.)
3(181781 35$.7,.80
.,0,$ ),6,.$ (.,-2241)
(1(5*(7,.$ .,0,$
3 5 2*5$0 678',
LABORATORIUM KIMIA FISIK
.,0,$
)M $STU.D8I K/IM7IA$– 6FMI0PA$IT7B (0$7,.$ '$1 ,/08
PROGRA
3(1*(7$+8$1 $/$0
,167,787 7(.12/2*, %
$1'81*
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum
Setiap praktikan yang melakukan praktikum Kimia Fisika wajib mentaati semua peraturan
yang berlaku di Laboratorium Kimia Fisika (LKF) Program Studi Kimia ITB. Praktikan yang
tidak mentaati tata tertib praktikum ini akan dikenakan sanksi yang dapat berpengaruh pada
nilai praktikum yang merupakan syarat utama kelulusan dalam mata kuliah Kimia Fisika.
I. PENDAFTARAN
1. Pada awal semester, calon praktikan yang akan melakukan praktikum Kimia Fisika harus
mendaftarkan diri secara daring pada waktu yang telah ditentukan.
2. Pada saat pendaftaran ini calon praktikan mengisi data peserta praktikum dan
melengkapinya dengan foto terbaru.
3. Setiap praktikan wajib mengikuti pengarahan praktikum, tata tertib, dan keselamatan
kerja di laboratorium yang diberikan oleh Dosen Pemimpin Kelompok Praktikum.
4. Keterlambatan dalam pendaftaran sebagai peserta praktikum atau tidak hadir dalam
pengarahan di atas tanpa alasan yang sah, dapat menyebabkan ditolaknya sebagai peserta.
III. KEHADIRAN
1. Praktikan diwajibkan hadir tepat waktu di laboratorium.
2. Praktikan yang terlambat tanpa alasan yang sah dianggap absen dan tidak diizinkan
melakukan praktikum.
3. Pengisian daftar kehadiran dilakukan dua kali, yaitu:
a. Menjelang praktikum dimulai.
b. Pada akhir periode praktikum.
4. Praktikan yang tidak mengisi daftar kehadiran dianggap tidak melakukan praktikum.
5. Kehadiran praktikum minimal 80% (7 modul).
LABORATORIUM KIMIA FISIK
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum
V. LEMARI PRAKTIKUM
1. Setiap percobaan memiliki lemari tersendiri. Kunci lemari dapat dipinjam dari Petugas
LKF sebelum melakukan praktikum. Peralatan inventaris yang terdapat dalam lemari
harus diperiksa terlebih dahulu sebelum dipergunakan, baik jenis dan jumlahnya maupun
keutuhannya dicocokkan dengan daftarnya. Bila terdapat kekurangan/kerusakan, harus
segera dilaporkan pada Petugas LKF saat itu juga.
2. Selama melakukan percobaan, isi lemari sepenuhnya menjadi tanggung jawab praktikan.
Segala kerusakan/ketidakutuhan peralatan yang dilaporkan sesudah praktikum
berlangsung menjadi tanggung jawab praktikan, dan harus diganti sebelum akhir semester.
Keterlambatan dalam penggantian peralatan ini akan menyebabkan tertahannya nilai
praktikum dan mata kuliah Kimia Fisika.
3. Daftar inventaris lemari tidak boleh dicoret-coret.
4. Selesai melakukan percobaan, kelengkapan isi lemari harus diperiksa kembali oleh
praktikan bersama Petugas LKF. Semua peralatan yang dipinjam harus dikembalikan
dalam keadaan utuh dan bersih.
2. Setiap peminjaman peralatan harus disertai paraf peminjam dan setiap pengembaliannya
harus disertai paraf Petugas LKF yang menerima pengembalian peralatan tersebut. Alat
yang dipinjam harus kembali dalam keadaan utuh dan bersih.
3. Bon peminjaman peralatan tidak boleh dicoret-coret.
kolom-kolom data yang telah dipersiapkan di rumah) yang ditulis tangan dalam
buku jurnal praktikum (tidak boleh ditulis menggunakan pensil).
b. Menjawab pertanyaan tugas pendahuluan yang terdapat dalam petunjuk
praktikum. Jawaban pertanyaan ini harus ditik dalam lembaran kertas berukuran
A-4 yang terpisah dari jurnal praktikum.
3. Tugas-tugas sebelum praktikum harus diserahkan kepada asisten sebelum praktikum
dimulai. Bila tidak dilakukan maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti
praktikum.
X. PENGAMATAN PRAKTIKUM
1. Semua pengamatan harus dicatat dalam buku catatan praktikum dan salinannya pada
kertas pengamatan (rangkap dua). Poin-poin berikut harus dicantumkan pada kertas
pengamatan:
a. Nama dan nomor laboratorium praktikan
b. Judul dan nomor percobaan
c. Tanggal percobaan
d. Nama dan paraf asisten yang bertugas.
2. Kertas pengamatan lembar ke-1 diserahkan kepada asisten yang bersangkutan sedangkan
lembar ke-2 dilampirkan pada laporan praktikum.
PETUNJU K PRAKTIKU M KIMI A FISIK
Tata Tertib Praktikum
Nama :
NIM :
Shift :
Kelompok :
Mengetahui,
No. Modul** Dikumpulkan tanggal
Asisten Pemimpin Praktikum
1
( ) ( )
2
( ) ( )
3
( ) ( )
I. JUDUL PERCOBAAN
(Sudah jelas)
V. CARA KERJA
Diringkas dari petunjuk praktikum dan dibuat dalam kalimat pasif. Tidak
diperkenankan ditulis dalam bentuk diagram alir.
VIII. PEMBAHASAN
Hasil-hasil yang diperoleh dibahas dan dibandingkan dengan yang dilaporkan di
literatur. Hindari menyalahkan alat yang dipakai.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Format Laporan Praktikum
IX. KESIMPULAN
Tuliskan kesimpulan yang dapat dirumuskan dari hasil percobaan yang diperoleh
dan dikaitkan dengan teori/literatur yang dipelajari.
X. SARAN
Bila ada, saran berisi masukan yang dapat memperbaiki atau mengembangkan
percobaan yang dilakukan.
LAMPIRAN
Jawaban pertanyaan
Data dari literatur
Dll.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan A-1
TERMOKIMIA
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kalor pembakaran naftalena dan parafin cair dengan parr Adiabatik
Kalorimeter Bom.
Hasil reaksi
pada suhu T
VI. PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan ΔU dan ΔH?
2. Mengapa ΔU pada persamaan (1) sama dengan nol?
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan A-1
3. Turunkan persamaan (5)!
4. Perkirakan kalor pembakaran naftalena dari energi ikatan dan data lain yang
diperoleh dari literatur.
I. TUJUAN
Menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan suatu zat dengan menggunakan
kalorimeter.
