralatan dan zat kimia


Peralatan
Erlenmeyer 250 ml
Pipet volume 10 ml
Pipet ukur 25 ml
Labu takar 100 ml
Buret 50 ml
Termometer 100 oC
Botol semprot, Batang pengaduk , pipet tetes, corong kaca, cawan porselin dll
Bahan dan Zat kimia
- Larutan asam asetat 0,5 M sampai dengan 0,0313 M
- Larutan standar NaOH 0,1 M
- Karbon Aktif, Indikator Fenolftalein, kertas saring, aluminium foil
IV. Prosedur Kerja
1. Aktifkan arang dengan memanaskan nya dalam cawan porselin di oven.
Masukkan ke dalam labu Erlenmeyer bertutup masing-masing 1 gram arang,
yang ditimbang dengan teliti. Berat tak harus tepat 1 gram, tapi harus teliti.
2. Sediakan larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125M ;
0,0625 M dan 0.0313 M, yang dibuat melalui pengenceran, masing-masing
sebanyak 100 ml. Masukkan masing-masing larutan ke dalam Erlenmeyer

xxxi
yang telah berisi arang. Tutup labu-labu ini dan biarkan selama ½ jam .
Selama setengah jam tsb, kocok larutan selama satu menit secara teratur setiap
10 menit.
3. Catat temperature selama percobaan dan jaga agar tidak terjadi perubahan
temperature yang terlalu besar. Gunakan penangas air bila perlu.
4. Setelah ½ jam, saring tiap larutan menggunakan kertas saring yang kering
5. Titrasi larutan filtrate sebagi berikut :
Dari dua larutan dengan konsentrasi paling tinggi diambil 10 ml , larutan
berikutnya diambil 25 ml dan dari dua larutan dengan konsentrasi paling
rendah diambil masing-masing 50 ml , kemudian dititrasi dengan larutan
standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan indicator pp.
V. Tugas
1. Susun pengamatan menurut table seperti berikut ini :
Temperature …………..0C

m Konsentrasi asam Konsentrasi x x x


NO (gram) mula-mula asam akhir (gram) log Log C
m m
1
2
3
4
5

x
2. Alurkan (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai absis)
m
x
3. Alurkan log (sebagai ordinat) terhadap log C (sebagai absis )
m
4. Tentukan tetapan k dan n

VI. Pertanyaan
1. Apakah proses adsoprsi ini merupakn adsoprsi fisik atau khemisorpsi?

xxxii
2. Apakah perbedaan kedua jenis adsorpsi ini ? Berikan beberapa contoh kedua
jenis adsorpsi ini
3. Bagaimana isotherm adsorpsi Freundlich untuk adsoprsi gas pada permukaan
zat padat?
4. Mengapa isotherm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat
padat kurang memuaskan dibanding kan dengan isotherm adsorpsi Langmuir?
5. Bagaimana bentuk kurva isotherm adsorpsi Langmuir (antara N dengan C untuk
larutan , dan antara v/m dengan P untuk gas )

VII. Daftar Pustaka


1. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Steinbach, King, ”Experiment in physical Chemistry”hal 213-216
4. W,J.”Laboratory Manual of Physical Chemistry”1970.hal 200-202

xxxiii
PERCOBAAN VII
LARUTAN NON ELEKTROLIT
HUKUM RAOULT

1. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran
2. Mempelajari pengaruh gaya antar molekul terhadap tekanan uap campuran

II. Latar Belakang Teori


Jika dua macam cairan dicampur dan tekanan uap parsialnya masing-masing
diukur, maka menurut hukum Raoult, untuk tekanan uap parsial A berlaku :
PA = XA. P0A
Sedang untuk tekanan uap parsial B berlaku :
PB = XB. P0B
dimana
P0A= tekanan uap A (cairan murni)
P0B = tekanan uap B (cairan murni)
jumlah molA
XA 
jumlah mol  A  B 
jumlah molB
XB 
jumlah mol  A  B 

XA dan XB disebut fraksi mol.


Jumlah tekanan uap (P) menurut hukum Dalton adalah :

P = PA + PB
Campuran yang mengikuti hokum Raoult disebut “larutan ideal”.Contoh larutan ideal
adalah benzene, toluene , propane -1 ol atau propan -2-ol.
Sejauh ini yang telah dibicarakan adalah keadaan pada kondisi suhu tetap, tetapi dalam
percobaan ini yang dijaga tetap adalah tekanannya yaitu pada tekanan satu atm.
Hukum Raoult dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut ini:

xxxiv
PA
Tekanan
uap PA + PB Tekanan uap
benzene pada suhu
20oC (PA)

Tekanan uap toluen


pada suhu 20oC (PB)
PB

Toluen 100% Benzen 100%


Fraksi mol

Dalam percobaan ini yang diukur adalah titik didihnya. Hubungan antara
tekanan uap dan titik didih dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

