Anda di halaman 1dari 66

PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK

Tata Tertib Praktikum

.)
3(181781 35$.7,.80
.,0,$ ),6,.$ (.,-2241)
(1(5*(7,.$ .,0,$

3 5 2*5$0 678',
LABORATORIUM KIMIA FISIK

.,0,$
)M $STU.D8I K/IM7IA$– 6FMI0PA$IT7B (0$7,.$ '$1 ,/08
PROGRA
3(1*(7$+8$1 $/$0
,167,787 7(.12/2*, %
$1'81*
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum

TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Setiap praktikan yang melakukan praktikum Kimia Fisika wajib mentaati semua peraturan
yang berlaku di Laboratorium Kimia Fisika (LKF) Program Studi Kimia ITB. Praktikan yang
tidak mentaati tata tertib praktikum ini akan dikenakan sanksi yang dapat berpengaruh pada
nilai praktikum yang merupakan syarat utama kelulusan dalam mata kuliah Kimia Fisika.

I. PENDAFTARAN
1. Pada awal semester, calon praktikan yang akan melakukan praktikum Kimia Fisika harus
mendaftarkan diri secara daring pada waktu yang telah ditentukan.
2. Pada saat pendaftaran ini calon praktikan mengisi data peserta praktikum dan
melengkapinya dengan foto terbaru.
3. Setiap praktikan wajib mengikuti pengarahan praktikum, tata tertib, dan keselamatan
kerja di laboratorium yang diberikan oleh Dosen Pemimpin Kelompok Praktikum.
4. Keterlambatan dalam pendaftaran sebagai peserta praktikum atau tidak hadir dalam
pengarahan di atas tanpa alasan yang sah, dapat menyebabkan ditolaknya sebagai peserta.

II. PETUNJUK PERCOBAAN


Petunjuk praktikum dapat diunduh pada laman yang telah diinformasikan oleh pemimpin
praktikum. Praktikan harus memahami cara kerja dalam melakukan praktikum yang tertulis di
dalam Petunjuk Praktikum dan harus melengkapi pengetahuannya baik teori maupun
eksperimental dari bahan kuliah dan literatur Kimia Fisika.

III. KEHADIRAN
1. Praktikan diwajibkan hadir tepat waktu di laboratorium.
2. Praktikan yang terlambat tanpa alasan yang sah dianggap absen dan tidak diizinkan
melakukan praktikum.
3. Pengisian daftar kehadiran dilakukan dua kali, yaitu:
a. Menjelang praktikum dimulai.
b. Pada akhir periode praktikum.
4. Praktikan yang tidak mengisi daftar kehadiran dianggap tidak melakukan praktikum.
5. Kehadiran praktikum minimal 80% (7 modul).
LABORATORIUM KIMIA FISIK
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum

6. Tidak ada praktikum susulan.


7. Nilai rata-rata praktikum untuk kelulusan adalah minimal 55.
8. Keikutsertaan dalam keseluruhan praktikum secara lengkap (kehadiran, pengerjaan tugas,
pelaksanaan praktikum, dan pembuatan laporan) sangat menunjang kepada kelulusan
praktikum.

IV. KOMPONEN PENILAIAN


- Kinerja praktikum : 25%
- Tes Awal : 10%
- Tugas Pendahuluan : 10%
- Jurnal : 10%
- Laporan : 25%
- Ujian : 20%

V. LEMARI PRAKTIKUM
1. Setiap percobaan memiliki lemari tersendiri. Kunci lemari dapat dipinjam dari Petugas
LKF sebelum melakukan praktikum. Peralatan inventaris yang terdapat dalam lemari
harus diperiksa terlebih dahulu sebelum dipergunakan, baik jenis dan jumlahnya maupun
keutuhannya dicocokkan dengan daftarnya. Bila terdapat kekurangan/kerusakan, harus
segera dilaporkan pada Petugas LKF saat itu juga.
2. Selama melakukan percobaan, isi lemari sepenuhnya menjadi tanggung jawab praktikan.
Segala kerusakan/ketidakutuhan peralatan yang dilaporkan sesudah praktikum
berlangsung menjadi tanggung jawab praktikan, dan harus diganti sebelum akhir semester.
Keterlambatan dalam penggantian peralatan ini akan menyebabkan tertahannya nilai
praktikum dan mata kuliah Kimia Fisika.
3. Daftar inventaris lemari tidak boleh dicoret-coret.
4. Selesai melakukan percobaan, kelengkapan isi lemari harus diperiksa kembali oleh
praktikan bersama Petugas LKF. Semua peralatan yang dipinjam harus dikembalikan
dalam keadaan utuh dan bersih.

VI. ALAT-ALAT GELAS DAN INSTRUMEN


1. Alat-alat gelas, termometer, stopwatch, dan lain-lain yang tidak terdapat di dalam lemari
tetapi diperlukan dalam percobaan, dapat dipinjam dari Petugas LKF dengan
menggunakan bon peminjaman peralatan.
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum

2. Setiap peminjaman peralatan harus disertai paraf peminjam dan setiap pengembaliannya
harus disertai paraf Petugas LKF yang menerima pengembalian peralatan tersebut. Alat
yang dipinjam harus kembali dalam keadaan utuh dan bersih.
3. Bon peminjaman peralatan tidak boleh dicoret-coret.

VII. KEAMANAN DAN KEBERSIHAN


1. Praktikan diwajibkan menggunakan jas laboratorium putih berlengan panjang dari bahan
katun, kacamata goggles, dan sepatu tertutup selama praktikum.
2. Praktikan yang berambut panjang diwajibkan mengikat rambutnya. Praktikan yang
menggunakan kerudung wajib memasukkan kerudungnya ke dalam jas lab.
3. Praktikan dilarang merokok di dalam laboratorium.
4. Praktikan tidak diperkenankan memakai topi dan sandal selama melakukan praktikum.
5. Praktikan diwajibkan mengenakan tanda nama (name tag) yang dipersiapkan sendiri
dengan memuat nama praktikan, NIM, dan pasfoto.
6. Praktikan wajib membawa sabun cuci dan kain lap seperlunya untuk membersihkan
peralatan gelas dan memelihara kebersihan laboratorium (meja praktikum, bak cuci).
7. Praktikan harus berhemat dengan zat-zat kimia dan aqua dm. Sisa pelarut organik harus
dikumpulkan dalam botol penampungan yang khusus disediakan oleh Petugas LKF.
Dilarang mengembalikan zat kimia yang telah dipakai ke dalam botol reagen dan dilarang
membuang pelarut organik ke dalam bak cuci.
7. Sampah kertas dan benda-benda keras (pecahan gelas, batu didih, dll.) harus dibuang ke
tempat sampah yang telah disediakan.
8. Alat-alat dengan sambungan (glass joint), kran buret, tutup Erlenmeyer, dsb. harus dicuci
dan dibilas bersih dan ditinggalkan dalam keadaan terlepas.
9. Alat-alat gelas harus sudah mulai dibersihkan setengah jam sebelum praktikum berakhir.

VIII. TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM


1. Praktikan harus menyediakan buku catatan praktikum (jurnal praktikum) berupa buku
tulis bergaris ukuran A-4. Buku tersebut wajib diberi nama, NIM, shift, kelompok, dan
disampul rapih dengan warna yang seragam per kelompok.
2. Praktikan harus membuat tugas sebelum praktikum, yaitu:
a. Persiapan praktikum meliputi judul, teori singkat, dan diagram alir percobaan yang
akan dilakukan, termasuk daftar alat dan bahan, serta data pengamatan (berupa
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum

kolom-kolom data yang telah dipersiapkan di rumah) yang ditulis tangan dalam
buku jurnal praktikum (tidak boleh ditulis menggunakan pensil).
b. Menjawab pertanyaan tugas pendahuluan yang terdapat dalam petunjuk
praktikum. Jawaban pertanyaan ini harus ditik dalam lembaran kertas berukuran
A-4 yang terpisah dari jurnal praktikum.
3. Tugas-tugas sebelum praktikum harus diserahkan kepada asisten sebelum praktikum
dimulai. Bila tidak dilakukan maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti
praktikum.

IX. PELAKSANAAN PRAKTIKUM


1. Sebelum praktikum dimulai, asisten akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan praktikum kepada praktikan. Praktikan harus menjawab pertanyaan (tes
awal) tersebut secara tertulis. Waktu yang tersedia untuk melaksanakan tes awal ini adalah
sekitar 15 menit. Tes awal ini dinilai sebagai salah satu komponen dari nilai praktikum.
2. Untuk menuliskan jawaban tes awal, praktikan harus menyediakan sebuah buku tulis
bergaris (isi 18 halaman) yang diberi nama dan nomor induk mahasiswa (NIM) praktikan.
3. Jika suatu percobaan melibatkan penggunaan peralatan khusus, asisten atau petugas
laboratorium akan menjelaskan cara penggunaan peralatan tersebut.
4. Bila praktikan merasa ragu-ragu dalam menggunakan alat tertentu, maka praktikan harus
bertanya pada asisten atau petugas laboratorium dan praktikan dilarang mencoba-coba
mengoperasikan peralatan sendirian. Hal ini dikarenakan peralatan di LKF tergolong
mahal dan jumlahnya terbatas, sehingga kerusakan peralatan akan menghambat
kelancaran praktikum keseluruhan dan biaya perbaikan/penggantiannya mahal.

X. PENGAMATAN PRAKTIKUM
1. Semua pengamatan harus dicatat dalam buku catatan praktikum dan salinannya pada
kertas pengamatan (rangkap dua). Poin-poin berikut harus dicantumkan pada kertas
pengamatan:
a. Nama dan nomor laboratorium praktikan
b. Judul dan nomor percobaan
c. Tanggal percobaan
d. Nama dan paraf asisten yang bertugas.
2. Kertas pengamatan lembar ke-1 diserahkan kepada asisten yang bersangkutan sedangkan
lembar ke-2 dilampirkan pada laporan praktikum.
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum

XI. LAPORAN PRAKTIKUM


1. Laporan praktikum dibuat pada kertas HVS polos berukuran A-4. Laporan dapat ditulis
tangan (dengan tulisan yang rapih dan dapat dibaca), ditik menggunakan mesin tik
manual, atau ditik menggunakan komputer.
2. Format laporan praktikan termasuk hal-hal yang harus dicantumkan pada sampul
depannya disusun mengikuti ketentuan penulisan laporan yang telah ditetapkan (lihat
ketentuan yang diberikan secara terpisah dari tata tertib ini).
3. Laporan diserahkan kepada asisten praktikum yang bersangkutan seminggu setelah
percobaan dilakukan, yaitu pada awal praktikum berikutnya. Bukti penerimaan laporan
harus dilampirkan pada saat pengumpulan laporan. Format bukti penerimaan laporan
adalah sebagai berikut.

TANDA TERIMA PENGUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK


KIMIA FISIK/ENERGETIKA/DINAMIKA KIMIA* (KI-XXXX)

Nama :
NIM :
Shift :
Kelompok :

Mengetahui,
No. Modul** Dikumpulkan tanggal
Asisten Pemimpin Praktikum

1
( ) ( )

2
( ) ( )

3
( ) ( )

* Pilih sesuai mata kuliah yang diambil


** Tabel dibuat sejumlah modul yang dikerjakan
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum

XII. PENGGANTIAN PERALATAN


1. Praktikan wajib mengganti peralatan yang pecah/rusak yang menjadi tanggung jawabnya
atau yang dipinjam pada saat praktikum oleh alat yang sejenis dengan kualitas yang sama
dan dilengkapi dengan kuitansi pembelian alat pengganti tersebut.
2. Penggantian peralatan tersebut harus diselesaikan secepatnya oleh praktikan paling lambat
sebelum akhir semester. Sebelum penggantian alat ini diselesaikan, nilai akhir mata kuliah
terkait adalah T.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Format Laporan Praktikum

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

I. JUDUL PERCOBAAN
(Sudah jelas)

II. TUJUAN PERCOBAAN


Uraian singkat dan spesifik tentang tujuan percobaan yang dilakukan.

III. DASAR TEORI


Ringkasan dari bahan di dalam petunjuk praktikum dan atau dari sumber lain
seperti buku teks, jurnal ilmiah, dll. Teori yang dicantumkan berkaitan secara
relevan dengan percobaan yang dilakukan.

IV. ALAT DAN BAHAN


Sesuai dengan yang tercantum dalam petunjuk praktikum dan ditambah dengan
peralatan dan zat yang digunakan selama praktikum berlangsung.

V. CARA KERJA
Diringkas dari petunjuk praktikum dan dibuat dalam kalimat pasif. Tidak
diperkenankan ditulis dalam bentuk diagram alir.

VI. DATA PENGAMATAN


Ditempelkan lembar kertas pengamatan yang sudah diparaf oleh asisten.

VII. PENGOLAHAN DATA


Dapat ditempelkan print out komputer biala pengolahan data dilakukan dengan
bantuan program komputer.

VIII. PEMBAHASAN
Hasil-hasil yang diperoleh dibahas dan dibandingkan dengan yang dilaporkan di
literatur. Hindari menyalahkan alat yang dipakai.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Format Laporan Praktikum

IX. KESIMPULAN
Tuliskan kesimpulan yang dapat dirumuskan dari hasil percobaan yang diperoleh
dan dikaitkan dengan teori/literatur yang dipelajari.

