Anda di halaman 1dari 54

PEDOMAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

Ir. Aluh Nikmatullah, M.Agr.Sc., Ph.D


Novita Hidayatun Nufus, S.Si., M.P

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019
1

KATA PENGANTAR

Pedoman praktikum ini disusun sebagai acuan kegiatan praktikum


Bioteknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Salah
satu tujuan praktikum adalah untuk lebih meningkatkan pemahaman
terhadap materi ajar yang disampaikan melalui kuliah serta sarana pengujian
pemahaman terhadap materi yang telah diterima sebelumnya.

Praktikum Bioteknologi Tumbuhan ini meliputi pengenalan laboratorium


bioteknologi, pembuatan media kultur jaringan, pengenalan teknik aseptis
dan teknik kultur jaringa, produksi metabolit sekunder melalui kultur akar,
ekstraksi DNA, dan Elektroforesis DNA. Idealnya, kegiatan praktikum
dilakukan pada setiap materi ajar, namun keterbatasan waktu, dana dan
peralatan menyebabkan tidak semua materi ajar dapat dilakukan praktikum

Penulis menyadari kegiatan praktikum dan buku pedoman praktikum ini


belum sempurna dan kami akan melakukan penyempurnaan dikemudian hari
untuk meningkatkan kualitas dan memberikan kajian lebih komprehensif
sesuai dengan materi ajar yang disampaikan. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan buku pedoman praktikum Bioteknologi Pertanian ini.

Mataram, 15 Pebruari 2020


Penyusun
2

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

KETENTUAN UMUM 3

I ACARA 1: PENGENALAN LABORATORIUM 4

II. ACARA II : PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN 10

III. ACARA III: INISIASI KULTUR ASEPTIS - PENGARUH 20


KONSENTRASI SODIUM HIPOKLORIT DAN LAMA
STERILISASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN
IV ACARA IV: PENGARUH MEDIA TERHADAP 31
PERTUMBUHAN EKSPLAN

V. KULTUR AKAR UNTUK PRODUKSI METABOLIT 36


SEKUNDER
VI ACARA VI : EKSTRAKSI DNA TUMBUHAN 42

VII ACARA VII : ELEKTROFORESIS DNA TUMBUHAN 49

PETUNJUK PENULISAN LAPORAN 51

DAFTAR PUSTAKA 42
3

KETENTUAN UMUM PESERTA PRAKTIKUM

1) Peserta praktikum harus datang 10 menit sebelum acara dimulai


2) Peserta diwajibkan memperhatikan keselamatan di Laboratorium, dan berpakaian
sebagai berikut:
 Mengenakan baju praktikum
 Bagi peserta wanita: rambut diikat rapi atau dipotong sebahu bila tidak
berkerudung atau berkerudung
 Peserta pria berambut panjang mengikuti aturan selayaknya peserta wanita
 Mengenakan sepatu tertutup
 Mengenakan masker
3) Setiap acara praktikum diawali dengan test awal, praktikan mempersiapkan sendiri 1
lembar kertas untuk menjawab soal test awal
4) Praktikan hanya diperkenankan berbicara seperlunya saat praktikum
5) Praktikan tidak bercanda di dalam laboratorium
6) Praktikan mengambil bahan kimia dengan hati-hati dan memperhatikan keselamatan
7) Setiap peserta praktikum memiliki lembar kerja sendir yang disyahkan oleh CoAss
8) Setiap kelompok bertanggung-jawab bersama atas semua peralatan yang digunakan
dan mengganti peralatan yang pecah, rusak atau kotor
9) Setiap peserta membuat laporan mingguan sesuai ketentuan dan mengumpulkan
laporan mingguan pada minggu berikutnya sebelum praktikum dimulai (Laporan
sebagai tiket masuk). Mahasiswa yang tidak mengumpulkan laporan pada saat yang
ditentukan, kecuali dalam keadaan yang tidak bias dikendalikan, TIDAK
DIPERKENANKAN mengikuti acara praktikum selanjutnya.
4

ACARA I
PENGENALAN LABORATORIUM
5

A. Tujuan Praktikum : Mengenal laboratorium dan alat-alat yang diperlukan


untuk melakukan kultur aseptis, isolasi DNA, elektrofosesis dan
visualisasi DNA.
B. Dasar Teori
Secara umum bioteknologi adalah teknik-teknik yang memanfaatkan
mahluk hidup; baik keseluruhan atau bagian mahluk hidup tersebut; untuk
memodifikasi atau membuat produk-produk dalam rangka peningkatan
kualitas hidup manusia (Bunders & Broerse, 1991). Di bidang pertanian,
bioteknologi meliputi berbagai teknik yang melibatkan mahluk hidup untuk
memproduksi dan/atau memodifikasi produk, baik tumbuhan atau produk
yang digunakan dalam pertanian, guna meningkatan kesejahteraan manusia.
Teknik bioteknologi di bidang pertanian sangat luas, termasuk teknik-teknik
kultur jaringan (misalnya untuk perbanyakan tanaman, produksi senyawa
metabolik sekunder dan perbaikan sifat), rekayasa genetika untuk perbaikan
sifat tanaman serta pemanfaatan mikroorganisme sebagai elicitor untuk
merangsang produksi senyawa metabolik sekunder tanaman, bioremediasi
dan pengendalian hayati (Bajaj, 1988; Jones, 1989; Nagata, Lorz and
Widholm, 2007).(Smith, 2000).
Umumnya bioteknologi melibatkan teknik bekerja secara aseptis, media
buatan atau bila dilakukan ditingkat molekuler maka teknik-teknik tersebut
melibatkan penggunaan bahan dan alat yang steril, bebas dari DNAse atau
RNAse, penggunaan bahan dalam volume kecil, pemisahan molekul maupun
penggunaan sinar UV untuk visualisasi DNA atau RNA. Untuk dapat
melakukan teknik-teknik bioteknologi tersebut, diperlukan sarana dan prasara
pendukung yang memadai yang meliputi Laboratorium Kultur Jaringan dan
Laboratorium biologi molekuler.
Laboratorium bioteknologi idealnya dilengkapi dengan ruangan untuk
bekerja secara aseptis, dapur (persiapan dan sterilisasi media dan alat-alat),
ruang tanam dan tempat penyimpanan bahan-bahan (Hendaryono dan
Wijayan, 2012). Teknik aspetis melibatkan metode pekerjaan secara aseptis
6

(suci hama) serta penggunaan alat dan bahan-bahan tanam serta media
yang bebas dari mikroorganisme Oleh karena itu, Laboratotium Bioteknologi
dilengkapi dengan tempat bekerja secara aseptis yaitu dengan melakukan
pekerjaan secara aseptis pada Laminar Air Flow Cabinet maupun Ent-Kas.
Selain itu, media dan alat-alat yang dipergunakan juga berada pada kondisi
aseptis, dimana sebagian besar alat-alat dari besi dan kaca serta media yang
digunakan dapat disterilkan dengan Autoclave pada suhu dan tekanan yang
disesuaikan dengan jenis dan volume bahan yang disterilkan. Selain dengan
suhu dan tekanan, sterilisasi juga dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet
atau bahan-bahan kimia. Selain itu diperlukan juga peralatan pendukung
pelaksanaan teknis aseptis saat penanaman dan pemindahan eksplan
maupun plantula seperti gagang pisau, mata pisau steril, pinset dan lampu
spiritus.
Persiapan bahan-bahan kimia umumnya dilakukan di ruang dapur (ruang
persiapan media), dimana kegiatan persiapan media meliputi pembuatan
larutan-larutan, pencampuran dan pemasakan media maupun pengaturan
pH. Untuk mendukung kegiatan tersebut, diperlukan alat-alat pendukung
untuk melakukan penimbangan, pelarutan dan pencampuran bahan baik
dengan pengadukan maupun pemanasan, pengukuran volume, pengambilan
bahan-bahan dalam volume yang tepat, serta bahan atau alat untuk
mengukur dan mengatur derajat keasaman (pH) media sesuai keinginan dan
wadah tempat media.. Alat-alat pendukung yang diperlukan meliputi
neraca/timbangan, lemari asam (fumehood), kompor atau hot-plate,
pengaduk (stirrer), gelas ukur, labu ukur, gelas piala, labu erlenmeyer, pipet
volume, pH meter atau pH indikator dan botol kultur berbagai ukuran. Pada
dapur juga diperlukan tempat untuk membersihkan, mencuci dan
mengeringkan bahan tanam serta peralatan yang digunakan.
Setelah dilakukan penanaman, kultur umumnya ditempatkan di ruang
kultur dan ditempatkan di rak-rak kultur.Ruang kultur dapat dikondisikan
dengan fotoperiode dan panjang gelombang penyinaran yang diinginkan
7