𝑪𝟎 (𝑪 ! 𝑫 ! 𝑺) 𝒅𝑻 𝑪𝟎 𝑪 ! 𝑫 ! 𝑺
ΔH
(𝐓𝟎 – 𝐓𝟏=
To
) ΔH = = (5)
𝒏 𝒏
V. CARA KERJA
A. Pengukuran Suhu
Baik dalam penentuan kapasitas kalorimeter maupun dalam penentuan kalor
reaksi, koreksi suhu akhir T1 harus dilakukan. Bila kedua pereaksi merupakan cairan
(larutan), pengamatan suhu dilakukan sebagai berikut:
1) Celupkan termometer ke dalam cairan yang telah dituangkan ke dalam kalorimeter
dan baca suhu pada menit pertama.
2) Celupkan termometer ke dalam larutan lainnya dan baca suhu pada menit ke-2.
Selanjutnya celupkan dan baca termometer itu di kedua larutan silih berganti.
Dengan demikian diperoleh pembacaan suhu kalorimeter pada menit ke 1, 2, 3, 5,
7, 9, dan suhu larutan lainnya pada menit ke 2, 4, 6, 8, 10.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-1
3) Pada menit ke-11, campurkan kedua larutan sambil diaduk. Pembacaan suhu
campuran reaksi dilakukan tiap menit berikutnya sampai sekurang-kurangnya 15
menit lagi.
4) Suhu akhir T1 dan kedua suhu awal T0 diperoleh dengan ekstrapolasi linear ke saat
pencampuran yaitu menit ke-11.
5) Jika salah satu zat pereaksi merupakan padatan, maka pembacaan suhunya cukup
dilakukan sekali sebelum dicampurkan. Perlu diperhatikan bahwa volume
kalorimeter yang dipakai dalam penentuan kapasitas kalorimeter dan kalor reaksi
harus sama.
VI. TUGAS
1) Tentukan kapasitas kalorimeter dan kalor reaksi yang telah ditetapkan asisten.
2) Lakukan perhitungan selengkap-lengkapnya.
3) Hitung kalor reaksi pada suhu awal efektif.
4) Hitung kalor reaksi pada suhu akhir.
5) Kalor jenis larutan pada berbagai konsentrasi dapat diperoleh secara langsung atau
secara intrapolasi di literatur.
VII. PERTANYAAN
1) Mengapa koreksi pada suhu akhir dengan ekstrapolasi ke saat pencampuran hanya
dapat dilakukan pada reaksi yang cukup cepat?
2) Mengapa kapasitas kalorimeter tergantung pada volume yang dipakai?
3) Bagaimana efek konsentrasi asam terhadap harga kalor penetralan asam lemah?
Mengapa demikian?
1) Koga, N., Shigedomi, K., Kimura, T., Tatsuoka, T., Mishima, S. Neutralization and
Acid Dissociation of Hydrogen Carbonate Ion: A Thermochemical Approach. J.
Chem. Educ. 2013. 90, 637-641.
2) Sedlmeier, F., Netz, R.R. Solvation Thermodynamics and Heat Capacity of Polar and
Charged Solutes in Water. J. Chem. Phys. 2013. 138, 115101.
3) Valle, J.M., Fuente, J.C., Srinivas, K., King, J.W. Correlation for the variations with
temperature of solute solubilities in high temperature water. Fluid Phase Equilibria .
2011. 301, 206-216.
I. TUJUAN
Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan menentukan kalor pelarutan
diferensial.
K = 𝒂𝒛 = 𝒂𝒛 = 𝜸.𝒎𝒛 (2)
!
𝒂𝒛 �
𝝏 𝑰𝒏 𝑲 ∆𝑯°
𝝏𝑻 P = 𝑹𝑻² (3)
𝝏 𝑰𝒏 𝜸𝒛𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔
P= (4)
𝝏𝑻 𝑹𝑻²
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2
∆𝐻!" : kalor pelarutan diferensial pada konsentrasi jenuh
Selanjutnya persamaan (4) dapat diuraikan menjadi,
𝝏 𝑰𝒏 𝜸𝒛𝒎𝒛 𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔
𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 . 𝝏𝑻 = 𝑹𝑻²
𝝏 𝑰𝒏 𝜸𝒛
+𝟏 𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔 (5)
𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 𝝏𝑻 = 𝑹𝑻²
𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔
= (6)
𝝏𝑻 𝑹𝑻²
𝝏 𝑰𝒏 𝒎𝒛 ∆𝑯𝒅𝒔 (7)
𝝏𝟏𝑻
= 𝟐,𝟑𝟎𝟑
- 𝑹
Dengan demikian ∆𝐻!" dapat ditentukan dari arah garis singgung pada kurva log
𝑚! terhadap 1 𝑇. Apabila ∆𝐻!" tidak bergantung pada suhu, maka grafik log 𝑚!
terhadap 1 𝑇 akan linier dan integrasi persamaan (7) antara suhu T1 dan T2
menghasilkan:
𝒎𝒛 𝑻 𝟐 ∆𝑯𝒅𝒔 𝑻𝟐!𝑻𝟏
log = = (8)
𝒎𝒛 𝑻𝟏 𝟐,𝟑𝟎𝟑 𝑹 𝑻𝟐 𝑻 𝟏
V. CARA KERJA
1) Buat ± 50 mL atau setengah tabung reaksi sedang dari larutan jenuh zat yang
ditugaskan, sebagai berikut:
Isikan air ke dalam tabung hingga kurang lebih sepertiga, panaskan hingga kira-
kira 60℃, larutkan zat yang ditugaskan sampai larutan menjadi jenuh (zat bersisa
dan tidak larut lagi).
2) Masukkan tabung sedang (A) yang berisi larutan jenuh itu ke dalam tabung
selubung (B), dan masukkan B ke dalam gelas kimia yang berisi air pada suhu
kamar.
3) Lengkapi tabung A dengan batang pengaduk lingkar C dan termometer D, lihat
gambar.
4) Aduk terus larutan di tabung A. Apabila suhu menurun sampai 40℃, pipetlah 10
mL larutan dan encerkan hingga 100 mL.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan B-2
5) Lakukan pengambilan yang serupa pada 30℃, 20℃, dan 10℃ (diperlukan es
untuk mencapai suhu 20℃ dan 10 ℃). Ujung pipet volume perlu dibungkus
dengan kertas saring agar zat padat tidak memasuki pipet ketika pemipetan
dilakukan.
6) Titrasi keempat larutan itu.
VI. TUGAS
1) Tentukan kelarutan zat yang ditugaskan asisten pada keempat suhu yang telah
disebutkan tadi!
2) Hitunglah kalor pelarutan rata-rata pada trayek, suhu 10℃ sampai dengan 20℃,
20℃ sampai dengan 30℃ dan 30℃ sampai dengan 40℃!
3) Buat grafik logaritma kelarutan terhadap ,1-𝑇. dan tentukan kalor pelarutan
zat berdasarkan grafik tersebut!
VII. PERTANYAAN
1) Pencuplikan untuk menentukan kelarutan di sini dilakukan dari suhu tinggi ke
suhu rendah. Bagaimana pendapat anda jika pencuplikan itu dilakukan dengan
arah berlawanan yaitu dari suhu rendah ke suhu tinggi?
2) Dalam integrasi persamaan Van’t Hoff diandaikan bahwa ∆H tidak bergantung
pada suhu. Bagaimana bentuk persamaannya bila kalor pelarutan merupakan
fungsi kuadrat dari suhu ?