X. SARAN
Bila ada, saran berisi masukan yang dapat memperbaiki atau mengembangkan
percobaan yang dilakukan.

XI. DAFTAR PUSTAKA


Cantumkan bahan acuan terkait percobaan, misalnya jurnal ilmiah, buku teks, dll.,
yang lazim dirujuk sebagai daftar pustaka. Tidak diperkenankan mencantumkan
petunjuk praktikum, catatan kuliah, Wikipedia, dll. yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan keilmiahannya.

LAMPIRAN
Jawaban pertanyaan
Data dari literatur
Dll.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan A-1
TERMOKIMIA

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kalor pembakaran naftalena dan parafin cair dengan parr Adiabatik
Kalorimeter Bom.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Kalorimeter bom bekerja secara adiabatik. Kalor yang dilepaskan pada proses
pembakaran di dalam kalorimeter bom akan menaikan suhu kalorimeter dan dapat
dijadikan sebagai dasar penentuan kalor pembakaran menggunakan diagram berikut:

Pereaksi pada Hasil reaksi


suhu T pada suhu T’

Hasil reaksi
pada suhu T

Gambar 1. Diagram penentuan kalor pembakaran

Berdasarkan diagram di atas, yang harus ditentukan ialah ΔU r yaitu perubahan


energi dalam bagi proses dengan pereaksi dan hasil reaksi berada pada suhu yang
sama. Berdasarkan hukum Hess
ΔUk = ΔUT + ΔU’
= ΔUT + C (T’ – T) (1)
Dengan C ialah kapasitas kalor kalorimeter (ember + air + bom). Karena proses
berlangsung secara adiabatik, ΔUk = 0, maka
ΔUT = - C (T’ – T) (2)
Perubahan energi dalam dapat dihitung dengan mengukur kenaikan suhu dan
kapasitas kalor, C. Kapasitas kalor ditentukan dari pembakaran sejumlah zat yang
telah diketahui kalor pembakarannya, misalnya asam benzoat, C6H5COOH.
Pada penentuan ini perlu dilakukan koreksi karena terbentuk asam nitrat dan
ada kalor yang dilepaskan oleh pembakar kawat pemanas. Jika zat yang dibakar juga

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan A-1
mengandung belerang, maka diperlukan koreksi tambahan terhadap kalor
pembentukan asam sulfat. Jika U1 = koreksi terhadap kalor pembentukan asam nitrat,
dan U2 = koreksi terhadap kalor pembakaran kawat pemanas, maka persamaan (2)
harus diubah menjadi
ΔUT + U1 + U2 = - C (T’ – T) (3)
Secara praktis
U1 = volume larutan (mL) Na2CO3 0,0725 N yang diperlukan untuk
menetralkan asam nitrat x 1 kal/mL
U2 = panjang kawat yang terbakar (cm) x 2,3 kal/cm.
Jika dalam percobaan m gram zat terbakar dan menimbulkan kenaikan suhu
sebesar ΔT, maka kalor pembakaran zat ini (dalam kal/gram) dapat dihitung dengan
ungkapan
! !!!! !!! (4)
ΔU
!! T =
!

Hasil pengukuran dapat juga dinyatakan sebagai perubahan entalpi, ΔHT,


melalui ungkapan
ΔHT = ΔUT + Δ(nRT)

III.PERALATAN YANG DIGUNAKAN


1. Buret + klem buret 1 buah
2. Stop watch 1 buah
3. Botol semprot 1 buah
4. Termometer 1 buah

IV. ZAT KIMIA YANG DIGUNAKAN


1. Air
2. Asam benzoat 2 gram
3. Naftalena 2 gram
4. Pafarin 2 gram
5. Gas oksigen
6. Larutan baku Na2CO3 25 mL
7. Indikator metil merah
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan A-1
V. CARA KERJA
A. Penetuan kapasitas kalor kalorimeter

1. Timbang sejumlah tablet asam benzoat.


2. Masukkan asam benzoat ke dalam Bom dan pasang kawat pemanas pada kedua
elektroda (kawat harus menyentuh asam benzoat).
3. Isi Bom dengan oksigen sampai tekanan pada manometer mencapai 30 atm.
4. Isi ember kalorimeter dengan air sebanyak 2 liter dan kemudian atur suhu air
dalam ember sampai ± 1,5 oC dibawah suhu kamar.
5. Masukkan ember ke dalam kalorimeter, kemudian letakkan Bom di dalam ember.
6. Diamkan selama 5 menit sampai suhu dalam air setimbang.
7. Jalankan arus listrik untuk membakar cuplikan dan kemudian amati perubahannya
suhunya.
8. Catat suhu air dalam ember setelah 6 menit pembakaran dan kemudian catat
perubahan suhunya dalam setiap menit hingga mencapai nilai maksimum yang
konstan (selama 2 menit).
9. Setelah selesai, keluarkan Bom dan buang gas hasil reaksinya.
10. Cuci bagian dalam Bom dan tampung hasil cuciannya dalam Erlenmeyer.
11. Titrasi hasil cuciannya dengan larutan Na2CO3 menggunakan indikator metil
merah.
12. Lepaskan kawat pemanas yang tidak terbakar dari elektroda dan ukur panjangnya
untuk menentukan panjang kawat yang terbakar.
13. Hitung kapasitas kalor kalorimeter.

B. Penentuan kalor pembakaran zat


Langkah yang dilakukan sama dengan yang di atas dengan jumlah cuplikan
yang dimasukkan sebanyak 1 gram. Jika zat berupa padatan, maka zat tersebut harus
ditekan menjadi tablet kemudian ditimbang beratnya. Sedangkan bila zat berupa
cairan yang mudah menguap maka zat harus dimasukkan ke dalam kapsul kaca yang
tipis.

VI. PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan ΔU dan ΔH?
2. Mengapa ΔU pada persamaan (1) sama dengan nol?
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan A-1
3. Turunkan persamaan (5)!
4. Perkirakan kalor pembakaran naftalena dari energi ikatan dan data lain yang
diperoleh dari literatur.

VII. TUGAS PENDAHULUAN


1. Tuliskan satu perbedaan utama antara kalorimeter biasa dengan kalorimeter Bom!
2. Bagaimana menentukan perubahan entalpi pembakaran gas propana menjadi CO2
dan H2O dari data perubahan energi dalamnya?
3. Bagaimana wujud asam benzoat murni dan naftalena murni pada suhu kamar?
4. Apa fungsi 2 liter air yang digunakan dalam percobaan penentuan kalor
pembakaran dengan kalorimeter Bom?
5. Buat diagram alir dalam percobaan ini (dibuat dalam jurnal)!

VIII. DAFTAR PUSTAKA


1. Yu, X., Zhou, C.R., Han, X.W., Li, G.P. Study on Thermodynamic Properties of
Glyphosate by Oxygen-bomb Calorimeter and DSC. J. Therm. Anal. Calorim.
2013, 111, 943-949.
2. Azargohar, R., Jacobson, K.L., Powell, E.E., Dalai, A.K. Evaluation of Properties
of Fast Pyrolisis Products Obtained from Canadian Waste Biomass. Journal of
Analytical and Applied Pyrolysis. 2013.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku Catatan Praktikum
2. Tugas Pendahuluan
3. Jas Laboratorium
4. Laporan Sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
TERMOKIMIA

I. TUJUAN
Menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan suatu zat dengan menggunakan
kalorimeter.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Kalor reaksi atau kalor pelarutan didefinisikan sebagai kalor yang diserap atau
dilepaskan oleh sistem selama proses reaksi tersebut berlangsung. Kalor reaksi atau
kalor pelarutan biasanya ditentukan dengan kalorimeter adiabatik (tidak ada
perpindahan kalor dari dalam kalorimeter ke luar kalorimeter atau sebaliknya). Dalam
kalorimeter terjadi perubahan suhu [suhu awal (T0) menjadi suhu akhir (T1)] karena
pelepasan atau penyerapan kalor reaksi oleh sistem. Reaksi yang terjadi dalam
kalorimeter adiabatik dapat ditulis sebagai berikut:
A (T0) + B (T0)  C (T1) + D (T1)
(1)
A, B : Zat pereaksi
C, D : Zat hasil reaksi
T0, T1 : Suhu awal dan suhu akhir
Untuk reaksi eksoterm, kalor reaksi dapat diketahui dari kalor yang diserap
oleh kalorimeter dan campuran zat dalam kalorimeter. Namun demikian, akan
dijumpai kesukaran dalam menentukan kapasitas kalor campuran zat karena adanya
perubahan identitas campuran zat selama reaksi berlangsung.
Untuk menurunkan kalor reaksi pada suhu awal T0, persamaan (1) dapat ditulis
sebagai berikut:
A (T0) + B (T0) + S (T0)  C (T1) + D (T1) + S (T1) ΔH = 0 (2)
S: Bagian kalorimeter yang mengadakan antaraksi termal dengan campuran zat dalam
reaksi
ΔH = 0, karena sistemnya adiabat dan isobar.
Jika persamaan (2) ditambah persamaan berikut,
C (T1) + D (T1) + S (T1) C (T0) + D (T0) + S (T0) ΔH = ΔHTo (3)
Hasilnya menjadi:
A (T0) + B (T0) + S (T0)  C (T0) + D (T0) + S (T0) ΔH = ΔHTo
(4)
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
Persamaan reaksi (4) jelas memperlihatkan bahwa ΔH reaksi tersebut adalah kalor
reaksi pada suhu T0. ΔHTo menurut persamaan (3) menyatakan kalor yang diperlukan
untuk mengubah suhu campuran reaksi C + D + S dari T1 menjadi T0, sehingga:

𝑪𝟎 (𝑪 ! 𝑫 ! 𝑺) 𝒅𝑻 𝑪𝟎 𝑪 ! 𝑫 ! 𝑺
ΔH
(𝐓𝟎 – 𝐓𝟏=
To
) ΔH = = (5)
𝒏 𝒏

C0 (C + D + S) adalah kapasitas kalor reaksi C + D + S yang dianggap tidak


tergantung pada suhu sedangkan n adalah jumlah mol zat yang bereaksi.
Untuk memperoleh kalor reaksi pada suhu akhir T 1, persamaan (2) ditambah dengan
persamaan berikut:

A (T1) + B (T1) + S (T1)  A (T0) + B (T0) + S (T0) ΔH = ΔHT1 (6)


Sehingga menjadi,
A (T1) + B (T1) + S (T1)  A C (T1) + D (T1) + S (T1) ΔH = ΔHT1 (7)
Persamaan (7) menyatakan bahwa ΔH yang bersangkutan adalah kalor reaksi pada
suhu T1, sedangkan ΔH pada persamaan (6) merupakan kalor yang diperlukan untuk
mengubah suhu campuran (A + B + S) dari T1 menjadi T0.
Berdasarkan persamaan (6), maka:
ΔHT1 = C0 (A + B + S) (T0 – T1) (8)
Dari persamaan (5) dan (8) dapat disimpulkan bahwa penggunaan kapasitas kalor zat
pereaksi memberikan kalor reaksi pada suhu akhir, T1 dan penggunaan kapasitas kalor
zat hasil reaksi memberikan kalor reaksi pada suhu awal T0.
Suatu kalorimeter tidak mungkin sepenuhnya adiabatik sehingga akan terjadi
pertukaran kalor antara kalorimeter dan lingkungannya. Pengadukan campuran reaksi
akan menimbulkan kalor melalui gesekan dan ada pula kemungkinan termometer
terlalu lamban dalam mengikuti perubahan suhu. Hal-hal tersebut menyebabkan
pembacaan suhu akhir tidak benar-benar suhu akhir T1. Dengan demikian, pembacaan
suhu akhir memerlukan koreksi yang harus diterapkan baik dalam penentuan kalor
reaksi maupun dalam penentuan tetapan kalorimeter.
Untuk terjadinya reaksi dan pelarutan, sedikitnya dilakukan pencampuran dua
zat pereaksi yang pada umumnya suhu kedua pereaksi itu berbeda. Hal tersebut
mempengaruhi pengertian suhu awal yang dalam hal ini suhu awal adalah suhu efektif
yang merupakan rata-rata kapasitas kalor kedua suhu zat pereaksi. Suhu efektif ini
dihitung dengan menggunakan hukum Black sebagai suhu yang terjadi jika zat-zat
pereaksi itu dicampurkan dengan asumsi tidak terjadi reaksi antara zat-zat tersebut.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
Selain itu, kapasitas kalor kalorimeter juga harus disertakan dalam perhitungan suhu
awal efektif ini. Suhu awal efektif dipergunakan untuk menghitung kenaikan suhu ΔT
= T1 – T0.