dimana pengaturan dapat dilakukan secara otomatis dengan timer. Selain itu,
suhu pada ruang kultur juga perlu dikondisikan pada kisaran yang sesuai
untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditanam
serta dijaga kebersihannya.
Selain kultur jaringan, teknik bioteknologi modern melibatkan teknik-teknik
analisa dan rekayasa di tingkat molekuler seperti ekstraksi dan analisa DNA,
RNA atau protein, teknologi DNA rekombinan, analisa hasil rekombinasi
maupun pengembangan dan analisa marka molekuler. Untuk dapat
melakukan hal tersebut diperlukan peralatan seperti mortar dan pastle,
centrifuge, peralatan elektroforesis, peralatan untuk mengukur konsentrasi
DNA/RNA/protein, peralatan untuk melihat pita DNA/RNA/protein, pipet
mikro, tabung eppendorf, tabung PCR serta tempat menyimpan bahan yang
akan dianalisa, bahan kimia maupun DNA/RNA dan protein.
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Tempat Praktikum
Praktikum akan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram

2. Prosedur Praktikum
a) Co-ass mempersilahkan praktikan memasuki Laboratorium
b) Co-ass menjelaskan ruang-ruangan yang terdapat pada laboratorium
dan menjelaskan fungsi serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada
setiap ruangan. Mahasiswa mencatat dan menggambar skema ruang
Laboratorium
c) Co-ass menjelaskan alat-alat yang terdapat pada setiap ruangan, fungi
dan cara kerja masing-masing alat. Mahasiswa mencatat, menggambar
dan menjelaskan kembali fungsi dan cara kerja alat pada laporannya.
d) Mahasiswa mendiskusikan ketersediaan, kondisi, kegunaan dan
kecukupan peralatan pada Laboratorium Biosains dan Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Mataram untuk melakukan praktikum
dan penelitian di bidang Bioteknologi Tumbuhan.
8

Hasil Pengamatan Praktikum Bioteknologi Pertanian Tahun 2019

Acara Praktikum I : Pengenalan Laboratorium


Kelompok :
Nama Co.Ass :

No Ruang Laboratorium dan Alat Fungsi


9

No Ruang Laboratorium dan Alat Fungsi

Keterangan alat yang digunakan setelah praktikum:


1. Dikembalikan lengkap dalam keadaan bersih
2. Dikembalikan tidak lengkap.
CATATAN ___________________________________________________________
___________________________________________________________
Paraf/tanda-tangan Co.Ass :
10

ACARA II
PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN
11

A. Tujuan Praktikum : Mengetahui komposisi media kultur jaringan,cara


pembuatan dan sterilisasinya.
B. Dasar Teori
Eksplan (bahan tanam) kultur jaringan ditanam secara aseptis pada
media buatan. Sumber, jenis dan ukuran eksplan yang digunakan untuk
menginisiasi suatu kultur jaringan beragam tergantung dari tujuan
dilakukannya kultur jaringan tersebut. Eksplan dapat berupa embrio,
kotiledon, potongan daun, batang, pucuk, jaringan bunga, buah, akar, batang,
daun maupun sekelompok sel atau protoplasma. Agar eksplan dapat
berdifferensiasi, tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan kultur, maka
eksplan ditanam pada media yang sesuai dengan kebutuhan dan arah
pertumbuhan yang diinginkan.
Sel hidup memerlukan berbagai unsur-unsur esensial untuk dapat
tumbuh dan berkembang. Unsur-unsur tersebut termasuk karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), sulfur (S), boron (Bo), klorin (Cl), tembaga (Cu), besi (Fe),
mangan (Mn), molybdenum (Mo) dan seng (Zn) (Smith, 2000). Selain itu,
pertumbuhan dan arah perkembangan eksplan sangat dipengaruhi proses
metabolisme, ketersediaan penyusun jaringan, ketersediaan enzim, koenzim
dan kofaktor, hormon pertumbuhan, keseimbangan ketersediaan air dan pH
yang sesuai bagi differensiasi dan morfogenesis eksplan. Oleh karena itu
ketersediaan unsur-unsur esensial, sumber karbon, hormon pertumbuhan,
koenzim dan kofaktor, air, serta kondisi keasaman yang sesuai akan sangat
menentukan keberhasilan kultur jaringan (Bajay, 1988; Smith, 2000).
Media kultur jaringan umumnya tersusun atas: 1) unsur-unsur hara
esensial (makro dan mikronutrients), 2. vitamin, 3. asam amino atau sumber
nitrogen lain, 4) sumber karbon (gula), 5) suplemen organik lainnya, 6) bahan
pemadat, 7) zat pengatur tumbuh serta 8) media diatur memiliki derajat
12

keasaman (pH) tertentu (Bajay, 1988; Smith, 2000). Konsentrasi senyawa-


senyawa tersebut yang optimal untuk setiap jenis kultur sangat bervariasi dan
tergantung dari jenis tanaman, jenis eksplan dan arah pertumbuhan yang
diharapkan. Pada saat ini, terdapat banyak formulasi media kultur jaringan
yang dijual secara komersial, seperti media yang diformulasikan oleh White,
Murashige dan Skoog, Gamborg dkk, Schenk & Hildenbrant, Nitch & Nitsch
atau Llyod & McCown. Media-media tersebut umumnya diberi nama sesuai
dengan nama penemunya atau penggunaannya, misalnya media MS (Media
Murashige & Skoog, 1962), Media SH (Media Schenk & Hildebrand, 1972),
Media B-5 (Media Gamborg, 1934) atau WPM (Woody Plant Medium – Media
formulasi Llyoid & MCCown). Kompoisi media-media komersial tersebut juga
berbeda-beda, dimana media MS, SH dan B5-5 umumnya mengandung
nutrisi makro yang lebih tinggi dari media lainnya, namun umumnya media
kultur jaringan komersial terdiri atas makronutrien, mikronutrien, sumber
karbon, vitamin, supplemen lain, bahan pemadat dan zat pengatur tumbuh
(Bajay, 1988; Smith, 2000).
Salah satu media yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan
secara komersial adalah media Mursahige dan Skoog (1962) yang
mengandung unsur-unsur hara makro, mikro, vitamin dan supplemen lain
(Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi media Murashige & Skoog


Bahan Kebutuhan bahan (mg/L)
Hara Makro dan Mikro
NH4NO3 1.650
KNO3 1.900
CaCl2•2H2O 440
MgSO4•7H2O 370
KH2PO4 170
H3BO3 6,2
MnSO4•H2O 16,9
13

ZnSO4•H2O 8,6
KI 0,83
NaMoO4•2 H2O 0,25
CuSO4•5H2O 0,025
CoCl2•6H2O 0,025
BUFFER
FeSO4•7H2O 27,8
Na2EDTA•2H2O 37,3
Vitamin
Myo-inositol 100
Nicotinic acid 0,5
Thiamine•HCl 0,1
Pyridoxine•HCl 0,5
Glycine 2,0
Sucrose (sumber karbon) 30.000
Agar (pemadat) 8.000
pH media 5.6 – 5,8