∆H = A + BT + CT2 dengan A, B dan C tetapan.
IX. PUSTAKA
Deng, Y., Husson, P., Delort, A., Hoggan, P., Sancelme, M., Gomes, M.F.C. Influence of
an Oxygen Functionalization on the Physicochemical Properties of Ionic Liquids: Density,
Viscosity, and Carbon Dioxide Solubility as a Function of Temperature. J. Chem. Eng.
Data. 2011, 56(11), 4194-4202.
I. TUJUAN
Menentukan tetapan pengionan indikator metil merah secara spektrofotometri.
I ( HMR (merah))
OH- H+
-
OOC
N
N N
(H3C)2
II (MR- (kuning))
(1)
Reaksi pengionan metil merah di atas dapat dinyatakan oleh persamaan sederhana,
(2)
HMR H+ + MR-
𝐊𝐚 = 𝐇! 𝐌𝐑! (3)
𝐇𝐌𝐑
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1
Yang dapat diubah
menjadi,
!"! (4)
pK! = pH − !"#
log
Dalam mentukan pKa, dapat melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Menentukan panjang gelombang maksimum HMR (λA) dan MR- (λB) pada
spektrum serapan HMR dan MR- (Gambar 1).
V. CARA KERJA
1) Pembuatan larutan baku metil merah. Setengah gram metil merah kristal dilarutkan
dalam 300 ml etanol 95% kemudian diencerkan hingga tepat 500 ml dengan air suling.
2) Pembuatan larutan standar metil merah. 10 ml larutan stok (persediaan) ditambahkan
ke dalam 50 ml etanol 95% dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan air
suling hingga tepat 100 ml.
3) Spektrum absorbsi bentuk asam, HMR ditentukan dalam larutan asam klorida, 5 ml
larutan standar +10 ml HCl 0,1M dan diencerkan hingga tepat 100 ml.
4) Spektrum absorbsi bentuk basa, MR- ditentukan dalam larutan natrium hidroksida, 10
ml larutan standar + 25 ml NaOH 0,04 M dan diencerkan hingga tepat 100 ml.
5) Untuk kedua larutan asam dan basa di atas tentukan absorbansinya pada berbagai
panjan gelombang mulai dari 400 hingga 550 nm. Untuk memudahkan pengukuran,
air suling digunakan sebagai sel pembanding. Buat kurva A terhadap λ dan pilih λ 1
dan λ2 yang tepat untuk menganalisis campuran bentuk asam dan bentuk basa.
6) Untuk menguji terpenuhinya hukum Lambert-Beer dan menentukan nilai-nilai indeks
absorbansi molar HMR dan MR- pada λ1 dan λ2, amati absorbansi pada λ1 dan λ2 untuk
berbagai konsentrasi metil merah dalam larutan asam dan basa. Berbagai konsentrasi
larutan dapat diperoleh secara pengenceran dengan menggunakan larutan 0.01N HCl
atau 0.01 N NaOH (pengneceran 2x, 4x, 8x) sehingga mediumnya akan tetap.
7) Untuk menentukan tetapan kesetimbangan ionisasi, dibuat tiga larutan sebagai berikut
yang terdiri atas: 5 ml larutan standar + 25 ml larutan 0,04M Na asetat, kemudian
volumenya tepat dijadikan 100 ml dengan menambahkan :
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-1
a. 0,01 M asam asetat
b. 0,05 M asam asetat
c. 0,10 M asam asetat
8) Tentukan absorbansi dan pH larutan-larutan pada hasil pengerjaan 7.
Catatan: larutan persediaan tidak dibuat oleh praktikan tetapi dibuat oleh analis
laboratorium.
VI. TUGAS
1) Buat sekali lagi spektrum absorbsi bentuk asam dan bentuk basa indikator metil
merah. Tentukan indeks absorbansi bentuk asam dan bentuk basa indikator metil
merah pada λA dan λB dari percobaan Anda .
2) Tunjukkan berlakunya hukum Lambert-Beer pada percobaan Anda.
3) Tentukan konsentrasi masing-masing spesi metil merah dengan menggunakan
persamaan (6) dan (7).
VII. PERTANYAAN
1) Gambarkan secara skematik: spektrofotometer sinar tampak, UV, dan IR. Apakah
sumber cahaya pada ketiga spektrofotometer tersebut?
2) Selain spektrofotometri, metode apalagi yang digunakan untuk menentukan tetapan
kesetimbangan reaksi kimia?
3) Turunkan hubungan antara tetapan kesetimbangan dan suhu!
I. TUJUAN
Iodin sangat rendah kelarutannya dalam air, akan tetapi dalam larutan kalium iodida zat
tersebut larut dengan mudah karena terjadi pembentukan ion kompleks triiodida, 𝐼!, sesuai
!
dengan reaksi,
𝐼! + 𝐼 ! ⇌ 𝐼 !!
Dalam percobaan ini konsentrasi tersebut tidak ditentukan secara langsung melainkan melalui
koefisien distribusi (𝐾!) iodin yang terpartisi dalam air dan kloroform. Air dan CHCl 3 tidak
saling bercampur dan membentuk suatu sistem dua lapisan. Jika ke dalam sistem dimasukkan
iodin, maka zat ini akan terbagi (terdistribusi) dalam dua fasa tersebut. Sedemikian rupa
sehingga harga perbandingan konsentrasi iodin pada fasa air dan fasa kloroform pada suhu
tertentu bernilai tetap, yakni sebesar:
𝐼! !!!!
𝐾 =
𝐼! !! !
!
ALAT:
Botol (atau erlenmeyer) bersumbat 250 mL : 2 buah
Gelas ukur 10, 25, dan 250 mL : masing-masing 1 buah
Pipet seukuran 5 mL dan 25 mL : 1 buah dan 2 buah
Labu erlenmeyer 200 mL : 4 buah
Buret 50 mL : 1 buah
Botol semprot : 1 buah
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-2
BAHAN:
1. Ke dalam dua botol (atau erlenmeyer) 250 mL yang sudah ditandai dengan label A
dan B, berturut-turut masukkan 20 mL larutan jenuh I2 dalam CHCl3 (gunakan gelas
ukur).
2. Masukkan 200 mL air ke dalam botol A dan masukkan 200 mL larutan standar KI 0,1
M ke dalam botol B.
3. Setelah ditutup dengan rapat kedua botol tersebut diguncangkan dengan kuat dan
diletakkan dalam termostat (30 oC) selama 30-60 menit. Sesekali botol-botol itu
dikeluarkan untuk diguncangkan. Catat suhu yang terukur.
4. Setelah tercapai kesetimbangan, ambillah 5 mL larutan dari lapisan CHCl3 yang ada
pada masing-masing botol.
5. Pada masing-masing aliquot yang sudah diambil pada langkah 4, tambahkan 2 g
padatan Kristal KI dan 20 mL air. Kemudian titrasi larutan tersebut dengan larutan
standar natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan amilum (10 mL) sebagai
indicator. (Catatan: Indikator ini baru ditambahkan menjelang akhir titrasi pada saat
larutan berwarna kuning pucat).
