Anda di halaman 1dari 45

PENUNTUN PRAKTIKUM KI-3261

METABOLISME DAN INFORMASI GENETIKA


SEMESTER II
2022/2023

Dimodifikasi oleh:
Alfredo Kono, Ph.D
Dr. Sari Dewi Kurniasih

Protein

Asam amino

Fosfolipid
Glukosa

DNA

LABORATORIUM BIOKIMIA

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
PRAKTIKUM KI-3261
METABOLISME DAN INFORMASI GENETIKA
SEMESTER II
2022/2023

PENANGGUNG JAWAB KULIAH (KI3261)


Prof. Dessy Natalia, Ph.D
Enny Ratnaningsih, Ph.D

PEMIMPIN PRAKTIKUM
Alfredo Kono, Ph.D

PETUGAS LABORATORIUM
Diah Hardianti
Bella Yashinta
Dadan Gunawan
Anhar

2
JADWAL PRAKTIKUM KI-3261
METABOLISME DAN INFORMASI GENETIKA
SEMESTER II 2022/2023
Kelas: K01 (Kamis) dan K02 (Selasa)

Tanggal Topik
31 Januari & 2 Februari Pengarahan Praktikum
Modul 1: Pengenalan teknik aseptik, streaking, spreading
dan pengenceran berseri (serial dilution)
7 & 9 Februari Modul 2: penentuan transaminase glutamat-piruvat
14 & 16 Februari Modul 3: Pengukuran laju fotosintesis pada mikroalga hijau,
Chlamydomonas reinhardtii
21 & 23 Februari Ujian Tengah Semester: Modul 1-3
28 Februari & 2 Maret Modul 4: Lac Operon
7 & 9 Maret Modul 5: Amplifikasi fragmen gen pengkode 16S rRNA untuk
identifikasi galur bakteri dengan teknik PCR
14 & 16 Maret Modul 6: Analisis bioinformatika fragmen gen pengkode 16S
rRNA untuk menentukan spesies bakteri
Pengembalian alat
22 & 23 Maret LIBUR
28 & 30 Maret Presentasi Akhir Kelompok
Pengembalian alat
4 dan 6 April Ujian Akhir Praktikum: Modul 4-6

3
ATURAN UMUM LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA FMIPA-ITB

Selama mengikuti Praktikum Biokimia Dasar, peserta diwajibkan untuk :

1. Mempersiapkan diri, dengan :


1. Menggunakan jas lab dan sepatu tertutup selama praktikum
2. Menyiapkan jurnal/catatan praktikum dan laporan
3. Memahami Material Safety Data Sheet (MSDS) dari bahan-bahan kimia yang akan
digunakan pada percobaan sebelum memulai praktikum
4. Membawa kain lap, tissue gulung, sikat tabung, sabun cuci cair, dan korek api

2. Bertanggung jawab terhadap peralatan yang digunakan:


1. Meminjam peralatan gelas yang selanjutnya disimpan di lemari praktikum
2. Mengecek ulang peralatan tambahan dan mengembalikan alat-alat yang dipinjam
harian setelah selesai melakukan praktikum. Apabila tidak mengembalikan alat pada
saat itu, maka alat tersebut dianggap hilang/pecah dan dimasukkan ke dalam daftar
alat yang harus diganti di akhir semester
3. Mengganti peralatan yang hilang/pecah di akhir semester dengan menyertakan bon
pembelian

3. Menjaga kebersihan ruang kerja dan lingkungan Laboratorium


1. Menjaga kebersihan alat dan meja kerja
2. Meletakkan bangku di atas meja secara terbalik setelah praktikum selesai
3. Tidak membuang batu didih atau padatan ke dalam washbak
4. Membuang sampah pada tempat yang telah disediakan, terutama tissue yang
digunakan selama praktikum
5. Membuang limbah logam berat dan limbah pelarut organik pada tempat yang sudah
disediakan
6. Mematikan keran air dan api/gas setelah selesai digunakan
7. Menanyakan hal-hal mengenai keselamatan dan keamanan kerja di lab kepada
ASISTEN, PETUGAS LAB atau PEMIMPIN PRAKTIKUM jika ada keraguan

4
ATURAN KHUSUS PRAKTIKUM BIOKIMIA
KI-3261 (METABOLISME DAN INFORMASI GENETIKA)

Selama mengikuti Praktikum Biokimia Dasar, peserta diwajibkan untuk :

1. Datang tepat waktu, yaitu Pukul 13.00


1. Setiap keterlambatan berakibat pengurangan nilai praktikum hingga tidak boleh
mengikuti praktikum
2. Tanpa jas lab dan jurnal yang telah ditulis, praktikan tidak dapat mengikuti percobaan
saat itu
3. Pengecualian dimungkinkan dengan ijin Pemimpin Praktikum

2. Mengerjakan seluruh modul percobaan dengan tertib


1. Jika percobaan memerlukan tahapan dan waktu yang panjang, masing-masing asisten
akan membagi praktikan ke dalam sub-sub kelompok
2. Masing-masing praktikan mencatat seluruh hasil percobaan di jurnalnya
3. Setiap praktikan wajib membuat laporan yang berisi pendahuluan, hasil, dan
pembahasan dan dikumpulkan ke asisten pada hari yang sama
4. Penggunaan komputer/notebook hanya pada saat analisis hasil percobaan

3. Hak-hak Praktikan
1. Setiap praktikan berhak mengerjakan setiap modul percobaan, tetapi jika peralatan dan
zat-zat kimia terbatas, modul percobaan dilaksanakan oleh beberapa orang praktikan
secara bersama-sama
2. Masing-masing praktikan berhak mendapatkan penjelasan mengenai percobaan yang
sedang dikerjakan dari asisten atau pemimpin praktikum
3. Hasil tes awal setiap percobaan akan dikembalikan ke praktikan setelah dikoreksi dan
nilainya dicatat ke dalam kartu BIRU
4. Tes praktikum I yang mencakup percobaan 1–4 dan tes akhir praktikum yang berisi
materi-materi percobaan 5–7 dan materi kelas Honors, juga akan dikembalikan ke
praktikan

5
DENAH LABORATORIUM BIOKIMIA
DENAH LABORATORIUM BIOKIMIA
& ZONA EVAKUASI DARURAT

Gambar 1 Denah Laboratorium Biokimia Dasar di Gedung Kimia ITB Ganesha


dan zona evakuasi daruratnya

6
PANDUAN PENGGUNAAN
HAZARDOUS MATERIALS IDENTIFICATION SYSTEM

Hazardous Identification System adalah suatu metode untuk mengidentifikasi potensi


bahaya suatu bahan kimia dengan kode numerik dan warna berdasarkan OSHA Hazard
Communication Standard. Metode yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan hazard
terbagi menjadi dua yaitu NFPA 704 (National Fire Protection Association) dan HIMS (Hazardous
Materials Identification System). Prinsip kedua metode ini hampir sama hanya saja terdapat
perbedaan pada cara menggambarkan risiko bahaya dan penggunaan standar hazardnya. Pada
NFPA 704, bahaya digambarkan dengan belah ketupat berwarna sedangkan pada HIMS
digunakan bar berwarna dan kode angka dari nol sampai empat.

(a) (b)
Gambar 2 Hazardous Identification System untuk NFPA (a) dan HIMS (b)

NFPA
Warna biru di sebelah kiri menandakan risiko kesehatan. Warna Merah di bagian atas
merupakan keterangan mengenai tingkat mudah menyalanya suatu bahan dan warna kuning di
sebelah kanan memberikan informasi mengenai tingkat reaktivitas bahan kimia tersebut.
Proteksi personal sendiri diberikan pada warna putih di bagian bawah. Setiap warna pada
Hazardous Identification System cara NFPA ini memiliki kode numerik yang menunjukkan
tingkatan bahaya.

HIMS
Pada Hazardous Identification System cara HIMS, boleh dikatakan tidak terlalu berbeda
dengan NFPA hanya saja penggambaran masing-masing kategorinya disusun berdasarkan
kolom- kolom berwarna. Kolom pertama adalah kolom risiko kesehatan dan dilanjutkan dengan
kolom kedua yang berisikan informasi tingkat mudah menyalanya suatu bahan kimia. Kolom
ketiga berwarna oranye berisikan informasi reaktivitas dan terakhir kolom berwarna putih
berisikan informasi alat kelengkapan untuk proteksi diri. Sama dengan NFPA, HIMS ini juga
menggunakan kode numerik untuk memberikan informasi pada masing-masing kolom.