Persiapan media kultur jaringan dapat dilakukan dari media yang telah
diformulasikan secara komersial dalam bentuk paket siap pakai atau
dipersiapkan dari senyawa kimia sumber unsur-unsur esensial tersebut.
Untuk mempermudah pembuatan media, dapat dipersiapkan larutan stok
Media MS. Larutan Stok adalah larutan yang dibuat dengan konsentrasi lebih
tinggi (50 sampai 1000 kali, tergantung kebutuhan) dari kebutuhan media per
liter. Larutan stok dibuat untuk mempermudah pelaksanaan persiapan media
dan mengurangi kesalahan saat menimbang bahan, terutama untuk bahan-
bahan yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Larutan stok MS dapat
dipersiapkan dalam bentuk Larutan Stok A (50 kali konsentrasi), Larutan stok
B (50 kali konsentrasi), larutan stok C (200 kali konsentrasi), larutan stok D
(200 kali konsentrasi), larutan stok E (200 kali konsentrasi), larutan stok F
14

(100 kali konsentrasi), Stok Vitamin (100 kali konsentrasi), stok ZPT (sesuai
kebutuhan). Contoh larutan stok untuk media MS ditampilkan pada Tabel 2.
Untuk memperiapkan larutan stok media MS, bahan-bahan ditimbang
sesuai dengan kebutuhan stok, lalu dilarutkan satu persatu dengan aquadest
sebnayak 800 ml dan setelah bahan larut, ditambahkan lagi aquadesh
sampai volume 1 L. Pelarutan bahan-bahan yang sulit larut dalam air dapat
dilakukan dengan cara mengaduk sambil memanaskan (misalnya larutan
stok Buffer, Stok F). Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah bahan yang sulit
larut dalam air. Dalam mepersiapkan stok ZPT, maka ZPT diilarutkan terlebih
dahulu dengan pelarutnya. Untuk melarutkan auksin diperlukan basa
sedangkan untuk melarutkan sitokinin diperlukan asam. Stok Auksin
(misalnya IAA) dilarutkan dengan beberapa tetes NaOH sednagkan stok
Sitokinin (misalnya BAP) dilarutkan dengan beberapa tetes HCl/Ethanol lalu
ditambahan aquadesh, sambil diaduk, sampai volume yang dibutuhkan.
Larutan stok dapat bertahan selama 5 – 6 minggu bila disimpan pada kulkas
dengan suhu 4C - 8C.

Tabel 2. Contoh larutan stok MS dan volume stok yang digunakan untuk
membuat 1 L media MS
STOK BAHAN Kebutuh Konsen Kebutuh Volume
an -trasi -an stok
bahan Larutan bahan dibutuhka
untuk Stok dalam n untuk
membua stok (g) membuat
t1L 1 L media
media MS (ml)
MS (mg)
A NH4NO3 1650 50 kali 82,2 20
B KNO3 1900 50 kali 95 20
KH2P04 170 34
H3BO3 6,2 1,24
C Na2MoO4.2H2 0,25 200 kali 0,05 5
O 0.025 0,005
15

CoCl2.H2O 0,83 0,166


KI

D CaCl2.2H2O 440 200 kali 88 5


MgSO4.7H2O 370 74
MnSO4.4H2O 22.3 4.46
E ZnSO4.7H2O 8.6 200 kali 1.72 5
CuSO4 0.025 0.005

F NaEDTA 37.3 3.73


FeSO 7H 0 100 kali
4. 2 27.8 2.78 10
Vit Thiamine 0,1 100 kali 0,01 10
Niacin 0,5 0,05
Pyridoxine 0,5 0,05
Glycin 2 0,2
Myo Myo-Inositol 100 Tanpa
stok
ZPT Tergantu
ng 10 mg/10
Auksin, kebutuh ml
Sitokinin an

Penggunaan laruran stok memudahkan dalam persiapan dan


meningkatkan akurasi penmbangan, terutama untuk senyawa-senyawa mikro
dan ZPT yang dibutukan dalam konsentrasi kecil. Larutan stok umumnya
dibagi menjadi beberapa stok senyawa yang mengandung unsur makro, stok-
stok unsur mikro, stok vitamin, stok Na Fe-EDTA, dan stok ZPT. Larutan stok
makro, mikro-nutrients, Na Fe-EDTA dan vitamin akan tetap stabil apabila
disimpan pada suhu 4 – 8C sedangkan stok ZPT dapat bertahan lama
apabila disimpan pada suhu -20C (Anonim, 2003).
16

C. Pelaksanaan Praktikum
1. Tempat Praktikum
Praktikum akan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram
2. Bahan dan alat praktikum
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah larutan stok MS
(Stok senyawa makro, stok senyawa mikro, stok vitamin, stok Na Fe-
EDTA, stok vitamin dan myo-inositol), sukrosa, agar, stok ZPT (Stok
Picloram, stok IAA, stok BAP dan stok 2,4-D), pH indikator universal,
NaOH 1 M, HCl 1M, karet gelang, tutup plastik, kertas label. Sedangkan
alat-alat yang diperlukan adalah autocalve, gelas kultur, gelas erlenmeyer,
gelas piala, petri dish, gelas/labu ukur, pipet mikro, hot-plate dan magnetic
stirrer.

3. Prosedur Praktikum:
a) Setiap kelompok praktikum akan membuat 0,05 L Media MS MS0 (MS
tanpa ZPT);, 0,05 L Media dengan hormon pertumbuhan (sesuai
arahan co Ass) untuk Acara III, IV, dan V. Hitunglah volume masing-
masing larutan stok yang dibutuhkan untuk membuat 0,05 L media MS
sesuai komposisi yang ditentukan.
b) Masukkan masing-masing larutan stok sesuai kebutuhan ke dalam
gelas erlenmeyer/gelas piala, lalu tambahkan aquadesh sampai volume
larutan mencapai 40 mL.
c) Tambahkan sukrosa sebanyak 2 % dari volume media yang akan
dibuat. Larutkan sukrosa dengan cara mengaduk dengan magnetic
stirrer.
d) Ukur pH media, lalu atur pH media menjadi 6,0 dengan menambahkan
beberapa tetes NaOH 1M atau HCl 1 M.
e) Tambahkan aquadesh sampai volume 0,05 L, dan tambahkan agar
sebanyak 0,8 %.
17

f) Larutkan agar dengan cara memanaskan di atas hotplate sambil diaduk


secara manual atau dengan magnetic stirrer. Angkat media dari
hotplate dan dinginkan sampai mencapai suhu ± 50 - 55C.
g) Tuang media ke botol kultur (sebanyak ± 17 ml per botol), tutup botol
dengan plastik tahan panas dan ikat dengan karet gelang, lalu label
media sesuai dengan nama kelompok dan kompoisinya.
h) Sterilkan media dengan auticlave pada suhu 121C, tekanan 2 psi
selama 15 menit
i) Simpan media di ruang tabur untuk tahap praktikum berikutnya.Amati
konsistansi dan kondisi media setelah 3 hari penyimpanan.
18

Hasil Pengamatan Praktikum Bioteknologi Pertanian Tahun 2019.

Acara Praktikum II : Pembuatan Media


Kelompok :
Nama Co.Ass :

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan


19

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan

Keterangan alat yang digunakan setelah praktikum:


1. Dikembalikan lengkap dalam keadaan bersih
2. Dikembalikan tidak lengkap.
CATATAN ___________________________________________________________
___________________________________________________________
Paraf/tanda-tangan Co.Ass :
20