III. PERALATAN YANG DIPERLUKAN


Kalorimeter lengkap
Labu erlenmeyer
Termometer skala 0,1 K
Gelas Ukur

IV. ZAT KIMIA YANG DIPERLUKAN


Larutan NaOH 0,5 M
Larutan HCl 0,5 M
Larutan CH3COOH 0,5 M
Larutan CuCO3 0,05 M
Larutan NH3.H2O 0,05 M
Larutan Al2(SO4)3 0,083 M
Larutan HgSO4 0,25 M
Larutan H2O2 0,3 %
Larutan KMnO4 0,1 M
Kristal NaCO, Na2CO3, Na2CO3.10 H2O, CuSO4.5 H2O

V. CARA KERJA
A. Pengukuran Suhu
Baik dalam penentuan kapasitas kalorimeter maupun dalam penentuan kalor
reaksi, koreksi suhu akhir T1 harus dilakukan. Bila kedua pereaksi merupakan cairan
(larutan), pengamatan suhu dilakukan sebagai berikut:
1) Celupkan termometer ke dalam cairan yang telah dituangkan ke dalam kalorimeter
dan baca suhu pada menit pertama.
2) Celupkan termometer ke dalam larutan lainnya dan baca suhu pada menit ke-2.
Selanjutnya celupkan dan baca termometer itu di kedua larutan silih berganti.
Dengan demikian diperoleh pembacaan suhu kalorimeter pada menit ke 1, 2, 3, 5,
7, 9, dan suhu larutan lainnya pada menit ke 2, 4, 6, 8, 10.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
3) Pada menit ke-11, campurkan kedua larutan sambil diaduk. Pembacaan suhu
campuran reaksi dilakukan tiap menit berikutnya sampai sekurang-kurangnya 15
menit lagi.
4) Suhu akhir T1 dan kedua suhu awal T0 diperoleh dengan ekstrapolasi linear ke saat
pencampuran yaitu menit ke-11.
5) Jika salah satu zat pereaksi merupakan padatan, maka pembacaan suhunya cukup
dilakukan sekali sebelum dicampurkan. Perlu diperhatikan bahwa volume
kalorimeter yang dipakai dalam penentuan kapasitas kalorimeter dan kalor reaksi
harus sama.

B. Penentuan Kalor Netralisasi


Masukkan 200 ml larutan asam 0,05 M ke dalam kalorimeter dan campurkan dengan
200 ml larutan basa 0,05 M.

C. Penentuan Kalor Pelarutan


Timbang dengan teliti 15 gram kristal yang telah digerus agak halus.
Masukkan 250 ml air yang telah dipanaskan hingga kurang lebih 40 oC ke dalam
kalorimeter (sebaiknya bagian dalam dari kalorimeter dipanaskan dahulu perlahan-
lahan dengan air hangat yang ditambahkan sedikit demi sedikit lalu dikeringkan).
Selanjutnya, masukkan kristal ke dalam kalorimeter (sambil diaduk) dan tentukan
suhu akhirnya. Jika pada akhir percobaan ada zat padat yang tidak larut maka zat
tersebut diambil dan dilarutkan ke dalam air. Penentuan kadar zat padat yang
dilarutkan tadi dilakukan dengan titrasi. Nilai kalor pelarutan ini dihitung untuk nilai
kalor per mol dan nilai kapasitas kalorimeter harus disesuaikan dengan jumlah air 250
ml.

D. Penentuan Kalor Pembentukan


1) Kalor Pembentukan Kompleks
Masukkan 200 ml larutan NH3.H2O 0,05 M ke dalam kalorimeter dan campurkan
ke dalamnya 200 ml larutan suatu garam yang dapat membentuk kompleks
dengan NH3.H2O serta konsentrasinya sama dengan larutan basa. Tentukan kalor
pembentukan kompleks tersebut.
2) Kalor Pembentukan Endapan
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
Masukkan 200 ml larutan NaOH 0,5 M ke dalam kalorimeter dan campurkan ke
dalamnya 200 ml larutan suatu garam yang hidroksidanya tidak larut. Konsentrasi
dari larutan ini tergantung dari larutan basa yang digunakan. Dari kalor yang
dilepaskan, tentukan kalor pembentukan molar dari endapan tersebut.

E. Penentuan Kalor Penguraian


Masukkan 250 ml larutan H2O2 0,3 % ke dalam kalorimeter. Masukkan ke dalamnya 2
gram bubuk MnO2 (katalisator). Dengan mengabaikan kalor sejenis MnO2, tentukan
kalor penguraian H2O2 per mol.

VI. TUGAS
1) Tentukan kapasitas kalorimeter dan kalor reaksi yang telah ditetapkan asisten.
2) Lakukan perhitungan selengkap-lengkapnya.
3) Hitung kalor reaksi pada suhu awal efektif.
4) Hitung kalor reaksi pada suhu akhir.
5) Kalor jenis larutan pada berbagai konsentrasi dapat diperoleh secara langsung atau
secara intrapolasi di literatur.

VII. PERTANYAAN
1) Mengapa koreksi pada suhu akhir dengan ekstrapolasi ke saat pencampuran hanya
dapat dilakukan pada reaksi yang cukup cepat?
2) Mengapa kapasitas kalorimeter tergantung pada volume yang dipakai?
3) Bagaimana efek konsentrasi asam terhadap harga kalor penetralan asam lemah?
Mengapa demikian?

VIII. TUGAS PENDAHULUAN


A. Dibuat dalam Lembar Terpisah
1) Apakah dasar-dasar perhitungan termokimia?
2) Perlihatkan bahwa dalam proses isobar, kalor yang diserap sistem sama dengan
menambah entalpi sistem!
3) Perlihatkan bahwa dalam proses isobar dan adiabatik, perubahan entalpi adalah
nol!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
4) Apakah yang dimaksud dengan kalor pelarutan integral, kalor pelarutan diferensial,
kalor pembentukan dan kalor pembakaran?
5) Perlihatkan bahwa suhu awal efektif sama dengan rata-rata kapasitas kalor semua
suhu awal!
B. Dibuat dalam Buku Catatan Praktikum
Buat diagram alir dari percobaan ini!

IX. DAFTAR PUSTAKA

1) Koga, N., Shigedomi, K., Kimura, T., Tatsuoka, T., Mishima, S. Neutralization and
Acid Dissociation of Hydrogen Carbonate Ion: A Thermochemical Approach. J.
Chem. Educ. 2013. 90, 637-641.

2) Sedlmeier, F., Netz, R.R. Solvation Thermodynamics and Heat Capacity of Polar and
Charged Solutes in Water. J. Chem. Phys. 2013. 138, 115101.

3) Valle, J.M., Fuente, J.C., Srinivas, K., King, J.W. Correlation for the variations with
temperature of solute solubilities in high temperature water. Fluid Phase Equilibria .
2011. 301, 206-216.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku Catatan Praktikum
2. Tugas Pendahuluan
3. Jas Laboratorium
4. Laporan Sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

I. TUJUAN
Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan menentukan kalor pelarutan
diferensial.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang larut dan
yang tidak larut. Kesetimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut:
A(p) A(l) (1)
A(p) : molekul zat terlarut
A(l) : molekul zat yang tidak larut
Tetapan kesetimbangan proses pelarutan tersebut,

K = 𝒂𝒛 = 𝒂𝒛 = 𝜸.𝒎𝒛 (2)
!
𝒂𝒛 �

𝑎! : keaktifan zat yang terlarut


𝑎!! : keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga satu untuk zat padat
dalam keadaan standard
𝛾 : koefisien kelarutan zat yang larut
𝑚! : kemolaran zat yang larut karena larutan jenuh disebut kelarutan
Hubungan antara tetapan kesetimbangan suatu proses dengan suhu pada tekanan
tetap, diungkapkan oleh Van’t Hoff,

𝝏 𝑰𝒏 𝑲 ∆𝑯°
𝝏𝑻 P = 𝑹𝑻² (3)

∆𝐻° : perubahan entalpi proses


𝑅 : tetapan gas ideal

Persamaan (2) dan persamaan (3) memberikan:

𝝏 𝑰𝒏 𝜸𝒛𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔
P= (4)
𝝏𝑻 𝑹𝑻²
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2
∆𝐻!" : kalor pelarutan diferensial pada konsentrasi jenuh
Selanjutnya persamaan (4) dapat diuraikan menjadi,

𝝏 𝑰𝒏 𝜸𝒛𝒎𝒛 𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔
𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 . 𝝏𝑻 = 𝑹𝑻²

𝝏 𝑰𝒏 𝜸𝒛
+𝟏 𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔 (5)
𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 𝝏𝑻 = 𝑹𝑻²

Dalam hal ini, ! !" !!


dapat diabaikan, persamaan (5) dapat dituliskan sebagai berikut,
! !" !!

𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔
= (6)
𝝏𝑻 𝑹𝑻²

𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔 (7)
𝝏𝟏𝑻
= 𝟐,𝟑𝟎𝟑
- 𝑹

Dengan demikian ∆𝐻!" dapat ditentukan dari arah garis singgung pada kurva log

𝑚! terhadap 1 𝑇. Apabila ∆𝐻!" tidak bergantung pada suhu, maka grafik log 𝑚!

terhadap 1 𝑇 akan linier dan integrasi persamaan (7) antara suhu T1 dan T2
menghasilkan:

𝒎𝒛 𝑻 𝟐 ∆𝑯𝒅𝒔 𝑻𝟐!𝑻𝟏
log = = (8)
𝒎𝒛 𝑻𝟏 𝟐,𝟑𝟎𝟑 𝑹 𝑻𝟐 𝑻 𝟏

III. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Gelas kimia 1000 mL 1 buah
Tabung reaksi besar (selubung) 1 buah
Tabung reaksi sedang 1 buah
Batang pengaduk lingkar 1 buah
Termometer 100℃ 1 buah
Pipet volume 5 mL 1 buah
Pipet volume 10 mL 4 buah
Pipet volume 15 mL 1 buah
Pipet volume 25 mL 1 buah
Labu takar 100 mL 4 buah
Erlenmeyer 250 mL 2 buah
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2
Buret 50 mL dan Klem buret 1 buah

IV. ZAT YANG DIGUNAKAN


Asam oksalat atau zat lain yang ditentukan oleh asisten
Larutan NaOH 0,2 N dan 0,5 N

V. CARA KERJA

1) Buat ± 50 mL atau setengah tabung reaksi sedang dari larutan jenuh zat yang
ditugaskan, sebagai berikut:
Isikan air ke dalam tabung hingga kurang lebih sepertiga, panaskan hingga kira-
kira 60℃, larutkan zat yang ditugaskan sampai larutan menjadi jenuh (zat bersisa
dan tidak larut lagi).
2) Masukkan tabung sedang (A) yang berisi larutan jenuh itu ke dalam tabung
selubung (B), dan masukkan B ke dalam gelas kimia yang berisi air pada suhu
kamar.
3) Lengkapi tabung A dengan batang pengaduk lingkar C dan termometer D, lihat
gambar.
4) Aduk terus larutan di tabung A. Apabila suhu menurun sampai 40℃, pipetlah 10
mL larutan dan encerkan hingga 100 mL.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2
5) Lakukan pengambilan yang serupa pada 30℃, 20℃, dan 10℃ (diperlukan es
untuk mencapai suhu 20℃ dan 10 ℃). Ujung pipet volume perlu dibungkus
dengan kertas saring agar zat padat tidak memasuki pipet ketika pemipetan
dilakukan.
6) Titrasi keempat larutan itu.

VI. TUGAS
1) Tentukan kelarutan zat yang ditugaskan asisten pada keempat suhu yang telah
disebutkan tadi!
2) Hitunglah kalor pelarutan rata-rata pada trayek, suhu 10℃ sampai dengan 20℃,
20℃ sampai dengan 30℃ dan 30℃ sampai dengan 40℃!
3) Buat grafik logaritma kelarutan terhadap ,1-𝑇. dan tentukan kalor pelarutan
zat berdasarkan grafik tersebut!

VII. PERTANYAAN
1) Pencuplikan untuk menentukan kelarutan di sini dilakukan dari suhu tinggi ke
suhu rendah. Bagaimana pendapat anda jika pencuplikan itu dilakukan dengan
arah berlawanan yaitu dari suhu rendah ke suhu tinggi?
2) Dalam integrasi persamaan Van’t Hoff diandaikan bahwa ∆H tidak bergantung
pada suhu. Bagaimana bentuk persamaannya bila kalor pelarutan merupakan
fungsi kuadrat dari suhu ?
∆H = A + BT + CT2 dengan A, B dan C tetapan.

VIII. TUGAS PENDAHULUAN

A. Dibuatkan dalam buku catatan praktikum


1) Apa yang dimaksud dengan kalor pelarutan diferensial?
2) Jika proses pelarutan berupa proses endoterm, bagaimana perubahan harga
kelarutan jika suhu dinaikkan?

B. Dibuat dalam buku catatan


Buat diagram alir dari percobaan ini!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2

IX. PUSTAKA

Deng, Y., Husson, P., Delort, A., Hoggan, P., Sancelme, M., Gomes, M.F.C. Influence of
an Oxygen Functionalization on the Physicochemical Properties of Ionic Liquids: Density,
Viscosity, and Carbon Dioxide Solubility as a Function of Temperature. J. Chem. Eng.
Data. 2011, 56(11), 4194-4202.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan praktikan
2. Tugas pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. TUJUAN
Menentukan tetapan pengionan indikator metil merah secara spektrofotometri.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Dalam larutan air, metil merah (MR) ditemukan sebagai “zwitter ion”. Dalam
suasana asam senyawa ini berupa I, disingkat HMR, yang berwarna merah dan
mempunyai dua bentuk resonansi. Jika ke dalamnya ditambahkan basa, maka sebuah
proton akan hilang dan terjadi senyawa II yang merupakan anion MR - berwarna
kuning. Keadaan kesetimbangan antara kedua bentuk metil merah yang berlainan
warnanya itu ditunjukkan sebagai berikut,
-
OOC -
OOC
H
N
N+
N N+
N N
(H3C)2 H (H3C)2

I ( HMR (merah))

OH- H+

-
OOC

N
N N

(H3C)2

II (MR- (kuning))

(1)

Reaksi pengionan metil merah di atas dapat dinyatakan oleh persamaan sederhana,
(2)
HMR H+ + MR-

Dengan tetapan pengionan,

𝐊𝐚 = 𝐇! 𝐌𝐑! (3)
𝐇𝐌𝐑
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1
Yang dapat diubah
menjadi,
!"! (4)
pK! = pH − !"#
log
Dalam mentukan pKa, dapat melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Menentukan panjang gelombang maksimum HMR (λA) dan MR- (λB) pada
spektrum serapan HMR dan MR- (Gambar 1).