6. Ambil 50 mL larutan dari lapisan air pada botol A dan titrasi juga menggunakan
larutan standar natrium tiosulfat. Lakukan hal yang sama untuk 25 mL larutan yang
diambil dari botol B.
V. PERHITUNGAN
Jika V1 = Volume larutan tiosulfat yang dihabiskan untuk 50 mL lapisan CHCl3 (dalam botol
A) sedangkan V2 = Volume larutan tiosulfat yang dihabiskan untuk 50 mL lapisan air (dalam
botol A), maka koefisien distribusi dapat dinyatakan sebagai:
𝐼 𝑉!
𝐾! = !𝐼! !!! !
=
!! ! 𝑉!
Perhitungan konsentrasi I2, I-, dan I3- (dalam lapisan air botol B) dapat dilakukan sebagai
berikut:
Dapat ditunjukkan bahwa 1 mL Na2S2O3 0,02 M ekivalen dengan 1×10!! mol I2.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan C-2
Titrasi dari lapisan air memberikan konsentrasi total iodin (sebagai I2 dan I3-) sebesar 𝑥
mol/L.
Kemudian dengan menggunakan koefisien distribusi dan konsentrasi I 2 dalam CHCl3 (dalam
botol B) dapat ditentukan konsentrasi I2 bebas dalam lapisan air, yakni sebesar 𝑦 mol/L.
Dengan demikian dapat diperoleh:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas sekarang dapat dihitung tetapan kesetimbangan 𝐾!,
sebagai berikut:
𝐾! = 𝑥−𝑦
𝑦(0,1 − 𝑥 + 𝑦)
1. Cari dari literatur berapa nilai Kc untuk reaksi I2 + I- ⇌ I3- pada suhu 30, 31, dan 32 °C!
2. Jelaskan perbedaan antara KD dan Kc!
3. Dalam praktikum ini, mengapa kita memerlukan nilai KD untuk menentukan nilai Kc!
4. Apakah memungkinkan untuk langsung menentukan nilai Kc tanpa menentukan nilai KD
terlebih dahulu? Jelaskan!
1. N. Levine, Physical Chemistry, 6th ed., sec. 10.6, McGraw-Hill, New York
(2009).
2. D. A. Skoog, D. M. West, and F. J. Holler, Fundamentals of Analytical
Chemistry, 7th ed., Harcourt College, Fort Worth, TX (1996).
3. M. N. Ackermann, J. Chem. Educ. 55, 795 (1978).
4. S. C. Petrouic and G. M. Bodner, J. Chem. Educ. 68, 509 (1991).
I. TUJUAN
1) Menentukan keaktifan pelarut dan zat terlarut dengan menggunakan data
penurunan titik beku (D-1).
2) Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data kenaikan titik
didih (D-2).
Gambar 1. Perubahan potensial kimia pelarut dengan adanya kehadiran zat terlarut.
Ruas kanan persamaan (9) dapat diperoleh dengan integrasi ruas kanan persamaan (4)
pada P tetap dengan lintasan yang dipilih sebagai berikut:
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
!!
!!
− 𝑆!,! 𝑥 = 0 𝑑𝑇 + 𝜕𝜇!
! 𝑑𝑥!
𝜕𝜇! !!, !
!! ! !
!!
! !""" !!!!
≈ !!!
akan diperoleh,
!"""
𝟐
𝑴𝟏𝑹𝑻
∆𝑻𝒇 = 𝟏 𝒎 = 𝑲𝒇𝒎 (13)
𝟏𝟎𝟎𝟎∆𝑯
𝒇
Dengan cara yang sama dapat diturunkan pula kenaikan titik didih sebagai,
𝟐
𝑴𝟏𝑹𝑻
∆𝑻𝒃 = 𝟏 𝒎 = 𝑲𝒃𝒎 (14)
𝟏𝟎𝟎𝟎∆𝑯
𝒗
Bila larutan bersifat jauh dari ideal, persamaan (13) dan (14) tidak dapat
digunakan. Karena itu, keaktifan pelarut harus dihitung melalui integrasi persamaan
(11): ∆𝑯𝒇 sepanjang trayek 𝑇! sampai 𝑇!. Hasil integrasi dan penggantian harga-harga
numeriknya adalah sebagai berikut:
Benzena : ln = −6,68. 10!! ∆𝑇! − 2,6. 10!! ∆𝑇! !
(15)
𝑎!
!
= −9,69. 10!! − 5,1. 10!! (16)
Air : ln 𝑎! ∆𝑇! ∆𝑇!
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
Keaktifan zat terlarut a2 didapat dengan menggunakan persamaan Gibbs-
Duheim sebagai berikut:
𝒏𝟏 𝐝 𝐥𝐧 𝒂𝟏 + 𝒏𝟐 𝐝 𝐥𝐧 𝒂𝟐 = 𝟎 (17)
Keaktifan zat terlarut dapat dinyatakan sebagai,
𝒂𝟐 = 𝜸 𝟐 𝒎 𝟐 (18)
Untuk keadaan tidak ideal, Bjerrum mendifinisikan koefisien osmosis sebagai berikut,
𝐥𝐧 𝒂𝟏
𝒈 �= 𝐥𝐧 𝒙𝟏 (19)
Bila konsentrasi larutan kecil, maka untuk koefisian osmosis 𝑔!, diperoleh
dengan pendekatan sebagai,
𝒈𝟏 = − 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐥𝐧 𝒂 (20)
𝑴𝟏𝒎𝟐
Dengan mensubtitusikan persamaan (18) dan (19) kedalam persamaan (17) kemudian
diintegrasi akan menghasilkan,
𝒎 (𝟏!𝒈𝟐)
𝐥𝐧 𝜸𝟐 = 𝟏 − 𝒈𝟏 𝒅𝒎𝟐 (21)
+
𝟎 𝒎𝟐
V. CARA KERJA
D.1 Penurunan titik beku
1) Bersihkan alat titik beku dan keringkan.
2) Masukan sejumlah pelarut dalam alat titik beku. Catat berapa gram pelarut yang
dimasukan kedalam alat tersebut.
3) Pasang termometer Beckman beserta batang pengaduk pada tabung reaksi sedang
dan masukan tabung reaksi sedang ke dalam tabung reaksi besar, dan celupkan
sebagian besar tabung reaksi besar pada termos yang yang telah diisi.
4) Aduk perlahan-lahan zat tersebut agar jangan sampe membeku, lihat raksa apakah
masih direservoir atas kurang dari 1˚ di atas sumbat atau malah dibawah sumbat.
Bila salah satu ini terjadi, maka mintalah termometer untuk diset kembali dan
pekerjaan diulang lagi dari no. 1.
5) Amati suhu dan bilamana air raksa sudah mencapai ∆ 0, maka stopwatch
dihidupkan dan catat suhu untuk setiap 30 detik. Suhu akan menurun dan
kemudian konstan.