ACARA III
INISIASI KULTUR ASEPTIS – PENGARUH STERILISASI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPAN
21

ACARA IiI : INISIASI KULTUR ASEPTIS – PENGARUH STERILISASI


TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPAN

A. Tujuan Praktikum : Mengetahui konsentrasi sodium hipoklorit dan


lama sterilisasi yang sesuai untuk inisiasi tunas gaharu

B. Dasar Teori
Kultur jaringan tanaman adalah isolasi steril bagian tanaman baik
berupa organ tanaman (akar, batang, daun, buah, dll), jaringan, sekelompok
sel, sel atau protoplasma tanaman kemudian menumbuhkannya secara
aseptis dalam wadah dan media buatan sehingga bagian tanaman tersebut
dapat beregenerasi dan/atau memperbanyak diri untuk mendapatkan
tanaman baru yang lengkap/utuh. Kultur jaringan dikenal juga dengan
sebutan kultur in vitro karena penanamannya dilakukan dalam media buatan
secara steril. Penanaman organ tanaman di dalam lingkungan tidak steril dan
di alam (termasuk rumah kaca) dikenal juga dengan istilah in vivo.
Salah satu peinsip dari kultur jaringan adalah pelaksanaan secara
aseptis (aseptic technique). Teknik aseptis dilakukan untuk menghidari
kontaminasi kultur dengan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri.
Beberapa alasan perlunya tindakan aseptis ini adalah 1) media tanam yang
digunakan sangat sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme baik jamur
maupun bakteri, 2) pertumbuhan mikroorganisme jauh lebih cepat dari
pertumbuhan eksplan, 3) respirasi mikroorganisme yang terjadi dalam kondisi
anaerob menyebabkan fermentasi gula sehingga gula tidak tersedia bagi
eksplan, 4) fermentasi tersebut menghasilkan produk fermentasi seperti
alkohol yang dapat menghambat pertumbuhan eksplan, 5) produk fermentasi
tersebut menurunkan pH sampai dibawah 3 sehingga tidak sesuai bagi
pertumbuhan eksplan.
Kontaminasi kultur dapat dicegah dengan melakukan sterilisasi
terhadap eksplan yang akan ditanam, media tanam yang digunakan, alat-alat
yang dipakai serta tempat penanaman (ruang tabur). Teknik sterilisasi bagi
22

eksplan tanaman dikenal dengan istilah “sterilisasi permukaan (surface


sterilization) karena bagian yang disterilkan adalah bagian tanaman yang
dapat berhubungan langsung dengan bahan sterilan.
Sterilisasi eksplan dapat dilakukan secara kimia dengan cara
merendam eksplan dalam disinfectan seperti alkohol (70 – 90 %), sodium
hypochorite (5 – 20 %), mercuri chlorite (5 – 20 %), dll. Selain itu steriliasi
juga bisa dilakukan secara mekanis dengan membakar eksplan di atas lampu
spiritus selama 2 – 5 menit. Teknik, lama dan konsentrasi desinfektan yang
digunakan sangat tergantung pada umur dan jenis eksplan yang akan
ditanam. Berbeda dengan eksplan, sterilisasi media dan alat-alat yang
digunakan dapat dilakukan dengan autoklave (suhu 121 C, tekanan 15 psi
selama 10 – 30 menit tergantung volume media yang disterilkan), oven,
radiasi dengan sinar gamma, ultraviolet atau x, bahan kimia (dalam bentuk
larutan atau gas) serta filtrasi. Filtrasi dilakukan untuk mensterilkan bahan
kimia yang mudah rusak karena pemanasan, seperti AbA, ascorbic acid, citric
acid, dll. Selain sterilisasi tadi, harus selalu dijaga teknik penanaman yang
aseptis. Hal ini dapat tercipta dengan dukungan alat-alat dalam laboratorium
kultur jaringan yang dapat menciptakan kondisi aseptis selama kegiatan
kultur.
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Tempat Praktikum: Laboratorium Fisioologi dan Bioteknologi Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Mataram

2. Bahan dan Alat Praktikum


Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum adalah eksplan biji kacang
tanah, bayclean, air steril, Media MS0, tutup plastik tahan panas, karet
gelang, ethanol 70% dan 96%, spiritus, tissue.
Alat-alat yang digunakan adalah laminar Air Flow Cabinet, gelas
erlenmeyer, geles beaker, petridish steril, gagang pisau, mata pisau steril,
23

pinset steril, gelas wadah ethanol, hand-sprayer, shaker, lampu spiritus,


alat tulis menulis.

3. Pelaksanaan Praktikum
a) Persiapkan eksplan yang akan digunakan
b) Persiapkan 100 ml larutan bayclean dengan konsentrasi 30% dan 50%
c) Lakukan sterilisasi eksplan (biji) dengan cara memasukkan eksplan ke
dalam larutan baycelan dalam botol gelas (sesuai konsentrasi
perlakuan per kelompok). Tutup botol gelas dan letakkan di atas shaker
sambil digojok. Lakukan sterilisasi selama 5, 10 atau 15 menit (sesuai
kelompok dan arahan dari coAss)
d) Bawa bahan tanam ke laminar air flow, buang larutan bayclean ke botol
kosong, lalu masukkan sekitar 200 ml air steril ke dalam botol bersisi
eksplan, goyang-goyangkan. Lalu buang larutan kedalam botol
pembuangan
e) Lalukan pencucian dengan air steril (langkah d) ini sebanyak 3 kali.
f) Letakkan eksplan steril di atas petri dish steril, lalu buang bagian
eksplan yang mati tekena bayclean dengan cara memotong dengan
pisau dan pinset steril
g) Tanam eksplan ke dalam media MSo secara aseptis (2 eksplan per
botol). Tutup kembali media berisi tanaman dengan palstik penutup dan
eratkan dengan karet gelang,
h) Beri label pada botol dengan nama kelompok dan tanggal tanam
i) Inkubasikan di rak kultur selama 1 minggu (dengan penyinaran selama
12 jam dan suhu ± 22C)
j) Amati dan catat perubahan yang terjadi. Tukarkan data anda dengan
data kelompom lain untuk memperoleh data lengkap seperti pada Tabel
pengamatan berikut.
24

Tabel Pengamatan . Pengaruh konsentrasi baycelan dan lama sterilisasi


terhadap kontaminasi eksplan
No Perlakuan Ulang Kontaminasi Pertumbuhan
Konsentrasi an Ada Asal Jenis (tumbuh atau
Bayclean /tidak kontaminian kontaminan mati)
dan lama
sterilisisasi
1 30% 1
selama 5 2
menit 3
2 30% 1
selama 10 2
menit 3
3 30% 1
selama 15 2
menit 3
4 50% 1
selama 5 2
menit 3
5 50% 1
selama 10 2
menit 3
6 50% 1
selama 15 2
menit 3
25

ACARA IV
INISIASI KULTUR ASEPTIS – PENGARUH MEDIA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPAN
26

A. Tujuan Praktikum : Mengenal metode inisiasi kultur aseptis dan


mengetahui pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan eksplan.

B. Dasar Teori
Salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah keberhasilan
inisasi eksplan secara aseptis. Teknik aseptis selain melibatkan penggunaan
bahan dan alat yang telah disterkan juga melibatkan teknik bekerja secara
aseptis, dimana hal ini dapat dicapai melalui latihan dan dengan
menggunakan alatg bantu berupa tempat kerja yang aseptis (seperti dalam
Laminar Air Flow Cabinet atau Ent- kas), mensterilkan alat-alat kultur dengan
lampu spiritus, sterilisasi tangan dengan ethanol dan perlakuan aseptis
lainnya.
Sterilisasi eksplan merupakan salah satu penentu keberhasilan inisiasi
kultur, Eksplan dapat disterilkan secara mekanis maupun secara kimia
(Hendaryono dan Wijayani, 2000). Sterilisasi secara mekanis dapat dilakukan
dengan pembakaran ekspan dan teknik ini umumnya dilakukan pada eksplan
yang keras atau eksplan yang terlindung dalam jaringan yang keras (seperi
embrio yang terlindung dalam biji atau meristem dari bonggol pisang). Selain
secara mekanis, sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan zat-zat
kimia seperti ethanol, mercuri klorida atau sodium hipoklorit. Salah satu
bahan yang paling banyak digunakan adalah sodium hypochlorite yang
dibuat dari bahan komersial yang mengandung bahan aktif sodium
hypochorite misalnya Bayclean. Keberhasilan sterilisasi eksplan sangat
tergantung dari jenis eksplan yang disterilkan, konsentrasi sodium hipochorite
yang digunakan serta lama sterilisasinya. Konsentrasi yang terlalu rendah
tidak dapat membunuh mikroorganisme dan sebaliknya konsentrasi yang
terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan dan kematian eksplan.
Selain sterilisasi ekspan, keberhasilan dan arah morfogenesis eksplan
steril ditentukan oleh jenis dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang
ditambahkan ke dalam media kultur jaringan (George & Sherrington, 1984).
27