Gambar 1. Kurva absorbansi terhadap panjang gelombang untuk HMR dan


MR-.
2) Melakukan verifikasi hukum Beer untuk kedua panjang gelombang HMR (λA)
dan MR- (λB).
Dalam suasana sangat asam (seperti dalam HCl) metil merah dapat dianggap
hanya terdapat dalam bentuk I dan sebaliknya dalam suasana sangat basa
(seperti dalam NaOH) metil merah hanya ditemukan dalam bentuk II.
Untuk mengetahui terpenuhinya hukum Beer pada percobaan ini, indeks
absorbansi molar HMR pada λA (= a!,!"#) dan pada λB (= a!,!"#) dan juga
indeks absorbansi molar MR- pada λA (a!,!"! ) dan pada λB (= a!,!"!)
ditentukan pada berbagai konsentrasi dengan menggunakan persamaan (5).
𝐀=𝐚𝐛𝐜 (5)
Dengan : a = indeks absorbansi zat terlarut,
b = panjang/tebal larutan yang
dilewati cahaya
c = konsentrasi zat terlarut
Dalam hal ini, kelinieran grafik absorbansi A terhadap konsentrasi harus
diperhatikan untuk menentukan nilai-nilai indeks absorbansi kedua spesi
tersebut pada λA dan λB.
3) Mencari komposisi dari HMR dan MR- yang ada dalam larutan sebagai fungsi
dari pH dapat ditentukan menggunakan 2 persamaan, yaitu:
𝐀 𝑨 = 𝐚𝑨,𝐇𝐌𝐑 + 𝐚𝑨, (6)
𝐇𝐌𝐑 𝐌𝐑!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1
𝐀 𝑩 = 𝐚𝑩,𝐇𝐌𝐑 + 𝐌 (7)
𝐇𝐌𝐑 𝐑!
𝐚𝑩,𝐌𝐑!

III. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Spektrofotometer (spectronic-20), pH meter, labu takar 100 ml, pipet ukur 10 ml, 20
ml, dan 50 ml

IV. ZAT KIMIA YANG DIGUNAKAN


Metil merah, natrium asetat, asam asetat, asam klorida , etanol 95%, air suling.

V. CARA KERJA
1) Pembuatan larutan baku metil merah. Setengah gram metil merah kristal dilarutkan
dalam 300 ml etanol 95% kemudian diencerkan hingga tepat 500 ml dengan air suling.
2) Pembuatan larutan standar metil merah. 10 ml larutan stok (persediaan) ditambahkan
ke dalam 50 ml etanol 95% dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan air
suling hingga tepat 100 ml.
3) Spektrum absorbsi bentuk asam, HMR ditentukan dalam larutan asam klorida, 5 ml
larutan standar +10 ml HCl 0,1M dan diencerkan hingga tepat 100 ml.
4) Spektrum absorbsi bentuk basa, MR- ditentukan dalam larutan natrium hidroksida, 10
ml larutan standar + 25 ml NaOH 0,04 M dan diencerkan hingga tepat 100 ml.
5) Untuk kedua larutan asam dan basa di atas tentukan absorbansinya pada berbagai
panjan gelombang mulai dari 400 hingga 550 nm. Untuk memudahkan pengukuran,
air suling digunakan sebagai sel pembanding. Buat kurva A terhadap λ dan pilih λ 1
dan λ2 yang tepat untuk menganalisis campuran bentuk asam dan bentuk basa.
6) Untuk menguji terpenuhinya hukum Lambert-Beer dan menentukan nilai-nilai indeks
absorbansi molar HMR dan MR- pada λ1 dan λ2, amati absorbansi pada λ1 dan λ2 untuk
berbagai konsentrasi metil merah dalam larutan asam dan basa. Berbagai konsentrasi
larutan dapat diperoleh secara pengenceran dengan menggunakan larutan 0.01N HCl
atau 0.01 N NaOH (pengneceran 2x, 4x, 8x) sehingga mediumnya akan tetap.
7) Untuk menentukan tetapan kesetimbangan ionisasi, dibuat tiga larutan sebagai berikut
yang terdiri atas: 5 ml larutan standar + 25 ml larutan 0,04M Na asetat, kemudian
volumenya tepat dijadikan 100 ml dengan menambahkan :
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1
a. 0,01 M asam asetat
b. 0,05 M asam asetat
c. 0,10 M asam asetat
8) Tentukan absorbansi dan pH larutan-larutan pada hasil pengerjaan 7.
Catatan: larutan persediaan tidak dibuat oleh praktikan tetapi dibuat oleh analis
laboratorium.

VI. TUGAS
1) Buat sekali lagi spektrum absorbsi bentuk asam dan bentuk basa indikator metil
merah. Tentukan indeks absorbansi bentuk asam dan bentuk basa indikator metil
merah pada λA dan λB dari percobaan Anda .
2) Tunjukkan berlakunya hukum Lambert-Beer pada percobaan Anda.
3) Tentukan konsentrasi masing-masing spesi metil merah dengan menggunakan
persamaan (6) dan (7).

4) Gambarkan kurva log [MR ]


 terhadap pH.
[HMR]
5) Hitung pKa dan Ka metil merah dengan persamaan (4) dan grafik.

VII. PERTANYAAN
1) Gambarkan secara skematik: spektrofotometer sinar tampak, UV, dan IR. Apakah
sumber cahaya pada ketiga spektrofotometer tersebut?
2) Selain spektrofotometri, metode apalagi yang digunakan untuk menentukan tetapan
kesetimbangan reaksi kimia?
3) Turunkan hubungan antara tetapan kesetimbangan dan suhu!

VIII. TUGAS PENDAHULUAN


A. Dibuat dalam lembar terpisah
1) Hitung pH larutan yang dibuat dengan mencampurkan:
a. 25 ml 0,04 M natrium asetat + 75 ml 0,01 M asam asetat
b. 25 ml 0,04 M natrium asetat + 75 ml 0,05 M asam asetat
c. 25 ml 0,04 M natrium asetat + 75 ml 0,1 M asam asetat
2) Apakah arti spektrum, spektrum absorbsi, spektrum emisi? Berikan contohnya!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1
3) Mengapa analisis kuantitatif secara spektrofotometri dengan menggunakan
persamaan “Lamber-Beer” harus dipilih pengamatan pada λ yang maksimum?
B. Dibuat dalam buku catatan praktikum
Buat diagram alir dari percobaan ini!

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Gurdeep Raj, “Advanced Inorganic Chemistry”, 12th Ed Khrisna Prakashan
Media, India, 2010.
2. Harvey, D, “Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Higher Education,
2000.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan praktikan
2. Tugas pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-2
KESETIMBANGAN KIMIA

I. TUJUAN

Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi, 𝐼! + 𝐼 ! ⇌ 𝐼 !!

II. DASAR TEORI

Iodin sangat rendah kelarutannya dalam air, akan tetapi dalam larutan kalium iodida zat
tersebut larut dengan mudah karena terjadi pembentukan ion kompleks triiodida, 𝐼!, sesuai
!
dengan reaksi,

𝐼! + 𝐼 ! ⇌ 𝐼 !!

Tetapan kesetimbangan reaksi ini diberikan sebagai,


[𝐼 !!]
𝐾! =
𝐼! [𝐼 ! ]

Dengan menentukan konsentrasi kesetimbangan masing-masing spesies dapat ditentukan


harga tetapan kesetimbangan ini. Oleh karena kelarutan iodin dalam air sangat kecil, maka
sangat sulit untuk menentukan konsentrasinya.

Dalam percobaan ini konsentrasi tersebut tidak ditentukan secara langsung melainkan melalui
koefisien distribusi (𝐾!) iodin yang terpartisi dalam air dan kloroform. Air dan CHCl 3 tidak
saling bercampur dan membentuk suatu sistem dua lapisan. Jika ke dalam sistem dimasukkan
iodin, maka zat ini akan terbagi (terdistribusi) dalam dua fasa tersebut. Sedemikian rupa
sehingga harga perbandingan konsentrasi iodin pada fasa air dan fasa kloroform pada suhu
tertentu bernilai tetap, yakni sebesar:

𝐼! !!!!
𝐾 =
𝐼! !! !
!

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT:
 Botol (atau erlenmeyer) bersumbat 250 mL : 2 buah
 Gelas ukur 10, 25, dan 250 mL : masing-masing 1 buah
 Pipet seukuran 5 mL dan 25 mL : 1 buah dan 2 buah
 Labu erlenmeyer 200 mL : 4 buah
 Buret 50 mL : 1 buah
 Botol semprot : 1 buah
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-2
BAHAN:

 Larutan jenuh iodin dalam kloroform


 Larutan KI 0,1 M
 Larutan natrium tiosulfat 0,02 M
 Larutan amilum 1% (sebagai indikator)
 Padatan kristal KI
 Aquades atau aquadm

IV. CARA KERJA

1. Ke dalam dua botol (atau erlenmeyer) 250 mL yang sudah ditandai dengan label A
dan B, berturut-turut masukkan 20 mL larutan jenuh I2 dalam CHCl3 (gunakan gelas
ukur).
2. Masukkan 200 mL air ke dalam botol A dan masukkan 200 mL larutan standar KI 0,1
M ke dalam botol B.
3. Setelah ditutup dengan rapat kedua botol tersebut diguncangkan dengan kuat dan
diletakkan dalam termostat (30 oC) selama 30-60 menit. Sesekali botol-botol itu
dikeluarkan untuk diguncangkan. Catat suhu yang terukur.
4. Setelah tercapai kesetimbangan, ambillah 5 mL larutan dari lapisan CHCl3 yang ada
pada masing-masing botol.
5. Pada masing-masing aliquot yang sudah diambil pada langkah 4, tambahkan 2 g
padatan Kristal KI dan 20 mL air. Kemudian titrasi larutan tersebut dengan larutan
standar natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan amilum (10 mL) sebagai
indicator. (Catatan: Indikator ini baru ditambahkan menjelang akhir titrasi pada saat
larutan berwarna kuning pucat).
6. Ambil 50 mL larutan dari lapisan air pada botol A dan titrasi juga menggunakan
larutan standar natrium tiosulfat. Lakukan hal yang sama untuk 25 mL larutan yang
diambil dari botol B.

V. PERHITUNGAN

Jika V1 = Volume larutan tiosulfat yang dihabiskan untuk 50 mL lapisan CHCl3 (dalam botol
A) sedangkan V2 = Volume larutan tiosulfat yang dihabiskan untuk 50 mL lapisan air (dalam
botol A), maka koefisien distribusi dapat dinyatakan sebagai:

𝐼 𝑉!
𝐾! = !𝐼! !!! !
=
!! ! 𝑉!

Perhitungan konsentrasi I2, I-, dan I3- (dalam lapisan air botol B) dapat dilakukan sebagai
berikut:

Dapat ditunjukkan bahwa 1 mL Na2S2O3 0,02 M ekivalen dengan 1×10!! mol I2.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-2
Titrasi dari lapisan air memberikan konsentrasi total iodin (sebagai I2 dan I3-) sebesar 𝑥
mol/L.

Kemudian dengan menggunakan koefisien distribusi dan konsentrasi I 2 dalam CHCl3 (dalam
botol B) dapat ditentukan konsentrasi I2 bebas dalam lapisan air, yakni sebesar 𝑦 mol/L.
Dengan demikian dapat diperoleh:

𝐼 !! = (𝑥 − 𝑦) mol/L dan 𝐼 ! = 0,1 − (𝑥 − 𝑦) mol/L.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas sekarang dapat dihitung tetapan kesetimbangan 𝐾!,
sebagai berikut:

𝐾! = 𝑥−𝑦
𝑦(0,1 − 𝑥 + 𝑦)

VI. TUGAS PENDAHULUAN

1. Cari dari literatur berapa nilai Kc untuk reaksi I2 + I- ⇌ I3- pada suhu 30, 31, dan 32 °C!
2. Jelaskan perbedaan antara KD dan Kc!
3. Dalam praktikum ini, mengapa kita memerlukan nilai KD untuk menentukan nilai Kc!
4. Apakah memungkinkan untuk langsung menentukan nilai Kc tanpa menentukan nilai KD
terlebih dahulu? Jelaskan!

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. N. Levine, Physical Chemistry, 6th ed., sec. 10.6, McGraw-Hill, New York
(2009).
2. D. A. Skoog, D. M. West, and F. J. Holler, Fundamentals of Analytical
Chemistry, 7th ed., Harcourt College, Fort Worth, TX (1996).
3. M. N. Ackermann, J. Chem. Educ. 55, 795 (1978).
4. S. C. Petrouic and G. M. Bodner, J. Chem. Educ. 68, 509 (1991).

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan praktikum
2. Tugas pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
SIFAT-SIFAT KOLIGATIF

I. TUJUAN
1) Menentukan keaktifan pelarut dan zat terlarut dengan menggunakan data
penurunan titik beku (D-1).
2) Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data kenaikan titik
didih (D-2).