7
Kode Numerik Hazardous Identification Syste
Biru / Kesehatan
Kode Angka Keterangan
0 Tidak ada resiko signifikan bagi kesehatan
1 Iritasi atau cedera ringan mungkin
2 Cedera sementara atau minor dapat terjadi
3 Kemungkinan besar cedera kecuali dilakukan pengobatan medis dengan
segera
4 Mengancam jiwa, kerusakan besar atau permanen dapat dihasilkan dari
overexposures tunggal atau berulang

Merah / Kemudahan menyala


Kode Angka Keterangan
0 Bahan yang tidak akan terbakar
1 Bahan yang harus dipanaskan sebelum pengapian terjadi. Termasuk
cairan,
padatan dan semi-kristalin yang memiliki titik nyala di atas 93°C
2 Bahan yang harus dipanaskan atau terkena suhu lingkungan yang tinggi
sebelum pengapian terjadi. Termasuk cairan yang memiliki titik nyala pada
atau di atas 38°C, tetapi di bawah 93°C
3 Dapat menyala hampir di semua kondisi suhu normal. Termasuk cairan
yang mudah terbakar dengan flash point di bawah 23°C dan titik didih di
atas 38°C, serta cairan dengan flash point antara 23°C dan 38°C
4 Gas yang mudah terbakar, atau cairan yang mudah terbakar sangat
fluktuatif dengan flash point di bawah 23°C, dan titik didih di bawah 38°C.
Bahan dapat menyala secara spontan saat kontak dengan udara

Kuning / Reaktivitas
Kode Angka Keterangan
0 Bahan yang biasanya stabil, bahkan di bawah kondisi api, dan tidak akan
bereaksi dengan air, berpolimerisasi, membusuk, menguap, atau bereaksi
sendiri. Bahan yang tidak eksplosif
1 Bahan yang biasanya stabil tetapi dapat menjadi tidak stabil (bereaksi
sendiri) pada suhu tinggi dan pada tekanan tertentu. Bahan dapat bereaksi
dengan air atau mengalami polimerisasi berbahaya dengan tidak adanya
inhibitor
2 Bahan yang tidak stabil dan dapat mengalami perubahan kimia pada suhu
dan tekanan normal dengan risiko ledakan rendah. Bahan dapat bereaksi
hebat dengan air atau membentuk peroksida setelah terpapar udara
3 Bahan yang memungkinkan membentuk ledakan apabila bercampur
dengan air, sangat eksplosif apabila ada sumber inisiasi kuat. Bahan dapat
berpolimerisasi, membusuk, bereaksi sendiri, atau mengalami perubahan
kimia lainnya pada suhu dan tekanan normal dengan risiko ledakan sedang

8
4 Bahan yang segera bereaksi dengan air (eksplosif), berpolimerisasi, atau
bereaksi sendiri pada suhu dan tekanan normal

Putih / Proteksi personal


Kode Angka Keterangan
0 Bahaya minimal
1 Agak berbahaya
2 Cukup berbahaya
3 Berbahaya
4 Sangat berbahaya

Gambar 3 Alat kelengkapan proteksi diri

9
MODUL 1
PENGENALAN TEKNIK ASEPTIK, STREAKING, SPREADING DAN PENGENCERAN BERSERI (SERIAL
DILUTION)

PENDAHULUAN
Pada percobaan ini akan dipelajari keterampilan menumbukan mikroorganisme di media padat
menggunakan teknik spreading dan teknik streaking. Spreading umum digunakan untuk
menumbukan mikroorganisme (bakteri, ragi, mikroalga, dll) dari kultur cair ke kultur padat.
Disisi lain, streaking biasa digunakan untuk menumbukan mikroorganisme dari kultur padat ke
kultur padat. Salah satu aplikasi dari teknik streaking dan spreading adalah untuk mengisolasi
koloni tunggal mikroorganisme.
Metode aseptik harus diterapkan saat bekerja dengan mikroorganisme terutama
mikroorganisme tunggal (kultur murni) sehingga tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme
lain. Karena ukurannya yang sangat kecil dan kemampuannya untuk bertahan hidup di berbagai
keadaan lingkungan, mikroorganisme merupakan kontaminan tertinggi yang hanya dapat
dicegah dengan teknik aseptik yang benar. Di samping itu, teknik aseptik merupakan cara
bekerja dengan mikroorganisme secara aman.
Pada prinsipnya, bekerja secara aseptik adalah bekerja dengan teknik steril. Jadi pada setiap
langkah pekerjaan diusahakan tidak membawa mikroorganisme lain selain yang diinginkan.
Untuk mencapai tujuan ini, semua peralatan, bahan-bahan kimia (termasuk media
pertumbuhan dan air), meja kerja, dan tangan kita harus disuci-hamakan terlebih dahulu.
Beberapa metode untuk mensuci-hamakan antara lain adalah sterilisasi atau pasteurisasi. Pada
percobaan ini, semua peralatan disuci-hamakan dengan pengukusan pada suhu 121 ºC selama
15 menit menggunakan autoclave. Sedangkan meja kerja, tangan, dan beberapa peralatan
tertentu disuci-hamakan dengan alkohol 70%. Selama bekerja dengan aseptik, pekerjaan selalu
dilakukan di dekat api bunsen yang berwarna biru.
Dalam pekerjaan aseptik, sebelum bekerja, sangat penting untuk mengatur peralatan dan
bahan- bahan yang akan digunakan di atas meja kerja. Jika harus memindahkan cairan dari satu
wadah ke wadah lain, maka harus diusahakan agar penutup masing-masing wadah dibuka
dalam waktu sesingkat mungkin.
Pada modul 1, keterampilan menggunakan mikropipet, teknik aseptik dan teknik spreading
akan digunakan dalam pengenceran berseri (serial dilution) kultur cair E.coli untuk memperoleh
koloni tunggal yang penting untuk menentukan konsentrasi sel E. coli —biasa dikenal dengan
istilah Colony Forming Unit (CFU) —dari sebuah kultur cair. Teknik streaking dan teknik aseptik
akan digunakan untuk meremajakan dan mengisolasi koloni tunggal dari kultur padat E.coli.
CFU didefinisikan sebagai sel tunggal yang membelah dan membentuk koloni tunggal
(kumpulan sel yang terlihat oleh mata telanjang) pada media agar (Gambar 1.1). CFU per
volume kultur biasa digunakan untuk menggambarkan konsentrasi sel dalam sebuah sampel.
Pada percobaan ini anda akan menggunakan teknik spreading untuk mendapatkan koloni
tunggal pada media agar yang selanjutnya digunakan untuk menghitung CFU.
1
Gambar 1.1 Koloni tunggal pada media agar

Pengenceran berseri akan dilakukan seperti Gambar 1.2. Hitunglah volume sampel dan volume
H2O yang dibutuhkan berdasarkan informasi faktor pengenceran akhir dan volume akhir pada
Gambar 1.6.

Gambar 1.2 Diagram pengenceran berseri untuk perhitungan CFU. Gambar diproduksi dengan
program Biorender.

1
PERCOBAAN

Percobaan 1: Menumbuhkan E coli dari kultur cair dengan teknik spreading

A. Peralatan dan Bahan


1. Kultur cair E.coli
2. Mikropipet P1000, P200/P100 dan P10
3. Tip steril untuk P1000, P100 dan P10
4. Tabung mikro 1,5 ml yang steril
5. Media agar LB
6. Batang L
7. Bunsen
8. Etanol 70 %
9. Tissue/Paper towel (dibawa oleh praktikan)
10. Selotip Kertas (dibawa oleh praktikan)
11. Marker permanen (dibawa oleh praktikan)
12. Plastik wrap atau parafilm

B. Cara Kerja
1. Sterilkan area kerja dengan alkohol 70%. Patuhi teknik aseptik yang sudah diajarkan dan
kerjakan langkah-langkah berikut dalam area yang sudah disterilkan.
2. Siapkan tiga buah tabung mikro 1,5 ml dalam keadaan tertutup dan simpan di atas rak
streofom yang tersedia.
3. Label ketiga tabung tersebut dengan faktor pengencenceran: 1/10; 1/100; 1/1000
4. Isi tabung yang sudah anda beri label dengan 900 uL air steril dan tutup kembali tabung
dengan rapat.
5. Tambahkan 100 uL stok kultur cair kedalam tabung berlabel 1/10, tutup tabung dan
bolak-balik tabung atau gunakan vortex agar kultur tercampur dengan baik. Buang tip
bekas ke tempat sampah biohazard.
6. Gunakan tip baru dan pindahkan 100 uL cairan dari tabung berlabel 1/10 ke tabung
berlabel 1/100, tutup tabung dan bolak-balik tabung atau gunakan vortex agar kultur
tercampur dengan baik. Buang tip bekas ke tempat sampah biohazard.
7. Gunakan tip baru dan pindahkan 100 uL cairan dari tabung berlabel 1/100 ke tabung
berlabel 1/1000, tutup tabung dan bolak-balik tabung atau gunakan vortex agar kultur
tercampur dengan baik.
8. Siapkan label cawan petri menggunakan selotip kertas
9. Informasi yang harus ada pada label: Faktor pengenceran, Nama Kelompok, Kelas,
Tanggal-Bulan-Tahun. Contoh: 1/10_Kel 1_K01_18-01-2022
10. Tempelkan selotip berisi label dibagian belakang cawan petri. Jangan ditempelkan pada
tutup cawan petri.
11. Bolak-balik tabung atau gunakan vortex agar kultur tercampur dengan baik. Pipet 100 uL
cairan dari masing-masing tabung ke dalam cawan petri yang sesuai.