Terdapat 4 golongan ZPT yang dapat ditambahkan dalam media kultur


jaringan, yaitu golongan Auksin, Sitokinin, Giberelin dan Asam Absisat.
Auksin adalah salah satu kelompok ZPT yang berperan dalam merangsang
pemnelahan dan perpanjangan sel. Auksin bersifat asam kuat dan
mempengaruhi perpanjangan sel karena mempengaruhi plastisitas dinding
sel (Bajay, 1988). Beberapa jenis auksin yang umum digunakan dalam kultur
jaringan adalah 1-indole-3- acetic acid (IAA), 1-indole- butyric acid (IBA), (2-4
dichlorophenoxy)-acetic acid (2,4-D) dan 1-naphthaleneacetic acid (NAA).
Aplikasi auksin dalam kultur jaringan adalah untuk merangsang pembelahan
dan perpanjangan sel dan umumnya auksin merangsang pertumbuhan akar
atau bila diaplikasikan bersama sitokinin digunakan untuk merangsang
pemebentukan kalus (Bajaj, 1998: George & Sherrington, 1984).
ZPT lain yang ditambahkan dalam media kultur jaringan adalah ZPT
dari golongan sitokinin, Gibberelin dan Asam Absisat. Sitokinin yang
digunakan umumnya adalah 6-benzylaminopurine atau 6-benzyladenine
(BAP, BA), 6---dimethylaminopurine (2iP), N-(2-furanylmethyl)-1-purine-6-
amine (Kinetin), dan 6-(4-hydroxyl-3-methyl-trans-2-butenylamino) purine
(zeatin). Sitokinin umumnya diproduksi dibagian ujung akar dan berperan
dalam merangsang pembelahan dan perpanjang sel (George & Sherrington,
1984). Pada kultur jaringan, sitokinin umumnya digunakan untuk merangsang
pertumbuhan tunas (perbanyakan tunas, perangsangan tunas adventif serta
perpanjangan tunas). Selain itu, aplikasi auksin dan sitokinin dalam
konsentrasi berimbang akan merangsang pembentukan kalus (Bajay, 1998;
George & Sherrington, 1984) (Gambar 1). Efektifitas ZPT, termasuk auksin,
sitokinin dan kombinasinya sangat tergantung pada konsentrasi ZPT dan
interaksinya dengan ZPT lain baik yang ditambahkan dalam media kultur
maupun interaksinya dengan ZPT endogen yang terdapat pada jaringan
tanaman (Bajay, 1998) Oleh karena itu, penentuan konsentrasi dan
kombinasi ZPT yang ditambahkan dalam kultur akan sangat menentukan
arah pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur jaringan.
28

Giberellin (GA3) seringkali ditambahkan ke media kultur untuk


memecahkan dormnasi, merangsang pertumbuhan tunas atau mengatasi
masalah kekerdilan tunas, sedangkan asam abisat (ABA) berperan dalam
mempertahankan dormansi pada embrio, tunas dan abisisi. Pada kultur
jaringan, ABA digunakan untuk menghambat pertumbuhan tunas dan
perkecambahan biji untuk cryopreservasi (penyimpanan plasma nutfah).
Aplikasi lain dari ABA adalah menghambat proliferasi kalus yang terlalu cepat
sehingga merangsang kalus untuk membentuk embrio somatik (Adkins et al.,
2005).

.
Gambar 1. Pengaruh konsentrasi auksin dan sitokinin terhadap
morfogenesis eksplan

C. Pelaksanaan Praktikum
4. Tempat Praktikum: Laboratorium Bioscains dan Bioteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Mataram

5. Bahan dan Alat Praktikum


Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum adalah eksplan biji kacang
tanah, bayclean, air steril, Media MS (berbagai formulasi ZPT), tutup
plastik tahan panas, karet gelang, ethanol 70% dan 96%, spiritus, tissue.
Alat-alat yang digunakan adalah laminar Air Flow Cabinet, gelas
erlenmeyer, geles beaker, petridish steril, gagang pisau, mata pisau steril,
29

pinset steril, gelas wadah ethanol, hand-sprayer, shaker, lampu spiritus,


alat tulis menulis.

6. Pelaksanaan Praktikum
a) Persiapkan bahan dan alat yang akan digunakan
b) Buatkan bahan untuk sterilisasi media dari bayclean sebanyak 100 ml
dengan konsentrasi sodium hypochlorite 2 %
c) Masukkan eksplan yang telah disiapkan dan lakukan sterilisasi dengan
sodium hypoclorite selama 15 menit (daun dan batang) atau 20 menit
(akar dan biji). Letakkan bahan yang disterilkan di atas shaker.
d) Segera bawa bahan yang disterilkan ke Laminar Air Flow, buang
bayclean, lalu bilas secara aseptis dengan air steril sebanyak 3 kali.
e) Letakkan eksplan di atas petridish steril. Lalu potong ujung biji
f) Tanam eksplan secara aseptis pada media MS yang telah dipersiapkan
sebelumnya (letakkan 2 eksplan per botol).
g) Tuliskan label pada botol dengan nama kelompok, jenis eksplan dan
tanggal penanaman,
h) Letakkan di ruang kultur.
i) Lakukan pengamatan kontaminasi dan pertumbuhan eksplan setial 3
hari sekali (sampai 4 minggu).
j) Catat hasil pengamatan pada Tabel yang disediakan pada buku kerja
saudara.
30

Tabel Pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan eksplan

No Perlakuan Ulang Pertumbuhan Eksplan


(Komposisi an Warna Oganogen % % eksplan % eksplan % eksplan Keteran
Media) eksplan esis eksplan bertunas berakar dan berkalus gan
berakar bertunas
1 1
2
3
2 1
2
3
3 1
2
3
4 1
2
3
5 1
2
3
6 1
2
3
7 1
2
31

ACARA V
KULTUR AKAR UNTUK PRODUKSI METABOLIT
SEKUNDER
32

A. Tujuan Praktikum : Mengetahui jenis eksplan terhadap regenerasinya


secara in vitro
B. Dasar Teori
Tumbuhan memproduksi berbagai jenis metabolit sekunder untuk
mempertahankan dirinya menghadapi berbagai kondisi lingkungan seperti
pertahanan terhadap serangan hama dan penyakit, pertahanan terhadap
perubahan kondisi lingkungan, serta sebagai alelopati untuk
memenangkan kompetisi dengan tumbuhan lain. Metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tumbuhan juga dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai
bahan baku obat dan kosmetik, sumber pestisida nabati, bahan tambahan
makanan, dan lain sebagainya.
Produksi metabolit sekunder dalam skala besar langsung dari tanaman
tidak efektif karena sulit untuk dilakukan standarisasi dan tidak efisien
karena membutuhkan bahan mentah yang relatif besar(). Untuk itu
diperlukan teknologi yang dapat memproduksi metabolit sekunder
tanaman dalam skala besar. Salah satunya adalah melalui kultur jaringan
tumbuhan.
Produksi metabolit sekunder tanaman melalui kultur jaringan dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti kultur kalus dan
suspensi sel, kultur imobilisasi, serta kultur organ (batang dan akar).
Setiap metode memiliki kelebihannya masing-masing. Sebagai contoh,
beberapa jenis metabolit sekunder tanaman tidak dapat diproduksi melalui
kultur kalus dan suspensi sel sehingga metode kultur organ (akar dan
batang) lebih sering digunakan (Saito dan Mizukami, ).
Kultur akar (root culture) telah banyak diaplikasikan dalam produksi
metabolit sekunder tanaman. Kultur akar dapat dilakukan melalui
transformasi genetic dengan Agrobacterium rhizogenes untuk
menumbuhkan akar rambut maupun tanpa transformasi (modifikasi media)
(Saito dan Mizukami, ). Kultur akar tanpa melalui prosedur transformasi
juga dapat menghasilkan formasi akar yang serupa dengan akar rambut
33

apabila ditumbuhkan dalam media yang mengandung auksin. Sebagai


contoh, produksi hyosciamin dan scopolamine, senyawa alkaloid dari
Duboisia myoporoides, lebih efektif dilakukan dengan kultur akar tanpa
transformasi (Deno et al, 1987).
C. Pelaksanaan Praktikum
a) Tempat Praktikum : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman
Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
b) Bahan dan Alat Praktikum
Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum adalah daun tanaman
tapak dara (Catharanthus roseus), bayclean, air steril, Media MS dengan
variasi ZPT (1/2 MS+1 mg/L IAA, ½ MS+1 mg/L IBA, MS+ 1 mg/L IAA,
MS+ 1m/L IBA, 1/2MS + 1mg/L BAP, MS+ 1mg/L BAP, 1/2MS+5 mg/L
NAA+ 0.1mg/L BAP, dan MS+5mg/L NAA+0.1mg/L BAP), tutup plastik
tahan panas, karet gelang, ethanol 70% dan 96%, spiritus, tissue.
Alat-alat yang digunakan adalah laminar Air Flow Cabinet, gelas
erlenmeyer, geles beaker, petridish steril, gagang pisau, mata pisau steril,
pinset steril, gelas wadah ethanol, hand-sprayer, shaker, lampu spiritus,
alat tulis menulis.