6) Hentikan pengamatan bila suhu tetap selama pengamatan. Ada fluktuasi disekitar
harga tertentu dapat terjadi. Pastikan dengan melihat bahwa pelarut keruh karena
membeku. Keluarkan tabung reaksi sedang dari perangkat.
7) Timbang secara teliti zat terlarut yang akan digunakan. Masukan sejumlah zat
terlarut kedalam pelarut, usahakan melarutkannya dengan pengaduk.
8) Lakukan langkah 5-7 diatas.
9) Tambah zat terlarut lagi bila dikehendaki dan lakukan pengamatan dengan cara
yang sama. (perhatikan bahwa sebaiknya konsentrasi zat terlarut tidak melebihi 3
molal).
D.2 Kenaikan titik didih
1) Bersihkan alat cottrel termasuk bagian-bagian yang akan berada didalam alat.
2) Pasanglah alat tersebut dengan petunjuk asisten.
3) Masukan 3-5 batu didih yang baru.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
4) Masukan sejumlah pelarut kedalam alat hingga bagian corong terbalik terendam.
Hitung berapa gram pelarut yang dimasukan dengan menimbang sisa yang tidak
digunakan.
5) Hidupkan air pendingin dan “Heating Mantel”.
6) Tunggu sampai pelarut mendidih dan lihat apakah pendidihan merata dan
reservoir air raksa terbasahi oleh pelarut yang naik melalui pipa kecil.
7) Amati dan catat suhu pendidihan selama 10 kali 30 detik. Bilamana tidak tetap
maka pengamatan harus tetap diperpanjang.
8) Matikan aliran listrik “Heating mantel” dan dinginkan alat cottrell tersebut.
Jangan membuka alat ini sebelum pelarut betul-betul dingin.
9) Timbang secara teliti zat terlarut yang digunakan. Masukan zat tersebut itu ke
dalam alat Cottrell.
10) Lakukan langkah-langkah 5-7 diatas.
11) Tambahkan sejumlah zat terlarut lagi bila dikehendaki dan lakukan pengamatan
dengan cara yang sama.
VI. TUGAS
D.1 Penurunan titik beku
1) Tentukan titik beku larutan pada setiap konsetrasi. Hitunglah ∆𝑇!, untuk tiap
konsetrasi. Buatlah kurva-kurva suhu terhadap waktu.
2) Hitunglah keaktifan pelarut untuk tiap-tiap konsetrasi. Sesuaikan angka-angka
pada persamaan (15) bila pelarut yang digunakan bukan benzena.
3) Hitung koefisien osmosis g1.
4) Hitung koefisien zat terlarut pada tiap konsetrasi. Lakukan integrasi secara
numerik atau grafis. Kemudian buat kurva antara (1- g1)/m. Hitung luas daerah
dibawah kurva.
5) Hitung keaktifan zat terlarut untuk tiap konsentrasi.
D.2 Kenaikan titik didih
1) Tentukan titik didih pelarut dan larutan pada tiap konsentrasi. Hitung ∆𝑇!untuk
tiap konsentrasi. Buat lah kurva-kurva suhu terhadap waktu.
2) Hitung massa molekul relatif zat terlarut. Gunakan harga ∆𝐻! yang sesuai
tekanannya. Bila perlu lakukan intrapolasi dari data yang tersedia.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan D-1, D-2
VII. PERTANYAAN
1) Bagaimana definisi larutan ideal? Besaran-besaran apa yang digunakan untuk
menggambarkan penyimpangan-penyimpangan dari keadaan ideal tersebut?
2) Tunjukan bagaimana pengaruh ketidak idealan larutan terhadap sifat koligatif !
3) Bagaimana kurva yang didapatkan bila larutan mengalami keadaan lewat beku
“super cooled”?
4) Bagaimana pengaruh tekanan udara atas percobaan ini?
5) Bagaimana hasil yang akan diperoleh bila zat terlarut mengalami disosiasi atau
pelarut mengalami asosiasi?
I. TUJUAN
Mempelajari kelarutan timbal balik antara dua cairan dan menggambarkan hubungan
kelarutan tersebut dengan suhu dalam suatu diagram fasa.
L1
L
A2 B2 T
A1 B1 T
T0
XA = XC XF =
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur
sebagian bila suhunya di bawah suhu kritis. Jika mencapai suhu kritis, maka larutan
tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika suhunya telah melewati suhu
kritis maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian
lagi. Salah satu contoh dari kelarutan timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
yang membentuk kurva parabola berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam
setiap perubahan suhu baik di bawah suhu kritis (Gambar 1).
L1 adalah fenol dalam air, L2 adalah air dalam fenol, XA dan XF masing-
masing adalah mol fraksi air dan mol fraksi fenol, XC adalah mol fraksi komponen
pada suhu kritis (TC). Sistem ini mempunyai suhu kritis (TC) pada tekanan tetap, yaitu
suhu minimum pada saat dua zat bercampur secara homogen dengan komposisi C C.
Pada suhu T1 dengan komposisi di antara A1 dan B1 atau pada suhu T2 dengan
komposisi di antara A2 dan B2, sistem berada pada dua fase (keruh). Sedangkan di luar
daerah kurva (atau diatas suhu kritisnya, TC), sistem berada pada satu fase (jernih).
Suhu kritis adalah kenaikan suhu tertentu dimana akan diperoleh komposisi larutan
yang berada dalam kesetimbangan.
V. CARA KERJA
1. Siapkan campuran fenol dengan air di dalam tabung reaksi sedang dengan
komposisi masing-masing sebagai berikut:
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
Fenol
4 4 4 4 5 6 7 8
(gram)
Air
4 5 6 8 10 6,5 8,5 10,5
(mL)
2. Panaskan tiap campuran tersebut dalam penangas air dengan susunan alat sebagai
berikut:
Aduklah campuran dengan pelan, catat suhu pada saat campuran berubah dari
keruh menjadi bening. Keluarkan tabung reaksi besar dari air, biarkan campuran
(larutan) menjadi dingin dan catat suhu pada saat campuran menjadi keruh
kembali.
3. Bila penimbangan fenol pada pengerjaan 1 kurang teliti tentukan konsentrasi fenol
dalam kedua fasa dari tiap-tiap campuran secara volumetri dengan menggunakan
larutan brom yang telah dibakukan.
4. Buatlah dalam tabung reaksi sedang, campuran 4 gram fenol dengan 6 mL larutan
CH3OH 1%. Tentukan suhu pada saat campuran berubah menjadi jernih dan
menjadi keruh kembali. Lakukan hal yang sama untuk campuran 4 gram fenol dan
6 mL larutan NaCl 1%.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
VI. TUGAS
1. Hitung fraksi mol fenol dalam tiap campuran fenol-air pada percobaan yang
saudara lakukan.
2. Tentukan suhu rata-rata terjadinya perubahan jumlah fasa pada tiap campuran
fenol-air.
3. Buatlah kurva hubungan antara suhu dan fraksi mol fenol dalam suatu diagram
fasa.
4. Gambarkan pada diagram fasa di atas (nomor 3) titik terjadinya perubahan jumlah
fasa untuk terjadinya fenol dengan larutan CH3OH 1% dan dengan larutan NaCl
1%.