1
12. Celup batang L ke dalam etanol, keluarkan dan bakar sampai etanol hilang, tunggu 2-3
menit sampai batang L dingin.
13. Sebarkan kultur cair dengan menggunakan batang L. Gesekkan batang L di atas cuplikan
kultur cair (dari tepi cawan ke arah tengah) sambil memutar petri searah jarum jam agar
cuplikan merata di seluruh permukaan media.
14. Untuk menyebarkan kultur pada cawan petri yang baru, ulang langkah 12-13.
15. Bungkus pinggiran cawan petri dengan plastik wrap atau parafilm.
16. Inkubasi cawan petri pada inkubator 37°C selama 16-18 jam.
17. Hitung jumlah koloni pada setiap cawan petri.
18. CFU dihitung dengan rumus =

19. Hitung CFU untuk setiap pengenceran.

Faktor Jumlah CFU/ml


Pengenceran Koloni

Konsentrasi sel pada stok kultur cair yang anda peroleh = CFU/ml

20. Foto hasil percobaan ini untuk bahan evaluasi dan laporan.

Percoban 2: Menumbuhkan E coli dari kultur padat dengan teknik streaking

A. Peralatan:
1. Applicator stick steril
2. Media agar LB
3. Kultur padat E.coli
4. Etanol 70%

B. Cara Kerja
1. Bagi 4 daerah pada cawan petri seperti Gambar 1.3. Nomori tiap daerah (1-4)
2. Gunakan applicator stick untuk mengambil sedikit koloni E.coli
3. Sapuhkan (seperti melukis) applicator stick yang mengandung sedikit E.coli pada daerah
1, teruskan ke daerah 2, 3 dan 4 seperti pada Gambar 1.3 menggunakan tusuk gigi yang
baru (ganti tusuk gigi saat pindah dari daerah 1 ke 2; 2 ke 3 dst).
4. Label cawan petri anda menggunakan selotip kertas. Label harus mengandung, nama,
kelompok, kelas, dan tanggal.
Contoh: Robbie_Kel A_K01_22-01-2022

1
5. Inkubasi cawan petri pada suhu 37°C selama 16-18 jam.
6. Foto hasil percobaan untuk bahan evaluasi dan laporan.

Gambar 1.3 Contoh streaking plate

Tabel Penilaian Teknik Aseptik Berdasarkan Hasil Spreading dan Streaking (Diisi oleh asisten
sebagai nilai kerja)
1. Hasil pengenceran berseri: /10
 -1 jika ada kontaminasi
 -1 jika label tidak benar
 -1 jika pengenceran tidak dilakukan dengan benar
 -1 jika sel tidak tersebar dengan merata
2. Hasil streaking: /10
 -1 jika ada kontaminasi
 -1 jika tidak ada koloni tunggal
 -1 jika label tidak benar
 -1 jika agar terluka

PUSTAKA
Holme, D.J. and Pack, H. (1998): Analytical Biochemistry, 3rd ed., Prentice Hall, Harlow, England.

1
MODUL 2
PENENTUAN TRANSAMINASE GLUTAMAT-PIRUVAT DARI SERUM

PENDAHULUAN

Pada jalur metabolisme asam amino, gugus α-amino dari 22 asam L-amino yang umum ada
pada protein akan dipindahkan melalui reaksi tertentu dalam degradasi oksidatif asam amino.
Pemindahan gugus α-amino dari kebanyakan asam L-amino dikatalisis oleh enzim yang disebut
transaminase atau aminotransferase. Pada reaksi ini, gugus α-amino dipindahkan secara
enzimatik ke atom karbon-α pada α-ketoglutarat, sehingga menghasilkan asam α-keto, sebagai
analog asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini juga menyebabkan aminasi α-ketoglutarat,
membentuk L-glutamat (Gambar 2.1).

Asam L-α-amino
α-ketoglutarat

Asam α-keto
Asam L-glutamat

Gambar 2.1. Reaksi pemindahan gugus α-amino oleh transaminase

Kebanyakan enzim transaminase bersifat spesifik bagi α-ketoglutarat sebagai molekul penerima
gugus α-amino. Namun demikian, enzim tersebut tidak terlalu spesifik bagi substratnya, yaitu
asam L-amino yang memberikan gugus aminonya. Berikut ini beberapa transaminase yang
paling penting, yang dinamakan sesuai dengan molekul pemberi aminonya:

(alanin transaminase)
L-alanin + α-ketoglutarat piruvat + asam L-glutamat

(aspartat transaminase)
L-aspartat + α-ketoglutarat Oksaloasetat + asam L-glutamat

(leusin transaminase)
L-Leusin + α-ketoglutarat α-ketoisokaproat + asam L-glutamat

(tirosin transaminase)
L-Tirosin + α-ketoglutarat p-hidrosifenilpiruvat + asam L-glutamat

1
Hati, ginjal, jantung, dan otot mengandung banyak transaminase glutamat-oksalasetat (TGO)
yang juga terkenal sebagai aspartat aminotransferase dan transaminase glutamat-piruvat (TGP)
atau alanin aminotransferase. Serum dalam keadaan normal juga menunjukkan adanya
aktivitas enzim tersebut, tetapi lebih rendah. Apabila ada kerusakan sel pada jaringan-jaringan
tersebut, enzim intraselular tadi akan keluar dari sel dan masuk ke dalam darah. Kenaikan
aktivitas TGO dan TGP serum dapat dijumpai pada beberapa jenis penyakit yang menyangkut
jaringan organ- organ tertentu.

PERCOBAAN

Alat-alat:
1. Pipet
2. Termostat pemanas air (inkubator)
3. Tabung reaksi
4. Batang pengaduk
5. Spektrofotometer

Bahan-bahan:
1.
Bufer fosfat pH 7,4 (11,3 g Na2HPO4; 2,7 g KH2PO4 dalam 1 L H2O)
2.
Larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin (19,8 mg dinitrofenilhidrazin dalam 10 mL HCl 2 M)
3.
Substrat (200 mM asam L-Alanin; 2 mM asam α-ketoglutarat, larutan standar piruvat 10
mM, larutan NaOH 0,4 N
4.
Serum

Cara Kerja
1. Pipet 200 µL substrat ke dalam tabung reaksi dan inkubasikan tabung reaksi tersebut di
dalam inkubator 37 oC selama 3 menit. Tambahkan 50 µL serum campur dengan rata
dan inkubasi selama 60 menit (precise). Kemudian keluarkan tabung tersebut dari
inkubator dan masukkan segera 200 µL larutan dinitrofenilhidrazin (DNFH), biarkan
DNFH bereaksi pada suhu kamar selama 20 menit, kocok sehingga homogen.
2. Sebagai kontrol, campurkan 200 µL substrat dengan 200 µL DNFH. Biarkan DNFH pada
bereaksi pada suhu kamar selama 20 menit. Setelah tercampur, tambahkan 50 µL
serum. Inkubasikan tabung reaksi tersebut di dalam inkubator 37 oC selama 60 menit.
3. Sebagai blanko, campurkan 200 µL substrat dengan 50 µL air dan 200 µL DNFH. Biarkan
DNFH bereaksi pada suhu kamar selama 20 menit.
4. Sebagai standar, campurkan 10 µL larutan standar piruvat dengan 190 µL substrat, 50
µL air dan 200 µL DNFH. Biarkan DNFH bereaksi pada suhu kamar selama 20 menit.
5. Kemudian tambahkan 2 mL 0,4 N NaOH pada semua tabung. Campurkan dan biarkan
pada suhu kamar selama 10 menit.
6. Ukur serapan semua campuran pada 510 nm.