c) Pelaksanaan Praktikum

1. Persiapkan bahan dan alat yang akan digunakan


2. Buatkan bahan untuk sterilisasi media dari bayclean sebanyak 100 ml
dengan konsentrasi sodium hypochlorite 2 %
3. Masukkan eksplan daun tapak dara (Catharantus roseus) ke dalam
larutan sodium hypoclorite. Lakukan sterilisasi dengan sodium
hypoclorite selama 10 menit. Letakkan bahan yang disterilkan di atas
shaker.
4. Segera bawa bahan yang disterilkan ke Laminar Air Flow, buang
bayclean, lalu bilas secara aseptis dengan air steril sebanyak 3 kali.
34

5. Letakkan eksplan di atas petridish steril. Lalu potong bagian eksplan


yang berwarna putih (jaringan yang mati) akibat menyerap sodium
hipoklorit. Potong-potong eksplan dengan ukuran 0.5x0.5cm.
6. Tanam eksplan secara aseptis pada media yang telah disiapkan yang
sebelumnya (letakkan 2 eksplan per botol).
7. Tuliskan label pada botol dengan nama kelompok, jenis eksplan dan
tanggal penanaman, Letakkan di ruang kultur.
8. Lakukan pengamatan kontaminasi dan pertumbuhan eksplan setial 3
hari sekali (sampai 4 minggu). Catat hasil pengamatan pada Tabel
yang disediakan pada buku kerja saudara.
Tabel Pengamatan. Pengaruh jenis eksplan terhadap regenerasi kultur in
vitro
Perlakuan media Ulangan Respon eksplan
% eksplan Jumlah akar tiap Keterangan
berakar eksplan
MS 0 1
2
½ MS + 1mg/L IAA 1
2
½ MS + 1mg/L IBA 1
2
½ MS + 0.5mg/L BAP 1
2
½ MS+1 mg/L BAP 1
2
½ MS + 5mg/L 1
NAA+0.1mg/LBAP
2
MS + 1mg/L IAA 1
2
MS + 1mg/L IBA 1
2
MS+ 0.5mg/L BAP 1
35

2
MS+1mg/L BAP 1
2
MS+ 5mg/L 1
NAA+0.1mg/L BAP
2

Keterangan alat yang digunakan setelah praktikum:


1. Dikembalikan lengkap dalam keadaan bersih
2. Dikembalikan tidak lengkap.
CATATAN ___________________________________________________________
___________________________________________________________
Paraf/tanda-tangan Co.Ass :
36

ACARA VI
EKSTRAKSI DNA TUMBUHAN
37

A. Tujuan Praktikum : Mengetahui cara ekstraksi DNA genom dari sel


tumbuhan
B. Dasar Teori
Proses ekstraksi DNA dari sel eukaryot lebih kompleks dari proses
ekstrajsi DNA dari sel prokaryot. Sel eukaryot tumbuhan memiliki dinding sel
yang kompleks dan di dalamnya sel tumbuhan terbungkus oleh membran sel
(Albert et al., 2002). Oleh karenanya, ekstraksi DNA yang ada di dalam inti
sel dapat dilakukan melalui serangkaian proses yang melibatkan
penghancuran dinding sel dan lisis isi sel, perusakan membran inti serta
pemisahan DNA dari protein dan RNA. Perusakan atau penghancuran
dinding sel dapat dilakukan secara fisik diikuti perlakuan secara kimiawi untuk
mengeluarkan (lysis) isi sel dari membrane sel. Prinsip yang digunakan
adalah proses difusi dan osmosis karena perbedaan pH larutan pada buffer
ekstrak dengan pH sel, dimana sel lysis terjadi apabila pH larutan di luar sel
adalah lebih tinggi dari pH sel.
Buffer ekstrak (Extraction Buffer) yang banyak dipergunakan untuk
ekstraksi sel tumbuhan umumnya mengandung Tris-HCl (Tris-hydroxymethyl
aminoethane, EDTA (Ethylene diamine tetraacetic acid), NaOH (Sodium
Chloride), BME (β-mercaptoethanol), SDS (sodium dodecyl sulphate), dan
ethanol. Keberadaan Tris-HCl dalam buffer ekstrak ditujukan untuk
meningkatkan pH sel (sampai pH 8), sedangkan EDTA mencegah kerusakan
DNA karena EDTA menghambat aktifitas DNase, yaitu enzim yang berfungsi
untuk menghancurkan DNA. Selain itu, EDTA menurunkan stabilitas
membran sel sehingga membantu proses lysis DNA dari dalam sel.
Penambahan NaOH dalam media ekstraksi bertujuan untuk menjaga tekanan
osmosis sel. Komponen Cl berdifusi ke dalam sel sehingga ukuran sel
bertambah, integritas membran sel berkurang dan agregat sel tidak saling
terpisah, sehingga isi sel dapat keluar bersama-sama akibat denaturasi
38

protein oleh BMC. Mercaptoethanol melepas ikatan disulfida pada protein


sehingga menyebabkan denaturasi protein pada membran sel dan pada
sitosol. Proses tersebut menyebabkan semua isi sel, termasuk DNA, keluar
dari membran sel (Keb-Lianes et al., 2002).
Terdapat berbagai metode ekstraksi DNA sel tumbuhan yang dapat
dilakukan. Metode paling umum dengan menggunakan Buffer CTAB atau
menggunakan Kit isolasi DNA tumbuhan. Selain itu, terdapat metode
sederhana yang dapat diaplikasikan untuk isolasi DNA, salah satunya
dengan menggunakan reagen DNAzol. DNAzol merupakan reagen kaotropik
yang mengandung campuran Guanidin thyocianate dan deterjen yang
berperan sebagai Lysing solution (Buffer lisis) untuk presipitasi DNA.
Pada suasana netral, DNA dapat diendapkan. Bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk mengendapkan DNA adalah asam kuat seperti lithium
chloride, isopropanol, methanol atau ethanol. Pengendapan tersebut
memungkinkan pemisahan DNA dari komponen inti lainnya (Keb-Lianes et
al., 2002). DNA hasil ekstraksi kemudian dapat dianalisa dengan UV-Vis
spectrofotometer atau dengan elektroforesis DNA.

