PENUNTUN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA
Disusun oleh :
Praktikum Kimia Fisika termasuk kelompok mata kuliah wajib pada Program
Studi S1 Teknik Kimia. Praktikum ini bertujuan untuk menambah wawasan dan
keterampilan mahasiswa pada teori dasar dan prosedur kerja dari pokok bahasan yang
disajikan dalam modul ini. Pada praktikum ini mahasiswa akan menggunakan beberapa
alat atau instrument sederhana yang dapat menjelaskan perubahan fisika yang terjadi
akibat peristiwa kimia atau sebaliknya. Diharapkan mahasiswa akan terbiasa
mempergunakan berbagai jenis alat-alat yang umum dipakai di laboratorium dan
alat/instrument yang biasa digunakan untuk analisa lanjut .
Penyusunan buku petunjuk praktikum ini berpedoman pada beberapa buku
petunjuk praktikum kimia fisika dan beberapa buku kimia fisika yang menjadi acuan
dalam perkuliahan kimia fisika. Jumlah materi percobaan yang disajikan, disesuaikan
dengan jumlah bab utama dalam buku Kurikulum 2011 Program Sarjana Teknik Kimia
Universitas Riau. Buku ini disusun dan hanya disengajakan bagi keperluan dalam
lingkungan sendiri ( Program Studi S-1 Teknik Kimia UNRI ) dan mungkin masih
mengandung beberapa kelemahan. Saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan
demi kesempurnaannya.
Tiada satu buku pun merupakan hasil kerja satu orang. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan modul praktikum ini. Terima kasih dan semoga rahmat
dan kasih sayang ALLAH SWT, selalu tercurah untuk yang terhormat Almarhum Ibu
Dra. Em Yarti Syarbaini M.Si, yang selalu memberikan arahan dan petunjuk kepada
penulis dalam menyusun modul ini semasa hidup beliau. Semoga buku petunjuk
praktikum ini berguna bagi kita semua, terutama bagi mahasiswa yang mengambil mata
kuliah praktikum kimia fisika.
Penyusun
Yelmida A.
ii
PETUNJUK BAGI MAHASISWA
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
A.Waktu Praktikum
iv
FORMAT LAPORAN
BAB I. TEORI
Berisikan teori singkat dari objek yang dilaksanakan, teori ini dapat diambil dari
berbagai buku bacaan. Setiap buku bacaan dijadikan sumber pustaka, dan ditulis pada
DAFTAR PUSTAKA menurut urutan abjad PENGARANG.
v
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ii
Petunjuk Bagi Mahasiswa iii
Tata Tertib Praktikum iv
Format Laporan v
Daftar Isi vi
Pengenalan Alat-alat Gelas di Laboratorium Dasar Kimia vii
Pengenalan Bahan Kimia vii
Perc. I : Kecepatan Disolusi 1
Perc. II : Penentuan Kelarutan Elektrolit Secara Konduktometri 7
Perc. III : Elektrokimia 13
Perc. IV : Kinetika Reaksi 21
Perc. V : Viscositas Berbagai Jenis Cairan 26
Perc. VI : Isotherm Adsorpsi 31
Perc. VII : Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult 35
Perc. VIII : Sistem Zat Cair Tiga Komponen Diagram Terner 41
LAMPIRAN
vi
Pengenalan Alat-Alat Gelas di Laboratorium
Dasar Teknik Kimia
Ekstraktor soxhlet ini merupakan ektraktor kontinyu, pelarut pada labu (a)
dipanaskan dan akan menguap, terkondensasi pada pendingin (c), selanjutnya pelarut
akan masuk pada ektraktor (b). Apabila pelarut telah mencapai batas atas kapiler
pelarut yang telah kontak dengan sampel akan masuk pada labu (a). Begitu seterusnya.
vii
2. Alat untuk distilasi (distiler)
Distilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih
komponen-komponen yang terdapat di dalam suatu campuran.
Distilasi juga dapat dilakukan di bawah tekanan atmosfer yang dikenal dengan
distilasi pengurangan tekanan, distilasi vacuum.
Distilasi pengurangan tekanan
dilakukan apabila komponen akan
mengalami dekomposisi pada titik
didihnya. Rangkaian alat distilasi ini
dapat dihubungkan ke pompa vacuum,
misal menggunakan adaptor (10) pada
labu receiver
viii
Bila selisih titik didih
komponen-komponen yang ada pada
campuran kecil atau hasil membentuk
azeotrop, maka komponen alat distilasi
dapat ditambah dengan kolom
fraksionasi, misal kolom vigreux,
packed column Kolom fraksinasi ini
biasanya menggunakan bahan pengisi
(packing)
4. Penyaring buchner
Penyaring Buchner digunakan biasa. Penyaringan biasa dilakukan
untuk proses penyaringan yang tidak
dapat dilakukan dengan penyaring
ix
dengan memanfaatkan gaya grafitasi, filtrat dipisahkan dari sistem campuran
sedangkan pada penyaring buchner, dengan cara disedot atau divakum.
1. Labu Takar
Digunakan untuk menakar volume zat kimia dalam bentuk cair pada proses
preparasi larutan. Alat ini tersedia berbagai macam ukuran.
x
2. Gelas Ukur
Digunakan untuk mengukur volume zat kimia dalam bentuk cair. Alat ini
mempunyai skala, tersedia bermacam-macam ukuran. Tidak boleh digunakan untuk
mengukur larutan/pelarut dalam kondisi panas. Perhatikan meniscus pada saat
pembacaan skala.
3. Gelas Beker
Alat ini bukan alat pengukur (walaupun terdapat skala, namun ralatnya cukup
besar). Digunakan untuk tempat larutan dan dapat juga untuk memanaskan larutan
kimia. Untuk menguapkan solven/pelarut atau untuk memekatkan.
4. Pengaduk Gelas
Digunakan untuk mengaduk suatu campuran atau larutan kimia pada waktu
melakukan reaksi kimia. Digunakan juga untuk menolong pada waktu
menuangkan/mendekantir cairan dalam proses penyaringan.
5. Botol Pencuci
Bahan terbuat dari plastic. Merupakan botol tempat akuades, yang digunakan
untuk mencuci, atau membantu pada saat pengenceran.