VII. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan suhu konsolut atas atau suhu larutan kritik?
Berapa derajat kebebasan sistem pada T > T konsolut atas?
2. Sebutkan sistem yang mempunyai titik konsolut bawah dan sistem yang
mempunyai dua suhu konsolut (atas dan bawah)?
3. Apakah yang dimaksud dengan larutan konjugasi?
4. Apakah yang dimaksud dengan efek “salting out”? Tunjukkan terjadinya efek
tersebut pada percobaan yang saudara lakukan.
1) Escoda, A., Fievet, P., Lakard, S., Szymczyk, A., Deon, S. Influence of salts on the
rejection of polyethyleneglycol by an NF organic membrane: Pore swelling and
salting-out effects. Journal of Membrane Science. 2010, 347, 174-182.
2) Gutkowski, K.I., Prini, R., Aramendia, P.F., Japas, M.L. Critical Effects on Attractive
Solutes in Binary Liquid Mixtures Close to Their Consolute Point: A New
Experimental Strategy. J. Phys. Chem. A. 2011, 115(51), 15303-15312.
I. TUJUAN
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan
tertentu.
Gambar 2. Diagram fasa sistem tiga zat cair dengan sepasang zat cair yang mempunyai
kelarutan timbal balik terbatas.
V. CARA KERJA
1) Dalam labu Erlenmeyer yang bersih, kering, dan bertutup, buatlah 9 (sembilan)
campuran cairan A dan C – yang saling larut – dengan komposisi sebagai berikut :
Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml A 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml B 18 16 14 12 10 8 6 4 2
VI. TUGAS
1) Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B, dan C sesuai dengan tugas dari asisten.
Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki sifat
sebagai komponen A, B, dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah sebagai
berikut:
Kloroform Aseton Air
Aseton Toluol Air
Air Kloroform Asam Asetat
Air Toluol Etanol
2) Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika
terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus:
𝑛!
𝑥 ×100%
!
𝑛! + 𝑛! + 𝑛!
𝑛!
=
𝑣!𝜌! , 𝑛! =
𝑣!𝜌! , 𝑛 ! = 𝑣 !𝜌 !
𝑀!
𝑀! 𝑀!
3) Gambarkan ke sembilan titik itu pada kertas grafik segi tiga (seperti Gambar 2)
dan buat kurva binodalnya
LABORATORIUM KIMIA FISIKsampai memotong sisi AB dari segitiga.
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan E-2
VII. TUGAS PENDAHULUAN
A. Dibuat dalam lembar terpisah
1) Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan
dalam % volume? Jelaskan jawaban saudara!
2) Apa arti garis hubung (“tie line”) serta bagaimana cara menentukannya secara
eksperimental?
3) Apa arti titik kritik dalam diagram terner? Berapa derajat kebebasannya?
4) Gambarkan digram terner untuk sistem yang mempunyai dua pasang cairan yang
saling larut sebagai pasangan itu, misalnya A dan B, serta B dan C.
B. Dibuat dalam buku catatan praktikum
Buat diagram alir dari percobaan ini!
I. TUJUAN
Menentukan entropi dan energi bebas pencampuran pada proses pencampuran larutan
K4Fe(CN)6 dengan larutan K3Fe(CN)6 secara potensiometri.
Perubahan entropi yang terjadi pada proses pencampuran sejumlah zat yang membentuk
larutan ideal dapat dinyatakan dengan persamaan:
Δ𝑆! = −𝑅 𝑛! ln 𝜒!
!
Δ𝑆! = −𝑅(𝑛! ln 𝜒! + 𝑛! ln 𝜒! )
Δ𝑆! = 𝑅 𝑛! + 𝑛! ln 𝑛! + 𝑛! − 𝑛! ln 𝑛! + 𝑛! ln 𝑛!
Persamaan di atas memungkinkan untuk digunakan jika jumlah masing-masing zat diketahui.
Nilai entropi pencampuran, Δ𝑆! dapat dikaitkan dengan energi bebas pencampuran,
Δ𝐺! , dan entalpi pencampuran, Δ𝐻! , melalui persamaan:
Δ𝐺! = −𝑇Δ𝑆!
Atau
Δ𝑆! = − Δ𝐺!
𝑇
Berdasarkan persamaan ini, Δ𝑆! dapat ditentukan secara eksperimen dengan mengukur
perubahan energi bebas (dalam hal ini sama dengan kerja maksium), Δ𝐺! , dalam
proses pencampuran. Pada kebanyakan proses pengukuran ini sukar diwujudkan karena
memerlukan proses yang benar-benar reversibel.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan F-2
Jika proses pencampuran ini menyangkut ion-ion dalam larutan, kondisi reversibel dapat
dicapai dengan metode potensiometri. Pada metode ini, proses dilakukan dalam sel
elektrokimia dan kerja maksimum ditentukan dengan mengukur potensial sel. Misalkan
terdapat dua larutan elektrolit dengan anion yang sama dan kation yang sama juga namun
pada tingkat oksidasi yang berbeda. Sebagai contoh kation M+ dan M2+. Dari kedua larutan ini
dapat disusun suatu sel konsentrasi dengan notasi sel berikut:
Bila 𝑥 > 𝑦, maka elektroda Pt(s) yang berada pada ruas kiri akan lebih negatif karena adanya
kecenderungan reaksi berikut:
M+(x M) M2+(y M) + e-
Dan pada elektroda Pt(s) yang berada di ruas kanan akan cenderung terjadi
Kedua reaksi di atas menunjukkan kecenderungan dari kedua zat dalam masing-masing
setengah sel untuk menyamakan konsentrasinya lewat perpindahan elektron. Reaksi sel yang
terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi ini menunjukkan perpindahan satu mol M+ dari setengah sel kiri (anoda) ke setengah
sel kanan (katoda) dan perpindahan satu mol M2+ dari setengah sel kanan ke setengah sel kiri.
Potensial sel, 𝐸!"# , menyatakan kecenderungan dari kedua ion untuk menyamakan
konsentrasinya melalui perpindahan elektron, yakni dapat dinyatakan sebagai kerja
maksimum sebagai berikut:
−𝑊!"#$ = Δ𝐺 = −𝑛𝐹𝐸
Dengan 𝐹 ialah tetapan Faraday (96500 C/mol) dan 𝑛 ialah jumlah elektron yang terlibat
dalam reaksi pada kedua elektroda. Dalam hal ini, nilai 𝑛 = 1.
Dari uraian di atas, jelas bahwa dalam sel elektrokimia, proses pencampuran terjadi karena
reaksi-reaksi pada elektroda dan kerja listrik dihasilkan. Pada kondisi reversibel kerja ini
sama dengan perubahan energi bebas, sehingga potensial sel dapat dinyatakan sebagai:
𝐸 = − 𝑑 Δ𝐺
𝑑𝑞
Dengan 𝑞 adalah jumlah muatan yang terlibat dalam reaksi. Jika 𝑛! mol elektron terlibat
dalam sel, maka sesuai dengan reaksi-reaksi di atas, bahwa akan terjadi perubahan sebagai
berikut:
Pada setengah sel kiri: Jumlah M+ berkurang sebanyak 𝑛! mol sedangkan jumlah M2+
bertambah sebanyak 𝑛! mol.