1
Perhitungan
 Piruvat yang terbentuk dalam 60 menit oleh 0,05 mL serum adalah

di mana:
T serapan untuk zat yang diperiksa
K serapan untuk kontrol
S serapan untuk standar
B serapan blanko

 Maka piruvat yang terbentuk per menit setiap liter serum adalah:

Batas tertinggi untuk harga normal adalah 23 mmol piruvat per menit per liter serum.

PUSTAKA
Lehninger, A. L. (1982), “Principles of Biochemistry”, Worth Publisher, Inc., New York.

1
MODUL 3
PENGUKURAN LAJU FOTOSINTESIS PADA MIKROALGA HIJAU, CHLAMYDOMONAS
REINHARDTII

PENDAHULUAN

Fotosintesis adalah sebuah proses esensial yang menopang kelangsungan hidup di muka bumi.
Melalui fotosintesis, gas CO2 dari atmosfer diubah menjadi karbon organik yang dibutuhkan
oleh mayoritas mahluk hidup, seperti hewan dan manusia, sebagai sumber energi. Selain itu,
fotosintesis juga menghasilkan oksigen yang krusial untuk proses respirasi makhluk hidup.
Tanpa fotosintesis, mustahil kehidupan di bumi bisa bertahan.

Fotosintesis dilakukan hanya oleh tanaman, alga dan beberapa jenis bakteri tertentu. Pada
tanaman dan alga, fotosintesis terjadi di dalam organel sel yang disebut kloroplas, dimana dua
reaksi penting yang menggerakkan fotosintesis yaitu reaksi terang dan reaksi asimilasi karbon
terjadi. Pada reaksi terang, kompleks pemanen cahaya (light harvesting complex) menyerap
energi matahari untuk menghasilkan NADPH dan ATP. Selain itu, reaksi terang juga
memproduksi oksigen dari hasil oksidasi air. NADPH dan ATP dari reaksi terang kemudian
digunakan dalam Siklus Calvin-Benson yang mengasimilasi CO2 dari atmosfer dan mengkonversi
CO2 tersebut menjadi karbohidrat (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Fotosintesis pada tanaman dan alga. Diadaptasi dari: Biochemistry and Molecular
Biology of Plants. 2nd ed., Wiley-Blackwell, 2015. Gambar diproduksi dengan program
Biorender.

Reaksi terang
Pada reaksi terang, NADPH dan ATP diproduksi dari dua proses yang berbeda. NADPH
dihasilkan melalui transfer elektron sedangkan ATP dihasilkan melalui gradien proton (Gambar
3.2). Aliran elektron diawali dengan penyerapan foton dari sinar matahari oleh klorofil yang

1
membentuk kompleks dengan protein khusus. Kompleks tersebut adalah fotosistem I (PS I) dan
fotosistem II (PS II) yang tertanam pada membran tilakoid, organel yang berada di dalam
kloroplas. PS II

1
menyerap foton dengan panjang gelombang maksimal 680 nm sedangkan PS I menyerap foton
dengan panjang gelombang maksimal 700 nm. Pada PS II, ada sepasang klorofil spesifik yang
menyerap foton sehingga terbentuk oksidan kuat yang mampu mengoksidasi air menjadi
oksigen. Oksigen yang dihasilkan oleh PS II dari aktivitas ini disebut ”Oxygen Evolution” (evolusi
oksigen). Elektron hasil oksidasi air pada PS II kemudian dialirkan ke PS I melewati kompleks
protein bernama Cytrome b6F, dan plastocynin. Setelah elektron tersebut sampai di PS I, foton
yang diserap oleh PS I digunakan untuk mentransfer elektron kepada kompleks ferredoxin
untuk memproduksi NADPH dari NADP+. Di sisi lain, aliran elektron dari PS II ke PS I dan oksidasi
air menjadi oksigen pada PS II, ternyata menghasilkan proton (H+) yang lebih banyak
terkonsentrasi di dalam lumen tilakoid dibandingkan dengan stroma. Kelebihan H + di lumen lalu
dimanfaatkan oleh ATP synthase untuk memproduksi ATP dengan cara memompa H+ keluar
dari lumen menuju ke stroma. Jadi, dalam reaksi terang, aliran elektron dari PS II ke PS I
menghasilkan NADPH sedangkan ATP dihasilkan dari proton gradient force.

Gambar 3.2 Reaksi terang fotosintesis pada tanaman dan alga. PS II = fotosistem II, Cyt b 6f =
kompleks cytochrome b6f, PS I = fotosistem I, PC = plastocyanin, Fdx = ferredoxin, FNR =
Ferredoxin-NADP+-Reductase. Diadaptasi dari: Biochemistry and Molecular Biology of Plants.
2nd ed., Wiley-Blackwell, 2015. Gambar diproduksi dengan program Biorender.

Reaksi asimilasi karbon


Gas CO2 di atmosfer, meskipun berkadar rendah, adalah ”building block” dari kerangka karbon
organik pada makhluk hidup. Dengan energi matahari, organisme berfotosintesis mengkonversi
gas CO2 tersebut menjadi karbon organik melalui siklus reductive pentose phosphate (Siklus
Calvin-Benson). Dalam setahun ada sekitar 100 milyar ton gas CO 2 dari atmosfer yang dikonversi
menjadi biomasa lewat siklus Calvin-Benson. Karena itu, siklus Calvin-Benson adalah jalur
utama di alam yang mengasimilasi gas CO2 dari atmosfer menjadi biomasa. Siklus Calvin-

2
Benson

2
berlangsung melalui 13 reaksi biokimia yang dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok reaksi
terkoordinasi yaitu karboksilasi, reduksi dan regenerasi (Gambar 3.3).
 Reaksi karboksilasi CO2
Gas CO2 difiksasi pada molekul akseptor CO2 yaitu ribulose 1,5 bisphosphate (RuBP;
molekul berkarbon 5) oleh sebuah enzim bernama ribulose-1,5-bisphosphate
carboxylase/oxygenase (Rubisco). Dalam proses ini, ada 3 molekul CO 2 yang difiksasi,
dimana satu molekul CO2 menghasilkan dua molekul 3-phophoglycerate (3-PGA).
 Reaksi reduksi 3-PGA
ATP dan NADPH dari reaksi terang digunakan oleh dua reaksi enzimatik untuk mereduksi
3-PGA menjadi gyceraldehyde 3-phosphate (GAP). Satu molekul GAP kemudian
digunakan untuk sintesis karbohidrat dan energi sedangkan 5 molekul yang lain didaur
ulang menjadi RuBP untuk proses fiksasi CO2.
 Regenerasi
GAP yang tersisa kemudian didaur ulang melalui sepuluh reaksi enzimatik sampai
dihasilkan RuBP. Proses regenerasi ini membutuhkan ATP.

Gambar 3.3. Reaksi karboksilasi, reduksi dan regenrasi dalam siklus Calvin-Benson. Sumber:
Biochemistry and Molecular Biology of Plants. 2nd ed., Wiley-Blackwell, 2015.

Aktivitas fotosintesis dapat diukur secara kuantitatif dengan beberapa metode, salah satunya
adalah dengan mengukur laju evolusi oksigen dari PS II. Seperti yang sudah dijelaskan diatas,
evolusi oksigen hanya terjadi saat energi matahari diserap oleh PS II sehingga terjadi aliran

2
elektron yang berujung pada pembentukan NADPH. Proses ini juga mengakibatkan
terbentuknya

2
proton motive force yang mengasilkan ATP. Karena NADPH dan ATP tersebut lalu dikonsumsi
oleh siklus Calvin-Benson, maka jumlah oksigen yang berevolusi berbanding lurus dengan
jumlah CO2 yang difiksasi dalam siklus Calvin-Benson. Data eksperimen menunjukan bahwa,
rasio antara CO2 yang difiksasi dalam siklus Calvin-Benson dan oksigen yang berevolusi dari PS II
adalah 1:1 (Badger, 1985., Kaplan & Björkman, 1980). Oleh sebab itu ada dua hal yang
mempengaruhi laju evolusi oksigen, sinar matahari dan CO2.