6. Corong
Biasanya terbuat dari gelas namun ada juga yang terbuat dari plastic. Digunakan
untuk menolong pada saat memasukkan cairan ke dalam suatu wadah dengan mulut
sempit, seperti : botol, labu ukur, buret dan sebagainya.
7. dan 8. Erlenmeyer
Alat ini bukan alat pengukur, walaupun terdapat skala pada alat gelas tersebut
(ralat cukup besar). Digunakan untuk tempat zat yang akan dititrasi. Kadang-kadang
boleh juga digunakan untuk memanaskan larutan.
9. dan 10. Tabung Reaksi
Terbuat dari gelas. Dapat dipanaskan. Digunakan untuk mereaksikan zat zat
kimia dalam jumlah sedikit.
11. Kuvet
Bentuk serupa dengan tabung reaksi, namun ukurannya lebih kecil. Digunakan
sebagai tempat sample untuk analisis dengan spektrofotometer. Kuvet tidak boleh
dipanaskan. Bahan dapat dari silika (quartz), polistirena atau polimetakrilat.
12. dan 13. Rak Untuk tempat Tabung Reaksi
Rak terbuat dari kayu atau logam. Digunakan sebagai tempat meletakkan
tabung reaksi.
xi
14. Kaca Preparat
15. Kawat Kasa
Terbuat dari bahan logam dan digunakan untuk alas saat memanaskan alat gelas
dengan alat pemanas/kompor listrik.
16. dan 22. Penjepit
Penjepit logam, digunakan untuk menjepit tabung reaksi pada saat pemanasan,
atau untuk membantu mengambil kertas saring atau benda lain pada kondisi panas.
17. Spatula
Terbuat dari bahan logam dan digunakan untuk alat Bantu mengambil bahan
padat atau kristal.
18. Kertas Lakmus
Merupakan indikator berbentuk kertas lembaran-lembaran kecil, berwarna
merah dan biru. Indikator yang lain ada yang berbentuk cair missal indikator
Phenolphtalein (PP), methyl orange (MO) dan sebagainya. Merupakan alat untuk
mengukur atau mengetahui tingkat keasaman (pH) larutan.
19. Gelas Arloji
Terbuat dari gelas. Digunakan untuk tempat zat yang akan ditimbang.
20. Cawan Porselein
Alat ini digunakan untuk wadah suatu zat yang akan diuapkan dengan
pemanasan.
21. Pipet Pasteur (Pipet Tetes)
Digunakan untuk mengambil bahan berbentuk larutan dalam jumlah yang kecil.
23 dan 24. Sikat
Sikat dipergunakan untuk membersihkan (mencuci) tabung.
25. Pipet Ukur
Adalah alat yang terbuat dari gelas, berbentuk seperti gambar di bawah ini.
Pipet ini memiliki skala. Digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu.
Gunakan propipet atau pipet pump untuk menyedot larutan, jangan dihisap dengan
mulut.
26. Pipet Gondok
Pipet ini berbentuk seperti dibawah ini. Digunkan untuk mengambil larutan
dengan volume tepat sesuai dengan label yang tertera pada bagian yang
menggelembung (gondok) pada bagian tengah pipet. Gunakan propipet atau pipet pump
untuk menyedot larutan.
xii
27. Buret
Terbuat dari gelas. Mempunyai skala dan kran. Digunakan untuk melakukan
titrasi. Zat yang digunakan untuk menitrasi (titran) ditempatkan dalam buret, dan
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui kran. Volume zat terpakai dilihat pada skala.
xiii
Pengenalan Bahan Kimia
Pengetahuan sifat bahan menjadi suatu keharusan sebelum bekerja di
laboratorium. Sifat-sifat bahan secara rinci dan lengkap dapat dibaca pada Material
Safety Data Sheet (MSDS) di dalam buku, CD, atau melalui internet. Pada tabel berikut
disajikan sifat bahaya bahan berdasarkan kode gambar yang ada pada kemasan bahan
kimia. Peraturan pada pengepakan dan pelabelan bahan kimia diwajibkan
mencantumkan informasi bahaya berdasarkan tingkat bahaya bahan kimia khususnya
untuk bahan yang tergolong pada hazardous chemicals atau bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Bahan berdasarkan fasa :
Padat; Cair; Gas
Bahan berdasarkan kualitas :
Teknis
Special grade : pro analyses (pa)
Special grade : material referrences
Harmful (Berbahaya).
Bahan kimia iritan
menyebabkan luka bakar pada kulit,
berlendir, mengganggu sistem
pernafasan. Semua bahan kimia
mempunyai sifat seperti ini (harmful)
khususnya bila kontak dengan kulit,
dihirup atau ditelan.
Toxic (beracun)
Produk ini dapat menyebabkan
kematian atau sakit yang serius bila
bahan kimia tersebut masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan, menghirup
uap, bau atau debu, atau penyerapan
melalui kulit.
xiv
Corrosive (korosif)
Produk ini dapat merusak
jaringan hidup, menyebabkan iritasi
pada kulit, gatal-gatal bahkan dapat
menyebabkan kulit mengelupas. Awas!
Jangan sampai terpercik pada mata
xvi
PERCOBAAN I
KECEPATAN DISOLUSI
I. Tujuan Percobaan
• Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
• Mempelajari pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap
kecepatan disolusi suatu zat
dM DS
= ( Cs - C )
dT h
Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama proses
disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau
lapisan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h , seperti tampak pada gambar
berikut :
1
Konsentrasi
Lapisan
Zat Padat Larutan
Difusi Air
Cs
x=0
h
Bila konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil dari pada
kelarutan zat tersebut (Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga ( Cs-C ) dianggap
sama dengan Cs. Jadi persamaan kecepatan disolusi dapat disederhanakan jadi :
dM D.S.Cs
=
dT h
Dari persamaan diatas terlihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan disolusi suatu zat , diantaranya yaitu :
1. Suhu / Temperatur
Kenaikan temperatur umumnya memperbesar kelarutan ( Cs ) zat yang bersifat
endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Einstein,
koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :
k.T
D=
6 r η
dimana : D = koefisien difusi r = jari-jari molekul
K = konstanta Boltzman η = viskositas pelarut
2
2. Ukuran partikel
Jika partikel zat berukuran kecil, maka luas permukaan efektif menjadi besar
sehingga kecepatan disolusi meningkat
3. Polimorfisme
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang
berbeda juga.