Pada setengah sel kanan: Jumlah M+ bertambah sebanyak 𝑛! mol sedangkan jumlah
M2+ berkurang sebanyak 𝑛! mol.
Jika dalam masing-masing setengah sel terdapat jumlah M+ dan M2+ yang sama dengan 1
mol (sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑥 + 𝑦 = 1), maka kesetimbangan akan
tercapai pada saat jumlah M+ dan M2+ dalam kedua setengah sel masing-masing
mencapai ½ mol. Jadi dalam hal ini pencampuran sempurna akan tercapai jika ½ mol
elektron ( ½ Faraday) terlibat dalam reaksi dan perubahan energi bebas pencampuran,
Δ𝐺! , dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
! !
!
Δ𝐺! = − 𝐸𝑑𝑞 = !
𝐸𝑑𝑛 ∗
−𝐹 !
!
Dalam percobaan ini, proses pencampuran dalam sel elektrokimia tidak dilakukan dengan
menunggu sampai proses mengalirnya elektron terjadi, namun dengan membuat sederet
!
larutan yang konsentrasinya divariasikan dengan kondisi 𝑛!! = 0 dan 𝑛!! =
!
mol. Larutan-larutan ini menyatakan keadaan-keadaan antara apabila proses pencampuran
berjalan dari keadaan awal hingga tercapai keadaan akhir. Bila potensial sel, 𝐸, dialurkan
terhadap
“tingkat pencampuran” (extent mixing), 𝑛∗, (0 < 𝑛∗ < !), diperoleh kurva berikut:
!
E
Luas = ∫ 𝐸𝑑𝑛∗
n*
Luas daerah di bawah kurva ialah ∫ 𝐸𝑑𝑛 ∗. Penentuan luas di bawah kurva dilakukan dengan
cara menghitung jumlah kotak-kotak atau dengan cara penimbangan. Masing-masing nilai
Δ𝐺! dan Δ𝑆! dilakukan dengan menggunakan persamaan yang sudah dinyatakan
sebelum- sebelumnya.
ALAT
1. Buat campuran dari larutan K3Fe(CN)6 0,1 M dan larutan K4Fe(CN)6 0,1 M dengan
perbandingan volume sesuai dengan tabel di bawah, gunakan buret untuk membuat
campuran-campuran ini. Volume total setiap campuran adalah 50 mL.
2. Dari setiap set campuran, buatlah sel konsentrasi dengan menggunakan kedua
elektroda platina dan jembatan garam (Asisten akan memandu anda untuk merangkai
alat).
3. Ukur potensial dari setiap sel konsentrasi. Catat suhu sel. Sebaiknya bekerja dengan
menggunakan termostat.
V. TUGAS
VI. PERTANYAAN
P. W. Atkins and J. de Paula, Physical Chemistry, 8th ed., Freeman, New York
(2006). Halaman 592-597.
I. TUJUAN
Menentukan volum molar parsial larutan Natrium Klorida sebagai fungsi rapat massa.
Dengan α, n ialah tetapan dan Ni ialah banyaknya mol komponen I yang ada di dalam
suatu system. Jika fungsi homogen tersebut didiferensiasi akan dihasilkan :
𝑵𝟏 𝝏𝒇 𝝏𝒇
𝝏𝑵𝒊 + 𝑵𝟐 𝝏𝑵𝟐 + ⋯ = 𝒏 𝜶𝒏!𝟏 𝒇 𝑵𝟏 , , … , 𝑵𝒊
𝑵𝒋 ! 𝑵𝒋 ! 𝑵𝟐
𝟏 𝟏
Untuk α = 1, maka :
𝑵𝟏 𝝏𝒇 𝝏𝒇
+ 𝑵𝟐 𝝏𝑵𝟐 + ⋯ = 𝒏 𝒇 𝑵𝟏 , , … , 𝑵𝒊
𝝏𝑵𝒊 𝑵𝒋 !𝟏
𝑵𝒋 ! 𝑵𝟐
𝟏
Persamaan ini dikenal sebagai Teorema Euler untuk fungsi homogen berderajat n.
Terdapat tiga sifat termodinamika molar parsial yaitu:
Sifat-sifat molar parsial ini dapat ditentukan dengan beberapa cara diantaranya
metoda grafik, metoda analitik, metoda molar nyata, dan metoda intersep. Dari
ketiga kuantitas molar parsial di atas yang akan ditentukan dalam percobaan ini
adalah Volum molar parsial larutan NaCl sebagai fungsi konsentrasi melalui
pengukuran rapat massa. Secara matematis, sifat molar atau molal parsial
didefinisikan sebagai :
𝝏𝑸
𝑸! = 𝝏𝒏 (1)
𝑷,𝑻,𝒏𝒋 !𝒏𝒊
Dengan Q ialah kuantitas ekstensif, N ialah banyaknya mol komponen I, dan 𝑄! ialah
sifat molar parsial komponen i. Arti fisik besaran molar 𝑄! adalah kenaikan, (Δ),
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
besaran termodinamika Q yang diamati bila satu mol senyawa I ditambahkan ke
dalam suatu system yang besarnya sedemikian rupa sehingga penambahan tersebut
tidak akan mengubah komposisi sitem. Penentuan kuantitas volum molar parsial yang
diturunkan dari Teorema Euler untuk larutan biner pada suhu dan tekanan konstan
hanya bergantung pada jumlah mol dari kedua komponen.
𝑽 = 𝑽 (𝒏𝟏, 𝒏𝟐) (2)
Ungkapan ini adalah fungsi homogen berderajat 1, yang memiliki arti jika n 1 dan n2
diperbesar dua kali maka V akan menjadi dua kali lebih besar. Penerapan Teorema
Euler pada Persamaan (2) menghasilkan :
𝝏𝑽 𝝏𝑽
𝑽 = 𝒏𝟏 𝝏𝒏𝟏 + 𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟐 (3)
𝒏𝟐,𝑻,𝑷 𝒏𝟏,𝑻,𝑷
atau
𝑽 = 𝒏 𝟏𝑽𝟏 + 𝒏 𝟐 𝑽𝟐 (4)
Dengan 𝑉!dan 𝑉! berturut-turut adalah volum molar parsial dari komponen 1 dan
komponen 2. Diferensiasi total dari Persamaan (2) pada kondisi suhu dan tekanan
tetap adalah :
𝒅𝑽 = 𝝏𝑽
𝒅𝒏𝟏
𝝏𝑽
𝒅𝒏𝟐 (6)
𝝏𝒏𝟏 𝝏𝒏𝟐
𝑻,𝑷,𝒏𝟐 𝑻,𝑷,𝒏𝟏
+
Persamaan (9) ini dikenal sebagai Persamaan Gibbs-Duheim untuk system biner yang
dapat dituliskan dalam bentuk fraksi mol sebagai berikut :
𝒅𝑽𝟏 = 𝒙𝒙
𝒅𝑽 (10)
𝒙𝟐!𝟏
Dari Persamaan (10) dapat disimpulkan bahwa jika 𝑉! diketahui sebagai fungsi !!