Pada percobaan ini, evolusi oksigen dari PS II diukur menggunakan Clark Type Oxygen Electrode
(elektroda Clark) dari Hansatech yang bernama Oxygraph+. Elektroda Clark terdiri dari katoda
platinum dan anoda perak yang dihubungkan oleh elektrolit KCl (Gambar 3.4). Elektroda dan
elektrolit ini dipisahkan oleh membran teflon yang porinya dapat dilewati oleh oksigen. Saat
tegangan listrik berukuran kecil (0,6-0,7 V) diberikan pada keseluruhan elektroda, maka O 2 pada
katoda platinum akan tereduksi menjadi hidrogen peroksida (H 2O2) yang kemudian tereduksi
lebih lanjut menjadi ion hidrosida (OH-). Elektron yang dibutuhkan dalam proses reduksi O 2
diperoleh dari oksidasi perak pada anoda dimana perak yang dioksidasi bereaksi dengan ion Cl -
membentuk AgCl. Karena itu, arus yang mengalir dari anoda ke katoda sebanding dengan
konsentrasi oksigen yang ada di katoda atau sebanding dengan konsentrasi O 2 dari sampel yang
diukur. Aliran arus tersebut yang kemudian direkam oleh software yang ada pada alat

Oxygraph+

Gambar 3.4 Clark Type Oxygen Electrode

Pada percobaan kali ini, pengukuran evolusi oksigen dilakukan pada mikroalga hijau,
Chlamydomonas reinhardtii dengan kekuatan cahaya yang konstan dan konsentrasi C i (CO2 dan
HCO3-) yang berbeda-beda pada pH 7,3. Sumber C i yang digunakan adalah NaHCO3 (Natrium
bikarbonat).

2
PERCOBAAN

Peralatan dan Bahan


1. Pipet mikro P10, P100/P200, P1000 dan tips
2. Pipet plastik
3. Tabung mikro 1,5 ml dan 2 ml
4. Spektrofotometer dan kuvet atau Nanodrop
5. Sentrifuga
6. Oxygraph+ system dan lampu
7. Vortex
8. Gas N2
9. 1M NaHCO3
10. 99% Etanol (Etanol PA)
11. 25 mM buffer Tris-HCl pH 7.3
12. Air miliQ

Cara Kerja
A.
Pembuatan larutan Ci sebagai substrat fotosintesis
Dari stok larutan 1M NaHCO3 buatlah 1 ml larutan NaHCO3 dengan konsentrasi seperti pada
tabel di bawah ini:

Konsentrasi Dibuat oleh:


10 mM Kelompok 1,2
25 mM Kelompok 3,4
50 mM Kelompok 5,6

Tutup rapat tabung berisi NaHCO3. Larutan diatas harus dibuat ”fresh” sebelum eksperimen
dilakukan.

B.
Pengukuran klorofil total dari sampel mikroalga yang akan digunakan
 Pipet 1 ml sel Chlamydomonas lalu sentrifuga pada kecepatan 12,000 RPM untuk
mengendapkan semua sel.
 Buang semua supernatan dan tambahkan 1 ml etanol 99% pada pelet lalu vortex/kocok
hingga semua pelet larut dan berubah warna menjadi putih.
 Ekstraksi klorofil berhasil jika warna etanol berubah menjadi hijau dan warna pelet
berubah menjadi putih.
 Ukur absorban pada panjang gelombang 649 nm, 665 nm dan 730 nm menggunakan
spektrofotometer/nanodrop. Jika dibutuhkan, encerkan larutan saat pengukuran.
Gunakan etanol 99% sebagai blanko.
 Konsentrasi klorofil total dihitung dengan rumus berikut:
g/ml klorofil = 20,04(A649-A730) + 6.1(A665-A730)

2
 Berdasarkan konsentrasi klorofil yang dihitung, sentrifuga sejumlah sel untuk
mendapatkan total klorofil sebanyak 120 g. Sentrifuga dilakukan pada kecepatan
rendah 1,500 RPM selama 5 menit agar sel tidak rusak, buang supernatan dengan hati-
hati lalu tambahkan 1 ml 25 mM buffer Tris-HCl pH 7.3 untuk melarutkan pelet.

C.
Perhitungan laju fotosintesis
 Kalibrasi alat Oxygraph+ sesuai petunjuk (dilakukan oleh asisten/pemimpin praktikum)
 Masukkan 250 l sel Chlamydomonas yang sudah diinkubasi dalam buffer Tris-HCl pH
7.3 (langkah terakhir bagian B) ke dalam chamber lalu tambahkan 1,750 l 25 mM
buffer Tris- HCl pH 7.3 sehingga volume total menjadi 2 ml.
 Tutup chamber, nyalakan strirer, nyalakan lampu dan biarkan sel berfotosintesis untuk
mengkonsumsi semua Ci yang masih ada di dalam media. Jika semua Ci sudah
dikonsumsi maka laju evolusi oksigen yang terbaca akan konstan (plateau). Jika
konsentrasi oksigen di dalam chamber melebihi batas maksimal, buka tutup chamber
dan alirkan gas N2 untuk membuang kelebihan oksigen tersebut, lalu tutup kembali
chamber dan tunggu sampai laju evolusi O2 menjadi konstan.
 Setelah konstan (artinya tidak ada lagi substrat C i di dalam buffer), suntikkan 2 l larutan
NaHCO3 dan amati laju evolusi O2 pada komputer.
 Setelah pengukuran selesai, matikan lampu, keluarkan sampel dari chamber dan
bersihkan chamber dengan air miliQ.

Tabel Pengumpulan dan pengolahan data


Kelompok Konsentrasi Laju Evolusi O2 Jumlah klorofil Laju Evolusi O2
NaHCO3 (Mol/menit) total dalam (Mol/g
chamber klorofil/jam)
1
2
3
4
5
6

Pertanyaan diskusi
1.
Berdasarkan data yang diperoleh, bagaimana hubungan antara konsentrasi NaHCO 3 dan laju
evolusi O2 yang teramati?
2.
Hitunglah jumlah HCO3- dan CO2 yang terbentuk di dalam chamber saat larutan NaHCO 3
disuntikkan ke dalam chamber (pH chamber 7.3 dan pKa asam karbonat adalah 6,36).
Bagaimana pengaruh HCO3- dan CO2 terhadap laju evolusi O2?
3.
Selain konsentrasi NaHCO3, faktor apa yang dapat mempengaruhi laju evolusi O2?

2
PUSTAKA

Badger, M. R. (1985). Photosynthetic oxygen exchange. Annual Review of Plant Physiology,


36(1), 27-53.

Berg, J.M., Tymoczko, J.L., Gatto Jr., G.J. and Stryer, L. (2015) Biochemistry. 8th Edition, W.H.
Freeman & Company, New York, NY

Buchanan, B. B., Gruissem, W., & Jones, R. L. (Eds.). (2015). Biochemistry and molecular
biology of plants (2nd ed.). Wiley-Blackwell.

Kaplan, A., & Björkman, O. (1980). Ratio of CO2 uptake to O2 evolution during photosynthesis in
higher plants. Zeitschrift für Pflanzenphysiologie, 96(2), 185-188.

2
MODUL 4
LAC OPERON

PENDAHULUAN

Salah satu proses penting di dalam sel yang dideskripsikan oleh “dogma sentral” biologi adalah
bagaimana informasi genetik yang tersimpan pada gen di untai DNA diterjemahkan menjadi
mRNA dan selanjutnya digunakan untuk memproduksi protein yang terlibat dalam berbagai
proses biologis. Alur informasi dari DNA, ke RNA lalu menjadi protein ternyata mengalami
pengaturan atau regulasi yang ketat. Untuk lebih memahami konsep ini, kita akan mempelajari
bagaimana sel E.coli yang hidup di dalam usus besar manusia mengatur ekspresi gen untuk
mengatasi perubahan kadar nutrien tertentu (misalnya glukosa dan laktosa) di sekitar
lingkungannya.

E.coli cukup fleksibel dalam memilih sumber karbonnya. Saat glukosa—pilihan sumber karbon
utama—tidak tersedia, E.coli tetap mampu mencerna gula lain yang lebih kompleks misalnya
laktosa dari susu, arabinosa, maltosa, xilosa dan lain-lain. Kunci dari fleksibilitas ini adalah
pengendalian sintesis enzim-enzim pada jalur metabolisme tertentu, contohnya metabolisme
laktosa.