C. Pelaksanaan Praktikum
a) Tempat Praktikum : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman
Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
b) Bahan dan Alat Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah daun tanaman
Catharantus roseus, larutan DNAzol, ethanol absolute dingin, dan larutan
thanol 96% dingin. Alat-alat yang digunakan adalah glass slide, pisau dan
mata pisau steril, centrifuge, timbangan analitik, pipet mikro, freezer.
vortex, hotplate/water bath, pipet tip biru, pipet tip kuning, pipet tip putih,
tabung microcentrifuge, mortar steril, pastille steril, dan tissue.

c) Pelaksanaan Praktikum
39

a) Letakkan bahan yang akan digunakan (daun tapak dara) di atas mortar
steril. Tuang Nitrogen cair ke dalam mortar. Haluskan sampel dengan
pistile steril hingga benar-benar halus.
b) Masukkan masing-masing 0.3 gr sampel halus ke dalam tabung
eppendorf.
c) Masukkan 250µL larutan DNAzol kedalam tabung eppendorf berisi
sampel. Sentrifugasi sampel pada kecepatan 13000 rpm selama 10
menit.
d) Pindahkan 200 µL supernatant ke dalam tabung eppendorf yang baru
dengan hati-hati. Usahakan agar pellet yang mengandung protein tidak
ikut terambil.
e) Sentrifugasi kembali pada kecepatan 10000 rpm selama 5 menit.
f) Pindahkan supernatant ke dalam tabung eppendorf yang baru.
g) Tambahkan 125 µL larutan ethanol absolute. Homogenkan campuran
dengan cara membolak-balik tabung sebanyak 10 kali dengan hati-hati.
Inkubasi sampel pada suhu ruang selama 5 menit.
h) Sentrifugasi sampel pada kecepatan 13000 rpm selama 10 menit.
Buang supernatant dengan hati-hati. Usahakan agar ujung tip tidak
menyentuh pellet DNA.
i) Cuci DNA dengan menambahkan 250 µL ethanol 96%. Homogenkan
campuran dengan cara membolakbalik tabung dengan hati-hati.
j) Sentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. DNA akan
diam dibagian bawah tabung dalam bentuk pellet. Buang supernatant
secara hati-hati agar pellet DNA tidak ikut terbuang.
k) Letakkan tabung (dengan tutup terbuka) di atas meja selama 5 menit
untuk membuang sisa alkohol.
l) Larutkan pellet DNA secara hati-hati dengan Buffer TE sebanyak 25 l.
Lalu simpan DNA di freezer (-20C) untuk analisa dengan elektroforesis
pada praktikum berikutnya,
40

Hasil Pengamatan Praktikum Bioteknologi Pertanian Tahun 2019.

Acara Praktikum VI : Ekstraksi DNA Tanaman


Kelompok :
Nama Co.Ass :

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan


41

Keterangan alat yang digunakan setelah praktikum:


3. Dikembalikan lengkap dalam keadaan bersih
4. Dikembalikan tidak lengkap.
CATATAN ___________________________________________________________
___________________________________________________________
Paraf/tanda-tangan Co.Ass :
42

ACARA VII
ELEKTROFORESIS DNA TUMBUHAN
43

A. Tujuan Praktikum : Mengetahui cara elektroforesis DNA dan


menganalisa konsentrasi dan kualitas DNA hasil ekstraksi pada praktikum
sebelumnya.

B. Dasar Teori
Salah satu tahapan penting sebelum DNA hasil ekstraksi dipergunakan
adalah mengetahui konsentrasi dan kualitas DNA yang akan dipergunakan.
Teknik-teknik yang umum digunakan untuk analisa tersebut adalah analisa
secara spektrofotometri atau elektroforesis.
Umumnya setiap senyawa memiliki kemampuan untuk menyerap cahaya,
baik cahaya ultraviolet maupun cahaya tampak, dimana kemampuan
spectrum cahaya yang diserap oleh senyawa atau unsur berbeda-beda
tergantung dari berat molekulnya. DNA adalah molekul yang mengandung
basa nitrogen purin dan pirimidin dengan kemampuan menyerap sinar
ultraviolet pada panjang gelombang 260 nm (Sambrock and Russel, 2001).
Analisa untuk mengetahui konsentrasi dan kemurnian DNA dapat dilakukan
dengan mengukur serapan Ultra violet dengan alat spectrophotometer pada
panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm. Kemurnian DNA diperkirakan dari
nilai serapan panjang gelombang 260nm : 280 nm serta nilai dimana
serapan pada panjang gelombang 260 nm : 230 nm. Rasio tersebut dapat
digunakan untuk memperkirakan kemurnian DNA dan adanya kontaminan
berupa protein, polifenol dan karbohidrat. Nilai serapan (optical density/OD)
pada panjang gelombong 260nm digunakan untuk menghitung konsentrasi
DNA , dimana nilai absorbance 1 pada OD260 adalah setara dengan 50 g/ml
DNA. Sehingga konsentrasi DNA dapat dihitung dengan persamaan
(Sambrock and Russel, 2001) sebagai berikut:

Konsentrasi DNA (g/ml) = OD260 x factor pengenceran x 50


44

Hasil ekstraksi DNA jarang sekali dapat menghasilkan DNA yang murni
karena hasil bacaan spektrofotometer dapat merupakan hasil bacaan
spektrum DNA, RNA dan senyawa-senyawa lainnya. Selain itu, perlakuan-
perlakuan selama ekstraksi dapat menyebabkan DNA yang dihasilkan
menjadi rusak sehingga estimasi kemurnian dengan analisa nilai absorbance
pada OD260 dan OD280 seringkali kurang akurat. Untuk mengatasi hal
tersebut, perkiraan konsentrasi dan kemurnian DNA dapat dilakukan dengan
cara melakukan elektroforesis DNA.
Elektroforesis adalah suatu proses perpindahan suatu molekul selluler
yang memiliki muatan dalam suatu media yang bermuatan listrik.
Elektroforesis dilakukan pada DNA, RNA dan protein untuk memisahkan
molekul tersebut berdasarkan pada ukurannya dengan menggunakan medan
listrik. DNA adalah molekul selluler bermuatan negatif. Jika molekul DNA
yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium (misalnya gel
agarosa) kemudian dialiri arus listrik dari kutub negatif ke kutub positif, maka
molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan
pergerakan molekul tersebut tergantung dari ukuran (massa) molekul,
kepadatan media pergerakan, kuat arus dan bentuk molekulnya. DNA yang
berukuran lebih kecil akan bergerak lebih cepat dari molekul DNA yang
berukuran besar, dan pergerakan tersebut berbanding lurus dengan
konsentrasi agarosa dalam gel. Selain itu, semakin tinggi voltage yang
digunakan, maka pergerakan molekul DNA pada media akan semakin cepat.
Aplikasi elektroforesis DNA antara lain adalah untuk mengetahui kualitas
dan kuantitas DNA hasil ekstraksi, mengetahui ukuran fragmen DNA hasil
pemotongan dengan enzim restriksi, mengetahui ekspresi DNA tertentu,
analisa hasil kloning gen dan hasil proses PCR (Polymerase Chain
Reactions). Untuk melakukan elektroforesis DNA, terlebih dahulu
dipersiapkan media eletroforesis misalnya gel agarose. Gel agarose dibuat
dengan cara melarutkan agarose dalam suatu buffer dan dipanaskan,
kemudian dicetak dalam suatu cetakan gel yang ujungnya diberi sisir untuk
45

membuat sumur gel. Gel agarosa yang telah padat kemudian dimasukkan ke
dalam tangki elektroforesis yang telah berisi buffer yang berfungsi
menghantarkan arus listrik ke gel dan DNA. Buffer untuk elektroforesis DNA
umumnya adalah buffer Trisetat-EDTA (TAE buffer) atau tris-borat-EDTA
(TBE Buffer). DNA sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur-sumur gel
tersebut dan arus listrik dijalankan. Setelah beberapa waktu, gel agarose
kemudian direndam dalam senyawa untuk dapat melihat fragmen DNA,
misalnya ethidium bromida. Ethidium bromide adalah senyawa yang paling
banyak digunakan untuk mendeteksi DNA atau RNA. Ethidium bromida dapat
masuk ke ruang antara pasangan basa-basa dari DNA double heliks. Apabila
DNA yang telah direndam dengan ethodium bromide diberi radiasi, maka
ethidum bromide dapat menyerap energi dari nukleotida teradiasi tersebut
kemudan memancarkan kembali radiasi tersebut sebagai cahaya
kuning/oranye pada panjang gelombang 590nm. Dengan demikian, fragmen
DNA hasil eketroforesis dapat tampak melalui penyinaran gel hasil
elektrofesis DNA dengan sinar ultraviolet setelah DNA tersebut direaksikan
dengan ethidium bromida.