II. LATAR BELAKANG TEORI


Secara termodinamika, pembekuan dan penguapan merupakan kesetimbangan
antara dua buah fasa seperti padat dengan cair atau cair dengan uap (gas). Bila terjadi
kesetimbangan fasa, syarat yang harus dipenuhi ialah kesamaan potensial kimia
dikedua fasa tersebut, yaitu:
Untuk pembekuan : 𝜇! = 𝜇! (1)
Untuk penguapan : 𝜇! = 𝜇! (2)
Secara umum berlaku,
𝝁𝟏(𝜶) = 𝝁𝟏(𝜷) = 𝝁𝟏(𝜸) = ⋯ (3)
Untuk kesetimbangan multifasa dan multikomponen.
Diferensial potensial kimia pelarut dalam larutan dapat dinyatakan dengan:
𝒅𝝁𝟏 = −𝑺𝒍𝒅𝑻 + 𝑽𝒍𝒅𝑷 + 𝝏𝝁𝟏
𝝏𝒙𝟐 𝑻,𝑷
𝒅𝒙𝟐 (4)

Gambar 1. Perubahan potensial kimia pelarut dengan adanya kehadiran zat terlarut.

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
Garis s adalah potensial kimia padat, l cair dan v uapnya pada tekanan tetap.
Kemiringan kurva tersebut ditentukan oleh entropi Ss < Sl < Sv . T1 adalah titik beku
dan Ta titik didih pada tekanan P. Bila kedalam suatu cairan dilarutkan zat lain maka
potensial kimia pelarut dalam larutan ideal:
𝝁𝟏𝒍 = 𝝁𝟎𝟏𝒍 + 𝑹𝑻𝒍𝒏𝑿𝟏 (5)
Untuk larutan
nyata,
𝝁𝟏𝒍 = 𝝁𝟎𝟏𝒍 + 𝑹𝑻𝒍𝒏𝒂𝟏 (6)
Suku kedua ruas kanan Persamaan (5) dan (6) selalu negatif, sehingga
potensial kimia dalam pelarut lebih rendah dari potensial kimia pelarut murni dan
digambarkan dengan kurva l’. Bila larutan encer mengalami pembekuan, hampir tidak
zat terlarut yang ikut mengkristal. Demikian pula uapnya, tidak mengandung zat
terlarut. Karena itu kurva s dan v juga menggambarkan potensial kimia pelarut pada
fasa lain yang ada dalam kesetimbangan dengan larutan. Perpotongan s dan
l’menyatakan pembekuan, sedangkan perpotongan l’ dan v menyatakan mendidihnya
larutan. Pada gambar dapat dilihat bahwa titik beku menurun, sedangkan titik didih
naik.
Untuk titik beku dapat dicari hubungan antara perbedaan titik beku dengan
kemolaran larutan sebagai berikut. Pada pembekuan,
Untuk pelarut dalam larutan : 𝜇!,! 𝑇! = 𝜇!,! 𝑇! (7)
Untuk pelarut murni : 𝜇!,! 𝑇! = 𝜇!,! 𝑇! (8)
Penggabungan persamaan (7) dan (8) menghasilakn:
𝝁𝟏,𝒔 𝑻𝟐 − 𝝁𝟏,𝒔 𝑻𝟏 = 𝝁𝟏,𝒍 𝑻𝟐 −𝝁𝟏,𝒍 𝑻𝟏 (9)
Ruas kiri persamaan (9) adalah perubahan potensial kimia fasa padat dari T 1 ke T2
pada P tetap yang diperoleh dengan integrasi sederhana suku pertama persamaan (4)
yaitu:
!!

∆𝜇! = 𝜇!,! 𝑇! − 𝜇!,! 𝑇! = − 𝑆! 𝑑𝑇


!!

Ruas kanan persamaan (9) dapat diperoleh dengan integrasi ruas kanan persamaan (4)
pada P tetap dengan lintasan yang dipilih sebagai berikut:
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
!!
!!
− 𝑆!,! 𝑥 = 0 𝑑𝑇 + 𝜕𝜇!
! 𝑑𝑥!
𝜕𝜇! !!, !
!! ! !
!!

=− 𝑆!,! 𝑥! = 0 𝑑𝑇 + 𝜇!,! 𝑇! , 𝑥! − 𝜇!,! 𝑇! , 𝑥! = 0


!!

Sehingga persamaan (9) dapat diperoleh,


𝑻𝟐
− 𝑺𝟏,𝒔 − 𝑺𝟏,𝒍 𝒙∆ = 𝟎 𝒅𝑻 = 𝝁𝟏,𝒍 𝑻∆, 𝒙∆ − 𝝁𝟏,𝒍 𝑻∆, 𝒙∆ = 𝟎 (10)
𝑻
𝟏
Sehingga ungkapan 𝑆!,! − 𝑆!,! 𝑥∆ = 0 adalah perbedaan entropi molar pembekuan
∆! !
yang dapat diganti dengan . Ruas kanan persamaan (10) adalah perbedaan
!
potensial kimia pelarut dalam larutan dengan potensial pelarut murni dan dapat
diganti dengan 𝑅𝑇! ln 𝑎!,! 𝑇!𝑋! oleh karenanya persamaan (10) menjadi:
𝑻𝟐 ∆𝑯𝒇
𝒅𝑻 = 𝑹𝑻 𝐥𝐧 𝑻𝑿 (11)
𝒂
𝑻𝟏 𝑻 𝟐 𝟐𝟐
𝟏,𝒍

Untuk larutan encer dapat digunakan pendekatan larutan ideal yaitu


𝑎! ≈ 𝑋! = 1 − 𝑋! dan dengan deret Taylor ruas kanan persamaan (11) dapat diubah
menjadi,
𝑹𝑻 𝐥𝐧 𝟏 − 𝑿𝟐 = −𝑹 𝑻𝟐𝑿𝟐
∆!!
Dan bila ∆𝑇! = − kecil, maka ruas kiri menjadi ∆𝐻! sehingga persamaan
!!
𝑇! 𝑇!
(11) menjadi,
∆𝑯 ∆𝑻𝒇
= 𝑹𝑻 𝑿 (12)
𝒇𝑻 𝟐𝟐
𝟏

Dengan 𝑇!𝑇! = 𝑇 ! dan 𝑋! = !

! !""" !!!!
≈ !!!
akan diperoleh,
!"""
𝟐
𝑴𝟏𝑹𝑻
∆𝑻𝒇 = 𝟏 𝒎 = 𝑲𝒇𝒎 (13)
𝟏𝟎𝟎𝟎∆𝑯
𝒇

Dengan cara yang sama dapat diturunkan pula kenaikan titik didih sebagai,
𝟐
𝑴𝟏𝑹𝑻
∆𝑻𝒃 = 𝟏 𝒎 = 𝑲𝒃𝒎 (14)
𝟏𝟎𝟎𝟎∆𝑯
𝒗

Bila larutan bersifat jauh dari ideal, persamaan (13) dan (14) tidak dapat
digunakan. Karena itu, keaktifan pelarut harus dihitung melalui integrasi persamaan
(11): ∆𝑯𝒇 sepanjang trayek 𝑇! sampai 𝑇!. Hasil integrasi dan penggantian harga-harga
numeriknya adalah sebagai berikut:
Benzena : ln = −6,68. 10!! ∆𝑇! − 2,6. 10!! ∆𝑇! !
(15)
𝑎!
!
= −9,69. 10!! − 5,1. 10!! (16)
Air : ln 𝑎! ∆𝑇! ∆𝑇!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
Keaktifan zat terlarut a2 didapat dengan menggunakan persamaan Gibbs-
Duheim sebagai berikut:
𝒏𝟏 𝐝 𝐥𝐧 𝒂𝟏 + 𝒏𝟐 𝐝 𝐥𝐧 𝒂𝟐 = 𝟎 (17)
Keaktifan zat terlarut dapat dinyatakan sebagai,
𝒂𝟐 = 𝜸 𝟐 𝒎 𝟐 (18)
Untuk keadaan tidak ideal, Bjerrum mendifinisikan koefisien osmosis sebagai berikut,
𝐥𝐧 𝒂𝟏
𝒈 �= 𝐥𝐧 𝒙𝟏 (19)
Bila konsentrasi larutan kecil, maka untuk koefisian osmosis 𝑔!, diperoleh
dengan pendekatan sebagai,
𝒈𝟏 = − 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐥𝐧 𝒂 (20)
𝑴𝟏𝒎𝟐

Dengan mensubtitusikan persamaan (18) dan (19) kedalam persamaan (17) kemudian
diintegrasi akan menghasilkan,
𝒎 (𝟏!𝒈𝟐)
𝐥𝐧 𝜸𝟐 = 𝟏 − 𝒈𝟏 𝒅𝒎𝟐 (21)
+
𝟎 𝒎𝟐

III. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


D-1 Penurunan titik beku
Termometer Beckman : 1 buah
Kaca pembesar (loupe) : 1 buah
Alat titik beku : 1 Set
- Termos besar
- Tabung reaksi besar
- Tabung reaksi sedang
Stopwatch : 1 buah
Gelas ukur 50 ml : 1 buah

D-2 Kenaikan titik didih


Alat Cottrell : 1 buah
Termometer Beckman : 1 buah
Kaca pembesar (loupe) : 1 buah
Gelas ukur 100 ml : 1 buah
Stopwatch : 1 buah
Heating Mantel : 1buah
LABORATORIUM KIMIA FISIK
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
IV. ZAT KIMIA YANG DIGUNAKAN
 Pelarut Benzena atau kloroform 60 ml
 Zat terlarut naftalena atau asam benzoat 200-100 mg

V. CARA KERJA
D.1 Penurunan titik beku
1) Bersihkan alat titik beku dan keringkan.
2) Masukan sejumlah pelarut dalam alat titik beku. Catat berapa gram pelarut yang
dimasukan kedalam alat tersebut.
3) Pasang termometer Beckman beserta batang pengaduk pada tabung reaksi sedang
dan masukan tabung reaksi sedang ke dalam tabung reaksi besar, dan celupkan
sebagian besar tabung reaksi besar pada termos yang yang telah diisi.
4) Aduk perlahan-lahan zat tersebut agar jangan sampe membeku, lihat raksa apakah
masih direservoir atas kurang dari 1˚ di atas sumbat atau malah dibawah sumbat.
Bila salah satu ini terjadi, maka mintalah termometer untuk diset kembali dan
pekerjaan diulang lagi dari no. 1.
5) Amati suhu dan bilamana air raksa sudah mencapai ∆ 0, maka stopwatch
dihidupkan dan catat suhu untuk setiap 30 detik. Suhu akan menurun dan
kemudian konstan.
6) Hentikan pengamatan bila suhu tetap selama pengamatan. Ada fluktuasi disekitar
harga tertentu dapat terjadi. Pastikan dengan melihat bahwa pelarut keruh karena
membeku. Keluarkan tabung reaksi sedang dari perangkat.
7) Timbang secara teliti zat terlarut yang akan digunakan. Masukan sejumlah zat
terlarut kedalam pelarut, usahakan melarutkannya dengan pengaduk.
8) Lakukan langkah 5-7 diatas.
9) Tambah zat terlarut lagi bila dikehendaki dan lakukan pengamatan dengan cara
yang sama. (perhatikan bahwa sebaiknya konsentrasi zat terlarut tidak melebihi 3
molal).
D.2 Kenaikan titik didih
1) Bersihkan alat cottrel termasuk bagian-bagian yang akan berada didalam alat.
2) Pasanglah alat tersebut dengan petunjuk asisten.
3) Masukan 3-5 batu didih yang baru.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
4) Masukan sejumlah pelarut kedalam alat hingga bagian corong terbalik terendam.
Hitung berapa gram pelarut yang dimasukan dengan menimbang sisa yang tidak
digunakan.
5) Hidupkan air pendingin dan “Heating Mantel”.
6) Tunggu sampai pelarut mendidih dan lihat apakah pendidihan merata dan
reservoir air raksa terbasahi oleh pelarut yang naik melalui pipa kecil.
7) Amati dan catat suhu pendidihan selama 10 kali 30 detik. Bilamana tidak tetap
maka pengamatan harus tetap diperpanjang.
8) Matikan aliran listrik “Heating mantel” dan dinginkan alat cottrell tersebut.
Jangan membuka alat ini sebelum pelarut betul-betul dingin.
9) Timbang secara teliti zat terlarut yang digunakan. Masukan zat tersebut itu ke
dalam alat Cottrell.
10) Lakukan langkah-langkah 5-7 diatas.
11) Tambahkan sejumlah zat terlarut lagi bila dikehendaki dan lakukan pengamatan
dengan cara yang sama.

VI. TUGAS
D.1 Penurunan titik beku
1) Tentukan titik beku larutan pada setiap konsetrasi. Hitunglah ∆𝑇!, untuk tiap
konsetrasi. Buatlah kurva-kurva suhu terhadap waktu.
2) Hitunglah keaktifan pelarut untuk tiap-tiap konsetrasi. Sesuaikan angka-angka
pada persamaan (15) bila pelarut yang digunakan bukan benzena.
3) Hitung koefisien osmosis g1.
4) Hitung koefisien zat terlarut pada tiap konsetrasi. Lakukan integrasi secara
numerik atau grafis. Kemudian buat kurva antara (1- g1)/m. Hitung luas daerah
dibawah kurva.
5) Hitung keaktifan zat terlarut untuk tiap konsentrasi.
D.2 Kenaikan titik didih
1) Tentukan titik didih pelarut dan larutan pada tiap konsentrasi. Hitung ∆𝑇!untuk
tiap konsentrasi. Buat lah kurva-kurva suhu terhadap waktu.
2) Hitung massa molekul relatif zat terlarut. Gunakan harga ∆𝐻! yang sesuai
tekanannya. Bila perlu lakukan intrapolasi dari data yang tersedia.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
VII. PERTANYAAN
1) Bagaimana definisi larutan ideal? Besaran-besaran apa yang digunakan untuk
menggambarkan penyimpangan-penyimpangan dari keadaan ideal tersebut?
2) Tunjukan bagaimana pengaruh ketidak idealan larutan terhadap sifat koligatif !
3) Bagaimana kurva yang didapatkan bila larutan mengalami keadaan lewat beku
“super cooled”?
4) Bagaimana pengaruh tekanan udara atas percobaan ini?
5) Bagaimana hasil yang akan diperoleh bila zat terlarut mengalami disosiasi atau
pelarut mengalami asosiasi?