Pada genome E.coli terdapat kumpulan gen-gen pengkode enzim-enzim yang terlibat dalam
proses metabolisme laktosa. Uniknya, gen-gen tersebut terorganisir dalam bentuk OPERON
dimana proses transkripsinya dikontrol oleh sebuah unit regulator tunggal sehingga dihasilkan
satu jenis mRNA yang membawa kode untuk membuat beberapa enzim berbeda sekaligus.
Meskipun berbeda, enzim-enzim tersebut sama-sama terlibat dalam proses metabolisme
laktosa. Kumpulan gen-gen tersebut dikenal dengan nama LAC OPERON (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Skema lac-operon dari E.coli

2
LAC OPERON terdiri dari tiga gen struktural yaitu LacZ, LacY dan LacA. Transkripsi dari ketiga
gen ini dikontrol oleh sebuah unit regulator yang terdiri dari promotor, operator dan sebuah
protein represor. LacZ adalah gen pengokode β-galaktosidase yang bertugas untuk memecah
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. LacY adalah gen pengode permease, protein transporter
pada dinding sel yang bertugas untuk melewatkan laktosa ke dalam sel. LacA adalah gen yang
mengkode transasetilase yang fungsi pastinya dalam metabolisme laktosa belum jelas.

Ketika laktosa melimpah dan glukosa tidak tersedia, LAC OPERON terinduksi dan β-
galaktosidase yang dihasilkan akan memecah laktosa sehingga E.coli memperoleh glukosa,
sumber karbon favoritnya. Bagaimana proses ini terjadi? Laktosa pada awalnya akan berdifusi
masuk ke dalam sel, lalu mengalami perubahan bentuk menjadi alolaktosa yang kemudian
terikat pada protein repressor sehingga protein repressor terlepas dari operator. Ketika protein
repressor tidak lagi terikat pada daerah operator, RNA polimerase dapat menempel pada
promoter dan memulai proses transkripsi untuk menghasilkan β-galaktosidase, permease dan
transasetilase. Permease yang terbentuk akan mempercepat masuknya laktosa ke dalam sel
yang kemudian dihidrolisis oleh B-galaktosidase.

Saat laktosa sudah tidak tersedia, protein repressor kembali terikat pada operator sehingga
menghalangi aktivitas RNA polimerase dalam proses transkripsi. Akibatnya, transkripsi
terhenti/menurun.

Selain itu, kehadiran glukosa juga mempengaruhi kinerja RNA polimerase. Untuk dapat terikat
pada promotor secara efektif, RNA polimerase harus berinteraksi dengan sebuah protein
bernama CAP (catabolite activator protein) dan sebuah molekul bernama cAMP. Kehadiran
glukosa akan menurunkan konsentrasi cAMP sehingga interaksi antara RNA Polimerase, CAP
dan cAMP tidak akan terjadi. Akibatnya RNA polimerase tidak akan terikat dengan baik pada
promotor dan proses transkripsi tidak berjalan maksimal.

Pada percobaan ini, akan dilakukan induksi dan pengukuran aktivitas ß-galaktosidase secara
kolorimetri untuk mempelajari ekpsresi gen pada sistem LAC OPERON. ONPG (ortho-nitrofenil-
β-D-galaktopiranosida; Gambar 4.2) digunakan sebagai substrat, pengganti laktosa. ONPG
merupakan senyawa yang tidak berwarna. Adanya aktivitas ß-galaktosidase ditunjukkan
adengan danya perubahan warna (menjadi kuning) dari ONP (ortho-nitrofenol) (lmax = 420 nm).

2
Gambar 4.2. Reaksi yang dikatalisis oleh β-galaktosidase

Anda akan diberi dua jenis strain E. coli, wild type dan mutan LAC OPERON. Kedua strain ini
telah ditumbuhkan dalam 6 jenis medium yang berbeda:
a. LB
b. LB+Laktosa (0.1 gram/mL)
c. LB+Glukosa (0.1 gram/mL)
d. LB+Glukosa(0.1 gram/mL)+Laktosa (0.06 gram/mL)
e. LB+IPTG (1 mM)
f. LB+IPTG (0.1 mM)+Glukosa (0.1 gram/mL)
Tugas anda adalah melakukan uji biokimia untuk menentukan apakah sistem LAC OPERON pada
strain wild-type berjalan seperti yang seharusnya. Selanjutnya anda akan membandingkan data
antara strain wild-type dan mutan untuk memprediksikan komponen LAC OPERON yang
mengalami mutasi. Uji biokimia yang dilakukan adalah menentukan aktivitas ß-galaktosidase
dalam setiap medium di atas.

PERCOBAAN
Bahan-bahan:
 Suspensi sel E. coli yang ditumbuhkan sehari semalam dalam media: Luria Bertani (LB)
 Medium pertumbuhan:
a. LB
b. LB + Laktosa (0.1 gram/mL)
c. LB + Glukosa (0.1 gram/mL)
d. LB + Glukosa (0.1 gram/mL)+Laktosa (0.06 gram/mL)
e. LB + IPTG (1 mM)
f. LB + IPTG (0.1 mM)+Glukosa (0.1 gram/mL)
 Larutan ONPG (orto-nitrofenil-β-D-galaktosida)
 Bufer Z (Tiap 50 mL bufer mengandung: 0,80 g Na2HPO4.7H2O (0,06 M), 0,28 g
NaH2PO4.H2O (0,04 M) , 0,5 mL 1M KCl (0,01 M) , 0,05 mL 1 M MgSO4 (0,001 M) , 0,135

3
mL β-mercaptoethanol (BME) (0,05 M) , volume ditepatkan dengan H2O dan diatur pH
sehingga pH larutan = 7,0
 SDS 0,1%
 Na2CO3 2M
 Etanol 70% teknis

Alat-alat:
 Kuvet 1 ml
 Pipet mikro
 Tip mikro
 Wadah tempat menyimpan alat ”habis pakai” yang mengandung desinfektan
 Stopwatch
 Goggles

PROSEDUR

1. Anda akan diberikan kultur E.coli wild-type dan kultur E.coli mutan yang memiliki OD600
=1 sesuai dengan komposisi media yang sudah disebutkan di atas.
a. LB
b. LB + Laktosa
c. LB + Glukosa
d. LB + Glukosa+Laktosa
e. LB + IPTG
f. LB + IPTG + Glukosa
Beri label yang sesuai untuk setiap tabung tersebut.
Untuk setiap strain, anda akan mendapatkan 2 tabung yang sama, misalnya 2 tabung
wild-type dalam media LB. Gunakan satu tabung untuk pengukuran T0 dan tabung yang
lain untuk pengukuran T10.
2. Sentrifuga semua tabung tersebut dengan kecepatan 12.000 RPM pada suhu ruang
selama 1 menit.
3. Buang supernatant.
4. Tambahkan 500 µL buffer-Z ke dalam setiap tabung, ”resuspend” pellet menggunakan
pipet sampai semua pelet larut dalam buffer-Z.
5. Sentrifuge semua tabung tersebut dengan kecepatan 12,000 RPM pada suhu ruang
selama 1 menit.
6. Buang supernatant.
7. Tambahkan 800 µL buffer-Z dan larutkan pelet dengan teknik “resuspend”
8. Tambahkan dan 35 µl 0,1% SDS ke dalam setiap tabung, kemudian vortex selama
masing-masing tabung selama 15 detik. Jika vortex tidak tersedia anda dapat
mengocok dengan cara membolak-balikan tabung selama 10-15 kali.
9. Tempatkan semua tabung secara bersamaan pada styrofoam boat dan inkubasi dalam
water bath 37°C selama 1 menit.

3
10. Pada masing-masing strain, untuk tabung T0, tambahkan 200 µL Na2CO3 2 M dan
dikocok, diamkan selama 2 menit. Lalu tambahkan 100 µL ONPG (4 mg/mL) ke dalam
setiap tabung T0 dan inkubasi selama 10 menit (Inkubasi dapat dilakukan bersamaan
dengan tabung T10 pada langkah 11).
11. Siapkan tabung T10. Tambahkan 0,1 ml ONPG (4 mg/mL) ke dalam setiap tabung
tersebut. Penambahan ONPG dihitung sebagai waktu nol dan dikocok. Sebaiknya
masing–masing tabung dibedakan 30 detik. Setelah penambahan ONPG tabung harus
segera diinkubasi pada water bath 37oC selama 10 menit.
12. Setelah 10 menit, segera tambahkan 0,2 mL Na 2CO3 1 M ke dalam tabung T10 dan
dinginkan pada suhu ruang.
13. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 12,000 RPM selama 2 menit.
14. Tuangkan supernatan ke dalam kuvet yang tersedia.
15. Lakukan pengukuran absorban (A) pada panjang gelombang 420 nm.
Spektrofotometer sebelumnya di nol-kan terlebih dahulu dengan menggunakan air.