4. Sifat permukaan zat
Untuk zat yang bersifat hidrofob, dengan adanya surfaktan dalam pelarut akan
menurunkan tegangan permukaan antar partikel dengan pelarut. Akibatnya zat
mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah
5. Kecepatan Pengadukan
Pengadukan dapat meningkatkan jumlah tumbukan partikel zat terlarut dengan
pelarut.
Penentuan kecepatan disolusi
1. Metode Suspensi
Butiran zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu
dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2. Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variable
perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan
3
8. Erlenmeyer 100 ml ( 6 buah)
9. Stopwatch
10. Statip dan klem
11. Neraca/timbangan
V. Cara Kerja
Pada objek praktikum ini, akan dipelajari dua macam factor yang menentukan
kecepatan disolusi, yaitu pengaruh kecepatan pengadukan dan temperature
4
B. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Disolusi Zat
1. Isilah gelas kimia / labu Dewar dengan 400 ml aquadest
2. Pasang thermometer pada bejana, untuk mengamati suhu larutan
3. Tempatkan bejana dalam water bath pada suhu ruang , masukkan 1 gram
asam salisilat ke dalam bejana, hidupkan motor pengaduk pada kecepatan
100 rpm
4. Ambil sebanyak 20 ml larutan dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15 dan
20 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sample, segera
gantikan dengan 20 ml aquadest.
5. Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sample dengan cara titrasi
asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp. Lakukan koreksi
perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran
yang dilakukan karena penggantian larutan dengan aquadest
6. Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 40 dan 50 oC
7. Tabelkan hasil yang diperoleh.
VI. Tugas
1. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu
untuk setiap perbedaan suhu ( dalam satu grafik)
2. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu
untuk setiap kecepatan pengadukan ( dalam satu grafik)
VII. Pertanyaan
1. Apa perbedaan difusi dan disolusi ?
2. Terangkan definisi dari pengadukan !
3. Sebutkan 5 macam impeller yang dapat digunakan dalam proses pengadukan !
4. Bagaimana pengaruh temperatur dan kecepatan pengadukan terhadap kecepatan
disolusi zat yang saudara amati dari percobaan. Berikan kesimpulan yang ringkas
dan tepat !
5
VIII. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Leeson, L.J., J.T. Cartensen, (1974), “ Dissolution Technology”, The Industrial
Pharmceutical Technology Section of The Academy of Pharmaceutical Science,
Washington.
4. Welty, J.R., et.al., “Fundamental of Momentum, Heat, and Mass Transfer”, third
edition, Jhon Wiley & Sons, inc., Singapore.
6
PERCOBAAN II
PENENTUAN KELARUTAN ELEKTROLIT
SECARA KONDUKTOMETRI
I.Tujuan Percobaan
1. Menentukan konsentrasi asam basa secara konduktometri
2. Menentukan konstanta sel konduktansi
3. Menentukan kelarutan AgCl secara konduktometri
7
ekivalen dapat ditentukan dengan menggambarkan grafik daya hantar atau 1 /R
terhadap volume basa yang terpakai
Tahanan merupakan rintangan yang terdapat dalam sistem terhadap arus listrik. Tahanan
merupakan kebalikan dari hantaran / daya hantar ( L )
1
L =
R ............ (2) atau
A
L = Ls [ ]
l .............. (3)
dimana L = daya hantar
Ls = daya hantar jenis (Ohm-1 cm -1)
l = panjang (cm)
A = luas (cm2)
Disamping daya hantar dan daya hantar jenis, dikenal pula daya hantar ekivalen
(Λ). Daya hantar ekivalen mempunyai arti yang lebih penting. Daya hantar ekivalen
merupakan daya hantar larutan elektrolit sebanyak 1grek diantara dua elektroda dengan
jarak 1cm.
Bila konsentrasi = C grek / L atau
C
= grek / cc
1000
maka volume larutan yang berisi 1 grek
1000
= cc
C
Daya hantar tiap cc = Ls ; karena Λ = daya hantar 1 grek, maka Λ adalah
1000 .
= Ls Ohm -1 cm2. cc-1
C ..................... (4)
Besarnya Λ dapat ditentukan dengan mengukur Ls larutan, juga R larutan menggunakan
jembatan Wheatstone.
8
Dari persamaan (3), diperoleh :
Ls = L l
[ ]
A
.................... (5)
Besarnya 1/A untuk setiap jenis elektroda adalah tetap dan disebut : tetapan cell , K
sehingga :
K
Ls =
R
..................... (6)
Bila ke dalam suatu pelarut dimasukkan zat terlarut, maka pada suatu saat zat
terlarut tidak dapat dilarutkan lagi. Pada keadaan tersebut larutan dikatakan sebagai
larutan jenuh. Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat yang melarut dan
yang mengendap. Contoh dalam reaksi di bawah ini:
Dalam konduktometri, Lion jenuh AgCl dapat ditentukan, tapi ΛAgCl tidak dapat,
karena secara teori :
ΛAgCl = ΛAgNO3 + ΛKCl + ΛKNO3 .................... (7)
Dari persamaan (6) , Ls = k /R , dan diketahui untuk ion :
9
2. Baik elektrolit kuat atau lemah, Λ nya naik pada pengenceran dan mencapai
harga maksimum pada pengenceran tak hingga. Harga Λ pada pengenceran tak
hingga disebut Λo . Harga Λo untuk masing masing elektrolit berbeda
V. Cara Kerja
a. Persiapan larutan
– Siapkan larutan AgNO3 0,01 N; KCl 0,01 N ; KNO3 0,01 N masing-masing
100ml dengan cara pengenceran yang teliti dari larutan induk yang disediakan
b. Titrasi asam basa secara konduktometri
- Pipet 10 ml HCl 0,1 N ke dalam gelas piala 400 ml, encerkan dengan 100 ml
aquadest
- Ukur tahanan larutan HCl dengan mencelupkan elektroda konduktometer
- Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Pada penambahan 5 ml pertama tiap kali
penambahan gunakan 1 ml NaOH, kemudian 0,5 ml NaOH sampai volume
penambahan 15 ml. Penambahan selanjutnya 1 ml sampai volume sekitar 20 ml.