1 atm

Campuran 1
Campuran 2

Tekanan
uap (atm)

Td 1 Td 2

Suhu (oC)

Terlihat dari grafik diatas, bahwa bila komposisi campuran diubah dari
campuran 1 ke campuran 2 , maka akan terjadi kenaikan titik didih. Untuk larutan ideal
hubungan antara tekanan uap dan komposisi serta hubungan antara titik didih dan
komposisi dapat dilihat pada grafik dibawah ini (yaitu hukum Raoult untuk campuran
ideal).

xxxv
Kurva tekanan uap sbg fungsi komposisi Kurva titik didih sbg fungsi komposisi

B
A Titik
Tekanan didih
uap
A
B

100%A 100%A
100%B 100%B
0 %B 0 %B
0%A 0 %A

Karena kebanyakan campuran bukan larutan ideal, maka biasanya campuran tidak
mengikuti hukum Raoult .Ada dua macam penyimpangan yaitu penyimpangan positif
dan penyimpangan negative.

1. Penyimpangan Positif

B
A Titik
Tekanan didih
uap
A
B

100%A 100%B 100%A 100%B


0 %B 0%A 0 %B 0 %A

2. Penyimpangan Negatif

B
A Titik
Tekanan didih
uap
A
B

100%A 100%B 100%A 100%B


0 %B 0%A 0 %B 0 %A

xxxvi
III. Peralatan dan zat Kimia yang digunakan
Pereaksi dan Alat-alat
- Alat reflux
- Termometer
- Heating mantel
- Pecahan porselen (pengganti batu didih)
- Standar besi
- Dua gelas ukur (10ml)
- Corong
- Etil acetat dan aseton.

IV. Prosedur Percobaan


1. Pasanglah alat refluk, yang terdiri dari labu leher dua 250 ml dan sebuah
pendingin yang dipasang terbalik. Hal yang perlu diperhatikan dalam merangkai
alat refluks :
a) Termometer tercelup ditengah-tengah cairan, namun jangan sampai
menyentuh dinding gelas labu reflux. Jangan lupa tambahkan batu
didih
b) Setiap kali memasukkan kedua cairan, sumber panas / listrik harus
dimatikan, mengingat cairan organic yang digunakan mudah terbakar.
2. Tuangkanlah 10ml etil acetat ke dalam labu reflux dengan corong melalui
lubang pemasukan cairan. Panaskan sampai mendidih dan catat suhunya.
3. Cabut stop kontak listrik, tunggu larutan agak dingin selanjutnya tuangkan 2 ml
aseton ke dalam labu. Panaskan perlahan – lahan sampai mendidih dan setelah
suhu tetap catat suhu didihnya.
4. Demikian seterusnya diulangi setiap kali dengan penambahan 2 ml aseton
sampai jumlah aseton yang ditambahkan mencapai 10 ml; setiap kali sesudah
penambahan ,campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
5. Kemudian tuangkanlah campuran ini ke dalam wadah kosong yang tertutup
rapat dan aman
6. Keringkan labu refluk itu dengan jalan diangin-anginkan
7. Setelah kering betul, tuangkanlah 10 ml aseton kedalam labu refluk , panaskan
dengan hati-hati dan catat suhu didihnya

xxxvii
8. Matikan mantel pemanas, tunggu larutan agak dingin lalu tambahkan 2ml etil
acetat, panaskan perlahan-lahan dan catat suhu didihnya.Demikian seterusnya
sampai jumlah etil acetat yang ditambahkan mencapai 10 ml. Setiap kali
penambahan etil acetat, dicatat suhu didihnya.
Perhatian :
Berhati-hatilah bekerja dengan aceton dan etil acetat karena zat ini bersifat racun
jika masuk ke dalam saluran pernafasan.
V. Hasil Percobaaan
Campuran Et.Acetat : Aceton Fraksi mol Etil acetat Titik didih (0C)
10 : 0ml ..... ....
10 : 2ml ...... .....
10 : 4ml
10 : 6ml
10 : 8ml
10 : 10ml
8 : 10ml
6 : 10ml
4 : 10ml
2 : 10ml
0 : 10ml

Perhitungan
1) Tabel yang diperlukan untuk menghitung fraksi mol:

Senyawa Berat Molekul * Massa jenis *


a. Etil acetat …… ……..
b. Aseton ……. ………
* : Telusuri dari literatur
2) Buat grafik titik didih sebagai fungsi fraksi mol!

VI. Pertanyaan
1. Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini; ideal atau tidak ? Kalau tidak
ideal , penyimpangan mana yang dapat dilihat?