Absorban 420 Wild type Absorban 420 Mutan


Media
T0 T10 T0 T10
a LB
b LB + Laktosa
c LB + Glukosa
d LB +Glukosa+Laktosa
e LB + IPTG
f LB + IPTG + Glukosa

16. Dari data diatas, hitung aktivitas ß-galaktosidase dengan rumus:


Aktivitas enzim = A420/Tinkubasi
17. Tampilkan data aktivitas untuk masing-masing media dari setiap strain dengan ”bar
graph” seperti contoh di bawah ini:

3
PERHATIAN!!
Setelah selesai bekerja dengan mikroorganisme, jangan lupa untuk mensterilisasi kembali
meja kerja, semua peralatan dan bahan ”habis pakai” yang digunakan. Buang sampah pada
tempat khusus yang mengandung desinfektan.

PUSTAKA
J.H. Miller in "Experiments in Molecular Genetics" 1972 Cold Spring Harbor Laboratories pages
352-355.

Pierce, B.A., 2018. Genetics essentials: concepts and connections (p. 488). WH Freeman.

3
MODUL 5
AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN PENGKODE 16S rRNA UNTUK IDENTIFIKASI GALUR BAKTERI
DENGAN TEKNIK PCR

PENDAHULUAN
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah sebuah teknik in vitro yang digunakan untuk
mengamplifikasi atau memperbanyak segmen DNA tertentu dari bagian DNA yang panjang
(Gambar 5.1) dan ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985. Penemuannya ini
mengantarkan Kary Mullis menerima hadiah Nobel Kimia pada tahun 1993 (Newton, 1997).

Gambar 5.1. Perbanyakan eksponesial dari dari proses PCR. Daerah berwarna merah adalah
segmen DNA yang diperbanyak lewat proses PCR. Setelah melewati beberapa siklus PCR,
jumlah dari segmen tersebut bertambah secara eksponensial

Amplifikasi DNA dengan PCR dilakukan menggunakan primer (oligonukleotida).Primer adalah


molekul DNA untai tunggal pendek yang berkomplemen dengan ujung 3’ dari DNA templat yang
ingin diperbanyak. Primer ini kemudian diperpanjang berdasarkan urutan DNA templat oleh
DNA polimerase menggunakan deoksinukleosida trifosfat (dNTPs: dATP, dGTP, dCTP, dTTP)
pada kondisi reaksi yang sesuai. Proses ini akan menghasilkan rantai DNA baru yang
berkomplemen dengan rantai DNA templat sehingga menghasilkan DNA untai ganda baru.
Sintesis rantai DNA baru dengan teknik PCR terjadi melalui proses denaturasi termal molekul
DNA template, penempelan primer pada DNA template, dan perpanjangan primer oleh DNA
3
polimerase pada temperatur yang sesuai dengan kerja enzim (Newton, 1997). Tahapan dari PCR
adalah sebagai berikut (Gambar 5.2).:
1. Denaturasi dengan suhu 94°C. Pada tahap ini rantai ganda molekul DNA dipisahkan dengan
pemanasan. Hal ini dapat dilakukan kerena dua rantai DNA ini dihubungkan oleh ikatan
hidrogen sehingga dapat didenaturasi secara reversibel menggunakan siklus pemanasan
dan pendinginan
2. Annealing (penempelan primer). Pada tahap ini, primer akan menempel pada dua rantai
target yang telah dipisahkan. Satu primer akan mengenali dan terikat pada salah satu rantai
DNA target dan primer yang lainnya akan mengenali dan berikatan dengan rantai yang
lainnya. Primer untuk PCR menempel pada daerah 3’ dari masing-masing rantai. Biasanya
suhu yang digunakan untuk annealing yaitu berkisar antara 45–60°C, namun dalam
percobaan ini suhu yang digunakan yaitu 58°C.
3. Extension (pemanjangan). Tahap ini DNA polimerase mengikat ujung 3’ pada primer dan
menggunakan dNTPs untuk mensintesis rantai DNA baru dengan arah pemanjangan 5’ ke 3’
(arah primer). Rantai DNA baru yang telah disintesis kemudian menjadi templat baru untuk
siklus amplifikasi berikutnya. Oleh karena itu, target urutan DNA yang akan diamplifikasi
akan lebih selektif dari sebelumnya (Gambar 5.1)

Gambar 5.2 Tahapan siklus PCR. Siklus ini di ulang sekitar 20-30 kali untuk menghasilkan produk
yang cukup.

Pada percobaan ini, teknik PCR digunakan untuk memperbanyak gen pengode 16S rRNA dari
bakteri untuk menentukan jenis spesiesnya. Gen 16S rRNA mengkode RNA ribosome (rRNA)
yang dikenal dengan nama 16S rRNA. 16S rRNA adalah bagian dari small subunit ribosome yang
penting untuk proses translasi mRNA (Gambar 5.3). Small subunit ribosome tersusun dari 16s

3
rRNA dan 21 protein. Kompleks antara 16sRNA dan protein-protein penyusun small subunit ini
disebut 30s Ribosomal subunit (Gambar 5.3).

Gambar 5.3 Ribosome pada prokariot. Gambar diproduksi dengan program Biorender.

Urutan gen 16S rRNA digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan taksonomi bakteri
karena gen ini ditemukan pada semua jenis prokariot, memiliki fungsi yang relatif tetap atau
bersifat lestari (conserved) sehingga perbedaan nukleotida yang ada dapat menunjukan jejak
evolusi. Untuk melakukan analisis kekerabatan bakteri, gen 16S rRNA terlebih dahulu
diperbanyak (diamplifikasi) menggunakan teknik PCR. Selanjutnya produk PCR dianalsis
menggunakan elektroforesis gel agarosa dan di-sequencing untuk menentukan urutan
nukleotida gen tersebut. Urutan nukleotida yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
urutan gen 16S rRNA dari koleksi bakteri yang ada di GenBank.

Pada modul 5 ini, kita akan melakukan tahap awal yaitu mengamplifikasi gen 16S rRNA. Pada
modul 6 kita kan menganalisis sekuens gen 16S rRNA dan membandingkannya dengan sekuens
koleksi bakteri yang ada di GenBank.

PERCOBAAN

Alat-alat
Mesin PCR, pipet mikro dan tip berbagai ukuran 10-100 μL, 2-20 μL, dan 100-1000 μL, tabung
mikro 200 μL, cetakan gel agarosa, chamber elektroforesis agarosa.

3
Bahan-bahan
1. Agarosa
2. Bufer TAE 1´
3. Loading buffer DNA
4. ddH20 steril
5. 5% Chelex (b/v)
6. Bakteri
7. Primer (Tabel 1)
8. Gotag green master mix
9. EtBr (!!)

PROSEDUR
Setiap kelompok akan mendapatkan empat buah strain yang belum diketahui jenis spesiesnya.
Empat strain bakteri ini akan dikerjakan oleh dua kelompok kecil dalam satu kelompok.
Misalnya di kelompok 1 yang terdiri dari 8 orang, 4 orang pertama mengerjakan strain 1 dan 2,
sedangkan 4 orang berikutnya mengerjakan strain 3 dan 4.
1. Ekstraksi DNA dari sel bakteri
Untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA, DNA genomic (gDNA) dari strain tersebut harus
diekstraksi menggunakan larutan Chelex 5% lalu gDNA tersebut digunakan sebagai
template PCR.
a. Dengan teknik aseptik, ambil sedikit sel bakteri dari cawan petri menggunakan
tusuk gigi steril, lalu celupkan tusuk gigi yang mengandung sel bakteri ke dalam
larutan Chelex yang diberikan.
b. Jepit penutup microtube dengan clamp (Gambar 5.4) yang disediakan agar tidak
meledak saat dididihkan.

Gambar 5.4 Clamp Mikrotube


c. Didihkan campuran sampel selama 10 menit menggunakan penangas air
d. Diamkan sampel sampai suhunya sama dengan hingga suhu ruang
e. Sentrifugasi sampel dengan kecepatan 12.000 x g selama 1 menit.
f. Ambil supernatannya, dan pisahkan ke dalam tabung mikro yang steril. Pastikan
Chelex dan sel bakteri tidak terbawa!!