!!
LABORATORIUM KIMIA FISIK
PROGRAM STUDI KIMIA – FMIPA ITB
maka nilai 𝑉! dapat ditentukan.
Untuk keadaan ini volume molar parsial komponen tersebut dapat diperoleh berupa
!"
intersep pada !"! terhadap 𝑛!, 𝑛! → 0 adalah 𝑉!.
aluran
Jika sifat ekstensif dapat dinyatakan sebagai fungsi aljabar dari komposisi sistem,
maka sifat molar parsial dapat dihitung secara analitik. Dengan mengintegrasikan
Persamaan (10) diperoleh hasil sebagai berikut :
𝒙𝟐 𝝏𝑽𝟐 𝒅𝒙𝟐 + 𝑪𝟏 (12)
𝑽
𝒊 = 𝒙𝟐!𝟏 𝒙𝟐
Konstanta integrasi, C1 dapat ditentukan dengan cara pendekatan yaitu sebagai volum
molar dari komponen 1 murni. Untuk 𝑥! → 0 berarti komponen 1 murni, maka
𝑉! = 𝑉!! = 𝐶! dengan 𝑉!! ialah volum molar pelarut murni.
Volum molar parsial dapat juga ditentukan dengan menggunakan suatu fungsi
volum molar nyata, yang didefinisikan sebagai berikut :
𝑽!𝒏𝟏𝑽𝟏 (13)
𝝓= 𝒏𝟐
dengan 𝜙 ialah volum molar nyata dan 𝑉!! ialah volum molar parsial komponen
murni. Untuk sistem biner, Persamaan (13) dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑽 = 𝒏𝟐𝝓 + 𝒏𝟏𝑽𝟏𝝓
Sehingga diperoleh,
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
𝝏𝑽 𝝏𝝓
𝑽𝟐 = 𝝏𝒏𝟐 = 𝝓 + 𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟐 (14)
𝒏𝟏 𝒏
𝟏
Dan
𝝏𝑽
𝑽𝟏 = 𝝏𝒏𝟏 = 𝑽𝟏𝝓 + 𝝏𝝓 (15)
𝒏𝟐 𝝏𝒏𝟏𝒏𝟐
𝒏𝟐
𝑽𝟐 = 𝝓 + 𝒏𝟐𝝏𝝓 𝟑 𝒏𝟐𝝓𝝏
𝟐𝝏 𝒏𝟐 = 𝝓𝒐 𝟐𝝏 𝒏𝟐 (16)
𝒏𝟏 𝒏𝟏
+
𝟑 𝝏𝝓 𝟑 𝝏𝝓
dan 𝑽𝟏 = 𝑽𝟏𝝓 + 𝒏 𝟐 𝟐 𝝓
𝒏 𝟐 (17)
𝟐 𝝏 𝒏𝟏 𝒏
= 𝑽𝟏 −𝟓𝟓,𝟓𝟏𝑿 𝟐
𝝏 𝒏𝟐 𝒏
𝟐
𝟐 𝟏
Suatu besaran baru, yaitu harga rata-rata dari volume molar campuran per mol
didefinisikan sebagai berikut :
𝑽= 𝑽
(18)
𝒏𝟏!𝒏𝟐
Nilai V dialurkan terhadap 𝑋!, intersep pada 𝑋! → 0 menghasilkan nilai 𝑉! dan pada
𝑋! → 1 menghasilkan nilai 𝑉! . Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan metode ini dapat ditentukan nilai 𝑉! dan 𝑉! secara serentak.
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA FISIK
Percobaan N-1
E. Penentuan Volum Molar 𝜙
Dari Persamaan (4), volume total dari sejumlah larutan yang mengandung
1000 gram air (55,51 mol) dan m mol zat terlarut dinyatakan dengan persamaan
berikut :
𝑽 = 𝒏𝟏𝑽𝟏 + 𝒏𝟐𝑽𝟐 = 𝟓𝟓, 𝟓𝟏𝑽𝟏 + 𝒎𝑽𝟐 (20)
Dengan indeks 1 untuk pelarut dan 2 untuk zat terlarut. Jika diketahui 𝑉!! adalah
volum molar air murni.
𝟏𝟖,𝟎𝟏𝟔 = 𝟏𝟖, 𝟎𝟔𝟗 𝒄𝒎𝟑 𝒎𝒐𝒍!𝟏 (pada 25oC) (21)
𝑽𝜽 =
𝟏 𝟎,𝟗𝟗𝟕𝟎𝟒
dengan 𝑽= 𝟏𝟎𝟎𝟎!𝒎𝑴𝟐
𝒅 𝒄𝒎𝟑 (23)
dan 𝒏 𝟏𝑽𝜽 = 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝒄𝒎𝟑 (24)
𝟏 𝒅𝟎
Dengan d dan do berturut-turut adalah rapat massa dari larutan dan pelarut murni,
sedangkan M2 adalah massa molekul zat terlarut.
Dengan mensubstitusi Persamaan (23) dan (24) ke dalam Persamaan (25)
diperoleh :
𝟏 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝝓= (𝒎𝟐 − 𝒙 𝒅!𝒅𝟎 (25)
𝒅 𝒎 𝒅𝟎
𝟏 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝝓= (𝒎𝟐 − 𝒙 𝒘!𝒘𝟎 (26)
𝒅 𝒎 𝒘𝟎!𝒘𝒆
V. CARA KERJA
1) Buat 5 macam konsentrasi larutan NaCl dan MgCl 2 dari larutan yang telah
disediakan.
2) Timbang piknometer kosong.
3) Isi piknometer sampai penuh dengan larutan yang akan diukur rapat massanya,
jangan ada udara di dalam kapiler piknometer!
4) Gantungkan piknometer di dalam termostat pada suhu 30oC, posisikan agar
seluruh bagian piknometer berada dibawa permukaan air selama ± 15 menit. Hati-
hati jangan sampai air dalam termostat masuk ke dalam piknometer (mengapa?)
5) Amati permukaan larutan di dalam piknometer harus masih tetap penuh. Jika
berkurang, tambahkan larutan selama piknometer masih di dalam termostat.
6) Keluarkan piknometer dari termostat dan cepat keringkan dengan kertas saring,
kemudian timbang piknometer tersebut dengan menggunakan neraca analitis.
7) Lakukan pengerjaan 2 s/d 6 di atas untuk penentuan rapat massa air, larutan NaCl
dan larutan MgCl2 yang telah dibuat pada pengerjaan 1.
VI. TUGAS
1) Tentukan rapat massa air dan larutan-larutan NaCl yang ditugaskan oleh asisten.
2) Buatlah data pengamatan percobaan Saudara dalam Tabel sebagai berikut :
VII. PERTANYAAN
1) Mengapa dalam penentuan volum molar parsial dengan piknometer harus
menggunakan termostat?
2) Selama piknometer direndam didalam termostat selama ± 15 menit, mengapa anda
harus melakukan penambahan larutan ke dalam piknometer?
3) Mengapa variabel suhu, tekanan dan volume harus dijaga konstan?