C. Pelaksanaan Praktikum
1. Tempat Praktikum : Laboratorium Biosains dan Bioteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Mataram
2. Bahan dan Alat Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan adalah DNA hasil ekstraksi, DNA ladder,
Agarose, Running Buffer (1x Buffer TAE), Loading Dye, pipet tip kuning
dan pipet tip putih, dan ethidium bromide sedangkan alat-alat yang
digunakan adalah seperangkat alat gel elektroforesis, pencetak gel, sisir
gel, hotplate, gelas ukur, gelas piala, gel doc.
3. Cara Kerja
a) Keluarkan DNA dari kulkas dan letakkan di bak es selama 5 menit sampai
DNA mencair.
46

b) Buat campuran agarose 1 % dengan cara mencampur 1% agarose


dengan buffer TAE (1 x) kemudian panaskan sambil diaduk sampai agar
larut. Dinginkan pada suhu ruang sampai suhu ± 50C lalu tambahkan
ethidium bromida (0,001%) dan goyang-goyangkan untuk mengaduk.
c) Atur cetakan gel dengan sisirnya lalu tuang campuran agarosa 1%
kedalamnya secara perlahan-lahan agar tidak terbentuk gelembung udara.
Biarkan hingga padat.
d) Cabut sisir gel lalu letakkan gel pada tangki gel elektroforesis. Tuang
running buffer sampai menutupi gel.
e) Siapkan sampel DNA. Campur 10 l DNA dengan 1 l loading dye, lalu
masukkan DNA sampel ke dalam sumur gel no 1 sampai 12. Masukkan 2
l DNA ladder ke sumur gel no 1.
f) Hubungkan kabel pada tangki gel elektroforesis dengan sumber listriknya.
Kutup positif pada tangki harus dihubungkan dengan kutub positif pada
sumber listrik, demikian juga dengan kutub negatif. JANGAN TERBALIK.
g) Atur program untuk melakukan elektroforesis pada 100 volt selama 30
menit.
h) Setelah elektroforesis selesai, DNA hasil elektroforesis dapat dilihat pada
gel doc menggunakan sinar ultraviolet.
i) Simpan file dan lakukan analisa pada DNA saudara.
47

Hasil Pengamatan Praktikum Bioteknologi Pertanian Tahun 2019.

Acara Praktikum VII : Elektroforesis DNA Tumbuhan


Kelompok :
Nama Co.Ass :

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan


48

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan

Keterangan alat yang digunakan setelah praktikum:


1. Dikembalikan lengkap dalam keadaan bersih
2. Dikembalikan tidak lengkap.
CATATAN ___________________________________________________________
___________________________________________________________
Paraf/tanda-tangan Co.Ass :
49

LAMPIRAN: TATA CARA PENULISAN LAPORAN


PRAKTIKUM

Ketentuan:
1. Laporan praktikum adalah laporan perorangan mingguan yang
dikumpulkan sebagai tiket masuk untuk acara praktikum
berikutnya
2. Laporan ditulis tangan dengan tulisan yang rapi dan jelas, diberi
garis pinggir dengan margin 3 cm dan ditulis dengan tinta
berwarna biru di atas kertas double folio atau kertas HVS
berukuran folio
3. Sistematika laporan adalah sebagai berikut:
Cover
Halaman Pengesahan
I. Pendahuluan ( a.Latar Belakang, b. Tujuan Praktikum)
II. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka sekurang-kurangnya 3 acuan dengan
ketentuan maksimum 1 acuan dari sumber website, tidak
menggunakan buku pedoman praktikum sebagai tinjauan
pustaka serta tidak menggunakan sumber berupa
Wikipedia, Ensiklopedia atau sejenisnya.
III. Metodologi (a.Waktu dan Tempat, b. Alat dan Bahan, c.
Pelaksanaan)
IV. Hasil Praktikum dan Pembahasan (a. Hasil Pengamatan, b.
Pembahasan)
V. Kesimpulan
Daftar Pustaka yang ditulis berdasarkan Metode Harvard
Lampiran : Lembar kerja perorangan asli yang ditandatangani
CoAss
50

4. Contoh Penulisan Daftar Pustaka (Metode Harvard)

a) Buku dengan 3 penulis


Fisher, R., Ury, W. and Patton, B. (1991) Getting to yes:
Negotiating an agreement without giving in, 2nd edition,
London: Century Business.

b) BuKu dengan 4 penulis atau lebih


Fisher, R., Ury, W. and Patton, B., et al. (1991) Getting to yes:
Negotiating an agreement without giving in, 2nd edition,
London: Century Business

c) Artikel Jurnal
Muller, V. (1994) ‘Trapped in the body: Transsexualism, the
law, sexual identity’, The Australian Feminist Law
Journal, vol. 3, August, pp. 103-107.

d) Electronic mail (e-mail) atau website


Johnston, R. (2001) Access courses for women, e-mail to
NIACE Lifelong Learning Mailing List (lifelong-
learning@niace.org.uk), 22 Aug. [24 Aug 2001].
Wells, D. (2001) Harvard referencing, [Online], Available:
http://lisweb.curtin.edu.au/guides/handouts/harvard.html
[14 Ag 2001].
51

DAFTAR PUSTAKA
Alberts, B., Johnson, A. and Lewis,J. et al. (2002) Molecular biology
of the cell, 4th Edition. Gerland Science, New York.
Anonim (2003) Tissue culture media composition: Product
Information Sheet. Phyto Technology Laboratories, Inc. 7 p.
Badan Standardinasi Nasional (2004) SNI 01-7002-2004 benih
kentang (Solanum tuberosum L.) kelas benih sebar (G4).
Badan Standarisasi Nasional. 32 h.
Bajay, Y.P.S. (1988) Biotechnology in agriculture and forestry 6.
578 p.
Bunders, J.F.G. and Broerse, J.E.W. (1991) Appropriate
Biotechnology in Small-scale Agriculture: How to Reorient
Research and Development. 153 pp.
George, E.F. and Sherington, P.D. (1984). Plant propagation by
tissue culture : Hand book and directory of comercial
laboratorius. Exegenetics Ltd., England. 709.p.
Hendaryono, DPS and Wijayani, A (2012) Teknik kultur jaringan:
Pengenalan dan petunjuk perbanyakan tanaman secara
vegetatif modern. Kanisius, Yogyakarta. 140 h.
Keb-Llanes M., Gonzalez, G. and. Chi-Manzanero et al. (2002) A
rapid and simple method for small-scale DNA extraction in
Agavaceae and other tropical plant. Plant Molecular Biology
Reporter, 20: 299a−299e.
Lindsay, K. and Jones, M.G.K. (1989). Plant biotechnology in
agriculture. 241 p.
Pua, E.C and Devey, M.R. (2007) Trangenic Crops IV. In Nagata,
T, Lorz,H, Widholm. L (Eds.. Biotechnology in agriculture and
forestry 59.Springer- Verlag. 497 p.
Ranu N.L., 2009. Aturan Perbenihan dan Pengembangan Industri
Benih Kentang di Indonesia. Direktorat Jenderal Hortikultura.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Salazer, L.F. (1982). Virus detection in potato seed production.
Technical Information Bulletin 18. International Potato Centre,
Peru. 16 p.
Sambrock, J and Russel, D.W. (2001) Molecular Cloning, 3rd
edition. Cold Spring Harbour, New York USA.
52

Smith, R.H. (2000) Plant tssue culture : Techniques and


experiments (2nd Edition). Academic Press, San Diego, San
Francisco, New York, Boston, London, Sydeny, Tokyo. 243 p.
Verpoorte, R., Costin,A., and Memerlink,J. (2002). Biotechnology
for the production of plant secondary metabolites.
Phytochemistry Review 1: 13-25.
Weidemann, H.L. (1988). Rapid detection of potato viruses by dot-
ELISA. Potato Research 31: 485-492.
Wimpee, C.F., Kidd, G.H. and Minhas, B.S. et.al. (1989)
Biotechnology. Volume 7b: Gene Technology, 587 pp.
53

Anda mungkin juga menyukai