VII. Daftar Pustaka

xxxviii
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Steinbach, King,”Experiment in physical Chemistry”hal 213-216
4. W,J.”Laboratory Manual of Physical Chemistry”1970.hal 200-202

xxxix
PERCOBAAN VIII
SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN
DIAGRAM TERNER

I. Tujuan Percobaan
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua
cairan tertentu
II. Latar Belakang Teori
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variable bebas (varian) yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu system dengan tepat pada kesetimbangan
dinyatakan sebagai :
V=C–P+2 ………….. (1)
dengan : V = jumlah varian, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fasa.
Dalam persamaan diatas kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan
komposisi sistem. Jumlah varian untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan
tetap dapat dinyatakan sebagai :
V=3–P .................. (2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka v = 2. Berarti untuk
menyatakan keadaan sistem dengan tepat hanya perlu menyatakan konsentrasi dua
komponennya , karena konsentrasi komponen ketiga menjadi tertentu oleh hubungan
(x1 + x2 + x3 = 1). Bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, v = 1,
berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi
komponen yang lainnya sudah tertentu berdasrkan diagram fasa untuk sistem tersebut.
Oleh karena itu untuk sistem tiga komponen, pada suhu dan tekanan tetap, mempunyai
jumlah derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram
fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa segitiga sama sisi
yang disebut diagram terner. Tiap sudut segitiga tersebut menyatakan masing-masing
komponen dalam keadaan murni. Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram
terner dapat dilihat pada gambar 1, dibawah ini.

xl
A 100 %

c 0 0
b

.P
100%
100%
B C
0 a
Gambar 1. Diagram Terner

Titik sudut A : komponen A murni, titik pada sisi AB : campuran biner A dan B
Titik sudut B : komponen B murni, titik pada sisi BC : campuran biner B dan C
Titik sudut C : komponen C murni, titik pada sisi AC : campuran biner A dan C
Titik dalam segitiga merupakan campuran terner A, B , dan C
Contoh : titik P menyatakan campuran terner dengan komposisi :
x % mol A, y % mol B dan z % mol C, x + y + z = 100

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling
larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A , B , dan
C . Zat A dan B saling larut sebagian, sedangkan zat A dan C serta zat B dan C saling
larut sempurna. Penambahan zat C ke dalam campuran A dan B dapat mem[perbesar
atau memperkecil daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling
larut A dan B. Gambar 2, berikut menyatakan kelarutan cairan C dalam berbagai
komposisi campuran A dan B pada suhu dan tekanan tetap. Daerah dalam lengkungan
(kurva binodal) merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan kurva
binodal atau kurva kelarutan ini dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai
komposisi campuran A dan C

xli
C

A
B

Gambar 2. Diagram fasa sistem tiga zat cair dengan sepasang zat cair
yang mempunyai kelarutan timbal balik terbatas.

Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi


perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen
yang homogen pecah menjadi dua larutan terner terkonjugasi.

III. Peralatan dan zat Kimia yang digunakan


Peralatan :
Erlenmeyer 250 ml
Pipet volume 50 ml
Buret / klem 50 ml
Termometer 100 oC
Picnometer 10 ml
Botol semprot, aluminium foil

Zat kimia yang digunakan :


Aquadest
Tert-butanol
Etanol
Chloroform
Asam acetat
Aceton
IV. Prosedur Percobaan
1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan bertutup, buatlah 9 (sembilan)
campuran cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut
:

xlii
No. Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml A 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml C 18 16 14 12 10 8 6 4 2

Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret.


2. Titrasi tiap campuran dalam labu 1 sampai 9 dengan zat B sampai tepat timbul
keruh. Catat jumlah volume zat B yang digunakan. Lakukan titrasi dengan
perlahan-lahan dan hati-hati.
3. Tentukan rapat masa masing-masing cairan murni A, B, dan C
4. Catat suhu kamar sebelum selama percobaan berlangsung.

V. Tugas
1. Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas dari
asisten. Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki
sifat sebagai komponen A, B dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah :
Chloroform - aceton - air
Aceton - tert-butanol - air
Air - chloroform - asam acetat
Air - tert-butanol - etanol
2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika
terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :

n1
x1 x 100%
n1  n2  n3

v11 v2  2 v3 3
n1  , n2  , n3 
M1 M2 M3
3. Gambarkan ke sembilan titik pada percobaan diatas pada kertas grafik, dan buat
kurva binodalnya sampai memotong sisi AB dari segi tiga
4. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan
dalam % volume ? Jelaskan jawaban saudara !

xliii
VI. Daftar Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee
Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T., (1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet.
I, Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al, (1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc
Graw-Hill, N.Y
4. R.A., Alberty dan F. Daniels, (1983), “ Kimia Fisika “, Erlangga,
Jakarta,

xliv

Anda mungkin juga menyukai