3
2. Amplifikasi DNA dengan PCR
a. Siapkan 4 buah tabung PCR dan label tutupnya dengan kelompok dan huruf
menggunakan marker permanen. Misalnya: 1A, 1B dst
b. Tabel dibawah menggambarkan jenis primer dan template dari masing-masing tube
Label Tabung Template
A ddH20 (Kontrol Negatif)
B gDNA Sampel 1
C gDNA Sampel 2
D gDNA Kontrol Positif

c. Buatlah master mix untuk 5 reaksi (Buatlah perhitungan master mix dalam jurnal
kerja anda). Master mix tidak mengandung template, tetapi hanya berisi ddH 20,
primer forward, primer reverse, dan Dreamtaq Green PCR mix . Pipet 23 μL
mastermix ke tabung 1 sampai 4. Tambahkan 2 μL template yang sesuai untuk
masing-masing tabung.

REAGEN Reaksi 1x (μL) Master mix 5x (μL)


ddH2O 6,5 …….
Primer Forward 2 …….
Primer Reverse 2 …….
Template 2 No template
Dreamtaq Green PCR mix 12,5 ……..
Total Volume 25 ……..

d. Masukan tabung PCR ke dalam mesin PCR dengan kondisi siklus seperti yang tertera
pada diagram di bawah:

e. Hasil PCR kemudian dianalisis dengan elektroforesis agarosa

3
3. Elektroforesis agarosa
Elektroforesis agarosa dilakukan untuk menganalisis ukuran fragmen DNA. Gel agarosa
dibuat dengan melarutkan 1 % agarosa ke dalam bufer TAE 1× (Tris-asetat 0,04 M;
Na2EDTA 0,001 M pH 8) dengan cara pemanasan. Dinginkan larutan hingga suhu ~50 oC,
kemudian tambahkan etidium bromida/EtBr sebanyak 0,5 µL. Larutan dituang ke dalam
cetakan gel dan dibiarkan hingga membeku. Setelah beku, gel diletakkan ke dalam alat
elektroforesis (Bio-Rad) kemudian isi dengan bufer TAE 1× hingga tanda batas.
Karena PCR menggunakan Dreamtaq Green PCR mix yang telah mengandung pewarna dan
pemberat, hasil PCR dapat langsung disuntikan ke dalam sumur gel agarose. Gunakan 5 μL
sampel. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 85 V selama 35 menit.
Foto hasil gel elektroforesis dan diberi label sesuai dengan aturan yang ada.

PUSTAKA
C.R.; Graham, A. Newton. 1997. PCR: Second Edition (Introduction to Biotechniques). BIOS
Scientific Publishers.

3
MODUL 6
ANALISIS BIOINFORMATIKA FRAGMEN GEN PENGODE 16SRNA UNTUK MENENTUKAN SPESIES
BAKTERI

PENDAHULUAN
Gen pengode 16S rRNA umum digunakan untuk mengidentifikasi genus dan spesies dari
bakteri. Gen 16S rRNA mengkode small subunit RNA ribosome (lihat Gambar 5.3 pada Modul 5)
yang penting untuk proses translasi. Karena fungsinya yang esensial, urutan gen 16S rRNA tidak
mengalami banyak perubahan (mutasi) dalam kurun waktu yang lama sehingga dapat
menunjukan jejak evolusi dari sebuah bakteri. Hal lain yang membuat membuat gen ini unggul,
adalah ukurannya yang tidak terlalu besar (~1,500 pasang basa) sehingga mudah diamplifikasi
dan gen ini juga ditemukan pada semua bakteri.

PadaInformasi
modul 5,penting:
setelah gen 16S rRNA diamplifikasi dengan teknik PCR, gen tersebut kemudian
ditentukan urutan nukleotidanya
Cara penulisan nama bakteri menggunakan mesin sequencing. Urutan nukleotida yang
diperoleh1.lalu
Ditulis dengan huruf
dibandingkan miring
dengan (italics):
koleksi Bacillus
sequence amyloliquefaciens.
di GenBank dengan program BLAST untuk
2. Diawali dengan Genus (huruf kapital di awal) dan
menentukan “percent identity” atau “percent similarity” yang dapat diikuti dengan nama
memberikan petunjuk
spesies (tidak perlu huruf kapital di awal)
mengenai genus dan spesies dari bakteri. Selanjutnya dengan membuat pohon filogenetik,
3. Jika nama spesies belum diketahui, dapat diberi akhiran sp. Contoh: Bacillus sp.
kekerabatan dari bakteri dapat dianalisis lebih lanjut.

PERCOBAAN
Setiap kelompok akan mendapatkan 4 buah sekuens bakteri untuk dianalisis. Sekuens akan
diberikan saat praktikum berlangsung.
1. BLAST
a. Buka website: https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi lalu pilih “nucleotide BLAST”

Gambar 6.1 Nucleotide BLAST page pada NCBI

4
b. Copy dan paste sekuens yang akan dianalisis dan klik blast (Gambar 6.2)

Gambar 6.2 Enter query sequence page pada NCBI

4
Hasil BLAST akan terlihat seperti di bawah ini (Gambar 6.3):

Gambar 6.3 Hasil BLAST

Dari hasil BLAST jawablah pertanyaan di bawah ini:


1. Apa nama bakteri yang memiliki query coverage dan percent identity tertinggi? Jika
ada beberapa tuliskan setidaknya tiga jenis. Tuliskan juga accession number dari
bakteri-bakteri tersebut.
2. Klik accession number dari bakteri yang memiliki query coverage dan percent identity
tertinggi. Informasi apa saja yang anda peroleh dari halaman tersebut? Simpan
(save) fasta sequence tersebut dalam file txt atau word seperti pada Gambar 6.4.
3. Apa nama gen yang berhasil teridentifikasi dari hasil BLAST dan berapa ukurannya
(dalam base pair)?
4. Pada bagian taxonomy, apa nama bakteri (genus dan spesies) yang memiliki
“number of hits” tertinggi pertama, kedua dan ketiga? Tuliskan juga jumlah “hits”
untuk masing-masing bakteri tersebut (Misalnya: Bacillus subtilis = 32 hits)
5. Berdasarkan list bakteri yang teridentifikasi dari hasil BLAST, apakah ada bakteri
yang memiliki genus yang berbeda?

2. DNA alignment dan Pembuatan Pohon Filogenetik


a. Di bagian taxonomy download tiga fasta sequence dari beberapa kelompok bakteri
dengan jumlah hits lebih dari 10. Misalnya jika hasil blast menunjukan Bacillus subtilis =
32 hits dan Bacillus volimortis = 15 hits, download tiga sequence dari kelompok Bacillus
subtilis dan tiga sequence fasta dari Bacillus volimortis. Simpan keseluruhan sequence
fasta tersebut dalam satu file txt atau word seperti Gambar 6.4. Identifer (kotak merah;

4
Gambar 6.4) dan tanda “>”harus ikut disertakan, jika tidak, alignment akan gagal.

Gambar 6.4 Contoh fasta sequence dan identifernya

b. Tahap awal dari pembuatan pohon filogenetik adalah penjajaran (alignment) sequence
DNA. Alignment akan menggunakan program Clustal Omega dari website EBI :
https://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalo/
Copy dan paste sequence sequence bakteri yang anda analisis, sequence bakteri hasil
BLAST yang memiliki query coverage dan percent identity tertinggi, dan keseluruan
sequence yang sudah disimpan dari poin 2a ke dalam tempat yang tersedia (Step 1;
Gambar 6.5). Pastikan anda mengubah mode sequence menjadi DNA dan sertakan
identifier dari setiap sequence. Klik submit (Step 3; Gambar 6.5)

Gambar 6.5 Clustal omega EBI

4
c. Setelah hasil alignment diperoleh, klik menu “phylogenetic tree” lalu pilih “Cladogram”
untuk melihat pohon filogenetik (Gambar 6.6). Copy dan simpan gambar pohon
filogenetik untuk laporan.

Gambar 6.6 Contoh pohon filogenetik

Pertanyaan:
1. Ada berapa kelompok bakteri yang terlihat dari pohon fiogenetik?
2. Pada kelompok mana bakteri yang anda analisis ditemukan?
3. Apa bakteri yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bakteri yang anda analisis?

PUSTAKA
Janda, J. M., & Abbott, S. L. (2007). 16S rRNA gene sequencing for bacterial identification in the
diagnostic laboratory: pluses, perils, and pitfalls. Journal of clinical microbiology, 45(9), 2761-
2764.

Clarridge III, J. E. (2004). Impact of 16S rRNA gene sequence analysis for identification of
bacteria on clinical microbiology and infectious diseases. Clinical microbiology reviews, 17(4),

4
840-862.

Anda mungkin juga menyukai