VIII. TUGAS PENDAHULUAN


A. Dibuat dalam lembar terpisah
1) Apa yang dimaksud dengan potensial kimia?
2) Perhatikan kurva potensial kimia terhadap suhu diatas. Fasa apa yang paling
stabil pada suhu di bawah T2 dan di atas T2? Diantara T2 dan T1? Jelaskan
secara singkat!
B. Dibuat dalam buku catatan
Buat diagram alir dari percobaan ini!

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. P. Atkins, J. de Paula. “Physical chemistry”, 8th ed.W.H. Freeman and Company,
New York, 2006, hal 173.
2. Pinarbasi, T., Sozbilir, M., Canpolat, N. Prospective chemistry teachers’
misconceptions about colligative properties: boiling point elevation and freezing
point depression. Chem. Educ. Res. Pract. 2009, 10, 273-280.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan Praktikum
2. Tugas Pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2

KELARUTAN TIMBAL BALIK

I. TUJUAN
Mempelajari kelarutan timbal balik antara dua cairan dan menggambarkan hubungan
kelarutan tersebut dengan suhu dalam suatu diagram fasa.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Bila dua zat cair dicampur dengan komposisi yang berbeda-beda maka ada
tiga kemungkinan yang dapat terjadi yaitu :
 Kedua zat cair dapat bercampur dalam tiap komposisi
 Kedua zat cair tidak dapat bercampur sama sekali
 Kedua zat cair hanya dapat bercampur pada komposisi tertentu

L1
L

A2 B2 T

A1 B1 T

T0

XA = XC XF =

Gambar 1. Kelarutan fenol dalam air.

Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur
sebagian bila suhunya di bawah suhu kritis. Jika mencapai suhu kritis, maka larutan
tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika suhunya telah melewati suhu
kritis maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian
lagi. Salah satu contoh dari kelarutan timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
yang membentuk kurva parabola berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam
setiap perubahan suhu baik di bawah suhu kritis (Gambar 1).
L1 adalah fenol dalam air, L2 adalah air dalam fenol, XA dan XF masing-
masing adalah mol fraksi air dan mol fraksi fenol, XC adalah mol fraksi komponen
pada suhu kritis (TC). Sistem ini mempunyai suhu kritis (TC) pada tekanan tetap, yaitu
suhu minimum pada saat dua zat bercampur secara homogen dengan komposisi C C.
Pada suhu T1 dengan komposisi di antara A1 dan B1 atau pada suhu T2 dengan
komposisi di antara A2 dan B2, sistem berada pada dua fase (keruh). Sedangkan di luar
daerah kurva (atau diatas suhu kritisnya, TC), sistem berada pada satu fase (jernih).
Suhu kritis adalah kenaikan suhu tertentu dimana akan diperoleh komposisi larutan
yang berada dalam kesetimbangan.

III. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Tabung reaksi sedang 1 buah
Tabung reaksi besar 1 buah
Pengaduk lingkar 1 buah
Termomoter (0,1 0C) 1 buah
Klem manice 1 buah
Botol timbang 1 buah
Pembakar Bunsen 1 buah
Kaki tiga 1 buah
Kawat kasa 1 buah
Gelas kimia 1000 mL 1 buah

IV. ZAT KIMIA YANG DIGUNAKAN


Fenol 20 gram
Larutan NaCl 1% 6 mL
Larutan CH3OH 1% 6 mL
Air (aquadest, aqua dm)

V. CARA KERJA
1. Siapkan campuran fenol dengan air di dalam tabung reaksi sedang dengan
komposisi masing-masing sebagai berikut:
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
Fenol
4 4 4 4 5 6 7 8
(gram)
Air
4 5 6 8 10 6,5 8,5 10,5
(mL)

2. Panaskan tiap campuran tersebut dalam penangas air dengan susunan alat sebagai
berikut:

Aduklah campuran dengan pelan, catat suhu pada saat campuran berubah dari
keruh menjadi bening. Keluarkan tabung reaksi besar dari air, biarkan campuran
(larutan) menjadi dingin dan catat suhu pada saat campuran menjadi keruh
kembali.
3. Bila penimbangan fenol pada pengerjaan 1 kurang teliti tentukan konsentrasi fenol
dalam kedua fasa dari tiap-tiap campuran secara volumetri dengan menggunakan
larutan brom yang telah dibakukan.
4. Buatlah dalam tabung reaksi sedang, campuran 4 gram fenol dengan 6 mL larutan
CH3OH 1%. Tentukan suhu pada saat campuran berubah menjadi jernih dan
menjadi keruh kembali. Lakukan hal yang sama untuk campuran 4 gram fenol dan
6 mL larutan NaCl 1%.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
VI. TUGAS
1. Hitung fraksi mol fenol dalam tiap campuran fenol-air pada percobaan yang
saudara lakukan.
2. Tentukan suhu rata-rata terjadinya perubahan jumlah fasa pada tiap campuran
fenol-air.
3. Buatlah kurva hubungan antara suhu dan fraksi mol fenol dalam suatu diagram
fasa.
4. Gambarkan pada diagram fasa di atas (nomor 3) titik terjadinya perubahan jumlah
fasa untuk terjadinya fenol dengan larutan CH3OH 1% dan dengan larutan NaCl
1%.

VII. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan suhu konsolut atas atau suhu larutan kritik?
Berapa derajat kebebasan sistem pada T > T konsolut atas?
2. Sebutkan sistem yang mempunyai titik konsolut bawah dan sistem yang
mempunyai dua suhu konsolut (atas dan bawah)?
3. Apakah yang dimaksud dengan larutan konjugasi?
4. Apakah yang dimaksud dengan efek “salting out”? Tunjukkan terjadinya efek
tersebut pada percobaan yang saudara lakukan.

VIII. TUGAS PENDAHULUAN


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah berikut ini :
a. Fasa
b. Jumlah komponen
c. Varian atau derajat kebebasan
2. Mengapa pada percobaan ini dilakukan pengamatan suhu pada saat terjadi pada
satu fasa dan suhu pada saat timbul kekeruhan kembali?
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
IX. DAFTAR PUSTAKA

1) Escoda, A., Fievet, P., Lakard, S., Szymczyk, A., Deon, S. Influence of salts on the
rejection of polyethyleneglycol by an NF organic membrane: Pore swelling and
salting-out effects. Journal of Membrane Science. 2010, 347, 174-182.

2) Gutkowski, K.I., Prini, R., Aramendia, P.F., Japas, M.L. Critical Effects on Attractive
Solutes in Binary Liquid Mixtures Close to Their Consolute Point: A New
Experimental Strategy. J. Phys. Chem. A. 2011, 115(51), 15303-15312.

Jangan Lupa Membawa


1. Buku catatan Praktikum
2. Tugas Pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
DIAGRAM TERNER
Sistem Zat Cair Tiga Komponen

I. TUJUAN
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan
tertentu.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas (varian) yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan
diungkapkan sebagai:
v=C–P+2 (1)
dengan v = jumlah varian, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fasa. Dalam
ungkapan di atas, kesetimbangan fasa dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi
sistem. Jumlah varian untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat
dinyatakan sebagai
v=3–P (2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka v = 2. Berarti untuk
menyatakan keadaan sistem dengan tepat, hanya perlu menyatakan konsentrasi dua
komponennya, karena konsentrasi komponen ketiga menjadi tertentu oleh hubungan
(x1 + x2 + x3 = 1). Bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, v = 1,
berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi
komponen yang lain sudah tertetu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut.
Oleh karena itu, untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai
jumlah derajat kebebasan maksimun = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram
fasa sistem ini dapat digambarka dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama
sisi yang disebut diagram terner. Tiap sudut segitiga tersebut menyatakan masing-
masing komponen dalam keadaan murni.
Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada
Gambar 1.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2

Gambar 1. Diagram Terner

Titik sudut A: komponen A murni


Titik sudut B: komponen B murni
Titik sudut C: komponen C murni
Titik pada sisi AB: campuran biner A dan B
Titik pada sisi BC: campuran biner B dan C
Titik pada sisi AC: campuran biner A dan C
Titik dalam segitiga: campuran terner A, B, dan
C
contoh : titik P menyatakan campuran terner dengan komposisi :
x % mol A, y % mol B, z % mol C, x + y + z = 100
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling
larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B, dan
C. A dan B saling larut sebagian, sedangkan A dan B serta B dan C saling larut
sempurna. Penambahan zat C ke dalam campuran A dan B dapat memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling
larut A dan B. Gambar 2 menyatakan kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi
campuran A dan B pada suhu dan tekanan tetap. Daerah di dalam lengkungan (kurva
binodal) merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan kurva binodal
atau kurva kelarutan ini dengan cara menambah zat B ke dalam berbahai komposisi
campuran A dan C.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2

Gambar 2. Diagram fasa sistem tiga zat cair dengan sepasang zat cair yang mempunyai
kelarutan timbal balik terbatas.

Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat


terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga
komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan terner terkonjugasi.

III. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Erlenmeyer 250 ml 13 buah
Buret 50 ml 1 buah
Klem Buret 1 buah
Pipet volum 25 ml 1 buah
Pipet volum 50 ml 1 buah
Pipet ukur 25 ml 1 buah
Botol semprot 500 ml 1 buah
Piknometer 25 ml 1 buah

IV. ZAT YANG DIGUNAKAN


(Bergantung tugas dari asisten)
Aseton 100 ml
Air (aqua DM) -
Toluol 100 ml
Kloroform 100 ml
Etanol 100 ml
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
Asam asetat glasial 100 ml

V. CARA KERJA
1) Dalam labu Erlenmeyer yang bersih, kering, dan bertutup, buatlah 9 (sembilan)
campuran cairan A dan C – yang saling larut – dengan komposisi sebagai berikut :
Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9

ml A 2 4 6 8 10 12 14 16 18

ml B 18 16 14 12 10 8 6 4 2

Semua pengukuran volum dilakukan dengan buret


2) Titrasi tiap campuran dalam labu 1 sampai dengan 9 dengan zat B sampai tepat
timbul keruh, dan catat jumlah volum zat B yang digunakan. Lakukan titrasi
dengan perlahan – lahan.
3) Tentukan rapat massa masing-masing cairan murni A, B, dan C.
4) Catat suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan.

VI. TUGAS
1) Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B, dan C sesuai dengan tugas dari asisten.
Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki sifat
sebagai komponen A, B, dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah sebagai
berikut:
Kloroform Aseton Air
Aseton Toluol Air
Air Kloroform Asam Asetat
Air Toluol Etanol
2) Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika
terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus:
𝑛!
𝑥 ×100%
!
𝑛! + 𝑛! + 𝑛!

𝑛!
=
𝑣!𝜌! , 𝑛! =
𝑣!𝜌! , 𝑛 ! = 𝑣 !𝜌 !
𝑀!
𝑀! 𝑀!

3) Gambarkan ke sembilan titik itu pada kertas grafik segi tiga (seperti Gambar 2)
dan buat kurva binodalnya
LABORATORIUM KIMIA FISIKsampai memotong sisi AB dari segitiga.
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
VII. TUGAS PENDAHULUAN
A. Dibuat dalam lembar terpisah
1) Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan
dalam % volume? Jelaskan jawaban saudara!
2) Apa arti garis hubung (“tie line”) serta bagaimana cara menentukannya secara
eksperimental?
3) Apa arti titik kritik dalam diagram terner? Berapa derajat kebebasannya?
4) Gambarkan digram terner untuk sistem yang mempunyai dua pasang cairan yang
saling larut sebagai pasangan itu, misalnya A dan B, serta B dan C.
B. Dibuat dalam buku catatan praktikum
Buat diagram alir dari percobaan ini!

VIII. DAFTAR PUSTAKA


1. R.J. Stead dan K.Stead,1990,”Phase Diagrams for Ternary Liquid Systems”,
J.Chem.Educ.67: 385.
2. Selvaduray, Guna, San Jose University,One Washington Square, San Jose, USA,
www.sjsu.edu/faculty/selvaduray/page/phase/ternary_p_d.pdf, diakses pada
tanggal 9 Oktober 2013.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan Praktikum
2. Tugas Pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan F-2
ENTROPI DAN ENERGI BEBAS PENCAMPURAN

I. TUJUAN

Menentukan entropi dan energi bebas pencampuran pada proses pencampuran larutan
K4Fe(CN)6 dengan larutan K3Fe(CN)6 secara potensiometri.

II. LATAR BELAKANG TEORI

Perubahan entropi yang terjadi pada proses pencampuran sejumlah zat yang membentuk
larutan ideal dapat dinyatakan dengan persamaan:

Δ𝑆! = −𝑅 𝑛! ln 𝜒!
!