Setiap kali penambahan NaOH, ukur tahanan larutan ! .
c. Menentukan kelarutan AgCl secara konduktometri
- Buat larutan AgCl jenuh, dengan cara sebagai berikut : 5 ml AgNO3 0,1 N
direaksikan dengan 10 ml HCl 0,1 N di dalam gelas piala 100 ml. Endapan AgCl
yang terbentuk disaring dan dicuci sampai bebas asam.
10
- Larutkan endapan AgCl sampai menghasilkan larutan jenuhnya.
- Ukur tahanan dari KCl 0,1 N ; 0,01 N ; KNO3 0,01 N; AgNO3 0,01 N ; AgCl
jenuh dan aquadest.
- Lakukan pengukuran /percobaan triplo
VI. Tugas
- Buat kurva titrasi, yaitu hubungan L kor dengan volume titran NaOH. Hitung volume
NaOH pada titik ekivalen
Data perhitungan : L kor = 1 /R x V kor
V kor = V0 + V V = vol. penambahan
V0 V0 = vol. Awal
VII. Pertanyaan
. Hitunglah (untuk percobaan c) :
a. Konstanta sel ,K, dengan menggunakan data hantaran KCl 0,1 N
b. Hitung Ls larutan dan aquadest
c. Hitung Lion masing-masing larutan
d. Hitung ΛAgNO3 , ΛKNO3, ΛKCl
e. Hitung ΛAgCl (l)
f. Hitung kelarutan AgCl
11
VIII. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc Graw-Hill,
N.Y
4. Sukarjo, (1985), “ Kimia Fisika “, Penerbit Bina Aksara, Yokjakarta
12
PERCOBAAN III
ELEKTROKIMIA
I.Tujuan Percobaan
1. Menentukan bilangan Avogadro (No) secara elektrolisis
2. Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokoimia
3. Mencoba menguji persamaan Nernst
Dalam sebuah sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan pelepasan elektron
pada suatu elektroda (oksidasi) dan penerimaan elektron pada elektroda lainnya
(reduksi). Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan anoda sedangkan elektroda
yang menerima elektron dinamakan katoda. Suatu sel elektroda kimia, kedua setengah
reaksi dipisahkan dengan maksud agar aliran listrik (elektron) yang ditimbulkan dapat
digunakan. Salah satu faktor yang mencirikan sebuah sel elektrokimia adalah gaya gerak
listrik (GGL) atau beda potensial listrik antara anoda dan katoda.
13
Gambar 1. Sel Daniel, Elektrode negatif terdiri atas zink/zink sulfat dan
elektroda positifnya adalah elektroda tembaga/tembaga sulfat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi Esel adalah konsentrasi. Persamaan yang
menghubungkan konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan Nernst. Bentuk
persamaan Nernst untuk reaksi aA + bB cC + dD , adalah sebagai
berikut :
c
o RT a C . adD
Esel = E sel - ln a b
nF aA . aB
a b c d
aA , aB ,a , a ........
C D adalah aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi
F = konstanta Faraday
n = jumlah elektron yang dipertukarkan dalam reaksi redoks
Untuk perhitungan yang tidak memerlukan ketelitian yang tinggi, aktivitas dapat diganti
dengan konsentrasi
Esel = Eosel - (RT/nF) ln([X]x[Y]y) / ([A]a[B]b)
[A], [B] dsb, adalah konsentrasi molar masing-masing ion yang terlibat.
14
Sel elektrolisis adalah kebalikan dari sel elektrokimia. Pada sel elektrolisis
dengan adanya energi listrik akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Suatu tetapan
yang sangat penting dalam bidang kimia adalah bilangan Avogadro (No) . Ada banyak
metoda yang dapat digunakan untuk menentukan bilangan ini, salah satunya adalah
dengan cara elektrolisis.
Gambar 2. Electrolisis. Reaksi kebalikan dengan yang terjadi pada sel Daniell akan berlangsung.
Zink mengendap sementara tembaga akan melarut.
15
Coulomb adalah satuan muatan listrik, dan 1 C adalah muatan yang dihasilkan
bila arus 1 A (Ampere) mengalir selama 1 detik . Tetapan fundamental listrik adalah
konstanta Faraday , F = 9,65 x104 C, yang didefinisikan sebagai kuantitas listrik
yang dibawa oleh 1 mol elektron. Dimungkinkan untuk menghitung kuantitas mol
perubahan kimia yang disebabkan oleh aliran arus listrik yang tetap mengalir untuk
rentang waktu tertentu.
Elektrolisis larutan garam dapur dengan elektroda yang terbuat dari tembaga
akan menghasilkan ion tembaga (I) yaitu Cu+ pada anoda. Ion tembaga ini membentuk
tembaga (I) oksida yang mengendap. Jumlah listrik yang diperlukan untuk mengoksidasi
satu mol atom tembaga menjadi satu mol ion tembaga (I) dapat diukur. Dari jumlah
muatan pada satu ion tembaga (I) kita dapat menghitung bilangan Avogadro (No) .
-19
Menurut Millikan, jumlah muatan satu elektron adalah = 1,602 x 10 Coulomb ,
sehingga jumlah elektron dalam 1 Faraday sama dengan 6,023 x 10 23 elektron (atau
bilangan Avogadro, No ).
16
V. Cara Kerja
A. Elektrolisis untuk menentukan bilangan Avogadro
1. Siapkan larutan A (larutan A terdiri dari 100 gram NaCl dan 1 gram NaOH dalam satu
liter air)
2. Siapkan dua buah lempeng tembaga yang akan digunakan sebagai elektroda,
bersihkan dengan amplas
3. Salah satu elektroda digunakan sebagai anoda. Timbang elektroda tersebut pada
neraca analitik.
4. Kedua elektroda tembaga dicelupkankan ke dalam 80 ml larutan A yang ditempatkan
dalam gelas piala, dan susun rangkaian listrik seperti gambar di bawah.
termometer
_ +
Sumber DC
elektroda
tembaga
A ampermeter
panas
saklar
5. Panaskan larutan dalam gelas piala sampai suhu mencapai 80 oC, dan jaga suhu supaya
konstan
6. Saat suhu sudah konstan 80oC, aliran listrik dihubungkan dan dialirkan melalui
larutan A. Pada waktu yang sama mulailah mencatat waktu dengan stopwatch. Arus
listrik harus dijaga konstan selama percobaan yaitu 1,5 Ampere (dapat dibaca pada
Ampermeter). Aliran ini sering berubah-ubah selama percobaan.
7. Setelah 10 menit, aliran listrik dimatikan, anoda dibersihkan dengan air kemudian
dikeringkan dengan tissu.
17
8. Timbang anoda sekali lagi
Catat Hasil percobaan berupa :
- waktu percobaan = t detik
- berat anoda awal = .... gram
- berat anoda akhir = ..... gram
- perubahan berat anoda = x gram
- aliran listrik = 1,5 + 0.05 amper
pH meter
e- e-
> V >
Zn
Cu
Cu+2
Zn+ 2
jembatan garam
4. Celupkan kertas saring yang telah dibentuk jadi gulungan tadi ke dalam larutan jenuh
NH4NO3, hilangkan kelebihan amonium nitrat dengan menggunakan kertas saring lain,
18
kemudian tempatkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung gulungan tercelup ke dalam
larutan yang berada pada kedua gelas piala.
5. Amati nilai GGL dengan menggunakan pH meter yang distel pada posisi mV. Catat
polaritas kedua elektroda pada pengukuran tersebut, juga catat suhu larutan.
6. Siapkan 100 ml larutan CuSO4 0,1 M dengan jalan pengenceran larutan CuSO4 1,0 M
7. Ganti larutan CuSO4 1,0 M dengan CuSO4 0,1 M, larutan ZnSO4 jangan diganti.
8. Cuci dan bersihkan kembali kedua elektroda dengan kertas amplas. Ganti jembatan
garam dengan yang baru dan kembali ukur dan catat nilai GGL dengan menggunakan
pH meter.
9. Ulangi langkah ( 7 ), tapi menggunakan larutan CuSO4 yang lebih encer
CATATAN :
Kebersihan elektroda (terutama tembaga) harus benar-benar diperhatikan karena sedikit
kotoran saja sudah dapat menimbulkan kesalahan yang besar. Pembacaan pH meter
harus seteliti mungkin karena perbedaan GGL yang terjadi kecil (pengukuran yang lebih
teliti dapat dilakukan dengan potensiometer)
VI. Tugas
A. Elektrolisis untuk menentukan bilangan Avogadro
1. Hitung berapa Coulomb diperlukan untuk mengoksidasi x gram tembaga
2. Hitung berapa Coulomb diperlukan untuk mengoksidasi 1 mol tembaga (berat
molekul tembaga 63,54)
19
3. Muatan satu ion Cu+ adalah 1,6 x 10-19 coulomb. Hitung jumlah ion Cu+ yang
terbentuk dalam percobaan (jumlah atom Cu dalam satu mol tembaga sama dengan No)
VII. Pertanyaan
1. Apakah nama endapan merah / jingga yang terbentuk dalam percobaan elektrolisis?
2. Apakah yang mungkin menjadi sumber kesalahan dalam pengujian persamaan
Nernst?
VIII. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc Graw-Hill,
N.Y
20
PERCOBAAN IV
KINETIKA REAKSI
I.Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi
2. Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi
21
Percobaan ini bersifat semi kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan
pengaruh perubahan konsentrasi dan pengaruh suhu pada laju reaksi. Reaksi yang akan
diamati adalah reaksi pengendapan koloid belerang yang terbantuk apabila tiosulfat
direaksikan dengan asam. Reaksi ini dikatakan semi kuantitatif karena disini tidak
dilakukan pengukuran konsentrasi. Yang akan diukur pada percobaan ini adalah
waktu yang diperlukan agar koloid belerang mencapai suatu intensitas tertentu. Reaksi
pengendapan belerang dapat ditulis sebagai berikut :
S2O3 -2 (aq) + 2H+ (aq) H2O (l) + SO2 (g) + S (s)
V. Cara Kerja
A. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
- Tempatkan 50 ml Na2S2O3 0,25 M dalam gelas ukur 100 ml yang mempunyai
alas rata. seperti terlihat pada gambar dibawah
Mata
Gelas ukur
Larutan
Na2S2O3
22
- Tempatkan gelas ukur tadi di atas sehelai kertas putih tepat di atas tanda silang
hitam yang dibuat pada kertas putih tersebut, sehingga ketika dilihat dari atas
melalui larutan tiosulfat, tanda silang tadi terlihat jelas.
- Tambahkan 2 ml HCl 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan, nyalakan
stopwatch. Larutan diaduk agar pencampuran jadi merata, sementara pengamatan
dari atas tetap dilakukan.
- Catat waktu yang diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat lagi diamati
dari atas
- Suhu larutan diukur dan dicatat
Ulangi langkah-langkah di atas dengan komposisi larutan seperti pada tabel dibawah:
23
B. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
- Masukkan 10 ml larutan tiosulfat kedalam gelas ukur, lalu encerkan hingga
volumenya mencapai 50 ml.
- Ukur 2 ml HCl 1M, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi. Tempatkan gelas
ukur dan tabung reaksi pada penangas air yang bersuhu + 35oC. Biarkan kedua
larutan beberapa lama, sampai suhu mencapai kesetimbangan. Ukur suhu kedua
larutan dan catat
- Tambahkan asam ke dalam larutan tiosulfat, dan pada saat yang bersamaan
nyalakan stopwatch. Aduk larutan, tempatkan diatas tanda silang hitam. Catat
waktu yang dibutuhkan sampai tanda silang tak lagi terlihat dari atas.
- Ulangi langkah diatas untuk berbagai suhu sampai 65oC (lakukan untuk empat
suhu yang berbeda).
VI. Tugas
A. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
1. Lengkapi tabel hasil pengamatan saudara
2. Dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Buatlah
kurva laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat.
3. Hitung ordo reaksi terhadap tiosulfat
24
B. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
1. Lengkapi tabel hasil pengamatan saudara
2. Laju reaksi dinyatakan sebagai 1/waktu. Buat kurva laju reaksi sebagai fungsi
suhu (oC). Buat kurva log laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu (K -1). Beri komentar
mengenai bentuk kurva yang anda peroleh !
VII. Pertanyaan
1. Bagaimana cara menentukan ordo reaksi secara keseluruhan
2. Peningkatan suhu tidak selalu berarti peningkatan laju reaksi. Beri komentar
anda mengenai hal ini
VIII. Pustaka
1. Bettleheim, F.A.,(1971),” Experimental Physical Chemistry”, W.B Saunders
Co.,Philadelphia
2. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie
Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien, Cet. I,
Gramedia, Jakarta
4. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc Graw-Hill,
N.Y
5. Glasstone,S., (1946), “ Texbook of Physical Chemistry”, ed.11
25
PERCOBAAN V
VISKOSITAS BERBAGAI JENIS CAIRAN
I. Tujuan Percobaan
1. Menerangkan arti viskositas suatu cairan
2. Menggunakan alat penetuan viskositas dan berat jenis untuk menentukan
viskositas berbagai macam cairan
3. Mempelajari pengaruh temperatur terhadap viskositas cairan
Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin besar
resistansi suatu zat cair untuk mengalir, semakin besar pula viskositasnya. Viskositas
pertama kali diselidiki oleh Newton, yaitu dengan mensimulasikan zat cair dalam
bentuk tumpukan kartu, seperti gambar berikut :
F dv
A
dx
Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama
lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan
kecepatan konstan sehingga setiap lapisan memiliki kecepatan gerak yang berbanding
langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah. Perbedaan kecepatan dv antara
dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak sebesar dx adalah dv / dx atau kecepatan
geser ( rate of shear ). Gaya per satuan luas yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair
tersebut adalah F / A atau tekanan geser ( shearing stress ).
26
Menurut Newton :
F/A = dv / dx
F / A = η . dv / dx
η = F / A . dx / dv
= dyne . cm-2 . cm . cm-1 . detik-1
= dyne . cm-2 . detik-1
= gram . cm-1 . detik-1
= Poise ( 1 Poise = 100 centipoise )
η = koefisien viskositas
Viskositas suatu zat dipengaruhi oleh suhu. Untuk gas, viskositas meningkat
dengan bertambahnya suhu. Sementara viskositas zat cair akan menurun dengan naiknya
suhu. Hubungan antara viskositas dan suhu tampak pada persamaan Arrhenius :
= Ae
Ea
RT
dimana :
A = konstanta yang tergantung pada berat molekul dan volume molar zat cair
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas
T = suhu mutlak
Cairan yang mengikuti hukum Newton, viskositasnya tetap pada suhu dan
tekanan tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu,
viskositasnya cukup ditentukan pada satu kecepatan geser. Peralatan yang digunakan
untuk mengukur viskositas suatu zat cair disebut viskosimeter. Viskosimeter yang dapat
digunakan untuk keperluan ini adalah viskosimeter kapiler atau bola jatuh.
Viskosimeter kapiler yang paling banyak digunakan adalah viskosimeter
Oswald. Viskositas cairan yang mengalir melalui kapiler dihitung berdasarkan hukum
Poiseuille, yaitu:
27
π r 4 t Δp
η=
8l v
dimana :
r = jari-jari bagian dalam kapiler
t = waktu yang dibutuhkan cairan untuk mengalir melalui kapiler
ΔP = tekanan udara , dalam dyne / cm2
l = panjang kapiler
v = volume cairan yang mengalir
Dalam praktek seringkali viskositas ditentukan secara relatif yaitu dengan
membandingkan viskositas cairan yang belum diketahui dengan viskositas absolut suatu
cairan baku pembanding’ melalui persamaan berikut :
1 t1 1
=
2 t2 2
dimana : η1 = viskositas cairan baku pembanding
η2 = viskositas cairan yang diukur
ρ1 = berat jenis cairan baku pembanding
ρ2 = berat jenis cairan yang diukur
t1 = waktu tempuh cairan baku pembanding melalui kapiler
t2 = waktu tempuh cairan yang diukur
28
IV. PROSEDUR KERJA :
Menentukan viskositas berbagai macam cairan
1. Cairan yang akan ditentukan viskositasnya harus bebas dari partikel-partikel
yang nantinya akan menyumbat kapiler alat. Saringlah cairan yang akan diukur
viskositasnya lebih dulu
2. Isilah alat viskosimeter dengan cairan yang akan ditentukan viskositasnya,
dengan memasukkan sample melalui tabung G , menuju reservoir bawah kira-
kira sampai batas antara garis J dan K
3. Tempatkan viskosimeter pada holder, kemudian masukkan dalam water bath
untuk mengkonstankan temperaturnya.
4. Biarkan kira-kira 20 menit sampel dan viskosimeter dalam water bath
5. Letakkan jari di atas tabung B. Hisap cairan melalui tabung A agar naik ke
tabung A sampai kira-kira ditengah-tengah bola C. Lepaskan penghisap dari
tabung A dan biarkan cairan turun memasuki bola I.
6. Hitung efflux time dengan membiarkan cairan turun melalui kapiler alat.
Perhitungan efflux time dimulai ketika cairan turun antara batas D sampai F.
7. Hitung kinematic viscosity sampel dengan mengalikan efflux time dengan
konstanta viscosimeter ( 0,000953 mm2 / detik2 )
8. Ukur suhu cairan sample dengan termometer. Tentukan berat jenis setiap cairan
sample pada suhu tersebut menggunakan piknometer.
29
4. Selisih berat piknometer + sampel dengan piknometer kosong, dicatat sebagai
berat cairan sampel ( c gram )
V. Tugas
VI. Pustaka
1. Bird, T.,(1987),” Experiment in Physical Chemistry”, Alih bahasa
Kwee Ie Tjien, Cet. I, Gramedia, Jakarta
2. Bird, T.,(1987) ,“ Physical Chemistry”, Alih bahasa Kwee Ie Tjien,
Cet. I, Gramedia, Jakarta
3. Daniels, et al,(1970), ”Experimental Physical Chemistry”, ed.7, Mc
Graw-Hill, N.Y
30
PERCOBAAN VI
ISOTHERM ADSORPSI
I. Tujuan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam
asetat pada arang.
31
1
x
= k .C n ……( 1 )
m
dengan :
x = jumlah mol terlarut yang teradsopsi oleh m gram adsorben
m = jumlah adsorben dalam gram
C = Konsentrasi zat terlarut dalam larutan, setelah tercapai kesetimbangan
adsorpsi
k dan n = tetapan
Persamaan (1) dapat dirubah menjadi :
x
log = log k + n log C …….. (2)
m
Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi menurut isotherm
x
Freundlich , maka aluran log terhadap log C akan menggunakan garis lurus. Dari
m
garis dapat di evaluasi tetapan – tetapan k dan n.
32
IV. Prosedur Kerja
1. Aktifkan arang dengan memanaskan nya dalam cawan porselin di oven.
Masukkan ke dalam labu Erlenmeyer bertutup masing-masing 1 gram arang,
yang ditimbang dengan teliti. Berat tak harus tepat 1 gram, tapi harus teliti.
2. Sediakan larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125M ;
0,0625 M dan 0.0313 M, yang dibuat melalui pengenceran, masing-masing
sebanyak 100 ml. Masukkan masing-masing larutan ke dalam Erlenmeyer yang
telah berisi arang. Tutup labu-labu ini dan biarkan selama ½ jam . Selama
setengah jam tsb, kocok larutan selama satu menit secara teratur setiap 10
menit.
3. Catat temperature selama percobaan dan jaga agar tidak terjadi perubahan
temperature yang terlalu besar. Gunakan penangas air bila perlu.
4. Setelah ½ jam, saring tiap larutan menggunakan kertas saring yang kering
5. Titrasi larutan filtrate sebagi berikut :
Dari dua larutan dengan konsentrasi paling tinggi diambil 10 ml , larutan
berikutnya diambil 25 ml dan dari dua larutan dengan konsentrasi paling
rendah diambil masing-masing 50 ml , kemudian dititrasi dengan larutan
standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan indicator pp.
V. Tugas
1. Susun pengamatan menurut table seperti berikut ini :
Temperature …………..0C
33
x
2. Alurkan (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai absis)
m
x
3. Alurkan log (sebagai ordinat) terhadap log C (sebagai absis )
m
4. Tentukan tetapan k dan n
VI. Pertanyaan
1. Apakah proses adsoprsi ini merupakn adsoprsi fisik atau khemisorpsi?
2. Apakah perbedaan kedua jenis adsorpsi ini ? Berikan beberapa contoh kedua
jenis adsorpsi ini
3. Bagaimana isotherm adsorpsi Freundlich untuk adsoprsi gas pada permukaan zat
padat?
4. Mengapa isotherm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat
padat kurang memuaskan dibanding kan dengan isotherm adsorpsi Langmuir?
5. Bagaimana bentuk kurva isotherm adsorpsi Langmuir (antara N dengan C untuk
larutan , dan antara v/m dengan P untuk gas )
34
PERCOBAAN VII
LARUTAN NON ELEKTROLIT
HUKUM RAOULT
1. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran
2. Mempelajari pengaruh gaya antar molekul terhadap tekanan uap campuran
P = PA + PB
Campuran yang mengikuti hokum Raoult disebut “larutan ideal”.Contoh larutan ideal
adalah benzene, toluene , propane -1 ol atau propan -2-ol.
35
Sejauh ini yang telah dibicarakan adalah keadaan pada kondisi suhu tetap, tetapi dalam
percobaan ini yang dijaga tetap adalah tekanannya yaitu pada tekanan satu atm.
Hukum Raoult dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut ini:
PA
Tekanan
uap PA + PB Tekanan uap
benzene pada suhu
20oC (PA)
Dalam percobaan ini yang diukur adalah titik didihnya. Hubungan antara tekanan
uap dan titik didih dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
1 atm
Campuran 1
Campuran 2
Tekanan
uap (atm)
Td 1 Td 2
Suhu (oC)
36
Terlihat dari grafik diatas, bahwa bila komposisi campuran diubah dari campuran
1 ke campuran 2 , maka akan terjadi kenaikan titik didih. Untuk larutan ideal hubungan
antara tekanan uap dan komposisi serta hubungan antara titik didih dan komposisi dapat
dilihat pada grafik dibawah ini (yaitu hukum Raoult untuk campuran ideal).
Kurva tekanan uap sbg fungsi komposisi Kurva titik didih sbg fungsi komposisi
B
A Titik
Tekanan didih
uap
A
B
100%A 100%A
100%B 100%B
0 %B 0 %B
0%A 0 %A
Karena kebanyakan campuran bukan larutan ideal, maka biasanya campuran tidak
mengikuti hukum Raoult .Ada dua macam penyimpangan yaitu penyimpangan positif
dan penyimpangan negative.
1. Penyimpangan Positif
B
A Titik
Tekanan didih
uap
A
B
37
2. Penyimpangan Negatif
B
A Titik
Tekanan didih
uap
A
B
38
2. Tuangkanlah 10ml etil acetat ke dalam labu reflux dengan corong melalui lubang
pemasukan cairan. Panaskan sampai mendidih dan catat suhunya.
3. Cabut stop kontak listrik, tunggu larutan agak dingin selanjutnya tuangkan 2 ml
aseton ke dalam labu. Panaskan perlahan – lahan sampai mendidih dan setelah
suhu tetap catat suhu didihnya.
4. Demikian seterusnya diulangi setiap kali dengan penambahan 2 ml aseton
sampai jumlah aseton yang ditambahkan mencapai 10 ml; setiap kali sesudah
penambahan ,campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
5. Kemudian tuangkanlah campuran ini ke dalam wadah kosong yang tertutup rapat
dan aman
6. Keringkan labu refluk itu dengan jalan diangin-anginkan
7. Setelah kering betul, tuangkanlah 10 ml aseton kedalam labu refluk , panaskan
dengan hati-hati dan catat suhu didihnya
8. Matikan mantel pemanas, tunggu larutan agak dingin lalu tambahkan 2ml etil
acetat, panaskan perlahan-lahan dan catat suhu didihnya.Demikian seterusnya
sampai jumlah etil acetat yang ditambahkan mencapai 10 ml. Setiap kali
penambahan etil acetat, dicatat suhu didihnya.
Perhatian :
Berhati-hatilah bekerja dengan aceton dan etil acetat karena zat ini bersifat racun jika
masuk ke dalam saluran pernafasan.
V. Hasil Percobaaan
Campuran Et.Acetat : Aceton Fraksi mol Etil acetat Titik didih (0C)
10 : 0ml ..... ....
10 : 2ml ...... .....
10 : 4ml
10 : 6ml
10 : 8ml
10 : 10ml
8 : 10ml
6 : 10ml
4 : 10ml
2 : 10ml
0 : 10ml
39
Perhitungan
1) Tabel yang diperlukan untuk menghitung fraksi mol:
VI. Pertanyaan
1. Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini; ideal atau tidak ? Kalau tidak
ideal , penyimpangan mana yang dapat dilihat?
40
PERCOBAAN VIII
SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN
DIAGRAM TERNER
I. Tujuan Percobaan
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan
tertentu
II. Latar Belakang Teori
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variable bebas (varian) yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu system dengan tepat pada kesetimbangan
dinyatakan sebagai :
V=C–P+2 ………….. (1)
dengan : V = jumlah varian, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fasa.
Dalam persamaan diatas kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan
komposisi sistem. Jumlah varian untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan
tetap dapat dinyatakan sebagai :
V=3–P .................. (2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka v = 2. Berarti untuk
menyatakan keadaan sistem dengan tepat hanya perlu menyatakan konsentrasi dua
komponennya , karena konsentrasi komponen ketiga menjadi tertentu oleh hubungan (x 1
+ x2 + x3 = 1). Bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, v = 1, berarti
hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen
yang lainnya sudah tertentu berdasrkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena
itu untuk sistem tiga komponen, pada suhu dan tekanan tetap, mempunyai jumlah derajat
kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa sistem ini
dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa segitiga sama sisi yang disebut
diagram terner. Tiap sudut segitiga tersebut menyatakan masing-masing komponen
dalam keadaan murni. Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat
dilihat pada gambar 1, dibawah ini.
41
A 100 %
c 0 0
b
.P
100%
100%
B C
0 a
Gambar 1. Diagram Terner
Titik sudut A : komponen A murni, titik pada sisi AB : campuran biner A dan B
Titik sudut B : komponen B murni, titik pada sisi BC : campuran biner B dan C
Titik sudut C : komponen C murni, titik pada sisi AC : campuran biner A dan C
Titik dalam segitiga merupakan campuran terner A, B , dan C
Contoh : titik P menyatakan campuran terner dengan komposisi :
x % mol A, y % mol B dan z % mol C, x + y + z = 100
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling
larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A , B , dan
C . Zat A dan B saling larut sebagian, sedangkan zat A dan C serta zat B dan C saling
larut sempurna. Penambahan zat C ke dalam campuran A dan B dapat mem[perbesar
atau memperkecil daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling
larut A dan B. Gambar 2, berikut menyatakan kelarutan cairan C dalam berbagai
komposisi campuran A dan B pada suhu dan tekanan tetap. Daerah dalam lengkungan
(kurva binodal) merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan kurva
binodal atau kurva kelarutan ini dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai
komposisi campuran A dan C
42
C
A
B
Gambar 2. Diagram fasa sistem tiga zat cair dengan sepasang zat cair
yang mempunyai kelarutan timbal balik terbatas.
43
IV. Prosedur Percobaan
1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan bertutup, buatlah 9 (sembilan)
campuran cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut :
No. Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml A 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml C 18 16 14 12 10 8 6 4 2
V. Tugas
1. Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas dari asisten.
Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki sifat
sebagai komponen A, B dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah :
Chloroform - aceton - air
Aceton - tert-butanol - air
Air - chloroform - asam acetat
Air - tert-butanol - etanol
2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika
terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :
n1
x1 x 100%
n1 + n2 + n3
v11 v2 2 v3 3
n1 = , n2 = , n3 =
M1 M2 M3
44
3. Gambarkan ke sembilan titik pada percobaan diatas pada kertas grafik, dan buat
kurva binodalnya sampai memotong sisi AB dari segi tiga
4. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan dalam
% volume ? Jelaskan jawaban saudara !
45
LAMPIRAN I
I. Format
1. Ukuran kertas untuk Praktikum adalah A4 (210 x 297 mm) 70 gram;
2. Laporan Praktikum dijilid warna merah dan huruf berwarna hitam/biru;
3. Menggunakan jarak baris 1,5 spasi;
4. Batas tulisan 4 cm tepi atas dan tepi kiri, 3 cm tepi kanan dan tepi bawah.
-1-
Usaha-usaha untuk mencari sistem penyimpanan panas yang lebih baik telah banyak
dilakukan, diantaranya adalah menggunakan panas laten peleburan dari PCM (Yanadoro
dan Matsuda, 1986; Ryu dkk, 1991). Menurut Syuhada (1990),..................dst.
15. Daftar Pustaka ditulis sesuai abjad dan diberi nomor seperti berikut :
(1) Pustaka yang berupa makalah/jurnal ilmiah/prosiding :
Garsido, J. dan Al-Dibouni, M.R., (1977), “Velocity-Voidage Relationship for
Fluidization in Solid-Liquid System”, Ind. Eng. Chem. Proccess Des. Dev., 16, hal.
206-214.
(2) Pustaka yang berupa judul buku :
Molerus, O., (1996), “Principles of Flow in Disperse System”, edisi 1, Chapman Hall,
London, Hal. 1-43.
(3) Pustaka yang berupa skripsi/thesis/disertasi :
Setyawan, H., (1996), “Flow Patterns of Coal-Water Mixture In A Agitated Tank”,
Master Thesis, Tokyo Unstitute Technology, Tokyo, Japan.
(4) Pustaka yang berupa patent :
Primarck, H.S., (1983), “Method of Stabilizing Polyvalent Mortar Solutions”, U.S.
Patent No. 4,373,104.
(5) Pustaka yang berupa handbook :
Hovmand, S., (1995), “Fluidized Bed Drying”, in A.S. Mujumder (Ed.) Handbook of
Industrial Drying, 2nd Ed., Marcel Decker, New York, hal. 195-248.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Praktikum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Bahan dan Alat
3.1.1. Bahan-bahan
3.1.2. Alat-alat
3.2. Prosedur Praktikum
3.3. Pengamatan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-2-
Lampiran II
Oleh :
(Times New Romans 14 Bold)
Lusia Alvid
NIM : 1807111748
(Times New Romans 14)
-3-