Dengan 𝑛! merupakan jumlah komponen 𝑖 yang dinyatakan dalam mol sedangkan 𝜒!


merupakan fraksi mol komponen 𝑖 dalam sebuah campuran. Persamaan ini berlaku pada suhu
tetap dan dengan zat-zat awal dan campuran akhir pada tekanan yang sama (jika zat-zat
tersebut berupa gas) atau pada komposisi larutan tetap. Untuk suatu larutan biner, persamaan
di atas akan menjadi:

Δ𝑆! = −𝑅(𝑛! ln 𝜒! + 𝑛! ln 𝜒! )

Atau dapat dituliskan juga sebagai:

Δ𝑆! = 𝑅 𝑛! + 𝑛! ln 𝑛! + 𝑛! − 𝑛! ln 𝑛! + 𝑛! ln 𝑛!

Persamaan di atas memungkinkan untuk digunakan jika jumlah masing-masing zat diketahui.
Nilai entropi pencampuran, Δ𝑆! dapat dikaitkan dengan energi bebas pencampuran,
Δ𝐺! , dan entalpi pencampuran, Δ𝐻! , melalui persamaan:

Δ𝐺! = Δ𝐻! − 𝑇Δ𝑆!

Untuk suatu larutan ideal, Δ𝐻! = 0, sehingga diperoleh:

Δ𝐺! = −𝑇Δ𝑆!

Atau

Δ𝑆! = − Δ𝐺!
𝑇
Berdasarkan persamaan ini, Δ𝑆! dapat ditentukan secara eksperimen dengan mengukur
perubahan energi bebas (dalam hal ini sama dengan kerja maksium), Δ𝐺! , dalam
proses pencampuran. Pada kebanyakan proses pengukuran ini sukar diwujudkan karena
memerlukan proses yang benar-benar reversibel.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan F-2
Jika proses pencampuran ini menyangkut ion-ion dalam larutan, kondisi reversibel dapat
dicapai dengan metode potensiometri. Pada metode ini, proses dilakukan dalam sel
elektrokimia dan kerja maksimum ditentukan dengan mengukur potensial sel. Misalkan
terdapat dua larutan elektrolit dengan anion yang sama dan kation yang sama juga namun
pada tingkat oksidasi yang berbeda. Sebagai contoh kation M+ dan M2+. Dari kedua larutan ini
dapat disusun suatu sel konsentrasi dengan notasi sel berikut:

Pt(s) | M+(x M), M2+(y M) || M+(y M), M2+(x M) | Pt(s)

Bila 𝑥 > 𝑦, maka elektroda Pt(s) yang berada pada ruas kiri akan lebih negatif karena adanya
kecenderungan reaksi berikut:

M+(x M)  M2+(y M) + e-

Dan pada elektroda Pt(s) yang berada di ruas kanan akan cenderung terjadi

reaksi: M2+(x M) + e-  M+(y M)

Kedua reaksi di atas menunjukkan kecenderungan dari kedua zat dalam masing-masing
setengah sel untuk menyamakan konsentrasinya lewat perpindahan elektron. Reaksi sel yang
terjadi adalah sebagai berikut:

M+(x M) + M2+(x M)  M2+(y M) + M+(y M)

Reaksi ini menunjukkan perpindahan satu mol M+ dari setengah sel kiri (anoda) ke setengah
sel kanan (katoda) dan perpindahan satu mol M2+ dari setengah sel kanan ke setengah sel kiri.
Potensial sel, 𝐸!"# , menyatakan kecenderungan dari kedua ion untuk menyamakan
konsentrasinya melalui perpindahan elektron, yakni dapat dinyatakan sebagai kerja
maksimum sebagai berikut:

−𝑊!"#$ = Δ𝐺 = −𝑛𝐹𝐸

Dengan 𝐹 ialah tetapan Faraday (96500 C/mol) dan 𝑛 ialah jumlah elektron yang terlibat
dalam reaksi pada kedua elektroda. Dalam hal ini, nilai 𝑛 = 1.

Dari uraian di atas, jelas bahwa dalam sel elektrokimia, proses pencampuran terjadi karena
reaksi-reaksi pada elektroda dan kerja listrik dihasilkan. Pada kondisi reversibel kerja ini
sama dengan perubahan energi bebas, sehingga potensial sel dapat dinyatakan sebagai:

𝐸 = − 𝑑 Δ𝐺
𝑑𝑞

Dengan 𝑞 adalah jumlah muatan yang terlibat dalam reaksi. Jika 𝑛! mol elektron terlibat
dalam sel, maka sesuai dengan reaksi-reaksi di atas, bahwa akan terjadi perubahan sebagai
berikut:

 Pada setengah sel kiri: Jumlah M+ berkurang sebanyak 𝑛! mol sedangkan jumlah M2+
bertambah sebanyak 𝑛! mol.

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan F-2

 Pada setengah sel kanan: Jumlah M+ bertambah sebanyak 𝑛! mol sedangkan jumlah
M2+ berkurang sebanyak 𝑛! mol.
Jika dalam masing-masing setengah sel terdapat jumlah M+ dan M2+ yang sama dengan 1
mol (sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑥 + 𝑦 = 1), maka kesetimbangan akan
tercapai pada saat jumlah M+ dan M2+ dalam kedua setengah sel masing-masing
mencapai ½ mol. Jadi dalam hal ini pencampuran sempurna akan tercapai jika ½ mol
elektron ( ½ Faraday) terlibat dalam reaksi dan perubahan energi bebas pencampuran,
Δ𝐺! , dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
! !
!
Δ𝐺! = − 𝐸𝑑𝑞 = !
𝐸𝑑𝑛 ∗
−𝐹 !
!

Dalam percobaan ini, proses pencampuran dalam sel elektrokimia tidak dilakukan dengan
menunggu sampai proses mengalirnya elektron terjadi, namun dengan membuat sederet
!
larutan yang konsentrasinya divariasikan dengan kondisi 𝑛!! = 0 dan 𝑛!! =
!
mol. Larutan-larutan ini menyatakan keadaan-keadaan antara apabila proses pencampuran
berjalan dari keadaan awal hingga tercapai keadaan akhir. Bila potensial sel, 𝐸, dialurkan
terhadap
“tingkat pencampuran” (extent mixing), 𝑛∗, (0 < 𝑛∗ < !), diperoleh kurva berikut:
!

E
Luas = ∫ 𝐸𝑑𝑛∗

n*

Luas daerah di bawah kurva ialah ∫ 𝐸𝑑𝑛 ∗. Penentuan luas di bawah kurva dilakukan dengan
cara menghitung jumlah kotak-kotak atau dengan cara penimbangan. Masing-masing nilai
Δ𝐺! dan Δ𝑆! dilakukan dengan menggunakan persamaan yang sudah dinyatakan
sebelum- sebelumnya.

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT

 Potensiometer atau pH-meter (dengan skala mV) : 1 buah


 Elektroda Pt : 2 buah
 Jembatan garam : 1 buah
 Buret 50 mL : 2 buah
 Gelas piala 150 mL : 4 buah
 Termometer 100 oC : 1 buah
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan F-2
BAHAN

 Larutan K3Fe(CN)6 0,1 M


 Larutan K4Fe(CN)6 0,1 M

IV. CARA KERJA

1. Buat campuran dari larutan K3Fe(CN)6 0,1 M dan larutan K4Fe(CN)6 0,1 M dengan
perbandingan volume sesuai dengan tabel di bawah, gunakan buret untuk membuat
campuran-campuran ini. Volume total setiap campuran adalah 50 mL.

No. Gelas piala A Gelas piala B n*


Fe(CN)64- : Fe(CN)63- Fe(CN)64- : Fe(CN)63-
1 99:1 1:99 0,01
2 19:1 1:19 0,05
3 9:1 1:9 0,10
4 8:2 2:8 0,20
5 7:3 3:7 0,30
6 6:4 4:6 0,40
7 13:12 12:13 0,48

2. Dari setiap set campuran, buatlah sel konsentrasi dengan menggunakan kedua
elektroda platina dan jembatan garam (Asisten akan memandu anda untuk merangkai
alat).
3. Ukur potensial dari setiap sel konsentrasi. Catat suhu sel. Sebaiknya bekerja dengan
menggunakan termostat.

V. TUGAS

1. Tentukan 𝐸!"# sebagai fungsi dari 𝑛.


2. Alurkan 𝐸!"# terhadap 𝑛, kemudian tentukan luas di bawah kurva antara 𝑛 = 0,01
dan 𝑛 = 0,50 (ekstrapolasi).
3. Hitung harga Δ𝐺! dan Δ𝑆!

VI. PERTANYAAN

1. Bagaimana anda menghitung potensial sel pada setiap “tingkat pencampuran”, 𝑛?


Lakukan perhitungan ini dan bandingkan nilai-nilai yang diperoleh dengan nilai-nilai
yang diperoleh secara eksperimen.
2. Berapakah nilai Δ𝐺! dan Δ𝑆! secara teori?
3. Bagaimana dapat anda simpulkan dari data eksperimen bahwa entalpi pencampuran,
Δ𝐻! , mendekati nol?
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan F-2
VII. PUSTAKA

P. W. Atkins and J. de Paula, Physical Chemistry, 8th ed., Freeman, New York
(2006). Halaman 592-597.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan praktikum
2. Tugas pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
PENENTUAN VOLUM MOLAR PARSIAL

I. TUJUAN
Menentukan volum molar parsial larutan Natrium Klorida sebagai fungsi rapat massa.

II. LATAR BELAKANG TEORI


Variabel termodinamika dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: variable
ekstensif dan variable intensif. Kedua variabel tersebut secara matematis dapat
dinyatakan sebagai fungsi homogeny berderajat n, dengan ungkapan :
𝒇 𝜶 𝑵𝟏 , 𝜶 𝑵𝟐 , … , 𝜶 𝑵𝒊 = 𝜶𝒏 𝒇 (𝑵𝟏 , 𝑵𝟐 , … … , 𝑵𝒊 )

Dengan α, n ialah tetapan dan Ni ialah banyaknya mol komponen I yang ada di dalam
suatu system. Jika fungsi homogen tersebut didiferensiasi akan dihasilkan :

𝑵𝟏 𝝏𝒇 𝝏𝒇
𝝏𝑵𝒊 + 𝑵𝟐 𝝏𝑵𝟐 + ⋯ = 𝒏 𝜶𝒏!𝟏 𝒇 𝑵𝟏 , , … , 𝑵𝒊
𝑵𝒋 ! 𝑵𝒋 ! 𝑵𝟐
𝟏 𝟏

Untuk α = 1, maka :

𝑵𝟏 𝝏𝒇 𝝏𝒇
+ 𝑵𝟐 𝝏𝑵𝟐 + ⋯ = 𝒏 𝒇 𝑵𝟏 , , … , 𝑵𝒊
𝝏𝑵𝒊 𝑵𝒋 !𝟏
𝑵𝒋 ! 𝑵𝟐
𝟏

Persamaan ini dikenal sebagai Teorema Euler untuk fungsi homogen berderajat n.
Terdapat tiga sifat termodinamika molar parsial yaitu:

1. Volum molar parsial dari komponen-komponen dalam larutan.

2. Entalpi molar parsial.

3. Energi bebas molar parsial.

Sifat-sifat molar parsial ini dapat ditentukan dengan beberapa cara diantaranya
metoda grafik, metoda analitik, metoda molar nyata, dan metoda intersep. Dari
ketiga kuantitas molar parsial di atas yang akan ditentukan dalam percobaan ini
adalah Volum molar parsial larutan NaCl sebagai fungsi konsentrasi melalui
pengukuran rapat massa. Secara matematis, sifat molar atau molal parsial
didefinisikan sebagai :
𝝏𝑸
𝑸! = 𝝏𝒏 (1)
𝑷,𝑻,𝒏𝒋 !𝒏𝒊

Dengan Q ialah kuantitas ekstensif, N ialah banyaknya mol komponen I, dan 𝑄! ialah
sifat molar parsial komponen i. Arti fisik besaran molar 𝑄! adalah kenaikan, (Δ),
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
besaran termodinamika Q yang diamati bila satu mol senyawa I ditambahkan ke
dalam suatu system yang besarnya sedemikian rupa sehingga penambahan tersebut
tidak akan mengubah komposisi sitem. Penentuan kuantitas volum molar parsial yang
diturunkan dari Teorema Euler untuk larutan biner pada suhu dan tekanan konstan
hanya bergantung pada jumlah mol dari kedua komponen.
𝑽 = 𝑽 (𝒏𝟏, 𝒏𝟐) (2)

Ungkapan ini adalah fungsi homogen berderajat 1, yang memiliki arti jika n 1 dan n2
diperbesar dua kali maka V akan menjadi dua kali lebih besar. Penerapan Teorema
Euler pada Persamaan (2) menghasilkan :
𝝏𝑽 𝝏𝑽
𝑽 = 𝒏𝟏 𝝏𝒏𝟏 + 𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟐 (3)
𝒏𝟐,𝑻,𝑷 𝒏𝟏,𝑻,𝑷

atau
𝑽 = 𝒏 𝟏𝑽𝟏 + 𝒏 𝟐 𝑽𝟐 (4)

Secara umum dapat


ditulis
𝑽= ~
𝒊!𝟏 𝒏𝒊 𝑽! (5)

Dengan 𝑉!dan 𝑉! berturut-turut adalah volum molar parsial dari komponen 1 dan
komponen 2. Diferensiasi total dari Persamaan (2) pada kondisi suhu dan tekanan
tetap adalah :

𝒅𝑽 = 𝝏𝑽
𝒅𝒏𝟏
𝝏𝑽
𝒅𝒏𝟐 (6)
𝝏𝒏𝟏 𝝏𝒏𝟐
𝑻,𝑷,𝒏𝟐 𝑻,𝑷,𝒏𝟏
+

𝒅𝑽 = 𝑽𝟏𝒅𝒏𝟏 + 𝑽𝟐𝒅𝒏𝟐 (7)

Diferensiasi dari Persamaan (4) menghasilkan persamaan sebagai berikut :


𝒅𝑽 = 𝒏𝟏𝒅𝑽𝟏 + 𝑽𝟏𝒅𝒏𝟏 + 𝒏𝟐𝒅𝑽𝟐 + 𝑽𝟐𝒅𝒏𝟐 (8)

Dengan mensubstitusi Persamaan (7) ke dalam Persamaan (8) menghasilkan


persamaan sebagai berikut

𝒏𝟏𝒅𝑽𝟏 + 𝒏𝟐𝒅𝑽𝟐 = 𝟎 (9)

Persamaan (9) ini dikenal sebagai Persamaan Gibbs-Duheim untuk system biner yang
dapat dituliskan dalam bentuk fraksi mol sebagai berikut :

𝒅𝑽𝟏 = 𝒙𝒙
𝒅𝑽 (10)
𝒙𝟐!𝟏

Dari Persamaan (10) dapat disimpulkan bahwa jika 𝑉! diketahui sebagai fungsi !!
!!
LABORATORIUM KIMIA FISIK
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
maka nilai 𝑉! dapat ditentukan.

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
A. Penentuan volum molar parsial dengan metoda grafik

Dengan menggunakan metoda grafik, volume V dialurkan sebagai fungsi dari


komposisi larutan. Volume larutan diukur pada variasi penambahan jumlah suatu
komponen yang sudah ada dalam system dengan tetap mempertahankan komposisi
total semua komponen peyusunnnya. Volum molar parsial komponen ini tidak
bergantung pada konsentrasi jika aluran dua variabel itu menghasilkan suatu garis
linier sehingga besarnya volum molar parsial dari komponen yang ditambahkan itu
sama dengan gradient garis tersebut. Jika aluran V terhadap komposisi tidak linier
maka,
𝜟𝑽
𝑽𝒊 = 𝐥𝐢𝐦𝜟𝒏→𝟎 𝜟𝑽
= 𝜟𝒏𝟏 (11)
𝜟𝒏𝟏
𝑻,𝑷,𝒏𝒋 !𝟏 𝑻,𝑷,𝒏𝒋 !𝟏

Untuk keadaan ini volume molar parsial komponen tersebut dapat diperoleh berupa
!"
intersep pada !"! terhadap 𝑛!, 𝑛! → 0 adalah 𝑉!.
aluran

B. Penentuan volum molar parsial dengan metoda analitik

Jika sifat ekstensif dapat dinyatakan sebagai fungsi aljabar dari komposisi sistem,
maka sifat molar parsial dapat dihitung secara analitik. Dengan mengintegrasikan
Persamaan (10) diperoleh hasil sebagai berikut :
𝒙𝟐 𝝏𝑽𝟐 𝒅𝒙𝟐 + 𝑪𝟏 (12)
𝑽
𝒊 = 𝒙𝟐!𝟏 𝒙𝟐

Konstanta integrasi, C1 dapat ditentukan dengan cara pendekatan yaitu sebagai volum
molar dari komponen 1 murni. Untuk 𝑥! → 0 berarti komponen 1 murni, maka
𝑉! = 𝑉!! = 𝐶! dengan 𝑉!! ialah volum molar pelarut murni.

C. Penentuan volum molar parsial dengan metoda volum molar nyata

Volum molar parsial dapat juga ditentukan dengan menggunakan suatu fungsi
volum molar nyata, yang didefinisikan sebagai berikut :

𝑽!𝒏𝟏𝑽𝟏 (13)
𝝓= 𝒏𝟐

dengan 𝜙 ialah volum molar nyata dan 𝑉!! ialah volum molar parsial komponen
murni. Untuk sistem biner, Persamaan (13) dapat dituliskan sebagai berikut :

𝑽 = 𝒏𝟐𝝓 + 𝒏𝟏𝑽𝟏𝝓

Sehingga diperoleh,
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
𝝏𝑽 𝝏𝝓
𝑽𝟐 = 𝝏𝒏𝟐 = 𝝓 + 𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟐 (14)
𝒏𝟏 𝒏
𝟏

Dan
𝝏𝑽
𝑽𝟏 = 𝝏𝒏𝟏 = 𝑽𝟏𝝓 + 𝝏𝝓 (15)
𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟏𝒏𝟐
𝒏𝟐

Berdasarkan Teori Debye-Huckel untuk larutan elektrolit encer, Persamaan


(14) dan (15) dapat dimodifikasi dengan ungkapan sebagai berikut :

𝑽𝟐 = 𝝓 + 𝒏𝟐𝝏𝝓 𝟑 𝒏𝟐𝝓𝝏
𝟐𝝏 𝒏𝟐 = 𝝓𝒐 𝟐𝝏 𝒏𝟐 (16)
𝒏𝟏 𝒏𝟏
+
𝟑 𝝏𝝓 𝟑 𝝏𝝓
dan 𝑽𝟏 = 𝑽𝟏𝝓 + 𝒏 𝟐 𝟐 𝝓
𝒏 𝟐 (17)
𝟐 𝝏 𝒏𝟏 𝒏
= 𝑽𝟏 −𝟓𝟓,𝟓𝟏𝑿 𝟐
𝝏 𝒏𝟐 𝒏
𝟐
𝟐 𝟏

dengan 𝜙! adalah volum molar nyata hasil ekstrapolasi ke konsentrasi → 0.

Dengan mengalurkan nilai


𝑉! terhadap 𝑛! ! akan diperoleh garis lurus. Dari koefisien
!
!"
arah, ! !! dan harga 𝜙! maka 𝑉! dan 𝑉! dapat dihitung.

D. Penentuan volum molar parsial dengan metoda intersep

Suatu besaran baru, yaitu harga rata-rata dari volume molar campuran per mol
didefinisikan sebagai berikut :
𝑽= 𝑽
(18)
𝒏𝟏!𝒏𝟐

Atau dapat didefinisikan juga sebagai berikut:


𝝏𝑽 𝝏𝑽
𝑽𝟐 = 𝝏𝒏𝟐 = 𝑽 + 𝒏𝟏 + 𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟐 (19)
𝒏𝟏 𝒏𝟏

Persamaan (19) dapat disusun ulang dalam bentuk :


𝝏𝑽
𝑽𝟐 = 𝑽 − 𝑿𝟏 𝝏𝑿𝟏

Nilai V dialurkan terhadap 𝑋!, intersep pada 𝑋! → 0 menghasilkan nilai 𝑉! dan pada
𝑋! → 1 menghasilkan nilai 𝑉! . Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan metode ini dapat ditentukan nilai 𝑉! dan 𝑉! secara serentak.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
E. Penentuan Volum Molar 𝜙

Dari Persamaan (4), volume total dari sejumlah larutan yang mengandung
1000 gram air (55,51 mol) dan m mol zat terlarut dinyatakan dengan persamaan
berikut :
𝑽 = 𝒏𝟏𝑽𝟏 + 𝒏𝟐𝑽𝟐 = 𝟓𝟓, 𝟓𝟏𝑽𝟏 + 𝒎𝑽𝟐 (20)

Dengan indeks 1 untuk pelarut dan 2 untuk zat terlarut. Jika diketahui 𝑉!! adalah
volum molar air murni.
𝟏𝟖,𝟎𝟏𝟔 = 𝟏𝟖, 𝟎𝟔𝟗 𝒄𝒎𝟑 𝒎𝒐𝒍!𝟏 (pada 25oC) (21)
𝑽𝜽 =
𝟏 𝟎,𝟗𝟗𝟕𝟎𝟒

Persamaan volum molar nyata, 𝜙 dapa didefinisikan sebagai berikut,


𝟏
𝝓= 𝒎 𝑽 − 𝟓𝟓, 𝟓𝟏𝑽

𝜽
(22)

dengan 𝑽= 𝟏𝟎𝟎𝟎!𝒎𝑴𝟐
𝒅 𝒄𝒎𝟑 (23)
dan 𝒏 𝟏𝑽𝜽 = 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝒄𝒎𝟑 (24)
𝟏 𝒅𝟎

Dengan d dan do berturut-turut adalah rapat massa dari larutan dan pelarut murni,
sedangkan M2 adalah massa molekul zat terlarut.
Dengan mensubstitusi Persamaan (23) dan (24) ke dalam Persamaan (25)
diperoleh :
𝟏 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝝓= (𝒎𝟐 − 𝒙 𝒅!𝒅𝟎 (25)
𝒅 𝒎 𝒅𝟎

𝟏 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝝓= (𝒎𝟐 − 𝒙 𝒘!𝒘𝟎 (26)
𝒅 𝒎 𝒘𝟎!𝒘𝒆

Dengan we , wo , dan w berturut-turut ialah massa piknometer kosong, massa


piknometer + massa air dan massa piknometer + massa larutan. Dari Persamaan (26)
dapat disimpulkan bahwa Persamaan tersebut lebih baik dibandingkan dengan
Persamaan (25) karena dapat menghindari kesalahan yang diakibatkan oleh perbedaan
rapat massa (hasil pengukuran) yang sangat kecil.

III. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Piknometer 25 ml 1 buah

Gelas ukur 50 ml 5 buah

Gelas Kimia 100 ml 5 buah


PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
Gelas Kimia 1000 ml 1 buah

Pipet ukur 1 ml 1 buah

Pipet ukur 5 ml 1 buah

Pipet volum 5 ml 3 buah

Pipet volum 10 ml 3 buah

Batang pengaduk 1 buah

Botol semprot 250 ml 1 buah

Pipet tetes 1 buah

IV. ZAT KIMIA YANG DIGUNAKAN


Air suling (aqua DM), Larutan NaCl 3M dan Larutan MgCl2 3M

V. CARA KERJA
1) Buat 5 macam konsentrasi larutan NaCl dan MgCl 2 dari larutan yang telah
disediakan.
2) Timbang piknometer kosong.
3) Isi piknometer sampai penuh dengan larutan yang akan diukur rapat massanya,
jangan ada udara di dalam kapiler piknometer!
4) Gantungkan piknometer di dalam termostat pada suhu 30oC, posisikan agar
seluruh bagian piknometer berada dibawa permukaan air selama ± 15 menit. Hati-
hati jangan sampai air dalam termostat masuk ke dalam piknometer (mengapa?)
5) Amati permukaan larutan di dalam piknometer harus masih tetap penuh. Jika
berkurang, tambahkan larutan selama piknometer masih di dalam termostat.
6) Keluarkan piknometer dari termostat dan cepat keringkan dengan kertas saring,
kemudian timbang piknometer tersebut dengan menggunakan neraca analitis.
7) Lakukan pengerjaan 2 s/d 6 di atas untuk penentuan rapat massa air, larutan NaCl
dan larutan MgCl2 yang telah dibuat pada pengerjaan 1.

VI. TUGAS
1) Tentukan rapat massa air dan larutan-larutan NaCl yang ditugaskan oleh asisten.
2) Buatlah data pengamatan percobaan Saudara dalam Tabel sebagai berikut :

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
We =...............................gram
Wo =...............................gram
d (30oC) =...............................g/cm3
Nomor Konsentrasi NaCl ,
W (gram) M1/2 M3/2 𝝓
Larutan M1

3) Buatlah kurva Antara 𝜙 dengan m1/2 !

4) Tentukan dari grafik koefisien arah! !


!" !!! dan harga 𝜙!

5) Hitung 𝑉 ! pada suhu 30oC


6) Hitung 𝑉! dan 𝑉! pada berbagai konsentrasi

VII. PERTANYAAN
1) Mengapa dalam penentuan volum molar parsial dengan piknometer harus
menggunakan termostat?
2) Selama piknometer direndam didalam termostat selama ± 15 menit, mengapa anda
harus melakukan penambahan larutan ke dalam piknometer?
3) Mengapa variabel suhu, tekanan dan volume harus dijaga konstan?

VIII. TUGAS PENDAHULUAN


1) Apa yang dimaksud dengan volum molar parsial?
2) Apakah perbedaan antara volum molar parsial dan volum molar spesifik?
3) Sebutkan dan jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi nilai volum molar
parsial?
4) Apakah yang dimaksud dengan variabel intensif dan variabel ekstensif?
Berikanlah contoh dari kedua variabel tersebut!
5) Buktikan Persamaan (10), (16), (17), (20), (23), (24) dan (26)!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. P.W. Atkins. 2010. “Physical Chemistry” 9th. Ed. Pp. 157-167. Oxford University
2. Dessauges,G., Miljevic, N., Hook, W.A.V. “Isotope effect in aqueous system.
Partial molar volumes of sodium chloride/water and sodium chloride/water-d2
solutions at 15, 30, and 45 degree.C. Journal of physical chemistry. 1980. 84 (20).
2587-2595.
3. Palmer, D.S., Frolov, A.I., Ratkova, E.L., Fedorov, M.V. Towards a universal
method for calculating hydration free energies: a 3D reference interaction site
model with partial molar volume correction. J. Phys.: Condens. Matter. 2010, 22,
492101.
4. Marcus, Y. The Standard Partial Molar Volumes of Ions in Solution. Part 5. Ionic
Volumes in Water at 125–200 °C. J. Phys. Chem. B. 2012, 116(42), 7232-7239.

JANGAN LUPA MEMBAWA


1. Buku catatan praktikum
2. Tugas pendahuluan
3. Jas laboratorium
4. Laporan sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai